Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

HARGA DIRI RENDAH

Oleh :

Disusun Oleh Kelompok 4 :

Devi Yanti Simanihuruk 202212009

Khansa Maura Lutfiah 202212012

Oktalia 202212017

Saeful Akbar 202212018

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN Sint Carolus

S1 KEPERAWATAN B

2023
DAFTAR ISI

BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG.................................................................................................4
1.2 Tujuan penulisan.........................................................................................................6
BAB II.......................................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................7
2.1 DEFINISI....................................................................................................................7
2.2 KLASIFIKASI............................................................................................................7
2.3 FAKTOR PENYEBAB...............................................................................................8
2.4 RENTANG RESPON NEUROLOGIS.......................................................................9
2.5 PROSES TERJADINYA HARGA DIRI RENDAH................................................10
2.6 TANDA DAN GEJALA...........................................................................................11
2.7 TATALAKSANA KELUARGA..............................................................................12
2.8 TERAPI MODALITAS.............................................................................................12
2.9 ISU LEGAL ETIK DAN CARING...........................................................................13
BAB III....................................................................................................................................18
PEMBAHASAN KASUS.......................................................................................................18
3.1 PSIKOPATOFLOW DIAGRAM..............................................................................19
3.2 POHON MASALAH.................................................................................................19
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN...............................................................................19
3.4 INTERVENSI KEPERAWATAN............................................................................21
BAB IV....................................................................................................................................27
PENUTUP...............................................................................................................................27
4.1 KESIMPULAN.........................................................................................................27
4.2 SARAN......................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................28

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Gangguan jiwa adalah sekumpulan perilaku dan psikologis individu yang
menyebabkan terjadinya keadaan tertekan, rasa tidak nyaman, penurunan fungsi
tubuh, dan kualitas hidup. Gangguan jiwa menimbulkan beban ganda bagi mereka
yang menderita penyakit tersebut. Fungsi fisik, psikologis, kognitif, emosional, dan
sosial sering terganggu oleh proses penyakit. Seseorang yang didiagnosis dengan
penyakit jiwa sering kali harus mengatasi penolakan, penghindaran, dan bahkan
kekerasan fisik yang disebabkan oleh maknabudaya negatif yang terkait degan
gangguan jiwa (Tuasikal, Siauta, & Embuai, 2019). Seseorang yang sering kali
mendapatkan tekanan emosional, stress tinggi, depresi, akan mempunyai potensi besar
mengalami gangguan jiwa (Rahayu, Mustikasari, & Daulima, 2019)
Untuk mencapai tingkat kesehatan jiwa secara optimal, Indonesia menegaskan
perlunya upaya peningkatan kesehatan jiwa, seperti yang dituangkan dalam UU No.
36 tahun 2009 tentang kesehatan Bab IX pasal 144 menyatakan bahwa upaya
kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin setiap orang dapat menikmati jiwa yang
sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan
Pada saat ini, perkiraan jumlah penderita gangguan jiwa di dunia adalah
sekitar 450 juta jiwa, dan yang termasuk skinzofrenia ( WHO,2017). Dilihat secara
global, kontribusi terbesar beban penyakit (DALYs) dan penyebab kematian pada saat
ini adalah penyakit kardiovaskuler (31,8%). Namun jika dilihat dari YLDs (tahun
hilang akibat kesakitan atau kecacatan), maka presentase kontribusi lebih besar pada
gangguan mental (14,4%). Untuk kondisi di Asia Tenggara tidak jauh berbeda dengan
kondisi global yang dimana penyebab kematian terbesar adalah penyakit
kardiovaskuler (31,5%), tapi dilihat dari YLDs kontributor lebih besar pada gangguan
mental (13,5 %).

Data dari (Rikesdas, 2018) menunjukkan bahwasannya permasalahan kesehatan


jiwa di indonesia mengalami sebuah peningkatan dari tahun 2013 yang awalnya
sekitar 1,7 mil dan meningkat pada tahun 2018 menjadi 7,0 per mil. Gangguan jiawa

3
yang sering muncul dan timbul di masyarakat adalah skizofrenia (Puspita and
Erawati, 2020).

Bagi penyandang skizofrenia dengan harga diri rendah kronis sering kali
mangalami kekambuhan sehingga dalam hal ini sangat penting untuk memberikan
terapi jangka panjang yakni memberikan asuhan keperawatan jiwa untuk dapat
melakukan pengontrolan sikap perilaku hilangnya rasa percaya diri dari penderita
harga diri rendah kronis dengan memberikan intervensi yang berfokus dalam
pembinaan hubungan untuk saling percaya, memberikan kegiatan sesuai dengan
kemampuan pasien, meningkatkan kontak dengan sesama nya, mendorong pasien
untuk dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan serta membantu melihat prestasi,
kemampuan dan harapan - harapan yang ada pada pasien, (Puspita and Erawati,
2020).

Harga diri rendah merupakan perasaan malu atau minder karena adanya
kekurangan pada diri yang biasanya disebabkan oleh penilaian negatif dari diri sendiri
maupun orang lain dalam lingkungan yang sama. Adapun faktor penyebab dari
gangguan harga diri yang pertama yaitu faktor predisposisi meliputi faktor yang
mempengaruhi harga diri seperti penolakan dari orang tua, harapan dan ideal diri yang
tidak bisa tercapai. selalu menemui kegagalan, tanggung jawab personal yang kurang
serta ketergantungan terhadap depresi dan menimbulkan kematian yang disebabkan
penyakit yang dideritanya saat ini. (Pardede, 2020). Harga diri rendah juga disebut
sebagai suatu perasaan negatif pada dirinya sendiri sehingga menimbulkan hilangnya
rasa percaya diri, pesimis, dan pasien merasa tidak berharga di dalam kehidupan
sehari-hari Atmojo and Purbaningrum, 2021).

