Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN


DENGAN PNEUMOTHORAX SINISTRA POST WATER SEAL DRAINAGE
DI RUANG BANGSAL BEDAH CENDANA 2 RSUP DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

Tugas Mandiri
Stase Praktek Keperawatan Dasar

Disusun oleh:
Okki Dhona Laksmita
14/ 375172/ KU/ 17495

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
PNEUMOTHORAKS

A. Pengertian
Pneumothorak adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Pada
keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang
terhadap rongga dada (Sudoyo, Aru W., 2006.). Pneumothorak adalah kolapsnya sebagian
atau seluruh paru yang terjadi sewaktu udara atau gas lain masuk ke ruang pleura yang
mengelilingi paru. terdapat berbagai jenis pneumothorak; terbuka, spontan, dan tension
pneumothoraks (Muttaqin, 2008).
Pada cedera dada hebat, darah sering kali terkumpul dalam rongga dada
(hematotoraks) karena robeknya pembuluh interkosta, laserasi paru-paru, atau keluarga
udara dari paru yang cedera ke ruang pleura (pneumotoraks). Sering kali, baik darah dan
udara ditemukan dalam rongga dada (hemopneumotoraks). Cedera dada dapat
mengganggu fungsi normal paru. Keseriusan masalah tergantung pada jumlah dan
kecepatan perdarahan toraks. Rongga pleura dapat didekompresi dengan aspirasi jarum
(torasentesis) atau drainase selang dada darah dan udara. Paru kemudian mampu untuk
mengembang kembali dan kembali melakukan fungsinya dalam pernapasan (Smeltzer &
Bare, 2002).
Dinding dada akan dibuka dengan tindakan bedah (torakotomi) bila lebih dari 1500 ml
darah diaspirasi melalui torasentesis, bila 500 ml drainase dikumpulkan selama lebih dari1
jam, atau 200 ml per jam selama 5-6 jam. Torakotomi darurat juga mungkin dilakukan
pada bagian gawat darurat jika terdapat bukti cedera kardiovaskular sekunder terhadap
trauma dada atau tembus (Smeltzer & Bare, 2002).
Penatalaksanaan medis. Tujuan pengobatan adalah untuk mengevakuasi udara atau
darah dari ruang pleura. Untuk hematoraks, selang dada dnegan diameter besar (sampai
n0.40F) dipasang biasanya melalui ruang interkosta ke-4 sampai ke-6 antara antara garis
anterior dan posterior. Untuk pneumotoraks, selang dada yang kecil (28F) dipasang dekat
ruang interkostal ke-2. Ruang ini digunakan karena merupakan bagian tertipis dari dinding
dada, meminimalkan bahaya menyentuh saraf toraks, dan akan meninggalkan jaringan
parut leboh sedikit. Sekali selang dada terpasang, dekompresi ruang pleura yang cepat dan
efektif (drainase darah dan udara) biasanya terjadi. Jika terdapat jumlah darah yang
berlebihan dalam selang dada dalam waktu yang relatif singkat, mungkin diperlukan
autotransfusi. Teknik ini mencakup mengambil darah pasien sendiri yang telah dialirkan
dari dada, disaring, dan kemudian ditransfusikan kembali ke dalam sistem vaskular pasien
(Smeltzer & Bare, 2002).

