Anda di halaman 1dari 39

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmadNya sehingga buku STROKE dapat diselesaikan dan diterbitkan.
Buku ini diharapkan dapat bermanfaat baik bagi tenaga kesehatan terutama
farmasi, kedokteran dan ilmu lain yang terkait.
Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam pembuatan dan percetakan buku ini.
Tim editor menyadari bahwa buku ini masih jauh dari kesempurnaan, karena
itu kami harapkan dari semua pihak untuk memberikan sumbangan kritik dan saran
kepada kami, sehingga akan diperoleh buku yang lebih sempurna.

Kediri, 30 Juli 2016

Tim Editor

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................

ii

DAFTAR ISI ...........................................................................................................................

iii

DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................................

iv

DAFTAR TABEL ...................................................................................................................

TUJUAN PEMBELAJARAN................................................................................................

KONSEP UTAMA ..................................................................................................................

EPIDEMIOLOGI ...................................................................................................................

KLASIFIKASI ........................................................................................................................

PATOFISIOLOGI ..................................................................................................................

FAKTOR RISIKO ..................................................................................................................

HASIL PENGOBATAN YANG DIHARAPKAN ...............................................................

10

PRESENTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS .........................................................................

11

PENDEKATAN UMUM TERAPI ........................................................................................

12

TERAPI STROKE ISKEMIK AKUT ..................................................................................

13

PENCEGAHAN STROKE ISKEMIK AKUT ....................................................................

22

PENGOBATAN HEMORRHAGIC STROKE AKUT .......................................................

28

HASIL EVALUASI ................................................................................................................

30

SINGKATAN ..........................................................................................................................

32

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................

34

iii

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 8-1 ..........................................................................................................................

GAMBAR 8-2 ..........................................................................................................................

GAMBAR 8-3 ..........................................................................................................................

GAMBAR 8-4 ..........................................................................................................................

13

iv

DAFTAR TABEL

TABEL 8-1 ..............................................................................................................................

TABEL 8-2 ..............................................................................................................................

TABEL 8-3 ..............................................................................................................................

TABEL 8-4 ..............................................................................................................................

15

TABEL 8-5 ..............................................................................................................................

15

TABEL 8-6 ..............................................................................................................................

17

TABEL 8-7 ..............................................................................................................................

27

TABEL 8-8 ..............................................................................................................................

30

STROKE
TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah menyelesaikan bab ini, pembaca akan mampu :


1. Memahami jenis penyakit serebrovaskular seperti serangan iskemik sementara,
infark serebral, dan perdarahan serebral.
2. Memahami patofisiologi dari iskemia serebral (cerebral ischemia) dan perdarahan
serebral (cerebral hemorrhage).
3. Mengidentifikasi faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat
dimodifikasi yang berhubungan dengan stroke iskemik dan stroke hemoragik.
4. Mengidentifikasi faktor risiko dari stokre iskemik pada pasien dan memberikan
edukasi yang tepat kepada pasien.
5. Mendiskusikan berbagai pilihan terapi untuk stroke iskemik akut dan stroke
hemoragik.
6. Menentukan kapan terapi trombolitik diindikasikan pada pasien dengan stroke
iskemik akut.
7. Membuat rencana terapi spesifik yang tepat untuk pasien dengan stroke iskemik
akut.
8. Membuat rencana terapi yang tepat untuk pasien rawat jalan dengan stroke iskemik,
seperti obatobatan yang tepat untuk mencegah terulangnya stroke.

KONSEP UTAMA

1. Stroke dapat berupa iskemik (88%) dan hemoragik (12%).


2. Stroke iskemik merupakan perubahan mendadak dari suatu defisit neurologis fokal
yang terjadi karena kurangnya suplai darah pada daerah di otak. Paling sering
disebabkan oleh thrombosis atau emboli oklusi arteri yang menyebabkan infark
serebral.

