Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Operasi genitourinari gastrointestinal telah menjadi semakin kompleks,
banyak prosedur telah dikembangkan untuk mencapai pengalihan feses dan
urin, setelah reseksi untuk penyakit baik jinak dan ganas. Dengan prosedur
ini, peran stoma - baik sementara maupun permanen, telah diperluas.
Diagnosis pada tahap awal, lokasi stoma, teknik kontriksi, tingkat komplikasi,
lama rawat imp, dan manajemen pasca operasi oleh terapis enterostomal oleh
profesional kesehatan lainnya telah sangat meningkatkan kualitas hidup.
(Gutman, 2011; Hyland, 2002; Morquis et al, 2003).
Ostomi adalah suatu jenis tindakan operasi yang diperlukan untuk
membuat lubang pada bagian tubuh tertentu. Stoma adalah suatu lubang yang
menghubungkan antara organ internal dengan permukaan tubuh yang
dibentuk melalui suatu operasi. Suatu ostomi dapat bersifat sementara
maupun permanen. Jenis ostomi yang paling sering sering dibuat adalah
ileolostomi (menghubungkan antara bagian dari ileum dengan dinding
abdomen) dan colostomi (menghubungkan antara bagian colon dengan
dinding abdomen).
Pada penelitian Lyon, Smith, Griffiths, Beck (2000) dari 325 responden
pengguna kantong stoma, 73% melaporkan masalah kulit. Dermatosis
termasuk reaksi iritasi, terutama dari kebocoran urin atau tinja (42%);
penyakit kulit yang sudah ada, terutama psoriasis, dermatitis seboroik dan
eksim (20%), infeksi (6%); dermatitis kontak alergi (0,7%) dan pioderma
gangrenosum (0,6% kejadian tahunan). Selanjutnya 15% dari klien
mengalami dermatitis persisten atau berulang tidak diketahui dengan pasti
apakah akibat alergi, infeksi atau iritasi terang fekal. Hasil penelitian
Piccinellil, Brazzale, dan Saracco (2009) juga menunjukan dari 48 klien, 35
(73 %) menyatakan tidak masalah kulit tapi secara keseluruhan 27 klien
memiliki gangguan kulit dan 13 terdeteksi oleh perawat stoma memiliki erosi.
Perawatan stoma harus diajarkan pada klien dan keluarga. Singkatnya
masa perawatan (2-4 minggu) membuat klien belum dapat sepenuhnya
terlatih dalam teknik perawatan stoma sebelum pulang (Smeltzer & Bare,
2002). Klien membutuhkan orang lain ketika klien meninggalkan rumah sakit
(WHO, 2005). Keluarga dapat terlibat dalam perawatan stoma klien, sehingga
keluarga nantinya diharapkan dapat memantau dan membantu klien untuk

mencapai self care-nya. Berdasarkan masalah tersebut kami membuat


makalah Asuhan Keperawatan Paliatif Kolostomi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kolostomi ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan kolostomi ?
3. Bagaimana perawatan kolostomi ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui mengenai keperawatan paliatif pada klien dengan
kolostomi
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi kolostomi
b. Untuk mengetahui asuhan keperawatan kolostomi
c. Untuk mengetahui perawatan kolostomi
D. Manfaat
1. Agar mahasiswa keperawatan mengetahui kolostomi
2. Agar mahasiswa keperawatan mengetahui asuhan keperawatan kolostomi
3. Agar mahasiswa keperawatan mengetahui perawatan kolostomi

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Perawatan Paliatif
Pelayanan paliatif pasien kanker adalah pelayanan terintegrasi oleh
tim paliatif untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan memberikan
dukungan bagi keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan
dengan kondisi pasien dengan mencegah dan mengurangi penderitaan

melalui identifikasi dini, penilaian yang seksama serta pengobatan nyeri dan
masalah masalah lain, baik masalah fisik, psikososial dan spiritual (WHO,
2002), dan pelayanan masa duka cita bagi keluarga (WHO 2005).
Secara umum pelayanan paliatif bertujuan untuk menghilangkan nyeri
dan gejala lain, meningkatkan kualitas hidup, memberikan dukungan
psikososial dan spiritual serta memberikan dukungan kepada keluarga
selama pasien sakit dan selama masa dukacita.
Prinsip pelayanan paliatif pada penderita kanker :

Menghilangkan nyeri dan gejala fisik lain


Menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai

proses normal
Tidak bertujuan mempercepat atau menghambat kematian
Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial dan spiritual
Memberikan dukungan agar pasien dapat hidup seaktif

mungkin
Memberikan dukungan kepada keluarga sampai masa dukacita
Menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan

pasien dan keluarganya


Menghindari tindakan yang sia sia

B. Definisi Kolostomi
Ostomi adalah suatu jenis tindakan operasi yang diperlukan untuk
membuat lubang pada bagian tubuh tertentu. Ostomi adalah suatu lubang
yang menghubungkan antara organ internal dengan permukaan tubuh yang
dibentuk melalui suatu operasi. Suatu ostomi dapat bersifat sementara
maupun permanen.
Kolostomi adalah pembuatan lubang (stoma) pada kolon secara bedah,
stoma dapat berfungsi sebagai diversi sementara atau permanen (Smeltzer,
Bare, 2001). Menurut Harahap (2006) Kolostomi adalah membuat ostomi di
kolon, dibentuk bila usus tersumbat oleh tumor. Kolostomi adalah suatu
tindakan pembedahan dengan membuka dinding perut sampai kolon untuk
pembuatan lubang (stoma) diatas dinding perut sehingga feses (BAB)
dialirkan

melalui

stoma

yang

dibuat

(Sjamsuhidajat,

1997

dalam

Simanjuntak, 2007)
Stoma adalah sebuah lubang yang dibuat di abdomen dan usus dan
dilekatkan pada kulit.Hal ini memungkinkan terjadinya pengosongan usus
melalui lubang tersebut, bukan melalui rektum. (Dewi Elizadiani, 2012).
Perlengkapan ostomi terdiri atas satu lapis atau dua lapis dengan barier
kulit hipoalergenik untuk mempertahankan integritas kulit peristomal.

