TRAUMA WAJAH
Di Susun Oleh :
T.A 2020/2021
Konsep Dasar Medik
Trauma Wajah
B. Etiologi
Pada umumnya penyebab trauma wajah disebabkan oleh kecelakaan
bermotor, kekerasan, cedera saat berolahraga, trauma penitrasi, terjatuh,
perkelahian dan kecelakaan industri. Terpeleset, dan terjatuh sering terjadi
pada anak-anak dan orang tua. Sementara kekerasan dan dan kecelakaan lalu
lintas merupakan penyebab cedera pada individu yang berusia 15-50 tahun.
Trauma wajah dalam masyarakat yang paling sering adalah akibat
kecelakaan kendaraan bermotor. Kecelakaan kendaraan bermotor
menghasilkan patah tulang yang sering melibatkan midface, terutama pada
pasien yang tidak memakai sabuk pengaman mereka.
Berikut ini tabel etiologi trauma maksilofasial :
Penyebab pada orang dewasa Persentase (%)
Kecelakaan lalu lintas 40-45
Penganiayaan atau berkelahi 10-15
Olahraga 5-10
Jatuh 5
Lain-lain 5-10
D. Patofisiologi
Kehadiran energi kinetik dalam benda bergerak adalah fungsi dari massa
dikalikan dengan kuadrat kecepatannya. Penyebaran energi kinetik saat
deselerasi menghasilkan kekuatan yang mengakibatkan cedera. Berdampak
tinggi dan rendah dampak kekuatan didefenisikan sebagai besar atau kecil dari
50 kali gaya gravitasi. Ini berdampak parameter pada cedera yang dihasilakan
karena jumlah gaya yang dibutuhkan untuk menyebabkan kerusakan pada
tulang wajah berbeda regional. Tepi supraobital, mandibula (simfisis dan
sudut), dan tulang frontal memerlukan kekuatan tinggi-dampak yang akan
rusak. Sebuah dampak rendah-force adalah semua yang diperlukan untuk
merusak zygoma dan tulang hidung.
Patah Tulang Frontal : ini terjadi akibat dari pukulan berat pada dahi. Bagian
anterior dan posterior sinus frontal. Gangguan lakrimasi mungkin terjadi jika
dinding posterior sinus frontal retak. Duktus nasofrontal sering terganggu.
Fraktur Dasar Orbital : cedera dasar orbital dapat menyebabkan suatu
fraktur yang terisolasi atau dapat disertai dengan fraktur dinding medial.
Ketika kekuatan menyerang pinggiran orbital, tekanan intraorbital meningkat
dengan transmisi ini kekuatan dan merusak bagian-bagian terlemah dari dasar
dan dinding media orbita.
Patah Tulang Hidung : ini adalah hasil dari kekuatan diakibatkan oleh trauma
lansung.
Fraktur Nasoethmoidal (noes) : akibat perpanjangan kekuatan trauma dari
hidung ke tulang ethmoid dan dapat mengakibatkan kerusakan pada canthus
medial, aparatus lacrimalis, atau saluran nasofrontal.
Patah Tulang Lengkung Zygomatic : sebuah pukulan langsung ke lengkung
zygomatic dapat mengakibatkan fraktur terisolasi melibatkan jahitan
zygomaticotemporal.
Patah Tulang Zygomaticomaxillary kompleks (ZMCs) : menyebabkan
patah tulang dari trauma langsung. Garis fraktur jahitan memperpanjang
melalui zygomaticootemporal, dan zygomaticomaxillary dan artikulasi dengan
tulang sphenoid. Garis fraktur biasanya memperpanjang melalui foramen
infraorbital dan lantai orbit. Cedera mata serentak yang umum.
Fraktur Mandibula : ini dapat terjadi di beberapa lokasi sekunder dengan
bentuk U-rahang dan leher condylar lemah. Fraktur sering terjadi bilateral di
lokasi terpisah dari lokasi trauma langsung.
Patah Tulang alveolar : ini terjadi dalam isolasi dari kekuatan rendah energi
langsung atau dapat hasil dari perpanjangan garis fraktur melalui bagian
alveolar rahang atas atau rahang bawah.