3. Stroke hemoragik merupakan akibat dari perdarahan di dalam otak dan tempat lain
di dalam sistem saraf pusat, termasuk perdarahan subarachnoik, perdarahan
intraserebral, dan subdural hematoma.
4. Terdapat dua klasifikasi utama dari kejadian iskemik serebral, yaitu serangan
iskemik sementara dan infrak serebral.
5. Tujuan utama dari terapi jangka panjang stoke hemoragik meliputi pencegahan
stroke rekuren dengan mengurangi dan memodifikasi faktor risiko.
6. Semua pasien harus diperiksa dengan Computed Tomography (CT) scan atau
Magnetic Resonance Imaging (MRI) otak untuk membedakan stroke iskemik
dengan stroke hemoragik karena terapi yang diberikan akan berbeda dan terapi
trombolitik (fibrinolitik) harus dihindari sampai diketahui tidak terjadi stroke
hemoragik.
7. Secara hati-hati pada pasien tertentu, alteplase efektif dalam membatasi ukuran
infark dan melindungi jaringan otak dari iskemia dan kematian sel dengan
memulihkan aliran darah. Terapi harus diberikan dalam 3 jam dari onset gejala dan
tidak akan memberikan manfaat bila diberikan setelah periode waktu tersebut.
8. Terapi aspirin dini direkomendasikan pada sebagian besar pasien dengan stroke
iskemik akut dalam 24-48 jam pertama setelah onset stroke dan harus dilanjutkan
setidaknya 2 minggu.
9. Aspirin terkadang dipertimbangkan sebagai obat lini pertama pencegahan sekunder
stroke iskemik dan mengurangi risiko rangkaian stroke sekitar 25% pada pria dan
wanita dengan serangan iskemik sementara atau stroke sebelumnya.
10. Tidak ada terapi pasti untuk stroke hemoragik. Penatalaksanaan dilakukan
berdasarkan terapi layanan neurointensif dan pencegahan komplikasi. Nimodipine
oral direkomendasikan pada perdarahan subarachnoid untuk mencegah iskemik
serebral.

EPIDEMIOLOGI

Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu di dunia dan penyebab


kematian nomor dua di dunia. Dua pertiga stroke terjadi di negara berkembang dan

pada masyarakat barat, 80% penderita mengalami stroke iskemik dan 20%
mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke meningkat seiring pertambahan usia.
Stroke merupakan penyebab utama kematian nomor ketiga di Amerika Serikat
dan penyebab kedua pada angka kematian di seluruh dunia. Lebih dari 700.000
stroke terjadi di Amerika Serikat setiap tahun. Stroke dapat menjadi iskemik atau
hemoragik. Penelitian menunjukkan bahwa angka baru untuk pasien dengan
diagnosa stroke adalah 500.000 dari jumlah ini, sementara untuk pasien stroke yang
berulang yaitu 200.000 stroke yang tersisa setiap tahun. Stroke adalah penyebab
utama kecacatan jangka panjang pada orang dewasa, dengan 90% dari korban terjadi
cacatan berat terlihat pada 70% dari korban. The American Heart Association
memperkirakan bahwa ada 4,7 juta orang yang selamat dari stroke di Amerika
Serikat.
Dampak sosial dan beban ekonomi yang besar, dengan biaya lebih dari 557
milyar per tahun di Amerika Serikat. Kematian Stroke telah menurun karena terjadi
peningkatan setelah pengobatan dan pencegahan pada faktor risiko. Stroke
meningkat sesuai dengan

dengan usia, terutama setelah usia 55 tahun, yang

mengakibatkan kejadian stroke meningkat karena penuaan.

