Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH TENTANG KEGAWATDARURATAN NEONATAL

DOSEN MATA KULIAH


Vela Purnamasari, S.Kep.Ns.M.Kep

Disusun Oleh :

Kelompok 2
1. Annisa Triska Hapsari (201903004)
2. Dewi Kusumaningtyas (201903012)
3. Fahrima Reza Mahestri (201903020)
4. Jundah Erlina (201903029)
5. Nabila Oktaviana (201903039)
6. Riza Wandakusuma Wardani (201903048)
7. Siska Oktavia (201903059)
8. Wildhatus Sukhulah (201903068)
9. Ahmad Iqbal Nur Rahman (201903072)

Progam Studi D3 keperawaan


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
TAHUN AJARAN 2019/2021

i
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan


kesempatan pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Makalah
Tentang Kegawatdaruratan Neonatal” tepat waktu.
Makalah yang berjudul “Makalah Tentang Kegawatdaruratan Neonatal”
disusun guna memenuhi tugas Vela Purnamasari, S.Kep.Ns.M.Kep pada mata
kuliah keperawatan gawat darurat di Stikes Karya Husada Kediri Selain itu, kami
juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang
Kegawatdaruratan Neonatal.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Vela
Purnamasari, S.Kep.Ns.M.Kep selaku keperawatan gawat darurat. Tugas yang telah
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang
ditekuni kami. kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan
makalah ini.

Pare, 9 Maret 2021

ii
DAFTAR ISI

JUDUL HALAMAN....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................................II
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................3
1.3 Tujuan.........................................................................................................................3
1.4 Manfaat.......................................................................................................................4
BAB II LANDASAN TEORI....................................................................................................5
2.1 Definisi Kegawatdaruratan Neonatal.....................................................................5
2.2 Faktor – Faktor yang Menyebabkan Kegawatdaruratan Neonatal...................5
2.3 Kondisi – Kondisi yang Kegawatdaruratan Neonatal..........................................5
BAB III PEMBAHASAN..........................................................................................................9
3.1 Ruang Lingkup Kegawatdaruratan Neonatal :.........................................................9
3.2 Triase Kegawatdaruratan Neonatal.........................................................................24
3.3 Peran Perawat pada Kegawatdaruratan Neonatal................................................36
BAB IV PENUTUPAN...........................................................................................................38
4.1 Kesimpulan..................................................................................................................38
4.2 Saran.............................................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................39

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kegawatdaruratan neonatal merupakan suatu kondisi yang dapat
mengancam jiwa seseorang, hal ini dapat terjadi selama kehamilan, ketika
kelahiran bahkan saat hamil. Sangat banyak sekali penyakit serta gangguan
selama kehamilan yang bisa mengancam keselamatan ibu maupun bayi yang
akan dilahirkan. Kegawatan tersebut harus segera ditangani, karena jika
lambat dalam menangani akan menyebabkan kematian pada ibu dan bayi
baru lahir (Walyani & Purwoastuti, 2015).
Kejadian kematian dan kesakitan ibu masih merupakan masalah
kesehatan yang sangat penting yang dihadapi di Negara-negara berkembang.
Berdasarkan riset World Health Organization (WHO) pada tahun 2017 Angka
Kematian Ibu (AKI) di dunia masih tinggi dengan jumlah 289.000 jiwa.
Beberapa Negara berkembang AKI yang cukup tinggi seperti di Afrika Sub-
Saharan sebanyak 179.000 jiwa, Asia Selatan sebanyak 69.000 jiwa, dan di
Asia Tenggara sebanyak 16.000 jiwa. AKI di Negara – Negara Asia Tenggara
salah satunya di Indonesia sebanyak 190 per 100.000 kelahiran hidup,
Vietnam sebanyak 49 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand sebanyak 26 per
100.000 kelahiran hidup, Brunei sebanyak 27 per 100.000 kelahiran hidup,
dan Malaysia sebanyak 29 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2017).
Hasil dari data tersebut, menyampaikan bahwa AKI di Indonesia masih
tinggi jika dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN. Tingginya AKI
selama tahun 2010-2013 disebabkan oleh perdarahan saat bersalin, selain itu
juga ada 4 penyebab utama dari kematian ibu, janin, dan bayi baru lahir (BBL)
yaitu dapat disebabkan oleh adanya perdarahan saat bersalin, infeksi sepsis,
hipertensi dan preeklampsia atau eklampsia, dan persalinan macet atau
distosia (Walyani & Purwoastuti, 2015). Berdasarkan Data yang telah
disampaikan oleh Profil Kesehatan Indonesia tahun 2016, bahwa di Indonesia
AKI pada tahun 1991 sampai dengan 2007 mengalami penurunan dari 390
menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup, sejak tahun 2012
menunjukkan peningkatan yang signifikan dengan jumlah 359 kematian ibu
per 100.000 kelahiran hidup, namun pada tahun 2015 jumlah AKI

1
menunjukkan penurunan dari 359 menjadi 305 per 100.000 kelahiran
hidup(Kemenkes, 2016). AKI ini belum memenuhi target Millinium
Development Goals (MDGs). Target Millinium Development Goals (MDGs)
tahun 2015 menurunkan angka kematian ibu dengan jumlah 102 per 100.000
kelahiran hidup (Kemenkes, 2017). Hasil penelitian yang dilakukan
sebelumnya di RSUP Dr. Kariadi Semarang menyatakan bahwa, kejadian
penyakit jantung yang menyertai kehamilan ditahun 2005-2009 antara 0,4%-
4,1% dengan 11.199 persalinan. Terdapat 109 kasus dan 17 kasus penyakit
jantung yang dapat disebabkan oleh preeklampsia, serta ada 1 kasus
disebabkan karena adanya penyakit tiroid (0,9%), 5 kasus belum diketahui
penyebabnya Wiyati& Wibowo, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa, tercatat 63 kelahiran
dari 59 ibu yang hamil disertai penyakit jantung. Terdapat 47 kasus (74,6%)
lahir di sertai dengan komplikasi. Komplikasi didalam kehamilan paling
banyak ditemui pada prematur 24 kejadian IUFD (Intra Uterine Fetal Death)
atau 6 kasus (9,5%) dan tanpa kejadian stillbirth. Selain itu sebanyak 5 kasus
(7,9%) terjadi kematian dalam 7 hari setelah bayi lahir yaitu sebanyak 4 bayi
lahir dengan berat badan kurang dari 1000 gram dan terdapat 1 bayi lahir
dengan nilai asfiksia berat (Wiyati & Wibowo, 2014).
Berdasarkan hasil riset Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) pada tahun 2012, kejadian meninggalnya ibu sebesar 19 per 1.000
kelahiran hidup, hal ini memberikan kontribusi sebesar 59% dari kematian
bayi. Hasil survei penduduk antar sensus (SUPAS) tahun 2015, bahwa jumlah
AKB sebanyak 22,23 per 1.000 jumlah kelahiran hidup, hal ini sudah sesuai
dengan target Millinium Development Goals (MDGs) yaitu sebesar 23
perkelahiran hidup AKB merupakan jumlah kematian bayi dalam rentang usia
0– 11 bulan pertama kehidupan (Kemenkes, 2017).
AKB terjadi karena disebabkan adanya kehamilan yang beresiko tinggi.
Kehamilan yang beresiko tinggi di Indonesia pada tahun 2017 seperti umur
ibu <18 tahun dan >34 tahun, jarak kelahiran kurang dari 2 tahun, danjumlah
anak yang terlalu banyak >3 (BKKBN, 2017). Penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya pada bulan Maret-Juni 2015 di Kabupaten Mojokerto
menyatakan bahwa 75% responden berusia 20-35 tahun, <20 dan >35 tahun
sebesar 25%. Kejadian komplikasi kehamilan pada ibu dengan usia beresiko
2
mempunyai proporsi yang sama yaitu 20% dan 31,4%. Usia ibu yang tidak
beresiko mengalami komplikasi kehamilan sebesar 80% dan 68,6%. Ibu
dengan kehamilan < 20 dan > 35 tahun beresiko tinggi akan mengalami
komplikasi kehamilan. Hal ini dikarenakan kehamilan diusia < 20 tahun
kondisi ibu fisik ibu yang belum siap dalam menghadapi kehamilan. Namun
kehamilan ini lebih aman ketika ibu berusia diatas 20-35 tahun, resiko akan
mengalami peningkatan kembali saat usia ibu lebih dari 35 tahun
(Syalfina,2017).
Menurut Data Program Kasga Provinsi Jawa Tengah tahun 2016
menjelaskan bahwa, AKI menggambarkan resiko yang dialami ibu dari
kehamilan sampai pasca bersalin yang telah dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya, status gizi ibu saat kehamilan, kondisi sosial ekonomi juga
dapat menunjang tidaknya kesehatan ibu dalam melakukan pemeriksaan
kehamilan, keadaan kesehatan, adanya komplikasi selama kehamilan dan
persalinan (perdarahan, hipertensi dalam kehamilan, infeksi, gangguan
sistem peredaran darah, gangguan metabolisme, dan lainnya) serta
ketersediaan fasilitas kesehatan. Biasanya angka kematian ibu yang tinggi
dikarenakan kurangnya fasilitas pelayanan yang memadai termasuk
pelayanan prenatal dan postnatal serta keadaan sosial ekonomi ibu yang
rendah. Tingginya kasus kematian ibu di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 602
kasus atau setara dengan 109,65 per100.000 kelahiran hidup dengan
prosentase 63,12% diakibatkan oleh
kematian maternal waktu nifas, 22,92% pada waktu hamil dan 13,95 pada
waktu bersalin (Dinkes Jateng, 2017).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja ruang lingkup kegawatdaruratan neonatal ?
2. Apa saja jenis triase yang digunakan dalam kegawatdaruratan ?
3. Bagaimana peran perawat dalam kegawatdaruratan neonatal?

