PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
3. Indikasi
Indikasi operasi kolostomi menurut WOCN (2014) adalah:
adanya kanker pada kolon dan rectum
obstruksi usus besar
Fistula vesikokolik
Untuk melindungi anastomosis dan beberapa penyakit lain yang
mengganggu proses keluarnya feses secara normal.
Menurut Eucomed (2012) indikasi tindakan adalah
Adanya Kanker kolon dengan tindakan operasi kolostomi.
Dimana kanker merupakan sebuah proliferasi pertumbuhan sel yang
tidak teratur dan tidak terkontrol atau bentuk keganasan yang terjadi
pada sel kolon asenden, transversal, desenden, sigmoid dan rektal.
Kanker kolorektal dapat diartikan sebagai malignansi atau
pertumbuhan sel yang tidak normal pada area usus besar (kolon) dan
rectum, dimana Penyebab terjadinya kanker kolorektal belum diketahui
secara pasti. Penanganan kanker kolon salah satunya adalah dengan
operasi kolostomi baik permanen maupun sementara (Black & Hawks,
2014).
Anomali Kongenital
Ketidak teraturan saluran cerna yang ditemukan saat lahir. Kelainan
konginital yang sering menjadi indikasi kolostomi diantaranya atresia
ani atau hisphrung. Dalam (Wong, Hockenberry, Wilson D.,
Winkelstein, & Schwartz, 2009).
Atresia ani
merupakan salah satu jenis kelainan sejak lahir yang terjadi pada usia
kehamilan mencapai 5-7 minggu, dimana proses pembentukkan rektum
(bagian akhir usus besar) sampai lubang anus tidak terbentuk
sempurna. Sedangkan hirshsprung merupakan penyakit yang terjadi
pada usus dan paling sering pada usus besar (colon). Normalnya, pada
otot usus besar secara teratur akan menekan feses sampai ke rectum.
Pada penyakit hirshsprung, saraf (sel ganglion) yang berfungsi untuk
mengontrol otot pada organ usus tidak ditemukan. Hal ini
mengakibatkan feses tidak dapat terdorong seperti yang seharusnya
terjadi pada usus normal sehingga feses bertumpuk di dalam usus.
Sehingga perlu penanganan yang salah satunya adalah tindakan operasi
kolostomi.
Obstruksi
Obstruksi pada usus terjadi apabila sumbatan yang menghambat aliran
normal isi usus melalui saluran usus (Smeltzer & Brenda, 2013).
Obstruksi pada usus mengacu pada situasi ketika isi usus tidak dapat
dipaksa lebih lanjut di aboral arah. Transit isi usus tidak tergantung
hanya pada keadaan lumen usus yang utuh, tetapi juga pada peristaltik.
Obstruksi terdiri dari dua tipe yaitu obstruksi mekasik
dan fungsional. Obstruksi pada usus dapat terjadi di dalam usus besar
atau halus yang bersifat total ataupun parsial (sebagian). Kasus pada
obstruksi usus yang parsial, makanan dan cariaran masih dapat
melewati usus dalam jumlah yang sedikit. Sedangkan pada obstruksi
usus total, makanan ataupun cairan tidak dapat melewati aliran usus.
Obstruksi pada usus dapat terjadi disebabkan oleh dua mekanisme yang
sangat berbeda yaitu obstuksi mekanik disebabkan oleh oklusi atau
distorsi lumen usus, serta disebabkan oleh kondisi usus 'paralisis' di
mana peristaltik tidak ada atau tidak teratur. Ini terjadi tanpa gejala
klinis dari keadaan ini menghasilkan gejala yang parah obturasi
(Macutkiewicz & Carlson, 2008).
Pada pasien dengan obstruksi usus parsial tidak harus menjalani
tindakan
operasi. Tim medis biasanya hanya akan menyarankan pasien
mengonsumsi makanan yang berserat rendah agar bisa dicerna dengan
mudah oleh pasien. Bila keadaan ini tidak kunjung membaik, maka tim
medis kemungkinan akan menganjurkan tindalkan pembedahan.
Divertikulitis
Peradangan divertikulitis, kantong kecil di luar mukosa usus yang
menonjol ke bagian luar usus besar melalui titik-titik lemah di lapisan
otot. Divertikulitis merupakan penyakit yang diindikasikan dengan
adanya divertikula yang terjadi pada kolon. Divertikulitis sangat umum
terjadi pada kolon (kolon sigmoid 95%). Kejadian ini telah
diperkirakan bahwa kira-kira dua puluh persen pasien dengan
divertikulisis mengalami divertikulitis pada bagian yang sama.
