Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawatan luka adalah tindakan merawat luka dengan upaya untuk mencegah infeksi,
membunuh atau menghambat pertumbuhan kuman/bakteri pada kulit dan jaringan tubuh
lainnya.
Umumnya luka dapat ditangani sendiri dengan pertolongan pertama di rumah. Misalnya
mencuci dengan air bersih dan membalut luka untuk mencegah infeksi. Berikut ini beberapa
indikasi yang membutuhkan prosedur perawatan luka oleh tenaga medis profesional:
 Perdarahan dari luka tidak dapat dihentikan dengan bebat tekan atau memposisikan
lebih tinggi daerah yang mengalami luka
 Luka yang dialami disebabkan oleh trauma berat
 Luka terbuka yang membutuhkan jahitan
 Luka akibat gigitan hewan atau membutuhkan imunisasi rabies
 Luka kotor dan sulit untuk dibersihkan
 Terdapat tanda-tanda infeksi pada luka seperti kemerahan, bengkak, nyeri, dan
munculnya nanah
 Status vaksinasi tetanus belum diperbaharui atau membutuhkan pencegahan tetanus.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar perawatan luka
2. Untuk mengetahui tindakan yang dilakukan dalam merawat luka.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Perawatan Luka


1. Luka
a. Pengertian Luka
1) Menurut R. Sjamsu Hidayat, 1997
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan
oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan,
sengatan listrik atau gigitan hewan.
2) Menurut Koiner dan Taylan
Luka adalah terganggunya (disruption) integritas normal dari kulit dan
jaringan di bawahnya yang terjadi secara tiba-tiba atau disengaja, tertutup
atau terbuka, bersih atau terkontaminasi, superfisial atau dalam.
3) Menurut Mansjoer
Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya kontuinuitas jaringan.
4) Menurut Inetna
Luka adalah injury pada jaringan yang mengganggu proses selular normal.
Disimpulkan luka adalah suatu keadaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh
karena gesekan, tekanan, suhu, infeksi, dan yang lainnya yang dapat
menyebabkan terganggunya fungsi tubuh sehingga mengganggu aktivitas sehari-
hari. Dalam bahasa Indonesia dikenal dengan kata luka, borok, koreng, dekubitus,
dan lain-lain.
b. Klasifikasi Luka
1) Berdasarkan Sifat Kejadian
a) Luka disengaja (intentional traumatic)
Contoh : luka radiasi, luka bedah
b) Luka tidak disengaja (unintentional traumatic)
Contoh : Luka terbuka (abrasi / gesekan, puncture / tusukan, hautration /
akibat alat yang digunakan dalam perawatan luka), luka tertutup.
2) Berdasarkan Penyebab
a) Luka mekanik
- Vulnus scissum (luka sayat / luka insisi / incised wounds) 
karakteristik : pinggiran luka rapi
- Vulnus contusum (luka memar / contusion wound)  karakterisitik :
cedera pada jaringan bawah kulit akibat benturan benda tumpul
- Vulnus laceratum (luka robek)  karakteristik : terdapat robekan
jaringan yang menyebabkan jaringan rusak
- Vulnus puncture (luka tusuk / puncture wound)  karakteristik : luka
luar tampak kecil namun bagian dalam besar
- Vulnus sclopetorum (luka tembak)
- Vulnus morsum (luka gigitan)  karakteristik : tidak jelas bentuknya
- Vulnus abrasio (luka terkikis / abraced wound)  karakteristik : tidak
sampai ke pembuluh darah.Luka non mekanik
Contoh : sengatan listrik, obat.
3) Berdasarkan Lamanya Proses Penyembuhan
a) Luka akut
Adalah luka yang sembuh sesuai dengan waktu proses penyembuhan luka
(21 hari sesuai dengan proses menutupnya luka).
Contoh : luka operasi, luka kecelakaan dan luka bakar
b) Luka kronik
Adalah luka yang sulit sembuh dan fase penyembuhan lukanya
mengalami pemanjangan.
Contoh : luka tekan (dekubitus), luka karena diabetes, luka karena
pembuluh darah vena maupun arteri, luka kanker, luka dehiscene dan
abses.
4) Berdasarkan Tingkat Kontaminasi
a) Luka bersih (clean wounds)
Yaitu luka bedah yang tidak terinfeksi dan tidak terjadi proses peradangan
(inflamasi). Biasanya menghasilkan luka yang tertutup. Luka tidak
mengenai sistem gastrointestinal, pernapasan dan genitourinaria.
b) Luka bersih terkontaminasi (clean-contamined wounds)
Yaitu luka pembedahan dimana sistem (sistem gastrointestinal,
pernapasan dan genitourinaria) sekitar luka terkontaminasi atau
terinfeksi.
c) Luka kontaminasi (contamined wounds)
Contoh : luka traumatik, luka terbuka, luka bedah dengan asepsis yang
buruk.
d) Luka infeksi (infected wounds)
Yaitu luka dimana area luka terdapat patogen dan disertai tanda-tanda
infeksi.
