Anda di halaman 1dari 62

BAB 2

TINJAU PUSTAKA

2.1 Konsep dan Teori Perilaku

2.1.1 Pengertian perilaku

perilaku adalah suatu kegiatan atau aktoivitas organism yang

bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak

langsung. Perilaku manusia adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri

(Notoadmodjo, 2010).

2.1.2 Proses pembentukan perilaku

Perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Menurut

Abraham Harold Maslow, manusia memilki lima kebutuhan dasar

yaitu (Notoatmodjo, 2009) :

1. Kebutuhan fisiologis/biologis, yang merupakan pokok utama,

yaitu H2, H2O, cairan elektrolit, makanan dan seks. Apabila

kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi ketidak seimbangan

fisiologis. Misalnya, kekurangan O2 yang menimbulkan sesak

nafas dan kekurangan H2O dan elektrolit yang menyebabkan

dehidrasi

2. Kebutuhan rasa aman, misalnya :

a. Rasa aman terhindar dari pencurian, penodongan,

perampokan dan kejahatan lain.

b. Rasa aman terhindar dari konflik, tawuran, kerusuhan,

peperangan dan lain-lain.

10
c. Rasa aman terhindar dari sakit dan penyakit

d. Rasa aman memperoleh perlindungan hokum

3. Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya :

a. Mendambakan kasih saying/cinta kasih orang lain baik dari

orang tua, saudara, teman, kekasih, dan lain-lain.

b. Ingin dicantai/ mencintai orang lain.

c. Ingin diterima oleh kelompok tempat ia berada.

4. Kebutuhan harga diri, misalnya :

a. Ingin dihargai dan menghargai orang lain

b. Adanya respek atau perhatian dari orang lain

c. Toleransi atau saling menhargai dalam hidup berdampingan

5. Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya :

a. Ingin dipuja atau disanjung oleh orang lain

b. Ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita-cita

c. Ingin menonjol dan lebih dan orang lain, baik dalam karier,

usaha, kekayaan, dan lain-lain.

2.1.3 Bentuk perilaku

Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan

individu terhadap rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar

dari individu tersebut. Secara garis besar bentuk perilaku ada dua

macam , yaitu (Notoatmodjo 2010) :

11
a. Perilaku pasti (respons internal)

Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri

individu dan tidak dapat diamati secara langsung.Perilaku ini

sebatas sikap belum bentuk ada tindakan yang nyata.

b. Perilaku aktif (respons eksternal)

Perilaku yang sifatnya terbuka, perilaku aktif adalah

perilaku yang dapat diamati langsung, berupa tindakan yang

nyata.

2.1.4 Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap

rangsangan yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system

pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan.Respon atau reaksi

organism dapat berbentuk pasif (respon yang masih tertutup) dan aktif

(respon terbuka, tindakan yang nyata atau practice/psychomotor)

(Notoatmodjo, 2011).

Menurut notoatmodjo (2012), rangsangan yang terkait dengan

perilaku kesehatan terdiri dari empat unsur, yaitu sakit dan penyakit,

system pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan.

1. Perilaku terhadap sakit dan penyakit

Perilaku tentang bagaimana seseorang menanggapi rasa

sakit dan penyakit yang bersifat respons internal (berasal dari

dalam dirinya) maupun eksternal (dari luar dirinya), baik respons

pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun aktif (praktik)

12
yang dilakukan sehubungan dengan sakit dan penyakit. Perilaku

seseorang terhadap sakit dan penyakit sesuai dengan tingkat-

tingkat pemberian pelayanan kesehatan yang menyeluruh atau

sesuai dengan tingkatan pencegahan penyakit, yaitu:

a. Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health

promotion behavior)

b. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior)

c. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior)

d. Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior)

2. Perilaku terhadap system pelayanan kesehatan

Perialku ini adalah respons individu terhadap system

pelayanan kesehatan modern maupun tradisional, meliputi :

a. Respons terhadap fasilitas pelayanan kesehatan

b. Respons terhadap cara pelayanan kesehatan

c. Respons terhadap petugas kesehatan

d. Respons terhadap pemberian obat-obatan

Respons tersebut terwujud dalam pengetahuan, persepsi,

sikap dan pengguna fasilitas, petugas maupun penggunaan obat-

obatan.

2.1.5 Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (Environmental behaviorur)

Perilaku ini adalah respons individu terhadap lingkungan

sebagai determinant (faktor penentu) kesehatan manusia. Lingkup

13
perilaku ini sesuai lingkungan kesehatan lingkungan, yaitu

(Notoatmodjo 2012) :

a. Perilaku terhadap air bersih, meliputi manfaat dan penggunaan

air bersih untuk kepentingan kesehatan.

b. Perilaku sehungan dengan pembuangan air kotor ataupun

kotoran. Disini menyakut pula hygiene, pemeliharaan, teknik dan

penggunaannya.

c. Perilaku sehubungan dengan pembuangan limbah, baik limbah

cair maupun padat. Dalam hal ini termasuk system system

pembuangan sampah dan air limbah yang sehat dan dampak

pembuangan limbah yang tidak baik.

d. Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat. Rumah sehat

menyakut ventilasi, penchayaan, lantai, dan sebagainya.

e. Perilaku terhadap pembersihan sarang-sarang vector.

2.1.6 Perilaku orang sakit dan perilaku orang sehat

Menurut Sarwono (2008) yang dimaksud dengan perilaku sakit

dan perilaku sehat sebagai berikut :

Perilaku sakit adalah segala bentuk bentuk tindakan yang

dilakukan oleh individu yang sedang sakit agar memperoleh

kesembuhan.Perilaku sakit menurut Suchman adalah tindakan untuk

menghilangkan rasa tidak enak atau rasa rasa sajit sebagai akibat dari

timbulnya gejala tertentu.

14
Perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu untuk

memilihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan

penyakit, perawatan kebersihandiri dan penjagaan kebugaran melalui

olahraga dan makanan bergizi.

Penyebab perilaku sakit menurut Mechanic sebagai diuraiakan

oleh Sarwono (2008) bahwa penyebab perilaku sakit itu sebagai

berikut :

a. Dikenal dan dirasakannya tanda dan gejala yang menyimpang

dari keadaan normal.

b. Anggapan adanya gejala serius yang dapat menimbulkan bahaya.

c. Gejala penyakit yang dirasakan akan menimbulkan dampak

terhadap hubungan dengan keluarga, hubungan kerja, dan

kegiatan kemasyarakatan.

d. Frekuensi dan persisten (terus-menerus, menetap)tanda dan

gejala yang dapat dilihat.

e. Kemungkinan individu untuk terserang penyakit.

f. Adanya informasi, pengetahuan dan anggapan budaya tentang

penyakit.

g. Adanya perbedaan interpretasi tentang gejala penyakit.

h. Adanya kebutuhan untuk mengatasi gejala penyakit.

i. Tersedianya berbagai serana pelayanan kesehatan, seperti :

fasilitas, tenaga, obat-obatan, biaya dan transportasi.

15
Menurut Green dalam buku Notoatmodjo (2007), menganalisis

bahwa perilaku manusia dan tingkatan kesehatan.Kesehatan

seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yakni

faktor perilaku (behavior causer) dan faktor dari luar perilaku (non

behavior causer). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau

terbentuk dari 3 faktor yaitu :

Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang

terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan , nilai-

nilai dan sebagainya.

1. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dan

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas

atau sarana-sarana kesehatan misalnya puskesmas, obat-obatan,

alata-alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya.

2. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud

dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang

lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku

masyarakat.

Tingkat pencegahan penyakit menurut Leavel dan Clark ada 5

tingkatan yaitu (Notoatmodjo, 2007) :

a. Peningkatan kesehatan (Health Promotion).

1) Penyediaan makanan sehat cukup kualitas maupun kuantitas.

2) Perbaiakan hygiene dan sanitasi lingkungan.

16
3) Peningkatan pelayanan kesehatan pada masyarakat antara lain

pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja yang hamildiluar

nikah, yang terkena penyakit infeksi akibat seks bebas dan

pelayanan Keluarga Berencana.

b. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit tertentu

(Specific Protection).

1) Memberikan imunisasi pada golongan yang rentan untuk

mencegah terhadap penyakit-penyakit tertentu.

2) Isolasi terhadap penyakit menular.

3) Perlindungan terhadap keamanan kecelakaan ditempat-tempat

umum dan ditempat kerja

4) Perlindungan terhadap bahan-bahan yang bersifat

karsinogenik, bahan-bahan racun maupun alergi.

c. Menggunakan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan

tepat (Early Diagnosis and Promotion).

1) Mencara kasus sedini mungkin.

2) Melakukan pemeriksaan umum secara rutin.

3) Pengawasan selektif terhadap penyakit tertentu misalnya kista,

TBC, kanker serviks.

4) Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita.

5) Mencari orang-orang yang pernah berhubungandengan

penderita berpenyakit menular.

