Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

PERAWATAN LUKA MODERN DRESSING


PADA PASIEN CA LIDAH

A. Konsep Luka
a. Definisi
Luka adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa
membran dan tulang atau organ tubuh lain yang
menimbulkan efek hilangnya seluruh atau sebagian fungsi
organ, respon stres simpatis, perdarahan seta pembekuan
darah, kontaminasi bakteri dan kemtian sel (Kozier, 1995
Menurut Sjamsuhidayat (2005), luka adalah
rusaknya kesatuan komponen jaringan, dimana secara
spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau
hilang (Usiska, 2015). Luka merupakan suatu bentuk
kerusakan jaringan pada kulit yang disebabkan kontak
dengan sumber panas (bahan kimia, air panas, api,
b. Klasifikasi luka
a) Berdasarkan tingkat kontaminasinya
1. Luka bersih: Luka elektif, bukan emergency, tidak
disebabkan oleh trauma
ditutup secara primer tidak ada tanda inflamasi akut,
prosedur aseptik dan antiseptik dijalankan dengan
baik, tidak melibatkan traktus respiratorius,
<
gastrointestinal, bilier dan genitourinarius. Kulit
disekitar luka tampak bersih, tidak ada tanda
2. Luka bersih terkontaminasi: Luka uregent 2% atau
emergency tapi bersih, tidak <10
ada material kontaminan dalam luka. Resiko infeksi
<4
3. Luka terkontaminasi: Tampak ada inflamasi non-
purulen, luka terbuka jam, 20%
luka terbuka kronis, luka terbuka dan luas (indikasi
>4
untuk skin grafting), prosedur aseptik dan antiseptik
40%
tidak dijalankan dengan baik. Resiko infeksi
4. Luka kotor/terinfeksi: Tampak tanda infeksi di kulit
b) Berdasarkan onset terjadinya
1. Luka akut
Disebabkan karena trauma atau pembedahan. Waktu
penyembuhannya relatif cepat, dengan
penyembuhan secara primer. Cedera jaringan akan
8-12 minggu. Penyebab utama dari luka akut
adalah cedera mekanikal karena faktor eksternal,
dimana terjadi kontak antara kulit dengan
permukaan yang keras atau tajam, luka tembak,
dan luka pasca operasi. Penyebab lain luka akut
adalah luka bakar dan cedera kimiawi, seperti
2. Luka kronis
Luka kronis didefinisikan sebagai luka yang belum
sembuh setelah 3 bulan. Sering disebabkan oleh
luka bakar yang luas, gangguan sirkulasi, tekanan
yang berlangsung lama (pressure ulcers/ulkus
diabetikus), ulkus diabetik dan keganasan. Waktu
penyembuhan cenderung lebih lama, risiko
terinfeksi lebih besar dan terkadang mengakibatkan
matriks penghubung jaringan. Salah satu penyebab
terjadinya luka kronik yaitu akibat kegagalan
pemulihan karena kondisi fisiologis (seperti DM
dan kanker), infeksi terus menerus dan rendahnya
c) Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
1. Stadium I : Luka superficial (non-blanching
erithema) yaitu luka yang terjadi
pada lapisan epidermis kulit.
2. Stadium II : Luka parsial (partial thickness) yaitu
hilangnya lapisan kulit pada
3. Stadium III : Luka full thickness yaitu kehilangan
kulit secara keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan
yang dapat meluas sampai
bawah tetapi tidak melewati jaringan yang
mendasarinya. Lukanya sampai pada
lapisan epidermis, dermis, dan fasia tetapi tidak
mengenai otot. Luka timbul
d) Berdasarkan mekanisme kejadian
1. Luka insisi (incised wounds), terjadi karena teriris
oleh instrumen yang tajam.
Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih
(aseptik) biasanya tertutup oleh sutura setelah seluruh
pembuluh darah yang luka diikat (ligasi)
3.
2. Luka
Luka lecet
memar(abraded wound),
(contusion terjaditerjadi
wound), akibatakibat
kulit
bergesekan dengan benda lain
biasanya dengan benda yang tidak tajam
4. Luka tusuk (punctred wound), terjadi akibat adanya
benda seperti peluru atau
pisau yang masuk ke dalam kulit dengan diameter
yang kecil
5. Luka gores (lacerated wound), terjadi akibat benda
yang tajam seperti oleh kaca
atau oleh kawat
Sedangkan menurut (Ariningrum, dkk. 2018):
1. Erosi, abrasi dan excoriasi
1) Erosi : Luka hanya sampai stratum corneum
2) Abrasi : Luka sampai stratum spinosum
3) Excoriasi :luka sampai stratum basale
a. Merupakan kerusakan epitel permukaan akibat
trauma gesek pada epidermis.
b. Abrasi luas dapat mengakibatkan kehilangan
cairan tubuh.
c. Luka harus segera dicuci, benda asing dalam
2. Kontusio
1) Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau
ledakan
2) Dapat mengakibatkan kerusakan jaringan yang luas
3) Pada awalnya, lapisan kulit diatasnya bisa jadi
intak, tapi pada ahirnya dapat
menjadi non-viable
4) Hematoma berukuran besar yang terletak di bawah
3. Laserasi
1) Leserasi terjadi jika kekuatan trauma melebihi
kekuatan regang jaringan, misalnya
robekan kulit kepala akibat trauma tumpul pada
2) Laserasi diklasifikasikan berdasarkan mekanisme
terjadinya, yaitu:
a. Insisi:
a) Luka sayatan, disebabkan oleh benda tajam
b) Kerusakan jaringan sangat minimal
c) Contoh: luka tusuk, luka pembedahan, terkena
pecahan kaca
d) Ditutup dengan bantuan jahitan, klip, staples,
adhesive strips (plester)
b. Tensio laceration
a) Disebabkan oleh trauma tumpul, biasanya
karena tangential force yang kekuatanya
melebihi daya regang jaringan
b) Akibatnya adalah terjadinya robekan kulit
dengan tepi tidak teratur
disertai kontusio jaringan disekitarnya.
c. Crush laceration atau compression loceration
a) Laserasi kulit terjadi karena kulit tertekan
diantara objek dan tulang di
bawahnya.
b) Laserasi tipe ini biasanya terbentuk stellate
dengan kerusakan sedang
dari jaringan di sekitarnya.
4. Kombinasi dari ketiganya.
a) Berdasarkan warna dasar luka
1. Hitam (black). Menurut Arisanty (2013), warna
dasar luka hitam artinnya
jaringan nekrosis (mati) dengan kecenderungan
keras kering. Jaringan tidak mendapatkan
hingga tulang, dengan lapisan epidermis masih
terlihat utuh. Luka terlihat kering, namun itu
terlihat tidak sehat dan harus diangkat. Tujuan
perawatan luka adalah untuk membersihkan
jaringan mati dengan debridement, baik dengan
2. Kuning (yellow). Warna dasar luka kuning
artinya jaringan nekrosis (mati)
yang lunak berbentuk seperti nanah beku pada
permukaan kulit yang sering disebut dengan
slough. Jaringan ini juga mengalami kegagalan
vaskularisasi dalam tubuh dan memiliki eksudat
yang banyak hingga sangat banyak. Perlu
dipahami bahwa jaringan nekrosis hitam atau
kuning belum tentu mengalami infeksi sehingga
penting sekali bagi klinisi luka untuk melakukan
pengkajian yang tepat. Pada beberapa kasus, kita
akan menemukan bentuk slough yang keras yang
disebabkan oleh balutan yang tidak lembab
(Puspita, 2013 dalam Yani, 2017)
3. Merah (red). Warna dasar merah artinya jaringan
4. Pink. Warna dasar luka pink menunjukkan
terjadinya proses epitelisasi dengan
baik menuju maturasi. Artinya luka sudah
menutup, namun biasanya sangat rapuh sehingga
perlu untuk tetap dilindungi selama proses
maturasi terjadi. Memberikan kelembaban pada