5) Berdasarkan Kedalaman Jaringan
a) Superficial : hanya jaringan epidermis
b) Partial thickness : luka yang meluas sampai ke dermis
c) Full thickness : luka meluas hingga ke lapisan yang paling dalam dari
jaringan subkutan hingga ke pascia dan struktur di bawahnya seperti oto,
tendon atau tulang.
6) Berdasarkan Stadium
a) Stadium I
Lapisan epidermis utuh, namun terdapat eritema atau perubahan warna.
b) Stadium II
Kehilangan kulit superfisial dengan kerusakan lapisan epidermis dan
dermis. Eritema di jaringan sekitar yang nyeri, paas dan oedema. Exudate
(nanah) sedikit sampai sedang.
c) Stadium III
Kehilangan jaringan sampai dengan jaringan subkutan, dengan
terbentuknya rongga (cavity). Exudate sedang sampai banyak.
d) Stadium IV
Kehilangan jaringan subkutan dengan terbentuknya rongga (cavity) yang
melibatkan otot, tendon dan tulang. Exudate sedang sampai banyak.
7) Berdasarkan Penampilan Klinis
a) Nekrotik (hitam) : eschar (jaringan parut) yang mengeras dan mengering
atau lembab.
b) Sloughy (kuning) : jaringan mati yang fibrous (tidak elastis)
c) Terinfeksi (kehijauan) : terdapat tanda-tanda klinis adanya infeksi seperti
nyeri, panas, bengkak, kemerahan dan peningkatan eksudat
d) Granulasi (merah) : jaringan granulasi yang sehat
e) Epitelisasi (merah muda) : terjadi epitelisasi.
c. Proses Penyembuhan Luka
Luka akan sembuh sesuai dengan tahapan yang spesifik dimana bisa terjadi
tumpang tindih (overlap). Proses penyembuhan luka tergantung pada jenis
jaringan yang rusak serta penyebab luka tersebut. Fase penyembuhan luka
meliputi :
1) Fase Inflamasi
Fase ini muncul segera setelah injury dan dapat berlanjut sampai 5 hari.
Dimulai saat terjadinya luka dan terjadi proses hemostatis yang ditandai
dengan pelepasan histamin dan mediator lain lebih dari sel-sel yang rusak,
disertai proses peradangan dan migrasi sel darah putih ke daerah yang rusak.
Tanda-tanda inflamasi disekitar luka antara lain : kemerahan (rubor), hangat
(kalor), bengkak (tumor), nyeri (dolor) dan hilangnya fungsi (fungsi laesa).
2) Fase Proliferasi / Epitelisasi
Fase ini berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu. Fibroblast (sel
jaringan penyambung) memiliki peran yang besar dalam proses proliferasi.
Pembuluh darah baru diperkuat oleh jaringan ikat dan menginfiltrasi luka.
Penampilan klinisnya antara lain dasar luka merah cerah (granulasi dengan
vaskularisasi baik), kadang ditemukan bekuan darah, adanya kulit baru
(epitelisasi) bewarna merah muda pada tepi luka.
3) Fase maturasi / Remodelling
Tahap ini berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat berlangsung sampai
berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang. Pada fase ini
terjadi repitelisasi, kontruksi luka, dan organisasi jaringan ikat. Dimana luka
sudah menutup sempurna pada hari ke-21 dan akan muncul bekas luka (scar)
atau keloid (scar yang menebal) selama proses maturasi berlangsung. Dalam
fase ini terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan
jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi vaskularitas
luka.
d. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:
1) Vaskularisasi
Mempengaruhi luka karena luka membutuhkan keadaan peredaran darah yang
baik utnuk pertumbuhan atau perbaikan sel.
2) Anemia
Memperlambat proses penyembuhan luka mengingat perbaikan sel
membutuhkan kadar protein yang cukup.
3) Usia
Kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan atau
kematangan usia seseorang. Namun selanjutnya proses penuaan dapat
menurunkan sistem perbaikan sel sehingga dapat memperlambat proses
penyembuhan luka.
4) Penyakit lain
Mempengaruhi proses penyembuhan luka. Seperti diabetes dan ginjal dapat
memperlambat proses penyembuhan luka.
5) Nutrisi
Merupakan unsur pertama dalam membantu perbaikan sel, terutama karena
kandungan zat gizi yang terdapat didalamnya, sebagai contoh vitamin A untuk
membantu proses epitelisasi/penutupan luka dan sintesis kolagen, vitamin B
kompleks sebagai kofaktor pada sistem enzim yang mengatur metabolisme
protein, karbohidrat dan lainnya.
6) Kegemukan, obat-obatan, merokok dan stres
7) Tehnik penanganan luka yang tidak tepat
8) Lokasi luka (mobilitas pasien)
9) Status imunologi
10) Kadar gula darah (impaired white cell function) dan Kadar albumin darah
(‘building blocks’ for repair, colloid osmotic pressure – oedema)
e. Tipe Penyembuhan Luka
1) Primary intention healing
Jaringan yang hilang minimal, tepi luka dapat kembali melalui jahitan, klip
atau plester
2) Delayed primary intention healing
Terjadi ketika luka terinfeksi atau terdapat benda asing yang menghambat
penyembuhan.