1.3 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang kegawatdaruratan
neonatal dengan status bayi baru lahir.

3
1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui tindakan apa
saja yang dilakukan pada pertolongan pertama kegawatdaruratan
neonatal, dan diharapkan pembaca memahami dan mengerti isi dalam
makalah kegawatdaruratan neonatal.

4
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Kegawatdaruratan Neonatal


Kegawatdaruratan neonatal merupakan suatu kondisi yang dapat
mengancam jiwa seseorang, hal ini dapat terjadi selama kehamilan, ketika
kelahiran bahkan saat hamil. Sangat banyak sekali penyakit serta gangguan
selama kehamilan yang bisa mengancam keselamatan ibu maupun bayi yang
akan dilahirkan. Kegawatan tersebut harus segera ditangani, karena jika lambat
dalam menangani akan menyebabkan kematian pada ibu dan bayi baru lahir
(Walyani & Purwoastuti, 2015).

2.2 Faktor – Faktor yang Menyebabkan Kegawatdaruratan Neonatal


1. Faktor Kehamilan
1) Kehamilan kurang bulan
2) Kehamilan dengan penyakit DM
3) Kehamilan kehamilan dengan gawat janin
4) Kehamilan dengan penyakit kronis ibu
5) Kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat
6) Infertilisasi
2. Faktor pada Partus
1) Partus dengan infeksi intrapartum
2) Partus dengan penggunaan obat sedativ
3. Faktor pada bayi
1) Skor APGAR yang rendah
2) BBLR
3) Bayi kurang bulan
4) Berat lahir lebih dari 4000gram
5) Cacat bawaan
6) Frekuensi pernafasan dengan 2x observasi lebih dari 60/menit
2.3 Kondisi – Kondisi yang Kegawatdaruratan Neonatal
1. Hipotermia
Hipotermia merupakan kondisi dimana suhu tubuh <36 C atau kedua kaki
dan tangan teraba dingin. Akibat dari hipotermia dapat menyebabkan

5
terjadinya hipoksia, terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi
glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat
hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang
dapat ditanggulangi dengan meningkatnya intake kalori.
Penanggulangan Hipotermia :
1) Mencegah hipotermia
2) Mengenal bayi dengan hipotermia
3) Mengenal risiko hipotermia
4) Tindakan pada hipotermia
Tanda _ Tanda Klinis Hipotermia :
1) Hipotermia sedang ( Suhu tubuh 32 C - <36 C )
, Tanda – tandanya yaitu kaki teraba dingin, kemampuan menghisap
lemah, tangisan lemah, dan kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis
marmorata.
2) Hipotermia berat ( Suhu tubuh <32 C )
Tanda – tandanya yaitu sama dengan hipotermia sedang, dan disertai
dengan pernafasan lambat tidak teratur, bunyi jantung lambat,
terkadang disertai hipoglikemiadan asidosis metabolik.
3) Stadium lanjut hipotermia
Tanda – tandanya yaitu muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah
terang, bagian tubuh lainnya pucat, kulit mengeras, merah dan timbul
edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)
2. Hipertermia
Hipertermia merupakan kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan
termoregulasi. Ketika suhu tubuh cukup tinggi, hipertermia menjadi
keadaan darurat medis dan membutuhkan perawatan segera untuk
mencegah kecacatan dan kematian. Penyebab paling umum adalah heat
stroke dan reaksi negative obat. Heat stroke merupakan kondisi akut
hipertermia yang disebabkan oleh kontak yang terlalu lama dengan benda
yang mepunyai panas berlebihan. Hipertermia karena reaksi obat jarang
sekali terjadi. Tanda dan gejala : panas, kulit kering, kulit menjadi merah,
dan teraba panas, pelebaran pembuluh darah dalam upaya untuk
meningkatkan pembuangan panas, bibir bengkak. Tanda dan gejala yang
muncul bervariasi tergantung pada penyebabnya. Dehidrasi yang terkait
6
dengan serangan panas dapat menghasilkan mual, muntah, sakit kepala,
dan hipotensi. Hal tersebut dapat menyebabkan pingsang atau pusing,
terutama jika orang berdiri tiba – tiba. Tachycardia dan tachypnea dapat
juga muncul sebagai akibat penurunan tekanan darah dan jantung.
Penurunan tekanan darah dapat menyebabkan pembuluh darah
menyempit, mengakibatkan kulit pucat ata warna kebiru – biruan dalam
kasus lanjutan stroke panas.
3. Hiperglikemia
Hiperglikemia merupakan suatu kondisi dimana jumlah glukosa dalam
plasma darah berlebihan. Tanda dan gejala : polifargi (sering kelaparan),
polidipsi (sering haus), poliuri (sering buang air kecil), penglihatan kabur,
kelelahan, berat badan menurun, sulit terjadi penyembuhan luka, mulut
kering, kulit kering atau gatal, impotensi (pria), infeksi berulang, kussmaul
hiperventilasi, aritmia, pingsan, koma.
4. Tetanus Neonaturum
Tetanus Neonaturum merupakan penyakit tetanus yang diderita oleh bayi
baru lahir yang disebabkan karena basil klostridium tetani. Tanda dan
gejalaantara lain : bayi tiba – tiba panas dan tidak mau minum, mulut
mencucu seperti mulut ikan, mudah terangsang, gelisah (terkadang
menangis) dan sering kejang disertai sinosis, kaku kuduk sampai
opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku, dahi berkerut, alis mata
terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka rhesus sardonikus.
Penatalaksanaan yang diberikan antara lain :
1) Bersihkan jalan napas
2) Longgarkan atau buka pakaian bayi
3) Masukkan sendok atau tong spatel yang dibungkus kasa ke dalam
mulut bayi
4) Ciptakan lingkungan yang tenang
5) Berikan ASI sedikit demi sedikit saat bayi tidak kejang
5. Penyakit – Penyakit pada Ibu Hamil
1) Kehamilan Trimester I dan II : anemia kehamilan, hyperemesis
gravidarum, abortus, kehamilan ektopik terganggu (implantasi di luar
rongga uterus), molahidatidosa (poliferasi abnormal dari vili khorialis).

7
2) Kehamilan Trimester III : kehamilan dengan hipertensi (hipertensi
essensial, pre eklamsia, eklamsia), perdarahan antepartum (solusio
plasenta (lepasnyaplasenta dari tempat implantasi), plasenta previa
(implantasi plasenta terletak antara atau pada daerah serviks), intersio
velamentosa, rupture sinus marginalis, plasenta sirkumvalata.
6. Sindrom Gawat Napas Neonatus
Sindrom gawat napas neonatus adalah kumpulan gejala yang terdiri dari
dyspnea atau hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali
per menit, sianosis, merintih, waktu eskpirasi dan retraksi di daerah
epigastrum, intercostal pada saat inspirasi. Tindakan kritis yang dilakukan
saat terjadi kegawatdaruratan terutama sistem pernafasan dan sistem
kardiovaskuler ialah resusitasi. Kegawatdaruratan pada kedua sistem
tubuh tersebut dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat
(sekitar 4-6 menit).

8
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Ruang Lingkup Kegawatdaruratan Neonatal :


1. BBLR
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 2500 gram diukur pada saat lahir atau sampai hari ke tujug
setelah lahir (Triana, 2015). Bayi berat lahir rendah merupakan berat badan
bayi saat dilahirkan kurang dari 2500 gram.
1) Klasifikasi BBLR (Dienda,2014) :
1. Bayi lahir kecil akibat kurang bulan (prematur) : bayi lahir kecil
akibat kurang bulan (prematur) masa gestasi <37 minggu.
Faktor – faktor penyebabnya meliputi :
1. Ibu mengalami perdarahan antepartum
2. Trauma fisik atau psikologis
3. Usia ibu yang terlalu muda (<20 tahun)
4. Multigravida dengan jarak kehamilan yang dekat
5. Keadaan social ekonomi yang rendah
6. Kehamilan ganda atau hidramnion
Ciri – Ciri bayi premature yaitu :
1. Berat badan < 2500 gram
2. Lingkar dada < 30 cm
3. Panjang badan < 45 cm
4. Lingkar kepala < 33 cm
5. Kepala lebih besar dari badannya
6. Kulit tipis transparan dan banyak lanugo
7. Lemak subkutan minimal
2. Bayi lahir kecil dengan berat badan yang seharusnya untuk masa
gestasi (dismatur) : kondisi ini dapat terjadi pada paterm, aterm,
maupun posterm. Bayi yang lahir dengan berat sangat kecil (BB <
1500 gram atau usia < 32 minggu) sering mengalami masalah yaitu
seperti susah bernapas, sulit minum, icterus berat, infeksi, dan
rentan hipotermi.
2) Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan BBLR

