Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN MASALAH

DIABETES MELLITUS

Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik

Departemen Keperawatan Keluarga

Yang dibina oleh Bapak Edy Suyanto, SST., MPH

Disusun Oleh:

Rizka Alifia Azzahra

P17211174034

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN MALANG

April 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KELUARGA
DIABETES MELLITUS

A. Konsep Keluarga
I. Definisi Keluarga
Menurut UU No.10 Tahun 1992, keluarga adalah unit terkecil dalam
masyarakat yang terdiri dari suami – istri, atau suami – istri dan anaknya, atau
ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Sedangkan menurut WHO, keluarga adalah
anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi, atau
perkawinan. Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena ikatan
tertentu untuk saling berbagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional,
serta mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman,
2010).
Menurut Sudiharto (2012), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang
terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu
atap dalam keadaan saling ketergantungan. Sedangkan menurut Harmoko (2012),
keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan
darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu
sama lain.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah unit
terkecil yang berupa dua atau lebih individu yang terdiri dari kepala keluarga serta
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disatu atap yang tergabung karena
adanya ikatan berupa hubungan darah, perkawinan, atau adopsi untuk saling berbagi
pengalaman dan melakukan pendekatan emosional serta mengidentifikasikan diri
sebagai bagian dari anggota keluarga yang selalu berinteraksi satu sama lain.

II. Bentuk Keluarga


1. Keluarga Inti
Jumlah keluarga inti yang terdiri dari seorang ayah yang mencari nafkah, seorang
ibu yang mengurus rumah tangga dan anak (Friedman, 2010). Sedangkan menurut
Sudiharto (2012), keluarga inti adalah keluarga yang dibentuk karena ikatan
perkawinan yang direncanakan yang terdiri dari suami, istri, dan anak – anak baik
dari kelahiran (natural) ataupun adopsi.
2. Keluarga Adopsi
Keluarga adopsi adalah dengan menyerahkan secara sah tanggung jawab sebagai
orang tua seterusnya dari orang tua kandung ke orang tua adopsi, biasanya
menimbulkan keadaan yang saling menguntungkan baik bagi orang tua maupun
anak. Disatu pihak orang tua adopsi mampu memberi asuhan dan kasih sayangnya
bagi anak adospsinya, sementara anak adopsi diberi sebuah keluarga yang
sangat menginginkan mereka (Friedman, 2010).
3. Keluarga Besar
Keluarga dengan pasangan dengan pasangan yang berbagi pengaturan rumah
tangga dan pengeluaran keuangan dengan orang tua, kakak/ adik, dan keluarga
dekat lainnya. Anak – anak kemudian dibesarkan oleh generasi dan memiliki
pilihan model pola perilaku yang akan membentuk pola perilaku mereka
(Friedman, 2010). Sedangkan menurut Sudiharto (2012), keluarga besar
(extended family) adalah keluarga inti ditambah keluarga yang lain (karena
hubungan darah), misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu termasuk keluarga
modern, seperti orangtua tunggal, keluarga tanpa anak, serta keluarga pasangan
sejenis (guy/lesbian families).
4. Keluarga dengan Orang Tua Tunggal
Keluarga dengan kepala rumah tangga duda/ janda yang bercerai, ditelantarkan,
atau berpisah (Friedman, 2010).
5. Dewasa Lajang yang Tinggal Sendiri
Kebanyakan individu yang tinggal sendiri adalah bagian dari beberapa bentuk
jaringan keluarga yang longgar. Jika jaringan ini tidak terdiri atas kerabat,
jaringan ini dapat terdiri atas teman – teman seperti mereka yang sama – sama
tinggal di rumah pensiun, rumah jompo, atau hidup bertetangga. Hewan
pemeliharaan juga dapat menjadi anggota keluarga yang penting (Friedman,
2010).
6. Keluarga Orang Tua Tiri
Keluarga yang pada awalnya mengalami proses penyatuan yang kompleks dan
penuh dengan stress. Banyak penyesuaian yang perlu dilakukan dan sering kali
individu yang berbeda atau subkelompok keluarga yang baru terbentuk ini
beradaptasi dengan kecepatan yang tidak sama. Walaupun seluruh anggota
keluarga harus menyesuaikan diri dengan situasi keluarga yang baru, anak –
anak sering kali memiliki masalah koping yang lebih besar karena usia dan tugas
perkembangan mereka (Friedman, 2010).
7. Keluarga Binuklear
Keluarga yang terbentuk setelah perceraian, yaitu anak merupakan anggota dari
sebuah sistem keluarga yang terdiri atas dua rumah tangga inti, maternal,
dan paternal, dengan keragaman dalam hal tingkat kerjasama dan waktu
yang dihabiskan dalam setiap rumah tangga (Friedman, 2010).
III. Fungsi Keluarga
Setiap anggota keluarga mempunyai struktur peran formal dan informal.
Misalnya, ayah mempunyai peran formal sebagai kepala keluarga dan pencari
nafkah. Peran informal ayah adalah sebagai panutan dan pelindung keluarga.
Struktur kekuatan keluarga meliputi kemampuan berkomunikasi, kemampuan
keluarga untuk saling berbagi, kemampuan sistem pendukung diantara anggota
keluarga, kemampuan perawatan diri, dan kemampuan menyelesaikan masalah
(Sudiharto, 2012). Fungsi dari dasar keluarga terdapat 5, yaitu :
1. Fungsi Afektif
Fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikosoial, saling mengasih,
memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan mendukung. Fungsi afektif
merupakan dasar utama baik untuk pembentukan maupun berkelanjutan unit
keluarga itu sendiri, sehingga fungsi afektif merupakan salah satu fungsi keluarga
yang paling penting (Friedman, 2010). Keluarga memberikan kenyamanan
emosional anggota, membantu anggota dalam membentuk identitas dan
mempertahankan saat terjadi stress (Sudiharto, 2012).
2. Fungsi Sosialisasi
Proses perkembangan dan perubahan individu keluarga, tempat anggota keluarga
berinteraksi sosial dan belajar berperan di lingkungan sosial. Sosialisasi merujuk
pada banyaknya pengalaman belajar yang diberikan dalam keluarga yang
ditujukan untuk mendidik anak – anak tentang cara menjalankan fungsi dan
memikul peran sosial orang dewasa seperti peran yang dipikul suami - ayah dan
istri-ibu (Friedman, 2010). Keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan,
nilai, sikap, mekanisme koping, memberikan feedback, dan memberikan petunjuk
dalam pemecahan masalah (Sudiharto, 2012).
3. Fungsi Reproduksi
Fungsi keluarga meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber
daya manusia (Friedman, 2010).
4. Fungsi Ekonomi
Fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang, pangan,
dan papan (Friedman, 2010). Keluarga melibatkan penyediaan keluarga akan
sumber daya yang cukup finansial, ruang, dan materi serta alokasinya yang
sesuai melalui proses pengambilan keputusan dan kepentingan di masyarakat
(Sudiharto, 2012).
5. Fungsi Perawatan Kesehatan
Kemampuan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang mengalami masalah
kesehatan. Keluarga memberikan keamanan, kenyamanan lingkungan yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan istirahat termasuk
penyembuhan dari sakit (Friedman, 2010). Fungsi fisik keluarga dipenuhi oleh
orang tua yang menyediakan makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan
terhadap kesehatan, dan perlindungan terhadap bahaya. Pelayanan dan praktik
kesehatan adalah fungsi keluarga yang paling relevan bagi perawat keluarga
(Sudiharto, 2012).

