Anda di halaman 1dari 17

FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK GAWAT DARURAT

I. DEFINISI
Non-ST Elevasi Miokardial Infark (NSTEMI) adalah Infark Miokard Akut (IMA)
yang disebabkan penurunan suplai oksigen atau peningkatan kebutuhan oksigen jantung
yang diperberat oleh obstruksi koroner. Non-ST Elevasi Miokardial Infark terjadi karena
trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosisi ini diawali dengan adanya
ruptur plak yang tidak stabil dan biasanya plak tersebut mempunyai inti lipid yang besar,
densitas otot polos yang rendah, fibrosus cap yang tipis, dan konsentrasi jaringan yang tinggi
(Corwin, 2011).
Non-ST Elevasi Miokardial Infark (NSTEMI) adalah adanya ketidakseimbangan
antara pemintaan dan suplai oksigen ke miokardium terutama akibat penyempitan arteri
koroner akan menyebabkan iskemia miokardium local. Iskemia yang bersifat sementara
akan menyebabkan perubahan reversible pada tingkat sel dan jaringan. Pada Non - ST
Elevation Infark Miocard (NSTEMI) gambaran EKG tidak ditemukan adanya elevasi pada
segmen ST.
Infark miokard adalah kematian jaringan miokard yang diakibatkan oleh kerusakan
aliran darah koroner miokard (Carpenito, 2011). Infark Miocard Akut (IMA) merupakan
gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di
pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran
kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak
mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan
fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark (Guyton & Hall, 2007).
Infark Miocard Akut (IMA) diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 lead dalam dua
kategori, yaitu ST Elevation Infark Miocard (STEMI) dan Non-ST Elevation Infark Miocard
(NSTEMI). STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area
Infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya
elevasi segmen ST pada EKG. Sedangkan NSTEMI merupakan oklusi sebagian dari arteri
koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen
ST pada EKG.

