Anda di halaman 1dari 21

TUGAS KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF

TINJAUAN AGAMA TENTANG PERAWATAN PALIATIF &


ASSESMENT IN SPIRITUAL FACTOR

Disusun oleh:
1. Gita Novera
2. Raden Hafidh Adam F
3. Wisti Agustina

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU PRODI
PROFESI NERS KEPERAWATAN BENGKULU
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan lancar. Penulisan makalah ini merupakan salah
satu kegiatan dalam mata kuliah keperawatan menjelang ajal dan paliatif sebagai
tugas yang harus diselesaikan. Makalah juga menjadi salah satu aspek penilaian
dalam nilai akhir yang digunakan sebagai nilai tambah. Kami membuat makalah
ini yang berjudul “Tinjauan Agama Tentang Perawatan Paliatif & Assesment In
Spiritual Factor” berdasarkan sistematika yang diberikan Dosen Pembimbing
dengan menggunakan Buku Panduan dan dari berbagai literatur sebagai sumber
referensi utama.
Penulisan makalah ini juga sebagai pelatihan bagi kami sebagai bekal
untuk pembuatan Karya Tulis Ilmiah yang nanti akan berguna bagi kami dan
menjadi dasar dari nilai akhir. Oleh karena itu makalah merupakan salah satu
aspek yang sangat penting dalam kegiatan belajar di lingkungan pendidikan kami.
Kritik dan saran yang membangun selalu diterima demi sempurnanya
makalah ini. Akhirnya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...............................................................................
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………………...1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi HIV/AIDS.............. ……………………………………..…... 3
B. Gejala dan Diagnosis ……………………………………………..…... 3
C. Dampak HIV/AIDS ………....………………………………..……... 4
D. Bahaya Penyakit HIV/AIDS ………………………………………... 4
E. Upaya Pencegahan dan penularan HIV/AIDS……....………………... 5
F. Pembahasan.....................................................……....……………….....7

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ……………………………………………………...........9
EVIDENCE BASED………………….…………………………….........14
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………...…18

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome
(HIV/AIDS) merupakan salah satu penyakit infeksi menular seksual yang bersifat
kronis. HIV merupakan golongan Retrovirus dengan efek sitopatik pada limfosit
T, masa inkubasi bervariasi antara 1 – 6 tahun, replikasi terjadi dalam sel CD4
menghasilkan HIV baru yang menyebar ke jaringan limfoid. Setelah melalui fase
yang disebut sindroma menyerupai mononukleusis dan seterusnya, dalam masa
klinis laten jumlah CD4 limfosit T yang makin menurun yang mencapai titik kritis
dan menjadi risiko infeksi opportunistik, hal ini berkaitan dengan citokines
network yang ikut berperan dan mengakibatkan imunodefisiensi. (Yunihastuti E,
Djauzi S, Djurban Z, 2005 ).

Utley dan Wachholtz (2011), menyatakan penyakit HIV/AIDS dapat menurunkan


kualitas hidup penderitanya seperti meningkatkan ketergantungan pada orang lain,
mental disorder seperti depresi, cemas, putus asa, dan khawatir, serta berpengaruh
pada rusaknya kehidupan sosial seperti mengisolasikan diri dan mendapat
stigmatisasi. Pendapat ini, diperkuat oleh Hawari (2000), yang menyatakan
HIV/AIDS adalah ”medical illness” dan juga ”terminal illness”. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa individu dengan HIV/AIDS membutuhkan terapi dengan
pendekatan bio-psiko-sosio-spiritual, artinya melihat pasien tidak semata-mata
dari segi organobiologik, psikologik, psiko-sosial tetapi juga aspek
spritual/kerohanian. Dengan demikian jelaslah bahwa penderita HIV/AIDS
memiliki masalah yang kompleks (biopsiko-sosio-religius).

Utley dan Wachholtz (2011), yang menyatakan ada hubungan signifikan antara
spiritualitas dengan perkembangan penyakit. Mereka yang memiliki peningkatan
spiritual memberikan efek positif seperti berkurangnya rasa sakit, munculnya
energi positif, hilangnya psychological distress, hilangnya depresi, kesehatan
mental yang lebih baik, meningkatnya fungsi kognitif dan sosial, serta
berkurangnya perkembangan gejala HIV.