Fraktur Panfacial : ini biasanya sekunder mekanisme kecepatan tinggi
mengakibatkan cedera pada wajah atas, midface, dan wajah yang lebih rendah.
E. Manifestasi klinis
Tanda trauma maksilofasial dapat berupa :
3. Dislokasi, berupa perubahan posisi yang menyebabkan maloklusi terutama
pada fraktur mandibula.
4. Pergerakan yang abnormal pada sisi fraktur.
5. Rasa nyeri pada sisi fraktur
6. Perdarahan pada daerah fraktur yang dapat menyumbat saluran napas.
7. Pembengkakan dan memar pada sisi fraktur sehingga dapat menentukan
lokasi daerah fraktur.
8. Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran.
9. Laserasi yang terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar
fraktur.
10. Diskolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat pembengkakan.
11.Numbness, kelumpuhan dari bibir bawah, biasanya bila fraktur terjadi
dibawah nervus alveolaris.
12.Pada fraktur orbita dapat dijumpai penglihatan kabur atau ganda, penurunan
pergrrakan bola mata dan penurunan visus.
F. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala dan wajah selain dari
faktor mempertahankan fungsi ABC dan menilai status neurologis (disabilitty,
expousure), maka faktor yang harus diperhitungkan pula adalah mengurangi
iskemia serebri yang terjadi. Keadaan ini dapat dibantu dengan pemberian
oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang mengalami trauma relative
memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih rendah.
Selain itu pula yang dikontrol kemungkinan tekanan intrakranial yang
meninggi disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan
tindakan operasi, tetapi usah untuk menurunkan tekanan intrakranial ini dapat
dilakukan dengan cara menurunkan PaCO2 dengan hiperventilasi yang
mengurangi asidosis intraserebral dan menambah metabolisme intraserebral.
Adapun usaha untuk menurunkan PaCO2 ini yakni dengan intubasi
endotrakeal, hiperventilasi. Intubasi dilakukan sedini mungkin kepada klien
yang koma untuk mencegah terjadinya PaCO2 yang meninggi. Prinsip ABC
dan ventilasi yang teratur dapat mencegah peningkatan tekanan intrakranial.
Penatalaksanaan Konservatif meliputi :
1) Bedrest total
2) Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
3) Pemberian obat-obatan : Dexamethason / kalmethason sebagai
pengobatan anti-edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya
trauma.
4) Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi
vasodilitasi.
5) Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%,
atau glukosa 40% atau gliserol 10%.
6) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (pensilin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidasol.
7) Makananan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak
dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrose 5%, aminosufin,
aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari
kemudian diberikan makanan lunak.
8) Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapatkan pasien
mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium
dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak
cairan. Dexstosa 5% 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua, dan
dextrose 5% 8 jam ketiga, pada hari selanjutnya bila kesadran rendah
maka makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500-300 TKTP).
Pemberian protein tergantung dari nilai urenitrogennya.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Wajah Bagian Atas :
1) CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D (Cone Beam CT-scan 3D)
2) CT-scan aksial koronal
3) Imaging Alternatif diantaranya termasuk CT scan kepala dan X-ray
kepala.
2. Wajah Bagian Tengah :
1) CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D (Cone Beam CT-scan 3D)
2) CT-scan aksial koronal
3) Imaging Alternatif diantaranya termasuk radiografi posisi waters dan
posteroanterior (caldwells), submentovertek (jughanles).
3) Wajah Bagian Bawah :
1) CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D
2) Panoramic X-ray
3) Imaging Alternatif diagnostik mencakup posisi
: Posteroanterior (caldwells)
Posisi lateral (schedell)
Posisi towne
H. Komplikasi
1) Perdarahan ulang
2) Kebocoran cairan otak
3) Infeksi pada luka atau sepsis
4) Timbulnya edema serebri
5) Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
6) Nyeri kepala setelah penderita sadar
7) Konvulsi.