IV. Struktur Keluarga


Struktur keluarga menurut Friedman (2010), terbagi menjadi beberapa struktur,
diantaranya adalah :
1. Struktur Peran
Peran adalah perilaku yang dikaitkan dengan seseorang yang memegang sebuah
posisi tertentu, posisi mengidentifikasi status atau tempat seseorang dalam suatu
system sosial.
2. Struktur Nilai Keluarga
Nilai keluarga adalah suatu sistem ide, perilaku, dan keyakinan tentang nilai suatu
hal atau konsep yang secara sadar maupun tidak sadar mengikat anggota keuarga
dalam kebudayaan sehari – hari atau kebudayaan umum.
3. Proses Komunikasi
Proses komunikasi terdapat dua proses, yaitu proses komunikasi fungsional dan
proses komunikasi disfungsional.
4. Struktur Kekuasaan dan Pengambilan Keputusan.
Kekuasaan keluarga sebagai karakteristik sistem keluarga adalah kemampuan
atau potensial, aktual dari individu anggota keluarga yang lain. Terdapat 5 unit
berbeda yang dapat dianalisis dalam karakteristik kekuasaan keluarga, yaitu
kekuasaan pernikahan (pasangan orang dewasa), kekuasaan orang tua, anak,
saudara kandung, dan kekerabatan. Sedangkan pengambil keputusan adalah
teknik interaksi yang digunakan anggota keluarga dalam upaya mereka untuk
memperoleh kendali dan bernegosiasi atau proses pembuatan keputusan.