1
2

Dari paparan diatas maka penulis ingin mengidentifikasikan penanganan masalah


tidur (insomnia) dengan menggunakan teknik hipnosis pada anak. maka PICO
yang dapat penulis susun adalah sebagai berikut :

P : distres spiritual

I : Konsling Agama

C:-

O: Meningkatkan Kualitas Hidup


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi HIV/AIDS
A. Pengertian HIV/AIDS
HIV (Humman Immudefiency Virus). Virus yang dapat menyebabkan
AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4
sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan
tanda dan gejala akibat menurunya sistem kekebalan tubu manusia
yang di sebabkan HIV.

B. Gejala dan Diagnosis


Menurut Nursalam, tanda dan gejala penderita yang terinfeksi
HIV/AIDS biasanya penderita mengalami berat badanya menurun
lebih dari 10% dalam waktu singkat, demam tinggi berkepanjangan
(lebih dari satu bulan), diare berkepanjangan (lebih dari satu bulan),
batuk perkepanjangan (lebih dari satu bulan), kelainan kulit dan iritasi
(gatal), infeksi jamur pada mulut dan tenggorokan, serta
pembengkakan kelenjar getah bening diseluh tubuh, seperti di bawah
telinga, leher, ketiak, dan lipatan paha.
Diagnosis gejala klinis HIV/AIDS sebagai berikut:11
a. HIV stadium I: asimtomatis atau tejadi PGL (Persistent
Generalized lymphadenopathy).
b. HIV stadium II: berat badan menurun lebih dari 10%, ulkus atau
jamur di mulut, menderita herpes zoster 5 tahun terakhir, sinusitis
rekuren.
c. HIV stadium III: berat badan menurun lebih dari 10%, diare kronis
dengan sebab tak jelas lebih dari 1 bulan.
d. HIV stadium IV: berat badan menurun lebih dari 10%,
gejalagejala infeksi pneumosistosis, TBC, kriptokokosis, herpes
zoster dan infeksi lainnya sebagai komplikasi turunannya sistem
imun (AIDS). Untuk menentukan diagnosis pasti HIV/AIDS, virus

3
4

penyebabnya dapat diisolasi dari limfosit darah tepi atau dari


sumsum tulang.

C. Dampak dari HIV/AIDS


Tidak hanya pada segi fisik saja, tetapi juga pada respons adaptif
psikologis atau yang disebut dengan penerimaan diri yang
mengakibatkan munculnya berbagai reaksi dan perasaan yang muncul
pada diri ODHA. Tahapan penerimaan diri ODHA yaitu shock (kaget
dan goncangan batin) seperti merasa bersalah, marah dan tidak
berdaya; mengucilkan diri seperti merasa cacat, tidak berguna, dan
menutup diri; membuka status secara terbatas seperti ingin tahu reaksi
orang lain,pengalihan stres, dan ingin dicintai; mencari orang lain yang
HIV/AIDS positif seperti berbagi rasa, pengenalan, kepercayaan,
penguatan, dan dukungan sosial; status khusus seperti perubahan
keterasingan menjadi manfaat khusus, perbedaan menjadi hal yang
istimewa, dan dibutuhkan orang yang lainnya; perilaku mementingkan
orang lain seperti komitmen dan kesatuan kelompok, kepuasaan dan
berbagai, dan perasaan sebagai kelompok; penerimaan seperti integrasi
status positif HIV dengan identitas diri, keseimbangan antara
kepentingan orang lain dengan diri sendiri, bisa menyebutkan kondisi
seseorang.

D. Bahaya Penyakit HIV/AIDS


HIV/AIDS dalam kasus ini juga disebut penyakit terminal, yaitu
penyakit yang sudah tidak ada harapan sembuh terutama bagi mereka
yang selalu dijatuhkan atau di vonis mati. Penderita AIDS akan
mengalami krisis afeksi pada diri, keluarga, dan orang yang
dicintainnya maupun pada masyarakat
Dari sudut pandang agama Islam anda beberapa pendekatan untuk
melakukan perawatan dan menangani penderita HIV/AIDS:
a. Penderita HIV/AIDS akibat perzinahan (seks bebas dan pelacuran)
hendaklah bertaubat (taubatan nasuha), karena Allah swt.
5

b. Penderita HIV/AIDS akibat jarum suntik, tranfusi darah.