3) Secondary healing
Proses penyembuhan tertunda dan hanya bisa terjadi melalui proses granulasi,
kontraksi dan epitelisasi. Pada tipe ni menghasilkan scar.
2. Perawatan Luka
a. Pengertian Perawatan Luka
Perawatan luka merupakan tindakan untuk merawat luka dengan tujuan
meningkatkan proses penyembuhan jaringan dan mencegah infeksi. Perawatan
luka operasi adalah Perawatan luka yang dilakukan pada pasien operasi dengan
tujuan mencegah infeksi dan merasa aman.
b. Tujuan Perawatan Luka
1) Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka.
2) Absorbsi drainase.
3) Menekan dan imobilisasi luka.
4) Mencegah jaringan epitel baru dari cedera mekanis.
5) Menghambat atau membunuh mikroorganisme.
6) Mencegah perdarahan.
7) Mencegah luka dari kontaminasi.
8) Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing.
9) Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien.
c. Indikasi Perawatan Luka
1) Balutan kotor dan basah akibat eksternal
2) Terdapat rembesan eksudat
3) Mengkaji keadaan luka
4) Untuk mempercepat debridement (pengangkatan) jaringan nekrotik
B. Tindakan Perawatan Luka
1. Tipe Tindakan Perawatan Luka
a. Perawatan Luka Bersih
Prosedur perawatan yang dilakukan pada luka bersih (tanpa ada pus dan necrose),
termasuk didalamnya mengganti balutan.
b. Perawatan Luka Kotor
Perawatan pada luka yang terjadi karena tekanan terus menerus pada bagian
tubuh tertentu sehingga sirkulasi darah ke daerah tersebut terganggu.
Ciri – ciri :
Luka + serum
Luka + pus
Luka + nekrose
2. Bahan yang Digunakan dalam Tindakan Perawatan Luka
a. Sodium Klorida 0,9 %
Sodium klorida adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh karena
antikseptik ini tidak ada reaksi hipersensitivitas dari sodium klorida. Normal
saline aman digunakan muntuk kondisi apapun (Lilley & Aucker, 1999). Sodium
klorida atau natrium klorida mempunyai Na dan Cl yang sama seperti plasma.
Larutan ini tidak mempengaruhi sel darah merah (Handerson, 1992). Sodium
klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering adalah sodium
klorida 0,9 %. Ini adalah konsentrasi normal dari sodium klorida dan untuk
antiseptik ini sodium klorida disebut juga normal saline (Lilley & Aucker, 1999).
Merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi
jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembaban sekitar luka dan membantu
luka menjalani proses penyembuhan serta mudah didapat dan harga antiseptik
lebih murah
b. Larutan povodine-iodine.
Iodine adalah element non metalik yang tersedia dalam bentuk garam yang
dikombinasi dengan bahan lain, walaupun iodine bahan non metalik iodine
berwarna hitam kebiru-biruan, kilau metalik dan bau yang khas. Iodine hanya
larut sedikit di air, tetapi dapat larut secara keseluruhan dalam antiseptik dan
larutan sodium iodide encer. Iodide antiseptik dan solution keduanya aktif
melawan spora tergantung konsentrasi dan waktu pelaksanaan (Lilley & Aucker,
1999).
c. Larutan iodium anorganik
Larutan ini akan melepaskan iodium anorganik bila kontak dengan kulit atau
selaput antiseptik, sehingga cocok untuk luka kotor dan terinfeksi bakteri. Bahan
ini agak iritan dan antiseptik serta meninggalkan residu (Sodikin, 2002). Studi
menunjukan bahwa antiseptic seperti povodine iodine toxic terhadap sel
(Thompson. J, 2000). Iodine dengan konsentrasi > 3 % dapat memberi rasa panas
pada kulit. Rasa terbakar akan nampak dengan iodine ketika daerah yang dirawat
ditutup dengan balutan oklusif kulit dapat ternoda dan menyebabkan iritasi dan
nyeri pada sisi luka. (Lilley & Aucker, 1999).
d. Larutan alkohol
Luka insisi dibersihkan dengan alkohol dan larutan suci hama (larutan betadine
dan sebagainya), lalu ditutup dengan kain penutup luka, secara penodik pembalut
luka diganti dan luka dibersihkan. Dibuat pula catatan kapan benang / orave
kapan dicabut atau dilonggarkan. Diperhatikan pula apakah luka sembuh
perprinum atau dibawah luka terdapat eksudat.
3. Persiapan Alat dan Bahan
a. Pinset anatomi
b. Pinset cirurghi
c. Gunting steril
d. Kapas sublimat / savlon dalam tempatnya
e. Larutan H2O2
f. Larutan boorwater
g. NaCl 0,9%
h. Gunting perban (gunting tidak steril)
i. Plester / pembalut
j. Bengkok
k. Kasa steril
l. Mangkok kecil
m. Handskon steril
4. Tahapan Tindakan Perawatan Luka
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi
luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka,
pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.
a. Evaluasi luka
meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
b. Tindakan Antiseptik
Prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Tujuan untuk melakukan pencucian /
pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik.
c. Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki dan
mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari terjadinya infeksi.