17
6) Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap penularan

kasus.

d. Pembatasan kecacatan (Disability Limitation)

1) Penyempurnaan dan intensifikasi pengobatan lanjut agar

terarah dan tidak menimbulkan komplikasi.

2) Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan.

3) Perbaikan fasilitas kesehatan bagi pengunjung untuk

dimungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.

e. Pemulihan kesehatan (Rehabilitation)

1) Mengembangkan lembaga-lembaga rehabilitasi dengan

mengikut sertakan masyarakat.

2) Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali

dengan memberi dukungan moral, setidaknya bagi yang

bersangkutan untuk bertahan.

3) Mengusahakan perkampuangan rehabilitasi sosial sehingga

setiap penderita yang telah cacat mampu mempertahankan diri.

4) Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutannya harus tetap

dilakukan seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit.

2.1.7 Perilaku penderita TB

Penderita TB yang patuh terhadap pengobatan dengan OAT

yang tepat dapat mencegah penularan terhadap orang lain. Pada

umumnya dalam 2 minggu pengobatan penderita TB BTA (+) tidak

dapat menularkan infeksi tersebut kepada orang lain, namun bakteri

18
TB tersebut masih berada dalam tubuh penderita. Seorang penderita

TB paru dengan BTA (+) akan sangat mudah menyebarkan infeksi

tersebut. Pada waktu batuk, bersin atau membuang ludah, penderita

tersebut menyebarkan kuman ke udara dalam batuk droplet (percikan

dahak) (Nisa, 2007).

Menurut dinas kesehatan DKI Jakarta (2010) perilaku

pencegahan agar tidak tertular kepada orang lain, yaitu:

a. Penderita Tuberkulosis paru:

1) Minum obat secara teratur sampai selesai

2) Menutup mulut waktu bersin atau batuk

3) Tidak meludah sebarang tempat

4) Meludah di tempat yang terken sinar matahari atau di tempat

yang diisi sabun atau karbol/lisol

5) Menggunakan tempat makan terpisah/khusus

b. Untuk keluarga:

1) Jemur tempat tidur bekas penderita secara teratur

2) Bukan jendela agar udara segar & sinar matahari dapat masuk,

karena kuman TB akan mati bila terkena sinar matahari

c. Pencegahan yang lain

1) Imunisasi BCG pada bayi

2) Meningkat daya tahan tubuh dengan makanan bergizi

Tuberculosis adalah penyakit yang menular, dengan

menghabiskan semu obat yang di intruksikan adalah cara yang paling

19
efektif dalam pencegahan penularan. Pasien TB sangat penting

menjaga higienis, termasuk perawatan mulut, menutup mulut dan

hidung ketika batuk dan bersin, membuang tisu basah yang telah

digunakan ke tempatnya, dan juga mencuci tangan serta

mengguanakan alat pelindung pernapasan (Asih, 2010).

A. Domain Peilaku

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi

setelah seseorang melakukan pengindaraan terhadap satu

objek tertentu.Tanpa pengetahuan seseorang tidak

mempenyai dasar untuk mengambil keputusan dan

menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Ada

empat macam pengetahuan (Widodo, 2009), yaitu:

a. Pengetahuan factual (factual knowledge)

Pengetahuan yang berupa potongan-potongan

informasi yang terpisah-pisah atau unsure dasar yang ada

dalam suatu disiplin ilmu tertentu.Penetahuan factual pada

uumumnya meruapakan abstraksi tingkat rendah.

b. Pengetahuan konseptual

Pengetahuan yang menunjukan saling keterkaitan

anatara unsure-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar

dan semuanya berfungsi semuanya bersama-

sama.Pengetahuan konseptual mencakup skema, model

20
pikiran, dan teori baik yang implicit maupun eksplisit.Ada

tiga macam pengatahuan tentang prinsip dan generalisasi,

dan pengetahuan tentang teori, model, dan struktur.

c. Pengetahuan procedural

Pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan

sesuatu, baik yang bersifat rutin maupun yang

baru.Seringkali pengetahuan procedural berisi langkah-

langkah atau tahapan yang harus diikuti dalam

mengerjakan sesuatu hal tertentu.

d. Pengetahuan metakognitif

Mencakup pengetahuan tentang kognitif secara

umum dan pengetahuan tentang diri sendiri. Penelitian-

penelitian tentang metakognitif menunjukkan bahwa

seiring dengan perkembangannya siswa menjadi semakin

sadar akan pikirannya dan semakin banyak tahu tentang

kognitif, dan apabila siswa bisa mencapai hal ini maka

mereka akan lebih baik lagi dalam belajar

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi

yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden

(Notoatmodjo, 2007).

Menurut (Wahid, 2010) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi sesorang antara lain:

21
1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh

seseorang kepada orang lain agar mereka dapat

memahami. Tidak dapat dipiungkiri bahwa makin tinggi

pendidikan seseorang makin mudah pula bagi mereka

untuk menerima informasi dan pada akhirnya makin

banyak pengetahuan yang mereka miliki.

2) Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadi sesorang

memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara

langsung maupun tidak langsung.

3) Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi

perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental),

dimana aspek psikologis ini, saraf berpikir seseorang

semakin matang dan dewasa.

4) Minat

Minat diartikan sebagai suatu kecenderuanga atau

keinginan yang tinggi terhadap sesuatu.Minat menjadi

seseorang untuk mencoba menikuni suatu hal dan pada

akhirnya diperoleh pengetahuan yang mendalam.

22
5) Pengalama

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami

oleh individu baik dari dalam dirinya ataupun dari

lingkungannya.Pada dasarnya pengalaman mungkin saja

menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu

yang melekat menjadi pengetahuan pada individu secara

subjektif.

6) Informasi

Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat

membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh

pengetahuan yang baru (Wahid, 2010).

Dari berbagai macam cara yang telah digunakan

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum

dikemukakannya metode ilmiah atau metode penemuan

secara sistematik dan biologis. Cara-cara penemuan

pengetahuan pada periode diantara lain meliputi:

a) Cara Coba-Salah (Trial and error)

Cara yang paling tradisional, yang pernah

digunakan oleh manusia dalam memperoleh

pengetahuan adalah melalui cara coba-coba atau

dengan kata yang lebih kenal “trial and error”. Cara

ini telah dipakai orang sebelum adanya peradaban.

Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan

23
kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan

apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba

kemungkinan lain. Apabila kemungkinan kedua ini

gagal pula, maka dicoba kembali dengan

kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga

gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya,

sampai masalah tersebut dapat terpecah. Itulah

sebabnya maka cara ini disebut metode trial (coba)

and error (gagal atau salah)atau metode coba-

salah/coba-coba.

b) Cara kekuasaan atau oteritas

Dalam kehidupan manusiia sehari-hari, banyak

sekali kebiasaan-kebiasaanini biasanya diwariskan

turun temurun dari generasi ke generasi

berikutnya.Misalnya, mengapa harus ada upacara

selapanan dan turun tanah pada bayi, mengapa ibu

yang sedang menyusui harus minum jamu, mengapa

anak tidak boleh makan telor, dan sebagainya.

Kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada

masyarakat tradisional saja, melainkan juga terjadi

pada masyarakat modern.Kebiasaan-kebiasaan ini

seolah-olah diterima dari sumbernya sebagai

kebenaran yang mutlak.Sumber pengetahuan tersebut

24
dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik

formal maupun informal, ahli agama, penegang

pemerintahan dan sebagainya. Dengan kata lain,

pengethuan tersebut dapat diperoleh berdasarkan pada

otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas

pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli

ilmu pengetahuan.

c) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman adalah guru terbaik, bunyi

pepatah. Pepatah ini mengandung maksud bahwa

pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan atau

pengalaman itu meruapakan suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu

pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai

upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan

dengan cara mengulang kembali pengalaman yang

diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang

dihadapi pada masa yang lalu. Apabila dengan cara

yang digunakan tersebut orang dapat memecahkan

masalah yang dihadapi, maka untuk memecahkan

masalah lain yang sama, orang dapat pula

menggunakan cara tersebut. Tetapi bila gagal

menggunakan cara tersebut, ia tidak akan mengulangi

25
cara itu, dan berusaha untuk mencari cara yang lain,

sehingga dapat berhasil memecahnnya.

d) Melalui jalan pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan

umat manusia, cara berpikir manusia pun ikut

berkembang. Dari sini manusia mampu menggunakan

penalarannyadalam memperoleh pengetahuannya.

Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran

pengetahuan manusia telah menggunakan jalan

pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.

e) Cara baru atau modern

Cara baru atau modern dalam memperoleh

pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis,

dan ilmiah. Cara ini disebut “metode penelitian

ilmiah”, atau lebih popular disebut metodelogi

penelitian (research methodology), cara ini mula-mula

dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626). Ia

adalah sesorang tokoh yang mengembangkan metode

berpikir induktif. Mula-mula ia mengadakan

pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam atau

kemasyarakatan. Kemudian hasil pengamatannya

tersebut dikumpulkan dan diklasifikasikan dan

akhirnyadiambil kesimpulan umum.Kemudian metode

26
berpikir induktif yang dikembang oleh bacon ini

dilanjutkan oleh Deobold dan Deobold.Ia mengatakan

bahwa dalam memperoleh kesimpulan dilakukan

dengan mengadakan observasi langsung dan

menmbuat pencatatan-pencatatan ini mencakup tiga

hal pokok yakni:

a. Segala sesuatu yang positif yakni gejala tertentu

yang muncul pada saat dilakukan pengamatan.

b. Segala sesuatu yang negatif yakni gejala tertentu

yang tidak muncul pada saat dilakukan

pengamatan.

c. Gejala-gejala yang muncul secara bervariasi yaitu

gejala-gejala yang berubah-ubah pada kondisi-

kondisi tertentu.

Kriterial tingkat pengetahuan

Menurut Arikunto (2012) pengetahuan seseorang

dapat diketahui dan diinterprestasi dengan skala yang

bersifat kualitatif, yaitu :

a. Baik : hasil persentase 76%-100%

b. Cukup : hasil persentase 56%-75%

c. Kurang : hasil persentase <56%

27
Pengetahuan penderita tentang TB paru

Menurut Bambang (2011), pengetahuan penderita

tentang TB paru yaitu:

Faktor pengetahuan tentang penyakit TB paru

adalah merupakan salah satu faktor yang sangat penting

dalam penularan TB paru. Dengan kurangnya pengetahuan

tentang TB paru akan melahirkan suatu perilaku yang

tidak baik antara lain, kebiasaan penderita meludah

sembarang tempat, batuk tanpa menutup mulut dan

pengobatan yang tidak teratur serta berbagai faktor lain,

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan

pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan

yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula

pengetahuannya. Kejadian TB paru perlu di tinjau dari

aspek lingkungan, pengetahuan, pendidikan, kesadaran

masyarakat dan penanganan TB paru termasuk

pencegahan dan perawatannya. Terjadinya TB paru

dilandasi oleh kurangnya pengetahuan akan pentingnya

pemeliharaan kesehatan.

Seorang yang memiliki tingkat pendidikan rendah

kemungkinan akan memiliki pengetahuan yang kurang

mengenai penyakit TB paru. Pendidikan sebagai sistem

mempunyai pengaruh dalm pembentukan sikap

28
dikarenakan keduannya diletakkan dasar pengertian dan

konsep moral dalam diri individu, pemahaman yang baik

dan buruk, boleh atau tidak boleh dilakukan. Semakin

tinggi pendidikan seseorang, ia akan memiliki pemahaman

yang lebih sehingga akan berpengaruh sikap.

2. Sikap (Attitude)

Menurut notoatmodjo (2008), sikap meruapakan reaksi

atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap

suatu stimulus atau objek.Sikap juga meruapakan kesepian

atau kesedihan untuk tertindak dan juga merupakan

pelaksnaan motif tertentu.

Menurut Gerungan (2010), sikap merupakan pendapat

maupun pedagangan seseorang tentang suatu objek yang

mendahului tindakannya. Sikap tidak mungkin terbentuk

sebelumnya mendapat informasi, sikap ini terdiri dari

berbagai tingkatan, yaitu:

1. Menerima (receiving). Diartikan bahwa orang (subjek)

mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding). Memberikan jawaban bila

ditanya, mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang

diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

29
3. Menghargai (valuing). Mengajak orang lain untuk

mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah

suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsibility). Bertanggung jawab

atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Menurut Ahmadi (2012), sikap dibedakan menjadi :

a. Sikap negatif yaitu : sikap yang menunjukkan penolakkan

atau tidak menyetujui terhadap norma yang berlaku

dimana individu ini berada.

b. Sikap positif yaitu : sikap yang menunjukkan menerima

terhadap norma yang berlaku dimana individu itu berada.

Menurut Notoatmodjo (2010) fungsi sikap dibagi menjadi 4

golongan yaitu :

1. Sebagai alat untuk menyusuaikan.

Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable,

artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah

pula menjadi milik bersama.Sikap bisa menjadi rantai

penghubung antara orang dengan kelompok atau dengan

kelompok lainnya.

2. Sebagai alat pengatur tingkah laku.

Pertimbangan dan reaksi pada anak, dewasa dan

yang sudah lanjut usia tidak ada. Perangsang pada

30
umumnya tidak diberi perangsang spontan, akan tetapi

terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai

perangsangan-perangsangan itu.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman.

Manusia dalam menerima pengalaman-pengalaman

secara aktif.Artinya semua berasal dari dunia luar tidak

semua dilayani oleh manusia.Tetapi manusia memilih

mana yang perlu dan yang tidak perlu dilayani.Jadi semua

pengalaman diberi penilaian lalu dipilih.

4. Sebagai pernyataan pribadi

Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang ini

disebabkan karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi

yang mendukungnya.Oleh karena itu dengan melihat

sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa

mengetahui pribadi orang tersebut.Jadi sikap merupakan

pernyataan pribadi.

Manusia dilahirkan dengan sikap pandangan atau sikap

perasaan tertentu, tetapi sikap terbentuk sepanjang

perkembangan.Peranan sikap dalam kehidupan manusia

sangat besar. Bila sudah terbentuk pada diri manusia, maka

sikap itu akan tutut menentukan cara tingkahlakunya terhadap

objek-objek sikapnya. Adanya sikap akan menyebabkan

31
manusia bertindak secara khsa terhadap objeknya. Sikap

dapat dibedakan menjadi (Azwar 2010) :

a. Sikap sosial

Suatu sikap sosial yang dinyatakan dalam kegiatan

yang sama dan berulang-ulang terhadap objek sosial.

Karena biasanya objek sosial itu dinyatakan tidak hanya

oleh seseorang saja tetapi oleh orang lain yang sekelompok

atau masyarakat.

b. Sikap individu

Sikap individu memiliki hanya oleh seseorang saja,

diamana sikap individual berkenan dengan objek perhatian

sosial.Sikap individu dibentuk karena sifat pribadi diri

sediri.Sikap dapat diartikan sebagai suatu bentuk

kecenderungan untuk bertingkah laku, dapat diartikan

suatu bentuk respon evaluativ yaitu suatu respon yang

sudah dalam pertimbangan oleh individu yang

bersangkutan.

Menurut Notoatmodjo (2010) Sikap mempunyai

beberapa karakteristik yaitu :

1. Selalu ada objeknya

2. Biasanya bersifat evaluative

3. Relatif mantap

4. Dapat dirubah

32
Sikap penderita tentang TB paru

Menurut Siti Nur Djannah, dkk (2009), sikap

penderita tentang TB paru yaitu:

Salah satu faktor yang mempengaruhi sikap

seseorang ialah pengetahuan yang dimilikinya. Semakin

tinggi pengetahuan yang dimiliki akan memberikan

konstribusi terhadap terbentuknya sikap yang baik.

Pembentukan sikap tidak dapat dilepaskan dari adanya

faktor-faktor yang mempengeruhi seperti pengealaman

pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting,

media massa, serta faktor emosional dari individu.

Penyuluhan tentang pencegahan terhadap penyakit TB paru

perlu dittingkatkan lagi baik dari materi maupun frekuensi

penyuluhan, dengan tujuan agar penderita tidak menularkan

penyakitnya kepada orang lain

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang

masih tertutup terhadap stimulus atau objek.Sikap tidak

langsung dilihat tetapi hanya ditafsirkan terlebih dahulu

dari perilaku yang tetutup.Sikap secaranya takmenunjukkan

konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus

33
tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari adalah reaksi

yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Sikap yang baik terhadap penyakit TB paru

dipengaruhi oleh persepsi seseorang dan persepsi

dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimiliki.Sikap bukan

merupakan satu-satunya determinan bagi terbentuknya

suatu bentuk perilaku.

3. Tindakan

Tindakan adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap

suatu perbuatan nyata.Tindakan juga merupakan respon

seseorang terhadap stimulus dalam bentuk nayata atau

terbuka (Notoatmodjo, 2003).

Suatu rngsangan akan diresponoleh seseorang sesuai

dengan arti rangsangan itu bagi orang yang bersangkutan.

Respon atau reaksi ini tersebut perilaku, bentuk prilaku dapat

bersifat sederhana dan kompleks.Dalam peraturan teoritis,

tingkah laku dapat dibedakan atas sikap, didalam sikap

diartikan sebagai suatu kecenderungan potensi untuk

mengadakan reaksi (tingkah laku).Suatu sikap belum

otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya

sikap agar menjadi suatu tindakan yang nyata diperlukan

faktor pendukung atau suatu kondisi fasilitas yang

memungkinkan (Ahmad, 2003).