Salah satu standar model keperawatan asuhan keperawatan untuk pasien dengan
masalah utama harga diri rendah adalah pemberian tindakan keperawatan generalis
yaitu Strategi Pelaksanaan (SP). Tindakan tersebut diantaranya adalah mendiskusikan
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki, membantu klien menilai kemampuan
yang masih dapat digunakan, membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih,
melatih pasien melakukan kegiatan yang telah dipilih (Fitria, 2009) Keberhasilan dan
kemampuan dalam menyelesaikan suatu kegiatan atau tindakan dapat memberikan
aspek positif pada pasien sehingga meningkatkan harga diri pada pasien tersebut
(Rokhimmah & Rahayu, 2020).

4
Untuk dampak dari gangguan harga diri rendah kronis sendiri jika tidak secara
cepat di tangani akan berakibat pada gangguan interaksi sosial, misalnya sering
menarik diri, mengalami perubahan penampilan peran, mudah putus asa, timbul
perilaku kekerasan yang dapat beresiko menyelakai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan sekitar. Upaya yang dilakukan untuk klien harga diri rendah, dapat
memberikan tindakan keperawatan jiwa yaitu seperti Terapi Kognitif, Terapi
Interpersonal, Terapi Perilaku, Terapi bermain dan Terapi Keluarga. Tindakan
keperawatan ini bisa dilakukan secara individu, serta dibantu oleh keluarga atau
komunitas klien.

1.2 Tujuan penulisan


1.2.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami dan memberikan asuhan keperawatan pada
pasien harga diri rendah
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui definisi, tanda dan gejala, faktor penyebab harga
diri rendah
b. Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
maslah harga diri rendah

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Harga diri rendah sendiri ialah sebuah perasaan negatif terhadap dirinya
sendiri dan penyebab terjadinya kehilangan rasa percaya diri, merasa pesimis, dan
juga merasa bahwa diri nya tidak berharga di kehidupannya, (Atmojo and
Purbaningrum, 2021). Harga diri rendah kronis juga ialah perasaan yang ada pada
indivisu dan menganggap bahwa dirinya tidak berharga dan tidak berarti di dalam
kehidupan yang di jalani nya (Irawati, Daulima and Wardhani, 2019). Harga diri
rendah kronik adalah evaluasi diri maupun perasaan negatif tentang dirinya sendiri
atau kemampuan dirinya yang sudah berlangsung kurun waktu minimal tiga bulan
(Yani et al., 2022). Harga diri rendah kronis ini ialah salah satu masalah keperawatan
dengan skizofrenia, (Pardede and Laia, 2020).
Harga diri rendah merupakan persepsi, evaluasi atau perasaan negatif tentang
kemampuan diri sendiri (Townsend & Morgan, 2018). Harga diri rendah adalah
penilaian pencapaian diri dengan menganalisis sejauh mana perilaku tersebut sesuai
dengan diri ideal. Perasaan tidak berharga, tidak penting dan rendah diri
berkepanjangan karena evaluasi negatif diri dan kemampuan. (Rokhimmah &
Rahayu, 2020).

2.2 KLASIFIKASI
Adanya kehilangan percaya diri, perasaan mengalami kegagalan akibat dari
ketidakmampuan mencapai keinginan menyebabkan timbulnya gangguan harga diri
yang disebut dengan harga diri rendah, harga diri rendah dapat terjadi secara :
2.2.1 Situasional
Harga diri kronis merupakan evaluasi atau perasaan negatif terhadap diri
sendiri atau kemampuan sebagai respon terhadap situasi saat ini. (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017)
2.2.1 Kronis
Harga diri situasional merupakan evaluasi atau perasaan negatif terhadap diri
sendiri atau kemampuan seperti tidak berarti, tidak berharga, tidak berdaya

6
yang berlangsung dalam waktu yang lama dan terus menerus (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017)

2.3 FAKTOR PENYEBAB


Faktor yang dapat menjadi pengaruh terhadap harga diri rendah kronis yakni meliputi faktor
Predisposisi dan faktor Presipitasi yaitu (Diana Putri, 2020) :
2.3.1 Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya harga diri rendah yaitu
adanya penolakan, harapan dari ideal diri yang tidak dapat tercapai, sering
mengalami kegagalan, tanggung jawab yang kurang, ketergantungan terhadap
orang lain, tekanan pekerjaan, budaya, orang tua atau orang lain. (Wandono,
2017).
2.3.2 Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah yaitu adanya kecacatan
tubuh/kehilangan organ tubuh, perubahan penampilan atau bentuk fisik,
kurangnya produktivitas yang menyebabkan kegagalan. Pengalaman traumatik
seperti penganiayaan seksual (pemerkosaan) juga dapat menimbulkan harga
diri rendah. Adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan mental juga
dapat menyebabkan harga diri rendah, karena hal tersebut dapat menyebabkan
perasaan malu dan juga rendah diri.
1) Trauma: misalnya kejadian penganiayaan seksual serta psikologis ataupun karena
menyaksikan peristiwa yang dapat mengancam kehidupan
2) Ketegangan peran: berhubungan dengan peranan ataupun posisi yang diharapkan
dan individu itu mengalaminya sebagai frustasi
3) Transisi peran perkembangan: perubahan normative yang berhubungan dengan
pertumbuhan
4) Transisi peran situasi: terjadi dengan penambahan atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran ataupun kematian
5) Transisi peran sehat-sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat dan
keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh terjadinya kehilangan bagian
tubuh; berubahnya ukuran, berubah bentuk, penampilan maupun fungsi tubuh;
perubahan fisik yang kaitannya dengan tumbuh kembang normal; prosedur medis
dan juga keperawatan.