jaringan epitel dapat membantu agar tidak timbul
c. Fase penyembuhan luka
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang
kompleks karena adanya kegiatan bioseluler dan biokimia
yang terjadi secara berkesinambungan (Purnama, 2017).
Terdapat 3 fase penyembuhan luka yaitu (Bryant & Nix
(2007) dalam Sukowati, dkk., 2013):
a) Fase inflamasi Proses inflamasi terjadi pada 0-5 hari.
Respon segera setelah terjadi
injuri yaitu terjadi pembekuan darah yang bertujuan untuk
mencegah kehilangan darah. Karakteristik luka yaitu
adanya tumor, rubor, kalor, dolor dan functio laesa. Fase
awal terjadi haemostasis dan fase akhir terjadi fagositosis.
Lamanya fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi.
b) Fase proliferasi (granulasi atau epitelisasi) Proses
penyembuhan luka pada fase prolifersi
terdiri dua fase yaitu:
2. Fase epitelisasi Yaitu proses pembentukan kembali
lapisan kulit yang rusak. Epitelisasi
terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan
lapisan epidermis pada tepian luka. Pada luka insisi
proses epitalisasi terjadi pada 48 jam pertama.
c) Fase maturasi atau remodelling
Berlangsung dari beberapa minggu sampai%beberapa
tahun. Terbentuknya kolagen yang baru mengubah bentuk
luka serta peningkatan kekuatan jaringan (tensile
d. Proses penyembuhan luka
a) Penyembuhan primer (healing by primary intention)
Tepi luka bisa menyatu kembali,
permukaan bersih, tidak ada jaringan yang hilang.
Biasanya terjadi setelah suatu insisi. Penyembuhan luka
berlangsung dari internal ke eksternal.
b) Penyembuhan sekunder (healing by secondary
intention) Sebagian jaringan hilang,
proses penyembuhan berlangsung mulai dari
e. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
a) Nutrisi Penyembuhan luka secara normal memerlukan
nutrisi yang tepat. Proses
fisiologi penyembuhan luka bergantung pada tersedianya
protein, vitamin A dan C, mineral renik zink dan
tembaga (Potter & Perry, 2005 dalam Usiska, 2015).
Kebutuhan protein dan kalori pada pasien dengan luka
besar cenderung menjadi lebih tinggi daripada kebutuhan
orang sehat. Mal nutrisi menjadi faktor terpenting dari
keterlambatan penyembuhan luka. Defisiensi protein
b) Kelembaban Studi proses penyembuhan luka
memperlihatkan bahwa lingkungan lembab
lebih diperlukan dalam penyembuhan luka dibandingkan
dengan lingkungan yang kering. Lingkungan
penyembuhan luka yang lembab merupakan hal yang
paling penting untuk penyembuhan luka karena
lingkungan lembab mempengaruhi kecepatan epitelisasi
dan pembentukan jumlah skar. Lingkungan
penyembuhan luka yang lembab memberi kondisi
optimum untuk mempercepat proses penyembuhan
c) Usia Penuaan dapat mengganggu semua tahap proses
penyembuhan luka. Perubahan
vaskuler mengganggu sirkulasi ke darah luka,
penurunan fungsi hati mengganggu sintesis faktor
pembekuan, respon inflamasi lambat, pembentukan
antibodi dan limfosit menurun, jaringan kolagen kurang
lunak dan jaringan parut kurang elastis (Potter & Perry,
2005 dalam Usiska 2015).
d) Gangguan oksigenasi Oksigen memiliki peran vital
dalam sintesis kolagen, kapiler- kapiler
baru, perbaikan jaringan epitel dan pengendalian infeksi.
e) Gangguan suplai darah dan pengaruh hipoksia Buruknya
vaskularisasi pada luka dapat
menghambat penghantaran substansi-substansi esensial
untuk luka, seperti oksigen, asam amino, vitamin dan