34
Menerut notoatmodjo (2005), tindakan adalah gerakan

atau perbuatan dari tubuh setelah mendapat rangsangan

ataupun adaptasi dari dalam dalam maupun luar tubuh suatu

lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu

akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan

perasaannya terhadap stimulus tersebut. Secara biologis,

sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan, namun

tidak pula dapat dikatakan bahwa sikap tindakan memiliki

hubungan yang sistematis. Respon terhadap stimulus tersebut

sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice),

yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang

lain. Oleh karena itu disebut juga over behavior.

Menurut Notoatmodjo (2005), empat tingkat tindakan

adalah :

1. Persepsi (perception), mengenal dan memiliki berbagai

objek sehubung dengan tindakan yang diambil.

2. Respon terpimpin (Guuided Reponse), dapat melakukan

sesuatu sesuai dengan urutan yang benar.

3. Mekanisme (Mechanism), apabila seseorang telah dapat

melakukan suatu dengan benar secara otomatis atau

sesuatu itu merupakan kebiasaan.

4. Adaptasi (Adaptation), adalah suatu praktek atau

tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya

35
tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi

kebenaran tindakan tersebut.

2.2 Konsep Keluarga

2.2.1 Defenisi Keluarga

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama

dengan keterkaitan aturan, emosional dan individu mempunyai peran

masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman,

1998), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari

suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya

(Suprajitno, 2009).

2.2.2 Tujuan dasar keluarga

Karena keluarga meruapakan unit dasar dari masyarakat.Unit

dasar ini memiliki pengaruh yang begitu kuat terhadap perkembangan

individu-individu yang dapat menentukan keberhasilan kehidupan

individu tersebut.Keluarga berfungsi sebagai buffer atau sebagai

perantaraan masyarakat dan individu, yakni mewujudkan semua

harapan dan kewajiban masyarakat dengan memenuhi kebutuhan

setiap anggota keluarga serta menyiapkan peran anggotanya

menerima peran di masyarakat.

Keluarga juga merupakan sistem terbuka sehingga dipengaruhi

oleh supra sistemnya yaitu lingkungannya, lingkungannya disini

adalah masyarakat dan sebaliknya sebagai subsistem dari lingkungan

(masyarakat). Oleh karena itu betapa pentingnya peran dan fungsi

36
keluarga membentuk manusia sebagai anggota masyarakat yang sehat

biopsikososial spiritual.

Hal itu tak lepas bahwa setiap anggota keluarga memiliki

kebutuhan dasar baik yang menyangkut kebutuhan fisik, psikologis

maupun sosial.Sebuah keluarga diharapkan dapat bertanggung jawab

untuk memenuhi kebutuhan anggotanya yang beraneka ragam, pada

saat yang bersamaan masyarakat mengharapkan setiapa nggota

memenuhi kewajiban-kewajiban sebagai anggota masyarakat.

2.2.3 Struktur keluarga

Struktur keluarga menggambarkan bagaimana keluarga

melaksanakan fungsi keluarga dimasyarakat.Ada beberapa struktur

keluarga yang ada di Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam.

Diantaranya adalah:

a. Patrilineal

Adalah kelaurga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah

dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui

jalur ayah.

b. Matrilineal

Adalah keluarga sedarah yang terdiri daris anak saudara sedarah

dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui

jalur ibu.

37
c. Matrilokal

Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga

sedarah ibu.

d. Patrilokal

Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga

sedarah ayah.

e. Keluarga kawin

Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan

keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian

keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.

2.2.4 Fungsi keluarga

Berkaitan dengan peran keluarga yang bersifat ganda, yakni

satu sisi keluarga berperan sebagai matriks bagi anggotanya, disisi

lain keluarga harus memenuhi tuntutan dan harapan masyarakat,

maka selanjutnya akan dibahas tentang fungsi keluarga sebagai

berikut:

Friendman (1998) mengidentifikasikan lima fungsi dasar

keluarga, yakni:

a. Fungsi afektif

Fungsi efektif berhubungan dengan fungsi internal keluarga

yang merupakan basis kekuatan dari keluarga.Fungsi efektif ini

berguna untuk memenuhan kebutuhan psikososial.Keberhasilan

fungsi efektif tampak melalui keluarga yang bahagia. Anggota

38
keluarga mengembangkan konsep diri yang positif, rasa dimiliki

dan memilki, rasa berarti serta sumber kasih saying.

Reinforcement dan support dipelajari dan dikembangkan melalui

interaksi dalam keluarga.

b. Fungsi sosialisasi

Interkasi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosial

(Gegas, 1979 dan Friedman, 1998), sedangkan Soekanto (2000)

mengemukakan bahwa sosialisasi adalah suatu proses dimana

anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma

masyarakat dimana dia menjadi anggota.

Sosialisasi dimulai sejak individu dilahitrkan dan berakhir

setelah meninggal.Keluarga merupakan tempat dimana individu

melakukan sosialisasi. Tahap perkembangsan individu dan

keluarga akan dicapai melalui interkasi atau hubungan yang

diwujudkan dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar disiplin,

memiliki nilai/normma, budaya dan perilaku melalui interksi

dalam keluarga sehingga individu mampu berperan di masyarakat.

c. Fungsi reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan

keturunan dan meningkatkan sumber daya manusia.Dengan

adanya program keluarga berencana, maka fungsi ini sedikit dapat

terkontrol. Namun disisi lain banyak kelahiran yang tidak

39
diharapkan atau diluar ikatan perkawinan sehingga lahirnya

keluarga baru dengan satu orang tua (sigle parent).

d. Fungsi ekonomoi

Untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti

makan, pakaian dan rumah, maka keluarga memerlukan sumber

keuangan.Fungsi ini sulit dipenuhi oleh keluarga dibawah garis

kemiskinan (Gakin atau keluarga sejahteras).Perawat berkontribusi

untuk mencari sumber-sumber dimasyarakat yang dapat digunakan

keluarga meningkatkan status kesehatan mereka.

e. Fungsi perawatan kesehatan

Fungsi lain keluarga adalah fungsi perawatan kesehatan.

Selain keluarga menyediakan makanan, pakaian dan rumah,

keluarga juga berfungsi melakukan asuhan kesehatan terhadap

anggotanya baik untuk mencegah terjadi gangguan maupun

merawat anggota yang sakit.Keluarga juga menentukan kapan

anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan

memerlukan bantuan atau pertolongan tenaga professional.

Kemampuan ini sangat mempengaruhi status kesehatan individu

dan keluarga.

Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan

kesehatan terhadap anggotanya dapat dilihat dari tugas kesehatan

keluarga keluarga yang dilaksanakan. Tugas kesehatan keluarga

tersebut adalah (Friedman, 1998).

40
1) Mengenal masalah kesehatan

2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat

3) Member perawatan pada anggota keluarga yang sakit

4) Mempertahankan suasana rumah yang sehat

5) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat.

2.2.5 Tugas keluarga

Pada dasarnya tugas keluarga ada delapan tugas pokok sebagai

berikut :

a. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.

b. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.

c. Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan

kedudukannya masing-masing.

d. Sosialisasi antar anggota keluarga.

e. Pengaturan jumlah anggota keluarga.

f. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.

g. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggotanya.

2.2.6 Ciri-ciri keluarga

Menurut Robert Mac Iver dan Cherles Horton

1) Keluarga merupakan hubungan perkawinan.

2) Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan

hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara.

3) Keluarga mempunyai suatu system tata nama (Nomen clatur)

termasuk perhitungan garis keturunan.

41
4) Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh

anggota-anggotanya berkaitan dengan kemampuan untuk

mempunyai keturunan dan membesarkan anak,

5) Keluarga merupakan tempat tinggal bersama rumah atau

rumah tangga.

2.2.7 Tipe keluarga

Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari

berbagai macam pola kehidupan.Sesuai dengan perkembangan social

maka tipe keluarga berkembang mengikutinya agar dapat

mengupayakan peran serta keluarga dalam meningkatkan derajat

kesehatan maka perawat perlu mengetahui berbagai tipe keluarga.

Dalam sosiologi keluarga berbagai bentuk keluarga

digolongkan sebagai tipe keluarga tradisional dan non tradisional

atau bentuk normative atau non martive. Sussman (1974), Macklin

(1988) menjelaskan tipe-tipe keluarga sebegai berikut:

a. Keluarga tradisional

1) Keluarga inti, yaitu terdiri dari suami, istri dan anak.

Biasanya keluarga yang melakukan perkawinan pertama atau

keluarga dengan orang tua campuran atau orang tua tiri.

2) Pasangan istri, terdiri dari suami dan istri saja tanpa anak,

atau tidak ada anakyang tinggal bersama mereka. Biasanya

keluarga dengan karier tunggal atau karier keduanya.

42
3) Keluarga dengan orang tua tunggal, biasanya sebagai

konsekuensi dari perceraian.

4) Bujangan dewasa sendiri.

5) Keluarga besar, terdiri keluarga inti dan orang-orang yang

berhubungan.

