Oleh:
NAMA : TRI ANI WAHYUNINGSIH
NIM : P17230191035/2A
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN BLITAR
LEMBAR PENGESAHAN
Hari :
Tanggal :
Judul :
BAB I
KONSEP DASAR
3) Klasifikasi
Menurut Kapita Selekta (2014) berdasarkan etiologinya, hipertensi
diklasifikasikan menjadi :
1. Hipertensi primer/esensial (insidens 80-95%) hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya
2. Hipertensi sekunder : akibat suatu penyakit atau kelainan yang mendasari,
seperti stenosis arteri renalis, penyakit parenkim ginjal, feokromositoma,
hiperaldoteronisme, dan sebagainya.
4) Patofisiologi
Tekanan darah merupakan hasil interaksi antara curah jantung (cardiac out put)
dan derajat dilatasi atau konstriksi arteriola (resistensi vascular sistemik). Tekanan
darah arteri dikontrol dalam waktu singkat oleh baroreseptor arteri yang
mendeteksi perubahan tekanan pada arteri utama, dan kemudian melalui
mekanisme umpan balik hormonal menimbulkan berbagai variasi respons tubuh
seperti frekuensi denyut jantung, kontraksi otot jantung, kontraksi otot polos pada
pembuluh darah dengan tujuan mempertahankan tekanan darah dalam batas
normal. Baroreseptor dalam komponen kardiovaskuler tekanan rendah, seperti
vena, atrium dan sirkulasi pulmonary, memainkan peranan penting dalam
pengaturan hormonal volume vaskuler. Penderita hipertensi dipastikan mengalami
peningkatan salah satu atau kedua komponen ini, yakni curah jantung dan atau
resistensi vascular sistemik (Nugraha, 2016)
Hemodinamik yang khas dari hipertensi yang menetap bergantung pada
tingginya tekanan arteri, derajat kontriksi pembuluh darah, dan adanya pembesaran
jantung. Hipertensi sedang yang tidak disertai dengan pembesaran jantung
memiliki curah jantung normal. Namun demikian, terjadi peningkatan resistensi
vaskukar perifer dan penurunan kecepatan ejeksi ventrikel kiri (Nugraha, 2016).
Penurunan curah jantung ini akan menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai
organ tubuh, terutama ginjal. Kondisi ini berdampak pada penurunan volume ekstra
sel dan perfusi ginjal yang berujung dengan iskemik ginjal. Penurunan perfusi
ginjal ini akan mengaktivasi system renin angiostensin (Nugraha, 2016). Renin
yang dikeluarkan oleh ginjal ini merangsang angiotensinogen untuk mengeluarkan
angiotensinogen I (AI) yang bersifat vasokonstriktor lemah. Adanya angiotensin I
pada peredaran darah akan memicu pengeluaran angiotensin converting enzyme
(ACE) di endotelium pembuluh paru. ACE ini kemudian akan mengubah
angiotensin I menjadi angiotensin II (AII) yang merupakan vasokpnstriktor kuat
sehingga berpengaruh pada sirkulasi tubuh secara keseluruhan (Nugraha, 2016).
Selain sebagai vasokonstriktor kuat, AII memiliki efek lain yang pada akhirnya
meningkatkan tekanan darah. Dampak yang ditimbulkan oleh AII antara lain
hipertrofi jantung dan pembuluh darah, stimulasi rasa haus, memicu produksi
aldosterone dsn snit-diuretic hormone (ADH) (Nugraha, 2016). Peningkatan
tekanan darah sebagai dampak dari adanya AII ini terjadi melalui dua cara utama
yaitu efek vasokonstriksi kuat dan perangsangan kelenjar adrenal.
a. Vasokonstriktor : AII menyebabksn vsdokondtriksi baik pada arteriol maupun
vena. Konstriksi arteriol akan meningkatkan tahanan perifer sehingga
membutuhkan usaha jantung lebih besar dalam melakukan pemompaan.
