Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Kolostomi adalah lubang yang dibuat melalui pembedahan di perut di


mana bagian dari usus besar dibawa ke luar dinding perut untukmembuat
stoma di mana makanan yang dicerna (kotoran) keluar dari tubuh ke dalam
sistem kantong eksternal.(Rehab Shehata Abass Habiba, 2021)

Kolostomi umumnya dibuat di dinding anterior abdomen di atas otot


rektus abdominis di kedua sisi linea alba, umumnya inferior dari umbilikus.
Kadang-kadang lokasinya sefalad dengan umbilikus, terutama pada pasien
obesitas, karena dinding perut anterior memiliki lebih sedikit lemak subkutan
di bagian atas. (Agastya Maria. 2021)

2. Jenis- jenis kolostomi


Dalam pembuatan stoma disebabkan oleh beberapa masalah yang
berbagai macam tergantung dengan tjenis penyakit dan kedaan yang
diperlukan. Selain itu, jenis-jenis penyakit tertentu juga memerlukan stoma
yang berbeda tergantung pada lokasi anatomi penyakit serta fungsi stoma
tersebut (Zakaria, Zakaria, Abdul-Jalal, Ismail, 2014).
Jenis kolostomi dapat dibagi kedalam dua berdasarkan waktunya:
kolostomi yang bersifat sementara serta kolostomi permanen yang dapat
terjadi di setiap bagian dari usus besar tergantung pada penyebab yang
terjadinya. Pembentukan kolostomi secara permanen dilakukan apabila pasien
sudah tidak mungkin dilakukan defekasi secara normal akibat adanya
keganasan, perlengketan, ataupun pengangkatan kolon sigmoid atau rectum
sehingga feses tidak mungkin keluar melalui anus. Kolostomi yang permanen
biasanya berupa kolostomi single barrel (satu lubang). Sedangkan
pembentukan kolostomi sementara biasanya untuk tujuan dekompresi kolon
atau untuk mengalihkan aliran feses sementara dan kemudian kolon akan
dikembalikan seperti semula dan stoma ditutup kembali. Kolostomi temporer
ini memiliki 2 lubang yang diangkat ke dinding abdomen yang dinamakan
colostomy double barrel. Kolostomi dapat dilakukan di kolon asendens,
transversal, desendens atau sigmoid (Black & Hawks, 2014).

