Anda di halaman 1dari 11

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Cerebrovascular Accident (CVA) /Stroke

2.1.1 Definisi Cerebrovascular Accident (CVA) /Stroke

Cerebrovascular accident adalah kehilangan fungsi otak yang

diakibatkan oleh terhentinya suplai darah ke bagian otak, yang

mengakibatkan gangguan aliran darah ke otak dan dapat mengakibatkan

penyumbatan (Ischemic stroke) atau perdarahan (Hemorraghic stroke)

(Junaidi, 2011). Suatu gumpalan darah dapat bekembang dari sepotong

plak yang tidak stabil, atau suatu embolus yang berjalan dari bagian lain

tubuh dan berhenti di pembuluh darah. Pendarahan mungkin terjadi

sebagai hasil dari trauma atau secara spontan, sepeti pada hipertensi tak

terkendali. Ischemia terjadi ketika darah tidak cukup mencapai jaringan

otak. Ini melibatkan kurangnya ketersediaan oksigen (hipoksia) dan

glukosa (hipoglisemia) pada otak. Ketika gizi tidak tersedia untuk periode

panjang, sel otak mati, menyebabkan suatu area infraktus. Defisit

permanen diakibatkan oleh infraktus. Ada peningkatan risiko stroke pada

pasien dengan sejarah hipertensi, diabetes mellitus, kolesterol tinggi,

fibrilasi atrial, obesitas, merokok, atau penggunaan kontrasepsi secara

oral (Wiwit, 2014).

Menurut (DiGiulio, 2014) pasien dapat juga mengalami Transient

Ischemic Attack (TIA) dimana gejala diakibatkan oleh masalah temporer


7

2.1.2 Prognosis

Derajat kerusakan dan lokasi stroke akan menentukan hasil untuk

pasien. Stroke terjadi tiba-tiba dan pasien harus segera mendapatkan

tindakan untuk kemungkinan hasil terbaik. Mayoritas stroke adalah

ischemic, kecepatan penanganan dalam sistem kesehatan dan perawatan

dengan agen trombolitik (kecuali jika ada kontra indikasi) pada perawatan

ini) untuk menghancurkan bekuan penyebab ischemia memberi peluang

terbaik untuk kesembuhan pasien tanpa cacat permanen. Pasien dengan

hemorrhagic stroke memerlukan pembedahan untuk mengatasi tekanan

intrakranial atau menghentikan pendarahan. Area kerusakan yang besar

dapat menyebabkan cacat permanen atau kematian (DiGiulio, 2014).

2.1.3 Jenis cerebrovascular accident

Menurut Wiwit (2014), Cerebrovascular accident pada dasarnya

terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:

1. Stroke Iskemik

Stroke jenis ini terjadi jika aliran darah ke otak terhenti karena

aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah)

atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke

otak sehingga pasokan darah ke otak terganggu. Hamper sebagian

besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini. Ada dua

jenis stroke iskemik yang paling banyak terjadi, yaitu sebagai berikut:

a. Thrombotic Stroke, yaitu gumpalan darah (thrombus) terbentuk

dalam salah satu arteri yang menyuplai darah ke otak.


8

b. Embolic Stroke, terjadi ketika gumpalan darah atau partikel lain

yang terbentuk di luar otak, biasanya di dalam jantung, terbawa aliran

darah, dan mempersempit pembuluh darah, stroke jenis ini biasanya

terjadi mendadak dan penderitanya berusia muda.

2. Stroke Hemoragik

Jenis Stroke hemoragik terjadi ketika pembuluh darah pecah

sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah

merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. Hampir

70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.

3. Stroke Ringan (Transient Ischemic Attack/ TIA)

Sebenarnya, TIA termasuk dalam jenis stroke iskemik. Gejala –

gejala TIA cepat datang, hanya selama beberapa menit sampai

beberapa hari. Stroke jenis ini disebut juga mini stroke karena masih

dalam kategori warning. Karena sifat serangannya yang terjadi secara

tiba-tiba dan cepat hilang, TIA sering dianggap remeh oleh

kebanyakan orang. Meskipun masih ringan, jika diabaikan, bukan

berarti TIA berubah menjadi parah dan berat.