II. PATOFISIOLOGI
A. ETIOLOGI
Non - ST Elevasi Miokardial Infark (NSTEMI) disebabkan oleh penurunan suplai
oksigen dan peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi
koroner. Non - ST Elevasi Miokardial Infark (NSTEMI) terjadi karena thrombosis akut
atau proses vasokonstriksi koroner, sehingga terjadi iskemia miokard dan dapat
menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas
pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi segmen ST,
namun menyebabkan pelepasan penanda nekrosis (Idrus Alwi, 2016).
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang dihasilkan dari
penyempitan arteri coroner, disebabkan oleh thrombus non occlusive yang telah
dikembangkan pada plak aterosklerotik terganggu. Penyempitan abnormal dari arteri
koroner mungkin juga bertanggung jawab.
Aspina (2014), mengatakan sumber masalah sesungguhnya hanya terletak pada
penyempitan pembuluh darah jantung atau vasokontriksi. Penyempitan ini diakibatkan
oleh empat hal, yaitu :
1. Adanya timbunan lemak atau aterosklerosis dalam pembuluh darah akibat
konsumsi kolestrol tinggi.
2. Sumbatan atau thrombosis oleh sel beku darah (trombus).
3. Vasokontriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus
menerus.
4. Infeksi pada pembuluh darah.
Wasid (2007), menambahkan mulai terjadinya NSTEMI dipengaruhi oleh
beberapa keadan, yaitu aktivitas atau latihan fisik yang berlebihan, stress emosi,
terkejut, udara dingin. Keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas
simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, dan
kontraktilitas meningkat.
Berikut merupakan faktor – faktor resiko yang mempercepat terjadinya Non – ST
Elevasi Miokard Infark (NSTEMI), sebagai berikut :
1. Faktor yang tidak dapat dirubah
a. Usia
Angka morbiditas dan mortalitas penyakit SKA meningkat seiring
bertambanhnya usia. Sekitar 55% korban serangan jantung berusia 65 tahun atau
lebih dan yang meninggal empat dari lima orang berusia di atas 65 tahun.
Mayoritas berada dalam resiko pada masa kini merupakan refleksi dari
pemeliharaan kesehatan yang buruk di masa lalu.
b. Jenis kelamin
Pria memiliki resiko yang lebih untuk terserang SKA, sedangkan pada wanita
resiko lebih besar setelah masa menopause. Peningkatan pada wanita setelah
menopause terjadi akibat penurunan kadar estrogen dan peningkatan lipid dalam
darah.
c. Riwayat keluarga
Tingkat faktor genetika dan lingkungan membantu terbentuknya atherosklerosis
belum diketahui secara pasti. Tendensi atherosklerosis pada orang tua dibawah
usia 50 tahun ada hubungan terjadinya sama dengan anggota keluarga lain.
2. Faktor yang dapat dirubah
a. Hipertensi
Tekanan darah tinggi atau hipertensi terkadang tidak dirasakan gejalanya.
Terkadang penderitanya merasakan kaku di tengkuk atau pusing dikepala.
Terkadang penderita hipertensi juga merasakan bunyi “nging” di telinga, terasa
bingung atau mimisan. Memang ada banyak kasus hipertensi yang tidak terasa
gejalanya dan tiba – tiba penderita hipertensi sudah terlanjur mengalami stroke,
serangan jantung atau kerusakan tubuh lainnya. Orang yang mempunyai
tekanan darah tinggi berisiko mengalami penyakit jantung dan bahkan stroke.
Hal ini dikarenakan tekanan darah tinggi membuat jantung bekerja dengan berat
sehingga lama kelamaan jantung juga kecapaian dan sakit. Bahkan jika ada
sumbatan di pembuluh darah koroner jantung maupun darah yang lain, tekanan
darah tinggi akan berakibat pada pecahnya pembuluh darah.
b. Merokok
Perokok memiliki resiko 2 – 3 kali untuk meninggal karena SKA daripada yang
bukan perokok. Resiko juga bergantung dari berapa banyak rokok per hari, lebih
banyak rokok lebih tinggi pula resikonya. Hal ini dikaitkan dengan pengaruh
nikotin dan kandungan tinggi dari monoksida karbon yang terkandung dalam
rokok. Nikotin meningkatkan beban kerja miokardium dan dampak peningkatan
kebutuhan oksigen. Karbon monoksida menganggu pengangkutan oksigen
karena hemoglobin mudah berikatan dengan karbon monoksida daripada
oksigen.
c. Kolestrol
Kolestrol yang tinggi merupakan faktor resiko terjadinya NSTEMI. Kolestrol
merupakan zat yang dibutuhkan oleh tubuh, namu bukan dalam jumlah yang
banyak. Kolestrol berasal dari makanan yang dikonsumsi sehari – hari, misalnya
makanan yang digoreng, lemak hewan, dan lainnya. Kelebihan makanan yang
mengandung kolestrol dapat menyebabkan kolestrol dalam darah menjadi tinggi
dan tidak baik untuk kesehatan jantung. Apabila kadar kolestrol LDL diatas
angka 160 mg/dl, maka dapat dikatakan bahwa kolestrol LDL berada pada level
tinggi. LDL yang tinggi akan menyebabkan terbentuknya plak atau
penyumbatak pada pembuluh darah. Apabila penyumbatan yang parah sudah
terjadi maka jantung akan merasakan nyeri dada.
d. Diabetes Mellitus
Aterosklerosis diketahui berisiko 2 – 3 kali lipat pada diabetes tanpa memandang
kadar lipid dalam darah. Predisposisi degenerasi vaskuler terjadi pada diabetes
dan metabolisme lipid yang tidak normal memegang peranan dalam
pertumbuhan atheroma.
e. Obesitas
Kelebihan berat badan merupakan potensi untuk gangguan kesehatan.
Berdasarkan penelitian orang dengan kelebihan berat badan atau obesitas
beresiko mengalami serangan jantung. Selain itu, obesitas beresiko terjadinya
kadar kolestrol yang tinggi dan penyakit diabetes mellitus. Semakin gemuk
seseorang semakin tinggi pula kandungan lemak dalam tubuh. Kelebihan berat
badan juga mengakibatkan sensitivitas insulin menurun sehingga kadar gula
darah yang tidak terkendali sering terjadi pada pasien obesitas. Diabetes mellitus
merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan komplikasi penyakit
jantung (Bustan, 2007).
f. Gaya hidup monoton berperan pada timbunya penyakit jantung coroner.
g. Stress Psikologis
Stres merangsang sistem kardiovaskuler melepaskan katekolamin yang
meningkatkan kecepatan jantung dan menimbulkan vasokontriksi.