B. Etiologi dan Klasifikasi


1. Pneumothorak spontan
Pneumothorak spontan adalah setiap pneumothorak yang terjadi tiba-tiba tanpa
adanya suatu penyebab (trauma ataupun iatrogenic). Pneumothorak spontan dibagi
berdasarkan penyebab dalam 2 jenis, yaitu:
a. Pneumothorak Spontan Primer (PSP)
Pneumothorak Spontan Primer (PSP) adalah suatu pneumothorak yang terjadi
tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya, umumnya pada
individu yang sehat, tidak berhubungan dengan aktifitas fisik yang berat justru
terjadi pada istirahat dan sampai sekarang belum diketahui penyebabnya.
b. Pneumothorak Spontan Sekunder (PSS)
Pneumothorak Spontan Sekunder (PSS) adalah suatu pneumothorak yang
terjadi karena penyakit paru yang mendasarinya ( Tuberkulosis Paru, PPOK,
Asma Bronkial, Pneumonia, Tumor Paru, dan sebagainya).
2. Pneumothorak traumatic
Pneumothorak traumatic adalah pneumothorak yang terjadi akibat suatu trauma,
baik trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura, dinding
dada maupun paru. pneumothorak traumatic diperkirakan 40% dari semua kasus
pneumothorak. Pneumothorak traumati tidak harus dusertai fraktur iga maupun
luka penetrasi yang terbuka. Trauma tumpul atau kontusio pada dinding dada juga
dapat menimbulkan pneumothorak. Beberapa penyebab trauma penetrasi pada
dinding dada adalah luka tusuk, luka tembak, akibat tusukan jarum maupun saat
dilakukan kanulasi vena sentral ( Loddenkemper, 2003).
Menurut Smeltzer & Bare (2002), ada 2 macam pneumotoraks:
1. Pneumotoraks Tegangan
Terjadi ketika udara ditarik ke dalam ruang pleura dari paru yang mengalami
laserasi atau melalui lubang kecil dalam dinding dada. Pada kedua kasus tersebut,
udara yang memasuki rongga dada bersamaan dengan setiap inspirasi akan terjebak
disini; udara tidak dapat dikeluarkan melalui jalan udara atau lubang kecil dalam
dinding dada (Smeltzer & Bare, 2002).
Dengan demikian tegangan (tekanan) terbentuk di dalam ruang pleura, yang
menyebabkan paru kolaps dan jantung, pembuluh darah yang besar, dan trakea
bergeser ke arah sisi dada yang tidak sakit. Baik fungsi pernapasan dan sirkulasi
mengalami kerusakan karena dengan meningkatknya tekanan intratoraks, arus balik
vena ke jantung mengalami gangguan, menyebabkan penurunan curah jantung dan
merusak sirkulasi perifer. Pada kasus yang ekstrim, denyut nadi mungkin tidak teraba,
dikenal dengan istilah pulsless electrical activity (PEA). Gambaran klinisnya adalah
lapar udara, agitasi, hipotensi, takikardia, diaforesis yang snagat banyak, dan sianosis
(Smeltzer & Bare, 2002). Pembandingan pneumotoraks tension dan terbuka ada pada
gambar.###
Penatalaksanaan Medis. Jika diduga pneumotoraks tegangan, pasien harus segera
diberikan oksigen konsentrasi tinggi untuk mengatasi hipoksia. Dalam keadaan
darurat, pneumotoraks tegangan dapat diubah dengan cepat menjadi pneumotoraks
dengan memasangkan jarum berdiameter besar pada garis midklavikular ruang
interkostal kedua pada sisi yang sakit. Tindakan ini akan menghilangkan tekanan dan
mengalirkan udara intratoraks ke luar. Selang dada kemudian dipasang dan
dihubungkan dengan pengisap untuk membuang udara dan cairan sisanya dan
mengembangkan kembali paru. Jika paru mengembang dan kebocoran dari paru
berhenti, drainase lebih lanjut mungkin tidak diperlukan lagi. Jika paru terus bocor,
seperti yang ditunjukkan dengan penumpukan kembali volume udara yang tidak dapat
dikeluarkan selama torasentesis, udara harus dikeluarkan dengan selang dada
menggunakan drainase water-seal (Smeltzer & Bare, 2002).
2. Pneumotoraks terbuka.
Terjadi bila lubang dalam dinding dada cukup besar untuk memungkinkan udara
mengalir dengan bebas masuk dan keluar rongga toraks bersama setiap upaya
pernapasan. Karena dorongan udara melalui lubang dalam dinding dada menghasilkan
bunyi mengisap, cedera tersebut disebut sucking wounds dada. Bukan hanya paru
yang kolaps, tetapi struktur mediastinum (jantung dan pembuluh darah besar) bergeser
ke arah sisi yang tidak cedera bersama setiap kali inspirasi dan pada arah yang
berlawanan dengan setiap kali ekspirasi. Ini disebut mediastinal flutter, dan kondisi ini
mengakibatkan masalah sirkulasi yang serius (Smeltzer & Bare, 2002).
Penatalaksanaan Medis. Menghentikan aliran udara yang melewati dinding dada
dapat menyelamatkan jiwa. Pada situasi darurat, apa saja dapat digunakan yang cukup
besar untuk mengisi luka dada-handuk, sapu tangan, atau punggung tangan. Jika sadar,
pasien diinstruksikan untuk menghirup dan mengejan dengan glotis tertutup. Aksi ini
membantu mengembangkan kembali paru dan mengeluarkan udara dari toraks. Di
rumah sakit, lubang ditutupi dengan kasa basah petrolium. Balutan tekan dipasang dan
diamankan dengan lilitan melingkar. Biasanya, selang dada yang dihubungkan dengan
drainase water-seal dipasang untuk memungkinkan udara dan cairan mengalir.
Antibiotik biasanya diresepkan untuk melawan infeksi akibat kontaminasi (Smeltzer
& Bare, 2002).
C. Patofisiologi
1. Proses perjalanan penyakit
Pada manusia normal tekanan dalam rongga pleura adalah negatif. Tekanan
negatif disebabkan karena kecenderungan paru untuk kolaps (elastic recoil) dan
dinding dada yang cenderung mengembang. Bilamana terjadi hubungan antara
alveol atau ruang udara intrapulmoner lainnya (kavitas, bulla) dengan rongga
pleura oleh sebab apapun, maka udara akan mengalir dari alveoli ke rongga pleura
sampai terjadi keseimbangan tekanan atau hubungan tersebut tertutup. Serupa
dengan mekanisme di atas, maka bila ada hubungan antara udara luar dengan
rongga pleura melalui dinding dada, udara akan masuk ke rongga pleura sampai
perbedaan tekanan menghilang atau hubungan menutup.
Perubahan patofisiologi yang terjadi pada dasarnya adalah akibat dari:
a. Kegagalan ventilasi
b. Kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar.
c. Kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik.
Ketiga faktor diatas dapat menyebabkan hipoksia.
2. Manifestasi klinis
Berdasarkan anamnesa, gejala-gejala ynag sering muncul adalah sesak napas,
nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita
menarik nafas dalam atau terbatuk, batuk-batuk. Adapun berdasarkan hasil
pemeriksaan fisis didapatkan suara napas melemah sampai hilang, resonansi
perkusi dapat normal atau meningkat/hipersonor. Fremitus raba menurun. Adanya
ketidak simetrisan antara dinding dada saat klien ekspirasi. Pneumothorak tension
dicurigai apabila didapatkan adanya takikardi berat, hipotensi dan pergeseran
mediastinum atau trakea.
3. Komplikasi
a. Tension pneumothorak
Keadaan dimana terjadi mekanisme check valve yaitu pada saat inspirasi udara
masuk ke dalam rongga pleura. Tetapi pada saat ekspirasi udara dari rongga
pleura tidak dapat keluar. Ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan yang
berlebihan di pleura. Hal ini mengakibatkan terdorongnya jantung dan
pembuluh darah besar ke sisi yang berlawanan sehingga terjadi gangguan pada
system kardiovaskuler.
b. Penumotoraks Bilateral
Adanya pneumothorak pada salah satu sisi paru dapat mengakibatkan
peningkatan pada tekanan intrapleura. Bila peningkatan terjadi secara terus
menerus menyebabkan meluasnya kompresi udara hingga ke bagian paru pada
sisi yang sehat sehingga mengakibatkan kolapsnya paru sisi sehat ( bilateral
pneumothorak ).
c. Empisema
Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan
terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi akibat dari kollapsnya
jalan untuk mengeluar udara sehingga udara terperangkap dan akan terjadi
kerusakan area distal dinding bronkiolus (alveoli). Keadaan ini mengakibatkan
menurunnya permukaan alveoli sehingga terjadi kerusakan pertukarankan
adanya gas.
d. Gagal napas
Adanya akumulasi udara pada rongga pleura mengakibatkan adanya
penekanan pada paru. adanya penekanan pada paru ini mengakibatkan
kollapsnya alveoli dan mengakibatkan rusaknya pertukaran gas sehingga
terjadilah gagal napas.
e. Efusi pleura
Adanya pergeseran jantung dan pembuluh darah besar yang diakibatkan oleh
peningkatan tekanan intrapleura oleh udara dapat menyebabkan kelainan pada
aliran darah paru. sehingga terjadilah bendungan aliran darah dan terjadilah
perbedaan tekanan hidrostatika. Adanya perbedaan tekanan ini dapat
mengakibatkan merembesnya cairan dari pembuluh darah paru ke rongga
pleura sehingga mengakibatkan terjadinya efusi pleura.

D. Penatalaksanaan Medis
1. Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik:
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil (bila diakibatkan
oleh traumatik), sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak,
sebelum penderita jatuh dalam shoks.
b. Terapi:
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura.
Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing"
dapat kembali seperti yang seharusnya.
c. Preventive:
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga
"mechanis of breathing" tetap baik.
2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya
a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband minimal
2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian
masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat
akan diberi analgetik oleh dokter.
c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan:
1) Penetapan slang. Slang diatur senyaman mungkin, sehingga slang yang
dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa
sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
2) Pergantian posisi badan. Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan
memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang,
melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat
badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
d. Mendorong berkembangnya paru-paru.
1) Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
2) Latihan napas dalam.
3) Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk
waktu slang diklem.
4) Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika
perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi.
Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara
bersamaan keadaan pernapasan.
f. Suction harus berjalan efektif:
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 -
2 jam selama 24 jam setelah operasi.
1) Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka,
keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
2) Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika
suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2
terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di
cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang
bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena
perlekatanan di dinding paru-paru.
g. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
1) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang
keluar kalau ada dicatat.
2) Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya
gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
3) Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu
meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
4) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan
slang harus tetap steril.
5) Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri,
dengan memakai sarung tangan.
6) Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal:
slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
h. Dinyatakan berhasil, bila:
1) Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
2) Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
3) Tidak ada pus dari selang WSD.
E. Pengkajian Keperawatan
1. Aktifitas / Istirahat
Gejala: Dispnea dengan aktivitas maupun istirahat.
2. Sirkulasi
Tanda: Takikardi, frekuensi tidak teratur/ dtsritmia, TD: Hipertensi/ Hipotensi,
Pucat, Hb turun/ normal
3. Integritas ego
Tanda: Ketakutan, gelisah
4. Makanan/ Cairan
Tanda: Adanya pemasanga IV vena sentral /infuse tekanan
5. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala: Nyeri dada unilateral, meningkat karna pernapasan, batuk, timbul tiba-
tiba gejala sementara batuk atau regangan tajam dan nyeri menusuk yang
diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu,
abdomen(effuse pleura)
Tanda: Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan
kening.
6. Pernafasan
Gejala: Kesulitan bernafas, lapar napas, Batuk, riwayat bedah dada/ tarauma:
penyakit paru kronis, inflamasi/ infeksi paru (empisema/ effuse), penyakit
interstisial menyebar (sarkoidosis), keganasan (mis. Obstruksi tumor),
Pneumothoraks spontan sebelumnya : ruptur empisemtous bula spontan, bleb
subpleural (PPOM)
Tanda: Peningkatan frekuensi/ takipnea, peningkatan kerja napas, penggunaan
otot aksesori pernapasan pada dada, leher: rekraksi interkostal, ekspirasi
abdominal kuat, bunyi napas menurun atau tak ada, fremtus menurun . Perkusi
dada : Hiperresonan di atas area dada terisi udara (pnumothoraks), bunyi pekak
diatas area dada yang terisi cairan(hematoraks). Observasi dan palpasi dada:
gerakan dada tidak sama(paradoksis) bila trauma atau kempes, penurunan
pengembanan toraks(area yang sakit). Kulit: sianosis, berkeringat, kreatipikasi
subkutan(udara pada jaringan dengan palpasi). Mental : ansietas, gelisah,
bingung, pingsan. Penggunaan vebtilasi mekanik tekanan positif/terapi PEET
7. Keamanan
Gejala: Adanya trauma dada, Radiasi / kemoterapi untuk keganasan
Pemeriksaan Diagnostik
1. Ro. Thoraks
Menyatakan akumulasi udara atau cairan pada area pleura; dapat menunjukkan
penyimpangan struktur mediastinal (jantung). Pemeriksaan foto dada garis pleura
viseralis tampak putih, lurus atau cembung terhadap dinding dada dan terpisah dari
garis pleura parietalis. Celah antara kedua garis pleura tersebut tampak lussens karna
berisi kumpulan udara dan tidak didapatkan corakan vaskuler pada daerah tersebut.
Pada tension pneumothorak gambaran foto dadanya tampak jumlah udara pada
hemithorak yang cukup besar dan susunan mediastinum yang bergeser kearah
kontralatreal.
2. Gas Darah Arteri (GDA)
Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi atau gangguan mekanik
pernafasan dan kemampuan mengkompensasi PaCO2 kadang meningkat. PaCO2
mungkin normal atau menurun ;saturasi O2 bisa menurun.
3. Torakasentesis
Menyatakan darah atau cairan serosanguinosa.
4. Hb
Mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah.
F. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak
maksimal karena akumulasi udara/ cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan
reflek spasme otot sekunder.
4. Defisit volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan dalam waktu cepat.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubngan dengan ketidak nyamanan sekunder akibat
pemasangan WSD.
6. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan insersi WSD

G. Perencanaan Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
maksimal.
Tujuan: Pola pernapasan efektif
Kriteria hasil:
a. Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
b. Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
c. Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab
Rencana tindakan:
a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur.
Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional: meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan
ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
b. Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau
perubahan tanda-tanda vital. Rasional: distress pernapasan dan perubahan pada
tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat
menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin
keamanan. Rasional: Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi
ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik
d. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps
paru-paru. Rasional: Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
e. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam. Rasional: Membantu klien
mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai
ketakutan/ ansietas.
f. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam:
1) Periksa pengontrol penghisap untuk tekanan hisapan yang benar.
Rasional: Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang
diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan
2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang
ditentukan. Rasional: Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung
yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural
3) Observasi gelembung udara botol penampung. Rasional: gelembung udara
selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang
diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru
dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan
ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.
4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak
terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage.
Alirkan akumulasi dranase bila perlu. Rasional: Posisi tak tepat, terlipat
atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative
yang diinginkan.
5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada. Rasional: Berguna untuk
mengevaluasi perbaikan kondisi/terjadinya perdarahan yang memerlukan
upaya intervensi
g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain:
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
1) Pemberian terapi oksigenasi
2) Konsul photo toraks.
3) Fisioterapi dada untuk melatih pengembangan paru
Rasional: Kolaborasi dengan tim kesehatan lain unutk engevaluasi perbaikan
kondisi klien atas pengembangan parunya.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan: Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil:
a. Menunjukkan batuk yang efektif.
b. Tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran pernapasan.
c. Klien nyaman.
Rencana tindakan:
a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di saluran pernapasan. Rasional: Pengetahuan yang
diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk : napas dalam dan
perlahan saat duduk setegak mungkin. Lakukan pernapasan diafragma : Tahan
napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak
mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke dua, tahan dan batukkan dari dada
dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat. Rasional: Batuk yang tidak
terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi. Dengan
duduk memungkinkan ekspansi paru lebih luas. Pernapasan diafragma
menurunkan frekuensi napas dan meningkatkan ventilasi alveolar. Menahan
napas selama 3-5 detik berfungsi untuk meningkatkan volume udara dalam
paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret. Adanya pengulangan ini
membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
c. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk. Rasional: Sekresi kental
sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang
mengarah pada atelektasis
d. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi: mempertahankan
hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari
bila tidak kontraindikasi. Rasional: menghindari pengentalan dari sekret atau
mosa pada saluran nafas bagian atas.
e. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk. Rasional:
Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau
mulut.
f. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain:
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
1) Pemberian expectoran
2) Fisioterapi dada.
3) Konsul photo toraks.
Rasional: Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan
mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
3. Perubahan kenyamanan: Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan
reflek spasme otot sekunder.
Tujuan: Nyeri berkurang/ hilang.
Kriteria hasil:
a. Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
b. Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
c. Pasien tidak gelisah.
Rencana tindakan:
a. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan
non invasif. Rasional: Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi
nyeri.
b. Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka,
yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
Rasional: Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh
jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya
c. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut. Rasional: Mengalihkan perhatian
nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
d. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil. Rasional:
Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan
kenyamanan.
e. Tingkatkan pengetahuan tentang: sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan
berapa lama nyeri akan berlangsung. Rasional: Pengetahuan yang akan
dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik
f. Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik. Rasional: Analgetik
memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
g. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian
obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah
tindakan perawatan selama 1 - 2 hari. Rasional: Pengkajian yang optimal akan
memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan
komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat
4. Defisit volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan dalam waktu cepat.
Tujuan: Klien mempertahankan keseimbangan cairan selama prosedur tindakan
WSD.
Kriteria Hasil:
a. memiliki drainage output yang optimal
b. turgor kulit spontan
c. tanda–tanda vital dalam batas normal
d. mempertahankan Hb
e. hematokrit dan elektrolit dalam batas normal
f. Orientasi adekuat dan klien dapat beristirahat dengan nyaman.
Rencana tindakan :
a. Catat drainage output setiap jam sampai delapan jam kemudian 4 – 8 jam.
Rasional: 40 – 100 ml cairan sangonius pada jam 8 post op adalah normal,
tetapi kalau ada peningkatan mungkin menunjukan indikasi perdarahan.
b. Observasi tanda–tanda dehidrasi. Rasional: Hipotensi, takikardi, takipnea,
penurunan kesadaran, pucat diaporosis, gelisah merupakan tanda–tanda
perdarahan yang mengarah defisit volume cairan.
c. Berikan intake yang optimal bila perlu melalui parenteral. Rasional: Intake
yang optimal akan kebutuhan cairan tubuh. Cairan parenteral merupakan
suplemen tambahan.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidaknyamanan sekunder akibat
pemasangan WSD.
Tujuan: Klien memiliki mobilitas fisik yang adekuat selama pemasangan WSD
Kritera Hasil:
a. Klien merasakan nyeri berkurang selama bernafas dan bergerak
b. Klien memiliki range of motion optimal sesuai dengan kemampuannya
c. Mobilitas fisik sehari – hari terpenuh.
Rencana tindakan :
a. Kaji ROM pada ekstrimitas atas tempat insersi WSD. Rasional: Mengetahui
tanda-tanda awal terjadinya kontraktur, sehingga bias dibatasi.
b. Kaji tingkat nyeri dan pemenuhan aktifitas sehari-hari. Rasional: Nyeri yang
meningkat akan membatasi pergerakan sehingga mobilitas fisik sehari –hari
mengalami gangguan.
c. Dorong exercise ROM aktiif atau pasif ada lengan dan bahu dekat tempat
insersi. Rasional: Mencegah stasis vena dan kelemahan otot
d. Dorong klien untuk exercise ekstrimitas bawah dan bantu ambulansi. Rasional:
Mencegah stiffness dan kontraktur dari kurangnya pemakaian lengan dan bahu
dekat tempat insersi.
e. Berikan tindakan distraksi dan relaksasi. Rasional: Distraksi dan relaksasi
berfungsi memberikan kenyamanan untuk beraktifitas sehari – hari.

6. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan insersi WSD


Tujuan: Klien bebas dari infeksi pada lokasi insersi selama pemasangan WSD
Kriteria Hasil:
a. Bebas dari tanda–tanda infeksi : tidak ada kemerahan, purulent, panas, dan
nyeri yang meningkat serta fungsiolisa.
b. Tanda – tanda vital dalam batas normal.
Rencana tindakan:
a. Berikan pengertian dan motivasi tentang perawatan WSD. Rasional: Perawatan
mandiri seperti menjaga luka dari hal yang septic tercipta bila klien memiliki
pengertian yang optimal
b. Kaji tanda – tanda infeksi. Rasional: Hipertemi, kemerahan, purulent,
menunjukan indikasi infeksi
c. Monitor leukosit dan LED. Rasional: Leukositosis dan LED yang meningkat
menunjukan indikasi infeksi
d. Dorongan untuk nutrisi yang optimal. Rasional: Mempertahankan status nutrisi
serta mendukung system immune.
e. Berikan perawatan luka dengan teknik aseptic dan anti septic. Rasional:
Perawatan luka yang tidak benar akan menimbulkan pertumbuhan
mikroorganisme.
f. Bila perlu berikan antibiotik sesuai program. Rasional: Mencegah atau
membunuh pertumbuhan mikroorganisme.

H. Implementasi
Pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan : Independen, Dependen, dan
Interdependen. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping.

I. Evaluasi
Evaluasi adalah langkah akhir dalam proses keperawatan untuk menilai seberapa jauh
diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai. Ada
dua tipe pernyataan evaluasi, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Tujuan
evaluasi itu sendiri untuk menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan
berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga
perawat dapat mengambil keputusan, mengakhiri, memodifikasi, dan meneruskan
tindakan yang sudah diberikan.
J. Pathway
DAFTAR PUSTAKA

Dochterman, JM., Bullechek, GM. 2006. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi
Keempata. St. Louis: Mosby.
Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Morhead, S., Jhonson, M., Maas. ML., Swanson, E. 2006. Nursing Outcomes Classification
(NOC) Edisi Keempat. St. Louis: Mosby.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika.
North American Nursing Diagnosis Association. 2012. Nursing Diagnoses: Definition &
Classification 2012-2014. Philadelphia.
Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
& Suddarth, Edisi 8, Volume 1, Cetakan I. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Ed. IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
NO DIAGNOSA TUJUAN/ NOC RENCANA TINDAKAN/ NIC
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 1. Manajemen jalan nafas
b/d adanya transudat atau eksudat jam pasien mampu untuk mencapai skor 4 dalam: a. Buka jalan nafas dengan tehnik chin
pada rongga pleura 1. Status pernafasan: ventilasi lift atau jaw trust
a. Frekwensi pernafasan dalam batas normal b. Atur posisi klien untuk
b. Irama pernafasan dalam batas normal memaksimalkan ventilasi
c. Kedalaman inspirasi c. Kaji kebutuhan insersi jalan nafas
d. Ekspansi dada d. Berikan terapi dada bila perlu
e. Kemudahan bernafas e. Kurangi sekresi dengan menganjurkan
f. Pengeluaran sputum klien batuk atau laukan suction
g. Keadekuatan secara verbal f. Ajarkan klien batuk efektif
h. Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan g. Auskultasi bunyi nafas, adanya
i. Tidak ada suara nafas tambahan penurunan atau tidak adanya ventilasi
j. Tidak ada pursed lip breathing dan adanya suara nafas tambahan
k. Tidak ada dispnea saat istirahat dan saat h. Berikan bronkhodilator sesuai indikasi
aktivitas i. Berikan terapi nebulizer, oksigen jika
l. Suara perkusi dalam batas normal perlu
m. Suara auskultasi dalam batas normal j. Tingkatkan intake cairan untuk
Skala: mempertahankan keseimbangan
1: sangat bermasalah cairan
2: bermasalah k. Monitor status respirasi dan
3: sedang oksigenasi
4: sedikit bermasalah
5: tidak bermasalah
NO DIAGNOSA TUJUAN/ NOC RENCANA TINDAKAN/ NIC
2. Status pernafasan: kepatenan jalan nafas 2. Suction jalan nafas
a. Tidak ada demam a. Tentukan kebutuhan suction
b. Tidak ada ansietas oral/trakeal
c. Frekwensi pernafasan dalam batas normal b. Auskultasi bunyi nafas sebelum dan
d. Irama pernafasan dalam batas normal setelah suction
e. Pengeluaran sputum c. Berikan informasi tentang suction
f. Tidak ada suara nafas tambahan d. Berikan sedatif jika perlu
Skala: e. Berikan airway nasal untuk membantu
1: sangat bermasalah nasotracheal suction
2: bermasalah f. Anjurkan klien nafas dalam sebelum
3: sedang suction dan beri terapi oksigen jika
4: sedikit bermasalah perlu
5: tidak bermasalah g. Perhatikan tipe dan jumlah sekresi
h. Monitor status oksigenasi, MAP
sebelum, selama, dan setelah suction

3. Meningkatkan batuk
a. Monitor hasil tes fungsi paru
b. Bantu klien dalam posisi duduk
dengan kepala sedikit fleksi, bahu
relaks dan lutut fleksi
c. Anjurkan klien untuk nafas dalam dan
tahan selama dua detik, lalu batukkan
saat ekspirasi dua atau tiga kali
sekresi
d. Tingkatkan hidrasi cairan sistemik
NO DIAGNOSA TUJUAN/ NOC RENCANA TINDAKAN/ NIC
jika perlu
2 Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 4 x 24 1. Therapi oxygen
Pola nafas tidak efektif b/d jam pasien mampu mencapai skor 4 dalam hal: a. Atur jumlah pemberian oxygen sesuai
hiperventilasi dengan indikasi
1. Status pernafasan: ventilasi
a. Frekwensi pernafasan dalam batas normal b. Monitor tingkat kemampuan pasien
b. Irama pernafasan dalam batas normal untuk tidak menggunakan oxygen saat
c. Kedalaman inspirasi sedang makan
d. Ekspansi dada c. Ganti oxygen masker dengan oxygen
e. Kemudahan bernafas nasal selama makan jika
f. Pengeluaran sputum memungkinkan
g. Keadekuatan secara verbal d. Observasi adanya tanda-tanda
h. Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan kelebihan oxygen
i. Tidak ada suara nafas tambahan e. Kolaborasi dalam pemberian
j. Tidak ada pursed lip breathing suplemen oxygen saat pasien
k. Tidak ada dispnea saat istirahat dan saat berativitas atau tidur
aktivitas 2. Monitor vital sign
l. Suara perkusi dalam batas normal a. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
m. Suara auskultasi dalam batas normal b. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Skala: c. Monitor vital sign saat pasien berbaring,
1: sangat bermasalah duduk atau berdiri
2: bermasalah d. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
3: sedang bandingkan
4: sedikit bermasalah e. Monitor TD, nadi, suhu, RR sebelum,
5: tidak bermasalah selama dan setelah aktivitas
NO DIAGNOSA TUJUAN/ NOC RENCANA TINDAKAN/ NIC
2. Vital sign status
a. Temperatur
b. Denyut nadi apikal
c. Denyut nadi radial
d. Frekuensi pernafasan
e. Tekanan darah sistolik
f. Tekanan darah diastolik
Skala:
1: tidak sesuai dengan rentang yang diharapkan
2: kurang
3: cukup
4: adekuat
5: sangat adekuat
3 Nyeri b/d agen injury fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 X 24 1. Manajemen nyeri
jam pasien mampu untuk: a. Kaji secara komprehensif tentang nyeri
1. Mengontrol nyeri dengan indikator: (lokasi, karakteristik dan onset, durasi,
a. mengenal faktor-faktor penyebab nyeri frekuensi, kualitas)
b. mengenal onset nyeri b. Observasi isyarat-isyarat non verbal
c. melakukan tindakan pertolongan non analgetik klien terhadap ketidanyamanan
d. melaporkan gejala-gejala pada tim kesehatan c. Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
e. mengontrol nyeri d. Gunakan komunikasi terapeutik agar
Skala: pasien dapat mengekspresikan nyeri
1 = tidak pernah dilakukan e. Tentukan dampak dari ekspansi nyeri
2 = jarang dilakukan terhadap ualitas hidup, pola tidur, nafsu
3 = kadang-kadang dilakukan makan, mood, pekerjaan, tanggung
4 = sering dilakukan jawab
NO DIAGNOSA TUJUAN/ NOC RENCANA TINDAKAN/ NIC
5 = selalu dilakukan f. Kaji pengalaman individu tentang nyeri
g. Evaluasi tentang keefektifan dari
2. Menunjukkan tingkat nyeri dengan indikator: tindakan mengontrol nyeri yang telah
a. melaporkan nyeri digunakan
b. melaporkan frekuensi nyeri h. Berikan dukungan terhadap pasien dan
c. melaporkan lamanya episode nyeri keluarga
d. mengekspresikan nyeri i. Ajarkan penggunaan tenik non
e. menunjukkan posisi melindungi tubuh farmakologis
f. kegelisahan j. Tingkatkan istirahat yang cukup
g. perubahan RR, TD, HR
h. kehilangan nafsu makan
Skala: 2. Pemberian analgetik
1 = berat a. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik,
2 = agak berat kualitas dan keparahan sebelum
3 = sedang pengobatan
4 = sedikit b. Berikan obat dengan prinsip 5 benar
5 = tidak ada c. Cek riwayat alergi obat
d. Libatkan pasien dalam pemilihan
analgesik yang aan digunakan
e. Pilih analgesik secara tepat
f. Monitor reaksi dan efek samping obat

3. Manajemen lingkungan
a. Pilihlah ruangan dengan lingkungan
yang tepat
b. Batasi pengunjung
NO DIAGNOSA TUJUAN/ NOC RENCANA TINDAKAN/ NIC
c. Tentukan hal-hal yang menyebabkan
ketidaknyamanan pasien seperti
pakaian lembab
d. Sediakan tempat tidur yang nyaman
dan bersih
e. Tentukan temperatur ruangan yang
paling nyaman
f. Sediakan lingkungan yang tenang
g. Perhatikan hygiene pasien untuk
menjaga kenyamanan
h. Atur posisi pasien yang membuat
nyaman
f.
4 Ketidakseimbangan nutrisi kurang Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 5 x 24 1. Manajemen nutrisi
dari kebutuhan tubuh b/d intake jam pasien mampu mencapai skala 4 dalam hal: a. Kaji kemungkinan alergi makanan
nutrisi yang tidak adekuat Status nutrisi: b. Kaji makanan kesukaan klien
a. Intake makanan dan minuman c. Kerjasama dengan ahli gizi dalam
b. Intake nutrisi menentukan jumlah kalori, zat besi,
c. Kontrol BB protein dan vit.c
d. Masa tubuh d. Tawarkan makanan ringan bila perlu
e. Ukuran biomekanik tubuh e. Berikan diet tinggi serat untuk
f. Kebutuhan energi tercukupi mencegah konstipasi
f. Berikan informasi tentang kebutuhan
Skala: nutrisi klien
1: sangat bermasalah g. Pastikan kemampuan klien untuk
2: bermasalah memenuhi kebutuhan gizinya
NO DIAGNOSA TUJUAN/ NOC RENCANA TINDAKAN/ NIC
3: sedang
4: sedikit bermasalah 2. Monitoring gizi
5: tidak bermasalah a. Timbang BB pasien pada interval
waktu tertentu
b. Monitor kehilangan BB klien
c. Monitor turgor kulit, rambut rontok
dan kulit kering
d. Monitor mual muntah
e. Monitor albumin, total protein, Hb, Ht
f. Monitor limfosit
g. Monitor tingkat energi, malaise,
kelemahan dan pucat
h. Catat adanya edema
5 Kurang pengetahuan b/d Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 X 24 1. Pembelajaran: proses penyakit
kurangnya informasi spesifik jam pasien mampu meningkatkan: a. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang
1. Pengetahuan: proses penyakit penyakit
a. Mengenal nama pemyakit b. Jelaskan patofisiologi penyait dan
b. Deskripsi proses penyakit bagaimana kaitannya dengan anatomi
c. Deskripsi faktor penyebab atau faktor dan fisiologi tubuh
pencetus c. Deskripsikan tanda dan gejala umum
d. Deskripsi tanda dan gejala penyakit
e. Deskripsi cara meminimalkan perkembangan d. Identifikasi kemungkinan penyebab
penyakit e. Berikan informasi tentang kondisi klien
f. Deskripsi komplikasi penyakit f. Berikan informasi tentang hasil
g. Deskripsi tanda dan gejala omplikasi penyakit pemeriksaan diagnostik
h. Deskripsi cara mencegah komplikasi g. Diskusikan tentang pilihan terapi
NO DIAGNOSA TUJUAN/ NOC RENCANA TINDAKAN/ NIC
Skala: h. Instruksikan lien untuk melaporkan
1: tidak ada tanda dan gejala kepada petugas
2: sedikit
3: sedang 2. Pembelajaran: prosedur/perawatan
4: luas a. Informasian klien waktu pelaksanaan
5: lengkap prosedur/ perawatan
b. Informasikan klien lama waktu
2. Pengetahuan: prosedur perawatan: pelaksanaan prosedur/perawatan
a. Deskripsi prosedur perawatan c. Kaji pengalaman klien dan tingkat
b. Penjelasan tujuan perawatan pengetahuan klien tentang prosedur
c. Deskripsi langkah-langkah prosedur yang dilakukan
d. Deskripsi adanya pembatasan sehubungan d. Jelaskan tujuan prosedur/perawatan
dengan prosedur e. Instruksikan klien untuk berpartisipasi
e. Deskripsi alat-alat perawatan selama prosedur/perawatan
f. Instrusikan klien menggunakan tehnik
Skala: koping untuk mengontrol beberapa
1: tidak ada aspek selama prosedur/perawat
2: sedikit
3: sedang
4: luas
5: lengkap
NO DIAGNOSA TUJUAN/ NOC RENCANA TINDAKAN/ NIC
6 Defisit perawatan diri b/d Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 5 x 24 Bantuan perawatan diri:
kelemahan jam diharapkan pasien mencapai skala 4 dalam: a. Sediakan handuk, sabun, pasta gigi,
1. Merawat diri: ADL: deodorant dan perlengkapan-perlengkapan
a. Makan lainnyayang dibutuhkan untuk mandi
b. Berpakaian b. Bantu klien dalam menggosok gigi
c. Toileting c. Bantu klien untuk mandi sendiri
d. Berhias d. Monitor kebersihan kuu
e. Hygiene e. Libatkan keluarga untuk berpartisipasi
f. Oral hygiene dalam kegiatan
Skala: f. Berikan bantuan sampai klien dapat secara
1: ketergantungan, tidak berpartisipasi utuh merawat dirinya sendiri
2: butuh bantuan orang dan alat
3: butuh bantuan orang
4: mandi dengan alat
5: mandi total

7 Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 5 X 24 Kontrol infeksi


jam pasien dapat memperoleh: a. Bersihkan lingkungan setelah
1. Pengetahuan : kontrol infeksi digunakan oleh pasien
Indikator: b. Ganti peralatan pasien setiap selesai
a. menerangkan cara-cara penyebaran infeksi tindakan
b. menerangkan faktor-faktor yang berkontribusi c. Ajarkan cuci tangan untuk menjaga
dengan penyebaran kesehatan individu
c. menjelaskan tanda-tanda dan gejala d. Cuci tangan sebelum dan sesudah
d. menjelaskan aktivitas yang dapat meningatkan kontak dengan pasien
resistensi terhadap infeksi e. Gunakan sarung tangan steril
NO DIAGNOSA TUJUAN/ NOC RENCANA TINDAKAN/ NIC
Skala: f. Lakukan tehnik perawatan luka yang
1 = tidak pernah tepat
2 = terbatas g. Tingkatkan asupan nutrisi
3 = sedang h. Anjurkan asupan cairan yang cukup
4 = sering i. Ajarkan pasien dan anggota keluarga
5 = selalu bagaimana mencegah infeksi

2. Status nutrisi
a. asupan nutrisi
b. asupan makanan dan cairan
c. energi
d. masa tubuh
e. berat badan
Skala:
1 = sangat bermasalah
2 = bermasalah
3 = sedang
4 = sedikit bermasalah
5 = tidak bermasalah

Anda mungkin juga menyukai