2.1.4 Tanda dan Gejala

Menurut Yulianto (2011), ada beberapa tanda dan gejala

cerebrovascular accident, yaitu sebagai berikut:

1. Ketidakseimbangan mental

2. Diorientasi, bingung

3. Perubahan emosional, perubahan kepribadian

4. Afasia (kesulitan berbicara: mungkin reseptif, ekspresif)


9

5. Kata-kata tidak jelas

6. Perubahan sensori (paresthesia, perubahan visual, perubahan

pendengaran)

7. Sakit kepala parah karena naiknya tekanan intrakranial akibat

pendarahan

8. Gejala-gejala TIA serupa, namun durasinya singkat dan sembuh .

2.1.5 Penyebab cerebrovascular accident

Menurut Yulianto (2011), penyebab cerebrovascular accident yang

dapat diubah terdiri dari kondisi medis dan faktor yang berkaitan dengan

gaya hidup seseorang. Termasuk dalam kondisi medis antara lain

hipertensi, penyakit jantung (Infark Miokardial-dan Fibrilasi atrium),

diabetes mellitus, konsumsi alkohol yang berlebihan dan obesitas.

Munculnya penyakit stroke karena dipicu faktor risiko penyakit pendukung

lain seperti penyakit jantung, saraf, diabetes mellitus, darah tinggi, usia

tua, dan obesitas yang menyebabkan fungsi motorik, sensorik, saraf

kranialis, dan fungsi kognitif, menjadi terhambat. Selain itu, gaya hidup

tidak sehat juga menjadi faktor yang mempercepat datangnya penyakit ini,

diantaranya kebiasaan merook, pemakaian alkohol, pengonsumsian

makanan berkolesterol tinggi, dan sebagainya.

1. Hipertensi

Seseorang disebut mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya

lebih dari 140/mmHg atau lebih dari 135/85 mmHg pada individu yang

mengalami gagal jantung, insufiensi ginjal, atau diabetes mellitus.

Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang paling utama,


10

meningkatkan risiko stroke 2-4 kali lipat, tidak tergantung pada faktor

risiko lainnya.

2. Infark Miokardial

Antara 3-4% penderita infark miokardial di kemudian hari

mengalami stroke embolik. Risiko terbesar berada dalam satu bulan

setelah terjadi infark miokadial. Atesklerosis mendasari terjainya infark

miokardial maupun stroke iskemik.

3. Diabetes Mellitus

Seseorang diberi label mengalami diabetes mellitus apabila kadar

glukosa plasma puasa lebih tinggi dari 126mg% dan diperiksa pada

dua waktu yang berbeda. Diabetes mellitus merupakan cermin dari

ketidakmampuantubuh untuk memproduksi insulin secara cukup.

Diabetes mellitus meningkatkan stroke sebanyak 1-3 kali lipat

dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami diabetes mellitus.

4. Fibrilasi Atrial

Fibrilasi atrial merupakan gangguan irama jantung yang paling

sering dijumpai lebih kurang 2.200.000 orang. Setelah masuk usia 75

tahun maka 12% diantaranya mengalami fibrilasi atrial. Setiap tahun

4% dari penderita fibrilasi atrial mengalami stroke. Seseorang

penderita yang mengalami fibrilasi atrial memiliko resiko 3-5 kali lipat

mengalami stroke. Secara keseluruhan, 15% kasus stroke iskemik

disebabkan oleh fibrilasi atrial. Denyut jantung yang tidak efektif

karena adanya fibrilasi atrial menyebabkan darah mengumpul di

dinding jantung.
11

5. Merokok

Merokok meningkatkan risiko stroke sebesar 1,5 kali sesudah

faktor risiko lainnya dikendalikan. Risiko pada perokok berat lebih

tinggi dari pada perokok ringan. Penelitian secara cohort menunjukkan

bukti bahwa merokok merupakan risiko independen untuk terjadinya

stroke iskemik (Yulianto, 2011).