Menurut Kasuari (2012), ada beberapa etiologi atau penyebab terjadinya infark
miokard akut (IMA), yang meliputi :
1. Faktor penyebab
a. Berkurangnya suplai oksigen menuju miokard yang disebabkan oleh tiga faktor,
diantaranya adalah faktor pembuluh darah (atherosclerosis, spasme, dan
arteritis), faktor sirkulasi (hipotensi, stenosis aorta, dan insufiensi), dan faktor
darah (anemia, dan hipoksemia).
b. Curah jantung yang meningkat dikarenakan aktivitas yang berlebihan, makan
terlalu banyak, emosi, dan hipertiroidisme.
c. Kebutuhan oksigen miokard meningkat karena kerusakan miokard,
hipertropimiokard, dan hipertensi diastolik.
2. Faktor presdiposisi
a. Faktor resiko biologis yang tidak dapat dirubah, meliputi usia, jenis kelamin,
hereditas, dan ras.
b. Faktor resiko yang dapat dirubah, yaitu mayor (hipertensi, obesitas, diabetes
mellitus, dan merokok) dan minor (stress psikologis berlebih dan inaktifitas
fisik).
B. TANDA DAN GEJALA
Berikut merupakan beberapa tanda dan gejala pada Non - ST Elevasi Miokardial
Infark (NSTEMI), yang meliputi :
1. Nyeri Dada
Nyeri yang lama yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada angina kurang dari itu.
Disamping itu pada angina biasanya nyeri akan hilang dengan istirahat akan tetapi
pada infark tidak. Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai dengan
keluarnya keringat dingin atau perasaan takut. Biasanya nyeri dada menjalar ke
lengan kiri, bahu, leher sampai ke epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu nyeri
yang terasa hanya sedikit. Hal tersebut biasanya terjadi pada manula, atau penderita
diabetes mellitus berkaitan dengan neuropathy.
2. Sesak Nafas
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hiperventilasi. Pada
infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya disfungsi
ventrikel kiri yang bermakna.
3. Gejala Gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, biasanya lebih sering
pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa
menyebabkan cegukan.
4. Perubahan Elektrokardiograf (EKG)
Karakteristik abnormalitas gambaran EKG yang ditemui pada Non - ST Elevasi
Miokardial Infark (NSTEMI) adalah depresi segmen ST atau elevasi transient dan
atau perubahan pada gelombang T.

C. PATHWAY
D. MASALAH KEPERAWATAN
1. Nyeri akut.
2. Ketidakefektifan pola nafas.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer.
4. Penurunan curah jantung.
5. Intoleransi aktivitas.
6. Ansietas.
7. Kelebihan volume cairan.