V. Tahap Perkembangan Keluarga


Tahap perkembangan keluarga menurut Friedman (2010), yaitu :
1. Tahap I (Keluarga dengan pasangan baru/ Beginning family)
Pembentukan pasangan menandakan permulaan suatu keluarga baru dengan
pergerakan dari membentuk keluarga asli sampai kehubungan intim yang baru.
Tahap inim juga disebut sebagai tahap pernikahan. Tugas perkembangan
keluarga tahap ini adalah membentuk pernikahan yang memuaskan bagi satu
sama lain, berhubungan secara harmonis dengan jaringan kekerabatan,
perencanaan keluarga.
2. Tahap II (Keluarga kelahiran anak pertama/ Childbearing family)
Mulai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai berusia 30 bulan.
Transisi ke masa menjadi orang tua adalah salah satu kunci menjadi siklus
kehidupan keluarga. Tugas perkembangan tahap ini adalah membentuk keluarga
muda sebagai suatu unit yang stabil (menggabungkan bayi yang baru kedalam
suatu keluarga), memperbaiki hubungan setelah terjadinya konflik mengenai tugas
perkembangan dan kebuutuhan berbagai keluarga, serta memperluas hubungan
dengan keluarga besar (menambah peran menjadi orang tua/ kakek/ nenek).
3. Tahap III (Keluarga dengan anak prasekolah/ Families with Preschool)
Tahap ketiga siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama berusia 2,5
tahun dan diakhiri ketika anak usia 5 tahun. Keluarga saat ini dapat terdiri dari 3 –
5 orang, dengan posisi pasangan suami-ayah, istri-ibu, putra-saudara laki – laki,
dan putri- saudara perempuan. Tugas perkembangan keluarga tahap ini adalah
memenuhhi kebutuhan anggota keluarga akan rumah, ruang, privasi dan
keamanan yang memadai, menyosialisasikan anak, mengintegrasi anak kecil
sebagai anggota keluarga baru sementara tetap memenuhi kebutuhan anak lain,
mempertahankan hubungan yang sehat didalam keluarga maupun diluar keluarga.
Peralatan dan fasilitas juga harus aman untuk anak – anak.
4. Tahap IV (Keluarga dengan anak sekolah/ Families with Scool Children)
Tahap ini dimulai ketika anak pertama memasuki sekolah dalam waktu penuh,
biasanya pada usia 5 tahun, dan diakhiri ketika ia mencapai pubertas sekitar usia
13 tahun. Keluarga biasanya mencapai jumlah anggota keluarga maksimal. Tugas
perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menyosialisasikan anak – anak
termasuk meningkatkan restasi, mempertahankan hubungan pernikahan yang
memuaskan.
5. Tahap V (Keluarga dengan anak remaja/ Families with Teenagers)
Ketika anak pertama berusia 13 tahun, tahap kelima dari siklus atau perjalanan
kehidupan keluarga dimulai. Biasanya tahap ini berlangsung selama 6 – 7 tahun,
walaupun dapat lebih singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih awal atau
lebih lama, jika anak tetap tinggal dirumah pada usia lebih dari 19 – 20 tahun.
Tujuan utama pada keluarga pada tahap anak remaja adalah melonggarkan ikatan
keluarga untuk memberikan tanggung jawab dan kebebasan remaja yang lebih
besar dalam mempersiapkan diri menjadi seorang dewasa muda. Tugas
perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menyeimbangkan kebebasan
dengan tanggung jawab seiring dengan kematangan remaja dan semakin
meningkatnya otonomi.
6. Tahap VI (Keluarga melepasakan anak dewasa muda/ Launching Center
Families)
Permulaan fase kehidupan keluarga ini ditandai dengan perginya anak pertama
dari rumah orang tua dan berakhir dengan kosongnya rumah, ketika anak terakhir
juga telah meninggalkan rumah. Tahap ini dapat cukup singkat atau cukup lama,
bergantung pada jumlah anak dalam keluarga atau jika anak yang belum menikah
tetap tinggal dirumah setelah mmereka menyelesaikan SMA/ kuliahnya. Tugas
perkembangan keluarga disini adalah keluarga membantu anak tertua untuk terjun
kedunia luar, orang tua juga terlibat dengan anak terkecilnya untuk membantu
mereka terlibat menjadi mandiri.
7. Tahap VII (Orang tua paruh baya/ Middle Age Families)
Merupakan tahap masa pertengahan bagi orang tua, dimulai ketika anak terakhir
meninggalkan rumah dan berakhir dengan pensiun atau kematian salah satu
pasangan. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah wanita
memprogramkan kembali energi mereka dan bersiap – siap untuk hidup dalam
kesepian dan sebagai pendorong anak mereka yang sedang berkembang untuk
lebih mandiri.
8. Tahap VII (Keluarga lansia dan pensiunan)
Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan pensiunan salah satu
atau kedua pasangan, berlanjut sampai salah satu kehilangan pasangan, dan
berakhir dengan kematian pasangan lain. Tugas perkembangan keluarga tahap ini
adalah mempertahankan penataan kehidupan yang mememuaskan. Kembali ke
rumah setelah individu pensiun atau berhenti bekerja dapat menjadi problematika.

VI. Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan


Tugas pokok keluarga dalam bidang kesehatan menurut Friedman (2010),
antara lain :
1. Mengenal Masalah Kesehatan Keluarga
Keluarga perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan – perubahan yang
dialami anggota keluarga. Keluarga perlu mengetahui dan mengenal fakta dari
masalah kesehatan yang meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab
yang mempengaruhinya, dan persepsi keluarga terhadap masalah.
2. Membuat Keputusan Tindakan yang Tepat
Sebelum keluarga dapat membuat keputusan yang tepat mengenai masalah
kesehatan yang dialaminya, perawat harus dapat mengkaji keadaan keluarga
tersebut agar dapat memfasilitasi keluarga dalam membuat keputusan.
3. Memberi Perawatan pada Anggota Keluarga yang Sakit
Ketika memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, keluarga
harus mengetahui keadaan pennyakitnya, sifat dan perkembangan perawatan yang
dibutuhkan, keberadaan fasilitas yang dibutuhkan untuk perawatan, sumber yang
ada dalam keluarga (keuangan, fasilitas fisik, psikososial), dan bagaimana sikap
keluarga terhadap penyakit.

4. Mempertahankan Suasana Rumah yang Sehat


Keluarga mampu memodifikasi lingkungan atau menviptakan suasana rumah
yang sehat dan keluarga mengetahui sumber manfaat pemeliharaan lingkungan
serta bagaimana upaya pencegahan terhadap penyakit.
5. Menggunakan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Ada di Masyarakat
Ketika merujuk anggota keluarga ke fasilitas kesehatan, keluarga harus
mengetahui keuntungan dan keberadaan kesehatan yang dapat terjangkau oleh
keluarga.