KLASIFIKASI

1. Stroke iskemik merupakan terjadinya pengembangan fokus neurologis defisit secara


mendadak yang terjadi karena suplai darah yang tidak cukup ke area otak. Paling
sering, ini adalah karena oklusi arteri trombosis atau emboli yang menyebabkan
infark serebral. Sebuah oklusi trombotik terjadi ketika bentuk trombus di dalam
arteri di emboli mengacu gumpalan yang berasal di luar otak di mana sepotong
gumpalan istirahat longgar dan dibawa ke otak.
2. Stroke Hemorrhagic merupakan hasil dari perdarahan ke dalam otak dan ruang
lainnya dalam sistem saraf pusat dan termasuk perdarahan subarachnoid, perdarahan
intraserebral, dan hematoma. Subarachnoid hemorrhage (SAH) hasil dari perdarahan
yang secara tiba-tiba ke dalam ruang antara lapisan dalam dan lapisan tengah
meninges, hal ini paling sering disebabkan oleh trauma atau pecahnya aneurisma

otak atau arteriovenous malfor- mation (AVM). perdarahan intraserebral (ICH)


adalah pendarahan langsung ke parenkim otak, yang sering sebagai akibat dari
kronis, hipertensi yang tidak terkontrol. Sedangkan hematoma subdural hasil dari
perdarahan di bawah dura yang meliputi otak dan paling sering terjadi sebagai
akibat dari trauma kepala.

PATOFISIOLOGI

a. Klasifikasi dari Kejadian Serebral Iskemik


Terdapat dua klasifikasi utama dari kejadian iskemik, yaitu serangan iskemik
sementara (TIA) dan infark serebral. TIA merupakan penurunan perfusi sementara
pada daerah fokal otak yang menyebabkan gangguan fungsi jangka pendek. TIA
memiliki onset yang cepat (5 menit) dan durasi yang singkat (2-15 menit, sampai
dengan 24 jam). Gejalanya sangat bervariasi tergantung daerah otak yang terkena,
namun, tidak ada defisit yang berarti setelah serangan. TIA mungkin hanya
peringatan

b. Klasifikasi terjadinya peristiwa hemoragik


Secara tiba-tiba sakit kepala parah, mual dan muntah, dan fobia mungkin tandatanda pertama dan gejala stroke hemoragik. Nyeri tengkuk dan kekakuan leher
mungkin dialami pada waktu perdarahan. Pasien mungkin mengeluh bahwa nyeri
kepalanya merupakan nyeri kepala terberat di hidupnya, terutama bila
penyebabnya adalah SAH. Penting untuk diketahui bahwa diagnosis dari jenis
stroke tidak dapat dibuat hanya berdasarkan tanda dan gejala, karena banyak dari
tanda tersebut yang mirip diantara jenis dari stroke.

Tabel 8-1 Menunjukkan identifikasi tanda dan gejala stroke.

Kelemahan mendadak, kesemutan, atau paralisis wajah, lengan, atau


tungkai (khususnya pada satu sisi tubuh).

Tidak dapat bicara atau kesulitan berbicara atau mengerti bahasa.

Penurunan penglihatan secara mendadak.

Nyeri kepala hebat secara mendadak.

Kelemahan yang tidak diketahui atau kehilangan keseimbangan atau


koordinasi.

Gambar 8-1. Klasifikasi stroke. (Diambil dari Fagan SC, Hess DC,
Stroke, dalam: DiPiro JT, Talbert RL, Yee Talbert RL, Yee GC, et al, (eds.)
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, edisi ke-6. New York:
McGraw-Hill; 2005: 416.)

c. Patofisiologi Stroke Iskemik


Terdapat tiga mekanisme patofiologi utama yang melatarbelakangi terjadinya
stroke iskemik, seperti penyakit pembuluh darah besar, penyakit pembuluh darah
kecil, dan emboli. Pada stroke iskemik, terdapat suatu gangguan suplai darah pada

daerah otak, baik itu dikarenakan oleh pembentukan thrombus atau suatu emboli.
Kehilangan aliran darah otak menyebabkan kegagalan produksi energi pada sel otak
yang bersangkutan.
Kekurangan aliran darah ini menyebabkan hipoperfusi jaringan, hipoksia
jaringan, dan kematian sel. Endapan lemak pada pembuluh darah menyebabkan
turbulensi aliran darah dan menyebabkan cedera pada pembuluh darah, membuat
pembuluh darah terpapar kolagen. Cedera pembuluh darah ini menginisiasi proses
agregasi platelet karena subendotelium terpapar.
Platelet melepaskan Adenosine Dipospat (ADP) yang menyebabkan agregasi
platelet dan kekompakan dari plak platelet. Tromboxan A dilepaskan, berperan
dalam agregasi platelet dan vasokonstriksi. Cedera pembuluh darah juga
mengaktifkan koagulasi, yang menyebabkan produksi thrombin. Thrombin
mengubah fibrinogen menjadi fibrin, menyebabkan pembentukan bekuan karena
molekul fibrin, platelet, dan agregasi sel darah.