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk mengonfirmasi diagnosis Non - ST Elevasi
Miokardial Infark (NSTEMI) melalui pemeriksaan elektrocardiograf (EKG), serum cardiac
biomarker. Cardiac imaging, dan indeks non-spesifik nekrosis jaringan dan inflamasi.
1. Elektrokardigraf (EKG)
EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat normal,
stress test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda ergometer. Tujuan dari
stress test, yaitu :
a. Menilai nyeri dada apakah berasal dari jantung atau tidak.
b. Menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada pembuluh darah
utama akan memberi hasil positif kuat.
Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T Inverted dan ST depresi
yang menunjukkan adanya iskemia pada arteri koroner. Jika terjadi iskemia,
gelombang T menjadi terbalik (inversi), simetris, dan biasanya bersifat sementara (saat
pasien simptomatik). Bila pada kasus ini tidak didapatkan kerusakan miokardium,
sesuai dengan pemeriksaan CK-MB (Creatine Kinase-Myoglobin) maupun troponin
yang tetap normal, diagnosisnya adalah angina tidak stabil. Jika inversi gelombang T
menetap, biasanya didapatkan kenaikan kadar troponin, dan diagnosisnya menjadi
Non - ST Elevasi Miokardial Infark (NSTEMI). Angina tidak stabil dan Non - ST
Elevasi Miokardial Infark (NSTEMI) disebabkan oleh thrombus non-oklusif, oklusi
ringan (dapat mengalami reperfusi spontan), atau oklusi yang dapat dikompensasi oleh
sirkulasi kolateral yang baik.
Perekaman elektrokardigraf harus dilakukan dalam 10 menit sejak kontak medis
pertama. Bila bisa didapatkan, perbandingan dengan hasil elektrokardigraf (EKG)
sebelumnya dapat sangat membantu diagnosis. Setelah perekaman EKG awal dan
penatalaksanaan, perlu dilakukan perekaman elektrokardigraf serial atau pemantauan
terus – menerus. Elektrokardigraf yang mungkin dijumpai pada pasien NSTEMI dan
UAP, antara lain :
a. Depresi segmen ST dan atau inversi gelombang T, dapat disertai dengan elevasi
segmen ST yang tidak persisten (< 20 menit).
b. Gelombang Q yang menetap.
c. Nondiagnostik.
d. Normal.
2. Biomarker Jantung (Troponin T dan Troponin I)
Petanda biokimia troponin T dan troponin I mempunyai peranan yang sangat
penting pada diagnostik, stratifikasi dan pengobatan penderita Sindroma Koroner Akut
(SKA). Troponin T mempunyai sensitifitas 97% dan spesitifitas 99% dalam
mendeteksi kerusakan sel miokard bahkan yang minimal sekalipun (mikro infark).
Sedangkan, troponin I memiliki nilai normal 0,1. Perbedaan troponin T dengan
troponin I, yaitu :
a. Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu komponen
inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin.
b. Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi mengikat
tropomiosin.
3. Cardiac Imaging
a. Echocardiography
b. Fraksi Injeksi
Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta. Freksi pada
prinsipnya adalah presentase dari selisih volume akhir diastolik dengan volume
akhir sistolik dibagi dengan volume akhir diastolik. Nilai normal >50%. Dan
apabila ≤50% fraksi ejeksi tidak normal.
c. High resolution MRI
Infark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan high resolution MRI.
d. Angiografi Coroner
Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila pasien
mengalami derajat stenosis 50% pada pasien dapat diberikan obat – obatan. Dan
apabila pasien mengalami stenosis lebih dari 60% maka pada pasien harus di
intervensi dengan pemasangan stent.
Jika dinilai secara angiografi, aliran di dalam arteri koroner yang terlibat
digambarkan dengan skala kualitatif sederhana disebut thrombolysis in
myocardial infarction grading system, diantaranya adalah :
 Grade 0 menunjukkan oklusi total (complete occlusion) pada arteri yang
terkena infark.
 Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras melewati titik
obstruksi tetapi tanpa perfusi vascular distal.
 Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark ke bagian
distal tetapi dengan aliran yang melambat dibandingkan arteri normal.
 Grade 3 menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark
dengan aliran normal.
4. Pemeriksaan Non-Invasif
Pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat dapat memberikan
gambaran fungsi ventrikel kiri secara umum dan berguna untuk menentukan diagnosis
banding. Hipokinesia atau akinesia segmental dari dinding ventrikel kiri dapat terlihat
saat iskemia dan menjadi normal saat iskemia menghilang. Selain itu, diagnosis
banding seperti stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofik, atau diseksi aorta dapat
dideteksi melalui pemeriksaan ekokardiografi. Jika memungkinkan, pemeriksaan
ekokardiografi trantorakal saat istirahat harus tersedia di ruang gawat darurat dan
dilakukan secara rutin dan sesegera mungkin bagi pasien tersangka SKA. Stress test
seperti exercise EKG yang telah dibahas sebelumnya dapat membantu menyingkirkan
diagnosis banding PJK obstruktif pada pasien tanpa rasa nyeri, EKG istirahat normal
dan marka jantung yang negatif. Multislice Cardiac CT (MSCT) dapat digunakan
untuk menyingkirkan PJK sebagai penyebab nyeri pada pasien dengan kemungkinan
PJK rendah hingga menengah dan jika pemeriksaan troponin dan EKG tidak
meyakinkan (PERKI, 2015).