Kantong harus cukup besar untuk menampung feses dan flatus dalam jumlah
sedang tetapi tidak terlalu besar agar tidak membebani bayi atau anak.
Perlindungan kulit peristomal adalah aspek penting dari perawatan stoma.
Peralatan yang sesuai ukurannya merupakan hal penting untuk mencegah
kebocoran isi (Wong, 2009).
C. Jenis Stoma dan Kolostomi
Ada beberapa tipe dari stoma yang dibedakan berdasarkan ukuran,
bentuk lokasi, antara lain :
1. End stoma : Usus dipotong dan ujung lainnya diletakkan pada dinding
abdomen. Pada end stoma hanya satu ujung yang terbuka.
2. Loop Stoma: bagian dari loop usus diletakkan pada dinding abdomen
dan dapat diletakkan dengan penyangga sementara berupa plastic
bridge maupun rod. Loop stoma adalah apabila bagian hulu
(proximal-sisi kiri) dan bagian hilir (distal-sisi kanan) diletakkan pada
posisi yang sama pada dinding abdomen. Bagian proximal dari stoma
berfungsi untuk mengalirkan feses dari intestinal sedangkam bagian
distal berfungsi untuk mengalirkan mukus yang berasal dari bagian
distal stoma hingga anus.
3. Double Barrel Stoma : Pada dua ujung usus diletakkan pada dinding
abdomen sebagai 2 stoma yang terpisah. Stoma dapadat bedekatan
satu sama lainnya ataupun terpisah. Pada loop stoma salah satu stoma
disebut sebagai proximal stoma ( menghasilkan feses) dan distal
stoma ( menghasilkan mukus)
Kolostomi sendiri terdiri atas beberapa tipe, antara lain :
1. Kolostomi pada Colon ascenden
Jenis kolostomi ini merupakan jenis kolostomi yang jarang. Produksi
dari kolostomi berbentuk cair hingga semi cair dan dapat
menyebabkan iritasi dari kulit. Stoma jenis ini biasanya diletakkan
pada sisi kanan dari abdomen. Perawatan dari kolostomi ascenden
hampir sama dengan ileostomi.
2. Kolostomi pada colon transversum
Produksi yang dihasilkan dari jenis kolostomi ini berbentuk semi
padat dan biasanya merupakan jenis loop kolostomi dan diletakkan
pada bagian atas abdomen. Penyebab terjadinya dilakukan kolostomi
transversum adalah divetikulitis, inflamatory bowel desease, kanker,
obstruksi, cedera maupun gangguan kongenital. Satu kegunaan
kolostomi adalah untuk mengistirahatkan area pada colon yang

mengalami inflamasi, infeksi atau untuk membantu penyembuhan


luka operasi.
3. Kolostomi pada colon desenden
Produksi stoma yang dihasilkan oleh kolostomi jenis ini berupa semi
padat. Hal ini dikarenakan airtelah lebih dahulu di reabsobsi di colon
ascenden dan transversum. Stoma pada kolostomi colon desenden
diletakkan pada bagian kiri bawah dari abdomen.
4. Kolostomi Sigmoid
Produksi stoma pada kolostomi jenis ini memiliki konsitensi padat
dan biasanya diletakkkan pada kiri bawah abdomen. Jenis kolostomi
ini merupakan kolostomi yang tersering Pada kolostomi sigmoid
stoma dapat berupa singel barrel ataupun double barrel walaupun jenis
single barrel merupakan jenis yang lebih sering dilakukan .
Komplikasi yang sering terjadi pada jenis kolostomi desenden dan
sigmoid adalah konstipasi oleh karena itu peting untuk sering
dilakukan irrigasi.

D. Indikasi Kolostomi
1. Atresia Ani
Penyakit atresia ani adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembuatan lubang anus
yang tidak berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto, 2001).
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforate meliputi anus, rektum atau keduanya (Betz, 2002).
Menurut Suriadi (2006), Atresi ani atau imperforata anus adalah tidak
komplit perkembangan embrionik pada distal usus (anus) tertutupnya
anus secara abnormal.
2. Hirschprung
Penyakit Hirschprung

atau

megakolon

aganglionik

bawaan

disebabkan oleh kelainan inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna
dan meluas ke proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi
(Nelson, 2000). Penyakit Hischprung disebut juga kongenital
aganglionosis atau megacolon yaitu tidak adanya sel ganglion dalam
rectum dan sebagian tidak ada dalam colon (Suriadi, 2006)
3. Malforasi Anorektum
Istilah Malforasi Anorektum merujuk pada suatu spektrum cacat.
Perhatian utama ditujukan pada pengendalian usus selanjutnya, fungsi