3. Indikasi
Indikasi operasi kolostomi menurut WOCN (2014) adalah:
 adanya kanker pada kolon dan rectum
 obstruksi usus besar
 Fistula vesikokolik
 Untuk melindungi anastomosis dan beberapa penyakit lain yang
mengganggu proses keluarnya feses secara normal.
Menurut Eucomed (2012) indikasi tindakan adalah
 Adanya Kanker kolon dengan tindakan operasi kolostomi.
Dimana kanker merupakan sebuah proliferasi pertumbuhan sel yang
tidak teratur dan tidak terkontrol atau bentuk keganasan yang terjadi
pada sel kolon asenden, transversal, desenden, sigmoid dan rektal.
Kanker kolorektal dapat diartikan sebagai malignansi atau
pertumbuhan sel yang tidak normal pada area usus besar (kolon) dan
rectum, dimana Penyebab terjadinya kanker kolorektal belum diketahui
secara pasti. Penanganan kanker kolon salah satunya adalah dengan
operasi kolostomi baik permanen maupun sementara (Black & Hawks,
2014).
 Anomali Kongenital
Ketidak teraturan saluran cerna yang ditemukan saat lahir. Kelainan
konginital yang sering menjadi indikasi kolostomi diantaranya atresia
ani atau hisphrung. Dalam (Wong, Hockenberry, Wilson D.,
Winkelstein, & Schwartz, 2009).
 Atresia ani
merupakan salah satu jenis kelainan sejak lahir yang terjadi pada usia
kehamilan mencapai 5-7 minggu, dimana proses pembentukkan rektum
(bagian akhir usus besar) sampai lubang anus tidak terbentuk
sempurna. Sedangkan hirshsprung merupakan penyakit yang terjadi
pada usus dan paling sering pada usus besar (colon). Normalnya, pada
otot usus besar secara teratur akan menekan feses sampai ke rectum.
Pada penyakit hirshsprung, saraf (sel ganglion) yang berfungsi untuk
mengontrol otot pada organ usus tidak ditemukan. Hal ini
mengakibatkan feses tidak dapat terdorong seperti yang seharusnya
terjadi pada usus normal sehingga feses bertumpuk di dalam usus.
Sehingga perlu penanganan yang salah satunya adalah tindakan operasi
kolostomi.
 Obstruksi
Obstruksi pada usus terjadi apabila sumbatan yang menghambat aliran
normal isi usus melalui saluran usus (Smeltzer & Brenda, 2013).
Obstruksi pada usus mengacu pada situasi ketika isi usus tidak dapat
dipaksa lebih lanjut di aboral arah. Transit isi usus tidak tergantung
hanya pada keadaan lumen usus yang utuh, tetapi juga pada peristaltik.
Obstruksi terdiri dari dua tipe yaitu obstruksi mekasik
dan fungsional. Obstruksi pada usus dapat terjadi di dalam usus besar
atau halus yang bersifat total ataupun parsial (sebagian). Kasus pada
obstruksi usus yang parsial, makanan dan cariaran masih dapat
melewati usus dalam jumlah yang sedikit. Sedangkan pada obstruksi
usus total, makanan ataupun cairan tidak dapat melewati aliran usus.
Obstruksi pada usus dapat terjadi disebabkan oleh dua mekanisme yang
sangat berbeda yaitu obstuksi mekanik disebabkan oleh oklusi atau
distorsi lumen usus, serta disebabkan oleh kondisi usus 'paralisis' di
mana peristaltik tidak ada atau tidak teratur. Ini terjadi tanpa gejala
klinis dari keadaan ini menghasilkan gejala yang parah obturasi
(Macutkiewicz & Carlson, 2008).
Pada pasien dengan obstruksi usus parsial tidak harus menjalani
tindakan
operasi. Tim medis biasanya hanya akan menyarankan pasien
mengonsumsi makanan yang berserat rendah agar bisa dicerna dengan
mudah oleh pasien. Bila keadaan ini tidak kunjung membaik, maka tim
medis kemungkinan akan menganjurkan tindalkan pembedahan.
 Divertikulitis
Peradangan divertikulitis, kantong kecil di luar mukosa usus yang
menonjol ke bagian luar usus besar melalui titik-titik lemah di lapisan
otot. Divertikulitis merupakan penyakit yang diindikasikan dengan
adanya divertikula yang terjadi pada kolon. Divertikulitis sangat umum
terjadi pada kolon (kolon sigmoid 95%). Kejadian ini telah
diperkirakan bahwa kira-kira dua puluh persen pasien dengan
divertikulisis mengalami divertikulitis pada bagian yang sama.
Divertikulitis sering terjadi pada umur lebih dari 60 tahun. Asupan
makanan yang rendah serat diprediksi sebagai penyebab utama
penyakit ini. Divertikulitis dapat terjadi secara akut ataupun menetap
sebagai infeksi yang berkelanjutan dan lama (Smeltzer & Brenda,
2013). Kasus dengan katagori berat, bila terjadinya peritonitis
(peradangan rongga perut), dan fistula, sehingga tindakan pembedahan
perlu dilakuakn untuk membersihkan rongga abdomen serta
mengangkat bagian usus yang abnormal. Operasi bisa segera
diperlukan pada kasus dengan kolon yang berlubang,
berhubungan langsung dengan rongga abdomen, dan mengakibatkan
infeksi pada rongga abdomen. Pembedahan yang dilakukan umumnya
ialah resesi usus pada daerah yang mengalami divertikulitis. Tindakan
operasi biasanya disertai pembuatan kolostomi atau lubang
saluranpembuangan sementara pada dinding abdomen (Smeltzer &
Brenda, 2013).
 Trauma
Trauma abdomen merupakan luka atau cedera pada bagian perut yang
mengakibatkan perubahan fisiologis yang terjadi diantara diafragmadan
pelvis yang disebabkan oleh luka tusuk atau tumpul. Trauma tumpul
pada bagian (abdomen) juga diakibatkan oleh penghancuran,
pengguntingan atau kuatnya trauma yang mengakibatkan ruptur pada
bagian usus atau struktur organ di bagian abdomen yang lain. Luka
tembak (luka) dapat mengakibatkan kerusakan pada bagian organ atau
struktur di dalam abdomen. Luka tembak mengakibatkan perforasi
pada bagian abdomen atau kolon yang mengakibatkan peritonitis dan
sepsis
4. Perawatan kolostomi
Perawat stoma (WOC) mempunyai peran yang sangat penting dalam
proses perawatan stoma dengan tepat, bahkan dari perawatan hingga
pendidikan
perawatan stoma terhadap pasien dan keluarga. Sehingga pasien dan keluaga
mampu mengambil alih perawatan stoma secara mandiri (Smeltzer & Brenda,
2013).
Menurut (Suratun & Lusianah, 2010) pentingnya peran perawat stoma
(WOC) terhadap pasien post operasi kolostomi, tidak hanya melakuakan
perawatan secara adekuat akan tetapi pendidikan tentang perawatan stoma
yang
melibatkan pasien dan keluarga adalah bagian yang sangat penting supaya
pasien dengan kolostomi dapat mencegah terjadinya beberapa tanda
komplikasi yang terjadi akibat kurang tepatnya perawatan stoma. Perawatan
stoma bertujuan untuk mencegah terjadinya iritasi peristoma pada pasien,
mencegah terjadinya infeksi, dan untuk menjaga kebersihan pasien serta
memberikan kenyamanan pada pasien.