mineral. Suplai darah yang buruk pada luka dapat
menghambat proses penyembuhan luka sekalipun status
nutrisi pasien baik. Sementara itu, hipoksia dapat
menghalangi mitosis dalam sel-sel epitel dan fibroblas
yang bermigrasi, sintesa kolagen, dan kemampuan
makrofag untuk menghancurkan bakteri yang dicerna
(Morison, 2004 dalam Usiska, 2015).
f) Eksudat yang berlebihan Terdapat suatu keseimbangan
g) Jaringan nekrotik, krusta yang berlebihan dan benda
asing Adanya jaringan nekrotik
dan krusta yang berlebihan di tempat luka dapat
memperlambat penyembuhan dan meningkatkan resiko
terjadinya infeksi klinis. Demikian juga adanya segala
bentuk benda asing (Morison, 2004 dalam Usiska, 2015).
h) Perawatan luka Gagal mengidentifikasi penyebab yang
mendasari sebuah luka
penggunaan antiseptik yang kurang bijaksana,
penggunaan antibiotik topikal yang kurang tepat, dan
ramuan obat perawatan luka lainnya, serta teknik
pembalukan luka yang kurang hati-hati adalah penyebab
terlambatnya penyembuhan luka yang harus dihindari
(Morison, 2004 dalam Usiska, 2015).
i) Obat-obatan Obat anti inflamasi seperti steroid dan
setelah luka pembedahan tertutup karena koagulan
intravaskuler sudah terjadi (Morison, 2004 dalam
Usiska, 2015)
j) Stress luka Tekanan mendadak yang tidak terduga pada
sebuah luka akan menghambat
proses pembentukan sel endotel dan jaringan kalogen
yang terjadi selama proses penyembuhan luka (Potter &
Perry, 2005). Pada sebuah luka terbuka, trauma mekanis
sangat mudah merusak jaringan granulasi yang penuh
f. Masalah yang terjadi pada luka
a) Infeksi Infeksi merupakan reaksi yang timbul jika luka
tidak segera ditangani. Infeksi
biasanya terjadi karena mikroorganisme. Infeksi pada
luka dapat ditandai dengan munculnya bengkak pada
area lokal, kemerahan, panas, nyeri dan demam (suhu
tubuh lebih dari 38 C), berbau yang tidak sedap,
keluarnya cairan purulen. Invasi bakteri pada luka dapat
terjasi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah
pembedahan. Pada luka sayat, resiko infeksi akan terjadi
dalam 5-7 hari setelah operasi (Arisanty (2013); Perry &
Potter (2013) dalam Putra, 2017)
c) Dehiscence atau eviscerasi Dehiscence atau eviscerasi
adalah komplikasi operasi yang
paling serius. Debiscence adalah terbukanya lapisan
luka secara parsial atau total. Eviscerasi adalah
keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Selanjutnya
faktor meliputi kegemukan, kurang nutrisi. Multiple
trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebih,
muntah dan dehidrasi mempertinggi resiko untuk
mengalami dehisance (Perry & Petter, 2005 dalam
Putra, 2017)
d) Sinus Sinus merupakan jalan ke permukaan kulit
(terowongan) karena adanya abses
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan ini disusun untuk memenuhi


tugas praktik wound care semester VI pada tanggal 26-
28 April 2021 oleh mahasiswa STIKES Karya Husada
Kediri
Nama : Arni Nazirah
Nim : 201803012
Judul : Laporan Asuhan Keperawatan
Perawatan Luka Moderen Dressing
Pada Pasien Dengan CAPare, 28 April 2021
Lidah
Mengetahui,

Pembimbing Institusi Mahasiswa

Nove lestari S.Kep.,Ns.,M.Kes Arni


Nazirah
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
PERAWATAN LUKA MODEREN DRESSING
PADA PASIEN DENGAN CA LIDAH

Oleh :
ARNI NAZIRAH
201803012

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA
HUSADA KEDIRI
2021

Anda mungkin juga menyukai