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :
1) Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan
mati dan benda asing
2) Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
3) Berikan antiseptik.
4) Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal.
5) Bila perlu lakukan penutupan luka.
d. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8
jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak
berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh.
e. Penutupan luka
Penutupan luka adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka
sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
f. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada
penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap
penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses
penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya
rembesan darah yang menyebabkan hematom.
g. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka
terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
h. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan
jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis pengangkatan luka,
usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi.
C. Perawatan Luka pada Bedah Kebidanan
1. Pengertian
Adalah Perawatan luka yang dilakukan pada pasien post operasi
2. Tujuan
a. Mencegah infeksi
b. Mempercepat proses penyembuhan luka
c. Merasa nyaman
d. Pemulihan kesehatan fisiologi dan psikologi
3. Masalah yang Terjadi pada Luka Bedah Kebidanan
a. Perdarahan
Ditandai dengan adanya perdarahan yang disertai perubahan tanda vital seperti
adanya peningkatan denyut nadi, kenaikan pernapasan, penurunan tekanan darah,
melemahnya kondisi tubuh, kehausan, serta keadaan kulit yang dingin dan
lembap.
b. Infeksi
Dapat terjadi bila terdapat tanda-tanda seperti kulit kemerahan, demam atau
panas, rasa nyeri dan timbul bengkak, jaringan disekitar luka mengeras, serta
adanya kenaikan leukosit.
c. Dehiscene
Merupakan pecahnya luka secara sebagian atau seluruhnya yang dapat
dipengaruhi oleh faktor, seperti kegemukan, kekurangan nutrisi, terjadinya
trauma, dan lain-lain. Sering ditandai dengan kenaikan suhu tubuh (demam), dan
rasa nyeri pada daerah luka.
D. Klasifikasi Luka Bedah Kebidanan
1. Episiotomi / Laserasi Episiotomi
a. Pengertian
Episiotomi adalah insisi pada perineum untuk memperbesar mulut vagina.
Episiotomi adalah sebuah irisan bedah pada perineum untuk memperbesar muara
vagina yang dilakukan tepat sebelum keluarnya kepala bayi (Eisenberg, A.,
1996).
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan
terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum
rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum.
(Wiknjosastro, 2008).
Episiotomi adalah suatu tindakan yang disengaja pada perineum dan vagina yang
sedang dalam keadaan meregang.
b. Klasifikasi
1) Episiotomi medial
Paling sering dilakukan. Episiotomi ini efektif, mudah diperbaiki, dan
biasanya nyeri yang timbul lebih ringan. Kadang-kadang dapat terjadi
perluasan melalui sfingter rectum (laserasi derajat ketiga) atau bahkan ke kanal
ani (laserasi derajat keempat).
2) Episiotomi mediolateral
Dilakukan pada persalinan dengan tindakan jika ada kemungkinan terjadi
perluasan kearah posterior. Meskipun dengan demikian robekan derajat empat
dapat dihindari, tetapi robekan derajat tiga dapat terjadi. Selain itu, Jika
dibandingkan dengan episiotomi medial, kehilangan darah akan lebih banyak
dan perbaikan lebih sulit serta lebih nyeri.

c. Perawatan Luka Episiotomi


Merupakan pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan luka akibat insisi pada
perineum yang dalam masa antara kelahiran plasenta sampai dengan kembalinya
organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil. Tujuan perawatan adalah untuk
mencegah infeksi perineum, untuk penyembuhan luka dan kebersihan perineum.
d. Waktu Perawatan Luka Episiotomi
1) Saat mandi
2) Setelah buang air kecil
3) Setelah buang air besar
e. Cara Perawatan Luka Episiotomi
Perawatan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi dengan cara
menjaga kebersihan perineum caranya sebagai berikut:
1) Persiapan :
a) Siapkan air hangat
b) Sabun dan washlap
c) Handuk kering dan bersih
d) Pembalut ganti yang secukupnya
e) Celana dalam yang bersih
2) Cara merawatnya :
a) Lepas semua pembalut dan cebok dari arah depan ke belakang
b) Washlap dibasahi dan buat busa sabun lalu gosokkan perlahan washlap
yang sudah ada busa sabun tersebut ke seluruh lokasi luka jahitan. Jangan
takut dengan rasa nyeri, bila tidak dibersihkan dengan benar maka darah
kotor akan menempel pada luka jahittan dan menjadi tempat kuman
berkembang biak.
c) Bilas dengan air hangat dan ulangi sekali lagi sampai yakin bahwa luka
benar – benar bersih. Bila perlu lihat dengan cermin kecil.