Sedangkan pada vena dampak konstriksinya lemah, tetapi sudah mampu
menimbulkan peningkatan aliran balik darah vena ke jantung. Peningkatan
aliran balik ini akan menyebabkan peningkatan preload yang membantu jantung
untuk melawan resistensi perifer.
b. Perangsangan kelenjar endokrin : AII merangsang kelenjar adrenal untuk
mengeluarkan hormone aldosterone. Hormone ini bekerja pada tubula distal
nefron. Dampak dari keberadaan hormone aldosterone ini adalah peningkatan
penyerapan kembali air dan NaCl oleh tubulus distal nefron. Hal ini akan
mengurangi pengeluaran garam dan air melalui ginjal. Kondisi ini membuat
volume darah meningkat yang diikuti pula dengan peningkatan tekanan darah.
Dampak hipertensi ke jantung adalah semakin meningkatnya beban jantung
sehingga dapat menimbulkan hipertrofi jantung. Kondisi hipertrofi ini
menyebabkan penyempitan ruang jantung sehingga menurunkan preloaddan curah
jantung. Jika jantung tidak dapat mengompensasi lagi, maka terjadilah gagal
jantung (Nugraha, 2016).
Sedangkan tekanan intracranial yang berefek pada tekanan intraocular akan
mempengaruhi fungsi penglihatan bahkan jika penanganan tidak segera dilakukan,
penderita akan mengalami kebutaan. Penurunan aliran darah ke ginjal akibat dari
resistensi sitemik ini dapat menyebabkan kerusakan pada parenki ginjal. Jika
tidak segera ditangani, akan berakhir dengan gagal ginjal (Nugraha, 2016).
6) Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
- Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas ) dan
dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
- BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang pefusi/fungsi ginjal.
- Glukosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh
pengeluaran kadar ketokolamin
- Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM
2. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
3. EKG : Dapat menunujukkan pola regangan, dimana luas, peninggi gelombang P aalah salah
satu tanda dini penyakit jantung hipertensi
4. IUP : mengintifikasi penyebab hipertensi seperti : batu ginjal, perbaikan ginjal
5. Photo dada : menunujukkan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran jantung
7) Penatalaksanaan
Menurut Kapita Selekta (2014) penatalaksanaan hipertensi sebagai berikut :
Tata laksana hipertensi meliputi modifikasi gaya hidup dan terapi medikamentosa
a. Modifikasi gaya hidup
- Penurunan berat badan : target indeks masa tubuh dalam rentang normal, untuk orang
Asia-Pasifik 18,5-22,9 kg/m2
- Diet : Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH). DASH mencakup konsumsi
buah-buahan, sayur-sayuran, serta produk susu rendah lemak jenuh/lemak
- Penurunan asupan garam : konsumsi NaCl yang disarankan adalah <6 g/hari
- Aktivitas fisik : target aktivitas fisis yang disarankan minimal 30 menit/hari, dilakukan
paling tidak 3 hari dalam seminggu
- Pembatasan konsumsi alkohol
b. Terapi medikamentosa
Terdapat beberapa panduan dalam penggunaan antihipertensi. Menurut National
Institute for Health and Care Excellence (NICE) 2013, usia pasien <55 tahun lebih
disarankan memulai terapi dengan penghambat ACE atau ARB, sementara usia >55 tahun
dengan CCB. Menurut JNC 8, pilihan antihipertensi didasarkan pada usia, ras, serta ada
atau tidaknya DM dan penyakit ginjal kronik (PGK). Pada ras kulit hitam, penghambat
ACE dan ARB tidak menjadi pilihan kecuali terdapat PGK, dengan atau tanpa DM.
Sekali terapi antihipertensi dimulai, pasien harus rutin kontrol dan mendapat
pengaturan dosis setiap bulan sampai target tekanan darah tercapai. Pantau tekanan darah,
LFG dan elektrolit. Frekuensi kontrol untuk hipertensi derajat 2 disarankan untuk lebih
sering. Setelah tekanan darah mencapai target dan stabil, frekuensi kunjungan dapat
diturunkan hingga menjadi 3-6 bulan sekali. Namun jika belu tercapai, diperlukan evaluasi
terhadap pengobatan dan gaya hidup, serta pertimbangan terapi kombinasi.