Divertikulitis sering terjadi pada umur lebih dari 60 tahun. Asupan
makanan yang rendah serat diprediksi sebagai penyebab utama
penyakit ini. Divertikulitis dapat terjadi secara akut ataupun menetap
sebagai infeksi yang berkelanjutan dan lama (Smeltzer & Brenda,
2013). Kasus dengan katagori berat, bila terjadinya peritonitis
(peradangan rongga perut), dan fistula, sehingga tindakan pembedahan
perlu dilakuakn untuk membersihkan rongga abdomen serta
mengangkat bagian usus yang abnormal. Operasi bisa segera
diperlukan pada kasus dengan kolon yang berlubang,
berhubungan langsung dengan rongga abdomen, dan mengakibatkan
infeksi pada rongga abdomen. Pembedahan yang dilakukan umumnya
ialah resesi usus pada daerah yang mengalami divertikulitis. Tindakan
operasi biasanya disertai pembuatan kolostomi atau lubang
saluranpembuangan sementara pada dinding abdomen (Smeltzer &
Brenda, 2013).
Trauma
Trauma abdomen merupakan luka atau cedera pada bagian perut yang
mengakibatkan perubahan fisiologis yang terjadi diantara diafragmadan
pelvis yang disebabkan oleh luka tusuk atau tumpul. Trauma tumpul
pada bagian (abdomen) juga diakibatkan oleh penghancuran,
pengguntingan atau kuatnya trauma yang mengakibatkan ruptur pada
bagian usus atau struktur organ di bagian abdomen yang lain. Luka
tembak (luka) dapat mengakibatkan kerusakan pada bagian organ atau
struktur di dalam abdomen. Luka tembak mengakibatkan perforasi
pada bagian abdomen atau kolon yang mengakibatkan peritonitis dan
sepsis
4. Perawatan kolostomi
Perawat stoma (WOC) mempunyai peran yang sangat penting dalam
proses perawatan stoma dengan tepat, bahkan dari perawatan hingga
pendidikan
perawatan stoma terhadap pasien dan keluarga. Sehingga pasien dan keluaga
mampu mengambil alih perawatan stoma secara mandiri (Smeltzer & Brenda,
2013).
Menurut (Suratun & Lusianah, 2010) pentingnya peran perawat stoma
(WOC) terhadap pasien post operasi kolostomi, tidak hanya melakuakan
perawatan secara adekuat akan tetapi pendidikan tentang perawatan stoma
yang
melibatkan pasien dan keluarga adalah bagian yang sangat penting supaya
pasien dengan kolostomi dapat mencegah terjadinya beberapa tanda
komplikasi yang terjadi akibat kurang tepatnya perawatan stoma. Perawatan
stoma bertujuan untuk mencegah terjadinya iritasi peristoma pada pasien,
mencegah terjadinya infeksi, dan untuk menjaga kebersihan pasien serta
memberikan kenyamanan pada pasien.
dalam cara membersihkan daerah peristoma dengan air dan sabun yang lembut
5. Komplikasi
Dalam (WOCN, 2014; Eucomed, 2012; Butler, 2009; Escalante,
Siso,dan Mendoza, 2015) ada beberapa komplikasi pada stoma yang dapat
muncul setelah pembedahan kolostomi, adapun komplikasi stoma post operasi
kolostomi adalah :
a. Leserasi
adalah luka atau robekan pada stoma hal ini sering terjadi akibat teknik
pouching, sehingga terjadi perlukaan pada stoma.
b. Nekrosis
adalah kematian jaringan yang terjadi ketika aliran darah ke atau
dari stoma terganggu atau terputus. Stoma yang memiliki aliran darah yang
baik akan berwarna merah ataupun pink. Sedangkan stoma yang tidak
tersuplai dara dengan baik stoma akan berubah menjadi kecoklakatan
bahkan menghitam. Stoma yang menghitam (nekrotik) akan membutuhkan
tindakan pembedahan ulang sebagai intervensi utama.
c. Iritasi kulit peristoma
Iritasi kulit peristomal sering disebabkan oleh kebocoran cairan yang keluar
disebabkan oleh teknik bedah yang salah, pembentukan bekas luka yang
berlebihan, iradiasi segmen usus, sepsis peristomal, atau trauma karena
sistem kantong yang tidak pas. Stenosis bisa di tandai dengan nyeri
panggul, output yang menurun, atau aliran urin yang proyektil dari
tingginya residuurin yang ada. Separasi mukokutan Separasi mukokutan
terjadi ketika stoma terlepas yang membentuk sebuah rongga antara kulit
stoma yang terjadi sepenuhnya atau sebagian dari kulit sekeliling stoma.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Keperawatan,Yogyakarta: Pustakabarupress