IV. PENATALAKSANAAN
A. PENATALKSANAAN MEDIS
Prinsip penatalaksanaan Non - ST Elevasi Miokardial Infark (NSTEMI) adalah
mengembalikan aliran darah coroner dengan trombolitik atau PTCA primer untuk
menyelamatkan jantung dari infark miokard, membatasi luasnya infark miokard, dan
mempertahankan fungsi jantung. Tahap awal penatalaksanaan pasien Non - ST Elevasi
Miokardial Infark (NSTEMI), yaitu :
1. Oksigenasi
Terapi oksigenasi dapat membatasi kekurangan oksigen pada miokard yang
mengelami cedera serta menurunkan beratnya ST elevasi. Ini dilakukan sampai
dengan pasien stabil dengan level oksigen 2 – 3 liter/ menit dengan nasal kanul.
2. Nitrogliserin
Nitrogliserin digunakan pada klien yang tidak hipotermi. Mula – mula secaa
sublingual atau spra aerosol. Bila sakit dada tetap ada setelah tiga kali nitrogliserin
setiap 5 menit dilanjutkan dengan drip intravena 5-10 μg/ menit dan tekanan darah
sistolik jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya adalah memperbaiki
pengiriman oksigen ke miokard, menurunkan kebutuhan oksigen di miokard,
menurunkan beban awal sehingga mengubah tegangan dinding ventrikel, dilatasi
arteri coroner besar serta memperbaiki aliran kolateral, dan menghambat agregasi
platelet.
3. Morfin
Morfin diberikan untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan, mengurangi
nyeri akibat iskemia, meningkatka kapasitas vena (venous capacitance),
menurunkan tahanan pembuluh sistemik, nadi dan tekanan darah juga menurun,
sehingga preload dan afterload menurun, beban miokard berkurang, pasien tenang
tidak kesakitan. Dosis 2 – 4 mg intravena sambil memperhatikan efek samping
mual, bradikardia, dan depresi pernapasan.
4. Aspirin
Aspirin harus diberikan kepada pasien Non - ST Elevasi Miokardial Infark
(NSTEMI) jika tidak ada kontraindikasi pada ulkus gaster dan asma broonkhial.
Efeknya adalah menghambat siklookksigenasi -1 platelet dan mencegah
pembentukkan tromboksan-A2. Kedua hal ini dapat menyebabkan agregasi platelet
dan kontraindikasi arterial.
5. Anti-trombolitik
Derivet tinopiridinini menghambat agregasi platelet, memperpanjang waktu
perdarahan, dan menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi
adenosine diphosphate pada reseptor platelet sehingga menurunkan kejadian
iskemi. Ticlopidin bermakna dalam menurunkan 4% kematian vascular dan
nonfatal infark miokard. Dapat dikombinasi dengan aspirin untuk pencegahan
thrombosis dan iskemia berulang pada pasien yang telah mengalami implantasi
stent coroner (Aspiani, 2014).

B. PENETALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Menghilangkan Nyeri
Menghilangka nyeri dada merupakan prioritas utama pada pasien dengan Non – ST
Elevasi Miokard Infark dan terapi medis diperlukan untuk mencapai tujuan
tersebut, sehingga penatalaksanaan nyeri dada merupakan usaha kolaborasi dokter
dengan perawat.
2. Istirahat Fisik
Bedrest dengan posisi semi fowler dapat mengurangi nyeri dada dan dyspnea. Posisi
kepala yang lebih tinggi sangat bermanfaat bagi pasien karena volume tidal dapat
diperbaiki karena tekanan isi abdomen terhadap diafragma berkurang sehingga
pertukaran gas lebih baik, drainase lobus atas paru lebih baik, dan aliran balik vena
ke jantung (preload) berkurang sehingga mengurangi kerja jantung (Smeltzer &
Bare, 2008).
3. Memperbaiki Fungsi Respirasi
Pengkajian fungsi pernapasan yang teratur dan teliti dapat membantu perawat
mendeteksi tanda – tanda awal komplikasi yang berhubungan dengan paru.
Perhatian yang mendalam mengenai status volume cairan dapat mencegah overload
jantung dan paru.
4. Mengurangi Kecemasan
Membina hubungan saling percaya dalam perawatan pasien sangat penting untuk
mengurangi kecemasan. Rasa diterima dan diperhatikan akan membantu pasien
mengetahui bahwa perasaan seperti itu masuk akal dan normal, sehingga
diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien (Darliana, 2011).
V. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
- Data subjektif
a) Biodata :
Nama pasien, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah,
pekerjaan, no. register, status pernikahan, pendidikan terakhir, alamat, agama, dan
TB/ BB.
b) Keluhan utama atau MRS
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan pasien sehingga mendorong
pasien untuk mencari pertolongan medis. Keluhan utama dikumpulkan untuk
menetapkan prioritas intervensi keperawatan dan untuk mengkaji tingkat
pemahaman pasien tentang kondisi kesehatannya saat ini. Keluhan utama yang
sering muncul pada pasien NSTEMI adalah nyeri dada seperti rasa tertekan,
berat, atau seperti diremas yang timbul secara mendadak atau timbul. Nyeri
di anterior, prekordial, atau substernal yang menjalar ke lengan, wajah, rahang,
leher, punggung, dan epigastrium (Udjianti, 2010).
c) Riwayat penyakit sekarang
Menggambarkan keluhan saat dilakukan pengkajian serta menggambarkan
kejadian sampai terjadi penyakit saat ini, dengan menggunakan konsep PQRST.
d) Riwayat penyakit dahulu
Pada riwayat kesehatan dahulu, apakah pasien pernah menderita penyakit yang
sama atau perlu dikaji apakah pasien pernah mengalami penyakit yang berat atau
suatu penyakit tertentu yang memungkinkan akan berpengaruh pada kesehatan
sekarang, misalnya hipertensi dan diabetes mellitus.
e) Riwayat alergi
Kaji dengan menggunakan genogram, adakah anggota keluarga yang mempunyai
penyakit serupa dengan pasien atau penyakit keturunan seperti hipertensi, diabetes
mellitus, stroke, dan penyakit jantung lainnya.
- Data objektif
a) Pengkajian ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure)
1. Airway (Jalan Nafas)
Prioritas intervensi tertinggi dalam primary survey adalah mempertahankan
kepatenan jalan nafas. Dalam hitungan menit tanpa adekuatnya suplai oksigen
dapat menyebabkan trauma serebral yang akan berkembang menjadi kematian
otak. Biasanya jalan nafas pasien NSTEMI.
2. Breathing (Pernapasan)
Setelahh jalan nafas aman, breathing menjadi prioritas berikutnya dalam
primary survey. Fokusnya adalah pada aukskultasi bunyi nafas dan evaluasi
ekspansi dada, usaha respirasi, serta adanya bukti trauma dinding dada atau
abnormalitas fisik. Biasanya pada pasien NSTEMI ditemukan sesak nafas dan
retraksi dada.
3. Circulation (Sirkulasi)
Intervensi ditargetkan untuk memperbaiki sirkulasi yang efektif melalui
resusitasi kardiopulmoner, kontrol perdarahan, akses intravena dengan
penatalaksanaan cairan, dan darah jika diperlukan dan obat – obatan. Biasanya
pada pasien NSTEMI ditemukan CRT >2 detik, badan berkeringat, nadi
cepat dan halus, serta tekanan darah meningkat.
4. Disability (Kemampuan)
Pengkajian disability memberikan pengkajian dasar cepat status neurologis.
Pengkajian tingkat kesadaran yang mengukur obyektif adalah GCS. Biasanya
pasien NSTEMI GCS 14 – 15.
5. Exposure (Paparan)
Seluruh pakaian harus dibuka untuk memudahkan pengkajian menyeluruh.
Pada situasi resusitasi, pakaian harus digunting untuk mencapai akses cepat ke
bagian tubuh. Biasanya pasien NSTEMI tidak dilakukan pengkajian exposure
(Wartonah, 2014).
b) Keadaan Umum :
Keadaan umum adalah gambaran kondisi klien yang terobservasi oleh perawat
seperti tingkat ketegangan atau kelelahan, warna kulit, tingkat kesadaran kualitatif
maupun kuantitatif dengan penilaian skor Glasgow Coma Scale (GCS), pola napas,
posisi klien, dan respons verbal klien. Biasanya keadaan umum klien lemah.
c) Tanda – Tanda Vital :
Biasanya terjadi perubahan tanda vital seperti takikardi, takipnea, hipertensi atau
hipotensi. Dengan perubahan posisi (terlentang ke duduk), fluktuasi normal
tekanan darah dan denyut jantung meningkat ringan (sekitar 5 mmHg untuk
tekanan sistolik dan diastolik, sedangkan denyut nadi meningkat 5 – 10 permenit).
Setelah klien duduk dari posisi baring, berikan waktu 1 – 3 menit sebelum
pengukuran tekanan darah.
d) Pemeriksan Head To Toe :
Kepala dan Leher
1. Wajah
Pemeriksaan wajah bertujuan menemukan tanda- tanda yang mengambarkan
kondisi klien terkait dengan penyakit jantung yang dialaminya, biasanya
daerah wajah tampak pucat, wajah tampak meringis, dan mukosa bibir kering.
2. Hidung
Biasanya ditemunkan cuping hidung dan sianosis.
3. Mata
Biasanya ditemukan konjugtiva anemis atau sub anemis dan sklera tidak
ikterik.
4. Leher
Biasanya ditemukan distensi vena jugularis.
Thoraks