A. Konsep Medis
I. Definisi
Menurut Kemenkes RI (2019), menyebutkan bahwa diabetes mellitus atau
yang biasa disebut kencing manis merupakan penyakit gangguan metabolik menahun
akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat
menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif.
Diabetes mellitus juga disebut sebagai suatu keadaan dimana didapatkan
peningkatan kadar gula darah yang kronik sebagai akibat dari gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan kekurangan hormon insulin.
Sedangkan menurut Wabster Gandy (2019), menyebutkan diabetes mellitus
merupakan gangguan metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia kronik dan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein akibat kerusakan sekresi
insulin.
Sehingga dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa diabetes mellitus
merupakan penyakit sistemik dimana ditandai dengan kadar gula darah tinggi
atauhiperglikemi, disebakan kerusakan sekresi insulin, kegagalan fungsi insulin, atau
keduanya yang mengganggu metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.
Menurut American Diabetes Association (2009), diagnosis diabetes mellitus
dapat diperoleh dari hasil pemeriksaan gula darah, sebagai berikut :
1. Kadar gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dl.
2. Kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dl
3. Kadar gula darah ≥ 200 mg/dl pada 2 jam setelah beban glukosa 75 gr pada tes
toleransi glukosa.
II. Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (2009), diabetes mellitus terbagi
menjadi empat, diantaranya adalah :
1. Diabetes Mellitus Tipe I
DM tipe I merupakan kondisi dimana tubuh tidak memiliki insulin (kegagalan sel
beta dalam pankreas memproduksi insulin). Pasien – pasien ini tergantung pada
insulin yang diberikan melalui suntikan. Diabetes jenis ini umumnya diderita
sejak awal kehidupan (anak – anak ataupun remaja). Jika mereka tidak mendapat
insulin dari luar maka akan berisiko diabetes ketoasidosis.
2. Diabetes Mellitus Tipe II
DM tipe II adalah kondisi medis ditandai dengan ketidakcukupan atau gangguan
fungsi insulin. Insulin sendiri berfungsi sebagai pengatur glukosa. DM tipe II ini
sering ditemukan pada orang – orang yang kelebihan berat badan karena kadar
lemak tinggi terutama pada daerah perut.
3. Diabetes Mellitus Kehamilan (Gestasional)
DM kehamilan adalah keadaan intoleransi terhadap glukosa yang terjadi selama
kehamilan. Anak yang dilahirkan dari ibu yang menderita DM gestasional
memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami obesitas dan diabetes saat dewasa.
Hal ini karena bayi dari ibu mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang
pertumbuhan bayi dan makrosomnia.
4. Diabetes Mellitus Tipe Lain
Pada diabetes tipe lain, individu mengalami hiperglikemia yang disebabkan
kelainan spesifik (kelainan genetik fungsi sel beta), endokrinopati (penyakit
chusing akvomegali), penggunaan obat yang mengganggu fungsi sel beta
(dilantin), penggunaan obat yang mengganggu kerja insuin, dan infeksi sindrom
genetik.

III. Patofisiologi
A. Etiologi
Etiologi pada penyakit diabetes mellitus terbagi menjadi dua, yaitu
diabetes mellitus tergantung insulin dan diabetes tidak tergantung insulin.
1. Diabetes mellitus tergantung insulin
a. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya
diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini ditentukan pada individu yang
memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor Imunologi Pada diabetes mellitus tipe I terdapat bukti adanya suatu
respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah – olah sebagai jaringan asing.

c. Faktor Lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β
pancreas.
2. Diabetes mellitus tidak tergantung insulin
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, adalah :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun).
b. Obesitas.
c. Riwayat keluarga.
d. Kelompok etnis.

B. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes, antara
lain poliuria (sering buang air kecil), polidipsi (sering haus), dan polifagia
(banyak makan atau mudah lapar). Selain itu sering muncul keluhan penglihatan
kabur, koordinasi anggota gerak tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau
kaki, timbul gatal – gatal, dan berat badan turun tanpa sebab. Gejala klinis ini
juga dapat dikelompokkan menurut jenis diabetes mellitusnya, sebagai berikut :
1. Pada DM tipe 1 gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria,
polidipsia, olifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah, iritabilitas,
dan pruritus (gatal – gatal pada kulit).
2. Pada DM tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM tipe
2 seringkali muncul tanpa diketahui. Penderita DM tipe 2 umumnya lebih
mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin
buruk, dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga
komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf.
C. Pathway

Jumlah Reseptor yang Responsif Menurun


Genetic Autoimun atau Infeksi Virus

Produksi Antibodi oleh sel Beta Retensi Urin Terjadi Kelainan Ikatan
dengan Reseptor
Terbentuk Ikatan HLA (Human Leukosit Intrinsik
Antigen) dan Diabetes Mellitus Tipe I
Ikatan Abnormal antara Komplek
Memberi Kode pada Protein dalam Reseptor Insulin dan Sistem
Interaksi Monosit Limfosit Transpor Glukosa