d) Setelah luka bersih boleh berendam dalam air hangat dengan
menggunakan tempat rendam khusus. Atau bila tidak bisa melakukan
perendaman dengan air hangat cukup di siram dengan air hangat.
e) Kenakan pembalut baru yang bersih dan nyaman dan celana dalam yang
bersih dari bahan katun. Jangan mengenakan celana dalam yang bisa
menimbulkan reaksi alergi.
f) Segera mengganti pembalut jika terasa darah penuh, semakin bersih luka
jahitan maka akan semakin cepat sembuh dan kering.
g) Konsumsi makanan bergizi dan berprotein tinggi agar luka jahitan cepat
sembuh. Makanan berprotein ini bisa diperoleh dari telur, ikan, ayam dan
daging, tahu, tempe. Jangan pantang makanan, ibu boleh makan semua
makanan kecuali  bila ada riwayat alergi.
h) Luka tidak perlu dikompres obat antiseptik cair tanpa seizin dokter atau
bidan.
i) Lamanya jahitan mengering
j) Luka jahitan rata-rata akan kering dan baik dalam waktu kurang dari satu
minggu. Bila keluar darah kotor bau busuk dari jalan lahir, ibu panas, dan
luka jahitan bengkak kemerahan terasa sangat nyeri atau luka jahitan
bernanah. Ada beberapa catatan yang perlu diketahui:
- Luka jahitan terasa sedikit nyeri
Jangan cemas, rasa nyeri ini akibat terputusnya jaringan syaraf dan
jaringan otot , namun semakin sering di gerakkan maka nyeri akan
berkurang. Bila ibu hanya berbaring terus menerus dan takut bergerak
karena nyeri akan menghambat proses penyembuhan. Sirkulasi darah
pada luka menjadi tidak lancar.
- Luka terlihat sedikit bengkak dan merah
Pada proses penyembuhan luka tubuh secara alami akan memproduksi
zat-zat yang merupakan reaksi perlawanan terhadap kuman. Sehingga
dalam proses penyembuhan luka kadang terjadi sedikit pembengkakan
dan kemerahan. Asalkan luka bersih ibu tak perlu cemas. Bengkak dan
merah ini bersifat sementara.
2. Abses Payudara
a. Pengertian
Abses adalah  pengumpulan eksudat purulen yang terjebak di dalam jaringan
yang kemudian membentuk rongga yang secara anatomis sebelumnya tidak ada
dengan jaringan fibrotik disekitarnya sebagai respon tubuh terhadap adanya
infeksi.
Abses Payudara adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan kumpulan
nanah yang terbentuk di bawah kulit payudara sebagai akibat dari infeksi bakteri.
Kondisi ini menyebabkan payudara membengkak, merah, dan nyeri bila disentuh.
b. Gejala
3) Tanda-tanda inflamasi pada payudara (merah dan kulit terlihat mengkilap,
panas jika disentuh, membengkak dan adanya nyeri tekan)
4) Teraba massa
Suatu abses yang terbentuk tepat di bawah kulit biasanya tampak sebagai suatu
benjolan yang teraba fluktuatif (lunak) atau edema keras. Jika abses akan
pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit di atasnya
menipis.
5) Gejala sistematik berupa demam tinggi, menggigil dan malaise (lesu atau tidak
enak badan)
6) Nipple discharge )keluar cairan dari puting susu, biasanya mengandung nanah)
7) Gatal-gatal
8) Pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama denan payudara
yang terkena
c. Etiologi
Infeksi pada payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang umum ditemukan
pada kulit normal (staphylococcus aureus). Infeksi terjadi khususnya pada saat
ibu menyusui. Bakteri masuk ke tubuh melalui kulit yang rusak, biasanya pada
puting susu yang rusak pada masa awal menyusui. Area yang terinfeksi akan
terisi dengan nanah. Adapun patogenesis dari abses payudara ini adalah luka atau
lesi pada puting sehingga terjadi peradangan kumudian organisme berupa bakteri
atau kuman masuk kedalam payudara sehingga  pengeluaran susu terhambat
akibat  penyumbatan duktus kemudian terjadi infeksi yang tidak tertangani yang
mengakibatkan terjadinya abses.
d. Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Jika tidak
sedang menyusui, bisa dilakukan mammografi atau biopsi payudara.
e. Penanganan
1) Teknik menyusui yang benar
2) Perawatan payudara
3) Hentikan menyusui pada payudara yang mengalami abses, tetapi ASI harus
tetap dikeluarkan.