seksual dan saluran kencing. Beberapa kelainan yang memerlukan


pembedahan kolostomi adalah :
a. Fistula Rektovesika
Pada penderita Fistula Rektovesika, rektum berhubungan
dengan saluran kencing pada setinggi leher vesika urinaria.
Mekanisme sfingter sering berkembang sangat jelek. Sakrum
sering tidak terbentuk atau sering kali tidak ada. Perineum
tampak datar. Cacat ini mewakili 10% dari seluruh penderita
laki-laki dengan cacat ini. Prognosis fungsi ususnya biasanya
jelek. Kolostomi diharuskan selama masa neonatus yang
disertai dengan operasi perbaikan korektif (Nelson, 2000).
b. Fistula Rektouretra
Pada kasus Fistula Rektouretra, rektum berhubungan dengan
bagian bawah uretra atau bagian atas uretra. Mereka yang
mempunyai Fistula Rektoprostatik mengalami perkembangan
sakrum yang jelek dan sering perineumnya datar. Penderita ini
mengalami kolostomi protektif selama masa neonatus. Fistula
Rektouretra merupakan cacat anorektum yang paling sering
pada penderita laki-laki ( Nelson, 2000).
c. Atresia Rektum
Atresia Rektum adalah cacat yang jarang terjadi, hanya 1%
dari anomali anorektum. Tanda yang unik pada cacat ini adalah
bahwa penderita mempunyai kanal anus dan anus yang normal
( Nelson, 2000).
d. Fistula Vestibular
Fistula Vestibular adalah cacat yang paling sering ditemukan
pada perempuan. Kolostomi proteksi diperlukan sebelum
dilakukan operasi koreksi, walaupun kolostomi ini tidak perlu
dilakukan sebagai suatu tindakan darurat karena fistulanya
sering cukup kompeten untuk dekompresi saluran cerna
( Nelson, 2000).
e. Kloaka Persisten
Pada kasus Kloaka Persisten, rektum, vagina, dan saluran
kencing bertemu dan menyatu dalam satu saluran bersama.
Perineum mempunyai satu lubang yang terletak sedikit di
belakang klitoris. Kolostomi pengalihan terindikasi pada saat
lahir, lagipula penderita yang menderita kloaka mengalami
keadaan darurat urologi, karena sekitar 90% diserai dengan
cacat urologi. Sebelum kolostomi, diagnosis urologi harus

ditegakkan untuk mengosongkan saluran kencing, jika perlu


pada saat yang bersamaan dilakukan kolostomi ( Nelson,
2000).
E. Masalah Kesehatan yang Terjadi Akibat Kolostomi
1. Iritasi pada kulit
Masalah yang banyak terjadi pasca pembuatan kolostomi adalah iritasi
pada kulit di sekitar stoma (Smeltzer & Bare, 2002). Iritasi pada area
kulit peristomal banyak terjadi terutama pada lansia, disebabkan oleh
lapisan epitel dan lemak subkutan yang semakin tipis karena proses
penuaan sehingga kulit menjadi semakin mudah mengalami iritasi
(Smeltzer & Bare, 2002). Pada dasarnya, bahan pada kantong
kolostomi yang menempel pada permukaan kulit sudah didesain agar
tidak menyebabkan iritasi pada kulit (WOCN, 2008). Ostomate
(individu yang memiliki stoma) dengan kulit yang sensitif mungkin
membutuhkan tes skin patch jika mengeluhkan adanya beberapa
reaksi terhadap penempelan beberapa kantong kolostomi.
2. Resiko terkena infeksi
Individu yang memiliki stoma memiliki resiko terkena infeksi.
Candida albicans yang biasa dikenal sebagai infeksi ragi atau jamur
(Eucomed, 2012). Hal ini dikarenakan kulit peristomal memiliki
karakteristik hangat, lembap dan tertutup (oleh kantong kolostomi)
dimana lingkungan ini kondusif terhadap pertumbuhan jamur. Kulit
yang terkena infeksi ini akan berubah menjadi kemerahan dan terasa
gatal. Medikasi topical antifungal dapat dioleskan pada area yang
terkena infeksi. Rasa gatal, panas dan seperti terbakar pada area
penempelan kantong kolostomi mengindikasikan adanya lecet, ruam
ataupun infeksi pada kulit (WOCN, 2008). Hal terpenting dalam
pencegahan infeksi pada kulit adalah dengan melakukan perawatan
kulit peristomal dengan baik. Pemasangan kantong kolostomi yang
sesuai dengan stoma merupakan pencegahan utama terjadinya iritasi
dan infeksi pada kulit. Skin barrier (dalam bentuk salep ataupun
bedak) dapat diberikan pada area peristomal 30 detik sebelum kantong
kolostomi ditempelkan pada kulit (Smeltzer & Bare, 2002). Masalah
lain yang biasa dikeluhkan oleh ostomate adalah pengeluaran gas dan
bau dari stoma, konstipasi dan diare (Eucomed, 2012). Pengeluaran
gas dan bau pada stoma menjadi masalah pada ostomate karena

berbeda dengan pengeluaran melalui anus, pengeluarannya melalui


stoma tidak dapat dikontrol. Gas yang terdapat pada saluran
pencernaan didapatkan dari beberapa jenis makanan seperti makanan
berpengawet, brokoli, kubis, jagung, timun, bawang, dan lobak. Gas
juga didapatkan dari menelan udara (secara tak sengaja) pada saat
berbicara, makan, merokok dan sebagainya (Eucomed, 2012). Oleh
karena itu ostomate dianjurkan untuk mengunyah makanan secara
perlahan untuk meminimalkan udara yang masuk. Bau pada gas atau
feses yang dikeluarkan juga dapat diakibatkan oleh beberapa makanan
seperti telur, keju, ikan, bawang, dan kubis (Canada Care Medical,
n.d).
3. Konstipasi
Konstipasi dapat terjadi pada ostomate akibat diet yang tidak
seimbang, serta intake makanan berserat ataupun cairan yang kurang
(Gutman, 2011). Apabila ostomate mengalami konstipasi maka perlu
peningkatan asupan makanan berserat seperti gandum, sayur dan buat,
serta asupan cairan. Hampton (2007) merekomendasikan minimal
konsumsi 8-10 gelas air per hari, atau 1,5 hingga 2 liter air per hari
(dapat termasuk teh, kopi ataupun jus). Melakukan aktivitas fisik
ringan seperti bersepeda, jogging juga dapat membantu meningkatkan
pergerakan bowel dan mengatasi konstipasi.
4. Diare
Diare merupakan bertambahnya kompisisi cairan pada feses disertai
dengan frekuensi BAB yang meningkat dari kebiasaan normal
individu (Eucomed, 2012). Akibat dari diare adalah hilangnya cairan
dan elektrolit pada tubuh indvidu. Diare umumnya terjadi pada klien
dengan ileostomi namun dapat terjadi juga pada klien dengan
kolostomi. Individu dengan pembuatan stoma di kolon asenden dan
transversal akan mengalami perubahan konsistensi feses seperti diare,
namun hal ini normal karena penyerapan air pada kolon asenden dan
transversal masih minimal. Penatalaksanaan diare, seperti halnya
konstipasi, meliputi manajemen diet. Pada saat diare terjadi, individu
akan beresiko kehilangan banyak kalium, sehingga butuh asupan
makanan mengandung kalium seperti pisang, jeruk, tomat, ubi,
kentang, dan gandum (Canada Care Medical, n.d).
F. Komplikasi Stoma