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik / Umum

Menurut Digiulio (2014), Pemeriksaan umum yang dilakukan pada

pasien cerebrovascular accident yaitu:

1. CT-Scan mengidentifikasi area pendarahan (biasanya untuk

pemakaian darurat).

2. Magnetic Resonance Imaging (MRI) mengidentifikasi lokasi iskemik

(lebih lambat daripada ct-scan.

3. Magnetic Resonance Angioterapi (MRA) dapat mengidentifikasi

vasculature abnormal atau vasospasm.

4. Difusi atau perfusi MRI/MRA menunjukkan area yang tidak

mendapatkan suplai darah dalam jumlah cukup, namun belum

mengalami infarktus.

5. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT) akan

menunjukkan area yang tidak mendapat perfusi secara tepat.

2.1.7 Pencegahan Stroke

Menurut Yulianto (2011), Ada beberapa cara pencegahan stroke,

yaitu sebagai berikut:


12

1. Periksa tekanan darah secara rutin

Menurut Yulianto (2011), Riset menunjukkan rajin memeriksakan

diri dapat mencegah stroke hingga 40%.

2. Hindari merokok

Prof.Adams menegaskan bahwa hasil studi memperlihatkan,

menjauhi rokok dapat mencegah stroke hingga 30%.

3. Banyak makan makanan berwarna hijau atau oranye

Pada dasarnya makan sayur dan buah dapat mencegah stroke,

karena di dalamnya mengandung beta-karotin yang banyak.

4. Melakukan olahraga

Menurut Yulianto (2011), riset menunjukkan orang yang rajin

melakukan olahraga mulai usia 25-40 tahun risiko terserang stroke

berkurang hingga 57%, sedangkan yang melakukan olahraga mulai

usia 40-55 tahun kesempatannya 37% untuk terhindar dari stroke.

5. Periksakan leher anda

Mintalah dokter untuk mendengarkan bunyi mendesing di leher

anda. Ini penting terutama jika anda mengalami ateroklerosis

(pengerasan dan penebalan pembuluh darah) yang menyebabkan

tersumbatnya aliran darah.

6. Makanlah potassium

Menurut Yulianto (2011), riset menegaskan bahwa mengonsumsi

makanan yang mengandung potasium dapat mencegah stroke hingga


13

40%. Kentang adalah sumber potassium yang sangat baik selain

avokad, kedelai, pisang, ikan salmon, dan tomat.

7. Kurangi makanan berlemak

Apa yang baik bagi jantung baik pula bagi otak. Menjaga kadar

kolesterol berarti menghambat ateroklerosis. Sebaiknya tidak

mengkonsumsi lemak lebih dari 25% dari kebutuhan kalori.

8. Kenali kandungan aspirin

Memang aspirin disebut bias membantu mencegah stroke. Namun,

jika tidak memiliki risiko stroke dampaknya bias kurang baik.

9. Hindari alkohol

Menjauhi alkohol sangat banyak manfaatnya salah satunya adalah

mencegah stroke.

2.1.8 Faktor Risiko Stroke

Menurut Yulianto, (2011) faktor-faktor mempengaruhi perubahan

terhadap stroke. Terdapat beberapa faktor risiko stroke, yaitu:

1. Diabetes Mellitus

DM merupakan faktor risiko stroke, dan diabetes juga

merupakan prediktor peruburkan keluaran stroke. Milikan dalam

(Yulianto, 2011) menyatakan bahwa 10-30% penderita stroke

sebelumnya adalah penderita diabetes kelompok usia 60-69 tahun

adalah lima kali lebih tinggi dibandingkan penderita non diabetes.