4) Apabila abses bertambah parah dan mengeluarkan nanah (insisi dan drainase),
berikan antibiotik. Caranya :
a) Jika abses telah pecah, maka mulai painting dari arah luar ke dalam
(bagian yang kotor diusap terakhir)
b) Drepping (pemakaina duk steril)
c) Anastesi dengan chlor ethyl topical (dengan disemprot)
d) Siapkan bengkok dan kassa untuk menampung eksudat)
e) Insisi bagian yang fluktuatif dan dinding yang paling tipis dengan pisau
no. 11 kemudian lebarkan

f) Tekan sampai pus atau eksudat minimal

g) Lakukan debridement (pengangkatan) jaringan nekrotik dengan kuret atau


kassa

h) Irigasi dengan NaCl 9 % sampai jernih


i) Bilas dengan H2O2
j) Cuci dengan antiseptik poviden iodine (betadin), chlorhexidin (savlon)
k) Jika kemingkinan eksudat masih ada atau diperkirakan masih produktif
sebaiknya dipasang drain (dengan penroos drai atau potongan karet
handscoon steril)
l) Rawat sebagai luka terbuka (tidak dijahit)
f. Pencegahan
1) Hoffman exercises
Dilakukan pada ibu yang memiliki puting susu yang rata. Latihan ini dimulai
sejak usia kehamilan 38 minggu. cara melakukannya adalah dengan
menggunakan pelicin (contoh : vaselin, baby oil) pada areola, kemudian dua
ruas jari (jari telunjuk dan ibu jari) diletakkan sepanjang sisi puting susu dan
kulit lalu menarik dengan lembut arah horizontal (dilakukan beberapa kali).
Selain itu bisa juga dengan menarik puting dengan spuit.
2) Bersihkan puting susu dan payudara sebelum dan sesudah menyusui
3) Hindari pakaian yang menyebabkan iritasi pada payudara
4) Menyusui secara bergantian pada masing-masing payudara. Bila dirasa masih
penuh namun bayi sudah tidak mau menyusui maka dipompa.
5) Gunakan teknik menyusui yang benar
6) Perawatan payudara
3. Sectio Caesarea
a. Pengertian
Sectio Caesaria secara umum adalah operasi yang dilakukan untuk mengeluarkan
janin dan plasenta dengan membuka dinding perut dan uterus (Wiknjosastro,
2005).
Sectio Caesarea berasal dari bahasa Latin, Caedere, artinya memotong. Sectio
Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding rahim. Pada pasien yang dilakukan operasi pembedahan untuk tindakan
sectio cesarea ini memerlukan beberapa perhatian karena ibu nifas yang
melahirkan dengan operasi caesarea agar dapat melewati fase penyembuhan
pasca operasi tanpa komplikasi.
b. Klasifikasi
Menurut Wiknjosastro (2005), luka Sectio Caesaria dapat diklasifikasikan
menjadi 3 jenis yaitu:
1) Sectio Caesaria Transperitonealis Profunda
Merupakan pembedahan yang paling banyak dilakukan dengan insisi di
segmen bawah uterus. Keunggulan pembedahan ini adalah perdarahan luka
insisi tidak seberapa banyak. Bahaya peritonitis tidak besar. Parut pada uterus
umumnya kuat sehingga bahaya rupture uteri dikemudian hari tidak besar
karena dalam masa nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak
mengalami kontraksi seperti korpus uteri, sehingga luka dapat sembuh lebih
sempurna.
2) Sectio Caesaria Klasik atau Sectio Caesaria Corporal
Merupakan pembuatan insisi pada bagian tengah korpus uteri sepanjang 10-12
cm dengan ujung bawah di atas batas plika vesiko uterine. Insisi ini dibuat
hanya diselenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan Sectio Caesaria
transperitonealis profunda (misalnya melekat eratnya uterus pada dinding
perut karena Sectio Caesaria yang dahulu, insisi di segmen bawah uterus
mengandung bahaya perdarahan banyak berhubungan dengan letaknya
plasenta pada plasenta previa). Kekurangan pembedahan ini disebabkan oleh
lebih besarnya bahaya peritonitis, dan kira-kira 4 kali lebih bahaya rupture
uteri pada kehamilan yang akan datang. Sesudah Sectio Caesaria klasik
sebaiknya dilakukan sterilisasi atau histerektomi.
3) Sectio Caesaria Ekstraperitoneal
Sectio Caesaria ini dilakukan untuk mengurangi bahaya infeksi puerperal,
akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap infeksi, pembedahan Sectio
Caesaria ini sekarang tidak banyak lagi dilakukan. Pembedahan tersebut sulit
dalam tehniknya.
c. Penatalaksanaan Medis Pasca Sectio Caesarea
Penatalaksanaan medis dan perawatan setelah dilakukan sectio caesarea
(Prawirohardjo, 2007), yaitu :
1) Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermat
2) Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap
berkontraksi dengan kuat
3) Pemberian analgetik dan antibiotik
4) Periksa aliran darah uterus paling sedikit 30 ml/jam
5) Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai untuk 24 jam
pertama setelah pembedahan
6) Ambulasi satu hari setelah pembedahan klien dapat turun sebentar dari tempat
tidur dengan bantuan orang lain
7) Perawatan luka : insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip) diangkat pada
hari ke empat setelah pembedahan
8) Pemeriksaan laboratorium : hematokrit diukur pagi hari setelah pembedahan
untuk memastikan perdarahan pasca operasi atau mengisyaratkan hipovolemia.