Komplikasi atau masalah pada stoma dapat muncul setelah pembedahan


kolostomi, di antaranya paling banyak terjadi pada tahun pertama pasca
pembedahan (Truven Health Analytics, 2012). Beberapa komplikasi akan
dijelaskan sebagai berikut:
1. Retraksi Stoma
2. Retraksi merupakan kondisi dimana stoma tertarik ke dalam abdomen.
Retraksi dapat terjadi bila kolon tidak segera aktif pasca pembedahan
kolostomi. Bertambahnya berat badan juga memungkinkan untuk
terjadinya retraksi. Tipe kantong kolostoma harus disesuaikan agar
pas dengan bentuk stoma setelah terjadi retraksi. Retraksi belum
menjadi sebuah komplikasi berat dari stoma jika retraksi stoma ke
dalam abdomen < 5 cm dari batas permukaan abdomen.
3. Hernia Peristomal
Hernia dapat terjadi bila ada bagian dari kolon di dalam abdomen
yang menekan atau menonjol di area sekitar stoma. Hernia akan
tampak semakin jelas ketika klien sedang duduk, batuk ataupun
mendesak abdomen (peningkatan tekanan intra abdomen). Beberapa
klien membutuhkan penggunaan sabuk khusus, ataupun rekomendasi
untuk operasi guna memperbaiki kondisi hernia tersebut.
4. Prolaps
Prolaps dapat terjadi akibat proses pembukaan dinding abdomen yang
terlalu lebar, fiksasi bowel pada dinding abdomen yang tidak adekuat
ataupun akibat peningkatan tekanan intra abdomen. Prolaps yang
disertai dengan iskemia atau obstruksi bowel, ataupun prolaps yang
berulang dapat direkomendasikan untuk pembedahan ulang.
5. Perdarahan
Perdarahan stoma segera setelah operasi disebabkan oleh hemostasis
yang tidak adekuat selama konstruksi stoma. Penyebab lain yang
mungkin mengakibatkan perdarahan adalah adanya penyakit penyerta
hipertensi portal, trauma oleh ujung tube saat irigasi atau pencukuran
area sekitar abdomen atau cedera. Perdarahan ringan kadang
memerlukan agen hemostasis topical, atau hanya penekanan langsung.
Perdarahan masif atau berulang memerlukan penanganan faktor
penyebab perdarahan, sedangkan klien dengan hipertensi portal
memerlukan sclerotheraphy atau portosystemic shunting.
6. Iskemik dan Nekrosis
Stoma Iskemik dan nekrosis stoma dapat terjadi akibat adanya
penekanan pada pembuluh darah sekitar stoma. Stoma yang baru
dibuat melalui operasi harus di observasi setiap 4 jam sekali untuk

mengkaji kondisi stoma, apakah suplai darah ke stoma adekuat atau


tidak. Stoma yang tersuplai darah yang baik berwarna merah ataupun
pink. Stoma yang berwarna ungu, coklat atau hitam menunjukkan
adanya suplai darah yang inadekuat. Stoma yang sudah nekrotik
membutuhkan operasi sebagai intervensi utama.
7. Stenosis
Stenosis merupakan penyempitan atau konstriksi pada ujung stoma.
Hal ini dapat terjadi akibat adanya pembentukan jaringan scar di
sekitar stoma yang menyebabkan stoma berangsur terhimpit dan
menyempit.
G. Perawatan Kolostomi
Kolostomi akan mulai berfungsi optimal sekitar 3-6 hari pasca
pembedahan (Smeltzer & Bare, 2002). Perawatan kolostomi yang rutin akan
dilakukan oleh klien ataupun perawat baik di rumah sakit ataupun di rumah
ialah mengganti kantong kolostomi dan membersihkan stoma.

Kantong

kolostomi adalah wadah untuk menampung feses yang keluar dari stoma.
Kantong kolostomi dibuat dari material disposable atau digunakan hanya
sekali, lalu dibuang.
Ada bermacam macam jenis kantong stoma yang perlu diketahui,
antara lain:
a. Menurut jenis Base Plate / Faceplate / Lapisan Dasar yang
menempel di kulit sekitar stoma:
One piece system/ sistem satu lempengan (lapisan): pada sistem
ini lapisan dasarnya ada yang seperti perekat double tape saja,

dan ada pula yang memiliki skin barrier.