9
Faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya BBLR adalah umur ibu
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, jarak kehamilan kurang
dari 1 tahun, ibu dengan riwayat mempunya BBLR sebelumnya,
melakukan pekerjaan fisik yang berat dan kondisi psikologi yang
tertekan, tingkat ekonomi jauh dibawah rata – rata, perokok, pengguna
narkoba, alcoholic, ibu dengan kandungan yang bermasalah
3) Masalah – Masalah BBLR
Keadaan bayi yang mengalami berat lahir rendah akan sering muncul
permasalahan kesehatan yaitu meliputi, afiksia, gangguan pernapasan,
hipotermi, masalah pemberian ASI, infeksi, icterus, dan masalah
perdarahan (Triana, 2015)

2. Afiksia Neonatorum
Afiksia neonatorum merupakan keadaan dimana bayi yang baru
dilahirkan tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah
dilahirkan. Hal ini bisa terjadi karena disebabkan oleh hipoksia janin dalam
rahim yang berhubungan dengan faktor – faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan dan setelah kelahiran. Afiksia terjadi karena gangguan
pertukaran gas dan pengangkutan O2 dari ibu ke janin, sehingga terdapat
gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2 sehingga
berakibat O2 tidak cukup dalam darah yang disebut hipoksia dan CO2
tertimbun dalam darah yang disebut hiperapnea. Akibatnya dapat
menyebabkan asidosis tipe respiratorik atau campuran dengan asidosis
metabolic.
Sebagian kasus afiksia neonatorum merupakan kelanjutan dari afiksia
intrauterin, karena hal itu diagnose dini pada penderita afiksia mempunyai arti
penting dalam merencanakan resusitasi yang akan dilakukan. Setelah bayi
lahir diagnosis afiksia dapat dilakukan dengan menetapkan nilai APGAR,
dengan penilaian ini derajat afiksia dapat ditentukan sehingga
penatalaksanaan pada bayi dapat disesuaikan dengan keadaan bayi.
1) Faktor – faktor yang mempengaruhi afiksia pada neonatal :
1. Faktor Ibu
Pada faktor ibu yang dapat mempengaruhi terjadinya afiksia neonatorum
adalah umur kehamilan. Ibu yang melahirkan dengan umur kehamilan
10
yang berisiko berpeluang melahirkan bayi afiksia daripada ibu dengan
umur kehamilan yang tidak berisiko. Semakin muda umur kehamilan,
maka fungsi organ tubuh semakin kurang sempurna, prognosis juga
semakin buruk karena masih belum sempurna seperti sistem pernafasan
maka terjadilah afiksia neonatorum.
2. Faktor plasenta
Pada dasarnya lilitan tali pusat tidak terlalu membahayakan, lilitan tali
pusat atau plasenta menjadi berbahaya ketika memasuki proses
persalinan dan terjadi kontraksi rahim atau mulas dan kepala janin mulai
turun memasuki saluran persalinan, lilitan tali pusat semakin erat dan
menyebabkan penekanan atau kompresi pada pembuluh – pembuluh
darah tali pusat sehingga mengakibatkan suplai darah yang mengandung
oksigen dan zat makanan ke bayi akan berkurang dan mengakibatkan
bayi menjadi sesak napas dan hipoksia.
3. Faktor persalinan
Faktor persalinan seperti ketuban pecah dini, partus lama, jenis
persalinan, dan kelahiran sungsang dapat mempengaruhi terjadinya
afiksia neonatorum karena adanya persalinan dengan tindakan yaitu
penggunaan alat pada tindakan vakum ekstraksi dan adanya penggunaan
obat bius dalam tindakan seksio sesarea. Pada saat proses persalinan
dengan tindakan memberikan dampak kesakitan pada ibu dan bayi karena
tidak ada pengurangan cairan pada paru – paru sehingga menyebabkan
terjadinya afiksia neonatorum. Selain itu, lama persalinan juga
mempengaruhi terjadinya afiksia neonatorum karena semakin lama waktu
persalinan, maka semakin tinggi morbiditas dan mortalitas janin dan
semakin sering terjadi keadaan afiksia.

3. Sindrom Gawat Nafas (Respiratory Distress Syndrome)


Kegawatan napas pada neonatus merupakan masalah yang dapat
menyebabkan henti nafas bahkan kematian, sehingga dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir. Kegawatan pernafasan dapat
terjadi pada bayi dengan gangguan pernafasan yang dapat menimbulkan
dampak yang cukup berat bagi bayi berupa kerusakan otak atau bahkan
kematian. Akibat dari gangguan sistem pernafasan maka menyebabkan
11
terjadinya hipoksia pada tubuh. Bayi akan beradaptasi terhadap kekurangan
oksigen dengan mengaktifkan metabolism anaerob. Jika keadaan hipoksia
semakin berat dan lama, metabolisme anaerob akan menghasilkan asam
laktat. Dengan memburuknya keadaan asidosisdan penurunan aliran darah
ke otak maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain karena hipoksia dan
iskemia, dan hal ini dapat menyebabkan kematian neonatus (Marfuah, 2013).
Penyebab yang sering terjadi pada respiratory distress syndrome atau
sindrom gagal nafas adalah kurangnya surfaktan pada paru – paru. Paru –
paru janin akan membuat surfaktan selama trimester tiga kehamilan (minggu
26 melalui persalinan), yaitu suatu substansi bagian dalam kantung udara di
paru – paru. Hal ini yang membantu dan menjaga paru – paru terbuka
sehingga pernapasan dapat terjadi setelah lahir (NHLBI, 2012).
1) Faktor – faktor yang mempengaruhi sindrom gawat napas meliputi :
1. Prematuritas
Pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan <38 minggu, maka bayi
lahir dalam keadaan prematur, dan terjadi immaturitas paru, yaitu
dimana paru – paru bayi belum cukup untuk berkembang dengan
penuh. Hal ini terjadi karena kurangnya surfaktan. Surfaktan
membantu paru – paru mengembangkan udara dan melindungi
kantong udara dari kollap paru sehingga terjadi kegawatan nafas
neonatus. Paling sering kasus ini terjadi pada bayi lahir kurang 28
minggu, dan sangat jarang pada bayi yang lahir aterm atau 40 minggu
(Marfuah, 2013).
Bayi yang lahir prematur biasanya mengalami kekurangan surfuktan
pada paru – parunya, sehingga alveolus dalam paru menjadi klaps. Hal
ini yang menyebabkan bayi mengalami kesulitan bernapas dan
mengalami afiksia. Respiratory Dystress Syndrome (RDS) (March of
Dimes Foundation, 2014).
2. Secsio Secaria
Selama persalinan pervaginam sekitar sepertiga cairan paru janin
hilang dengan penekanan pada dada bayi. Penghapusan ini hilang
selama pengiriman atau persalinan dengan secsio secaria (SC), bayi
memiliki volume residu yang lebih besar dengan cairan paru sehingga

12
kurang mengeluarkan surfuktan pada permukaan alveolardan karena
itu berisiko lebih tinggi untuk terjadinya RSD (Kleiner, 2013).
Bayi juga berisiko lebih besar untuk RDS jika melakukan SC darurat
atau sebelum waktunya. Mungkin perlu SC darurat karena kondisi
tertentu yang mengancam nyawa ibu dan juga bayinya. SC yang
dilakukan sebelum paru – paru bayi telah matang sepenuhnya juga
dapat meningkatkan risiko RDS (NHLBI, 2012).
3. Diabetes pada Ibu
Peningkatan hormon strogen dan hormon progesteron mengakibatkan
keadaan jumlah / fungsi insulin ibu tidak optimal sehingga
menyebabkan kadar gula darah ibu hamil tinggi sehingga terjadilah
diabetes gestasional. Keadaan tersebut mengakibatkan kadar gula
darah pada janin juga meningkat (Salda, 2012).
Kelembatan maturasi paru – paru terjadi karena efek antagonis insulin
terhadap maturasi dari kortisol atau kurangnya precursor untuk sintesis
fosfolipid, diduga bahwa insulin mengurangi produksi berbagai
fosfolipid yang merupakan komponen penting dalam surfuktan.
4. Hipertensi pada Ibu
Ibu hamil dengan hipertensi dan menjadi preeklamsia yang
menyebabkan vasospasme pada pembuluh darah sehingga aliran
darah menjadi tidak baik dan mengganggu sirkulasi darah termasuk
sirkulasi uteroplasentra, sehingga perfusi ke janin berkurang dan
berisiko terjadingan gawat nafas pada bayi. Jika hipertensi yang
diderita sejak sebelum kehamilan dan hipertensi kehamilan telah
dikoreksi dengan mendapat terapi kortikosteroid selama hipertensi
kehamilan, maka dapat mempercepat maturitas paru, sehingga
hipertensi dapat menurunkan kejadian kegawatan neonatus (Marfuah,
2013).
5. Asfiksia Neonatorum
Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan
mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan
dengan keadaan ibu. Tali pusat atau masalah pada bayi selama atau
sesudah persalin (Marfuah, 2013).