Sebaiknya bertaqwa kepada Allah swt. karena apa yang mereka
alami merupakan musibah, dan mereka sebenarnya merupakan
korban dari perbuatan orang lain yang sesat (penzina). Dalam
kaitannya dengan hal ini maka Allah swt. berfirman dalam surah
Ar-Ruum ayat 41, yaitu: ‫َحب‬‫ف َ ل وٱ ِّ َرب ل‬S‫د ََس‬S‫ٱ َ َرهَظ ل ٱ ٍِ ف ُ ب‬

ِ ‫ ىن‬٤٤ ‫ُمهَّلَ َع ل ْىا ُلِ َم ع ٌ َِّذل َ َر‬


‫ُع‬ ‫س ب ك َِم ب ِر َأ ٱ ٌِذ ُمهَقَِ ُُِذ ل ِ بسَّ لى َ عَب ض ٱ‬
َ َ‫تَب‬
‫ج‬
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali
(ke jalan yang benar).” (Q.S. 30: 41).
c. Bagi penderita HIV/AIDS yang beragam Islam hendaklah
memperbanyak doa dan dzikir untuk kesabaran dan pasrah. Dan
manakala ajal telah tiba bagi penderita HIV/AIDS yang beragama
Islam hendaklah tetap dlam keimananya, sebagaimana dengan
firman Allah swt. dalam surah Ali-imran ayat 102, yaitu: َ َ ْ ‫ََُأ‬Sََُّ‫ب ٱ َه‬
‫م ىن ُِم‬S‫و َ ُّس‬SSَ‫ق ح َ َّل َّلۦ ُم وت َأَ و َّ َِل إ َّهُ ىت ُ َم ت َ ل‬ ُ َ‫ى ام َ ء َ ِهَ َّذل ِ ىا ٱ ُقَّت ِه بت‬
َ َّ ‫ق ت‬ َ ُ ‫ْ ىا ٱ‬
‫ل‬
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu
meninggal melainkan dalam keadaan beragama Islam.”
(Q.S.3:102).

E. Upaya Pencegahan dan Penularan HIV/AIDS


Berikut ini adalah beberapa cara pencegahan virus HIV supaya tidak
terjangkit penyakit AIDS:
a. Melakukan hungungan seks yang aman. Menurut saran medis,
untuk mengurangi resiko kemungkinan virus HIV dan penyakit
seksual lainnya dapat dicegah dengan kondom pria dan kondom
wanita. Karena biasanya penyakit AIDSakan ditularkan oleh
seseorang yang terkena virus HIV.
6

b. Pengunaan jarum suntik bersama. Semaksimal mungkin


disarankan agar digunakan jarum suntik yang baru untuk
menghindari virus HIV yang mungkin sudah mengontaminasi.
c. Penularan dari ibu dan anak juga bisa terjadi. Oleh karena itu, obat
antiretrovirus, bedah caecar, dan pemberian makanan formula akan
membantu menurunkan resiko HIV-AIDS.
Pendekatan Agama Islam dalam pencegahan HIV/AIDS dengan
menjaga kehormatan (melidungi aurat) merupakan kewajiban bagi
orang yang beragamadan beriman, oleh karena itu dalam agama
Islam banyak ayat yang memberikan peringatan terhadap hal
tersebut, misalnya:36
Firman Allah swt. Dalam surat An-Nuur ayat 30-31:
‫ِم ِهر ََحو ُمهَ وج ُ ُر ف ْىا ُظَ ف ِّ ل ل ُقَو‬ ‫ض َغ َ ِهُىِم َ بَأ ص‬
ُ ُّ ‫لِّ ل ل ُق ؤُم ِه م ْىا‬
‫ََح و َّ ِه ِهر َّ ظَف هُهَ وج ُ ُر ف َ ه‬ ‫ل َ ؤُم ىِم َغ ِت ضُض ِه م َه َ بَأ ص‬
“katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:” “Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya”.
“Dan katakanlah kepada Perempuan yang beriman, hendaklah
mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.”
(Q.S 24:30-31).
Dalam hal penyakit maka ajaran agama Islam lebih
menitikberatkan pada upaya pencegahan. Menyadari bahwa
kecepatan penularan atau penyebaran HIV/AIDS ini demikian
pesatnya dalam waktu singkat yaitu setiap 1 menit 5 orang tertular,
maka bernarlah firman Allah swt. sebagaimana tercantum dalam
surah Al-Ashr ayat 1-3 sebagai berikut:37
َ ‫ُى ام َ ء‬
َ ‫ ر ْ َل ٱ ِإ ىا ُلِ َم َع و ْىا‬٢ َّ ‫ ر ِ ن ٱ ِإ َ ل وس ٍ سُ خ ٍِفَ ل َه‬٤ َّ ‫صع‬
َ ِ ‫وٱ ل‬
‫ ر‬٣ ‫ى اص َىَتَ و ِّقَح بٱ ْا ِ بَّ لص‬ َ ِ ‫َ ِهَ َّذل َّ ٱ َ لص ِ ِحل ت‬
َ ِ ‫ى اص َىَتَو بٱ ْا ل‬
“Demi masa (waktu). Sesungguhnya manusia itu benar-benar
dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal salah dan saling nasehat-menasehati supaya
menetapi kebenaran dan saling nasehat-menasehati supaya
menetapi kesabaran,” (Q.S 103-1-3)
7