Two pieces system/ sistem dua lempengan (lapisan) : pada
sistem ini lapisan dasarnya sudah dibekali dengan skin barrier ,
dan pasangannya / tangkupannya sesuai dengan ukurannya
masing-masing (tidak boleh beda ukuran).

b. Menurut bentuk Base Plate / Faceplate / Wafer Lapisan Dasar


yang menempel pada kulit sekitar stoma, ada 2 (dua) jenis:
Standard / Normal flange base plate / face plate
Convex flange base plate / face plate
c. Menurut bentuk kantong stomanya, ada 3 (tiga) jenis:
Closed pouch / kantong yang tertutup pada bagian bawahnya
Drainable pouch / kantong yang terbuka pada bagian bawahnya
(harus ditutup menggunakan klip.
Mini closed pouch / kantong stoma yang kecil
d. Menurut warna kantong stomanya, ada 2 (dua):
Clear bag / Transparant bag / kantong transparan
Opaque bag / kantong warna gelap (sesuai dengan warna kulit).
e. Menurut jenis stomanya, ada 2 (dua):
Kantong stoma untuk menampung feses
Kantong stoma untuk menampung urin
Biasanya pemilihan kantong ini disarankan secara umum sebagai
berikut:

Pada klien pasca operasi hari ke 0 3 / 5 (sesuai jumlah produksi stoma)


disarankan untuk menggunakan kantong stoma yang transparan, supaya

mudah diobservasi
Pada klien yang akan pulang ke rumah disarankan untuk menggunakan

kantong stoma yang gelap, agar rasa percaya diri klien meningkat.
Khusus untuk Ostomate dengan stoma kolon, apabila ingin berenang
dapat menggunakankantong stoma yang kecil / mini closed pouch.

Prosedur pemasangan kantong stoma yang baik dan benar :


Persiapan alat:

Kantong stoma sesuai permintaan klien (one piece / two piece, dan closed

end/drainable,serta transparant / opaque)


Stoma guide
Spidol
Gunting yang bengkok
Bengkok
Pasta untuk stoma
Kantong plastik hitam
Kassa kecil secukupnya
Lidi kapas
Betadine secukupnya (bila perlu)
Sepasang pinset anatomis + chirurgie
Perlak gulung yang kecil
Klip
Sarung tangan
Perlak gulung yang kecil
Cairan fisiologis (NaCl / Aqua Bides)
Kapas secukupnya
Powder (bila perlu)
Tissue secukupnya / handuk kecil
Gunting jahitan (bila perlu)

Prosedur pemasangan :
Salam terapeutik kepada klien dan keluarganya
Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang prosedur tindakan

penggantian kantong stoma


Berikan kepada klien / keluarga informed cocern untuk ditanda tangani tanda

setuju
Cuci tangan sebelum pelaksanaan prosedur
Dekatkan semua alat - alat yang dibutuhkan
Jaga privasi klien

Perhatikan penerangan kamar klien sepanjang prosedur dilaksanakan


Jika perlu keluarga klien yang dapat membantu memandirikan klien diajak

serta
Sampaikan tujuan dari penggantian kantong stoma tersebut
Atur posisi klien
Pasang perlak gulung di bawah lokasi stoma
Letakan bengkok di atas perlak
Pasang plastik hitam di atas bengkok dalam kondisi terbuka
Siapkan kapas /kassa lembab yang telah dicampur dengan cairan fisiologis

menggunakan sepasang pinset


Klip dibuka di atas plastik hitam dengan hati-hati (jangan dibuang dan cuci

kembali
Buka kantong stoma, dan langsung dimasukkan ke dalam plastik hitam
Angkat base plate dengan perlahan-lahan menggunakan remouval wipe
/cairan fisiologis (dimulai dari bagian yang jauh dari jahitan luka terlebih

dahulu)
Jika sudah terangkat semua, masukkan ke dalam plastik hitam
Pakai sarung tangan
Bersihkan stoma, dan kulit sekitar stoma menggunakan kapas / kassa + cairan

fisiologis sampai dengan diameter 10 15 cm


Bersihkan jahitan disekeliling stoma menggunakan lidi kapas yang diberi
bethadin 2-3 kali, dan setelah 10 menit dibersihkan kembali dengan cairan

fisiologis
Kulit sekitar stoma dibersihkan dengan kassa kering ( pada pasca operasi hari
ke 7, jika kondisi luka jahitan tidak ada masalah, maka dapat dibersihkan

menggunakan tissue / handuk)


Tutup lubang stoma menggunakan kassa lembab sementara waktu sambil
mempersiapkan pola pada base plate baru yang akan dipasang menggunakan

stoma guide
Setelah base plate dipola sesuai ukuran stoma, selanjutnya digunting sesuai

pola tersebut
Buka kertas pengalasnya dan berikan pasta disekeliling pinggiran lubang pola
tersebut, kemudian dirapikan menggunakan jari telunjuk yang telah

dicelupkan dalam cairan fisiologis


Pasangkan base plate tersebut pada kulit sekitar stoma dimulai dari posisi

stoma bagian bawah terlebih dahulu


Tekan dengan hati-hati seheliling base plate tersebut menggunakan jari-jari

tangan beberapa kali


Tangkupkan / pasangkan stoma bag pasangannya sambil mengangkat tissue

yang berada di atas lubang stoma


Pasangkan klipnya di bagian bawah stoma bag + 2 cm

Lihat respon klien


Bereskan kembali semua alat alat yang sudah tidak dipergunakan lagi
Cuci kembali alat alat yang bisa disterilkan lagi, dan letakkan pada

tempatnya
Buka sarung tangan, dan cuci tangan kembali
Lakukan evaluasi, dan catat hasil tindakan yang telah dilakukan di lembar

dokumentasi
Rapihkan kembali lingkungan klien, serta pamit dengan klien dan
keluarganya.