Gambar 8-2. Agregasi platelet. Gambar ini menunjukkan proses


agregasi platelet. Cedera pembuluh darah yang terjadi menyebabkan adhesi dari
platelet pada dinding pembuluh darah. Hal ini menyebabkan adhesi berlanjut
dan agregasi platelet yang menghasilkan pembentukan thrombus.

Gambar 8-3. Fisiologi alur pembekuan. Pembentukan bekuan darah


dimulai dari cedera pembuluh darah atau jaringan. Cedera jaringan memulai
suatu proses kompleks yang melibatkan faktor pembekuan dan menghasilkan
hubungan silang dengan fibrin. Gambar ini adalah sebuah skema dari faktor dan
tahapan yang terlibat dalam proses tersebut.

Saat serangan awal terjadi, serangan sekunder terjadi pada tingkat selular yang
berperan dalam kematian sel. Selain serangan awal spesifik tersebut, proses selular
yang mengikuti mungkin sama. Asam amino luar, seperti glutamate terakumulasi di
dalam sel, menyebabkan akumulasi kalsium intraselular. Inflamasi terjadi dan
oksigen radikal bebas terbentuk pada akhir dari jalur kematian sel. Sering kali, inti
dari iskemia yang berisi sel otak yang tidak dapat diselamatkan. Di sekeliling inti ini
terdapat suatu daerah yang disebut penumbra iskemik. Pada daerah ini, sel masih

bisa diselamatkan, namun, hal ini sangat sensitif dengan waktu karena tanpa
pemulihan perfusi yang adekuat, kematian sel berlanjut ke arah yang lebih besar di
otak. Proses ini akhirnya menyebabkan defisit neurologis. Tidak ada obat yang
terbukti efektif memberikan perlindungan saraf pada saat ini.

d. Patofisiologi Stroke Hemoragik


Patofisiologi dari stroke hemoragik tidak terlalu diteliti dengan baik seperti
stroke iskemik, namun, hal ini meupakan suatu proses yang lebih kompleks
dibandingkan pemikiran sebelumnya. Beberapa proses berkaitan dengan keberadaan
darah pada jaringan otak dan/ atau tempat yang menyebabkan kompresi.
Saat ini diketahui bahwa hematoma yang terbentuk mungkin terus berkembang
dan membesar setelah perdarahan awal dan pertumbuhan dini dari hematoma
berhubungan dengan hasil yang buruk. Jaringan otak menjadi bengkak dan cedera
merupakan akibat dari inflamasi yang disebabkan oleh thrombin dan produk darah
lainnya. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi.

FAKTOR RISIKO

Penilaian faktor risiko stroke iskemik dan stroke hemoragik merupakan


komponen penting diagnosis dan terapi pasien. Tujuan utama dari terapi
jangkapanjang stroke iskemik meliputi pencegahan dari stroke rekuren dengan
mengurangi dan memodifikasi faktor risiko. Fokus utama dari pencegahan primer
(mencegah dari stroke pertama) adalah dengan mengurangi dan memodifikasi faktor
risiko.
Faktor risiko stroke iskemik dapat dibagi menjadi faktor yang dapat
dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Setiap pasien yang memiliki faktor
risiko harus diperiksa dan diterapi bila memungkinkan, karena tatalaksana faktor
risiko dapat menurunkan kejadian dan/ atau berulangnya stroke.
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi, usia, jenis kelamin, ras/
etnis, dan keturunan. Risiko stroke iskemik meningkat pada orang berusia lebih dari
55 tahun, pada pria, dan orang Afrika- Amerika, Hispanik, dan kepulauan Asia