Upaya pencegahan menurut agama Islam adalah dengan mengubah


perilaku seksual yang tidak sehat sebagaimana diuraikan dimuka,
menjadi perilaku seksual yang sehat, aman dan bertanggung jawab,
yaitu:38
a. Perilaku seks yang sehat adalah yang halal, yaitu dengan
menikah, bukan dengan kondom.
b. Perilaku seks yang aman adalah yang halal, yaitu dengan
menikah, bukan dengan kondom.
c. Perilaku seks yang bertanggungjawab adalah yang halal, yaitu
dengan menikah, bukan dengan kondom.

F. Pembahasan
Palliative care bagi pasien HIV/AIDS dibutuhkan dalam rangka
menangani problem yang muncul baik fisik, psikologis, sosial, maupun
spiritual. Dokter dan para medis lainnya menangani masalah fisik.
Sedangkan untuk problem psiko-sosio-spiritual dibutuhkan psikolog,
konselor, dan rohaniawan. Penanganan tiga problem terakhir ini
berbeda dengan problem fisik. Salah satu yang bisa dilakukan adalah
melalui layanan konseling religius (Islam).
Rendahnya kualitas hidup pasien HIV akan mempengaruhi
kesehatan dari pasien itu sendiri. Peningkatan kualitas hidup tidak
hanya dapat dilakukan melalui proses penyembuhan secara fisik, hal
yang paling utama adalah meningkatkan pemahaman pasien tentang
penyakitnya dan merubah orientasi pemikiran pasien dari kesembuhan
menjadi kearah penyerahan diri kepada Tuhan dan hubungan dengan
orang lain (hubungan sosial).
Integrasi agama dalam pelayanan medis mulai terbuka lebar setelah
WHO mendeklarasikan terapi holistik pada tahun 1984. WHO
menegaskan bahwa dimensi spiritual atau agama setara pentingnya
dengan dimensi lainnya yaitu fisik, psikologisk, dan psikososial
(Hawari, 2000).
8