7
Faktor predisposisi ini dapat dibagi sebagai berikut, (Kemenkes RI, 2018):
a. Faktor Biologis
Faktor ini meliputi adanya faktor herediter anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa, riwayat penyakit atau trauma kepala.
b. Faktor psikologis
Bagi pasien dengan masalah harga diri rendah, bisa ditemukan bahwa adanya
pengalaman masa lalunya yang tidak menyenangkan, seperti adanya penolakan
dan harapan orang tua yang tidak realistis, pernah mangalami sebuah kegagalan
berulang, kurang memiliki tanggung jawab, memiliki ketergantungan pada orang
lain, penilaian negatif terhadap gambaran diri sendiri, krisis identitas, peran yang
mengalami gangguan, ideal diri yang tidak realisitis, dan pengaruh penilaian
internal individu.
c. Faktor sosial budaya
Dalam hal ini meliputi penilaian negatif dari lingkungan terhadap pasien yang
dalam hal ini dapat mempengaruhi penilaian pasien, sosial ekonomi rendah,
riwayat penolakan lingkungan pada tahap tumbuh kembang anak, dan tingkat
pendidikan rendah.

2.4 RENTANG RESPON NEUROLOGIS

Respon Adaptif Respon


Maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Keracunan Depersonalisasi


diri positif rendah identitas diri

Keterangan :
1. Aktualisasi diri : suatu pernyataan bahwa konsep diri positif dengan
pengalaman yang baik dan sukses
2. Konsep diri positif : memiliki pengalaman positif dan persepsi diri positif
dalam diri sendiri

8
3. Harga diri rendah : memiliki perasaan yang negatif pada diri sendiri, kehilangan
percaya diri, merasa tidak berharga, pesimis dan merasa tidak berdaya.
4. Keracunan identitas diri ; merupakan kegagalan seseorang untuk
mengintegrasikan berbagai identifikasi masa lalu atau masa kanak – kanak.
5. Depersonalisasi : merasa sulit membedakan diri sendiri dan merasa tidak nyata
dan merasa asing

MEKANISME KOPING
Mekanisme koping sangat mempengaruhi seseorang dalam mengatasi
permasalahan yang muncul dalam dirinya. Seseorang dengan harga diri rendah
memiliki mekanisme koping jangka pendek dan juga koping jangka panjang.
1. Jangka pendek
Melakukan kegiatan untuk pelarian sementara, misalnya ; fokus menyelesaikan
tugas/kerjaan (bekerja keras), menonton film terus menerus, mengikuti kegiatan
sosial dalam kelompok dan menjalankan hobi
2. Jangka panjang
Melakukan penutupan identitas, yaitu terlalu terburu – buru dalam menerima
identitas baru dimana identitas tersebut disukai oleh orang lain namun tanpa
memperhatikan kemampuan, potensi atau keinginan diri sendiri. Selain itu
adanya identitas negatif, merupakan asumsi identitas yang berlawanan dengan
nilai – nilai dan harapan dari orang lain atau masyarakat.

2.5 PROSES TERJADINYA HARGA DIRI RENDAH


Mengenai Harga Diri Rendah hal ini dapat terjadi akibat dari harga diri rendah
situasional yang tidak kunjung terselesaikan atau tidak ada umpan balik yang positif
dari lingkungan terhadap perilaku pasien sebelumnya. Hal – hal negatif dari sekitar
lingkungan juga mempunyai peran terjadinya sebuah gangguan harga diri rendah
kronis. Awalnya pasien di hadapi dengan stressor (krisis) serta berupaya dalam
menyelesaikannya akan tetapi tidak tuntas. Dalam ketidaktuntasan ini akan
memunculkan evaluasi diri bahwa individu itu merasa dirinya tidak mampu ataupun
didak dapat menjalankan peran fungsinya. Evaluasi diri yang bersifat negatif yakni
perasaan gagal ataupun merasa tidak mampu ialah gangguan harga diri rendah
situasional yang akan berlanjut menjadi harga diri rendah kronis akibat tidak adanya
respon positif dari lingkungan sekitar pada pasien (Safitri, 2020). Harga diri yang

9
rendah yang dialami seseorang selama lebih dari 3 bulan ialah harga diri rendah
situasional. Jika harga diri rendah yang dialami lebih dari 6 bulan ialah harga diri
rendah kronik yang harus segera mendapatkan tindak lanjuti (Widodo and Kep,
2017).