Pasifik. Ia juga meningkat pada pasien dengan riwayat stroke dalam keluarga.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi meliputi, sejumlah kondisi penyakit yang
dapat diterapi dan faktor pola hidup yang memiliki pengaruh besar terhadap risiko
stroke.
Hipertensi adalah salah satu

faktor risiko utama untuk stroke iskemik dan

hemoragik. Pada ICH khususnya, hipertensi yang tidak terkontrol dianggap sebagai
penyebab dari perdarahanpada 60-70% pasien. Faktor risiko lain dari stroke
hemoragik meliputi, trauma, merokok, penggunaan kokain, konsumsi alkohol berat,
dan aneurisme serebral dan ruptur AVM. Tabel 8-2 dan 8-3 menunjukkan daftar
faktor risiko stroke iskemik.

Tabel 8-2. Faktor Risiko Stroke Iskemik yang Tidak Dapat Dimodifikasi

Usia (lebih dari 55 tahun)

Jenis Kelamin (laki-laki lebih besar dari perempuan)

Ras (Afrika-Amerika, Hispanik, atau Kepulauan Asia-Pasifik)

Etnis

Keturunan
Tabel 8-3. Faktor Risiko Stroke Iskemik yang Dapat Dimodifikasi

Hipertensi (faktor risiko tunggal yang paling penting)


-

Penyakit jantung

Fibrilasi atrium (penyakit jantung penyebab stroke yang paling penting dan
dapat ditangani)

Stenosis mitral

Kalsifikasi mitral

Pembesaran atrium kiri

Kelainan struktural seperti aneurisma katup atrium

Infark miokard

Serangan iskemik mendadak atau stroke sebelumnya (faktor risiko independen


utama)

Diabetes (faktor risiko independen)

Hiperkolesterolnemia

Faktor gaya hidup


-

Merokok

Konsumsi alkohol berlebih

Tidak beraktivitas fisik

Obesitas

Diet

Penggunaan kokain dan obat intravena

Kondisi sosioekonomi rendah

Peningkatan hematokrit

Penyakit sel sabit

Peningkatan kadar homosistein (masih diteliti, tetapi mungkin berhubungan


dengan risiko stroke)

Migrain (risiko tidak jelas)

Stenosis karotis asimptomatis

Kontrasepsi oral (dengan estrogen lebih dari 50 mcg)

HASIL PENGOBATAN YANG DIHARAPKAN

Tujuan jangka pendek dari terapi stroke iskemik akut meliputi, penurunan
cedera otak sekunder dengan menstabilkan dan menjaga perfusi yang adekuat pada
daerah iskemik marginal dari otak dan melindungi area ini dari efek iskemia
(neuroproteksi). Tujuan jangka panjang dari terapi meliputi, pencegahan stroke
berulang melalui pengurangan dan modifikasi faktor risiko dan dengan pemberian
terapi yang sesuai. Tujuan jangka pendek dari terapi stroke hemoragik meliputi,
perawatan terapi neurointensif cepat untuk menjaga oksigenasi yang adekuat,
pernapasan, dan sirkulasi.
Tatalaksana dari peningkatan tekanan intrakranial dan tekanan darah (BP)
merupakan hal yang penting dalam kondisi akut. Penatalaksanaan terapi jangka

10

panjang meliputi, pencegahan komplikasi dan pencegahan perdarahan berulang dan


iskemik serebral lambat. Pencegahan disabilitas jangka panjang dan kematian yang
berhubungan dengan stroke merupakan hal lain yang penting selain jenis dari stroke.

PRESENTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS

1. Umum

Pasien mungkin tidak dapat dipercaya melaporkan riwayat hidup karena kognitif
atau bahasa defisit. Riwayat hidup yang terpercaya mungkin harus berasal dari
anggota keluarga atau saksi lain.

2. Gejala

Pasien mungkin mengeluhkan kelemahan pada satu sisi tubuh, ketidakmampuan


untuk berbicara, kehilangan penglihatan, vertigo, atau jatuh. Pasien stroke
mungkin mengeluh sakit kepala. Namun, dengan stroke hemoragik, sakit kepala
bisa parah.

Tanda-tanda Klinis

Pasien biasanya memiliki beberapa tanda disfungsi neurologis, dan defisit


spesifik yang ditentukan oleh daerah otak yang terganggu.

Hemiparesis atau monoparesis adalah tanda klinis yang umum terjadi, seperti
halnya dengan defisit hemisensori.

Pasien dengan vertigo dan penglihatan ganda cenderung memiliki gangguan


sirkulasi posterior.

Aphasia sering muncul pada pasien dengan stroke akibat gangguan sirkulasi
anterior.

Pasien mungkin juga mengalami dysarthria, defek lapang pandang, dan


perubahan tingkat kesadaran.

Uji Laboratorium

Tidak ada uji laboratorium tertentu untuk stroke.

11

Penilaian adanya keadaan hiperkoagulasi, seperti defisiensi protein C dan


antibodi antifosfolipid, harus dilakukan bila penyebab stroke tidak dapat
ditentukan berdasarkan adanya faktor risiko yang jelas.

Uji Diagnostik Lain

CT scan kepala akan memperlihatkan adanya area hiperintens (putih) yang


menunjukkan bahwa terjadi perdarahan. Hasil CT scan akan terlihat normal atau
hipointens (gelap) pada daerah di mana terjadi infark. CT scan dapat dilakukan
setelah 24 jam (jarang lebih) untuk menunjukkan daerah infark secara jelas.

Magnetic Resonance Imaging (MRI) kepala dapat menunjukkan daerah iskemia


lebih awal dan dengan resolusi yang lebih baik daripada CT scan. Beberapa
jenis pencitraan lain dapat menunjukkan perkembangan infark hanya dalam
beberapa menit.

Pemeriksaan Doppler karotis akan menentukan apakah pasien memiliki stenosis


tingkat berat di arteri karotis yang memasok darah ke otak (adanya penyakit
ekstrakranial).

Elektrokardiogram akan menentukan apakah pasien memiliki fibrilasi atrium,


yang merupakan faktor risiko utama untuk stroke.

Pemeriksaan transthoracic echocardiogram akan mengidentifikasi apakah ada


kelainan katup jantung atau adanya masalah dengan gerakan dinding jantung
yang mengakibatkan emboli di otak.

PENDEKATAN UMUM TERAPI

Semua pasien harus diperiksa dengan Computed Tomography (CT) scan atau
Magnetic Resonance Imaging (MRI) otak untuk membedakan stroke iskemik dengan
stroke hemoragik karena terapi yang diberikan akan berbeda dan terapi trombolitik
(fibrinolitik) harus dihindari sampai diketahui tidak terjadi stroke hemoragik
(dengan kata lain, sampai diketahui bukan merupakan suatu stroke hemoragik).
CT scan merupakan uji diagnosis penting untuk pasien dengan stroke akut.
Untuk pasien dengan stroke iskemik, evaluasi harus dilakukan untuk menentukan

12

terapi reperfusi yang tepat. Pada stroke hemoragik, suatu evaluasi bedah harus
dilakukan untuk menilai kebutuhan dilakukannya klem aneurisma atau prosedur lain
untuk mengontrol perdarahan dan mencegah perdarahan ulang dan komplikasi lain.

TERAPI STROKE ISKEMIK AKUT

Stroke akut dianggap sebagai suatu keadaan darurat medis akut. Identifikasi
waktu dan kapan onset stroke merupakan hal penting dalam menentukan terapi. Waktu
terakhir pasien tanpa gejala digunakan sebagai onset waktu stroke. Karena pasien
biasanya tidak mengalami nyeri, menentukan onset waktu menjadi sulit. Selain itu, hal
penting lainnya adalah mencatat faktor risiko dan kondisi fungsional pasien sebelumnya
untuk menilai disabilitas yang terjadi saat ini karena stroke.
Gambar 8-4 Menunjukkan algoritma tatalaksana awal pasien stroke akut.

13

Gambar 8-4. Alogaritma terapi stroke akut. BP, tekanan darah; CEA,
carotid endarterectomy; CT, computed tomography; DVT, deep vein
thrombosis; IA, intra-arterial; ICA, internal carotid artery; ICH, intracerebral
hemorrhage; IV, intravenous; MRI, magnetic resonance imaging; NINDS,
National Institute of Neurological Disorders and Stroke; NS, normal saline;
SAH, subarachnoid hemorrhage; t-PA, tissue plasminogen activator.

a. Terapi Pendukung
Komplikasi akut dari stroke meliputi, edema serebral, peningkatan tekanan
intrakranial, kejang, dan konversi hemoragik. Pada kondisi akut, beberapa intervensi
suportif dan terapi untuk mencegah komplikasi akut harus dilakukan.
Oksigenasi jaringan harus dijaga secara teratur. Mengukur saturasi oksigen
menggunakan oksimetri nadi dan memberikan oksigen pada pasien bila dibutuhkan.
Saturasi oksigen harus dijaga pada 95% atau lebih. Keadaan volume cairan dan
elektrolit harus dikoreksi. Bila dibutuhkan, gula darah juga dikoreksi, baik
hiperglikemia atau hipoglikemia karena mungkin dapat memperparah iskemia otak.
Saat terjadi hipoglikemia, berikan bolus 50 % dektrosa dengan segera.
Keadaan kadar gula darah yang meningkat tajam harus diturunkan secara hatihati menjadi di bawah 300 mg/dL (16,7 mmol/L) menggunakan insulin subkutan.
Bila pasien demam, berikan asetaminofen, karena demam berhubungan dengan
iskemia otak dan meningkatkan morbiditas dan mortalitas setelah stroke. Dapat juga
dengan menggunakan alat pendingin. Heparin intravena (IV) dan subkutan akan
menurunkan secara signifikan risiko terjadinya thrombosis vena dalam (DVT) post
stroke.
Heparin 5000 unit diberikan secara subkutan setiap 12 jam sebagai profilaksis
DVT pada pasien yang tidak mendapatkan alteplase intravena. Pada pasien yang
mendapatkan IV alteplase, pemberian heparin subkutan harus ditunda selama 24 jam
untuk menghindari komplikasi perdarahan. Dalam kondisi stroke iskemia akut,
banyak pasien akan mengalami peningkatan tekanan darah dalam 24-48 jam
pertama. Tekanan darah harus dioptimalkan, namun, hipertensi jangan segera
diterapi pada pasien stroke akut, kemungkinan akan membuat infark semakin besar.

14

Perhatian dalam penggunaan obat antihipertensi mungkin dibutuhkan pada


pasien yang menerima terapi trombolitik, termasuk pasien dengan peningkatan
tekanan darah secara tajam (BP sistolik lebih dari 220 mmHg atau BP diastolik lebih
dari 120 mmHg), dan pasien dengan gangguan medis lainyang membutuhkan
penurunan BP dengan segera. Tabel 8-4 dan 8-5 menunjukkan rekomendasi
tatalaksana tekanan darah yang boleh dan tidak boleh diberikan bersama alteplase.
Pada pasien yang tidak boleh diterapi bersama dengan alteplase, tujuan
penurunan tekanan darah adalah sekitar 10- 15%. Hindari penggunaan penyekat
kanal kalsium sublingual, karena mereka dapat menurunkan BP dengan sangat
cepat. Tekanan darah harus diperiksa tiga kali dengan masing-masing diberi jarak 5
menit.
Tabel 8-4. Tekanan darah Rekomendasi Iskemik Stroke (Tidak
Memenuhi Syarat untuk Alteplase)
BP sistolik kurang dari 220 mmHg atau Diamati kecuali telah mengenai organ
BP diastolik kurang dari 120 mmHg

perifer

BP sistolik lebih dari 220 mmHg atau Labetalol 10-20 mg IV selama 1-2
BP diastolik 121-140 mmHg

menit

(boleh

gandakan

diulang

setiap

10

atau

dilipat

menit)