Pada jurnal yang ditemukan oleh penulis yang berjudul “Kontribusi


Konseling Islam Dalam Mewujudkan Palliative Care Bagi Pasien
Hiv/Aids”, pada penelitian ini melakukan konsling agama sebagai
penatalaksanaan pasien dengan penyakit HIV/AIDS, Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif deskriptif yang bertujuan untuk
mendeskripsikan kontribusi praktik konseling Islam dalam
mewujudkan palliative care bagi pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit
Islam Sultan Agung. Dari hasil penelitian ini didapatkan peningkatkan
kuliatas hidup pasien HIV/AID, setelah dilakukan konseling agama.
Salah satu pendekatan yang sering digunakan dalam pendampingan
pasiven yang telah lama mengidap HIV/AIDS adalah melalui
konseling agama. Terapi spiritual yang dilakukan secara tidak
langsung dapat meningkatkan makna spiritualitas pasien tentang
penyakitnya. Spiritualitas merupakan bagian dari kualitas hidup berada
dalam domain kapasitas diri atau being yang terdiri dari nilai-nilai
personal, standar personal dan kepercayaan (Univesity of Toronto,
2010). Pasien melaporkan bahwa praktek-praktek spiritual membantu
meringankan gejala/symptom dan dalam beberapa kasus dapat
merubah prognosis penyakit
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. PICO
Berdasarkan jurnal yang berjudul “Kontribusi Konseling Islam Dalam
Mewujudkan Palliative Care Bagi Pasien Hiv/Aids ” oleh Ema
Hidayanti, Siti Hikmah, Wening Wihartati, Maya Rini Handayani, maka
dirumuskan PICO sebagai berikut :
P : Pada pasien Hiv/Aids di RS. Islam Sultan Agung Semarang
I : Menggunakan Konseling Islam
C: -
O: Meningkatnya kualitas Hidup
2. Pertanyaan Klinis Berdasarkan PICO Berdasarkan PICO diatas, maka
dapat dirumuskan pertanyaan klinis sebagai berikut :
“ Apakah dengan mengunakan konseling agama pada pasien HIV/AIDS
dapat meningkatkan kualitas hidup pada pasien HIV/AIDS?”
3. Proses Pencarian Referensi
Proses pencarian referensi yang berhubungan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Ema dilakukan melalui ProQuest ‘Optimalisasi
Pelayanan Bimbingan Dan Konseling Agama’ dan ditemukan penelitian
terbaru tahun 2016 dengan judul”Kontribusi Konseling Islam Dalam
Mewujudkan Palliative Care Bagi Pasien HIV/AIDS ”
A. ANALISA JURNAL
“Kontribusi Konseling Islam Dalam Mewujudkan Palliative Care
Bagi Pasien Hiv/Aids “ Tujuan dari penelitian ini adalah Pasien
HIV/AIDS dapat terbebas dari problem psikososio-spiritual, selanjutnya
akan memiliki fisik yang lebih sehat. Pasien yang memiliki kondisi fisik,
psikologis, sosial, dan spiritual yang lebih baik berarti telah mengalami
peningkatan kualitas hidup, dengan menggunakan cara konsling agama
sebagai kerangka utamanya.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif yang
bertujuan untuk mendeskripsikan kontribusi praktik konseling Islam

9
10

dalam mewujudkan palliative care bagi pasien HIV/AIDS di Rumah Sakit


Islam Sultan Agung Semarang. Data penelitian diperoleh melalui kajian
dokumen tertulis, wawancara dengan tokoh-tokoh kunci (key persons)
yang terkait dengan penyelenggaraan konseling Islam dan palliative care,
serta melalui FGD (Focus Group Discussion). Sedangkan analisis data
mengikuti model analisa Miles dan Huberman yang terdiri atas data
reduction, data display, dan conclusion drawing atau verification.
Keterbatasan penelitian ini adalah menggunakan Metode deskriptif
yang dimana hanya menggambarkan konstribusi konseling agama pada
pasien HIV di satu rumah sakit saja, sehingga hasil penelitian ini tidak
ada perbandingan.
Sebelumnya penelitian ini mengidentifikasi Pasien HIV/AIDS
mengalami problem yang kompleks baik fisik, psikologis, sosial, maupun
spiritual (Hawari,2000). Namun hubunganya antara problem (biopsiko-
sosio-religius) terhadap konseling agama dalam meningkatkan kualitas
hidup pada pasien HIV/AIDS. Utley dan Wachholtz (2011), menyatakan
ada hubungan signifikan antara spiritualitas dengan perkembangan
penyakit. Sebuah pendekatan yang ideal bagi perawat untuk memperlajari
hubungan ini adalah menggunakan pendekatan konseling agama (Ema
Hidayanti,2016). Penelitian ini juga di dukung dari penelitian lainnya oleh
Wyngaard (2013), membuktikan bahwa efektivitas pendekatan holistik
dengan menyentuh aspek spiritual dalam merawat orang dengan
HIV/AIDS (Odha) mampu mengantarkan mereka menemukan kembali
harapan dan makna hidup, serta memperbaiki martabat yang mendapat
stigma dan dihantui perasaan bersalah terhadap diri sendiri atau keluarga,
dan meningkatkan ketrampilan untuk bertahan hidup. Dengan demikian
diketahui bahwa kebutuhan spiritualitas memberikan kontribusi yang
maha penting dalam perjalanan hidup orang dengan HIV/AIDS. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mewujudkan palliative care dengan
meningkatnya kualitas hidup bagi pasien HIV/AIDS.
Model pendektan menggunakan konseling agama merupakan
bentuk tindakan yang bisa di lakukan dalam mengatasi berbagai masalah
11