Beberapa hal yang perlu di ajarkan pada pasien stoma tentang


perawatan stoma (Suratun & Lusianah, 2010):
1. Menganjurkan pasien untuk tidak menggunakan alkohol dalam melakukan
perwatan stoma.
2. Mengajarkan pasien dan keluarga dalam melakukan perwatan stoma dengan
cara mendemonstrasikan cara perawatan stoma yang baik dan benar. Terutama

dalam cara membersihkan daerah peristoma dengan air dan sabun yang lembut

atau dengan set peralatan komersial. Keringkan kulit dengan menekan-


menekan kulit dengan kasa dan bukan dengan menggosok kulit.
3. Ajarkan pasein tentang bahan atau cairan yang tidak boleh digunakan dalam
perawatan stoma, karna dapat mengakibatkan iritasi bahkan nekrotik pada
peristoma bahkan stoma.
4. Ajarkan pasien cara menilai stoma setiap hari dan cara mengobservasi stoma
yang lembab, mengkilat dan berwarna merah muda gelap sampai merah.
5. Mengajarkan pasien cara memilih serta memasang kantong stoma serta
perawatan kulit yang tepat.
6. Mengajarkan pasien tentang cara mengeluarkan isi kantong stoma yang benar.
7. Menjelaskan terhadap pasien cara mengurangi bau feses, seperti
mengkonsumsi makanan dari yogurt, membatasi makan ikan, mentega susu,
kacang- kacangan, dll. Selain beberapa hal diatas peran perawat stoma (WOC)
adalah menyediakan dukungan dan saran yang berkelanjutan hingga
komunitas kepada pasien stoma yang membahas fisik dan kebutuhan
psikologis mereka, dengan
8. tujuan memfasilitasi kemandirian mereka dalam memanajemen stoma dan
pemeliharaan kesehatan pada pasien stoma

5. Komplikasi
Dalam (WOCN, 2014; Eucomed, 2012; Butler, 2009; Escalante,
Siso,dan Mendoza, 2015) ada beberapa komplikasi pada stoma yang dapat
muncul setelah pembedahan kolostomi, adapun komplikasi stoma post operasi
kolostomi adalah :
a. Leserasi
adalah luka atau robekan pada stoma hal ini sering terjadi akibat teknik
pouching, sehingga terjadi perlukaan pada stoma.
b. Nekrosis
adalah kematian jaringan yang terjadi ketika aliran darah ke atau
dari stoma terganggu atau terputus. Stoma yang memiliki aliran darah yang
baik akan berwarna merah ataupun pink. Sedangkan stoma yang tidak
tersuplai dara dengan baik stoma akan berubah menjadi kecoklakatan
bahkan menghitam. Stoma yang menghitam (nekrotik) akan membutuhkan
tindakan pembedahan ulang sebagai intervensi utama.
c. Iritasi kulit peristoma
Iritasi kulit peristomal sering disebabkan oleh kebocoran cairan yang keluar