Konsep Dasar Medis
Trauma Wajah
B. Pengkajian Sekunder
Setelah melengkapi pengkajian primer untuk memastiakn tidak adanya cedera yang mengancam jiwa, pengkajian sekunder pada
wajah harus dilakukan. Pengkajian khusus pada pengkajian sekunder meliputi :
1. Melihat kesemetrisan wajah, memandingkan kedua alis, kantung mata, lengkungan zygomaticum, dinding anterior sinus, sudut
rahang, hidung dan batas mandibulla, bawah. Pada saat yang sama. Pada pasien dapat terlihat “mata burung”, diketahui dengan
cara berdiri dia atas kepala pasien dan melihattegak lurus pada dahi pasien sampai wajah, akan menemukan deformitas yang
tidak ditemukan ketika melihat langsung ke pasien.
2. Palpasi wajah, catat area yang teraba nyeri tekan, krepitasi, atau deformitas wajah bersamaan dengan mengkaji area wajah yang
mengalami mati rasa.
3. Kaji cedera mandibula dengan menanyakan pasien untuk membuka dan menutup mulut. Pasien dengan fraktur sendi mandibula
atau temporommandibular dapat mengalami kesulitan melakukan hal tersebut.
4. Minta pasien untuk mengikuti pergerakan jari dengan berbagai perintah, mata harus bergerak simultan sepanjang lapang
pandang penglihatan.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam
jalan napas (D.0001)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (D.0077)
3. Resiko syok dengan faktor resiko kekurangan volume cairan (D.0039)
D. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
1. Bersihan jalan napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas (I.01011)
berhubungan dengan benda asing keperawatan selama ...x... jam Observasi :
dalam jalan napas (D.0001) diharapkan bersihan jalan napas - Monitor pola napas
membaik (L.01001) dengan kriteria - Monitor bunyi tambahan
hasil :
Teraupeutik :
- Suara napas tambahan
menurun (5)
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Frekuensi napasmembaik (5)
- Lakukan pengisapan lendir
- Berikan oksigen, jika perlu
Kolaborasi :
3. Resiko syok dengan faktor resiko Setelah dilakukan tindakan Pencegahan syok (I.02068)
kekurangan volume cairan keperawatan selama ...x... jam Observasi :
(D.0039) diharapkan tingkat syok membaik - Monitor status cairan
(L.03032) dengan kriteria hasil : - Monitor tingkat kesadaran dan respon
- Kekuatan nadi meningkat (5) pupil
- Saturasi oksigen meningkat(5) Teraupeutik :
- Pucat menurun (5) - Pasang kateter urine untuk menilai
produksi urine, jika perlu.
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian transfusi darah,jika
perlu.
- Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika
perlu.
Etiologi
Fr. Os frontal,
Trauma Wajah Fr. Lantai
orbita, Fr. Gangguan Gangguan
Nasal, pada nervus persepsi sensori
Fr.Nasoethmoi dal, olfactory
Fr. Arcus
Jaringan lunak Jaringan keras MK : Pola
zygomaticum,
Fr.kompleks napas tidak
efektif (D.0005)
Hematoma, lesi pada kulit, zygomaticom
Fr.linear, Fr.basis, SLKI : Pola
pendarahan eksternal maxilla,
Fr.depressed napas (L.01044)
Fr.maxilla Gangguan mengunyah
MK : Nyeri akut (D.0077) SLKI : Fr. Mandibula, SIKI :
Tingkat nyeri (L.08056) SIKI : Terputusnya kontinuitas Fr. alveoly Ketidakmampuan Manajemen
Manajemen nyeri (I.08238) jaringan tulang di daerah memakan makanan jalan napas
wajah (I.01011)
Penumpukan
sekret Penurunan BB dngan
Luka terbuka asupan makanan adekuat
Penurunan
MK : Resiko syok MK : Bersihan jalan napas
kemampuan
(D.0039) SLKI : batuk sekunder tidak efektif (D.0001)
Tingkat syok SLKI : Bersihan jalan
(L.03032) SIKI : napas (L.01001) SIKI :
Pencegahan syok Manajemen jalan napas
(I.02068) (I.01011)
DAFTAR PUSTAKA
Amelia K, Yanny T, Siwi I. (2018). Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana Sheehy.
Elsevier (Singapore) Pte Ltd.
Amin, H., N.(2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis dan
Nanda Nic-Noc, Edisi Revisi jilid 1. Jogjakarta : Mediaction.