Anda di halaman 1dari 40

TUGAS INDIVIDU KEPERAWATAN GERONTIK PADA

LANSIA DENGAN HIPERTENSI DENGAN HARGA DIRI


RENDAH DI DESA MATESIH KELURAHAN BOJA
KABUPATEN KENDAL
“Praktik Penyusunan Laporan Pendahuluan (LP) dan Strategi Pelaksanaan
(SP) pada Pasien dengan Masalah Keperawatan Harga Diri Rendah”
Dosen Pembimbing : Ns. Mariyati., M.Kep., Sp.Kep.J

Disusun oleh :
Nanda Dyah Pitaloka 1907041

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS EKONOMI BISNIS DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG
2022

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................2
LAPORAN PENDAHULUAN........................................................................................3
A. KASUS......................................................................................................................3

B. PROSES TERJADINYA MASALAH....................................................................3

1. Pengertian.........................................................................................................3
2. Rentang Respon................................................................................................3
3. Etiologi..............................................................................................................4
4. Tanda dan Gejala.............................................................................................6
5. Sumber Koping.................................................................................................7
6. Mekanisme Koping..........................................................................................7
7. Penatalaksanaan...............................................................................................8
8. Asuhan Keperawatan.......................................................................................9
9. Daftar Isi.........................................................................................................36
STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP 1) HARGA DIRI RENDAH KRONIS............38
1. Pertemuan...............................................................................................................38

2. Kondisi Klien..........................................................................................................38

3. Diagnosa Keperawatan..........................................................................................38

4. Tujuan Umum........................................................................................................38

5. Tujuan Khusus.......................................................................................................38

6. Strategi Pelaksanaan 1...........................................................................................39

7. Komunikasi Terapeutik.........................................................................................39

1) Orientasi..........................................................................................................39
2) Kerja................................................................................................................40
3) Terminasi........................................................................................................41

2
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KASUS
Harga diri rendah kronis berhubungan dengan gangguan psikiatri

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
Harga diri rendah kronis merupakan evaluasi atau perasaan
negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan klien seperti tidak berarti,
tidak berharga, tidak berdaya yang berlangsung dalam waktu lama dan terus
menerus (Tim Pojka SDKI DPP PPNI, 2017). Harga diri rendah kronik
merupakan evaluasi diri negatif yang berkepanjangan / perasaan tentang diri
atau kemampuan diri termasuk kondisi tidak sehat mental yang
menyebabkan berbagai masalah kesehatan lain, terutama kesehatan jiwa
(Herdman & Kamitsuru, 2018). Harga diri rendah kronis yaitu perasaan
negative terhadap diri sendiri yang berlangsur lama yaitu sebelum sakit atau
dirawat yang akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya yang
mengakibatkan respons maladaptif (Rosyad, 2020).

2. Rentang Respon

Gambar 2.1 Rentang respons konsep diri (Stuart, 2013)


Respon adaptif terhadap konsep diri meliputi :
a. Aktualisasi diri

3
Pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang
pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima individu dapat
mengapresiasikan kemampuan yang dimilikinya.
b. Konsep diri positif
Apabila individu mempunyai pengalaman positif dalam beraktualisasi
diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang negatif dari dirinya.
Individu dapat mengidentifikasi kemampuan dan kelemahannya secara
jujur dalam menilai suatu masalah individu berfikir secara positif dan
realistis.

Sedangkan respon maladaptif dari konsep diri meliputi :

a. Harga diri rendah adalah individu cenderung untuk menilai dirinya


negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
b. Kekacauan identitas
Suatu kegagalan individu mengintegrasikan berbagai identifikasi masa
kanak-kanak kendala kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.
c. Depersonalisasi
Perasaan yang tidak realitas dan asing terhadap diri sendiri yang
berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat
membedakan sendirinya dengan orang lain.

3. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Biologi
Faktor biologis ini berkaitan dengan patofisiologis. Faktor
resiko yang berhubungan dengan penampilan tubuh akibat kehilangan
anggota tubuh (kecacatan tubuh), penurunan atau kehilangan fungsi
tubuh akibat penyakit seperti diabetes melitus, penyakit
kardiovaskuler, gagal ginjal, kanker, dan sebagainya. Trauma,
pembedahan, maupun kecacatan bawaan juga menjadi factor resiko
harga diri rendah kronis. Factor resiko lainya yang berhubungan

4
dengan ketidakseimbangan neurofisiologi / biokimiawi tubuh seperti
neurotransmitter (Wuryaningsih et al., 2018).
2) Faktor Psikologis
Menurut (Wuryaningsih et al., 2018), factor psikologis meliputi
situasi personal dan perkembangan maupun lingkungan seperti :
a) Kebutuhan yang tidak terpenuhi.
b) Perasaan ditinggalkan oleh orang yang dicintai karena kematian,
perpisahan dengan orang yang berarti, penculikan atau
pembunuhan anak.
c) Perasaan kegagalan seperti kehilangan pekerjaan atau kemampuan
bekerja, tidak bekerja, penurunan / peningkatan berat badan,
konflik pernikahan, masalah keuangan, sindrom premenstruasi, dan
kegagalan akademik.
d) Harapan orang tua yang tidak realistis terhadap anak dan
sebaliknya.
e) Penolakan dari orangtua.
f) Kurang mempunyai tanggungjawab personal.
g) Ketergantungan pada orang lain.
h) Ideal diri yang tidak realistis.
i) Pengaruh penilaian internal individu.
j) Riwayat instusionalisasi seperti penjara, panti asuhan, panti wreda,
dan rumah sakit jiwa.
k) Riwayat kegagalan berulang.
3) Faktor Sosial Budaya
Menurut (Wuryaningsih et al., 2018), factor sosial budaya dari
predisposisi harga diri rendah kronis, diantaranya :
a) Penilaian negative dari lingkungan terhadap pasien yang
mempengaruhi penilaian pasien.
b) Sosial ekonomi rendah.
c) Riwayat penolakan lingkungan masyarakat.
d) Tingkat pendidikan rendah.

5
b. Faktor Presipitasi
1) Faktor Biologi
Factor biologi ini meliputi penyakit infeksi, penyakit kronis atau
kelainan struktur otak
2) Faktor Psikologis
Factor psikologis ini meliputi stressor terkait dengan
pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya abuse dalam keluarga
atau adanya kegagalan dalam hidup.
3) Faktor Sosial Budaya
Faktor sosial budaya ini meliputi adanya aturan yang sering
bertentangan antara individu dan kelompok masyarakat, tuntutan
masyarakat yang tidak sesuai dengan kemampuan seseorang.