Setelah tekanan darah tercapai, pengobatan harus dilanjutkan dengan tetap
memperhatikan efek smping dan komplikasi hipertensi. Pasien perlu diedukasi bahwa
terapi anttihipertensi ini bersifat jangka panjang (seumur hidup) dan terus dievaluasi secara
berkala. Pemberian penghambat ACE sebaiknya dihentikan jika terdapat penurunan LFG
>30% dari nilai dasar dalam 4 bulan atau kadar kalium ≥5,5 mEq/L. Khusus pada kasus
kehamilan, antihipertensi yang direkomendasikan ialah metildopa (250-1000 mg per oral),
labetalol (100-200 mg), atau nifedipin oros (30-60 mg).
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA HIPERTENSI
A. Pengkajian
1. Pengkajian
Pada pemeriksaan riwayat kesehatan pasien, biasanya didapat adanya riwayat peningkatan
tekanan darah, adanya riwayat keluarga dengan penyakit yang sama, dan riwayat
meminum obat antihipertensi.
2. Dasar-dasar pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, dan takipnea.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, dan penyakit
serebrovaskuler. Dijumpai pula episode palpitasi serta perspirasi.
Tanda : kenaikan tekanan darah (pengukuran serial dan kenaikan tekanan darah) diperlukan
untuk menegakkan diagnosis. Hipotensi postural mengkin berhubungan dengan regimen
obat.
Nadi : denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, perbedaaan denyut seperti denyut
femoral melambat sebagai kompensasi denyutan radialis/brakhialis, denyut (popliteal,
tibialis posterior, dan pedialis) tidak teraba atau lemah.
Ekstremitas : perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokonstriksi primer) Kulit pucat,
sianosis, dan diaphoresis (kongesti, hipoksemia).Bisa juga kulit berwarna kemerahan
(feokromositoma).
c. Integritas Ego
Gejala : riwayat kepribadian, ansietas, depresi, euporia, atau marakronik (dapat
mengindikasikan kerusakan serebral). Selain ini juga ada faktor-faktor multiple, seperti
hubungan, keuangan, atau hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan.
Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan yang
meledak, gerak tangan empati, otot muka tegang (khususnya sekitar mata), gerakan fisik
cepat, pernapasan menghela, dan peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi
Gejala : adanya gangguan ginjal saat ini atau yang telah lalu, seperti infeksi/obstruksi atau
riwayat penyakit ginjal masa lalu.
e. Makanan atau cairan
Gejala : makanan yang disukai dapat mencakup makaan tinggi garam, tinggi lemak, tinggi
kolesterol (seperti makanan digoreng, keju, telur), gula-gula yang berwarna hitam, dan
kandungan tinggi kalori, mual dan muntah, penambahan berat badan (meningkat/turun),
riwayat penggunaan obat diuretik.
Tanda : berat badan normal, bisa juga mengalami obestas. Adanya edema (mungkin umum
atau edema tertentu), kongesti vena, dan glikosuria (hampir 10% pasien hipertensi adalah
penderita diabetes)
f. Neurosensori
Gejala : keluhan pening/pusing, berdenyut, sakit kepala suboksipital. (Terjadi saat bangun
dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam).
g. Nyeri / ketidaknyamanan
- Angina (penyakit arteri coroner/keterlibatan jantung)
- Nyeri hilang timbul pada tungkai atau klaudikasi (indikasi arteriosklerosis pada
arteriekstremitas bawah).
- Sakit kepala oksipital berat, seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
- Nyeri abdomen/massa (feokromositoma).
h. Pernapasan
Secara umum, gangguan ini berhubungan dengan efek kardiopulmonal, tahap lanjut dari
hipertensimenetap/berat.
Gejala :
- Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas atau kerja.
- Riwayat merokok.
Tanda :
- Distress respirasi atau penggunaan otot aksesori pernapasan.
- Sianosis
i. Keamanan
- Gangguan koordinasi/cara berjalan.
- Episode parestesia unilateral transient.