2.6 TANDA DAN GEJALA


Individu dengan harga diri rendah memiliki tandan dan gejala seperti ;
Manifestasi klinis yang dapat timbul pada pasien dengan permasalahan harga diri rendah
kronis, (Yani et al., 2022) antara lain:
2.6.1 Tanda Mayor
Subjektif
1) Menilai diri dengan negatif/mengkritik diri
2) Merasa tidak berarti/tidak berharga
3) Merasa malu/minder
4) Merasa tidak mampu melakukan apapun
5) Meremehkan kemampuan yang dimiliki
6) Merasa tidak memiliki kelebihan

Objektif
1) Berjalan menunduk
2) Postur tubuh menunduk
3) Kontak mata kurang
4) Lesu dan tidak bergairah
5) Berbicara pelar dan lirih
6) Ekspresi muka datar
7) Pasif
2.6.2 Minor
Subjektif
1) Merasa sulit konsentrasi
2) Mengatakan sulit tidur
3) Mengungkapkan keputusasaan
4) Enggan mencoba hal baru
5) Menolak penilaian positif tentang diri sendiri
6) Berlebihan dalam menilai negatif mengenai diri sendiri
Objektif
1) Bergantung pada pendapat orang lain
2) Sulit membuat keputusan

10
3) Sering kali mencari penegasan
4) Menghindari orang lain
5) Suka dengan kesendirian

2.7 TATALAKSANA KELUARGA


Keluarga dapat menciptakan hubungan saling percaya dan menjadi faktor pendukung
yang efektif untuk pasien, dengan cara :

1. Sediakan waktu untuk mendengarkan pasien mengungkapkan perasaannya


2. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien dan beri
edukasi bagaimana cara merawat pasien dengan HDR
3. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien dengan
keluarga dan beri pujian atas kemampuan mengungkapkan perasaannya
4. Berikan penjelasan pada keluarga mengenai tanda gejala, proses terjadinya
HDR, hingga komplikasi yang terjadi jika pasien mengalami harga diri rendah
5. Diskusikan cara pendekatan yang efektif kepada pasien dengan harga diri
rendah
6. Keluarga dapat membantu pasien memilih kegiatan yang dilatih sesuai dengan
kemampuan pasien agar dapat mengekspresikan dan mengungkapkan perasaan
verbal yang dimiliki pasien dengan harga diri rendah.

2.8 TERAPI MODALITAS


Penatalaksanaan harga diri rendah dapat dilakukan tindakan terapi
psikofarmaka, psikoterapi, terapi somatik, dan terapi keperawatan yang biasa
dilakukan yaitu terapi modalitas atau perilaku (Prabowo, 2014). Ada beberapa jenis
terapi modalitas yaitu terapi individual, terapi lingkungan, terapi kognitif, terapi
keluarga, Terapi bermain, dan Terapi aktivitas kelompok (TAK).
a. Terapi aktivitas kelompok (TAK) adalah terapi modalitas yang dilakukan oleh
perawat terhadap sekelompok pasien yang memiliki masalah keperawatan yang
sama. Terapi aktivitas kelompok (TAK) terdiri dari empat jenis yaitu terapi
aktivitas kelompok stimulasi persepsi, stimulasi sensori, sosialisasi, dan orientasi.
b. Terapi kognitif, yaitu dengan role play yang bertujuan untuk melatih komunikasi
agar pasien dapat melatih kemampuan kognitif serta membantu pasien
memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran.

11
c. Terapi lingkungan, contohnya ialah pettherapy dan plantherapy dengan terapi ini
dapat membantu pasien untuk mengembangkan rasa harga diri, mengembangkan
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, membantu mempercayai
orang lain dan mengembangkan wawasan diri dan bagaimana mengekspresikan
pikiran dan perilaku sesuai dengan norma yang baik.
d. Terapi bermain, dapat berupa menggambar, melukis, memahat dll terapi ini
bertujuan untuk menggambarkan serta mengekspresikan perasaan verbal pasien
dengan harga diri rendah.
e. Terapi Individu atau ogotherapy, adalah terapi yang berfokus pada makna hidup
sehingga individu mempunyai kekuatan yang positif untuk bertahan hidup.
f. Terapi keluarga yaitu keluarga pasien, perawat spesialis jiwa dapat memberikan
terapi spesialis Psikoedukasi keluarga dan Triangle Therapy. Keluarga adalah
lingkungan yang terdekat dan selalu ada bersama dengan pasien. Keluarga
merupakan support utama bagi penyembuhan dan pemulihan pasien. Tujuan terapi
keluarga adalah memahami bagaimana dinamika keluarga mempengaruhi
psikopatologi pasien, memobilisasi kekuatan dan sumber fungsional keluarga,
gaya perilaku keluarga yang maladaptif dan menguatkan perilaku penyelesaian
masalah keluarga.

2.9 ISU LEGAL ETIK DAN CARING


Harga diri rendah dapat membuat orang menjadi tidak berdaya, putus asa,
merasa tidak berharga dan juga merasa diri tidak pantas bagi siapapun. Penerapan
aspek etik dalam perawatan jiwa sangat berkaitan dengan pemberian diagnosa,
perlakuan, hak pasien, dan stigma masyarakat.

a. Pemberian diagnosa
Harga diri rendah sendiri terbagi menjadi dua, yaitu kronis dan juga
situasional dimana penentuan diagnosa sangat penting untuk tindakan perawatan.
Pelanggaran etik sangat sering terjadi dalam hal ini, dimana pasien dengan
gangguan jiwa ringan seperti Harga Diri Rendah situasional yang mana pasien
hanya mengalami masalah aspek psikososial pada hal-hal tertentu disama ratakan
tindakan keperawatannya dengan pasien dengan gangguan jiwa berat yang bersifat
kronis atau telah berlangsung lama.

12
b. Hak pasien
Beberapa aturan mengatakan bahwa orang dengan gangguan jiwa tanda
tangannya tidak sah sehingga semua dokumen-dokumen yang ditanda tangani
oleh pasien dengan gangguan jiwa tidak sah secara hukum, namun bukan berarti
orang dengan gangguan jiwa tidak boleh/ tidak memiliki hak untuk memutuskan
sesuatu.
- Hak berkomunikasi dengan orang lain
Orang yang terdiagnosa Harga Diri Rendah sudah cukup memiliki rasa
ketidakbergunaan dalam hidupnya sehingga jika dilarang atau tidak
diperkenankan untuk berkomunikasi dengan orang lain maka pasien akan
semakin merasa dirinya tidak diinginkan oleh orang-orang di sekitarnya.
- Hak terhadap data pribadi
Pasien berhak untuk menolak pernyataan terkait masalah pribadi yang
memang tidak diinginkan untuk tersebar, pasien juga berhak menolak jika
kisahnya tidak ingin dijadikan studi kasus
c. Keterlibatan anggota keluarga
Mengedukasi keluarga untuk membantu meningkatkan Harga Diri pasien
memang bagus namun jika pasien menolak keterlibatan anggota keluarga maka
perawat tidak boleh memaksakan hal tersebut.
d. Stigma Masyarakat
Banyak orang berpikir bahwa orang dengan gangguan jiwa harus dijauhkan
karena membahayakan. Stigma tersebut harus dihilangkan karena pada dasarnya
orang dengan Harga Diri Rendah membutuhkan support dari lingkungan sekitar
agar dapat menurunkan rasa ketidak berdayaannya.

2.10 Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian data
Tahap pengkajian merupakan tahap pengumpulan data dari berbagai sumber, yakni dari
pasien, keluarga serta tenaga kesehatan. Komunikasi dengan keluarga dan pendekatan
yang dilakukan kepada pasien melalui komunikasi teraupetik yang lebih terbuka akan
menolong pasien dalam memecahkan perasaannya serta melakukan observasi kepada
pasien (Pardede and Hasibuan, 2019). Adapun upaya tersebut yaitu:
1) Melakukan pendekatan dan membina hubungan saling percaya diri pada pasien agar
lebih terbuka dan lebih percaya dengan menggunakan perasaan.

13
2) Melakukan pengkajian pasien dengan wawancara
3) Melakukan pengkajian dengan bertanya kepada keluarga pasien

Hal-hal yang dikaji adalah:

1) Faktor predisposisi seperti: citra tubuh, self esteem, ideal diri, peran, identitas diri
2) Faktor presipitasi (tekanan psikologis, kesulitan dalam melakukan peran, perubahan
peran dalam melalui tahap perkembangan, bertambah atau kehilangan anggota,
perubahan tubuh akibat sehat-sakit)
3) Penilaian terhadap stresor (kognitif, efektif, fisiologis, perilaku, sosial)
4) Sumber koping ( kemampuan diri, sosial support, aset ekonomi, nilai kepercayaan
positif)
5) Mekanisme koping (adaptif, maladaptif)
b. Analisa data, Masalah keperawtan, Priotitas masalah
Analisis data ialah sebuah metode yang dilakukan oleh seorang perawat untuk
mengkaitkan data yang di dapatkan dari pasien serta menghubungkan data yang di dapat
dengan konsep teori dan prinsip yang relevan keperawatan untuk dapat membuat
kesimpulan dalam penentuan masalah kesehatan pasien dan keperawatan pasien. Data
yang biasa di temukan pada pasien dengan masalah harga diri rendah kronis ialah sebagai
berikut: gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis.
Maslah keperawatan, gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis.
Pohon masalah

Gangguan persepsi sensori : halusinasi

Isolasi Sosial

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah kronis

c. Intervensi keperawatan
Intervensi atau sebuah perencanaan dalam proses keperawatan lebih dikenal dengan
rencana asuhan keperawatan yang merupakan tahap selanjutnya setelah dilakukannya
pangkajian dan penentuan diagnosa keperawatan. Pada tahap perencanaan ini dilakukan
penyusunan rencana tindakan keperawatan sesuai dengan pohon masalah keperawatan
yang terjadi, dalam hal ini, yaitu: Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah kronis.

14
Diagnosa keperawatan Intervensi
Gangguan Konsep Diri : Harga SP1:
diri rendah kronis. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki pasien

SP2:
1. Menilai kemampuan yang dapat digunakan oleh
pasien.
2. Menetapkan/memilih kegiatan sesuai kemampuan
pasien.
3. Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih
satu

SP3:
Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih dua

SP4:
Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih tiga

d. Implementasi kepearawatan
Tahap implementasi ini merupakan tahap untuk mengatasi permasalahan keperawatan
pasien, dalam hal ini melakukan implementasi tindakan pasien dengan diagnosa
keperawatan Gangguan Konsep Diri: Harga diri rendah kronis. Pada diagnosa
keperawatan Gangguan Konsep Diri: Harga diri rendah kronis dilakukan strategi
pertemuan yaitu melakukan atau mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki oleh pasien, menilai kemampuan yang bisa digunakan, menetapkan atau memilih
kegiatan sesuai kemampuan "melatih kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih satu (1)",
melatih kegiatan sesuai kemampuan yang dpilih dua (2), dan melatih kegiatan sesuai
kemampuan yang di pilih tiga (3)
e. Evaluasi
Tahap Evaluasi Menurut (Putri et al., 2022) pada tinjauan teoritis evaluasi yang
diharapkan ialah:
1) Pasien mempercayai perawat sebagai terapis
2) Pasien bisa mengidentifikasi atas kemampuan dan aspek positif yang pasien miliki
3) Pasien dapat menilai kemampuan yang bisa digunakan
4) Pasien dapat menetapkan ataupun memilih kegiatan yang sesuai dengan kemampuan
"melatih kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih satu (1)".