Kelainan Protein dalam Mengatur Kerja Insulin Terganggu


Respon Sel T

Kegagalan Sel Beta


Fungsi Limfosit Terganggu

Jumlah Insulin yang Beredar


Peningkatan Antibodi Terhadap Sel Menurun
Pulau Langerhans

Diabetes Mellitus Tipe II


Destruksi Sel – Sel Pulau Langerhans

Sekresi Insulin Menurun

Diabetes Mellitus

Tidak Dapat Mempertahankan Kadar Glukosa Yang Normal

Tidak Dapat Mempertahankan Toleransi Glukosa Terhadap Makanan Karbohidrat

Hiperglikemia Berat

Komplikasi Vaskular Ginjal Tidak Mampu Menyaring Ketidakefektifan Kadar


Glukosa Dalam Jumlah Berlebih Glukosa Darah

Mikrovaskuler Makrovaskuler Glikosiuria

Retinopati EKstermitas Diuresis Osmotik

Resiko Cedera Gangren Resiko Hypovolemia

Gangguan Integritas Kulit atau


Jaringan
IV. Pemeriksaan Penunjang
Jenis pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk pemeriksaan
laboratorium diabetes melitus adalah urin dan darah. Mekipun dengan menggunakan
urin dapat dilakukan, namun hasil yang didapat kurang efektif. Darah vena adalah
spesimen pilihan yang tepat dianjurkan untuk pemeriksaan gula darah. Apabila
sampel yang digunakan adalah darah vena maka yang diperiksa adalah plasma atau
serum, sedangkan bila yang digunakan darah kapiler maka yang diperiksa adalah
darah utuh. Jenis - jenis pemeriksaan laboratorium untuk diabetes mellitus,
diantaranya adalah :
1. Gula darah puasa
Pada pemeriksaan ini pasien harus berpuasa 8 – 10 jam sebelum pemeriksaan
dilakukan. Spesimen darah yang digunakan dapat berupa serum atau plasma vena
atau juga darah kapiler. Pemeriksaan gula darah puasa dapat digunakan untuk
pemeriksaan penyaringan, memastikan diagnostik atau memantau pengendalian
penyakit diabetes mellitus. Nilai normal 70 – 110 mg/dl.
2. Gula darah sewaktu
Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan pada pasien tanpa perlu diperhatikan
waktu terakhir pasien pasien. Spesimen darah dapat berupa serum atau plasma
yang berasal dari darah vena. Pemeriksaan gula darah sewaktu plasma vena dapat
digunakan untuk pemeriksaan penyaringan dan memastikan diagnosa diabetes
melitus. Nilai normal < 200 mg/dl.
3. Gula darah 2 jam post prandial
Pemeriksaan ini sukar di standarisasi, karena makanan yang dimakan baik jenis
maupun jumlah yang sukar disamakan dan juga sukar diawasi pasien selama 2
jam untuk tidak makan dan minum lagi, juga selama menunggu pasien perlu
duduk, istirahat yang tenang, tidak melakukan kegiatan jasmani yang berat, serta
tidak merokok. Untuk pasien yang sama, pemeriksaan ini bermanfaat untuk
memantau penyakit diabetes mellitus. Nilai normal < 140 mg/dl.
4. Pemeriksaan HbA1c
HbA1c atau A1c merupakan senyawa yang terbentuk dari ikatan antar glukosa
dan hemoglobin (glycohemoglobin). Jumlah HbA1c yang terbentuk, tergantung
pada kadar gula darah. Ikatan A1c stabil dan dapat bertahan hingga 2 – 3 bulan
(sesuai dengan usai sel darah merah), kadar HbA1c mencerminkan kadar gula
darah rata –rata 1 sampai 3 bulan. Uji digunakan terutama sebagai alat ukur
keefektifan terapi diabetik. Kadar gula darah puasa mencerminkan kadar gula
darah saat pertama puasa, sedangkn glikohemoglobin atau HbA1c merupakan
indikator yang lebih baik untuk pengendalian Diabetes Melitus. Nilai normal
HbA1c 4 – 6%, Peningkatan kadar HbA1c > 8 % mengindikasi hemoglobin A
(HbA) terdiri dari 91 sampai 95 % dari jumlah hemoglobin total. Molekul glukosa
berikatan dengan HbA yang merupakan bagian dari hemoglobin A. Pembentukan
HbA1c terjadi dengan lambat yaitu 120 hari yang merupakan rentang hidup
eritrosit, HbA1c terdiri atas tiga molekul hemoglobin HbA1c, HbA1b dan HbA1c.
Sebesar 70 % HbA1c dalam bentuk 70 % terglikosilasi pada jumlah gula darah
yang tersedia. Jika kadar gula darah meningkat selama waktu yang lama, sel darah
merah akan tersaturasi dengan glukosa dan menghasilkan glikohemoglobin.

V. Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan Medis
1. Pemberian hiperglikemik oral maupun injeksi.
2. Pemberian Insulin, jika terdapat indikator sebagai berikut :
 Ada penurunan berat badan secara drastic.
 Hiperglikemi berat.
 Munculnya ketoasidosis diabetikum.
 Gangguan pada organ ginjal atau hati
3. Pembedahan
Pada penderita ulkus diabetes mellitus dapat juga dilakukan pembedahan
yang bertujuan untuk mencegah penyebaran ulkus ke jaringan yang masih
sehat, tindakan yang dilakukan antara lain :
 Debridement adalah pengangkatan jaringan mati pada luka ulkus
diabetikum.
 Neucrotomi.
 Amputasi.