1. Inspeksi
Biasanya dinding dada simetris, pernapasan meningkat, ada otot bantu
pernapasan.
2. Palpasi
Biasanya getaran suara pada dinding dada simetris.
3. Perkusi
Melalui perkusi pemeriksa dapat menilai batas - batas paru dan jantung, serta
kondisi paru. Biasanya perkusi memberikan suara pekak.
4. Aukskultasi
Biasanya bunyi nafas bersih, kadang ada terdengar wheezing ataupun ronchi.
Jantung
1. Inspeksi
Iktus cordis tampak.
2. Palpasi
Biasanya iktus teraba, irama dapat teratur atau tidak.
3. Perkusi
Biasanya terdengar bunyi pekak.
4. Aukskultasi
Biasanya ada bunyi jantung ektra S3 atau S4, murmur, atau friction rub.
Abdomen

1. Ispeksi
Bentuk abdomen datar dan tidak teraba tegang.
2. Palpasi
Biasanya tugor baik, hepar tidak teraba.
3. Perkusi
Biasanya timpani.
4. Aukskultasi
Biasanya bunyi usus menurun.
Ekstermitas
1. Inspeksi
Edema yaitu akumulasi cairan jaringan interstitiel ekstremitas.
2. Palpasi
Pitting edema, umumnya ditemukan di ekstremitas bawah.
e) Pemeriksaan penunjang :
Elektrokardiograf (EKG), echocardiogram, dan pemeriksaan laboratorium (cardiac
troponin, creatine Kinase-MB isoenzym, relative index, myoglobin, creatine
kinase-MB isoform, c-reactive protein, serta CK-MB, dan total CK).