4. Tanda dan Gejala


a. Kognitif
Kacau, disorientasi waktu, penyimpangan pikiran, daya ingat
terganggu, dan daya penilaian terganggu (Deden, 2013).
b. Fisik
Penurunan energi, lemah, agitasi, penurunan libido, insomnia
atau hipersomnia, penurunan atau peningkatan nafsu makan, anoreksi
dan sakit kepala (Keliat, 2011).
c. Afektif
Identitas hilang, asing dengan diri sendiri, perasaan tidak aman,
rendah diri, taku, malu, dan perasaan tidak realistic, merasa sangat
terisolasi (Deden, 2013).
d. Perilaku
Afek tumpul, pasif dan tidak ada respon emosi, komunikasi
tidak selaras, tidak dapat mengontrol perasaan, tidak ada inisiatif dan
tidak mampu mengambil keputusan, menarik diri dari lingkungan dan
kurang semangat (Deden, 2013).
e. Sosial

6
Perasaan dikucilkan, merasa tidak dihargai, perasaan kosong,
gangguan berhubungan, menunduk dan tidak mengindahkan moral
(Keliat, 2011).

5. Sumber Koping
a. Personal Ability (kemampuan personal)
1) Pasien mampu mengenal dan menilai aspek positif (kemampuan) yang
dimiliki.
2) Pasien mampu melatih kemampuan yang masih dapat dilakukan di
rumah sakit atau klinik.
3) Pasien mampu melakukan aktivitas secara rutin di ruangan.
b. Sumber Material
1) Sosial ekonomi rendah.
2) Rutin berobat.
3) Adanya kader kesehatan jiwa.
4) Jarak pelayanan kesehatan mudah dijangkau.
c. Dukungan Sosial
1) Keluarga mengetahui cara merawat pasien dengan harga diri rendah.
2) Pasien mendapat dukungan dari masyarakat terutama keluarga.
d. Keyakinan yang Positif
1) Pasien mempunya keinginan untuk sembuh.
2) Pasien mempunyai keyakinan positif terhadap program pengobatan.

6. Mekanisme Koping
a. Adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi
pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya ialah berbicara
pada orang lain, memecahkan masalah secara efektif, tehnik relaksasi,
latihan seimbang dan aktivitas konstruktif (Emawati, 2015). Menurut
Darmayanti & Iskandar (2012), mekanisme koping adaptif pada harga
diri rendah kronis mencakup beberapa pertahanan, yakni :

7
1) Aktivitas yang memberikan pelarian sementara dari kritik identitas
diri, misalnya konser musik, kerja keras, dan menonton televisi secara
obsesif.
2) Aktivitas yang memberikan identitas pengganti sementara, misalnya
ikut serta dalam klub sosial agama, politik, kelompok, gerakan, dan
geng.
3) Aktivitas yang sementara menguatkan atau meningkatkan perasaan
diri yang tidak menentu, misalnya olahraga yang kompetitif, prestasi
akademik konteks, dan popularitas.
b. Maladaptif
Koping yang maladaptif adalah koping yang menghambat fungsi
integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung
menguasai lingkungan. Kategorinya adalah minum alkohol, reaksi
lambat, menghindar dan mencederai diri (Febrina, 2018). Menurut
Darmayanti & Iskandar (2012), mekanisme koping maladaptif pada
harga diri rendah kronis mencakup beberapa pertahanan, yakni :
1) Penutupan identitas : adopsi identitas premature yang diinginkan oleh
orang terdekat tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi, dan potensi
diri individu.
2) Identitas negative : asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan
harapan yang diterima di masyarakat.

7. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Menurut (Sitanggang, 2017), psikofarmaka berbagai jenis obat
psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya diperoleh dengan resep
dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu :
1) Golongan generasi pertama (typical)
Obat yang termasuk golongan generasi pertama misalnya
chlorpromazine HCL (psikotropik untuk menstabilkan senyawa otak),
dan haloperidol (mengobati kondisi gugup).
2) Golongan kedua (atypical)

8
Obat yang termasuk generasi kedua misalnya, risperidone
(untuk ansietas) dan aripiprazole (untuk antipsikotik).
b. Nonfarmakologi
Menurut (Sitanggang, 2017), penatalaksanaan nonfarmakologi
dibagi menjadi :
1) Psikoterapi
Psikoterapi digunakan dalam hal menjalin kerja untuk
mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain, penderita lain,
perawat dan dokter, maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri
lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang
kurang baik. Pada terapi ini dianjurkan untuk mengadakan permainan
atau latihan bersama.
2) Terapi Modalitas
Terapi modalitas / perilaku merupakan rencana pengobatan
skizofrenia yang ditunjukan pada kemampuan dan kekurangan
pasien. Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial
untuk meningkatkan kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri
sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi interpersonal. Terapi
kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana dan
masalah dalam hubungan kehidupan yang nyata.
3) Terapi Kejang Listrik (Electro Confulsive Terapi)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmal
secara artifisial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode
yang dipasang satu atau dua temples. Terapi kejang listrik diberikan
pada skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral
atau injeksi dan dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.

8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan
membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien,

9
mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien, serta merumuskan
diagnosa keperawatan. Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data
tentang klien agar dapat mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah,
kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik mental, sosial, dan
lingkungan (Keliat, 2011) Menurut Prabowo (2014) isi dari pengkajian
tersebut adalah :
1. Identitas pasien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
agama, pekerjaan, status marital, suku / bangsa, alamat, nomor rekam
medis, ruang rawat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian,
dan diagnosa medis.
2. Identitas penanggungjawab
Identitas penanggungjawab meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan pasien.
3. Keluhan utama / alasan masuk
Biasanya pasien datang ke rumah sakit jiwa atau puskesmas
dengan alasan pasien sering menyendiri, tidak berani menatap lawan
bicara, sering menunduk dan nada suara rendah.
4. Tipe Keluarga
Menjelaskan mengenai tipe keluarga beserta kendala mengenai
jenis tipe keluarga atau masalah yang terjadi dengan jenis tipe
keluarga tradisional dan nontradisional.
5. Suku Bangsa
Membahas tentang suku bangsa keluarga serta mengidentifikasi
budaya suku bangsa tersebut kaitannya dengan kesehatan.
6. Agama
Menjelaskan tentang agama yang dianut oleh masing-masing
keluarga, perbedaan kepercayaan yang dianut serta kepercayaan yang
dapat memengaruhi kesehatan.
7. Status Sosial dan Ekonomi