- Hipotensi postural
j. Pembelajaran/penyuluhan
Gejala : faktor risiko keluarga; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM, penyakit
ginjal, faktor risiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif berhubungan dengan ketidakefektifan pola
perawatan kesehatan keluarga
b. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan faktor resiko
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
d. Resiko cidera berhubungan dengan pencedera fisiologis
e. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Manajemen kesehatan keluarga Setelah dilakukan intervensi Observasi
tidak efektif berhubungan keperawatan selama 1 x 24 jam - Identifikasi kebutuhan dan harapan
dengan ketidakefektifan pola kemampuan mengenai masalah keluarga tentang kesehatan
perawatan kesehatan keluarga manajemen kesehatan keluarga - Identifikasi tugas kesehatan
meningkat dengan kriteria hasil keluarga yang terhambat
: - Identifikasi tindakan yang dapat
- Aktivitas keluarga dilakukan keluarga
menangani masalah Terapeutik
kesehatan tepat meningkat - Motivasi pengembangan sikap yang
- Gejala penyakit menurun mendukung upaya kesehatan
- Keluarga dapat menyiapkan - Gunakan sarana dan fasilitas yang
makanan diet hipertensi ada dalam keluarga
- Ciptakan perubahan lingkungan
rumah secara optimal
Edukasi
- Informasikan masalah kesehatan
yang ada dalam keluarga
- Anjurkan menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada
- Ajarkan cara perawatan yang bisa
dilakukan keluarga
Resiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan intervensi Observasi
efektif berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 24 - Monitor tanda dan gejala
faktor resiko jam, maka tingkat resiko cidera - Monitor status pernapasan
menurun dengan kriteria hasil : - Monitor intake dan output cairan
- Tingkat kesadaran meningkat Terapeutik
- Tekanna intra kranial menurun - Berikan posisi semi fowler
- Sakit kepala menurun - Cegah terjadimya kejang
- Gelisah menurun - Hindari pemberian cairan IV
- Kecemasan menurun hipotonik
- Demam menurun - Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretic
osmosis, jika perlu
Gangguan pola tidur Setelah dilakukan intervensi Observasi
berhubungan dengan kurang keperawatan selama 1 x 24 jam - Identifikasi pola aktivitas dan tidur
kontrol tidur maka, pola tidur membaik - Identifikasi faktor pengganggu
dengan kriteria hasil : tidur
- Keluhan sulit tidur - Identifikasi makanan dan minuman
meningkat yang mengganggu tidur
- Keluhan tidak puas tidur - Identifikasi tempat yang tenang
meningkat dan nyaman
- Keluhan pola tidur berubah Terapeutik
meningkat - Fasilitasi menghilangkan stress
sebelum tidur
- Tetapkan jadwal tidur rutin
- Berikan posisi bersandar pada kursi
atau posisi yang lainnya yang
nyaman
- Hentikan sesi relaksasi secara
bertahap
- Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
- Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
- Anjurkan menghindari makanan
atau minuman yang mengganggu
tidur
- Anjurkan memakai pakaian yang
nyaman dan tidak sempit
- Anjurkan menegangkan otot
selama 5 sampai 10 detik,
kemudian anjurkan untuk
merilekskan otot 20 sampai 30
detik, masing – masing 8 sampai
16 kali
- Anjurkan fokus pada sensasi otot
yang relaks
- Anjurkan bernafas dalam dan
perlahan
Resiko cidera berhubungan Setelah dilakukan intervensi Observasi