15
5) Pasien bisa melatih kegiatan sesuai kemampuan yang dpilih dua (2).
6) Pasien bisa melatih kegiatan sesuai kemampuan yang di pilih tiga (3).

16
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

KASUS HARGA DIRI RENDAH

Seorang Perawat penanggung Jawab program jiwa Puskesmas melakukan kunjungan


rumah pada keluarga Ny. Diana. Ibu Diana mengatakan sudah 2 tahun terakhir menderita
hipertensi dan tekanan darah tetap tinggi meskipun sudah rutin minum obat hipertensi. Ibu
Diana mengatakan bahwa ia satu-satunya orang yang merawat suami sakit stroke (8 bulan
yang lalu) dan merawat anak laki-lakinya (Tn.K) yang sudah 8 tahun menderita skizofrenia.
Ibu Diana mengeluh sering terbangun malam hari dan sulit tidur kembali karena terus
memikirkan kondisi sakit suami, anak, dan dirinya sendiri.
Anak ibu Diana, Tn.K, usia 25 tahun mengalami gangguan jiwa, rutin kontrol ke RSMM
dan minum obat. Masalah utama yang dirasakan klien saat ini adalah merasa malu, minder,
dan merasa tidak berguna. Klien mengatakan tidak berguna karena sebagai anak laki-laki
tunggal di keluarga tidak bisa membahagiakan orang tua. Hasil pengkajian perawat, klien
memiliki pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, dimana saat SMA klien sering di
bully. Klien mengatakan sering di bully karena klien dianggap aneh dan gila. Saat SMA, klien
tidak memiliki satupun teman dekat, selain di bully, klien juga dijauhi oleh teman sekelasnya.
Klien mengungkapkan saat ini merasa malu dan minder dengan orang lain terutama karena
dirinya pernah sakit. Perasaan malu dan minder ini, membuat klien sulit untuk memulai
interaksi terutama ketika bertemu dengan orang yang baru dikenalnya. Klien adalah 2
bersaudara, klien memiliki kakak perempuan yang sudah menikah. Kakak klien menuntut
untuk mencari pekerjaan untuk menafkahi ayah dan juga ibu klien yang sekarang sudah tidak
bekerja. Klien hanya tamatan SMA, tidak ingin melanjutkan studinya karena tidak ingin
berinteraksi dengan banyak orang. Klien tidak bekerja dan sudah mencoba untuk mencari
pekerjaan. Hasilnya nihil, sudah 4x melamar pekerjaan, semua ditolak dengan alasan tidak
memiliki pengetahuan yang tinggi dan penampilan kurang menarik. Selain itu juga, klien
pernah menyukai seorang wanita yang tinggal di dekat rumahnya, namun wanita tersebut
menolak klien. Klien mengaku karena mengalami skizofrenia, klien dijauhi oleh orang –
orang dan klien merasa sangat rendah diri, malu, tidak percaya diri, tidak berguna dan tidak
ingin lagi untuk berinteraksi dengan siapapun. Klien mengatakan tidak nyaman berada di
keramaian dan juga klien merasa lebih baik sendiri. Saat diajak berbicara, klien hanya
menunduk, lesu, kontak mata kurang, bersifat pasif dan berbicara pelan.

17
3.1 PSIKOPATOFLOW DIAGRAM
Terlampir

3.2 POHON MASALAH

Risiko perilaku kekerasan

Effect Halusinasi

Isolasi sosial

Core Problem Harga diri rendah

Cause Koping individu tidak efektif

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN


Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


Keperawatan
1. DS : Gangguan psikiatri Harga diri rendah
3 Klien merasa malu dan kronis
minder dengan orang lain
4 Klien merasa tidak berguna
DO :
5 Klien selalu menunduk
6 Tidak ingin mencoba hal baru
7 Lesu
8 Kotak mata kurang
9 Bicara pelan dan lirih
10 Pasif
2. DS : Perubahan status Isolasi sosial
11 Klien mengaku tidak nyaman mental
berada dalam keramaian

18
12 Klien merasa lebih baik
sendiri
DO :
13 Klien sulit melakukan
interaksi dengan orang lain
14 Kontak mata kurang
15 Tidak bergairah/lesu
16 Ekspresi wajah datar
cenderung sedih

Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah kronis : gangguan psikiatri (skizofrenia)
2. Isolasi sosial : perubahan status mental

19
3.4 INTERVENSI KEPERAWATAN

RENCANA TINDAKAN

Nama/umur : Tn. K/25 tahun

Tanggal Diagnosa Keperawatan Rencana Tujuan Kriteria Evaluasi Rencana Tindakan Rasional
17/11/2 Harga Diri Rendah Kronis TUM: Setelah dilakukan tindakan Bina hubungan saling percaya Membangun hubungan saling
1 b.d Gangguan Pskiatri
Klien memiliki konsep keperawatan selama 1x dengan menggunakan prinsip percaya antara klien dan juga
DS : diri yang positif dan pertemuan selama 15menit komunikasi terapeutik perawat akan menjadi
17 Klien merasa malu juga memiliki rasa diharapkan klien dapat: 1. Beri Salam jembatan utama untuk klien
dan minder dengan percaya diri - Ekspresi wajah 2. Sapa klien dengan ramah agar dapat terbuka dengan
orang lain bersahabat secara verbal maupun non perawat
18 Klien merasa tidak TUK: - Ada kontak mata verbal 1. Memberi salam merupakan
berguna 1. Klien dapat - Mau berbicara lebih 3. Perkenalkan diri salah satu etika dalam
DO : membina lantang 4. Identifikasi nama klien pertemuan
19 Klien selalu hubungan saling 5. Jelaskan tujuan dari pertemuan 2. Menyapa klien akan
menunduk percaya 6. Jujur dan tepat janji membuat klien merasa
20 Tidak ingin mencoba 7. Beri perhatian pada klien yang lebih nyaman sebagai first
hal baru sewajarnya (seperti impression di pertemuan
21 Lesu menanyakan makan) pertama