10
Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik
dari kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu,
status sosial ekonomi keluarga ditentukan pula oleh kebutuhan yang
dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang yang dimiliki oleh
keluarga.
8. Aktivitas Rekreasi Keluarga
Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat dari kapan saja keluarga
pergi bersama-sama untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu,
namun dengan menonton televisi dan mendengarkan radio juga
merupakan aktivitas rekreasi.
9. Riwayat Keluarga dan Tahap Perkembangana
a. Tahap perkembangan keluarga saat ini
Dari beberapa tahap perkembangan keluarga, identifikasi tahap
perkembangan keluarga saat ini. Tahap perkembangan keluarga
ditentukan oleh anak tertua dari keluarga inti.
b. Tahap Perkembangan Keluarga yang Belum Tercapai
Pengkajian ini menjelaskan kendala yang membuat tugas
perkembangan keluarga belum terpenuhi.
c. Riwayat Keluarga Inti
Pengkajian dilakukan mengenai riwayat kesehatan keluarga inti,
meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing –
masing anggota keluarga meliputi penyakit yang pernah diderita
keluarga, terutama gangguan jiwa.
d. Riwayat keluarga sebelumnya
Pengkajian mengenai riwayat kesehatan orang tua dari suami dan
istri, serta penyakit keturunan dari nenek dan kakek mereka. Berisi
tentang penyakit yang pernah diderita oleh keluarga klien, baik
berhubungan dengan panyakit yang diderita oleh klien, maupun
penyakit keturunan dan menular lainnya.
10. Data Lingkungan
a. Karakteristik Rumah

11
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah, tipe
rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela, jarak septic tank dengan
sumber air, sumber air minum yang digunakan serta dilengkapi
dengan denah rumah.
b. Karakteristik Tetangga dan Komunitas RW
Identifikasi mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas
setempat meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan atau
kesepakatan penduduk setempat serta budaya setempat yang
memengaruhi kesehatan.
c. Mobilitas Geografis Keluarga
Mobilitas geografis keluarga dapat diketahui melalui kebiasaan
keluarga berpindah tempat.
d. Perkumpulan Keluarga dan Interaksi dengan Masyarakat
Identifikasi mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk
berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana
interaksi keluarga dengan masyarakat.
11. Struktur Keluarga
a. Sistem Pendukung Keluarga
Hal yang perlu dalam identifikasi sistem pendukung keluarga
adalah jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas yang dimiliki
keluarga untuk menunjang kesehatan mencangkup fasilitas fisik,
fasilitas psikologis atau dukungan dari anggota keluarga dan
fasilitas sosial atau dukungan dari masyarakat setempat.
b. Pola Komunikasi Keluarga
Identifikasi cara berkomunikasi antar anggota keluarga, respon
anggota keluarga dalam komunikasi, peran anggota keluarga, pola
komunikasi yang digunakan, dan kemungkinan terjadinya
komunikasi disfungsional.
c. Struktur Kekuatan Keluarga
Mengenai kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan
mempengaruhi orang lain untuk mengubah perilaku.

12
d. Struktur Peran
Mengetahui peran masing – masing anggota keluarga baik secara
formal maupun informal.
e. Nilai dan Norma Keluarga
Mengetahui nilai dan norma yang dianut oleh keluarga yang
berkaitan dengan kesehatannya.
12. Fungsi Keluarga
a. Fungsi Afektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga,
perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga
terhadap anggota keluarga lainnya, bagaimana kehangatan tercipta
pada anggota keluarga dan bagaimana keluarga mengembangkan
sikap saling menghargai.
b. Fungsi Sosialisasi
Kaji mengenai interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh
mana anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya, serta
prilaku.
c. Fungsi Perawatan Kesehatan
Mengetahui sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian,
perlindungan, serta perawatan anggota keluarga yang sakit.
Kesanggupan anggota keluarga dalam melaksanakan perawatan
kesehatan dilihat dari kemampuan keluarga dalam melaksanakan
lima tugas kesehatan keluarga, yaitu :
1) Mengenal masalah kesehatan.
2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan.
3) Melakukan perawatan terhadap anggota yang sakit.
4) Menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan.
5) Mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di
lingkungan tempat tinggal.
d. Fungsi Reproduksi

13
Fungsi Reproduksi perlu dikaji mengenai jumlah anak, rencana
mengenai jumlah anggota keluarga, dan upaya mengendalikan
jumah anggota keluarga.
e. Fungsi Ekonomi
Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi keluarga adalah
sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan
papan, sejauh mana keluarga memanfaatkan sumber daya
dimasyarakat untuk meningkatkan status kesehatannya.
13. Faktor predisposisi
a. Riwayat Gangguan Jiwa
Biasanya pasien dengan harga diri rendah kronis memiliki riwayat
gangguan jiwa dan pernah dirawat sebelumnya.
b. Pengobatan
Biasanya pasien dengan harga diri rendah kronis pernah memiliki
riwayat gangguan jiwa sebelumnya, namun pengobatan klien
belum berhasil.
c. Aniaya
Biasanya pasien dengan harga diri rendah kronis pernah
melakukan, mengalami, menyaksikan penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga, dan
tindakan kriminal.
d. Anggota Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa
Biasanya ada keluarga yang mengalami gangguan jiwa yang sama
dengan pasien.
e. Pengalaman Masa Lalu yang Kurang Menyenangkan
Biasanya pasien dengan harga diri rendah kronis mempunyai
pengalaman yang kurang menyenangkan pada masa lalu seperti
kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan serta tidak
tercapainya ideal diri merupakan stressor psikologik bagi klien
yang dapat menyebabkan gangguan jiwa.
14. Pengkajian Fisik

14
Tanda tanda vital : Biasanya tekanan darah dan nadi pasien
dengan harga diri rendah kronis meningkat. Pemeriksaan dilakukan
dengan TTV meliputi tekanan darah, RR, nadi, dan suhu. Pemeriksaan
secara menyeluruh ialah pemeriksaan head to toe.
15. Pengkajian Psikososial
a. Genogram
Biasanya menggambarkan garis keturunan keluarga pasien, apakah
ada keluarga pasien yang mengalami gangguan jiwa seperti yang
dialami pasien.
b. Konsep diri
1) Gambaran diri
Biasanya pasien dengan harga diri rendah kronis akan
mengatakan tidak ada keluhan apapun.
2) Identitas diri
Biasanya pasien dengan harga diri rendah kronis merasa tidak
berdaya dan rendah diri sehingga tidak mempunyai status yang
di banggakan atau diharapkan di keluarga maupun di
masyarakat.
3) Peran
Biasanya pasien mengalami penurunan produktifitas,
ketegangan peran dan merasa tidak mampu dalam melaksanakan
tugas.
4) Ideal diri
Biasanya pasien dengan harga diri rendah ingin diperlakukan
dengan baik oleh keluarga maupun masyarakat, sehingga pasien
merasa dapat menjalankan perannya di keluarga maupun di
masyarakat.
5) Harga diri
Biasanya pasien dengan harga diri rendah kronis selalu menilai
diri negative, merasa malu / bersalah, merasa tidak mampu
melakukan apapun, meremehkan kemampuan mengatasi

15
masalah, merasa tidak memiliki kelebihan atau kemampuan
positif, melebih-lebihkan penilaian negative tentang diri sendiri,
menolak penilaian positif tentang diri sendiri, enggan mencoba
hal baru, berjalan menunduk, dan postur tubuh menunduk. Hal
ini menyebabkan pasien dengan harga diri rendah memiliki
hubungan yang kurang baik dengan orang lain sehingga pasien
merasa dikucilkan di lingkungan sekitarnya.
c. Hubungan Sosial
1) Pasien tidak mempunyai orang yang berarti untuk mengadu atau
meminta dukungan.
2) Pasien merasa berada di lingkungan yang mengancam.
3) Keluarga kurang memberikan penghargaan kepada klien.
4) Pasien sulit berinteraksi karena berprilaku kejam dan
mengeksploitasi orang lain.
d. Spiritual
1) Falsafah Hidup
Biasanya pasien merasa perjalanan hidupnya penuh dengan
ancaman, tujuan hidup biasanya jelas, kepercayaannya terhadap
sakit serta dengan penyembuhannya.
2) Konsep Kebutuhan dan Praktek Keagamaan
Pasien mengakui adanya tuhan, putus asa karena tuhan tidak
memberikan sesuatu yang diharapkan dan tidak mau
menjalankan kegiatan keagamaan.
16. Status Mental
a. Penampilan
Biasanya pasien dengan harga diri rendah kronis penampilannya
tidak rapi, tidak sesuai karena klien kurang minat untuk melakukan
perawatan diri. Kemunduran dalam tingkat kebersihan dan kerapian
merupakan tanda adanya depresi atau skizoprenia.
b. Pembicaraan

16
Biasanya pasien berbicara dengan frekuensi lambat, tertahan,
volume suara rendah, sedikit bicara, inkoheren, dan bloking.
c. Aktivitas Motoric
Biasanya aktivitas motorik pasien tegang, lambat, gelisah, dan
terjadi penurunan aktivitas interaksi.
d. Alam Perasaan
Pasien biasanya merasa tidak mampu dan pandangan hidup yang
pesimis.
e. Afek
Afek pasien biasanya tumpul yaitu klien tidak mampu berespon
bila ada stimulus emosi yang bereaksi.
f. Interakasi Selama Wawancara
Biasanya pasien dengan harga diri rendah kronis kurang kooperatif
dan mudah tersinggung.
g. Persepsi
Biasanya pasien mengalami halusinasi dengar / lihat yang
mengancam atau memberi perintah.
h. Proses Pikir
Biasanya pasien dengan harga diri rendah kronis terjadi
pengulangan pembicaraan (perseverasi) disebabkan karena pasien
kurang kooperatif dan bicara lambat sehingga sulit dipahami.
i. Isi Pikir
Biasanya pasien merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau
menolak diri sendiri, mengejek dan mengkritik diri sendiri.
j. Tingkat Kesadaran
Biasanya tingkat kesadaran pasien stupor (gangguan motorik
seperti ketakutan, gerakan yang diulang-ulang, anggota tubuh klien
dalam sikap canggung yang dipertahankan dalam waktu lama tetapi
klien menyadari semua yang terjadi di lingkungannya).
k. Memori

17
Biasanya pasien dengan harga diri rendah kronis umumnya tidak
terdapat gangguan pada memorinya, baik memori jangka pendek
ataupun memori jangka panjang.
l. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Biasanya tingkat konsentrasi terganggu dan mudah beralih atau
tidak mampu mempertahankan konsentrasi dalam waktu lama,
karena merasa cemas. Dan biasanya tidak mengalami gangguan
dalam berhitung.
m. Kemampuan Menilai
Biasanya gangguan kemampuan penilaian ringan (dapat mengambil
keputusan yang sederhana dengan bantuan orang lain, contohnya:
berikan kesempatan pada pasien untuk memilih mandi dahulu
sebelum makan atau makan dahulu sebelum mandi, setelah
diberikan penjelasan pasien masih tidak mampu mengambil
keputusan) jelaskan sesuai data yang terkait.
n. Daya Tilik Diri
Biasanya pasien tidak menyadari gejala penyakit (perubahan fisik
dan emosi) pada dirinya dan merasa tidak perlu meminta
pertolongan / pasien menyangkal keadaan penyakitnya, dan pasien
tidak mau bercerita penyakitnya.
17. Kebutuhan Persiapan Pulang
a. Makan
Biasanya pasien makan 3 kali sehari dengan lauk pauk dan sayuran.
b. Buang Air Besar dan Buang Air Kecil
Biasanya pasien BAB dan BAK secara mandiri dengan
menggunakan toilet dan jarang membersihkannya kembali.
c. Mandi
Biasanya pasien mandi 2 kali sehari, memakai sabun, menyikat
gigi, dan pasien selalu mencuci rambutnya setiap 2 hari 1 kali.
Klien menggunting kuku setiap kuku pasien dirasakan panjang.
d. Berpakaian

18
Biasanya pasien dapat mengenakan pakaian yang telah disediakan,
klien mengambil, memilih dan mengenakan secara mandiri.
e. Istirahat dan Tidur
Biasanya pasien tidur siang setelah makan siang lebih kurang 2
jam, dan pada malam hari pasien tidur lebih kurang 7-8 jam.
Terkadang pasien terbangun dimalam hari karena halusinasinya
muncul.
f. Penggunaan Obat
Biasanya pasien minum obat 3 kali dalam sehari, cara pasien
meminum obatnya dimasukkan kemudian pasien meminum air.
Biasanya pasien belum paham prinsip 5 benar dalam meminum
obat.
g. Pemeliharaan Kesehatan
Biasanya pasien akan melanjutkan obat untuk terapi dengan
dukungan dari keluarga serta petugas kesehatan dan orang
disekitarnya.
h. Aktivitas di Dalam Rumah
Biasanya pasien jarang membantu di rumah, pasien jarang
menyiapkan makanan sendiri dan membantu membersihkan.
i. Aktivitas di Luar Rumah
Biasanya pasien jarang bersosialisasi dengan keluarga maupun
dengan lingkungannya.
18. Mekanisme Koping
Pasien dengan harga diri rendah kronis biasanya menggunakan
mekanisme koping maladaptif yaitu dengan minum alkohol, reaksi
lambat, menghindar dan mencederai diri.
19. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Biasanya pasien mempunyai masalah dengan dukungan dari
keluarganya. Pasien merasa kurang mendapat perhatian dari keluarga.
Pasien juga merasa tidak diterima di lingkungan karena penilaian
negatif dari diri sendiri dan orang lain.

19
20. Kurang Pengetahuan
Biasanya pasien dengan harga diri rendah tidak mengetahui
penyakit jiwa yang ia alami dan penatalaksanaan program pengobatan.
21. Aspek Medik
Biasanya pasien dengan harga rendah perlu perawatan dan
pengobatan yang tepat. Pasien dengan diagnosa medis Skizofrenia
biasanya klien mendapatkan Clorpromazine 1x100 mg, Halloperidol
3x5 mg, Trihexy penidil 3x2 mg, dan Risporidon 2x2 mg.

b. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengaitkan data dan
menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori, prinsip-prinsip yang
relevan untuk membuat kesimpulan dari kesenjangan atau masalah
kesehatan dan keperawatan yang ditemukan. Fungsi dari analisa data
adalah untuk menginterpretasikan data keperawatan dan kesehatan yang
diperoleh memiliki makna dan arti dalam menentukan masalah kesehatan
dan keperawatan serta kebutuhan kesehatan masyarakat (Silalahi, 2020).
Berdasarkan dari kasus harga diri rendah kronis, berikut ini
merupakan analisa data yang didapatkan berdasarkan tanda dan gejala
yang muncul pada pasien, diantaranya :

No Symptom Etiologi Problem


1 Data Subjektif : Gangguan psikiatri Harga diri
1. Menilai diri negatif. rendah kronis
2. Merasa malu / (D.0086)
bersalah.
3. Merasa tidak mampu
melakukan apapun.
4. Meremehkan
kemampuan
mengatasi masalah.
5. Merasa tidak memiliki

20
kelebihan atau
kemampuan positif.
6. Melebih-lebihkan
penilaian negative
tentang diri sendiri.
7. Menolak penilaian
positif tentang diri
sendiri.
Data Objektif :
1. Enggan mencoba hal
baru.
2. Berjalan menunduk.
3. Postur tubuh
menunduk.
2 Data Subjektif : Gangguan Gangguan
1. Mendengar suara penglihatan / persepsi
bisikan atau melihat pendengaran sensori
bayangan. (D.0085)
2. Merasakan sesuatu
melalui indera
perabaan, penciuman,
perabaan, atau
pengecapan.
Data Objektif :
1. Distorsi sensori.
2. Respons tidak sesuai.
3. Bersikap seolah
melihat, mendengar,
mengecap, meraba,
atau mencium sesuatu
3 Data Subjektif : Perubahan status Isolasi sosial

21
mental (D.0121)
1. Merasa ingin
sendirian.
2. Merasa tidak aman di
tempat umum.
Data Objektif :
1. Menarik diri.
2. Tidak berminat /
menolak berinteraksi
dengan orang lain
atau lingkungan.
4 Data Subjektif : Persepsi pada Resiko
1. Mengancam. lingkungan yang perilaku
2. Bicara ketus. tidak adekuat. kekerasan
Data Objektif : (D.0146)
1. Melukai diri sendiri /
orang lain.
2. Merusak lingkungan.
5 Data Subjektif : Ketidakcukupan Koping
1. Mengungkapkan tidak persiapan untuk individu tidak
mampu mengatasi menghadapi stressor efektif
masalah (D.0096)
Data Objektif :
1. Tidak mampu
memenuhi peran yang
diharapkan (sesuai
usia).
2. Menggunakan
mekanisme koping
yang tidak sesuai.

22
c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan
yang dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial.
Diagnosa keperawatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien
individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Berdasarkan buku SDKI 2017, diagnosa keperawatan pada
pasien dengan gangguan harga diri rendah kronis yang mungkin muncul
yaitu :
1. Harga diri rendah kronis (D.0086) berhubungan dengan gangguan
psikiatri dibuktikkan dengan menilai diri negatif, merasa malu /
bersalah, merasa tidak mampu melakukan apapun, meremehkan
kemampuan mengatasi masalah, merasa tidak memiliki kelebihan atau
kemampuan positif, melebih-lebihkan penilaian negative tentang diri
sendiri, menolak penilaian positif tentang diri sendiri, enggan mencoba
hal baru, berjalan menunduk, dan postur tubuh menunduk.
2. Gangguan persepsi sensori (D.0085) berhubungan dengan gangguan
penglihatan / pendengaran dibuktikan dengan mendengar suara bisikan
atau melihat bayangan, merasakan sesuatu melalui indera perabaan,
penciuman, perabaan, atau pengecapan, distorsi sensori, respons tidak
sesuai, dan bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba,
atau mencium sesuatu.
3. Isolasi sosial (D.0121) berhubungan dengan perubahan status mental
dibuktikkan dengan merasa ingin sendirian, merasa tidak aman di
tempat umum, menarik diri, dan tidak berminat / menolak berinteraksi
dengan orang lain atau lingkungan.
4. Resiko perilaku kekerasan (D.0146) dibuktikkan dengan persepsi pada
lingkungan yang tidak kuat.
5. Koping individu tidak efektif (D.0096) berhubungan dengan
ketidakcukupan persiapan menghadapi stressor dibuktikkan dengan

23
mengungkapkan tidak mampu mengatasi masalah, tidak mampu
memenuhi peran yang diharapkan (sesuai usia), dan enggunakan
mekanisme koping yang tidak sesuai.

d. Pohon Masalah

Gambar 1. Pohon masalah harga diri rendah kronis (Direja, 2011)

e. Intervensi Keperawatan
Menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018), intervensi
keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan.
Berdasarkan SIKI 2017, intervensi keperawatan pada pasien
dengan harga diri rendah kronis yang mungkin muncul yaitu :

No Diagnosa Kriteria dan Hasil Intervensi


Keperawatan Keperawatan
1 Harga diri rendah Setelah dilakukan Promosi harga diri
kronis (D.0086) tindakan (I.09308)
berhubungan keperawatan 3x24 Observasi :
dengan gangguan jam diharapkan 1. Identifikasi budaya,
psikiatri harga diri (L.09069) agama, ras, jenis
dibuktikkan meningkat, dengan kelamin, dan usia
dengan menilai

24
diri negatif, kriteria hasil : terhadap harga diri.
merasa malu / 1. Menilai diri 2. Monitor verbalisasi
bersalah, merasa positif merendahkan diri
tidak mampu meningkat. sendiri.
melakukan 2. Perasaan 3. Monitor tingkat
apapun, memiliki harga diri setiap
meremehkan kelebihan atau waktu, sesuai
kemampuan kemampuan kebutuhan.
mengatasi positif Terapeutik :
masalah, merasa meningkat. 1. Monitor terlibat
tidak memiliki 3. Penerimaan dalam verbalisasi
kelebihan atau penilaian positif positif untuk diri
kemampuan terhadap diri sendiri.
positif, melebih- sendiri 2. Motivasi menerima
lebihkan meningkat. tantangan atau hal
penilaian 4. Minat mencoba baru.
negative tentang hal baru 3. Diskusikan
diri sendiri, meningkat. pernyataan tentang
menolak 5. Berjalan harga diri.
penilaian positif menampakkan 4. Diskusikan
tentang diri wajah kepercayaan
sendiri, enggan meningkat. terhadap penilaian
mencoba hal 6. Postur tubuh harga diri.
baru, berjalan menampakkan 5. Diskusikan
menunduk, dan wajah pengalaman yang
postur tubuh meningkat. meningkatkan harga
menunduk. 7. Perasaan malu diri.
menurun. 6. Diskusikan persepsi
8. Perasaan negative diri.
bersalah 7. Diskusikan alasan
menurun. mengkritik atau rasa