B. Penetalaksanaan Keperawatan
1. Pengontrolan Diet
Diet yang diperoleh atau disarankan kepada pasien harus diperhatikan guna
tetap menjaga kestabilan gula darah.
2. KIE Latihan
Latihan pada penderita diabetes mellitus dapat dilakukan seperti olahraga
kecil, jalan – jalan sore, dan senam diabetik untuk mencegah ulkus.
Harapannya dengan adanya latihan ini sirkulasi darah ke ujung – ujung
bagian tubuh dapat terjangkau.
3. Terapi Insuin
Terapi insulin dapat diberikan setiap hari pada waktu sebelum makan dan
pada malam hari sebelum tidur.
4. Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan dilakukan dengan tujuan sebagai edukasi bagi
penderita ulkus diabetes mellitus agar pasien mampu mengetahui tanda gejala
komplikasi pada dirinya dan mampu menghindarinya.
5. Nutrisi
Nutrisi berperan penting terutama untuk penyembuhan luka karena asupan
nutrisi yang cukup mampu mengontrol energi yang dikeluarkan.
6. Stress Mekanik
Untuk meminimalkan derajat ulkus, modifikasi yang dapat dilakukan antara
lain bedrest dan setiap hari tumit kaki harus selalu dilakukan pemeriksaan dan
perawatan untuk mengetahui perkembangan penyembuhan luka.
7. Kolaborasi Tindakan Pembedahan
Pembedahan ini dilakukan jika terjadi luka yang berisiko menjalar ke jaringan
lain yang lebih sehat. Dalam pembedahan juga tergantung dari derajat luka,
yaitu :
 Derajat 0, yaitu perawatan lokal secara khusus tidak dilakukan atau tidak
ada.
 Derajat I – IV, yaitu dilakukan bedah minor serta pengelolaan medis dan
dilakukan perawatan dalam jangka panjang sampai dengan luka terkontrol
dengan baik.
VI. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
- Data subjektif
a) Biodata :
Nama pasien, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah,
pekerjaan, no. register, status pernikahan, pendidikan terakhir, alamat, agama,
dan TB/ BB.
b) Keluhan utama atau MRS
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan pasien sehingga
mendorong pasien untuk mencari pertolongan medis.
c) Riwayat penyakit sekarang
Menggambarkan keluhan saat dilakukan pengkajian serta menggambarkan
kejadian sampai terjadi penyakit saat ini, dengan menggunakan konsep PQRST.
d) Riwayat penyakit dahulu
Pada riwayat kesehatan dahulu, apakah pasien pernah menderita penyakit yang
sama atau perlu dikaji apakah pasien pernah mengalami penyakit yang berat atau
suatu penyakit tertentu yang memungkinkan akan berpengaruh pada kesehatan
sekarang, misalnya hipertensi dan diabetes mellitus.
e) Riwayat alergi
Kaji dengan menggunakan genogram, adakah anggota keluarga yang mempunyai
penyakit serupa dengan pasien atau penyakit keturunan seperti hipertensi,
diabetes mellitus, stroke, dan penyakit jantung lainnya.
- Data objektif
a. Pengkajian ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure)
1. Airway (Jalan Nafas)
Prioritas intervensi tertinggi dalam primary survey adalah mempertahankan
kepatenan jalan nafas.
2. Breathing (Pernapasan)
Setelahh jalan nafas aman, breathing menjadi prioritas berikutnya dalam
primary survey. Fokusnya adalah pada aukskultasi bunyi nafas dan evaluasi
ekspansi dada, usaha respirasi, serta adanya bukti trauma dinding dada atau
abnormalitas fisik.
3. Circulation (Sirkulasi)
Intervensi ditargetkan untuk memperbaiki sirkulasi yang efektif melalui
resusitasi kardiopulmoner, kontrol perdarahan, akses intravena dengan
penatalaksanaan cairan, dan darah jika diperlukan dan obat – obatan.
4. Disability (Kemampuan)
Pengkajian disability memberikan pengkajian dasar cepat status neurologis.
Pengkajian tingkat kesadaran yang mengukur obyektif adalah GCS.
5. Exposure (Paparan)
Seluruh pakaian harus dibuka untuk memudahkan pengkajian menyeluruh.
Pada situasi resusitasi, pakaian harus digunting untuk mencapai akses cepat
ke bagian tubuh.
b. Keadaan Umum :
Keadaan umum adalah gambaran kondisi klien yang terobservasi oleh perawat
seperti tingkat ketegangan atau kelelahan, warna kulit, tingkat kesadaran
kualitatif maupun kuantitatif dengan penilaian skor Glasgow Coma Scale (GCS),
pola napas, posisi klien, dan respons verbal klien.
c. Tanda – Tanda Vital :
Pemeriksaan dilakukan mulali tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu.
d. Pemeriksan Head To Toe
e. Pemeriksaan penunjang :
 Glukosa darah : meningkat 200 mg/dl atau lebih.
 Keton : positif secara mencolok.
 Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
 Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 303 mosm/l.
 Elektrolit : natrium dapat normal, meningkat atau menurun, kalium dapat
normalatau peningkatan semu selanjutnya kana menurun, fosfor lebih sering
menurun.
 Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2 – 4 kali lipat dari normal yang
menandakan kontrol diabetes kurang selama 4 bulan terakhir.
 BGA : menunjukkan pH rendah dan penurunan HCO (asidosis metabolik).
 Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi).
 Ureum atau Kreatinin : mungkin meningkat atau normal (dehidrasi atau
penurunan fungsi ginjal).
 Insulin darah : mungkin menurun atau tidak ada (diabetes mellitus tipe I) atau
normal (diabetes mellitus II).
 Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah atau kebutuhan insulin.
 Urine : gula dan aseton positif, berat jenis, dan osmolalitas meningkat.