dari usus yang terkena pada kulit peristoma mengakibatkan terjadinya


peradangan yang membuat terjadinya iritasi pada peristoma. Jumlah
paparan serta karakter efluen akan menentukan tingkat iritasi peristomal.
Pencegahan setiap iritasi kulit peristoma adalah fokus utama setelah
beberapa hari post operasi pembentukan ostomy. Iritasi di bagian kulit
peristomal banyak dialami pada pasien yang lansia, hal diakibatkan oleh
lapisan epitel serta lemak subkutan yang semakin menipis akibat proses
degenertif sehingga kulit menjadi semakin mudah mengalami iritasi. Setiap
derajat dermatitis akan menghambat adhesi kantong, yang kemudian
menyebabkan lebih banyak kebocoran dan peradangan kulit mengakibatkan
iritasi yang menyakitkan berkembang sehingga mempersulit untuk
dilakukannya perawatan. Hal ini dapat sangat mengganggu pasien post
oprasi untuk menyesuaikan diri dengan pembentukan adanya
stoma.Retraksi stoma
d. Retraksi
merupakan keadaan pada stoma yang tertarik ke dalam kebawah
lapisan kulit abdomen. Penyebab umum stoma retraksi adalah ketegangan
atau obesitas. Stoma retraksi selama periode pasca operasi berhubungan
dengan aliran darah yang buruk, obesitas, status gizi yang buruk, stenosis,
pengangkatan awal perangkat pendukung dengan stoma loop, penempatan
stoma pada lapisan kulit yang dalam, atau dinding perut tebal. Jenis kantong
kolostomi harus disesuaikan supaya cocok dengan bentuk stoma retraksi.
Retraksi tidak menjadi komplikasi berat bila terjadinya retraksi stoma ke
dalam abdomen kurang dari 5 cm dari batas permukaan kulit abdomen.
e. Prolaps
Prolaps stoma adalah terjadinya peningkatan baik pada panjang dan ukuran
stoma yang keluar. Penyebab prolaps stoma dapat terjadi ketika fiksasi usus
yang tidak memadai ke dinding perut selama operasi, termasuk pembukaan
dinding perut besar, peningkatan tekanan perut, kurangnya dukungan fasia,
obesitas,obstruksi bowel, atau prolaps dengan riwayat berulang dapat
dilakukan untuk pembedahan ulang.
f. Stenosis
Stenosis merupakan penyempitan atau konstriksi pada lumen usus atau
ujung stoma. Stenosis dapat terjadi pada tingkat kulit atau tingkat fasia yang

menyebabkan adanya pembentukan jaringan scar di sekitar stoma sehingga


mengakibatkan stoma perlahan terhimpit dan menyempit. Stenosis mungkin

disebabkan oleh teknik bedah yang salah, pembentukan bekas luka yang
berlebihan, iradiasi segmen usus, sepsis peristomal, atau trauma karena
sistem kantong yang tidak pas. Stenosis bisa di tandai dengan nyeri
panggul, output yang menurun, atau aliran urin yang proyektil dari
tingginya residuurin yang ada. Separasi mukokutan Separasi mukokutan
terjadi ketika stoma terlepas yang membentuk sebuah rongga antara kulit
stoma yang terjadi sepenuhnya atau sebagian dari kulit sekeliling stoma.

BAB V

PENUTUP

Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad,Shakil,dkk.2016. Evaluation of clinical and laboratory profile of typhoid


fever in Nepalese children- Ahospital-based study,International Journal of
Medical Pediatrics and Oncology, April-June, 2016:2(2):60-66,Lecutrer,
Assistant Professor, Dept. of Pediatrics, Lecturer, Dept. of Obstetrics

Devi,Anakardian Kris Buana,2017. Asuahan Keperawawatan Dan Biokimia

Keperawatan,Yogyakarta: Pustakabarupress

DyahListyarini, Anita,2018.Jurnal Keperawatan Dan Kesehatan Masyarakat


Cendekia Utama, Vol. 7 No.1 Maret, 2018, P-Issn 2252-8865E-Issn 2598-
4217 Stikes Cendekia Utama Kudus, Indonesia

Endah Susilo,Rini,Dkk,2013. Pengaruuh Pemberian Minyak Kelapa Dengan Air


Jeruk Nipis Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Usia 1-3 Tahun
Dengan Indikasi Febris Di Desa Selamet Kabupaten Turen, Volume
1,Nomor 1 Julli 2013, 15-21, Program Studi Diploma Iv Bidan Pendidik
Universitas Tribhuwana Tunggudewi Malang

Fitriana, Lala Budi,2017. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Ibu


Dalam Penanganan Demam Pada Anak Balita DiPuskesmas Depok I
Sleman Yogyakarta ,JurnalKeperawatanRespati Yogyakarta, 4 (2), Mei
2017, 179-188

Gondhali,2016.Clinical assessment of fever with thrombocytopenia - A


prospective studyM.P Gondhali, Manoj Vethekar, DipakBhangale,
KhushalChoudhary, International Journal of Medical Research &Health
Sciences, 2016, 5, 1:258-277, Department of Medicine, Rural Medical
College, Loni

Anda mungkin juga menyukai