6) Pasangan usia lanjut, keluarga inti dimana suami istri sudah

tua anak-anaknya sudah berpisah.

b. Keluarga non tradisional

1) Keluarga dengan orang tua beranak tanpa menikah, biasanya

ibu dan anak.

2) Pasangan yang memiliki anak tapi tidak menikah, didasarkan

[pada hukum tertentu.

3) Pasangan kumpul kebo, kumpul bersama tanpa menikah.

4) Keluarga gay atau lesbian, orang-orang berjenis kelamin

yang sama hidup bersama sebagai pasangan yang menikah.

5) Keluarga komuni, keluarga yang terdiri dari lebih dari satu

pasangan monogamy dengan anak-anak secara bersama

menggunakan fasilitas, sumber yang sama.

2.3 Tuberkulosis (TB)

2.3.1 Defenisi TB

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular langsung

yang disebabkan oleh kuman mycobacteriumtuberculosis, sebagian

besar menyerang paru-paru namun dapat juga mengenai organ lain

43
(suryo, 2010).Tuberculosis adalah penyakit infeksius yang terutama

menyerang parenkim paru-paru.Tuberculosis dapat juga ditularkan

kebagian tubuh lainnya, yaitu meninges, (2002) dan somantri

(2007).Junaidin (2010) dalam ardiansyah (2012) menyatakan bahwa

TB sebagai suatu infeksi akibat Mycobakterium tuberculosis yang

dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru dengan gejala

yang sangat bervariasi.

Berdasarkan beberapa defenisi diatas, dapat di simpulkan

bahwa tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang menular

melalui udara.Bakteri penyebebab infeksi tersebut adalah

Mycobakterium tuberculosis yaitu suatu bakteri yang tahan terhadap

asam, sehingga sangat sulit untuk diobati.

2.3.2 Etiologi

Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk

batang berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagai

besar komponennya adalah lipid sehingga kuman tersebut mampu

bertahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan

faktor fisik. Bakteri ini bersifat aerob sehingga sangat menyukai

daerah yang banyak oksigen dan lebab.Oleh karena itu,

Mykobacterium tuberculosis sangat senang tinggal dibagian apeks

paru-paru yang terdapat banyak oksigen (somantri, 2008).

Bakteri tuberkulosis ini disebut dengan bakteri tahan asam

(BTA) di karenakan bertahan terhadap pencucian warna dengan asam

44
dan alcohol serta tahan dalam keadaan dingin atau kering.Bersifat

dorman dan aerob.Mycobakterium tuberculosis bias mati pada

pemanasan 100 0C selama 5-10 menit, pada pemanasan 60 0C selama

30 menit, dan dengan alcohol 70-95% selama 15-30 detik. Bakteri ini

juga tahan selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang lembab

dan gelap (bias berbulan-bula), tetapi tidak tahan terhadap sinar

matahari atau aliran udara ( Widoyono 2008).

2.3.3 Klasifikasi

Ardiansyah (2012) mengklasifikasikan tuberculosis dalam 2

bentuk, yaitu:

a. Tuberkulosis Primer

Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri yang disebabkan

oleh Mycobakterium tuberkulosis yang pertama kali mengenai

penderita dan belum mempunyai reaksi spesifik sebelumnya

terhadap bakteri TB.TB primer merupakan infeksi yang bersifat

sistemik.

b. Tuberkulosis sekunder

Sebagian kecil dari bakteri TB masih hidup dalam keadaan

dormandalam jaringan parut, 90% diantaranya tidak mengalami

kekambuhan. Reaktifitas penyakit TB terjadi bila daya tahan

tubuh menurun, pencandu alcohol, silikosis, dan pada penderita

diabetes mellitus serta AIDS. TB paru pasca primer dapat

disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber eksogen, terutama

45
pada masa tua dengan riwayat masa muda pernah mengalami

infeksi TB.

2.3.4 Patofisiologi

Tempat masuknya kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah

saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada

kulit.Kebanyakan infeksi tuberkulosis (TB) terjadi melalui udara,

yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil

tuberkulosis yang berasal dari orang terinfeksi TB.Infeksi TB

dikendalikan oleh respon imunitas yang dirantai oleh sel. Sel

efektornya adalah limfosit (biasanya sel T) dan makrofag (Price,

2009).

Individu yang rentan dan menghirup basil tuberkulosis serta

terinfeksi.Bakteri dapat berpindah melalui jalan napas ke alveoli,

tempat barkumpulnya bakteri tersebut dan berkembangbiak.Basil

tersebut juga dapat berpindah melalui sistem limfe dan aliran darah

ke bagian tubuh lainnya seperti ginjal, tulang, kortek serebri dan area

paru-paru lainnya seperti lobus atas.

System imun tubuh hospis berespon dengan melakukan reaksi

inflamasi.Fagosit (neutrofil dan makrofag) memakan banyak bakteri,

limposit spesifik tuberkulosis melisis basil dan jaringa normal.Reaksi

jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli,

menyebabkan bronkopenomonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10

46
minggu setelah pemajanan (Brunner& suddarth dalam Smelzert,

2008).

Patogenesis tuberkulosis pada individu imunokompeten yang

belum pernah terpajam berfokus pada pembentukan imunitas selular

yang menimbulkan resistensi terhadap organisme dan menyebabkan

terjadinya hipersensitivitas jaringan terhadap antigen tuberkulosis

(Robbins, 2007). Masa jaringan baru yang disebut dengan

granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan

sudah mati.Dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding

protektif. Granulomas tersebut diubah menjadi masa jaringan fibrosa.

Bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberken Ghon. Bahan

(bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik dan membentuk massa

seperti keju. Masa ini dapat mengalami klasifikasi dan membentuk

skar kolagenosa.

2.3.5 Manifestasi klinis

Penyakit tuberkulosis ini pada umumnya menimbulkan tanda

dan gejala yang sangat berbeda-beda pada masing-masing penderita,

ada yang tidak bergejala namun ada juga yang bergejala sangat aku.

Tanda-tanda dan gejala penderita TB menurut Ardiansyah 2012

adalah :

a. Sistemik: malaise, anoreksia, berat badan menurun, keringat

malam. Gejala akut adalah demam tinggi, seperti flu, menggigil

milier: demam akut, swesak nafas, dan sianosis.

47
b. Respiratorik: batk-batuk lamah lebih dari 2 minggu, sputum yang

mukoid, nyeri dada, batuk darah, dan gejala-gejala lain, yaitu bila

ada tanda-tanda penyebaran keorgan-organ lain seperti pleura:

nyeri pleuritik, sesak nafas, ataupun gejala meningeal, yaitu nyeri

kepala, kaku kuduk, dan lain-lain

Sudoyo 2007 menyatakan bahwa gejala yang paling sering

ditemukan pada TB paru adalah:

a. Demam: biasanya subfebril munyerupai influenza. Namun

terkadang suhu tubuh bisa mencapai 40-41 0C. serangan demam

hilang dan timbul. Sehingga penderita selalu merasa tidak terbebas

dari serangan demam influenza ini. Keadaan ini sangat

dipengaruhi oleh daya tahan tubuhpenderita dan banyaknya bakteri

TB yang masuk.

b. Batuk/batuk darah: batuk terjadi dikarenakan adanya iritasi pada

bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk

radang. Batuk baru ada setelah terjadi peradangan pada paru-paru

setelah berminggu-minggu. Sifat batuk dimulai dari batuk kering

kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif

(menghasilkan sputum). Keadaan lanjut adalah berupa batuk darah

karena pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan terjadi kavitas,

namun dapat terjadi juga di ulkus dinding bronkus.

48
c. Sesak napas: pada penyakit ringan belum dirasakan sesak napas.

Namun akan ditemukan pada penyakit yang lanjut, yaitu pada

infiltrasinya sudah meliputi setengah paru.

d. Nyeri dada: nyeri dada ini timbul bila infiltrasi radang sudah

sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritas. Terjadi gesekan

kedua pleura sewaktu pasien inspirasi atau aspirasi.

e. Malaise: gejala ini sering ditemukan berupa anoreksia, berat badan

menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dan

lain-lain. Gejala malaise ini semakin lama semakin berat dan

terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

2.3.6 Penegakan diagnosis

Diagnosis tuberkulosis ditegakkan atas dasar anamnesa,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Gejala dan tanda TB

paru dapat juga dijumpai pada penyakit paru lainuntuk

memastikannya, perlu melakukan pemeriksaan sputum terhadap BTA

secara miskroskopik. Periksaan ini merupakan pemeriksaan

penunjang yang tercepat memberikan hasil untuk menegakkan

diagnose TB (Depkes RI, 2012).

Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah dengan memeriksa

fungsi pernapasan, yaitu frekuensi pernapasan, jumlah dan warna

sputum, frekuensi batuk serta pengkajian nyeri dada.Pengkajian paru-

paru terhadap konslidasi dengan mengevakuasi bunyi napas, fremitus,

serta hasil pemeriksaan perkusi.Kesiapaan emosional pasien, dan

49
persepsi tentang tuberkulosis juga perlu dikaji (Brunner& Suddarth

dalam Smelzert, 2012).