13
Asfiksia dimulai periode apneu disertai dengan penurunan frekuensi
jantung, selanjutnya bayi menunjukkan usaha bernafas (gasping) yang
kemudian diikuti dengan pernafasan teratur, namun pada afiksia berat,
usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam
periode apneu kedua dan jika terlambat dilakukan resusitasi, maka
gawat nafas terjadi (Marfuah, 2013).
6. Ketuban Pecah Dini
Pada ketuban pecah dini dengan kondisi kepala janin belum masuk
pintu ats panggul mengikuti aliran darah air ketuban maka akan terjepit
antara kepala janin dan dinding panggul, keadaan ini sangat
berbahaya bagi janin. Dalam waktu singkat janin akan mengalami
hipoksia hingga kematian janin dalam kandungan (IUFD), pada kondisi
ini biasanya kehamilan segera diterminasi. Bayi yang dilahirkan jauh
sebelum aterm merupakan calon untuk terjadinya respiratory distress
syndrome (RDS).
7. Infeksi Perinatal
Sepsis sistemik dan pneumonia menjadi faktor predisposisi umum
untuk terjadinya RDS. Pneumonia neonatal disebabkan infeksi
intruterin atau selama persalinan, umumnya infeksi bakterialis. Pada
bayi prematur, infeksi E. coli merupakan penyebab yang biasaanya
sering ditemukan.

4. Kejang
Kejang merupakan keadaan gawat darurat atau tanda bahaya yang
sering terjadi pada neonatus yang dapat mengakibatkan hipoksia otak yang
cukup berbahaya bagi kelangsungan hidup bayi atau dapat mengakibatkan
sekuele di kemudian hari. Selain itu kejang juga merupakan tanda dan gejala
dari suatu masalah atau lebih dan memiliki efek jangka panjang yaitu
penurunan ambang kejang, gangguan belajar, dan gangguan daya ingat.
Kejang pada neonatus dapat diartikan sebagai perubahan paroksimal
dari fungsi neurologic seperti perilaku, sensorik, motoric, dan fungsi autonom
sistem saraf yang terjadi pada bayi dengan umur sampai 28 hari.

14
1) Penyebab dari kejang pada neonatal adalah :
1. Asfiksia
Asfiksia perinatal menyebabkan terjadinya ensefalopati hipoksik-
iskemik dan merupakan masalah neurologi yang penting pada
masa neonatal, dan menimbulkan gejala sisa neurologis di
kemudian hari.
2. Trauma dan Perdarahan Intrakranial
Trauma dan perdarahan intracranial bisanya terjadi pada bayi besar
saat persalinan pervaginam dengan kehamilan primipara. Hal ini
terjadi pada partus lama, persalinan yang sulit disebabkan oleh
kelainan kedudukan janin dalam Rahim atau kelahiran prespitatus
sebelum serviks uteri membuka cukup lebar. Perdarahan
intracranial dapat terjadi di ruang subarachonoid, subdural, dan
intraventrikuler atau parenkim otak.
3. Infeksi
Pada bayi baru lahir infeksi dapat terjadi pada saat di dalam rahim,
selama persalinan, atau segera sesudah lahir. Selama persalinan
atau segera sesudah lahir, bayi dapat terinfeksi oleh virus herpes
simpleks, virus Coxsackie, E. Colli, dan Streptococcus B yang
dapat menyebabkan ensefalitis dan meningitis.
4. Gangguan Metabolik
Gangguan metabolic yang menyebabkan terjadinya kejang pada
bayi baru lahir adalah gangguan metabolism glukosa, kalsium,
magnesium, elektrolit, dan asam amino. Keadaan gangguan
metabolic yang berhubungan dengan kejang pada neonatus ialah
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia pada bayi baru lahir adalah jika dalam tiga hari
pertama sesudah lahir kadar gula darah kurang dari 20mg%
pada bayi kurang bulan atau kurang dari 30mg% pada bayi
cukup bulan pada pemeriksaan kadar gula darah 2 kali berturut
– turut, dan kurang dari 40mg% pada bayi berumur lebih dari 3
hari.

15
b. Hipokalsemia
Hipokalsemia biasanya terjadi disertai gangguan lain seperti
hipoglikemia, hipomagnersemia, atau hipofostemia. Diagnosis
hipokalsemia bila kadar kalsium dalam darah rendah kurang
dari 7mg%.
5. Gangguan Elektrolit
Gangguan keseimbangan elektrolit terutam natrium menyebabkan
hiponatremia atau hypernatremia yang merupakan penyebab dari
kejang. Hiponatremia sering terjadi bersamaan dengan meningitis,
meningoensefalitis, sepsis, dan perdarahan intrakranial.

2) Klasifikasi Kejang
Kejang diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Subtle
Merupakan tipe kejang tersering yang terjadi pada bayi kurang bulan.
Bentuk kejang ini hampir tidak terlihat, biasanya berupa pergerakan
muka, mulut, atau lidah berupa menyeringai, terkejat – kejat,
mengisap, menguyang, menelan, atau menguap.
2. Klonik
Kejang klonik fokal ialah kejang yang berbentuk klinis berlangsung 1-3
detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran,
dan biasanya tidak diikuti oleh face tonik. Sedangkan pada kejang
multifocal adalah bentuk kejang yang sering didapat pada yai baru
lahir, terutama pada bayi cukup bulan dengan berat badan lebh dari
2500 gram. Bentuk kejang merupakan gerakan klonik dari salah satu
atau lebih anggota gerak yang berpindah – pindah atau terpisah secra
teratur. Terkadang karena kejang yang lain sering berkesinambungan,
seolah – olah memberi kesan sebagai kejang umum. Biasanya kejang
ini terdapat pada gangguan metabolik.
3. Tonik
Kejang tonik biasa didapatkan pada bayi berat lahir rendah dengan
masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi – bayi dengan
komplikasi perinatal bert seperti perdarahan intraventrikuler. Bentuk
klinis dari kejang ini yaitu pergerakan tungkai yang menyerupai sikap
16
deserberasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan
bentuk dekortikasi.
4. Mikoklonik
Manifestasi kejang mikoklonik yang terlihat adalah gerakan ekstensi
dan fleksi dari lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan
terjadi dengan cepat. Kejang ini merupakan pertand kerusakan
susunan saraf pusat yang luas dan lebat, seperti pada bayi baru lahir
yang dilahirkan dari ibu kecanduan obaat.

5. Hiperbilirubinemia pada Neonatal


Hiperbilirubinemia dapat dialami oleh bayi prematur maupun cukup
bulan. Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam
darah, baik oleh faktor fisiologik maupun non-fisiologik, yang secara klinis
ditandai dengan ikterus. Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial
sebagai produk akhir dari katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi
oksidasi reduksi. Karena sifat hidrofobiknya, bilirubin tak terkonjugasi diangkut
dalam plasma, terikat erat pada albumin. Ketika mencapai hati, bilirubin
diangkut ke dalam hepatosit, terikat dengan ligandin. Setelah diekskresikan
ke dalam usus melalui empedu, bilirubin direduksi menjadi tetrapirol tak
berwarna oleh mikroba di usus besar. Bilirubin tak terkonjugasi ini dapat
diserap kembali ke dalam sirkulasi, sehingga meningkatkan bilirubin plasma
total. Pengobatan pada kasus hiperbilirubinemia dapat berupa fototerapi,
intravena immunoglobulin (IVIG), transfusi pengganti, penghentian.
Gejala hiperbilirubin pada bayi ketika kadar zat bilirubin tinggi di dalam
darah bayi, kondisi ini disebut dengan hiperbilirubinemia. Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI) menyebut bayi baru lahir dikatakan menderita
hiperbilirubinemia ketika jumlah bilirubin dalam darahnya mencapai 5 mg/dL.
1) Gejala bilirubin yang tinggi pada bayi baru lahir berbeda-beda, namun
pada umumnya bayi menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut:
1. Kulit dan bagian putih mata bayi (sklera) berubah menjadi kuning.
Warna pigmen kuning ini biasanya terjadi pada area wajah terlebih
dahulu kemudian turun ke badan dan seluruh tubuh bayi
2. Menolak menyusu
3. Lemas.
17
2) Penyebab hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir
1. Jaundice fisiologis
Kondisi ini biasanya terjadi pada hari kedua hingga hari ketiga
kelahiran bayi dan merupakan hal yang normal karena organ hati
masih melakukan penyesuaian fungsi setelah sebelumnya bilirubin
dibuang oleh plasenta. Pada kondisi ini bayi tidak tampak sakit.
2. Breastfeeding jaundice (BFJ)
Breastfeeding jaundice (BFJ) terjadi ketika bayi tidak bisa menyusu
langsung dengan baik karena beberapa hal, misalnya harus
menjalani hari-hari pertama terpisah dari ibunya sehingga tidak
mendapatkan asupan ASI. BFJ banyak ditemui pada bayi yang lahir
prematur antara 34-36 minggu, maupun bayi yang lahir cukup bulan
37-38.
3. Breastmilk jaundice (BMJ)
Bila penyakit kuning biasa hanya berlangsung beberapa hari atau
minggu, BMJ bisa bertahan hingga bayi berusia 3 bulan (12
minggu). BMJ terjadi ketika ada kandungan dalam air susu ibu
(ASI) yang justru membuat kadar bilirubin dalam darah bayi
meningkat. Sekitar 2 persen bayi mengalami kondisi
hiperbilirubinemia yang satu ini.
4. Hemolisis
Kondisi ini terjadi karena perbedaan golongan darah atau resus
antara darah ibu dan bayi. Hiperbilirubin karena hemolisis juga
dapat terjadi ketika ada kelainan pada sel darah merah bayi.
5. Kelainan fungsi hati
Hiperbilirubinemia ini terjadi ketika ada kerusakan pada hati bayi
sehingga organ tersebut tidak mampu membuang bilirubin dari
dalam darah. Bilirubin yang tidak terbuang dan larut dalam darah
akan menyebabkan kondisi berbahaya bagi bayi.
6. Sepsis Neonatorum
Sepsis neonatorum adalah infeksi darah yang terjadi pada bayi yang
baru lahir. Infeksi ini bisa menyebabkan kerusakan di berbagai organ tubuh
bayi. WHO memperkirakan terdapat sekitar 3 juta bayi di seluruh dunia
18
meninggal karena sepsis neonatorum setiap tahunnya.Sepsis neonatorum
umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun, pada kasus tertentu,
sepsis neonatorum juga dapat disebabkan oleh infeksi virus dan jamur.
Apabila tidak diobati, penyakit infeksi ini bisa menyebabkan kecacatan hingga
kematian pada bayi.
1) Gejala-Gejala Sepsis Neonatorum
Ketika terkena sepsis neonatorum, bayi dapat mengalami beberapa tanda
dan gejala berikut ini :
1. Suhu tubuh menurun atau meningkat (demam)
2. Bayi tampak kuning
3. Muntah-muntah
4. Lemas dan kurang responsif
5. Kurang mau menyusui
6. Diare
7. Perut membengkak
8. Detak jantung menjadi cepat atau lambat
9. Kejang-kejang
10. Kulit pucat atau kebiruan
11. Sesak napas
12. Gula darah rendah

2) Penyebab Sepsis Neonatorum


1. Infeksi terjadi saat persalinan (early onset)
Sepsis neonatorum yang terjadi setelah persalinan disebabkan oleh
infeksi bakteri yang berasal dari tubuh ibu, seperti Group B
Streptococcus (GBS), E.coli, dan Staphylococcus. Infeksi ini dapat
terjadi dalam waktu singkat, yaitu 24–72 jam setelah persalinan.Selain
bakteri, virus herpes simpleks (HSV) atau virus lainnya juga bisa
menyebabkan infeksi parah pada bayi yang baru lahir. Risiko sepsis
neonatorum jenis ini lebih tinggi jika Si Kecil lahir prematur, infeksi
plasenta dan air ketuban, serta lahir dari ibu yang mengalami ketuban
pecah dini lebih dari 18 jam sebelum persalinan.

19
2. Infeksi terjadi setelah persalinan (late onset)
Terjadi dalam jangka waktu 4–90 hari setelah bayi lahir. Kuman
penyebab infeksi ini sering kali berasal dari lingkungan,
misalnya Staphylococcus aureus, Klebsiella, dan Pseudomonas.
Selain bakteri, jamur Candida juga dapat menyebabkan sepsis pada
bayi.Risiko terjangkit sepsis neonatorum tipe ini akan meningkat
apabila Si Kecil menginap di rumah sakit dalam jangka waktu yang
panjang, terlahir prematur, atau terlahir dengan berat badan rendah.

7. Trauma Lahir Neonatal

Trauma lahir terjadi bila bayi yang dilahirkan mengalami cedera akibat
tekanan sehingga mengenai tubuhnya saat melewati jalan lahir
(persalinan per vaginam)

Selain itu, kasus ini juga bisa disebabkan oleh tindakan orang yang
menolong persalinan, sehingga memberikan efek pada kondisi fisiologis
organ bayi. Namun, kasus trauma lahir bukan disebabkan dan tidak ada
hubungannya dengan kebiasaan sang ibu ketika hamil atau sebelum hamil.

Trauma lahir lebih berisiko dialami oleh bayi (neonatus) prematur, bayi
memiliki ukuran (berat dan panjang badan) besar, bayi dengan malpresentasi,
serta bayi dengan posisi yang abnormal di dalam rahim sebelum sebelum
persalinan.

Sementara dari faktor di luar neonatus, kondisi lain juga


memungkinkan terjadinya trauma lahir pada bayi. Di antaranya ukuran jalan
lahir terlalu sempit, proses persalinan tanpa penolong (khususnya staf medis),
dan proses persalinan yang sangat cepat atau bahkan sangat lama.

1) Kasus Trauma yang Bisa dialami Bayi Pasca dilahirkan :

1. Caput Succedaneum

Caput ini berupa busung (edema) pada bagian tertentu di kepala yang
disebabkan oleh penekanan pada bagian tersebut saat persalinan per
vaginam. Caput menyebabkan kulit kepala terlihat sedikit menonjol ke
luar atau bentuk kepala yang tidak bulat sempurna (sedikit lonjong).

20
Caput umumnya tidak terlalu berbahaya dan akan kembali normal
dengan sendirinya. Jadi, untuk jenis trauma ini, tidak diperlukan
tindakan medis.

2. Cephalhematoma

Cedera ini merupakan akumulasi pendarahan di bawah area


periosteum (lapisan membran di permukaan luar tulang) pada bagian
parietal (dinding luar) tulang tengkorak. Cephalhematoma akan
tampak seperti benjolan kecil hingga sedang di bagian permukaan
tulang kepalanya, tidak keras, dan akan menjadi fluktuatif (berubah
bentuk) pada beberapa jam setelah lahir. Cedera ini bisa terjadi pada
persalinan normal (per vaginam) atau persalinan yang dibantu dengan
alat lahir. Cephalhematoma tidak perlu diterapi dan dapat hilang
sendiri atau kembali normal dalam waktu 3 bulan. Jenis trauma ini
tidak perlu pula dilakukan aspirasi (penyerapan darah), karena akan
menyebabkan infeksi ataupun tindakan medis lainnya.

3. Facial Palsy

Ini merupakan kelemahan otot pada satu sisi wajah akibat dari
disfungsi pada saraf wajah. Cedera ini lebih disebabkan oleh
penekanan saat dilakukan forcep pada saraf wajah di depan telinga.
Wajah Si Kecil yang terkena penekanan akan terlihat seperti jatuh. Si
Kecil juga tidak bisa menutup mata dengan rapat. Kelemahan otot ini
umumnya tidak berbahaya dan bisa pulih sendiri dalam beberapa hari.

4. Brachial Palsy

Kondisi satu ini merupakan cedera kumpulan saraf pada bagian antara
lengan atas dan bahu (brachial). Hal tersebut disebabkan adanya
tarikan berlebihan pada kepala dan leher saat bayi harus melewati
persalinan sulit. Tarikan harus dilakukan karena saat hendak keluar
dari jalan lahir, bayi mengalami distorsi bahu. Biasanya cedera ini
dialami oleh bayi berukuran besar. Sesaat setelah dilahirkan, lengan
bayi akan berputar ke arah dalam yang menyebabkan bayi tidak bisa
menggerakkan lengannya. Namun, kasus seperti ini dapat semakin

21
membaik dalam beberapa waktu. Pada beberapa kasus kecil lainnya,
macet lengan bisa menyebabkan putusnya saraf brakialis. Dalam hal
ini, bayi tidak akan mampu mengangkat lengannya dan harus
dilakukan operasi perbaikan saraf.

8. Neonatus Dengan Kelainan Kongenital

Untuk kelainan bawaan saat ini makin jarang ditemukan karena bisa
dilihat dengan USG atau pemindaian sebelum kelahiran. Pemberian
suplemen asam folat selama trimester pertama kehamilan mampu mencegah
beberapa kelainan bawaan.

1) Beberapa kelainan bawaan yang umum terjadi antara lain :

1. Bibir sumbing (celah bibir dan langit-langit)

Pada kondisi ini, kedua belahan muka bayi tidak menyatu dengan baik
sewaktu bertumbuh dalam rahim, sehingga terdapat celah di bibir atau
langit-langit mulutnya, atau lebih sering keduanya. Bibir sumbing (celah
bibir dan langit-langit/cleft lip and palate) kadang-kadang dapat
didiagnosa melalui pemindaian sebelum kelahiran.

2. Dislokasi panggul kongenital (Congenital Dislocation of the Hip/CDH)

Pada kondisi ini, panggul bayi tidak terbentuk sepenuhnya sehingga


bagian bulat dari sendi panggulnya mudah bergeser dari sambungan
sendi. Kelainan ini dialami oleh sekitar 1 dari 1.000 bayi dan lebih
umum dijumpai pada anak perempuan ketimbang anak laki-laki. Bayi
yang berisiko CDH adalah yang lahir dalam keluarga dengan riwayat
CDH, kelahiran sungsang, dan bayi dengan talipes (bayi yang lahir
dengan kaki yang bengkok ke bawah).

3. Talipes atau Club foot

Beberapa bayi dilahirkan dengan kondisi kaki yang bengkok ke bawah


atau ke arah dalam. Kondisi ini dideskripsikan sebagai talipes
posisional atau club foot. Kondisi ini dapat dikoreksi melalui pemijatan
dan perentangan pergelangan kaki.

22
4. Hipospadias

Ini adalah kondisi yang diderita oleh anak laki-laki saat lubang uretra
(saluran yang terhubung melalui penis) tidak berada di ujung penis
seperti yang seharusnya, tetapi bisa berada di sepanjang penis bagian
bawah. Operasi umumnya dilakukan sebelum anak berusia 2 tahun.
Kulup (kulit yang menutupi ujung penis) merupakan jaringan yang
sempurna untuk digunakan dalam operasi ini. Oleh karena itu, bayi
dengan hipospadias tidak boleh disunat sebelum menjalani operasi.

5. Testis tidak turun

Sewaktu masih dalam kandungan, testis bayi laki-laki terbentuk di


dalam rongga perutnya. Pada saat lahir, kedua testis seharusnya
sudah turun ke dalam buah zakar. Akan tetapi, kadang-kadang ini tidak
terjadi. Satu atau kedua testis tersangkut ditengah-tengah proses.

6. Hidrokel

Ini adalah masalah umum lainnya yang hanya menyerang anak laki-
laki. Hidrokel adalah benjolan berisi cairan di dalam skrotum di sekitar
testis. Benjolan ini biasanya tidak berbahaya dan akan hilang dengan
sendirinya pada usia setahun atau bahkan sebelum itu.

7. Penyakit jantung bawaan

Penyakit jantung bawaan (PJB) terjadi ketika terdapat abnormalitas


pada struktur dan atau fungsi jantung bayi. Sebelum lahir, bayi
menerima semua oksigennya melalui plasenta. Namun, begitu ia
menghirup napas pertamanya, jantungnya mulai menerima darah yang
dipenuhi oksigen dari paru-paru.Gejala PJB dapat diketahui ketika bayi
yang baik-baik saja setelah dilahirkan, tapi kemudian menjadi kebiruan,
diikuti dengan kesulitan bernapas atau menyusui.

23
3.2 Triase Kegawatdaruratan Neonatal
1. Deteksi Kegawatdaruratan bayi muda
Upaya deteksi kegawatdaruratan untuk bayi muda yang berumur
kurang dari 2 bulan, penilaian dan klasifikasi dapat dilakukan
menggunakan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM).
2. Konsep Dasar MTBM
Dalam perkembangannya mencakup Manajemen Terpadu Bayi Muda
umur kurang dari 2 bulan baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Umur
2 tahun tidak termasuk pada Bayi Muda tapi ke dalam kelompok 2 bulan
sampai 5 tahun. Bayi Muda mudah sekali menjadi sakit, cepat menjadi
berat dan serius bahkan meninggal terutama pada satu minggu pertama
kehidupan bayi. Penyakit yang terjadi pada 1 minggu pertama kehidupan
bayi hampir selalu terkait dengan masa kehamilan dan persalinan.
Keadaan tersebut merupakan karakteristik khusus yang harus
dipertimbangkan pada saat membuat klasifikasi penyakit.
Pada bayi yang lebih tua pola penyakitnya sudah merupakan
campuran dengan pola penyakit pada anak. Sebagian besar ibu
mempunyai kebiasaan untuk tidak membawa Bayi Muda ke fasilitas
kesehatan. Guna mengantisipasi kondisi tersebut program Kesehatan Ibu
dan Anak (KIA) memberikan pelayanan kesehatan pada bayi baru lahir
melalui kunjungan rumah oleh petugas kesehatan.
Melalui kegiatan ini bayi baru lahir dapat dipantau kesehatannya dan
dideteksi dini. Jika ditemukan masalah petugas kesehatan dapat
menasehati dan mengajari ibu untuk melakukan Asuhan Dasar Bayi Muda
di rumah, bila perlu merujuk bayi segera. Proses penanganan Bayi Muda
tidak jauh berbeda dengan menangani balita sakit umur 2 bulan sampai 5
tahun.
Proses manajemen kasus disajikan dalam bagan yang memperlihatkan
urutan langkah-langkah dan penjelasan cara pelaksanaannya :
1. Penilaian dan Klasifikasi
Penilaian berarti melakukan penilaian dengan cara anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Klasifikasi berarti membuat keputusan mengenai
kemungkinan penyakit atau masalah serta tingkat keparahannya

24
dan merupakan suatu kategori untuk menentukan tindakan bukan
sebagai diagnosis spesifik penyakit.
2. Tindakan dan Pengobatan
Tindakan dan pengobatan berarti menentukan tindakan dan
memberi pengobatan difasilitas kesehatan sesuai dengan setiap
klasifikasi.
3. Konseling bagi ibu
Konseling juga merupakan menasehati ibu yang mencakup
bertanya, mendengar jawaban ibu, memuji, memberi nasehat
relevan, membantu memecahkan masalah dan mengecek
pemahaman.
4. Pelayanan Tindak Lanjut
Pelayanan tindak lanjut berarti menentukan tindakan dan
pengobatan pada saat anak datang untuk kunjungan ulang.
Dalam pendekatan MTBS tersedia “Formulir Pencatatan” untuk
Bayi Muda dan untuk kelompok umur 2 bulan sampai 5 tahun. Kedua
formulir pencatatan ini mempunyai cara pengisian yang sama.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah menanyakan kepada ibu
mengenai masalah Bayi Muda. Tentukan pemeriksaan ini merupakan
kunjungan atau kontak pertama dengan Bayi Muda atau kunjungan
ulang untuk masalah yang sama. Jika merupakan kunjungan ulang
akan diberikan pelayanan tindak lanjut yang akan dipelajari pada
materi tindak lanjut. Kunjungan Pertama lakukan pemeriksaan berikut :
1. Periksa Bayi Muda untuk kemungkinan penyakit sangat
berat atau infeksi bakteri. Selanjutnya dibuatkan klasifikasi
berdasarkan tanda dan gejalanya yang ditemukan.
2. Menanyakan pada ibu apakah bayinya diare, jika diare
periksa tanda dan gejalanya yang terkait. klasifikasikan
bayi muda untuk dehidrasi nya dan klasifikasikan juga
untuk diare persisten dan kemungkinan disentri.
3. Periksa semua bayi muda untuk ikterus dan klasifikasikan
berdasarkan gejala yang ada.Periksa bayi untuk
kemungkinan berat badan rendah dan atau masalah

25
pemberian asi. selanjutnya klasifikasikan bayi muda
berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan.
4. Menanyakan kepada ibu apakah bayinya sudah di
imunisasi? Tentukan status imunisasi bayi muda.
5. Menanyakan status pemberian vit. K1.
6. Menanyakan kepada ibu masalah lain seperti kelainan
kongenital, trauma lahir, perdarahan tali pusat dan
sebagainya.
7. Menanyakan kepada ibu keluhan atau masalah yang
terkait dengan kesehatan bayinya.
8. Jika bayi muda membutuhkan rujukan segera lanjutkan
pemeriksaan secara cepat. tidak perlu melakukan penilaian
pemberian ASI karena akan memperlambat rujukan.

3. Penilaian dan Klasifikasi Bayi Muda Umur Kurang 2 Bulan :


1) Kemungkinan Penyakit Sangat Berat atau Infeksi Bakteri
Infeksi pada Bayi Muda dapat terjadi secara sistemik atau lokal. Infeksi
sistemik gejalanya tidak terlalu khas, umumnya menggambarkan
gangguan fungsi organ seperti: gangguan kesadaran sampai kejang,
gangguan napas, bayi malas minum, tidak bisa minum atau muntah,
diare, demam atau hipotermi. Pada infeksi lokal biasanya bagian yang
terinfeksi teraba panas, bengkak, merah. Infeksi lokal yang sering
terjadi pada Bayi Muda adalah infeksi pada tali pusat, kulit, mata dan
telinga. Memeriksa gejala kejang dapat dilakukan dengan cara
(TANYA, LIHAT, RABA).
1. Kejang
Kejang merupakan gejala kelainan susunan saraf pusat dan
merupakan kegawat daruratan. Kejang pada Bayi Muda umur ≤2
hari berhubungan dengan asfiksia, trauma lahir, dan kelainan
bawaan dan jika lebih dari 2 hari dikaitkan dengan tetanus
neonatorium.
a. Tanya : adakah riwayat kejang? Tanyakan ke ibu dan
gunakan bahasa atau istilah lokal yang mudah dimengerti
ibu.
26
b. Lihat : apakah bayi tremor dengan atau tanpa kesadaran
menurun? Tremor atau gemetar adalah gerakan halus yang
konstan, tremor disertai kesadaran menurun menunjukkan
kejang. Kesadaran menurun dapat dinilai dengan melihat
respon bayi pada saat baju bayi dibuka akan terbangun.
c. Lihat : apakah ada gerakan yang tidak terkendali? Dapat
berupa gerakan berulang pada mulut, gerakan bola mata
cepat, gerakan tangan dan kaki berulang pada satu sisi.
d. Lihat : apakah mulut bayi mencucu?
e. Lihat dan raba : apakah bayi kaku seluruh tubuh dengan
atau tanpa rangsangan. Mulut mencucu seperti mulut ikan
merupakan tanda yang cukup khas pada tetanus
neonatorum.
f. Dengar : apakah bayi menangis melengking tiba-tiba?
Biasanya menunjukkan ada proses tekanan intra kranial
atau kerusakan susunan saraf pusat lainnya.
2. Bayi tidak bisa minum dan memuntahkannya
Bayi menunjukkan tanda tidak bisa minum atau menyusu jika bayi
terlalu lemah untuk minum atau tidak bisa mengisap dan menelan.
Bayi mempunyai tanda memuntahkan semua jika bayi sama sekali
tidak dapat menelan apapun.
3. Gangguan Napas
Pola napas Bayi Muda tidak teratur (normal 30-59 kali/menit) jika
<30 kali/menit atau ≥ 60 kali/menit menunjukkan ada gangguan
napas, biasanya disertai dengan tanda atau gejala bayi biru
(sianosis), tarikan dinding dada yang sangat kuat (dalam sangat
kuat mudah terlihat dan menetap), pernapasan cuping hidung serta
terdengar suara merintih (napas pendek menandakan kesulitan
bernapas).
4. Hipotermia
Suhu normal 36,5-37,5 C jika suhu < 35,5C disebut hipotermi berat
yang mengidentikasikan infeksi berat sehingga harus segera
dirujuk, suhu 35,5-36,0 derajat Celcius disebut hipotermi sedang
dan suhu ≥ 37,5 disebut demam. Mengukur suhu menggunakan
27
termometer pada aksiler selama 5 menit tidak dianjurkan secara
rektal karena dapat mengakibatkan perlukaan rektal.
5. Infeksi Bakteri Lokal
Infeksi bakteri lokal yang sering terjadi adalah infeksi pada kulit,
mata dan pusar. Pada kulit apakah ada tanda gejala bercak merah,
benjolan berisi nanah dikulit. Pada mata terlihat bernanah, berat
ringannya dilihat dari produksi nanah dan mata bengkak. Pusar
kemerahan atau bernanah (kemerahan meluas ke kulit daerah
perut berbau, bernanah) berarti bayi mengalami infeksi berat.
2) Cara Mengklasifikasi Kemungkinan Penyakit Sangat Berat Atau Infeksi
Bakteri
Untuk mengklasifikasikan kemungkinan penyakit berdasar hasil
pemeriksaan anda, silahkan anda perhatikan Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Cara Mengklasifikasi Kemungkinan Penyakit Sangat Berat Atau


Infeksi Bakteri
Tanda atau Gejala Klasifikasi
 Tidak mau minum atau Penyakit Sangat Berat atau Infeksi
memuntahkan semua atau Bakteri Berat
 Riwayat kejang atau
 Bergerak hanya jika distimulasi
atau
 Napas cepat atau
 Napas lambat atau
 Tarikan dinding dada ke dalam
yang kuat atau Merintih atau
 Demam (≥ 37,5C) atau
 Hipotermi ( <35,5C) atau
 Nanah yang banyak di mata
atau
 Pusar kemerahan meluas
sampai dinding perut
 Pustul kulit atau Infeksi Bakteri Lokal

28
 Mata bernanah atau
 Pusat kemerahan atau
bernanah
 Tidak terdapat salah satu tanda Mungkin bukan infeksi
diatas

1. MENILAI DIARE
Ibu mudah mengenal diare karena perubahan bentuk tinja yang tidak
seperti biasanya dan frekuensi beraknya lebih sering dibandingkan
biasanya. Biasanya bayi dehidrasi rewel dan gelisah dan jika berlanjut
bayi menjadi letargis atau tidak sadar, karena bayi kehilangan cairan
matanya menjadi cekung dan jika dicubit kulit akan kembali dengan
lambat atau sangat lambat. Cubit kulit perut dengan menggunakan ibu
jari dan telunjuk lihat apakah kulit itu kembali lagi dengan sangat
lambat (lebih dari 2 detik), lambat atau segera.
Tabel 2. Klasifikasi Diare
Tanda dan Gejala Klasifikasi
Terdapat 2 atau lebih tanda berikut : Diare dehidrasi berat
 Letargis atau tidak sadar
 Mata Cekung
 Cubitan kulit perut kembalinya sangat
lambat
Terdapat 2 atau lebih tanda berikut : Diare dehidrasi ringan /
 Gelisah atau rewel sedang
 Mata Cekung
 Cubitan kulit perut kembali lambat
Tidak cukup tanda dehidrasi berat atau Diare tanpa dehidrasi
ringan/sedang

2. IKTERUS
Ikterus merupakan perubahan warna kulit atau selaput mata menjadi
kekuningan sebagian besar (80%) akibat penumpukan bilirubin (hasil
pemecahan sel darah merah) sebagian lagi karena ketidak cocokan
golongan darah ibu dan bayi. Peningkatan kadar bilirubin dapat
diakibatkan oleh pembentukan yang berlebihan atau ada gangguan

29
pengeluaran. Ikterus dapat berupa fisiologi dan patologi (hiperbilirubin
mengakibatkan gangguan saraf pusat). Sangat penting mengetahui
kapan ikterus timbul, kapan menghilang dan bagian tubuh mana yang
kuning. Timbul setelah 24 jam dan menghilang sebelum 14 hari tidak
memerlukan tindakan khusus hanya pemberian ASI. Ikterus muncul
setelah 14 hari berhubungan dengan infeksi hati atau sumbatan aliran
bilirubin pada empedu. Lihat tinja pucat seperti dempul menandakan
adanya sumbatan aliran bilirubin pada sistem empedu. Untuk menilai
derajat kekuningan digunakan metode KRAMER.
1. Kramer 1 : kuning pada daerah kepala dan leher
2. Kramer 2 : kuning sampai dengan badan bagian atas (dari pusar ke
atas)
3. Kramer 3 : kuning sampai badan bagian bawah hingga lutut atau
siku
4. Kramer 4 : kuning sampai pergelangan tangan dan kaki
5. Kramer 5: kuning sampai daerah tangan dan kaki

Tabel 3. Klasifikasi Ikterus


Tanda dan Gejala Klasifikasi
 Timbul kuning pada hari pertama (< 24 jam) atau Ikterus berat
 Kuning ditemukan pada umur lebih dari 14 hari atau
 Kuning sampai telapak tangan/telapak kaki atau
 Tinja berwarna pucat
 Timbul kuning pada umur ≥ 24 jam sampai ≤ 14 hari Ikterus

30
dan tidak sampai telapak tangan/
 Tidak kuning Tidak ikterus

3. KEMUNGKINAN BERAT BADAN RENDAH DAN ATAU MASALAH


PEMBERIAN ASI
Pemberian ASI merupakan hal yang penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan pada bayi 6 bulan pertama kehidupannya, jika ada
masalah pemberian ASI maka bayi dapat kekurangan gizi dan mudah
terkena penyakit.
Tanyakan :
1. Apakah IMD dilakukan
2. Apakah ada kesulitan menyusui,
3. Apakah bayi diberi ASI dan berapa kali dalam 24 jam, apakah bayi
diberi selain ASI.
Lihat : Apakah ada bercak putih dimulut, adakah celah bibir /dilangit
LangitTimbang dan menentukan BB menurut umur dipakai standar
WHO 2005 yang berbeda untuk laki-laki dan perempuan. Bayi muda
dengan berat badan rendah yang memiliki BB menurut umur <-3 SD
(dibawah garis merah), antara -2 SD dan -3 SD (BB pada pita kuning),
>-2 SD (tidak ada masalah BB rendah).
Penilaian Cara pemberian ASI (jika ada kesulitan pemberian ASI/
diberi ASI kurang dari 8 jam dalam 24 jam, diberi selain ASI, BB
rendah menurut umur) :
1. Apakah bayi diberi ASI dalam 1 jam terakhir jika tidak sarankan ibu
untuk menyusui, jika iya menunggu bayi mau menyusu lagi, amati
pemberian ASI.
2. Lihat bayi menyusu dengan baik (posisi bayi benar, melekat
dengan baik, mengisap dengan efektif)

Tabel 4. Klasifikasi Kemungkinan Berat Badan Rendah dan atau


Masalah Pemberian ASI
Tanda dan Gejala Klasifikasi
 Ada kesulitan pemberian ASI Berat badan rendah menurut
 Berat badan menurut umur rendah umur dan masalah

31
 ASI kurang dari 8 kali perhari pemberian ASI
 Mendapat makanan/minuman lain
selain ASI
 Posisi bayi salah
 Tidak melekat dengan baik
 Tidak mengisap dengan efektif
 Terdapat luka bercak putih
 Terdapat celah bibir /langit-langit
Tidak terdapat tanda/gejala diatas Berat badan tidak rendah
menurut umur dan tidak ada
masalah pemberian asi

4. MEMERIKSA STATUS / PENYUNTIKAN VITAMIN K1


Karena sistem pembekuan darah pada bayi baru lahir belum
sempurna maka semua bayi yang berisiko untuk mengalami
perdarahan (HDN=haemorrhagic Disease of the Newborn).
Perdarahan bisa ringan atau berat berupa perdarahan pada
kejadian ikutan pasca imunisasi ataupun perdarahan intrakranial
dan untuk mencegah diatas maka semua bayi diberikan suntikan
vit K1 setelah proses IMD dan sebelum pemberian imunisasi Hb 0.
5. MEMERIKSA STATUS IMUNISASI
Penularan Hepatitis pada bayi dapat terjadi secara vertikal (ibu ke
bayi pada saat persalinan) dan horizontal (penularan orang lain).
Dan untuk mencegah terjadi infeksi vertikal bayi harus diimunisasi
HB sedini mungkin. Imunisasi HB 0 diberikan (0-7 hari) di paha
kanan selain itu bayi juga harus mendapatkan imunisasi BCG di
lengan kiri dan polio diberikan 2 tetes oral yang dijadwalnya
disesuaikan dengan tempat lahir.
6. MEMERIKSA MASALAH / KELUHAN LAIN
1. Memeriksa kelainan bawaan/kongenital
Adalah kelainan pada bayi baru lahir bukan akibat trauma lahir
dan untuk mengenali jenis kelainan lakukan pemeriksaan fisik
(anensefalus, hidrosefalus, meningomielokel dll).
2. Memeriksa kemungkinan Trauma lahir

32
Merupakan perlukaan pada bayi baru lahir yang terjadi pada
proses persalinan (kaput suksedanium, sefal hematome dll).
3. Memeriksa Perdarahan Tali pusat
Perdarahan terjadi karena ikatan tali pusat longgar setelah
beberapa hari dan bila tidak ditangani dapat syok.
7. MEMERIKSA MASALAH IBU
Pentingnya menanyakan masalah ibu adalah memanfaatkan
kesempatan waktu kontak dengan Bayi Muda untuk memberikan
pelayanan kesehatan kepada ibu. Masalah yang mungkin
berpengaruh kepada kesehatan bayi.
1. Bagaimana keadaan ibu dan apakah ada keluhan (misalkan :
demam, sakit kepala, pusing, depresi)
2. Apakah ada masalah tentang (pola makan-minum, waktu
istirahat, kebiasaan BAK dan BAB)
3. Apakah lokea berbau, warna dan nyeri perineum
4. Apakah ASI lancar
5. Apakah ada kesulitan merawat bayi
6. Apakah ibu minum tablet besi, vit A dan menggunakan alat
kontrasepsi

4. TINDAKAN DAN PENGOBATAN


Bayi muda yang termasuk klasifikasi merah memerlukan rujukan segera ke
fasilitas pelayanan yang lebih baik dan sebelum merujuk lakukan pengobatan
pra rujukan dan minta Informed Consent. Klasifikasi kuning dan hijau tidak
memerlukan rujukan.

33
5. PRA RUJUKAN
Klasifikasi berat (warna MERAH MUDA) memerlukan rujukan segera, tetap
lakukan pemeriksaan dan lakukan penanganan segera sehingga rujukan tidak
terlambat.
1. Penyakit sangat berat atau infeksi bakteri berat
2. Ikterus berat
3. Diare dehidrasi berat
Sebelum anda melakukan rujukan, anda harus melakukan upaya stabilisasi
terlebih dahulu untuk meningkatkan keberhasilan rujukan. Beberapa tindakan
tersebut dalam anda lakukan sebelum anda melakukan rujukan.
1) Kejang
1. Bebaskan jalan nafas dan memberi oksigen
2. Menangani kejang dengan obat anti kejang (pilihan 1 fenobarbital
30 mg = 0,6 ml IM, pilihan 2 diazepam 0.25 ml dengan berat <2500
gr dan 0,5 ml dengan berat ≥2500 gr per rektal)
3. Jangan memberi minum pada saat kejang akan terjadi aspirasi
4. Menghangatkan tubuh bayi (metode kangguru selama perjalanan
ke tempat rujukan
5. Jika curiga Tetanus Neonatorum beri obat Diazepam bukan
Fenobarbital
6. Beri dosis pertama antibiotika PP
2) Gangguan Nafas pada penyakit sangat berat atau infeksi bakteri berat
1. Posisikan kepala bayi setengah mengadah jika perlu bahu diganjal
dengan gulungan kain
2. Bersihkan jalan nafas dan beri oksigen 2 l per menit
3. Jika apnoe lakukan resusitasi
3) Hipotermi
1. Menghangatkan tubuh bayi
2. Cegah penurunan gula darah (berikan ASI bila bayi masih bisa
menyusu dan beri ASI perah atau air gula menggunakan pipet bila
bayi tidak bisa menyusu) dapat menyebabkan kerusakan otak
3. Nasehati ibu cara menjaga bayi tetap hangat selama perjalanan
rujukan
4. Rujuk segera
34
4) Ikterus
1. Cegah turunnya gula darah
2. Nasehati ibu cara menjaga bayi tetap hangat
3. Rujuk segera
5) Gangguan saluran cerna
1. Jangan berikan makanan/minuman apapun peroral
2. Cegah turunnya gula darah dengan infus
3. Jaga kehangatan bayi
4. Rujuk segera
6) Diare
1. Rehidrasi (RL atau NaCl 100 ml/kg BB)
a. ml/kg BB selama 1 jam
b. ml/ kg BB selama 5 jam
c. Jika memungkinkan beri oralit 5 ml/kg BB/jam
2. Rehidrasi melalui pipa nasogastrik 20 ml/kg BB/jam selama 6 jam
(120 ml/kg BB)
3. Sesudah 6 jam periksa kembali derajat dehidrasi
7) Berat tubuh rendah dan atau gangguan pemberian ASI
1. Cegah penurunan gula darah dengan pemberian infus
2. Jaga kehangatan bayi
3. Rujuk segera

6. KONDISI YANG TIDAK MEMERLUKAN RUJUKAN


Hasil penilaian klasifikasi yang berwarna KUNING DAN HIJAU tidak
memerlukan rujukan. Kondisi tersebut antara lain Infeksi bakteri lokal,
Mungkin bukan infeksi, Diare dehidrasi ringan/sedang, diare tanpa dehidrasi,
ikterus, berat badan rendah menurut umur dan atau masalah pemberian ASI,
Berat badan tidak rendah dan tidak ada masalah pemberian ASI. Beberapa
tindakan / pengobatan pada Bayi Muda yang tidak memerlukan rujukan
adalah menghangatkan tubuh bayi segera, mencegah gula darah tidak turun,
memberi antibiotik per oral yang sesuai, mengobati infeksi bakteri lokal,
melakukan rehidrasi oral baik diklinik maupun dirumah, mengobati luka atau
bercak putih di mulut, melakukan asuhan dasar Bayi Muda (mencegah

35
infeksi, menjaga bayi tetap hangat, memberi ASI sesering mungkin,
imunisasi).

3.3 Peran Perawat pada Kegawatdaruratan Neonatal


Perawat mempunyai peranan penting dalam menurunkan angka kesakitan dan
kematian ibu melalui kemampuannya untuk melakukan pengawasan, pertolongan
pada ibu, pengawasan bayi baru lahir (neonatus) dan pada persalinan ibu post
partum serta mampu mengidentifikasi penyimpangan dari kehamilan dan persalinan
normal dan melakukan penanganan yang tepat termasuk merujuk ke fasilitas
pelayanan yang tepat.
Pengenalan dan penanganan kasus kasus yang gawat seharusnya mendapat
prioritas utama dalam usaha menurunkan angka kesakitan terlebih lagi angka
kematian ibu, walaupun tentu saja pencegahan lebih baik dari pada pengobatan.
Dalam kegawatdaruratan, peran sebagai perawat antara lain :
1. Melakukan pengenalan segera kondisi gawat darurat.
2. Dalam keadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama :
a. Perawat dapat melakukan tindakan medis dan pemberian obat sesuai
dengan kompetensinya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
b. Pertolongan pertama bertujuan untuk menyelamatkan nyawa klien dan
mencegah kecacatan lebih lanjut.
c. Pertolongan pertama ditujukan untuk mengurangi rasa sakit dan
menstabilkan kondisi klien.
3. Stabilisasi klien (ibu) dengan oksigen, terapi cairan, dan medikamentosa
dengan :
a. Menjamin kelancaran jalan nafas, memperbaiki fungsi system respirasi dan
sirkulasi.
b. Menghentikan perdarahan
c. Mengganti cairan tubuh yang hilang
d. Mengatasi nyeri dan kegelisahan

4. Ditempat kerja, menyiapkan sarana dan prasarana di kamar bersalin, yaitu :


a. Menyiapkan radiant warmer/lampu pemanas untuk mencegah kehilangan
panas pada bayi

36
b. Menyiapkan alat resusitasi kit untuk ibu dan bayi
c. Menyiapkan alat pelindung diri
d. Menyiapkan obat obatan emergency
5. Memiliki ketrampilan klinik, yaitu:
a. Mampu melakukan resusitasi pada ibu dan bayi dengan peralatan yang
berkesinambungan. Peran organisasi sangat penting didalam
pengembangan sumber daya manusia (SDM) untuk meningkatkan
keahlian.
b. Memahami dan mampu melakukan metode efektif dalam pelayanan ibu
dan bayi baru lahir, yang meliputi making pregnancy safer, safe
motherhood, bonding attachment, inisiasi menyusu dini dan lain lainnya.

37
BAB IV
PENUTUPAN

4.1 Kesimpulan

Faktor yang menyebabkan terjadinya BBLR adalah umur ibu kurang dari 20
tahun atau lebih dari 35 tahun, jarak kehamilan kurang dari 1 tahun, ibu dengan
riwayat mempunya BBLR sebelumnya, melakukan pekerjaan fisik yang berat dan
kondisi psikologi yang tertekan, tingkat ekonomi jauh dibawah rata–rata, perokok,
pengguna narkoba, alcoholic, ibu dengan kandungan yang bermasalah masalah –
masalah BBLR Keadaan bayi yang mengalami berat lahir rendah akan sering
muncul permasalahan kesehatan yaitu meliputi, afiksia, gangguan pernapasan,
hipotermi, masalah pemberian ASI, infeksi, icterus, dan masalah perdarahan. Faktor
plasenta Pada dasarnya lilitan tali pusat tidak terlalu membahayakan, lilitan tali pusat
atau plasenta menjadi berbahaya ketika memasuki proses persalinan dan terjadi
kontraksi rahim atau mulas dan kepala janin mulai turun memasuki saluran
persalinan,lilitan tali pusat semakin erat dan menyebabkan penekanan atau
kompresi pada pembuluh–pembuluh darah tali pusat sehingga mengakibatkan suplai
darah yang mengandung oksigen dan zat makanan ke bayi akan berkurang dan
mengakibatkan bayi menjadi sesak napas dan hipoksia.

4.2 Saran

38
DAFTAR PUSTAKA

39

Anda mungkin juga menyukai