25
9. Perasaan tidak bersalah.
mampu 8. Diskusikan
melakukan penetapan tujuan
apapun realistis untuk
menurun. mencapai harga diri
10.Meremehkan yang lebih tinggi.
kemampuan 9. Diskusikan bersama
mengatasi keluarga untuk
masalah menetapkan harapan
menurun. dan batasan yang
jelas.
10. Berikan umpan balik
positif atas
peningkatan
mencapai tujuan.
11. Fasilitasi lingkungan
dan aktivitas yang
meningkatkan harga
diri,
Edukasi :
1. Jelaskan kepada
keluarga pentingnya
dukungan dalam
perkembangan
konsep positif diri
pasien.
2. Anjurkan
mengidentifikasi
kekuatan yang
dimiliki.
3. Anjurkan

26
mempertahankan
kontak mata saat
berkomunikasi
dengan orang lain.
4. Anjurkan membuka
diri terhadap perilaku
kritik negative.
5. Anjurkan
mengevaluasi
perilaku.
6. Ajarkan cara
mengatasi bullying.
7. Latih peningkatan
tanggungjawab
untuk diri sendiri.
8. Latih pernyataan /
kemampuan positif
diri.
9. Latih cara berpikir
dan berperilaku
positif.
10. Latih meningkatkan
kepercayaan pada
kemampuan dalam
menangani situasi.
2 Gangguan Setelah dilakukan Manajemen halusinasi
persepsi sensori tindakan (I.09288)
(D.0085) keperawatan 3x24 Observasi :
berhubungan jam diharapkan 1. Monitor perilaku
dengan gangguan persepsi sensori yang mengindikasi
penglihatan / (L.09083) membaik halunasi.

27
pendengaran dengan kriteria 2. Monitor isi
dibuktikan hasil : halusinasi.
dengan 1. Verbalisasi Terapeutik :
mendengar suara mendengar 1. Pertahankan
bisikan atau bisikan lingkungan yang
melihat meningkat. nyaman.
bayangan, 2. Verbalisasi 2. Hindari perdebatan
merasakan melihat tentang validitas
sesuatu melalui bayangan halusinasi.
indera perabaan, meningkat. Edukasi :
penciuman, 3. Verbalisasi 1. Anjurkan melakukan
perabaan, atau merasakan distraksi.
pengecapan, sesuatu melalui 2. Ajarkan pasien dan
distorsi sensori, indra perabaan keluarga untuk
respons tidak meningkat. mengontrol
sesuai, dan 4. Verbalisasi halusinasi.
bersikap seolah merasakan Kolaborasi :
melihat, sesuatu melalui 1. Kolaborasi
mendengar, indra penciuman pemberian obat
mengecap, meningkat. antipsikotik dan
meraba, atau 5. Verbalisasi antiansietas, jika
mencium merasakan perlu.
sesuatu. melalui indra
pengecapan
meningkat.
6. Distorsi sensori
meningkat.
7. Perilaku
halusinasi
meningkat.
8. Respons sesuai

28
stimulus
membaik.
3 Isolasi sosial Setelah dilakukan Promosi sosialisasi
(D.0121) tindakan (I.13498)
berhubungan keperawatan 3x24 Observasi :
dengan jam diharapkan 1. Identifikasi
perubahan status keterlibatan sosial kemampuan
mental (L.13115) melakukan interaksi
dibuktikkan meningkat dengan dengan orang lain.
dengan merasa kriteria hasil : 2. Identifikasi
ingin sendirian, 1. Minat interaksi hambatan melakukan
merasa tidak meningkat. interaksi dengan
aman di tempat 2. Verbalisasi orang lain.
umum, menarik isolasi menurun. Terapeutik :
diri, dan tidak 3. Verbalisasi 1. Motivasi
berminat / ketidakamanan meningkatkan
menolak di tempat umum keterlibatan dalam
berinteraksi menurun. suatu lingkungan.
dengan orang 4. Perilaku 2. Motivasi
lain atau menarik diri berpartisipasi dalam
lingkungan. menurun. aktivitas baru dan
kegiatan kelompok.
3. Motivasi berinteraksi
diluar lingkungan.
Edukasi :
1. Anjurkan
berinteraksi dengan
orang lain secara
bertahap.
2. Anjurkan berbagi
pengalaman dengan

29
orang lain.
4 Resiko perilaku Setelah dilakukan Pencegahan perilaku
kekerasan tindakan kekerasan (I.14544)
(D.0146) keperawatan 3x24 Observasi :
dibuktikkan jam diharapkan 1. Monitor adanya
dengan persepsi control diri benda yang
pada lingkungan (L.09076) berpotensi
yang tidak kuat. meningkat dengan membahayakan.
kriteria hasil : Terapeutik :
1. Verbalisasi 1. Pertahankan
ancaman kepada lingkungan bebas
orang lain dari bahaya secara
menurun. rutin.
2. Melukai diri 2. Libatkan keluarga
sendiri / orang dalam perawatan.
lain menurun. Edukasi :
3. Perilaku 1. Latih cara
merusak mengungkapkan
lingkungan perasaan secara
menurun. asertif.
4. Bicara ketus 2. Latih mengurangi
menurun. kemarahan secara
verbal dan
nonverbal.
5 Koping individu Setelah dilakukan Dukungan penampilan
tidak efektif tindakan peran (I.13478)
(D.0096) keperawatan 3x24 Observasi :
berhubungan jam diharapkan 1. Identifikasi peran
dengan status koping yang ada dalam
ketidakcukupan (L.09086) membaik keluarga.
persiapan dengan kriteria 2. Identifikasi adanya

30
menghadapi hasil : peran yang tidak
stressor 1. Kemampuan terpenuhi.
dibuktikkan memenuhi peran Terapeutik :
dengan sesuai usia 1. Fasilitasi diskusi
mengungkapkan meningkat. harapan dengan
tidak mampu 2. Perilaku koping keluarga dalam peran
mengatasi adaptif timbal balik.
masalah, tidak meningkat. Edukasi :
mampu 3. Verbalisasi 1. Diskusikan perilaku
memenuhi peran kemampuan yang dibutuhkan
yang diharapkan mengatasi untuk pengembangan
(sesuai usia), dan masalah peran.
enggunakan meningkat. 2. Diskusikan strategi
mekanisme positif untuk
koping yang mengelola perubahan
tidak sesuai. peran.
Kolaborasi :
1. Rujuk dalam
kelompok untuk
mempelajari peran
baru.

f. Evaluasi
Menurut (Santa, 2019), tahap evaluasi menentukan kemajuan
pasien terhadap pencapaian hasil yang diinginkan dan respons pasien
terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan kemudian mengganti
rencana perawatan jika diperlukan. Tahap akhir dari proses keperawatan
perawat mengevaluasi kemampuan pasien ke arah pencapaian hasil.
Jenis-jenis evaluasi dalam keperawatan, antara lain :
a. Evaluasi formatif / proses