2. Diagnosa Keperawatan
a. D.0027 Ketidakseimbangan kadar glukosa darah b.d. disfungsi pankreas d.d. kadar
glukosa darah rendah/ tinggi, gemetar, kesadaran menurun, berkeringat, jumlah urin
meningkat, mudah lelah, mengeluh lapar, haus meningkat, dan mulut kering.
b. D.0111 Defisit pengetahuan b.d. kurang terpapar informasi d.d. menunjukkan
perilaku tidak sesuai, menjalani pemeriksaan yang tidak tepat, dan menunjukkan
perilaku berlebihan.
c. D.0115 Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif b.d. kompleksitas program
perawatan/ pengobatan d.d. gejala penyakit anggota keluarga memberat, aktivitas
keluarga dalam menangani masalah kesehatan tidak tepat, dan gagal melakukan
tindakan untuk mengurangi faktor resiko.
3. Rencana Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. D.0027 Ketidakseimbangan Tujuan : I.03115 Manajemen Hiperglikemia
kadar glukosa dalam darah. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, Observasi :
diharapkan pasien dapat meningkat sesuai dengan kriteria 1. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemi.
hasil. 2. Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin
Kriteria hasil : meningkat (misal. penyakit kambuhan).
L.14128 Kontrol Resiko 3. Monitor kadar glukosa dalam darah.
1. Kemampuan mengubah perilaku dari skala 2 (cukup 4. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia.
menurun) meningkat ke skala 4 (cukup meningkat). 5. Monitor intake dan output cairan.
2. Kemampuan modifikasi gaya hidup dari skala 2 Terapeutik :
(cukup menurun) meningkat ke skala 4 (cukup 1. Berikan asupan cairan oral.
meningkat). 2. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala
L.03030 Status Nutrisi hiperglikemia tetap ada atau memburuk.
1. Pengetahuan tentang standar nutrisi yang tepat dari Edukasi :
skala 2 (cukup menurun) membaik ke skala 4 (cukup 1. Anjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa darah
meningkat). lebih dari 250 mg/dL.
2. Sikap terhadap makanan atau minuman sesuai tujuan 2. Anjurkan monitor glukosa darah secara mandiri.
kesehatan dari skala 2 (cukup menurun) membaik ke 3. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga.
skala 4 (cukup meningkat). 4. Ajarkan pengelolaan diabetes (misal. penggunaan insulin,
obat oral, monitor asupan cairan, penggantian
karbohidrat, dan bantuan profesional kesehatan).
I.03115 Manajemen Hipoglikemia
Observasi :
1. Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia.
2. Identifikasi kemungkinan penyebab hipoglikemia.
Terapeutik :
1. Berikan karbohidrat, jika perlu.
2. Berikan glukagon, jika perlu.
3. Berikan karbohidrat kompleks dan protein sesuai diet.
4. Pertahankan akses IV, jika perlu.
Edukasi :
1. Anjurkan membawa karbohidrat setiap saat.
2. Anjurkan monitor kadar glukosa darah.
3. Anjurkan berdiskusi dengan tim perawatan diabetes
tentang penyesuaian program pengobatan.
4. Ajarkan pengelolaan hipoglikemia (misal. tanda dan
gejala, faktor resiko, dan pengobatan hipoglikemia).
5. Ajarkan perawatan mandiri untuk mencegah
hipoglikemia (misal. mengurangi insulin dan atau
meningkatkan asupan makanan untuk berolahraga).
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian dextrose, jika perlu.
2. Kolaborasi pemberian glucagon, jika perlu.
I.12369 Edukasi Diet
Observasi :
1. Identifikasi tingkat pengetahuan saat ini.
2. Identifikasi kemampuan pasien saat ini.
3. Identifikasi kebiasaan pola makan saat ini dan masa lalu.
4. Identifikasi persepsi pasien dan keluarga tentang diet
yang diprogramkan.
5. Identifikasi keterbatasan finansial untuk menyediakan
makanan.
Terapeutik :
1. Berikan kesempatan pasien dan keluarga untuk bertanya.
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan kepatuhan diet terhadap kesehatan.
2. Informasikan makanan yang diperbolehkan dan dilarang.
3. Informasikan kemungkinan interaksi obat dan makanan,
jika perlu.
4. Anjurkan mempertahankan posisi semi fowler, 20 – 30
menit setelah makan.
5. Anjurkan melakukan olahraga sesuai dengan toleransi.
6. Ajarkan cara merencanakan makanan yang sesuai
program.
Kolaborasi :
1. Rujuk ke ahli gizi dan sertakan keluarga, jika perlu.
I.12383 Edukasi Kesehatan
Observasi :
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi.
2. Identifikasi faktor – faktor yang dapat meningkatkan dan
menurunkan motivasi perilaku hidup sehat.
Terapeutik :
1. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan.
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan.
3. Berikan kesempatan untuk bertannya.
Edukasi :
1. Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi
kesehatan.
2. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat.
3. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat.
2. D.0111 Defisit pengetahuan. Tujuan : I.12383 Edukasi Kesehatan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, Observasi :
diharapkan pasien dapat meningkat sesuai dengan kriteria 3. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
hasil. informasi.
Kriteria hasil : 4. Identifikasi faktor – faktor yang dapat meningkatkan dan
L.12111 Tingkat Pengetahuan menurunkan motivasi perilaku hidup sehat.
1. Perilaku sesuai anjuran dari skala 2 (cukup menurun) Terapeutik :
meningkat ke skala 4 (cukup meningkat). 4. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan.
2. Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu 5. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan.
topik dari skala 3 (sedang) meningkat ke skala 4 6. Berikan kesempatan untuk bertannya.
(cukup meningkat). Edukasi :
3. Perilaku sesuai pengetahuan dari skala 3 (sedang) 4. Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi
meningkat ke skala 4 (cukup meningkat). kesehatan.
L.12110 Tingkat Kepatuhan 5. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat.
1. Verbalisasi kemamuan mematuhi program perawatan Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
atau pengobatan dari skala 2 (cukup menurun) perilaku hidup bersih dan sehat.
meningkat ke skala 4 (cukup meningkat).
2. Risiko komplikasi dari skala 2 (cukup meningkat)
meningkat ke skala 4 (cukup menurun).
3. Perilaku mengikuti program perawatan atau
pengobatan dari skala 2 (cukup memburuk) meningkat
ke skala 4 (cukup membaik).
4. Tanda dan gejala dari skala 2 (cukup memburuk)
meningkat ke skala 4 (cukup membaik).
3. D.0115 Manajemen kesehatan Tujuan : I.09260 Dukungan Koping Keluarga
keluarga tidak efektif. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, Observasi :
diharapkan pasien dapat meningkat sesuai dengan kriteria 1. Identifikasi respon emosional terhadap kondisi saat ini.
hasil. Terapeutik :
Kriteria hasil : 1. Dengarkan masalah, perencanaan, dan pertanyaan
L.12107 Perilaku Kesehatan keluarga.
1. Penerimaan terhadap perubahan status kesehatan dari 2. Terima nilai – nilai keluarga dengan cara yang tidak
skala 2 (cukup menurun) membaik ke skala 4 (cukup menghakimi.
meningkat). 3. Diskusikan rencana medis dan perawatan.
2. Kemampuan melakukan tindakan pencegahan masalah Edukasi :
kesehatan dari skala 2 (cukup menurun) membaik ke 1. Informasikan fasilitas perawatan kesehatan yang tersedia.
skala 4 (cukup meningkat). Kolaborasi :
3. Kemampuan peningkatan kesehatan dari skala 2 1. Rujuk untuk terapi keluarga, jika perlu.
(cukup menurun) membaik ke skala 4 (cukup I.13477 Dukungan Keluarga Merencanakan Perawatan
meningkat). Observasi :
4. Pencapaian pengendalian kesehatan dari skala 2 1. Identifikasi kebutuhan dan harapan keluarga tentang
(cukup menurun) membaik ke skala 4 (cukup kesehatan.
meningkat). 2. Identifikasi tindakan yang dapat dilakukan keluarga.
L.12108 Status Kesehatan Keluarga Terapeutik :
1. Kesehatan fisik keluarga dari skala 3 (sedang) 1. Motivasi pengembangan sikap dan emosi yang
meningkat ke skala 5 (meningkat). mendukung upaya kesehatan.
2. Aktivitas fisik keluarga dari skala 3 (sedang) 2. Gunakan sarana dan fasilitas yang ada dalam keluarga.
meningkat ke skala 5 (meningkat). 3. Ciptakan perubahan lingkungan rumah secara optimal.
L.12111 Tingkat Pengetahuan Edukasi :
4. Perilaku sesuai anjuran dari skala 2 (cukup menurun) 1. Informasikan fasilitas kesehatan yang ada dilingkungan
meningkat ke skala 4 (cukup meningkat). keluarga.
5. Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu 2. Anjurkan menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
topik dari skala 3 (sedang) meningkat ke skala 4 I.12482 Koordinasi Diskusi Keluarga
(cukup meningkat). Observasi :
6. Perilaku sesuai pengetahuan dari skala 3 (sedang) 1. Identifikasi gangguan kesehatan setiap anggota keluarga.
meningkat ke skala 4 (cukup meningkat). Terapeutik :
1. Ciptakan suasana rumah yang sehat dan mendukung
perkembangan kepribadian anggota keluarga.
2. Fasilitasi keluarga mendiskusikan masalah kesehatan
yang sedang dialami.
3. Pertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan
fasilitas kesehatan.
4. Libatkan keluarga dalam mengambil keputusan untuk
melakukan tindakan yang tepat.
5. Berikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit.
Edukasi :
1. Anjurkan anggota keluarga dalam memanfaatkan sumber
– sumber yang ada dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC.