yang di hadapi pasien HIV/AIDS. Konsling agama ini sebagai kerangka


utama dalam mengatasi stress dan depresi, Pernyataan ini juga di dukung
oleh Komarudin, M. Ag, dosen Tasawuf Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Walisongo yang intens mengkaji hubungan agama dan
psikologi berpendapat bahwa agama bisa menjadi jawaban atas
permasalahan manusia yang berkaitan dengan problem kehidupan salah
satunya adalah kala manusia mendapat ujian sakit. Hal yang perlu
ditekankan adalah penerimaan diri atas takdir Tuhan (FGD, 7 Oktober
2015). Konstribusi konsling agama dapat memberikan dukungan positif
terhadapa pasien HIV/AIDS.
Hasil wawancara langsung di RSI Sultan Agung pernah
menangani pasien yang CD4 hanya 2, padahal normalnya 500. Kondisi
pasien yang demikian ini bisa diprediksi jauh dari harapan hidup. Namun,
pasien terus diberi motivasi oleh dokter dan konselor yang secara intensif
melakukan pendampingan akhirnya semangat hidup muncul kembali dan
pasien dapat bertahan hidup hingga 4 tahun kemudian (wawancara, 15
November 2015). Keadaan pasien yang parah sebagaimana deskripsi di
atas, ternyata bisa semakin membaik dengan pemberian nasehat agama.
Hal ini yang diterapkan dr. Muchlis menghadapi pasien selama ini. Jadi
konseling Islam yang dilakukan ditekankan pada tujuan mengajak pasien
untuk mendekatkan diri pada Allah, dan tidak menyesali perbuatan yang
telah lalu. Konselor justru mengajak pasien merepoduksi hidup dengan
meningkatkan ibadah dan rajin mengikuti kegiatan keagamaan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
konseling Islam yang dilakukan diarahkan pada peningkatan pengetahuan,
pemahaman dan pengamalan pasien HIV/AIDS terhadap ajaran Islam,
seperti mengakui kesalahan (taubatan nasuha), mendekatkan diri pada
Allah, tekun salat, dan menjalani kehidupan selanjutnya dengan lebih
bermakna. Proses ini mampu mengantarkan pasien mendapatkan kondisi
psikologis positif, dan pada perkembangannya mampu meningkatkan
imunitas tubuh dengan meningkatnya jumlah CD4. Dengan demikian
pada akhirnya dapat dilihat bahwa konseling Islam mampu meningkatkan
12

kualitas hidup pasien terutama dalam menangani masalah psiko-


sosiospiritual pasien. Peningkatan kualitas hidup pasien inilah yang
berarti terwujudnya palliative care.
Konseling religius bisa menjadi salah satu alternatif yang bisa
dikembangkan menjadi bentuk terapi psikospiritual dalam pallaitive care.
Sebagaimana dikatakan Prayitno (2009) bahwa konseling religius dapat
diberikan untuk membantu dukungan seperti kesejahteraan emosi,
psikologis, sosial, dan spiritual pasien HIV/AIDS, menyediakan informasi
tentang perilaku beresiko, membantu klien mengembangkan ketrampilan
pribadi dalam menghadapi penyakit, dan mendorong untuk melakukan
kepatuhan pengobatan (Priyatno, 2009). Berbagai dukungan tersebut
penting mengingat problem psikologis yang dihadapi seperti anger, denial
barganing, depression, dan self acceptance (Mukhripah, 2008).
Penyelesaian masalah psikologis menjadi gerbang utama untuk mencapai
kepatuhan berobat atau terapi antiretrovial yang harus dilakukan seumur
hidup. Hal ini sebagaiman pendapat Dalmida, S. G, et. all (2013), yang
menyatakan bahwa gejala depresi yang dialami odha berpengaruh pada
kepatuhan berobat, imunitas, dan kualitas hidup.
Konseling religius adalah bantuan yang diberikan kepada
seseorang atau sekelompok orang yang sedang mengalami kesulitan lahir
batin dalam menjalankan tugas-tugas hidupnya dengan menggunakan
pendekatan agama, yakni dengan membangkitkan kekuatan getaran iman
di dalam dirinya untuk mendorongnya mengatasi masalah yang dihadapi
(Achmad & Mubarok, 2004). Sedangkan konseling Islam adalah upaya
membantu individu belajar mengembangkan fitrah dan atau kembali pada
fitrah, dengan memberdayakan (empowering) iman, akal, dan
kemampuan yang dikaruniakan Allah SWT (Sutoyo, 2013). Konseling
Islam dengan berbagai ajaran agama yang disampaikan konselor dapat
menjadi strategi copyng stress yang efektif.
Dengan demikian penting artinya menekankan aspek spiritualitas
dalam kehidupan pasien HIV/AIDS. Menumbuhkan spiritual yang positif
ini bisa dilakukan melalui konseling agama sebagai salah satu bentuk
13