Perawatan kolostomi yang pertama ialah cara mengganti kantong


kolostomi dan membersihkan area stoma. Kantong kolostomi sebaiknya
dikosongkan atau diganti ketika kantong sudah terisi 1/3 bagian agar klien
tetap nyaman dengan kantong kolostominya. Kantong kolostomi yang dapat
dikosongkan, dibersihkan dan digunakan kembali adalah jenis kantong
kolostomi two-piece system atau kantong yang memiliki lubang drainase di
bawahnya. Truven Health Analytics Inc. (2012) memaparkan, kantong
kolostomi harus dikosongkan jika sudah 1/3 atau 1/2 penuh.
Kantong kolostomi yang penuh akan menjadi berat dan dapat merusak
perlengketan kantong kolostomi dengan kulit abdomen, selain itu kantong
akan beresiko untuk robek atau rusak karena beban dalam kantong
meningkat. Kantong kolostomi yang penuh juga akan membuat benjolan di
balik pakaian dan dapat mengganggu penampilan.
Kantong kolostomi drainable dapat dikosongkan dengan menekan
bagian bawah kantong, kemudian mengeluarkan feses langsung ke dalam
toilet. Kemudian kantong dapat dibersihkan atau dibilas meskipun Truven
Health Analytics Inc mengatakan hal ini tidak begitu penting untuk dilakukan.
Gambar dibawah ini menunjukkan cara mengosongkan kantong kolostomi.

H. Asuhan Keperawatan Kolostomi


1. Pengkajian
a. Keadaan stoma :
Warna stoma (normal warna kemerahan).
Gejala-gejala perdarahan (perdarahan luka operasi).
Gejala-gejala peradangan (tumor, rubor, color, dolor, fungsi laese).
Posisi stoma.
b. Apakah ada perubahan eliminasi tinja :
Bagaimana konsistensi, bau, warna feces?
Apakah ada konstipasi atau diare ?
Apakah feces tertampung dengan baik ?
Apakah klien atau keluarga dapat mengurus feces sendiri ?
c. Apakah ada gangguan rasa nyeri :
Keluhan nyeri ada atau tidak
Hal-hal yang menyebabkan nyeri.
Kualitas nyeri.
Kapan nyeri timbul (terus menerus atau berulang).
Apakah klien gelisah atau tidak.
d. Apakah kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhi
Tidur nyenyak atau tidak.
Apakah stoma mengganggu tidur atau tidak.
Adakah faktor lingkungan mempersulit tidur.
Adakah faktor psikologis mempersulit tidur ?
e. Bagaimana konsep diri klien ?
f. Bagaimana persepsi klien terhadap: identitas diri, harga diri, ideal diri,
gambaran diri, dan peran.
g. Apakah ada gangguan nutrisi :
Bagaimana nafsu makan klien.
BB normal / tidak.
Bagaimana kebiasaan makan klien.
Makanan yang menyebabkan diare.
Makanan yang menyebabkan konstipasi.
h. Apakah klien seorang yang terbuka ?

Maukah klien mengungkapkan masalahnya.


Dapatkah klien beradaptasi dgn lingkungan setelah tahu bagian
tubuhnya diangkat.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan
b. Kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan pemasangan kolostomi
c. Gangguan konsep diri/citra diri berhubungan dengan perubahan
anatomis
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya luka pasca
bedah di abdomen
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan asupan nutrisi
tidak adekuat
f. Koping tidak efektif berhubungan dengan percaya diri tidak adekuat
dalam kemampuan koping, dukungan social tidak adekuat yang
dibentuk dari karakteristik atau hubungan.
g. Distress spiritual berhubungan dengan perubahan hidu

3. Intervensi keperawatan
DIAGNOSA
TUJUAN/ KRITERIA HASIL (NIC)
INTERVENSI (NOC)
Nyeri
akut 1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan
MANAJEMEN NYERI
1. lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
berhubungan
pasien dapat mengontrol nyeri dengan
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
dengan trauma
indikator:
2. observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
jaringan
3. kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Mengenali faktor penyebab
4. kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
Mengenali onset (lamanya sakit)
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Menggunakan metode pencegahan
5. kurangi faktor presipitasi
6. pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi
Menggunakan metode nonanalgetik
dan inter personal)
untuk mengurangi nyeri
7. kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Menggunakan
analgetik
sesuai 8. ajarkan tentang teknik non farmakologi
9. evaluasi keefektifan kontrol nyeri
kebutuhan
10. tingkatkan istirahat
ANALGETIC ADMINISTRATION
Mencari bantuan tenaga kesehatan
1. tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum
Melaporkan
gejala
pada
tenaga
pemberian obat
kesehatan

Menggunakan

sumber-sumber

tersedia

Mengenali gejala-gejala nyeri

yang

2. cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi


3. cek riwayat alergi
4. pilih analgetik yang diperlukan atau kombinasi dari analgetik ketika
pemberian lebih dari satu
5. tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri
6. tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal

Mencatat pengalaman nyeri sebelumnya

7. pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara

Melaporkan nyeri sudah terkontrol

teratur
8. monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgetik pertama

2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan


pasien dapat mengetahui tingkatan nyeri
dengan indikator:

kali
9. berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
10. evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala (efek samping)

melaporkan adanya nyeri, luas bagian


tubuh yang terpengaruh, frekuensi nyeri,
panjangnya

episode

nyeri,

dan

pernyataan nyeri

ekspresi nyeri pada wajah

posisi tubuh protektif


1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan

Kerusakan
intregitas kulit

integritas jaringan: kulit dan mukosa normal

berhubungan

dengan indikator:

dengan

luka

kolostomi

temperatur jaringan dalam rentang yang


diharapkan

elastisitas

dalam

rentang

yang

diharapkan

hidrasi dalam rentang yang diharapkan

PENGAWASAN KULIT
1. Inspeksi kondisi luka operasi
2. Observasi ekstremitas untuk warna, panas, keringat, nadi, tekstur,
edema, dan luka
3. Inspeksi kulit dan membran mukosa untuk kemerahan, panas, drainase
4. Monitor kulit pada area kemerahan
5. Monitor penyebab tekanan
6. Monitor adanya infeksi
7. Monitor kulit adanya rashes dan abrasi
8. Monitor warna kulit
9. Monitor temperatur kulit
10. Catat perubahan kulit dan membran mukosa

pigmentasi

dalam

rentang

yang

diharapkan

Gangguan

warna dalam rentang yang diharapkan

tektur dalam rentang yang diharapkan

bebas dari lesi dan kulit utuh

1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan

konsep
diri/citra

gangguan body image pasien teratasi dengan


diri

indikator :

berhubungan

Body image positif

dengan

Mampu

perubahan

mengidentifikasi

kekuatan

personal

anatomis

Mendiskripsikan

secara

11. Monitor kulit di area kemerahan


MANAJEMEN TEKANAN
1. Monitor status nutrisi pasien
2. Monitor sumber tekanan
3. Monitor mobilitas dan aktivitas pasien
4. Mobilisasi pasien minimal setiap 2 jam sekali
5. Back rup
6. Ajarkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
BODY IMAGE ENHANCEMENT
1. Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien terhadap tubuhnya
2. Monitor frekuensi mengkritik dirinya
3. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis
penyakit
4. Dorong klien mengungkapkan perasaannya
5. Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu
6. Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil

faktual

perubahan fungsi tubuh


Hambatan

Mempertahankan interaksi sosial


1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan

mobilitas fisik

pasien dapat melakukan ambulasi berjalan

berhubungan

dengan indikator:

dengan adanya

mempertahankan berat badan


melangkah

TERAPI AKTIVITAS: AMBULASI


1. monitoring vital sign sebelum dan sesudah latihan dan lihat respon
pasien saat latihan
2. konsultasikan dengan fisioterapis tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan

luka
bedah
abdomen

pasca
di

berjalan lambat
berjalan dengan kecepatan sedang
berjalan dengan kecepatan lebih cepat
berjalan naik tangga
berjalan menuruni tangga
berjalan mendaki
berjalan dengan jarak yang dekat (keliling

kamar)
berjalan dengan jarak yang sedang (keluar

kamar)
berjalan dengan jarak yang lebih jauh
(mengitari bangsal)

2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan


tingkat mobilitas pasien meningkat dengan
indikator:

keseimbangan tubuh
posisi tubuh
gerakan otot
gerakan sendi
kemampuan berpindah
ambulasi: berjalan
ambulasi: kursi roda

3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan

3. ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi


4. kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
5. latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara mandiri sesuai
kemampuan
6. dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu pemenuhan

kabutuhan ADL
berikan alat bantu bila pasien memerlukan
ajarkan bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
EXERCISE THERAPY: JOINT MOVEMENT
tentukan batasan gerakan
kolaborasi dengan fisioterapis dalam mengembangkan dan menentukan

program latihan
tentukan level gerakan pasien
jelaskan pada keluarga/pasien tujuan dan rencana latihan
monitor lokasi ketidaknyamanan atau nyeri selama gerakan atau

aktivitas
lindungi pasien dari trauma selama latihan
bantu pasien untuk mengoptimalkan posisi tubuh untuk gerakan pasif

atau aktif
instruksikan pada pasien atau keluarga tentang ROM pasif dan aktif
bantu pasien untuk mengembangkan rencana
latihan ROM aktif dorong klien untuk menunjukan gerakan tubuh

7.
8.

sebelum latihan

pasien dapat melakukan gerakan bersama


dengan indikator :

klien dapat menggerakan jari kaki, tangan,


leher,

bahu,

lutut,

penggang,

siku,

pergelangan tangan.
Nutrisi kurang 1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan
dari kebutuhan

status

berhubungan

indikator :

dengan asupan
nutrisi
adekuat

tidak

nutrisi

pasien

normal

dengan

Intake nutrien normal


Intake makanan dan cairan normal
Berat badan normal
Massa tubuh normal
Pengukuran biokimia normal

2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan


status nutrisi: intake nutrient pasien adekuat
dengan indikator :

intake kalori
intake protein
intake lemak
intake karbohidrat
intake vitamin
intake mineral

MONITOR NUTRISI
1. Berat badan pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
4. Monitor lingkungan selama makan
5. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
6. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
7. Monitor turgor kulit dan makanan kesukaan
8. Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht
9. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
10. Monitor kalori dan intake nutrisi
MANAJEMEN NUTRISI
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
5. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
6. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian
7. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

Koping

tidak 1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan

efektif

b.d

percaya

diri

tidak adekuat
dalam

koping pasien efektif dengan indikator :


Mengidentifikasi pola koping efektif
Mengedentifikasi pola koping yang tidak
efektif

kemampuan
koping,
social

tidak

adekuat

yang

dibentuk

dari

karakteristik

COPING ENHANCEMENT
1. Dorong aktifitas social dan komunitas
2. Dorong klien untuk mengembangkan hubungan
3. Dorong berhubungan dengan seseorang yang memiliki tujuan dan
ketertarikan yang sama
4. Dukung pasein untuk menguunakan mekanisme pertahanan yang
sesuai.
5. Kenalkan klien kepada seseorang yang mempunyai latar belakang

Melaporkan penurunan stress


Memverbalkan control perasaan

dukungan

pengalaman yang sama.