4. Infeksi Luka Operasi
a. Pengertian
Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berpoliferasi di dalam
tubuh yang menyebabkan sakit sehabis tindakan bedah.
Infeksi Luka Operasi (ILO) atau Infeksi Tempat Pembedahan (ITP) / Surgical
Site Infection (SSI) adalah infeksi pada luka operasi atau organ/ruang yang terjadi
dalam 30 hari paska operasi atau dalam kurun 1 tahun apabila terdapat implan.
Sumber bakteri  pada ILO dapat berasal dari pasien, dokter dan tim, lingkungan,
dan termasuk juga instrumentasi
b. Tanda-tanda Infeksi
1) Kalor (Panas)
Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih luas panas dari sekelilinginya,
sebab terdapat lebih banyak darah yang disalurkan ke area terkena infeksi/
fenomena panas lokal karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai
suhu inti dan hiperemia lokal tidak menimbulkan perubahan.
2) Dolor (Rasa Sakit)
Dolor dapat ditimbulkan oleh perubahan PH lokal atau konsentrasi lokal ion-
ion tertentu dapat merangsang ujung saraf. pengeluaran zat kimia tertentu
seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf nyeri,
selain itu pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan
peningkatan tekanan lokal dan menimbulkan rasa sakit.
3) Sopor (Kemerahan)
Merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang mengalami peradangan.
Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang mensuplai daerah
tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah yang mengalir
kedalam mikro sirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau
sebagian saja meregang, dengan cepat  penuh terisi darah. Keadaan ini yang
dinamakan hiperemia atau kongesti.
4) Tumor (Pembengkakan)
Pembengkakan ditimbulkan oleh karena pengiriman cairan dan sel-sel dari
sirkulasi darah kejaringan interstisial. Campuran cairan dan sel yang
tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat.
5) Fungsiolaesa
Adanya perubahan fungsi secara superficial bagian yang bengkak dan sakit
disrtai sirkulasi dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, sehingga organ
tersebut terganggu dalam menjalankan fungsinya secara normal.
c. Faktor yang Mempengaruhi Infeksi Luka Operasi
1) Environment
a) Lamanya waktu tunggu pre operasi di RS
b) Teknik septik antiseptik
c) Ventilasi ruang operasi
2) Pasien
a) Umur
b) Nutrisi dan berat badan
c) Penyakit
d) Obat-obat yang digunakan
d. Prinsip Pencegahan Infeksi Luka Operasi
1) Mengurangi resiko infeksi dari pasien
2) Mencegah transmisi mikroorganisme dari petugas, lingkungan, instrumen dan
pasien itu sendiri
e. Perawatan Infeksi Luka Operasi
1) Pembersihan luka
2) Pembalutan
3) Kondisi pasien stabil
4) Sterilisasi
E. Tindakan Perawatan Luka Bedah
1. Ganti Balutan

a. Pengertian Mengganti Balutan


Melakukan perawatan pada luka dengan cara mamantau keadaan luka,
melakukan penggatian balutan (ganti verban) dan mencegah terjadinya
infeksi,yiatu dengan cara mengganti balutan yang kotor dengan balutan yang
bersih.
b. Tujuan
1) Meningkatkan penyembuhan luka dengan mengabsorbsi cairan dan dapat
menjaga kebersihan luka
2) Melindungi luka dari kontaminasi
3) Dapat menolong hemostatis (bila menggunakan elastis verband)
4) Membantu menutupnya tepi luka secara sempurna
5) Menurunkan pergerakan dan trauma
6) Menutupi keadaan luka yang tidak menyenangkan
c. Indikasi
Pada balutan yang sudah kotor
d. Kontra Indikasi
1) Pembalut dapat menimbulkan situasi gelap, hangat dan lembab sehingga
mikroorganisme dapat hidup
2) Pembalut dapat menyebabkan iritasi pada luka melalui gesekan-gesekan
pembalut.
e. Persiapan Alat
1) Alat-alat steril
a) Pinset anatomis 1 buah
b) Pinset sirugis 1 buah
c) Gunting bedah/jaringan 1 buah
d) Kassa kering dalam kom tertutup secukupnya
e) Kassa desinfektan dalam kom tertutup
f) Sarung tangan 1 pasang
g) Korentang/forcep
2) Alat-alat tidak steril
a) Gunting verban 1 buah
b) Plester
c) Pengalas
d) Kom kecil 2 buah (bila dibutuhkan)
e) Nierbeken 2 buah
f) Kapas alkohol
g) Aceton/bensin
h) Sabun cair anti septik
i) NaCl 9 %
j) Cairan antiseptic (bila dibutuhkan)
k) Sarung tangan 1 pasang
l) Masker
m) Air hangat (bila dibutuhkan)
n) Kantong plastik/baskom untuk tempat sampah
f. Pelaksanaan
1) Jelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
2) Dekatkan alat-alat ke pasien
3) Pasang sampiran
4) Perawat cuci tangan
5) Pasang masker dan sarung tangan yang tidak steril
6) Atur posisi pasien sesuai dengan kebutuhan
7) Letakkan pengalas dibawah area luka
8) Letakkan nierbeken didekat pasien
9) Buka balutan lama (hati-hati jangan sampai menyentuh luka) dengan
menggunakan pinset anatomi, buang balutan bekas kedalam nierbeken.