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2019. Pharmaceutical Care Untuk
Penyakit Diabetes Mellitus. Departemen Kesehatan RI.

Friedman, Marilyn M. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.

Gloria, B. Hoard, B. Joanne, D. Cheryl, W. 2013. Nursing Interventions


Classifications. Singapura: Elsevier Singapore.

Gloria, B. Hoard, B. Joanne, D. Cheryl, W. 2013. Nursing Outcomes


Classifications. Singapura: Elsevier Singapore.

Guyton A.C., Hall J.E. 2017. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Herdman, T. H. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan: Definis dan Klasifikasi 2018 -


2020. Jakarta: EGC.
Komalasari, et. al. 2018. Health Education On Diabetes Mellitus and Hypertension at
Kampug Binong Tangerang. Artikel: Essay, Volume 2: 601 – 607: DOI.
Mufatiqah, A.A. 2019. Proses Asuhan Gizi Terstandav Pasien Diabetes Mellitus
Hiperglikemia dengan Ulkus Pedis di Angsal Alamanda II RSUD Sleman. Yogyakarta: Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta.
Tim Pokja SDKI. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia; Definisi dan Indikator
Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.
Tim Pokja SIKI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia; Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.
Tim Pokja SLKI. 2018. Standar LuaranKeperawatan Indonesia; Definisi dan Indikator
Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.

Anda mungkin juga menyukai