Memodifikasi gaya hidup yang dibutuhkan


Beradaptasi

dengan

perubahan

perkembangan
Menggunakan

dukungan

social

yang

tersedia

atau

Melaporkan

hubungan.
Distress
spiritual

8. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

intake zat besi


intake kalsium

b.d

peningkatan

kenyamanan

psikologis
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan

Tingkatkan

kesehatan spiritual efektif dengan indikator :

akhir hidup

kenyamanan fisik dan kedamaian psikologi pada tahap

perubahan

Optimisme yang secara pribadi

Bantu mengatasi kehilangan yang yang bermakna

memuaskan serta mendukung hidup.

Fasilitasi perkembangan sikap positif pada situasi tertentu

Menahan diri dari kemarahan

Fasilitasi partisipasi dalam prakitik keagamaan

Mengekspresikan orientasi masa depan

Bantu pasien untuk merasakan keseimbangan dan hubungan dengan

hidup

yang positif

Mengekspresikan rasa optimis

Mengekspresikan rasa percaya pada diri


sendiri dan orang

Meningkatkan kualitas hidup

Tuhan

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kolostomi merupakan suatu tindakan pembedahan pada dinding perut
untuk membuat lubang (stoma) yang berfungsi sebagai tempat keluarnya
kotoran (BAB dan BAK) akibat suatu kondisi tertentu yaitu adanya suatu
kelainan atau penyakit seperti atresia ani dan kanker kolon.
Pada stoma memerlukan perawatan ekstra agar tidak menimbulkan
masalah baru seperti iritasi yang dapat menimbulkan infeksi. Maka dari itu
pentingnya menjaga kebersihan pada stoma dan area sekitar tempat
menempelnya perekat pada kantong penampung kotoran harus diperhatikan.
Penggantian kantong penampung kotoran juga harus secepatnya diganti
ketika bag penampung sudah terisi penuh sebanyak-banyaknya 1/3 dari
kantong pengganti.
B. Saran
Bagi para pembaca khususnya mahasiswa keperawatan hendaknya
dapat memperdalam ilmu tentang perawatan kolostomi serta perawatannya
secara mendalam sehingga dapat diterapkan di praktek klinik keperawatan
yang sebenarnya untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut pada
klien.
Setiap klien selalu berharap mempunyai stoma yang baik, dan
letaknyapun tepat sesuai dengan bentuk abdomen / perutnya. Oleh karena itu
klien sangat mengharapkan ketrampilan setiap tenaga kesehatan yang
merawatnya, baik itu dokter, ataupun perawat. Oleh karena itu keterampilan
perawat dalam merawat klien stoma sangatlah dibutuhkan.

DAFTAR ISI

Burch, J. (2013). Care of patients with a stoma. Nursing Standard: 27(32): 49-56. 9
Juni 2013. http://search.proquest.com/docview/1346147256?accountid=25704
Canada

Care

Medical.

(n.d).

Colostomy

care.

15

Juli

2016.

http://www.canadacaremedical.com/ostomy/ColostomyCare.php
Corwin, E. J. (2001). Handbook of pathophysiology. (Pendit, B. U., Penerjemah).
Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher.
Eucomed Medical Technology. (2012). Access to ostomy supplies and innovation:
guiding

principles

for

European

payers.

17

Juli

2016.

http://www.medtecheurope.org/uploads/Modules/Publications/ostomybackgrou
nd-paper.pdf
Gutman,

N.

(2011).

Colostomy

guide.

17

Juli

2016.

http://www.ostomy.org/ostomy_info/pubs/ColostomyGuide.pdf
Lukong, C., Jabo, B., & Mfuh, A. (2012). Colostomy in neonates under local
anaesthesia: Indications, technique and outcome. African Journal of Paediatric
Surgery: 9 (2). 176-180. 17 Juli 2016. http://dx.doi.org/10.4103/01896725.99412
Nainggolan, S., A. & Asrizal. (2012). Edukasi kemampuan keluarga dalam perawatan
stoma klien kolostomi di RSUP H Adam Malik Medan. Jurnal Keperawatan
USU:

(1).

35-41.

16

Juli

2016.

http://jurnal.usu.ac.id/index.php/jkk/article/download/197/150
Newton, S. (2009). Oncology nursing advisor comprehensive guide to clinical
practice. St. Louis: Mosby.
Potter, Patricia A., Perry, Anne Grifin. (2005). Buku ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi ke-4. Penerjemah: Yasmin Asih. Jakarta:
EGC
Putri,

R.,

H.

(2011).

Irigasi

kolostomi.

15

Juli

2016.

http://www.perawatluka.com/irigasi-kolostomi/
Rahmianti,

D.

(2013).

Bahaya

kanker

kolorektal.

16

Juli

2016.

http://www.readersdigest.co.id/sehat/info.medis/bahaya.kanker.kolorektal/005/
001/166
RS Dharmais. (n.d). Kanker kolorektal (usus besar dan rektum). 16 Juli 2016.
http://www.dharmais.co.id/index.php/kanker-kolon.html
Simanjuntak, P & Nurhidayah R., E. (2007). Kemampuan self care dan gambaran diri
klien kolostomi di RSUP H. Adam Malik Medan. Jurnal Keperawatan

Rufaidah

Sumatera

Utara:

(2).

65-69.

15

Juli

2016.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21173/1/rufnov20072%20%284%29.pdf
Smeltzer & Bare. (2002). Buku ajar keperawatan medical bedah. (Penerjemah:
Waluyo, A.). Jakarta: EGC

MATA AJAR
KEPERAWATAN PALIATIF

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KOLOSTOMI

Disusun oleh :
1. Asterilia Nurhayati Pratiwi

(P17420613048)

2. Enjela Popy Agita

(P17420613064)

3. Rizqi Rachmilia

(P17420613070)

4. Umi Fadilah

(P17420613075)

5. Suci Abrelia Fitriyanti

(P17420613078)

PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN SEMARANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2016

Anda mungkin juga menyukai