10) Jika menggunakan plester lepaskan plester dengan cara melepaskan ujungnya
dan menahan kulit dibawahnya, setelah itu tarik secara perlahan sejajar
dengan kulit dan kearah balutan. (Bila masih terdapat sisa perekat dikulit,
dapat dihilangkan dengan aceton/ bensin)
11) Bila balutan melekat pada jaringan dibawah, jangan dibasahi, tapi angkat
balutan dengan berlahan
12) Letakkan balutan kotor ke neirbeken lalu buang kekantong plastic, hindari
kontaminasi dengan permukaan luar wadah
13) Kaji lokasi, tipe, jumlah jahitan atau bau dari luka
14) Membuka set balutan steril dan menyiapkan larutan pencuci luka dan obat
luka dengan memperhatikan tehnik aseptic
15) Buka sarung tangan ganti dengan sarung tangan steril
16) Membersihkan luka dengan sabun anti septic atau NaCl 9 %
17) Memberikan obat atau antikbiotik pada area luka (disesuaikan dengan terapi)
18) Menutup luka dengan cara:
a) Balutan kering
- Lapisan pertama kassa kering steril untuk menutupi daerah insisi dan
bagian sekeliling kulit
- Lapisan kedua adalah kassa kering steril yang dapat menyerap
- Lapisan ketiga kassa steril yang tebal pada bagian luar
b) Balutan basah – kering
- Lapisan pertama kassa steril yang telah diberi dengan cairan fisiologik
untuk menutupi area luka
- Lapisan kedua kasa steril yang lebab yang sifatnya menyerap
- Lapisan ketiga kassa steril yang tebal pada bagian luar
c) Balutan basah – basah
- Lapisan pertama kassa steril yang telah diberi dengan cairan fisiologik
untuk menutupi luka
- Lapisan kedua kassa kering steril yang bersifat menyerap
- Lapisan ketiga (paling luar) kassa steril yang sudah dilembabkan
dengan cairan fisiologik
19) Plester dengan rapi
20) Buka sarung tangan dan masukan ke dalam nierbeken
21) Lepaskan masker
22) Atur dan rapikan posisi pasien
23) Buka sampiran
24) Evaluasi keadaan umum pasien
25) Rapikan peralatan dan kembalikan ketempatnya dalam keadaan bersih, kering
dan rapi
26) Cuci tangan
27) Dokumentasikan tindakan dalam catatan keperawatan
2. Angkat Jahitan

a. Pengertian
Mengangkat atau membuka benang jahitan pada luka yang dijahit. Gunanya
untuk menjegah timbulnya infeksi dan tertinggalnya benang.
Operasional dilakukan pada :
1) Luka operasi yang sudah waktunya diangkat jahitannya
2) Luka pasca bedah yang sudah sembuh
3) Luka infeksi oleh karena jahitan
b. Persiapan
1) Persiapan Klien
a) Cek perencanaan Keperawatan klien
b) Klien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan
2) Persiapan Alat
a) Set angkat jahitan seteril
b) Kapas bulat / lidi kapas
c) Bengkok
d) Gunting dan plester
e) Alkohol 70 % / wash bensin
f) Kantong balutan kotor
g) Kassa / tufer dalam tromol
h) Bethadine 10 %
c. Pelaksanaan
1) Perawat cuci tangan
2) Memasang sampiran disekeliling tempat tidur
3) Atur posisi klien sesuai kebutuhan
4) Meletakan set angkat jahitan didekat klien atau didaerah yang mudah
dijangkau
5) Membuka set angkat jahitan seteril
6) Membuka balutan dengan hati-hati dan balutan dimasukan kedalam kantong
balutan kotor, bekas-bekas plester dibersihkan dengan kapas bensin
7) Mendisinfeksi sekitar luka operasi dengan kapas alkohol 70 % dan mengolesi
luka operasi dengan bethadine 10 %
8) Melepaskan jahitan satu persatu selang seling, dengan cara :
9) Menjepit simpul jahitan dengan pinset anatomis dan ditarik sedikit keatas
kemudian menggunting benang dibawah simpul yang berdekatan dengan kulit
atau pada sisi yang lain yang tidak simpul
10) Mengolesi luka dan sekitarnya dengan bethadine
11) Menutup luka dengan kassa kering dan diplester
12) Merapihkan klien dan alat – alat dibereskan
13) Perawat cuci tangan
14) Perhatikan dan catat reaksi klien setelah melakukan tindakan
d. Evaluasi
Perhatikan respon klien dan hasil tindakan
e. Dokumentasi
Mencatat tindakan yang telah dilakukan (waktu pelaksanaan, respon klien, hasil
tindakan, Kondisi luka, perawat yang melakukan ) pada catatan keperawatan

Anda mungkin juga menyukai