2. Diagnosa Keperawatan
a) 00132 Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (iskemia jaringan).
b) 00032 Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan hiperventilasi.
c) 00029 Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung
dan irama jantung.
d) 00092 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.
e) 00146 Ansietas berhubungan dengan nyeri.
3. Rencana Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. 00132 Nyeri akut berhubungan Tujuan : 1) Kaji keluhan klien mengenai nyeri dada menggunakan PQRST untuk
dengan agen cedera biologis Setelah dilakukan asuhan keperawatan menentukan intervensi.
(iskemia jaringan). selama 1 x 24 jam, diharapkan nyeri 2) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
berkurang. pengalaman nyeri pasien.
Kriteria hasil : 3) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri pasien.
1) Nyeri dada berkurang atau hilang atau 4) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau pasien.
dapat terkontrol. 5) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri.
2) Dapat melakukan teknik relaksasi. 6) Kurangi faktor prepitasi nyeri.
3) Pasien tampak rileks dan dapat 7) Pilih dan lakukan penanganan pada nyeri.
melakukan aktivitas. 8) Ajarkan teknik non farmakologis.
9) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
10) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
11) Tingkatkan istirahat pasien.
12) Kolaborasi dengan tim kesehatan yang lain jika terdapat keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil.
2. 00029 Penurunan curah jantung Tujuan : 1) Kaji mengenai kebiasaan pasien yang beresiko terhadap kejadian
berhubungan dengan perubahan Setelah dilakukan asuhan keperawatan yang tidak diharapakan pada jantung.
frekuensi jantung dan irama selama 1 x 24 jam, diharapkan curah 2) Pantau tanda – tanda vital (frekuensi jantung, tekanan darah, dan
jantung. jantung adekuat. nadi) secara rutin.
Kriteria hasil :
1) Tekanan darah dalam batas normal. 3) Kolaborasi dengan tim medis lainnya dalam melakukan pemeriksaan
2) Denyut jantung apikal dalam batas elektrocardiograf (EKG).
normal. 4) Monitor bunyi jantung.
3) Denyut nadi radial dalam batas normal. 5) Monitor suara paru.
4) Curah jantung dalam batas normal. 6) Pertahankan kepatenan jalan nafas.
5) Tidak ada aritmia. 7) Monitor aliran oksigen.
6) Tidak ada takikardia. 8) Pastikan tingkat aktivitas pasien yang tidak membahanyakan curah
7) Tidak ada brakikardia. jantung atau memprovokasi serangan jantung.
8) Tidak ada mual dan muntah. 9) Catat tanda dan gejala penurunan curah jantung.
9) Saturasi oksigen dalam batas normal. 10) Kolaborasi dengan tim medis lainnya dalam memberikan terapi.
10) Tidak ada suara nafas tambahan.
11) Peningkatan toleransi terhadap
aktivitas.
3. 00092 Intoleransi aktivitas b.d Tujuan : 1) Kaji frekuensi jantung, irama, perubahan tekanan darah sebelum,
ketidakseimbangan antara suplai Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama, dan sesudah beraktifitas.
dan kebutuhan oksigen. selama 1 x 24 jam, diharapkan keadaan 2) Tingkatkan istirahat dan berikan aktivitas yang tidak berat.
pasien menunjukkan peningkatan aktivitas 3) Observasi gejala yang menunjukkan tidak toleran terhadap aktivitas.
secara bertahap.
Kriteria hasil :
1) Klien dapat melakukan peningkatan
toleransi aktivitas yang dapat diukur
frekuensi jantung dan tekanan darah
dalam batas normal.
2) Kulit teraba hangat.
4. 00146 Ansietas berhubungan Tujuan : 1) .kaji tingkat kecemasan klien.
dengan nyeri. Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2) Kaji kebutuhan bimbingan spiritual.
selama 1 x 24 jam, diharapkan ansietas 3) Edukasi keluarga klien dalam memberikan support kepada klien.
dapat berkurang 4) Dukung partisipasi aktif dalam rehabilitasi jantung.
Kriteria hasil :
1) Klien tampak tenang.
2) Klien dapat mengontrol rasa
cemasnya.
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, Yuli Reny. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC.
Corwin, E.J. 2011. Handbook of Pathophysiology Edition 3th. Jakarta: EGC.

Gloria, B. Hoard, B. Joanne, D. Cheryl, W. 2013. Nursing Interventions Classifications.


Singapura: Elsevier Singapore.

Gloria, B. Hoard, B. Joanne, D. Cheryl, W. 2013. Nursing Outcomes Classifications.


Singapura: Elsevier Singapore.

Guyton A.C., Hall J.E. 2017. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Herdman, T. H. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan: Definis dan Klasifikasi 2018 -


2020. Jakarta: EGC.
Kasuari. 2012. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler dengan
Pendekatan Patofisiology. Magelang: Poltekes Semarang PSIK Magelang.
Wartonah, etc all. 2014. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai