Oleh:
Nama : Rachmawati Eka Putri Kesuma, S.Tr.Kep
NIM : P17212215113
Laporan pendahuluan pada pasien dengan diagnosis Harga Diri Rendah Kronis di RS Jiwa
Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang periode tanggal 09 s/d 21 Mei Tahun Akademik
2021/2022.
Telah disetujui dan disahkan pada tanggal … Bulan Mei Tahun 2022
C. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal misalnya ada salah
satu anggota yang mengalami gangguan mental sehingga keluarga merasa malu dan
rendah diri. Pengalaman traumatik juga dapat menimbulkan harga diri rendah
seperti penganiayaan seksual, kecelakaan yang menyebabkan seseorang dirawat di
rumah sakit dengan pemasangan alat bantu yang tidak nyaman baginya. Respon
terhadap trauma umumnya akan mengubah arti trauma dan kopingnya menjadi
represi dan denial (Hendramawan,2018).
E. Klasifikasi
Gangguan harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan
diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat. Umumnya
disertai oleh evaluasi diri yang negatif membenci diri sendiri dan menolak diri
sendiri. Gangguan diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara :
1. Situasional
Harga diri rendah situsional yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus
dioperasi, kecelakaan,dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja.
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena prifasi yang
kurang diperhatikan. Pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat
yang tidak sopan, harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak
tercapai karena dirawat/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai
(Makhripah D & Iskandar, 2012).
2. Kronik
Harga diri rendah kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung
lama,yaitu sebelum sakit/dirawat. Klien mempunyai cara berfikir yang negatif.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.
Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptive, kondisi ini dapat
ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan
jiwa (Makhripah D & Iskandar, 2012).
F. Proses Terjadinya Harga Diri Rendah Kronis
Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga diri rendah
situasional yang tidak terselesaikan. Atau dapat juga terjadi karena individu tidak
pernah mendapat feed back dari lingkungan tentang prilaku klien sebelumnya
bahkan kecendrungan lingkungan yang selalu memberi respon negatif mendorong
individu menjadi harga diri rendah. Harga diri rendah kronis terjadi disebabkan
banyak faktor. Awalnya individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan
stressor (krisis), individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak mampu atau
merasa gagal menjalankan fungsi dan peran. Penilaian individu terhadap diri sendiri
karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah kondisi harga diri rendah
situasional, jika lingkungan tidak memberi dukungan positif atau justru
menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan
individu mengalami harga diri rendah kronis (Samosir, 2020).
G. Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa harga diri rendah
ada 2 yaitu:
1. Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok yang paling relevan dilakukan pada individu dengan
gangguan Harga Diri Rendah adalah teapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi, yaitu terkait dengan pengalaman atau kehidupan dan akan didiskusikan
dalam kelompok, lalu hasil tersebut dapat berupa kesepakatan persepsi atau
alternatif penyelesaian masalah (Sariasih,2019).
2. Terapi Medis
Menurut (Rohmi, 2018) dapat dibagi menjadi 2 (dua) golongan ya itu golongan
generasi pertama (typical) dan golongan kedua (atypical). Obat golongan
generasi pertama (typical) yaitu:
a. Chlorpromazine HCL
Indikasi: Skizofrenia dan kondisi yang berhubungan dengan psikis, dan
kontrol darurat untuk gangguan perilaku karena retradasi mental.
Kontra indikasi: Penekanan pada sumsum tulang, gangguan hati dan ginjal,
anak berumur kurang dari 6 tahun.
Efek samping: Ikterus, depresi pernapasan, gangguan penglihatan.
b. Haloperidol
Indikasi: Skizofrenia akut dan kronik, status ansietas dan gelisah.
Kontra indikasi: Depresi endogen tanpa agitasi, gangguan syaraf, kondisi
koma, depresi SSP berat.
Efek samping: Hipertonia dan gemetar pada otot, gerakan mata yang tidak
dapat terkendali
Obat golongan kedua (atypical) yaitu :
c. Risperidone
Indikasi: Terapi skizofrenia akut dan kronik dan kondisi psikis yang lain.
Kontraindikasi: Pasien dengan demensia, hipertensi, dan DM.
Efek samping: Ganggguan cemas, sakit kepala, gelisah, mengantuk,
kelelahan secara menyeluruh, merasa pusing, dan kesulitan berkonsentrasi.
d. Olanzapine
Indikasi: Terapi akut dan pemeliharaan untuk skizofrenia dan gangguan
psikis lain.
Kontraindikasi: Hipersensitivitas.
Efek samping: Peningkatan BB, somnolen, kolestrol, parkinsonisme.
Aripiprazole
Indikasi: Terapi akut untuk skizofrenia pada usia dewasa dan remaja.
Efek samping: Sakit kepala, mual, muntah, konstipasi, cemas, insomnia.
3. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Psikoterapeutik
b. Lingkungan terapieutik
c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
d. Pendidikan kesehatan
H. Rentang Respon
Konsep diri merupakan aspek kritikal dan dasar dari perilaku individu.
Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat
dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan
lingkungan. Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu an sosial
yang maladaptif.
Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima. Konsep diri
positif merupakan bagaimana seseorang memandang apa yang ada pada dirinya
meliputi citra dirinya. Ideal dirinya harga dirinya, penampilan peran serta identitas
dirinya secara positif. Hal ini akan menunjukan bahwa individu itu akan menjadi
individu yang sukses.
Harga diri rendah Situasional merupakan perasaan negatif terhadap dirinya
sendiri, termasuk kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak, berguna, pesimis
tidak ada harapan dan putus asa. Adapun perilaku yang berhubungan dengan harga
diri yang rendah yaitu mengkritik diri sendiri atau orang lain, penurunan
produktivitas, destruktif yang diarahkan kepada orang lain, ganguan dalam
berhubungan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, perasaan negatif mengenai
tubuhnya sendiri, keluhan fisik, menarik diri secara sosial, khawatir, serta menarik
diri dari realitas.
Keracuan identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk
mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak kedalam kepribadian
psikososial dewasa yang harmonis. Adapun perilaku yang berhubungan dengan
keracuan identitas yaitu tidak ada kode moral, sifat kepribadian yang bertentangan,
hubungan interpersonal eksploitatif, perasaan hampa. Perasaan mengambang
tentang diri sendiri, tingkat ansietas yang tinggi, ketidak mampuan untuk empati
terhadaapa orang lain.
Despersonalisasi merupakan suatu perasaan yang tidak realistis dimana
klien tidak dapat membedakan stimulus dari dalam atau luar dirinya. Individu
mengalami kesulitan untuk membedakan dirinya sendiri dari orang lain, dan
tubuhnya sendiri merasa tidak nyata dan asing baginya.
I. Mekanisme Koping
Menurut Stuart (2018) mekanisme kopng termasuk pertahanan koping jangka
pendek atau jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk
melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan.
Pertahanan tersebut mencakup berikut ini:
1. Aktivitas yang memberikan pelarian sementara dari krisis identitas diri
(misalnya, konser musik, bekerja keras, menonton televise secara obsesif)
2. Aktivitas yang memberikan identitas pengganti sementara (misalnya dalam
club sosial, agama, politik, kelompok, gerakan atau geng).
3. Aktivitas yang sementara menguatkan atau meningkatkan perasaan diri yang
tidak menentu (misalnya, olahraga yang kompetitif, prestasi akademik, kontes
untuk mendapatakan popularitas).
Pertahanan jangka panjang mencakup berikut ini:
1. Penutupan identitas: adopsi identitas premature yang diinginkan oleh orang
terdekat tanpa memerhatikan keinginan, aspirasi, atau potensi diri individu.
2. Identitas negatif: asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan harapan
yang diterima masyarkat.
J. Pohon Masalah
(Nurhalimah, 2016)
B. Diagnosis Keperawatan
1. Isolasi Sosial; menarik diri
2. Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah
3. Koping Tidak Efektif
C. Rencana Tindakan Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI
1. Harga diri rendah Setelah dilakukan tindakan asuhan Promosi harga diri
kronis keperawatan selama 3x pertemuan Tindakan :
diharapkan harga diri rendah kronis 1. Observasi
membaik dengan kriteria hasil: a. Identifikasi budaya, agama, ras, jenis kelamin dan usia
1. Penilaian diri positif meningkat (5) terhadap harga diri.
2. Perasaan memiliki kelebihan atau b. Monitor verbalisasi yang merendahkan diri sendiri.
kemampuan positif mrningkat (5) c. Monitor tingkat harga diri setiap waktu, sesuai kebutuhan.
3. Penerimaan penilaian positif terhadap 2. Terapeutik
diri sendiri meningkat (5) a. Motivasi terlibat dalam verbalisasi positif untuk diri sendiri.
4. Minat mencoba hal baru meningkat (5) b. Motivasi menerima tantangan atau hal baru.
5. Berjalan menampakkan wajah c. Diskusikan tentang pernyataan harga diri.
meningkat (5) d. Diskusikan kepercayaan terhadap penilaian diri.
6. Postur tubuh menampakkan wajah e. Diskusikan pengalaman yang meningkatkan harga diri.
meningkat (5) f. Diskusikan persepsi negatif diri.
7. Perasaan malu menurun (5) g. Diskusikan alasan mengkritik diri atau rasa bersalah.
8. Perasaan marah menurun (5) h. Diskusikan penetapan tujuan realistis untuk mencapai harga
9. Perasaan tidak mampu melakukan diri yang lebih tinggi.
apapun menurun (5) i. Diskusikan bersama keluarga untuk menetapkan harapan
10. Meremehkan kemampuan mengatasi dan batasan yang jelas.
masalah menurun (5) j. Berikan umpan balik positif atas peningkatan mencapai
tujuan.
k. Fasilitasi lingkungan dan aktivitas yang meningkatkan harga
diri rendah.
3. Edukasi
a. Jelaskan kepada keluarga pentingnya dukungan dalam
perkembangan konsep positif diri pasien.
b. Anjurkan mengidentifikasi kekuatan yang dimiliki.
c. Anjurkan mempertahankan kontak mata saat berkomunikasi
dengan orang lain.
d. Anjurkan membuka diri terhadap kritik negatif.
e. Anjurkan mengevaluasi perilaku.
f. Anjurkan cara mengatasi bullying.
g. Latih pernyataan/ kemampuan positif diri.
h. Latih cara berfikir dan berperilaku positif.
i. Latih peningkatan tanggung jawab untuk diri sendiri.
j. Latih meningkatkan kepercayaan pada kemampuan dalam
menangani situasi.