Menurut Ardiansyah 2012 menyatakan bahwa pemeriksaan

diagnostik yang biasa dilakukan adalah:

a. Tes tuberculin

b. Pemeriksaan rontgen torak

c. Pemeriksaan CT-scan

d. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan diagnostik terbaik dengan

pemeriksaan mikrobiologi melalui isolasi bakteri.

Pemeriksaan dahak mikroskopik:

Pemeriksaandahak berfungsi untuk menegakkan diagnostik

menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.

Pemeriksaan dahak ini dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen

dahak yang dikumpulkan berurutan dalam dua hari kunjungan beruapa

sewaktu-pagi-sewaktu (SPS),

a. S (sewaktu): dahak dikumpalkan pada saat suspek TB datang

berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa

sebuat pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari

berikutnya.

b. P (pagi): dahak dikumpulkan dirumah pada pagi hari kedua, segera

setelah bangun tidur. Pot dibawah dan diserahkan sendiri kepada

petugas dipelayanan kesehatan.

50
c. S (sewaktu): dahak dikumpulkan dipelayanan kesehatan pada hari

kedua, saat menyerahkan dahak pagi (Depkes, 2007).

2.3.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit TB

Menurut Achmad (2008), banyak faktor yang dapat

mempengaruhi kejadian penyakit TB paru. Pada dasarnya berbagai

faktor yang berperan dalam kejadian penyakit TB paru di antaranya

adalah karakteristik individu, sanitasi lingkungan rumah, penghasilan

keluargadan upaya pengendalian penyakit terhadap diri sendiri.

1. Karakter Individu

Beberapa karakteristik individu yang dapat menjadi faktor-faktor

terhadap kejadian penyakit TB paru adalah:

a. Umur

Variabel umur berperan dalam kejadian penyakit TB

paru. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New Yerk pada

penelitian penampungan orang-orang gelandangan

menenjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi TB paru

aktif meningkat secara bermakna sesuai umur, prevalensi TB

paru tampaknya meningkat seiring dengan peningkatan usia,

pada wanita prevalensi mencapai maksimum pada usia 40-50

tahun kemudian berkurang sedangkan pada pria prevalensi terus

meningkat sampai sekurang-kurangnya mencapai usai 60 tahun.

51
b. Pengetahuan

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan

pendidikan, dimana diharapkan bahwa denga pendidikan yang

tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula

pengetahuannya, kejadian TB paru perlu di tinjau dari aspek

lingkungan, pengetahuan, pendidikan, kesadaran masyarakat

dan penanganan TB paru termasuk pencegahan dan perawatan.

Terjadinya TB paru dilandasi oleh kurangnya pengetahuan akan

pentingnya pemeliharaan kesehatan.

Sebagian besar penderita TB paru brasal dari kelompok

usia produktif dengan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan

rendahnya tingkat pendidikan, pengetahuan tentasng penyakit

TB paru yang kurang, kesadaran untuk menjalani pengobatan

secara teratur dan lengkap juga relatif rendah, pengaruh lain

dari tingkat pendidikan yang rendah tercermin dalam hal

menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan yaitu perilaku

dalam membuang dahak dan meludah di sembarang tempat

(Suarni, 2009).

Pendidikan merupakan salah satu faktor resiko terjadinya

penularan penyakit TB paru. Tingkat pendidikan seseorang

akan mempengaruhi pengetahuan seseorang di antaranya

mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan

pengetahuan tentang penyakit TB paru. Sehingga dengan

52
pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk

mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Seseorang dengan

tingkat pengetahuan yang rendah lebih beresiko untuk

mengalami TB paru.Pengetahuan seseorang yang rendah

mengenai TB paru membuat mereka menganggap penyakit

mereka tersebut tidak membutuhkan penanganan yang baik dan

serius (Suarni, 2009).

c. Sikap

Sikap merupakan aktifitas yang dilakukan seseorang.

Sikap seseorang sangat menentukan status kesehatan, karena

sikap masyarakat yang kurang menjaga kebersihan diri dan

lingkungannya sepertinya tidak menutup mulut ketika berbicara

dengan penderita TB paru, maka bersama dengan penderita

TBC, rumah yang kurang ventilasi dan lembab, maka hal

tersebut akan memudahkan seseorang untuk tertular TB paru.

Faktor sikap sangat berpengaruh pada kesehatan dan

bagaimana pencegahan supaya tidak terinfeksi kuman TBC,

salah satu faktor yang mempengaruhi sikap seseorang ialah

pengetahuan yang dimilikinya, semakin tinggi pengetahuan

yang dimiliki akan memberikan kontribusi terhadap

terbentuknya sikap yang baik. Pembentukan sikap tidak dapat

dilepaskan dari adanya faktor-faktor yang mempengaruhi

seperti pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting,

53
media massa, lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial budaya

dan ekonomi, serta faktor emosional dari individu penyakit TB

paru dianggap sebagai penyakit yang melakukan, akibatnya

masyarakat malu untuk mengakuinya, takut bila orang lain tahu

sehingga mereka akan merasa dikucilkan.

Seseorang dapat menghindarkan dari agar tidak tertular

penyakit TB paru. Misalnya dengan cara penenmuan kasus

secara dini dengan mengenal tanda dan gejala TBC, minum

obat secara teratur, menutup mulut waktu bersin/batuk, tidak

meludah sembarang tempat, menjemur tempat tidur penderita,

meningkatkan ventilasi dan pencahayaan rumah penderita

(membuka pintu dan jendela terutama saat pagi, pemasangan

genteng kaca karena kuman TBC akan mati jika terpapar sinar

matahari/sinar ulta violet) dan memisahkan alat-alat yang telah

digunakan penderita karena kemungkinan sudah terkena basil

TBC yang dapat menular pada orang lain serta menerapkan

pola hidup sehat dalam masyarakat dengan mengkonsumsi

makanan bergizi.

d. Status gizi

Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein,

vitamin, zat besi dan lain-lain, akan mempengaruhi daya tahan

tubuh seseorang sehingga rentan terhadap penyakit termasuk

TB paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang

54
berpengaruh dinegara miskin, baik pada orang dewasa maupun

anak-anak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status

gizi kurang mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB

paru berat dibandingkan dengan orang yang status gizinya

cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan

berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon

immunologic terhadap penyakit.

Status gizi sangat menentukan seseorang dapat menjadi

mudah sakit.Jika seseorang kekurang kalori, protein, dan zat

besi maka penyakit TBC paru lebih mudah terjadi.Oleh karena

adanya status gizi yang baik maka kondisi kesehatan dapat

dipertahankan sedangkan kedaan kurang gizi (malnutrisi) dapat

memberikan kontribusi yang benar terhadap kejadian penyakit

infeksi. Menurut Yunus (1992) status gizi juga dapat

mempengaruhi pembentukan antibodi dalam tubuh dengan

status gizi yang kurang maka pembentukan antibody akan

terhambat, sehingga kemampuan untuk terhindar dari penyakit

juga akan berkurang.

e. Jenis kelamin

Penyakit TB paru cenderung lebih tinggi pada jenis

kelamin laki-laki dibandingkan perempuan. Menurut WHO,

sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1 juta perempuan

55
yang meninggal akibat TB paru, dapat disimpulkan bahwa pada

kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang

disebabkan oleh TB paru dibandingkan dengan akibat proses

kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit

ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alcohol

sehingga dapat menurunkan system pertahanan tubuh, sehingga

lebih muda terpapar dengan agen penyebab TB paru

(Roebiono.PS, 2009).

f. Kebiasaan merokok

Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan

meningkat resiko untuk, mendapat kanker paru-paru, penyakit

jantung koroner, bronchitis kronik dan kanker kandung

kemih.Kebiasaan merokok meningkat resiko untuk terkena TB

paru. Dengan adanya kebiasaan meroko akan mempermudah

untuk terjadinya infeksi TB paru. Dengan adanya kebiasan

merokok akan mepermudah untuk terjadinya infeksi TB paru.

2. Status Lingkungan Rumah.

Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu

lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran,

penyediaan air bersih dan sebagainya.

Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang berada di

dalam rumah terdiri dari lingkungan fisik yaitu ventilasi, suhu,

kelembaban, lantai, dinding serta lingkungansosial yaitu kepadatan

56
penghuni. Rumah yang ruangan terlalu sempit atau terlalu banyak

penghuningnya akan kekurangan oksigen penyebabkan menurunya

daya tahan tubuh yang memudahkan terjadinya penyakit sehingga

penularan penyakit saluran pernapasan seperti TB paru akan

mudah terjadi di antara penghuni rumah.

a. Kepadatan Penghuni Rumah

Cepat lambatnya penularan penyakit salah satunya

ditentukan oleh faktor kepadatan yang ditentukan oleh jumlah

dan distribusi penduduk.Dalam hal ini kepadatan hunian yang

apabila tidak dapat suplai rumah sehat yang memandaidan

terjangkau, dapat menyebabkan timbulnya sebagai penyakit

seperti penyakit TB paru.

Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan akan

memberikan pengaruh bagi penghuningnya. Luas rumah yang

tidak sebanding dengan jumlah penghuningnya akan

menyebabkan overcrowded. Hal ini tidak sehat karena di

samping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila

salah satu anggota keluarga menderita suatu penyakit infeksi

terutama TB paru akan mudah menular kepada anggota

keluarga yang lain, karena seorang penderita rata-rata dapat

menularkan kepada dua sampai tiga orang di dalam rumahnya.

57
b. Lantai Rumah

Lantai merupakan dinding penutup ruangan bagian

bawah, konstruksi lantai rumah harus rapat air dan selalu kering

agar mudah dibersihkan dari kotoran dan debu.Selain itu dapat

menghindari meningkatnya kelembaban dalam ruangan.Untuk

mencegah masuknya air ke dalam rumah, maka lantai rumah

sebaiknya di naikkan 20 cm dari permukaan tanah.Keadaan

lantai rumah perlu dibuat dari bahan yang kedap terhadap air

sehingga lantai tidak menjadi lembab dan selalu basah seperti

tegel, semen dan keramik.

Lantai rumah jenis tanah memiliki peran terhadap proses

kejadian penyakit TB paru, melalui kelembaban dalam ruangan.

Lantai tanah cenderung menimbulkan kelembaban, dengan

demikian viabilitas bakteri Mycobacterium tuberculosis di

lingkungan juga sangat mempengaruhi.

c. Ventilasi

Rumah harus memiliki sistem pertukaran udara yang

baik, karena penghuni memerlukan udara yang segar. Setiap

ruang atau kamar memerlukan ventilasi yang cukup untuk

menjamin kesegaran dan menyehatkan penghuninya.

Ventilasi bermanfaat sebagai pergantaian udara dalam

rumah serta mengurangi kelembaban.Semakin banyak manusi

dalam satu ruangan.Keringat manusia juga dikenal

58
mempengaruhi kelembaban semakin tinggi khususnya karena

uap air baik dari pernapasan maupun keringat.Kelembaban

dalam ruangan tertutup di mana banyak terdapat manusia di

dalamnya lebih tinggi di banding di luar ruangan.

Perjalanan bakteri mycobacterium tuberculosis yang

setelah di batukkan akan terhirup oleh orang disekitarnya

sampai ke paru-paru, sehingga dengan adanya ventilasi yang

baik akan menjamin pertukaran udara, sehingga konsentarsi

droplet dapat dikurangi

d. Pencahayaan

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak

kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk

ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari disamping

kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik

untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit.

Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan

menyebabkan silau, dan akhirnya dapat merusakkan mata.

Rumah dengan pencehayaan yang buruk sangat

berpengaruh terhadap kejadian penyakit TB paru. Bakteri

mycobacterium tuberculosis dapat bertahan hidup pada tempat

yang sejuk, lembeb dan gelap tanpa sinar matahari bertahun-

tahunb lamanya, dan mati bila terkena sinar matahari, lisol,

59
sabun, karbon dan kapas api, bakteri ini akan mati dalam waktu

dua jam.

e. Kelembaban

Kelembaban udara berpengaruh terhadap konsentrasi

pencemar di udara. Kelembaban berhubungan negative

(terbaik) dengan suhu udara. Sekamin tinggi suhu udara, maka

kelembaban udaranya akan semakin rendah, kelembaban yang

standar apabila kelembaban udaranya akan semakin rendah.

Kelembaban merupakan sarana baik untuk pertumbuhan

mikroorganisme terutama mycobacterium

tuberculosis.Kelembaban rumah yang tinggi dapat

mempengaruhi penurunan daya tahan tubuh seseorang dan

meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit terutama

penyakit infeksi.

Kelembaban berkaitan erat dengan ventilasi karena

sirkulasi udara yang tidak lancar akan mempengaruhi suhu

udara dalam rumah menjadi rendah sehingga kelembaban

udaranya tinggi.

f. Suhu

Suhu satu faktor yang menentukan kualitas udara dalam

rumah adalah suhu.Dikatakan nyaman apabila suhu udara

bersikar antara 18oC-30oC, dan suhu tersebut di pengaruhi oleh

sushu udara luar, pergerakan udara dan kelembaban

60
udara.Bakteri mycobacterium tuberculosis hidup dan tumbuh

baik pada kisaran suhu 31oC-37oC. Suhu dalam rumah

akanmempengaruhi kesehatan dalam rumah, dimana suhu yang

panas tentu akan berpengaruhi pada aktivitas.

g. Penghasilan Keluarga

Secara ekonomi, penyebab untuk berkembangnya bakteri

mycobacterium tuberculosis di Indonesia disebabkan karena

masih rendahnya pendapatan, Sejalan dengan kenyataan bahwa

pada umumnya yang terserang penyakit TB paru adalah

golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah.

Menurut (WHO, 2007 dalam Suarmi, 2009) juga

menyebutkan 90% penderita TB paru di dunia menyerang

kelompok dengan ekonomi lemah atau miskin.Hubungan antara

kemiskinan dengan TB paru bersifat timbale balik, TB paru

merupakan penyebab kemiskinan dan karena miskin maka

mereka penderita TB paru.Kondisi ekonomi itu sendiri

mungkin tidak hanya berhubungan secara langsung, namun

dapat merupakan penyebab tidak langsung seperti adanya

kondisi gizi memberuk, serta perumahan yang tidak sehat, dan

akses terhadap pelayanan kesehatan juga menurun.

h. Perilaku Hidup Sehat

Perilaku hidup sehat merupakan salah satu hal yang sangat

penting dalam pengendalian penyakit TB paru. Berikut ini ada

61
beberapa upaya pengendalian diri terhadap penyakit TB paru

yang berkaitan dengan perilaku hidup sehat yaitu (Notoatmodjo,

2012) :

a. Memelihara kebersihan diri, rumah dan lingkungan

1) Badan : mandi minimal dua kali sehari, gosok gigi, cuci

tangan dan sebagainya.

2) Rumah dan lingkungan : di sapu, membuang sampah,

membuang kotoran dan air limbah pada tempatnya,

membuka jendela pada siang hari dan lain-lain.

b. Makan yang sehat

1) Makan makanan yang bersih, bebas dari penyakit, cukup

kualitas maupun kuantitasnya dan bagi penderita TB

paru untuk tidak makan dengan menggunakan piring atau

gelas yang sama dengan keluarga yang lain.

2) Cara hidup sehat dan teratur

3) Makan, tidur, bekerja dan beristirahat secara teratur.

4) Rekreasi dan menikmati hiburan pada waktunya.

5) Penderita tidak tidur satu kamar dengan keluarga lainnya

terutama anak-anak.

6) Meningkatkan daya tahan tubuh

7) Menghindari kontak dengan sumber penularan penyakit

baik yang berasal dari penderita maupun sumber-sumber

yang lainnya.

62
8) Menghindari pergaulan yang tidak baik.

9) Membiasakan diri untuk memenuhi anturan-aturan

kesehatan.

10) Meningkatkan daya tahan tubuh, antara lain dengan

makan-makanan yang bergizi dan selalu menjaga

kesehatan badan supaya sistem imun senantiasa terjaga

dan kuat.

11) Tidur dan istrahat yang cukup dan menghindari

melakukan hal-hal yang dapat melemahkan sistem

imunitas (sistem kekebalan tubuh).

12) Tidak merokok dan tidak minum-minuman yang

mengandung alcohol.

13) Segera periksa bila timbul batuk lebih dari tiga minggu.

2.3.8 Tipe pasien TB

Penderita TB paru adalah seseorang yang terdiagnosa infeksi

TB, baik dengan BTA positif atau BTA negatif dan sebagainya. Lama

seorang menderita TB tergantung diagnosa dari dokter dan berbagai

pemeriksaan. Penderita yang telah melakukan pengobatan belum

tentu sembuh total dengan infeksi tersebut. Kemungkinan bisa saja

BTA tetap positif atau kambuh kembali ketika daya tahan tubuh

menurun, sehingga akan tetap dapat menular infeksi tersebut kepada

orang lain (Smeltzer, 2007 dan Sudoyo, 2009).

63
WHO 1991 dalam Sudoyo (2007) membagi TB dalam empat

kategori, yaitu:

a. Kategori I, ditunjukan terhadap:

1) Kasus baru dengan sputum positif

2) Kasus baru dengan bentuk TB berat

b. Kategori II, ditunjukan terhadap:

1) Kasus kambuh

2) Kasus gagal dengan sputum BTA positif.

c. Kategori III, dijujurkan terhadap:

1) Kasus BTA negattif dengan kelainan paru yang tidak luas.

2) Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam

kategori I.

d. Kategori IV, ditunjukan terhadap TB kronis.