31
Evaluai formatif / proses yaitu aktivitas dari proses keperawatan dan
hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan.
b. Evaluasi sumatif / hasil
Evaluasi sumatif / hasil yaitu rekapitulasi dan kesimpulan dari
observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan
dengan menggunakan SOAP (subjektif, objektif, analysis, dan
planning).
Berdasarkan (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019), evaluasi dari
kasus harga diri rendah kronis sebagai berikut :
a. Harga diri rendah kronis (D.0086) berhubungan dengan gangguan
psikiatri dibuktikkan dengan menilai diri negatif, merasa malu /
bersalah, merasa tidak mampu melakukan apapun, meremehkan
kemampuan mengatasi masalah, merasa tidak memiliki kelebihan atau
kemampuan positif, melebih-lebihkan penilaian negative tentang diri
sendiri, menolak penilaian positif tentang diri sendiri, enggan
mencoba hal baru, berjalan menunduk, dan postur tubuh menunduk.
Evaluasi yang dapat diberikan pada kasus masalah keperawatan harga
diri rendah kronis menggunakan luaran harga diri (L.09069) dengan
ekspektasi meningkat yang terdiri dari :
1. Menilai diri positif meningkat.
2. Perasaan memiliki kelebihan atau kemampuan positif meningkat.
3. Penerimaan penilaian positif terhadap diri sendiri meningkat.
4. Minat mencoba hal baru meningkat.
5. Berjalan menampakkan wajah meningkat.
6. Postur tubuh menampakkan wajah meningkat.
7. Perasaan malu menurun.
8. Perasaan bersalah menurun.
9. Perasaan tidak mampu melakukan apapun menurun.
10. Meremehkan kemampuan mengatasi masalah menurun.
b. Gangguan persepsi sensori (D.0085) berhubungan dengan gangguan
penglihatan / pendengaran dibuktikan dengan mendengar suara

32
bisikan atau melihat bayangan, merasakan sesuatu melalui indera
perabaan, penciuman, perabaan, atau pengecapan, distorsi sensori,
respons tidak sesuai, dan bersikap seolah melihat, mendengar,
mengecap, meraba, atau mencium sesuatu.
Evaluasi yang dapat diberikan pada kasus masalah keperawatan
gangguan persepsi sensori dengan menggunakan luaran persepsi
sensori (L.09083) dengan ekspektasi membaik yang terdiri dari :
1. Verbalisasi mendengar bisikan meningkat.
2. Verbalisasi melihat bayangan meningkat.
3. Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indra perabaan meningkat.
4. Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indra penciuman meningkat.
5. Verbalisasi merasakan melalui indra pengecapan meningkat.
6. Distorsi sensori meningkat.
7. Perilaku halusinasi meningkat.
8. Respons sesuai stimulus membaik.
c. Isolasi sosial (D.0121) berhubungan dengan perubahan status mental
dibuktikkan dengan merasa ingin sendirian, merasa tidak aman di
tempat umum, menarik diri, dan tidak berminat / menolak berinteraksi
dengan orang lain atau lingkungan.
Evaluasi yang dapat diberikan pada kasus masalah keperawatan isolasi
sosial dengan menggunakan luaran keterlibatan sosial (L.13115)
dengan ekspektasi meningkat yang terdiri dari :
1. Minat interaksi meningkat.
2. Verbalisasi isolasi menurun.
3. Verbalisasi ketidakamanan di tempat umum menurun.
4. Perilaku menarik diri menurun.
d. Resiko perilaku kekerasan (D.0146) dibuktikkan dengan persepsi pada
lingkungan yang tidak kuat.
Evaluasi yang dapat diberikan pada kasus masalah keperawatan isolasi
sosial dengan menggunakan luaran control diri (L.09076) dengan
ekspektasi meningkat yang terdiri dari :

33
1. Verbalisasi ancaman kepada orang lain menurun.
2. Melukai diri sendiri / orang lain menurun.
3. Perilaku merusak lingkungan menurun.
4. Bicara ketus menurun
e. Koping individu tidak efektif (D.0096) berhubungan dengan
ketidakcukupan persiapan menghadapi stressor dibuktikkan dengan
mengungkapkan tidak mampu mengatasi masalah, tidak mampu
memenuhi peran yang diharapkan (sesuai usia), dan enggunakan
mekanisme koping yang tidak sesuai.
Evaluasi yang dapat diberikan pada kasus masalah keperawatan isolasi
sosial dengan menggunakan luaran status koping (L.09086) dengan
ekspektasi membaik yang terdiri dari :
1. Kemampuan memenuhi peran sesuai usia meningkat.
2. Perilaku koping adaptif meningkat.
3. Verbalisasi kemampuan mengatasi masalah meningkat.

9. Daftar Isi
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia (III). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia (Edisi 1). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2019). Standar Luaran Keperawatan


Indonesia (Edisi 1). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Rosyad, Y. S. (2020). Komunikasi Terapeutik pada Pasien : Harga Diri


Rendah (HDR). In H. F. Ningrum (Ed.), Modul Praktik
Laboratorium Keperawatan Jiwa II (pp. 41–44). CV. Media Sains
Indonesia.

34
https://www.google.co.id/books/edition/Modul_Praktik_Laboratori
um_Keperawatan_J/apL-DwAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=pengertian+harga+diri+dalam+keperawatan+ji
wa&pg=PA43&printsec=frontcover

Santa, M. (2019). Teori Keperawatan profesional. Journal of Chemical


Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Silalahi, S. R. (2020). Karakteristik Dan Faktor Yang Berhubungan


Dengan Diagnosa Keperawatan.
http://dx.doi.org/10.31219/osf.io/hjdbu

Sitanggang, D. N. (2017). Asuhan Keperawatan Tn . H dengan Gangguan


Kebutuhan Dasar Aktualisasi Diri : Harga Diri Rendah Kelurahan
Sari Rejo Medan Polonia. 12.

Wuryaningsih, E. W., Windarwati, H. D., Dewi, E. I., Deviantony, F., &


Kurniyawan, E. H. (2018). Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Masalah Harga Diri Rendah. In Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa 1 (pp. 77–81). UPT Percetakan dan Penerbitan
Universitas Jember.
https://www.google.co.id/books/edition/Buku_Ajar_Keperawatan_
Kesehatan_Jiwa_1/PFnYDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1

35
STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP 1) HARGA DIRI
RENDAH KRONIS

1. Pertemuan
Pertemuan 1
2. Kondisi Klien
Klien sudah 2 minggu sering menilai diri negatif, merasa malu / bersalah,
merasa tidak mampu melakukan apapun, meremahkan kemampuan mengatasi
masalah, merasa tidak memiliki kelebihan atau kemampuan positif, melebih-
lebihkan penilaian negatif tentang diri sendiri, menolak penilaian positif
tentang diri sendiri, enggan mencoba hal baru, berjalan menunduk, dan postur
tubuh menunduk.

3. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah Kronis (D.0086)

4. Tujuan Umum
Klien dapat merasa dirinya tidak lebih buruk dibandingkan orang lain sehingga
dapat meninggikan harga diri rendah.

5. Tujuan Khusus
1. Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih
dimiliki pasien.
2. Pasien dapat membantu pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan.
3. Pasien dapat membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan
dilatih.
4. Pasien dapat melatih kemampuan yang dipilih pasien.
5. Pasien dapat membantu menyusun jadwal pelaksanaan kemmapuan yang
dipilih.

36
6. Strategi Pelaksanaan 1
1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki
pasien.

2. Membantu pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan.

3. Membantu pasien memilih / menetapkan kemampuan yang akan dilatih.

4. Melatih kemampuan yang dipilih pasien.

5. Membantu menyusun jadwal pelaksanaan kemmapuan yang dipilih.

7. Komunikasi Terapeutik
1) Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, assalamualaikum... boleh saya kenalan dengan mas ?
Nama saya....., boleh panggil saya....., saya mahasiswa dari Universitas
Widya Husada Semarang saya sedang praktik disini dari pukul 08.00
WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB siang. Kalau boleh tahu nama mas
siapa dan senang dipanggil apa ?”
b. Evaluasi / validasi
“Bagaimana perasaan mas hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada
keluhan tidak ?”
“Apa yang sudah dilakukan untuk mengurangi keluhan yang mas rasakan
tersebut ?”
c. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana, kalau kita berbincang-bincang supaya saya tahu apa
yang mas rasakan dan nanti kita bisa menentukan apa yang harus
dilakukan untuk mengatasi masalah harga diri rendah yang mas
hadapi.”
2) Waktu
“Untuk waktunya kita akan berbincang-bincang sekitar 15 menit saja
ya ?”

37
3) Tempat
“Mas ingin duduk dimana untuk kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau diruang tamu?”

2) Kerja
“Mas boleh diceritakan kepada saya sebenarnya mas kenapa ?
“Oke, itu yang mas alami. Kira-kira ada pengaruh ndak didalam kehidupan
sehari-hari mas di rumah ?”
“Boleh tahu, sebelumnya karena apa kok mas bisa muncul perasaan seperti
itu ?”
“Untuk lebih enaknya, kita nanti coba mas ceritakan dengan tulisan. Ini saya
ada buku mas bisa tuliskan disini ya ?”
“Saya punya 2 kotak disini, mungkin disini mas bisa menceritakan dengan
menuliskan apa saja yang menjadi beban pikiran atau yang mas rasakan ?
“Berarti yang menganggu pikiran hal-hal ini ya mas ?”
“Sekarang, liat bukunya. Pada bagian kanan saya sudah menambahkan 1
kolom lagi apa sih aspek positif yang sebenarnya mas masih punya ?”
“Mas pernah bercermin ? kalau mas bercermin apa yang mas liat di cermin
itu ?”
“Apa saja yang mas lihat ? Coba bisa apa saja yang mas lihat dari cermin itu
?”
“Nah sekarang, kita bisa melihat satu persatu. Apakah semua anggota tubuh
mas berfungsi dengan baik dan normal ?”
“Sekarang saya mau tanya, kira-kira dengan anggota tubuh yang mas miliki
itu lengkap atau tidak ? Bisa dituliskan dibuku ini bahwa anggota badan
mas masih lengkap.”
“Mas kalau di rumah kan sering tiduran dan jarang berinteraksi dengan
orang lain. Kalau misal di rumah kegiatan apa saja yang biasa mas lakukan
? Coba bisa dituliskan lagi dibuku ini.”
“Selain yang mas tulis ini, apa lagi yang bisa mas lakukan ?”
“Mohon maaf, pendidikan terakhir mas apa ?”

38
“Bisa dituliskan disini. Menurut mas, untuk bisa menempuh pendidikan ini
mas telah melewati tahapan apa saja ? Bisa dituliskan disini.”
“Kalau kita teruskan berarti masih banyak lagi ya mas. Oke sekarang, dari 2
tabel ini, mas lihat lebih banyak yang positif atau negatif ?”
“Kira-kira yang segini banyak, apa yang masih bisa kita latih / lakukan ?”
“Baik, beres-beres ya mas. Berarti kita ini akan melakukan untuk beres-
beres ya mas. Tadi kan mas tiduran spreinya masih berantakan, jadi nanti
kita akan coba latihan beres-beres yang seperti yang mas lakukan di
rumah, begitu ya ?”
“Sekarang kita ke kamar lagi ya. Nah kita kan dah ada diruangan lagi mas.
Dengan kondisi seperti ini menurut mas gimana ? Rapi atau tidak ?
Nyaman atau tidak jika dilihat dengan kondisi seperti ini ? Coba mas
sekarang merapikan sprei dan selimutnya ya ?”
“Sekarang coba dilihat dengan kondisi rapi seperti ini dibandingkan dengan
yang tadi lebih nyaman dipandang yang mana ?”
“Berarti ini dilakukan setiap pagi ya mas setelah bangun tidur.”
“Baik kita kembali lagi di ruangan.”

3) Terminasi
a. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan mas setelah kita berbincang-bincang dan latihan
merapikan tempat tidur tadi ?”
“Kira-kira apa sih yang mas dapatkan dari berbincang-bincang dan
latihan hari ini ?”
b. Evaluasi objektif
“Tadi saya lihat sudah bagus sekali, mas juga sudah menceritakan apa
yang mas rasakan mengenai permasalahan yang mas alami dan saya
juga sudah melihat kalo mas juga sudah mampu melakukan latihan
yang mas pilih yaitu membereskan tempat tidur.”
“Berarti yang mas pikirkan ada 2 hal, yaitu mas merasa jelek dan tidak
lebih bagus dengan orang lain. Tapi ternyata, tadi mas juga sudah
menuliskan bahwa secara fisik mas normal, sehat sama seperti orang

39
lain, dan mas juga masih bisa melakukan kegiatan seperti orang lain
juga.”
c. Rencana tindak lanjut
“Tadi kita sudah belajar merapikan tempat tidur, bagaimana kalau mas
merapikan tempat tidur setiap hari setelah mas bangun tidur ?”
d. Kontrak selanjutnya
1) Waktu
“Kira-kira kapan kita bisa bertemu lagi ? Mau jam berapa ? ”
2) Tempat
“Tempatnya mau di sini atau dimana ?”
3) Topik
“Baik, untuk selanjutnya kita akan bertemu lagi dengan topik harga
diri rendah kembali dan nanti kita akan mencoba melatih latihan yang
lainya.”
e. Pamit
“Baik mas, karena sudah selesai waktunya dan mas juga sudah
melakukan kegiatan yang mas pilih tadi. Saya izin pamit kembali ke
ruangan. Apabila mas membutuhkan bantuan, mas bisa menekan
tombol yang ada disamping tempat tidur mas. Terima kasih atas
waktunya dan sampai jumpa.”

40

Anda mungkin juga menyukai