dengan pencedera fisiologis keperawatan selama 1 x 24 - Identifikasi kebutuhan
jam, maka tingkat resiko cidera keselamatan
menurun dengan kriteria hasil : - Monitor perubahan status
- Gangguan mobilitas keselamatan lingkungan
menurun Terapeutik
- Gangguan kognitif - Hilangkan bahaya keselamatan
menurun lingkungan
- Ketegangan otot menurun - Modifikasi ingkungan untuk
- Ketegangan otot menurun meminimalkan bahaya dan resiko
- Sediakan alat bantu keamanan
lingkungan
Edukasi
- Ajarkan individu, keluuarga dan
kelompok resiko tinggi bahaya
lingkungan
Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi Observasi
peningkatan tekanan vaskuler keperawatan selama 1 x 24 - Identifikasi lokasi, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
serebral jam, maka tingkat resiko cidera
- Identifikasi pengetahuan dan
menurun dengan kriteria hasil : keyakinan tentang nyeri
Terapeutik
- Keluhan nyeri menurun
- Berikan teknik non farmakologis
- Gelisah menurun untuk mengurangi rasa nyeri
- Kesulitan tidur menurun - Fasilitasi istirahat dan tidur
- Mual menurun Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
- Anjurkan memonitor skala nyeri
secara mandiri
- Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
FORMAT PENGKAJIAN DATA
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
BIODATA
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : laki-laki
Umur : 65 tahun
Status Perkawinan : -
Pekerjaan : pedagang
Agama : islam
Pendidikan Terakhir : SD
Alamat : Jl. Ciliwung no 05
No. Regester : -
Tanggal MRS : 24 agustus 2021
Tanggal Pengkajian : 24 agustus 2021
1. Keluhan Utama / Alasan Masuk Rumah Sakit : pusing kepala bagian belakang, cenut-cenut
(nyeri bagian kepala), mual
2. Riwayat Penyakit Sekarang : pusing kepala bagian belakang, kepala terasa berat, cenut-cenut
B. POLA ELIMINASI :
1. BAB : 1 x sehari
2. BAK : 4-5 x sehari
3. Kesulitan BAB/BAK : -
DATA PSIKOSOSIAL
A. Pola Komuniasi : baik
B. Orang yang paling dekat dengan Klien : istri
C. Rekreasi :
Penggunaan waktu senggang : -
Dampak dirawat di Rumah Sakit : -
D. Hubungan dengan orang lain / Interaksi social : baik
E. Keluarga yang dihubungi bila diperlukan : istri
DATA SPIRITUAL
A. Ketaatan Beribadah : -
B. Keyakinan terhadap sehat / sakit : -
C. Keyakinan terhadap penyembuhan : -
PEMERIKSAAN FISIK :
A. Kesan Umum / Keadaan Umum :
1. Kesadaran (kualitatif) : normal
2. Kondisi secara umum : baik
3. Pengkajian Nyeri :
P:
Q:
R:
S:
B. Tanda Vital
Suhu Tubuh : 36,5
Nadi : 72x/menit
Tekanan darah : 204/110 mmHg Respirasi : 16x/menit
Tinggi badan : 159 cm Berat Badan : 65 kg
C. Pemeriksaan Kepala dan Leher :
1. Kepala dan rambut
a. Bentuk Kepala : simetris
Ubun-ubun : simetris
Kulit kepala : bersih
b. Rambut : bersih
Penyebaran dan keadaan rambut : -
Bau : tidak ada
Warna : hitam
c. Wajah : simetris
Warna kulit : sawo matang
Struktur Wajah : -
2. M a t a
a. Kelengkapan dan Kesimetrisan : simetris
b. Kelopak Mata ( Palpebra ) : bulat
d. P u p I l : isokor
4. Telinga
a. Bentuk Telinga : normal
Ukuran Telinga : sedang
Ketegangan telinga : -
b. Lubang Telinga : normal
b. Perkusi : vesikuler
c. Auskultasi
- Suara nafas : normal
- Suara Ucapan :normal
- Suara Tambahan : tidak ada
3. Pemeriksaan Jantung
a. Inspeksi dan Palpasi
- Pulpasi :
- Ictus Cordis : ICS 5
Perkusi :
- Batas-batas Jantung : tidak lebih dari 4cm ke arah kiri dari midsternal
b. Aukultasi
- Bunyi Jantung I : reguler
- Bunyi Jantung II : reguler
- Bising/murmur : tidak ada
- Frekuensi Denyut Jantung : 72x/menit
G. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi
- Bentuk Abdomen : simetris
- Benjolan/massa : tidak ada
b. Auskultasi
- Peristaltik Usus : 6x/menit
c. Palpasi
- Tanda nyeri tekan : tidak ada
- Benjolan /massa : tidak ada
- Tanda-tanda Ascites : tidak ada
- Hepar : tidak ada
- Lien : tidak ada
- Titik Mc. Burne : tidak ada
d. Pekusi
- Suara Abdomen : timpani
- Pemeriksaan Ascites : tidak ada
J. Pemeriksaan Neorologi
1. Tingkat kesadaran ( secara kwantitatif )/ GCS : -
3. Fungsi Motorik : -
4. Fungsi Sensorik : -
5. Refleks :
a) Refleks Fisiologis : positif
a) Refleks Patologis : positif
b. Orientasi : baik
e. Persepsi : baik
f. Bahasa : baik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Mahasiswa,
_______________________
NIM :
PENILAIAN RISIKO JATUH PASIEN DEWASA
(SKALA MORSE)
Keterangan: skor 14: berisiko terjadi luka dekubitus , skor <12: resiko tinggi
Urutan 4 3 2 1
Kondisi fisik Baik Sedang Buruk Sangat buruk
Kondisi Sadar Apatis Bingung Stupor
mental (orientasi (letargik, (disorientasi (disorientasi
terhadap pelupa, waktu, tempat, total, tidak
waktu, tempat, mengantuk, tidak dapat berespon
dan orang. pasif, tak beristirahat, terhadap nama,
Berespon bertenaga, agresif, cemas) perintah
terhadap depresi, mampu sederhana atau
semua stimulus mematuhi stimulus verbal)
dan mengerti perintah
penjelasan) sederhana)
Aktivitas Dapat Berjalan Terbatas di Terbatas di
berpindah dengan kursi tempat tidur
(mampu bantuan (ambulasi hanya (terbatas di
berjalan tanpa (mampu di kursi, tempat tidur
bantuan, ambulasi memerlukan selama 24 jam
mampu dengan bantuan bantuan untuk sehari)
bangkit dari orang lain) ambulasi di atas
tempat tidur kursi atau
tanpa bantuan, ambulasi terbatas
mampu di kursi roda)
ambulasi
secara,
mandiri)
ANALISA DATA
Perubahan struktur
Penyumbatan pembuluh
darah
Vasokontriksi
Gangguan sirkulasi
Vasokontriksi
Gangguan sirkulasi
MASALAH MASALAH
NO. DIAGNOSIS KEPERAWATAN DITEMUKAN TERATASI
Tgl Paraf Tgl Paraf
1. Nyeri akut berhubungan dengan Selasa, Selasa,
24 ags 24 ags
peningkatan tekanan vaskuler
2021 2021
serebral
EVALUASI KEPERAWATAN
O:
Suhu Tubuh : 36,5
Nadi :
72x/menit
TD : 170/100 mmHg A : A:
Respirasi :
16x/menit
SpO2 : 98%
Tinggi badan : 159
cm
Berat Badan : 65
kg P: P:
I: I:
A:
Masalah teratasi.
Klien merasakan
pusing, sakit kepala
mulai berkurang E: E:
P:
- Mengajarkan
teknik nafas
dalam untuk
mengurangi rasa
nyeri
- Mengajarkan
cara memonitor
skala nyeri
secara mandiri
- Mengajarkan
posisi semi
fowler
I:
- Memonitor TTV
- Memonitor
tingkat nyeri
E:
- Kurangnya
pengetahuan
keluarga tentang
tekanan darah
tinggi
Daftar Pustaka
Kapita Selekta Kedokteran / editor, Chris Tanto … [et al], -- Ed. 4. – Jakarta : Media
Aesculapius, 2014
Nugraha, A. (2016). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah : Diagnosis NANDA-I 2015-
2017 Intervensi NIC Hasil NOC. Jakarta: EGC.
Nurarif, Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis dan Nanda
Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta : MediAction
TIM POKJA SDKI DPP PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator diagnostic. 2016)
TIM POKJA SLKI DPP PPNI, Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator diagnostic. 2019)
TIM POKJA SIKI DPP PPNI, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator diagnostic. 2018)