terapi psikoreligius dalam dunia kesehatan. Konseling religius yang


bertujuan mengoptimalkan potensi agama pasien HIV/AIDS telah terbukti
menjadi jalan bagi mereka mendapatkan kehidupan yang lebih baik bukan
hanya dari aspek spiritual, tetapi juga aspek psikososial. Ketiga aspek ini
yang kemudian mampu mendongkrak kondisi fisik pasien HIV/AIDS
menjadi semakin sehat dengan jumlah CD4 yang semakin tinggi.
Peningkatan pada semua kondisi pasien baik fisik, psikologis, sosial, dan
spiritual mengantarkan pasien pada peningkatan kualitas hidup. Kondisi
kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang makin meningkat inilah yang
berarti menunjukkan tujuan pallaitive care tercapai (Ayestaran, et all,
2008: 46).
EVIDENCE BASED PRACTICE: GUIDELINE
MANAGEMENT OF HIV/AIDS: UPDATE

Seorang wanita 21 tahun dirawat dengan keluhan batuk lama, demam,


penurunan berat badan yang drastis, diare kronis, nyeri telan, luka pada mulut dan
labia mayora. Penderita sebelumnya telah dirawat sebagai penderita HIV/AIDS
dan Tuberkulosis (TB) paru (kasus drop out). Klien di rawat di ruang isolasi, klien
tampak murung dan putus asa terhadap kondisi penyakitnya, dia sering berkata
kalau hidupnya tidak akan lama lagi. Hasil laboratorium didapatkan CD4
absolut : 6; CD 4 % : 3 % , hasil sputum didapatkan bakteri tahan asam (BTA),
ulkus pada oral dan pada labia mayora. Penderita diberikan therapi : O2 3 – 4
liter/menit, infus RL / D5 / Aminofusin, dipasang nasogastric tube. Parasetamol
3x500 mg, tranfusi packet red cell (PRC), Kotrimoksazole 1x960 mg, Nystatin
oral drops 4x2 cc, Fluconazole oral 1x100 mg, Fusidic cream pada labia mayora,
Rifamfisin 450 mg, INH 300 mg, Ethambutol 1000 mg. Dalam 4 hari pertama
keadaan umum membaik, diare berkurang. Hari berikutnya keadaan umum
menurun diberikan tambahan antibiotika Ciprofloxacin 200mg/12jam. Penderita
dirawat selama 12 hari dengan diagnosa kerja HIV/AIDS dan TB paru serta
infeksi opportunis, penderita meninggal dunia setelah dirawat 12 hari.

1. Formulasi PICO
P : wanita dewasa dengan HIV/AIDS
I : treatment
C:-
O : Impact of treatment
2. Strategi Pencarian/Penelusuran Literatur/Database
Penelusuran dimulai dengan membuka http://guideline.gov/ kemudian
memilih “guideline resources” lalu “AHRQ Evidence Reports” kemudian
memilih evidence based-practice program lalu memilih “Intervensi pada
Pasien Dengan Penyakit HIV/AIDS: Update” sebagai artikel/jurnal yang
dipilih sebagai pembahasan.

14
15

3. Kritikal Jurnal/based evidance


Intervensi Evidance Based Practise

No. Jurnal

1. Evidence : Ema Hidayanti,Dkk. (2016). Kontribusi Konseling Islam


Dalam Mewujudkan Palliative Care Bagi Pasien Hiv/Aids Di Rumah
Sakit Islam Sultan Agung Semarang.

a. P (populasi) :
Pasien HIV di RS. Agung Islam Sultan Agung
b. I (Intervensi) :
Konseling Agama
c. C (Intervensi pembanding) :
Tidak ada intervensi pembanding
d. O (outcome) :
Peningkatan kualitas hidup

2. Evidence : Gede Meyantara Eka Superkertia, Dkk. (2016). Hubungan


Antara Tingkat Spiritualitas Dengan Tingkat Kualitas Hidup Pada
Pasien Hiv/Aids Di Yayasan Spirit Paramacitta Denpasar

a. P (populasi) :