20
22 Kotak mata kurang 3. Saling berkenalan akan
23 Bicara pelan dan lirih menimbulkan rasa
24 Pasif keakraban antara klien dan
perawat
4. Klien mengetahui tujuan
dari pertemuan ini untuk
apa
5. Jujur dan menepati janji
dapat meningkatkan rasa
percaya klien kepada
perawat
6. Meningkatkan rasa nyaman
7. Perhatian kecil dapat
membuat klien merasa
lebih nyaman

2. Klien dapat Setelah dilakukan tindakan 1. Diskusikan kemampuan dan 1. Untuk mengetahui
mengidentifikasi keperawatan selama 2x aspek positif yang dimiliki kemampuan yang dimiliki
kemampuan dan pertemuan selama 15 menit klien klien
aspek positif yang diharapkan klien memiliki 2. Bersama dengan klien 2. Membuat daftar Bersama
dimilikinya kriteria hasil: membuat list tentang klien akan membuat klien

21
- Perasaan memiliki kemampuan dan aspek positif menyadari kemampuan
kelebihan atau yang dimiliki klien yang dimilikinya
kemampuan positif 3. Beri pujian yang realistis dan 3. Pujian akan membantu
meningkat hindari memberikan penilaian memotivasi klien dan
negative pujian yang realistis akan
membuat klien tidak
berlebihan
mengungkapkan
kemampuannya.

3. Klien mampu Setelah dilakukan tindakan 1. Jadwalkan kegiatan terstruktur 1. Kegiatan yang terstruktur
akan membuat klien
melakukan keperawatan selama 1x15 2. Ciptakan dan pertahankan
terbiasa dengan kegiatan
aktivitas menit diharapksan masalah kegiatan yang menarik 2. Kegiatan menarik akan
meningkatkan minat klien
klien teratasi dengan kriteria 3. Tingkatkan aktivitas fisik sesuai
dalam aktivitas
hasil kemampuan 3. Sesuaikan aktivitas dengan
kemampuan klien agar
- Minat mencoba hal
klien tidak merasa
baru terbebani
- Bersemangat

4. Klien dapat Setelah dilakukan tindakan 1. Edukasi keluarga tentang 1. Keluarga berhak

22
memanfaatkan keperawatan selama 1x30 rencana perawatan klien mengetahui tindakan
system pendukung menit pertemuan 2. Fasilitasi pengungkapan keperawatan klien
yang ada diharapkan klien mendapat perasaan antar klien dan 2. Agar keluarga dan klien
dukungan dengan kriteria keluarga dapat mengungkapkan
hasil 3. Bantu keluarga memberikan perasaan dengan nyaman
- Anggota keluarga dukungan kepada klien 3. Agar klien mendapatkan
saling mendukung 4. Anjurkan keluarga memberikan dukungan dari keluarga
- Anggota keluarga pujian setiap kali klien berhasil 4. Pujian dari orang terdekat
menjalankan peran dapat menjadi motivasi
yang diharapkan untuk klien

RENCANA TINDAKAN
23
Nama/umur : Tn. K/25 tahun

Tanggal Diagnosa Keperawatan Rencana Tujuan Kriteria Evaluasi Rencana Tindakan Rasional
17/11/2 Isolasi sosial b.d TUM : Setelah 2x interaksi pasien Bina hubungan saling percaya dengan Membina hubungan saling
1 perubahan status mental Pasien menunjukkan menunjukkan tanda-tanda mengemukakan prinsip komunikasi percaya dengan pasien.
kepercayaan kesehatan percaya kepada perawat terapeutik : Kontak yang jujur, singkat,
dengan kriteria : melalui: 1. Mengucapkan salam dan konsisten dengan
DS : 1. Klien dapat - Ekspresi wajah terapeutik, sapa klien dengan perawat dapat membantu
25 Klien mengaku tidak berinteraksi cerah, tersenyum. ramah, baik verbal maupun pasien, membina kembali
nyaman berada dalam dengan orang - Adanya kontak mata nonverbal. interaksi penuh percaya
keramaian lain . - Mau berkenalan 2. Berjabat tangan dengan pasien dengan orang lain.
26 Klien merasa lebih TUK 1: 3. Perkenalan diri dengan sopan.
baik sendiri Klien dapat membina 4. Tanyakan nama lengkap
DO : hubungan saling pasien dan nama panggilan
27 Klien sulit melakukan percaya yang disukai klien.
interaksi dengan 5. Jelaskan tujuan pertemuan
orang lain 6. Membuat kontak topik, waktu,
28 Kontak mata kurang dan tempat setiap kali bertemu
29 Tidak bergairah/lesu pasien.
30 Ekspresi wajah datar 7. Tunjukan sikap empati dan
cenderung sedih menerima pasien apa adanya.
8. Identifikasi kemampuan

24
melakukan interaksi dengan
orang lain.
9. Identifikasi hambatan
melakukan interaksi dengan
orang lain.
10. Motivasi meningkatkan
keterlibatan dalam suatu
hubungan.
11. Motivasi berpartisipasi dalam
aktivitas baru dan kegitan
kelompok.
12. Anjurkan berinteraksi dengan
orang lain secara bertahap

25
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
perasaan negatif tentang diri sendiri, yang dapat terjadi secara situasional yaitu
sebagai respon terhadap keadaan saat itu, dan kronis yang terjadi berkepanjangan dan
terus menerus. Gangguan harga diri rendah ini timbul karena persepsi negatif
terhadap diri sendiri dan sikap orang lain terhadap individu sehingga individu merasa
terancam. Akibatnya individu mengalami kesulitan dalam beradaptasi terhadap
lingkungan dan bahkan lingkungan akan merasa mengancam bagi individu tersebut.
Harga diri rendah juga dapat disebabkan karena kejadian masa lalu seperti penolakan,
kurang adanya pujian dan tidak dihargai. Adapun salah satu penatalaksanaan harga
diri rendah adalah terapi modalitas yang terdiri dari beberapa terapi yaitu terapi
individual, terapi lingkungan, terapi kognitif, terapi keluarga, Terapi bermain, dan
Terapi aktivitas kelompok (TAK).

4.2 SARAN
Keluarga sebagai support utama bagi penyembuhan dan pemulihan individu,
diharapkan selalu ada dan mendukung pasien dalam menjalani berbagai terapi untuk
mengatasi ketidakberdayaan individu. Dan diharapkan setelah membaca makalah ini,
kita bisa menghargai diri sendiri dan juga orang lain, serta menghapus stigma, orang
dengan gangguan harga diri rendah harus dijauhi, melainkan kita harus mendukung
individu agar bisa menurunkan rasa ketidakberdayaannya.

26
DAFTAR PUSTAKA

Haiya, N., Ardian, I., Nasiroh, A., & Azizah, I. (2021). PENDIDIKAN KESEHATAN
MEMPENGARUHI TINGKAT HARGA DIRI PENDERITA SKABIEZ DI
PONDOK PESANTREN. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol. 12 No.2,
418-424.
Putri, K. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Skizofrenia Dengan Masalah Harga Diri
Rendah Kronis di Rumah Sakit Jiwa Dr. Arif Zainudin Surakarta. eprints.umpo.ac.id,
16-17.
Rokhimmah, Y., & Rahayu, D. (2020). Penurunan Harga Diri Rendah dengan menggunakan
Penerapan Terapi Okupasi (Berkebun). Ners Muda 1, 18-22.
Saptina, C. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Skizofrenia Dengan Masalah Harga Diri
Rendah Kronik. Universitas Muhammadiyah Ponorogo, 16-19.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia .
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia .
Townsend, M., & Morgan, K. (2018). Pocket Guide to Psychiatric Nursing 10th Edition.
Philadelphia: F.A. Davis Company.
Wandono, W. (2017). UPAYA PENINGKATAN HARGA DIRI RENDAH PADA PASIEN
DEPRESI. eprints.ums.ac.id, 3.
Irawati, K., Daulima, N.H.C. and Wardhani, L.Y. (2019) 'Manajemen Kasus Pada Klien Harga Diri
Rendah Kronis Dengan Pendekatan Teori Caring', Jurnal Keperawatan, 11(2), pp. 125-134

Kementerian Kesehatan RI. 2018. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI
Puspita, I. A., Annisa, F., Sulistyowati, A., & Diana, M. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn.
S Dengan Masalah Utama Halusinasi Pendengaran Dengan Diagnosa Medis Skizofrenia Di
Ruang Gelatik Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya (Doctoral dissertation, Akademi
Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo).
Rahayu, S., Mustikasari, & Daulima, N. H. (2019). Perubahan Tanda Gejala dan Kemampuan Pasien
Harga Diri Rendah Kronis Setelah Latihan Terapi Kognitif dan Psikoedukasi Keluarga.
ournal Educational of Nursing (JEN), 39-51.

27
Ramadia, A., Saswati, N., Silalahi, M., Hamu, A. H., Niriyah, S., & Putri, D. K. (2023). BUKU AJAR
JIWA S1 KEPERAWATAN. Jakarta: MahaKarya Citra Utama.

Rokhimmah, Y., & Rahayu, D. A. (2020). Penurunan Harga Diri Rendah Dengan Menggunakan
Penerapan Terapi Okupasi (Berkebun). Ners Muda, 1(1), 18-22
Safitri, A. (2020) 'Studi Literatur: Asuhan Keperawatan Keluarga Penderita Skizofrenia Dengan
Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah Kronis'. Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

Tuasikal, H., Siauta, M., & Embuai, S. (2019). Upaya Peningkatan Harga Diri Rendah Dengan Terapi
Aktivitas Kelompok (Stimulasi Persepsi) di Ruang Sub Akut Laki RSKD Provinsi Maluku.
Window of Health , 345-351.

Widodo, A.W. and Kep, A. (2017) 'Upaya Meningkatkan Harga Diri Dengan Kegiatan Positif Pada
Pasien Harga Diri Rendah'. Universitas Muhammadiyah Surakarta

Yani, A.L. et al. (2022) Pengantar Keperawatan Jiwa. Yayasan Kita Menulis.

28

Anda mungkin juga menyukai