Hanya 20% orang dengan DM hidup lebih lima tahun setelah

serangan stroke pertama dan separuh dari pasien tersebut meninggal

selama tahun pertama.


14

2. Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor risiko independen terhadap serangan

stroke. Oleh karena itu, pengelolaan pasien hipertensi sangat penting

untuk mencegah serangan stroke, baik pencegahan stroke primer

maupun sekunder. Penderita hipertensi seharusnya memeriksakan

tekanan darahnya secara teratur. Tekanan darah diusahakan

mencapai target dibawah 140/85 mmHg.

3. Kelainan jantung pada Stroke

Hubungan antara jantung dan stroke sangat dekat sekali, hal ini

karena terdapat hubungan antara sirkulasi serebral dan sistem

kardiovaskular. Sering kelainan kardiovaskular yang mungkin tidak

terdeteksi saat pemeriksaan awal dapat muncul saat terjadinya stroke.

Demikian pula dapat menimbulkan kelainan kardiovaskular misalnya:

edema pulmonum neurogenik, penurunan curah jantung, aritmia dan

gangguan repolarisasi. Adapun kelainan jantung yang sering sebagai

faktor risiko dan penyebab stroke antara lain: infark miokard akut,

penyakit jantung iskemik, kelainan katup mitral, kelainan katup aorta,

dan penyakit jantung kongestif.


15

2.2 Konsep Defisit Neurologi

2.2.1 Definisi Defisit Neurologi

Defisit neurologi adalah kelainan fungsional area tubuh karena

penurunan fungsi otak, medulla spinalis, saraf perifer dan otot. Stroke

jenis apapun akan menyebabkan defisit neurologis yang berbeda-beda

tergantung kepada daerah otak yang terganggu aliran darahnya dan

fungsi daerah otak yang terganggu aliran darahnya dan fungsi daerah

otak yang mengalami iskemia tersebut. Gejala yang timbul dapat berupa

hemiparesis, hemipestasi, gangguan berbicara (afasia), bicara pelo,

hemiapnosia, gangguan fungsi intelektual dan lain-lain (Misbach, 2011).


2.2.2 Manifestasi Klinis Defisit Neurologis
Gejala stroke muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi

karena tergnggunya aliran darah di daerah tersebut. Gejala yang muncul

bervariasi, tergantung bagian mana yang terganggu.


1.Gangguan sensibilitas (merasa nyeri, merasa terbakar, mati rasa,

perasaan geli) di wajah serta lengan dan tungkai.


2.Kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada lengan dan

tungkai.
3.Gangguan penglihatan, dapat berupa kebutaan satu sisi atau

separuh lapangan pandang.


4.Gangguan gerak bola mata, dapat berupa mata melirik kearah satu

sisi, mengeluh penglihatan rangkap atau dobel. Mengeluh benda

yang dilihatnya bergerak.


5.Gangguan menelan
6.Mulut perot.
7.Gangguan komunikasi.
8.Kesulitan menyampaikan pikiran melalui kata-kata/ tulisan.
9.Kesulitan untuk mengerti bahasa lisan maupun tulisan.
10.Kehilangan hampir seluruh kemampuan bahasanya.
11.Lupa akan nama-nama orang atau benda tertentu.
12. Koordinasi gerakan/ ucapan yang buruk.
16

2.2.3 National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)

. Skala NIHSS merupakan instrument untuk menilai gangguan

neurologis. Kecepatan penilaian ini yang merupakan tindakan dasar

menangani kasus stroke (Saudin, 2017). Semakin tinggi nilai NIHSS pada

pasien stroke berarti semakin berat derajat keparahanya (Harding and

Bridgewetwr, 2010). Pengkajian National Institutes of Health Stroke Scale

(NIHSS) merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan

mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui

berbagai permasalahan yang ada (Saudin, 2017).

Komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut:

Anda mungkin juga menyukai