45 orang dengan HIV


a. I (Intervensi) :
Pelayanan spiritual
b. C (Intervensi pembanding) :
Tidak ada intervensi pembanding
c. O (outcome) :
Peningkatan kualitas hidup

3. Evidence : Linlin Lindayani. (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan


dengan Kebutuhan Perawatan Paliatif pada Pasien HIV/AIDS di
Indonesia.

a. P (populasi) :
16

215 pasien dengan HIV/AIDS


b. I (Intervensi) :
Terapi obat antiretroviral
c. C (Intervensi pembanding) :
Tidak ada intervensi pembanding
d. O (outcome)
Peningkatan kualitas hidup

4. Evidence : Noor Fu’at Aristiana, Baidi Bukhori, Hasyim Hasanah.


(2015). Pelayanan Bimbingan Dan Konseling Islam Dalam
Meningkatkan Kesehatan Mental Pasien Hiv/Aids Di Klinik Vct
Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang

a. P (populasi) :

pasien HIV/AIDS di Klinik VCT Rumah Sakit Islam Sultan Agung


Semarang.
b. I (Intervensi) :
Bimbingan islam
c. C (Intervensi pembanding) :
Konseling islam
d. O (outcome)
Untuk meningkatkan kesehatan mental

5. Evidence : Ema Hidayanti. (2018). Implementasi Bimbingan Dan


Konseling Untuk Meningkatkan Self Esteem Pasien Penyakit Terminal
Di Kelompok Dukungan Sebaya (Kds) Rsup Dr. Kariadi Semarang

a. P (populasi)
50-60 orang
b. I (Intervensi)
Bimbingan dan konseling islam
c. C (Intervensi pembanding) :
Tidak ada
d. O (outcome)
17

Menumbuhkan self esteem

DAFTAR PUSTAKA
18

Hidayanti, E., Hikmah, S., Wihartati, W., & Handayani, M. R. (2016). Kontribusi
Konseling Islam Dalam Mewujudkan Palliative Care Bagi Pasien Hiv/Aids
Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Religia, 19(1), 113.
https://doi.org/10.28918/religia.v19i1.662

Hidayati, E., Bimbingan, I., Bimbingan, I., Konseling, D. A. N., & Hidayanti, E.
(2018). Meningkatkan Self Esteem Pasien Penyakit Terminal Di Semarang.
Jurnal Ilmu Dakwah, 38(1), 31–59.

Nursalam, Ninuk Dian Kurniawati. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi


HIV/AIDS”. Jakarta: Sakemba medika. 2009

Eka Widiyati. (2018). Pemberian Dukungan Dan Rehabilitasi Sosial Bagi Orang
Yang Terinfeksi Hiv/Aids Di Lsm Peka (Peduli Kasih) Semarang. Jurnal Tasawuf
dan psikoterapi.

Hasanah, N. F. A. B. B. H. (2015). PELAYANAN BIMBINGAN DAN


KONSELING ISLAM DALAM MENINGKATKAN KESEHATAN
MENTAL PASIEN HIV / AIDS DI KLINIK VCT RUMAH SAKIT ISLAM
SULTAN AGUNG Noor Fu ’ at Aristiana , Baidi Bukhori , Hasyim Hasanah
membahayakan serta menakutkan banyak orang adalah Human Immu.
Jurnal Ilmu Dakwah, 35(2), 249–268. https://doi.org/http://dx.doi.org/
10.21580/jid.35.2.1609

Hidayanti, E. (2013). Optimalisasi Pelayanan Bimbingan Dan Konseling Agama


Bagi Penyandang Masalah Kejehteraan Sosial (Pmks). 13(2), 361–386.

Superkertia, I., Astuti, I., & Lestari, M. (2016). Hubungan Antara Tingkat
Spiritualitas Dengan Tingkat Kualitas Hidup Pada Pasien Hiv/Aids Di
Yayasan Spirit Paramacitta Denpasar. COPING NERS (Community of
Publishing in Nursing), 4(1), 49–53.

Lindayani, L. (2018). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kebutuhan


Perawatan Paliatif pada Pasien HIV/AIDS di Indonesia. Jurnal Pendidikan
Keperawatan Indonesia, 4(2), 113–121.
https://doi.org/10.17509/jpki.v4i2.10301

Anda mungkin juga menyukai