Depertemen kesehatan RI 2007 membagi penderita TB

berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, yaitu:

a. Kasus baru: adalah pasien yang belum pernah diobati dengan

OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan

(4 minggu)

b. Kasus kambuh (relaps): yaitu pasien TB yang sebelumnya

pernah mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan

sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosa kembali dengan

BTA positif (apusan atu kultur).

64
c. Kasus setelah putus berobat (Default): yaitu pasien yang telah

berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA

positif.

d. Kasus setelah gagal (failure): adalah pasien yang hasil

pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi

positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

e. Kasus pindahan (Transfer in): yaitu pasien yang dipindahkan

dari UPK yang memiliki registrasi TB lain untuk melanjutkan

pengobatannya.

f. Kasus lain: semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan

diatas, termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil

pemeriksaan masih BTA positif stelah pengobatan ulangan.

2.3.9 Pengobatan TB

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien,

mencegahan kematian, mencegahan kekambuhan, memutuskan rantai

penenularan, dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap

kuman OAT (Depkes, 2007). Terdapat 5 jenis antibiotic yang dapat

digunakan bagi penderitaan TB. Infeksi tuberkulosuis pulmuner aktif

sering kali mengandung 1 miliar atau lebih bakteri, sehingga jika

hanya diberikan satu macam obat, maka akan menyiksakan ribuan

bakteri yang resisten terhadap obat tersebut. Oleh karena itu, paling

tidak diberikan 2 macam obat yang memiliki mekanisme kerja yang

berlainan.

65
Antibiotik yang sering digunakan adalah isoniazid, rifampicin,

pirazinamid, streptomisin, dan etambutol, isoniazid, rifampicin, dan

pirazinamind dapat digabungan dalam satu kapsul.Ketiga obat

tersebut dapat menyembabkan dan muntah sebagai akibat dari

efeknya terhadap hati (Mahdiana 2010).

Dalam rangka program pemberantasan tuberkulosiss paru,

Departemen Kesehatan RI menggunakan pedoman terapi jangka

pendek dengan pengobatan TB paru, yaitu HRE/5 HaRa = isoniazid

+ rifampisin + etambutol setiap hari selama 1 bulan. Kemudian

dilanjutkan dengan isoniazid + rifampisin2 kali seminggu selama 5

bulan (Sudoyo, 2007).Pengobatan ini dilakukan dengan pengawasan

yang kertat, disebut juga pengewas menelan obat (PMO). Tujuan dari

program TB paru ini adalah untuk memutus rantai penularan

sehingga penyakit tuberkulosis paru tidak lagi menjadi masalah

kesehatan masyarakat di Indonesia.

2.3.10 komplikasi

Infeksi tuberkulosis paru jika tidak ditangani dengan baik, maka

akan menimbalkan komplikasi, menurut Sudoyo 2007 terbagi atas

dua yaitu :

1. Akut : pleuritis, Efusi pleura, empiediema, gagal napas, poncet,s

arthropsthy, laryngitis

66
2. Kronis : obstruksi jalan napas pasca TB, kerusakan parenkim

berat/, fibrosus paru, kor pulmonal, karsinoma paru, amiloidosis,

sidrom gagal napas dewasa (ARDS)

2.3.11 Cara Penularan

Brunner dan suddart menyatakan bahwa tuberkulosis ini

ditularkan melalui orang ke orang lain melalui udara. Individu

terinfeksi melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa atau

berbunyi.Melepaskan droplet besar (lebih besar dari 100) dan kecil (1

sampai 5).Droplet yang besar menetap, sementara droplet yang kecil

tertahan di udara dan terhirup oleh individu yang rentan (Smeltzert,

2012).

Sumber utama penularan TB ini adalah penderita TB BTA

positif. Pada waktu batun atau bersin, penderita penyebarkan kuman

ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei).Sekali batuk

dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.Umumnya

penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam

waktu yang lama.Ventilasi yang baik dapat mengurangi jumlah

percikan, sementara sinar matahari yang mengenai langsung dapat

membunuh bakteri. Percikan tersebut dapat bertahan beberapa jam

dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya dari penularan

seseorang ditemukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari

paru-parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan

dahak, maka semaki menular pasien tersebut.Faktor yang

67
memingkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh

konsetrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara

tersebut (Depkes, 2007).

Menurut naga (2012) secara umum.derajat atau tingkat

penularan penyakit tuberculosis paru tergantung banyaknya basil

tuberkulosis dalam sputum, virulensi atas, dan peluang adanya

pencemaran udara dari batuk, bersin, dan berbicara keras. Kuman ini

dapat bertahan di udara selama beberapa jam, sehingga cepat atau

lambat droplet yang mengandung bakteri TB akan terhirup oleh orang

lain.

Resiko penularan tergantung dari tingkat dari pajanan dengan

percikan dahak.Pasien TB dengan BTA positif memberikan

kemungkinan penularan lebih besar ketimbang pasien dengan BTA

negative.Resiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan

Annual Risk of Tuberculosis infesction (ARTI) yaitu proporsi

penduduk yang beresiko terinfeksi TB selama satu tahun.ARTI

sebesar 1%, berarti sepuluh orang diantara 1000 penduduk terinfeksi

setiap tahun.ARTI sebesar 1%, sepuluh orang diantara 1000

penduduk terinfeksi setiap tahun.ARTI di Indonesia bervariasi yaitu

antara 1-3%.Infeksi TB ini dibuktikan dengan perubahan reaksi

tuberkulin negative menjadi positif.Kemungkinan seorang menjadi

pasien TB dipengerahui oleh daya tahan tubuh yang rendah dan

68
malnutrisi. Meningkatnya pasien TB, maka akan meningkat pula

penularan TB di masyarakat.

Brunner dan Suddart dalam Smeltzer (2009) individu yang

berisiko tinggi untuk tertular penyakit tuberkulosis adalah:

a. Mereka yang kontak dengan seseorang yang mempunyai TB

aktif.

b. Individu imunosupresif (termasuk lansian, pasien dengan kanker,

mereka yang dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang

terinfeksi HIV)

c. Pengguna obat-obat IV dan alcohol

d. Setiap individu yang tampa perawatan kesehatan yang adekuat

e. Setiap individu yang suda ada gangguan medis sebelumnya

f. Setiap individu yang tinggi di institusi misalnya fasilitas

perawatanjangka panjang

g. Individu yang tinggi diperumahan kumuh

h. Petugas kesehatan

Upaya dari penanggulangan TB sudah dilakukan oleh WHO

sejak tahun 1990-an dan mengembangkan strategi penanggulangan

TB yang dikenal dengan strategi DOTS (Directly Observed

Treatment Short-course) dan telah terbukti sebagai strategi

penanggulangan yang secara baik termasuk pengawasan langsung

pengobatan, maka akan secara cepat mencegah penularan infeksi

tersebut, dengan demikian akan menurun insiden TB di masyarakat.

69
Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik

dalam upaya pencegahan TB.

2.3.12 Pencegahan penularan

Pencegahan penularan dilakukan oleh pasien TB paru sendiri

dan dibantu oleh petugas pelayanan kesehatan. Pencegahan

tuberkulosis paru menurut Zain dalam Ardiansyah (2012) yaitu

dengan:

1. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang

bergaul erat dengan penderita TB paru BTA positif.

2. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok-

kelompok populasi tertentu, misalnya karyawan rumah sakit, atau

puskesmas atau belai pengobatan dan lain-lain

3. Vaksinasi BCG; reaksi positif terjadi jika setelah mendapat

vaksinasi langsung terdapat lesi local yang besar dalam waktu

kurang dari 7 hari setelah penyuntikan.

4. Kemoprofilaksis, dengan menggunakan INH mg/kg BB selama 6-

12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi

bakteri yang masih sedikit.

5. Komunikasi, informasi, dan edukasi, tentang penyakit tuberkulosis

kepala masyarakat di tingkat puskesmas maupun rumah sakit

oleh petugas kesehatan.

70
Pada setiap pelayanan kesehatan, Arias (2010) menyebutkan

tindakan pengendalian yang paling penting dalam mencegah

penularan tuberkulosis meliputi:

a. Pengenalan segera orang-orang (pasien dan petugas) yang

menderita TB paru

b. Isolasi segera pasien yang diketahui atau diduga menderita TB

paru dalam sebuah ruangan khusus yaitu tidak bertukar udara.

c. Membuat diagnosis yang tepat dengan cepat untuk orang-orang

dengan tanda dan gejala tuberkulosis paru (misalnya riwayat medis

dan fisik, radiografi dada, uji kulit tuberkulin, dan pulasan serta

biakan sputumuntuk uji bakteri tahan asam (BTA)

d. Pengguna alat pelindung pernapasan (masker) untuk petugas yang

merawat pasien yang diketahui atau diduga TB.

e. Perawatan segera pasien dengan pengobatan anti tuberculosis

f. Anjurkan pasien rawat jalan untuk menggunakan masker

71

Anda mungkin juga menyukai