Infus

Nikardipin 3-5 mg/jam dititrasi sesuai


respon
BP Diastolic lebih besar dari 140 Nitroprusida 0,25-0,3 mcg / kg / menit
mmHg

dititrasi sesuai respon

BP, tekanan darah; IV, intravena

Tabel 8-5. Rekomendasi Stroke Iskemik (Layak untuk Alteplase)


Sebelum pengobatan, dari BP sistolik Labelatol 10-20 mg IV selama 1-2
lebih besar dari 185 mmHg atau BP menit (boleh diulang atau dilipat
diastolik lebih besar dari yang 110 gandakan setiap 10 menit)
mmHg
Selama dan setelah terapi, bila BP Nitroprusside 0,25-0,3 mcg/kg/menit

15

diastolik lebih dari 140 mmHg

dititrasi sesuai respon

Bila BP sistolik lebih dari 230 mmHg Labelatol atau infus Nikardipin 3-5
atau BP diastolik 121-140 mmHg

mg/jam dititrasi sesuai respon

Bila BP sistolik 180-230 mmHg atau Labetalol 10-20 mg IV selama 1-2


BP diastolik 105-120 mmHg

menit

(boleh

diulang

atau

dilipat

gandakan setiap 10 menit)


BP, tekanan darah; IV, intravena

b. Terapi Nonfarmakologi
Carotid Endarterectomy and Middle Cerebral Artery Embolectomy
Masih belum diketahui apakah endarterektomi karotis bermanfaat bila dilakukan
segera setelah stroke, yang berarti dalam 24 jam setelah gejala dimulai. Pasien
dengan defisit neurologis ringan sampai sedang, crescendo TIA atau stroke-inevolution secara aman dapat dilakukan dalam beberapa jam pertama setelah onset
gejala. Pasien dengan defisit neurologis yang lebih berat hanya boleh
dipertimbangkan untuk endarterektomi karotis saat prosedur tersebut dapat
dilakukan dalam beberapa jam pertama setelah onset gejala. Tidak diindikasikan
bagi pasien dengan defisit permanen dari stroke komplit derajat sedang sampai
berat.
Embolektomi arteri serebral masih kontroversi sebagai terapi dari stroke akut.
Pasien yang mendapat manfaat dari prosedur ini adalah pasien yang memiliki
sirkulasi kolateral yang baik dan dapat dioperasi dalam beberapa jam pertama
setelah onset gejala. Karena kurangnya efikasi bukti dari setiap prosedur ini saat
dilakukan secara darurat pada stroke iskemik akut, mereka tidak direkomendasikan
dilakukan secara rutin kecuali dalam suatu lingkup penelitian.

c. Terapi Trombolitik
Terapi Trombolitik Sistemik
1. Alteplase
Alteplase (rt-PA; aktivase) adalah suatu trombolitik IV (fibrinolitik)
yang disetujui sebagai terapi stroke akut pada tahun 1996 berdasarkan hasil

16

Percobaan Institusi Nasional Gangguan Neurologi dan Stroke (NINDS) rt-PA


Stroke. Panduan Asosiasi Stroke Amerika saat ini memasukkan alteplase
sebagai satu-satunya terapi akut yang disetujui oleh Badan Makanan dan
Obatobatan (FDA) untuk stroke iskemik dan meningkatkan diagnosis dini dan
terapi yang sesuai dengan pasien. Berdasarkan beberapa skala penilaian, pasien
yang diterapi dengan alteplase sebanyak 30% memiliki disabilitas yang minimal
atau tidak ada sama sekali dalam 3 bulan dibandingkan dengan pasien yang
diberikan placebo.
Terapi alteplase menghasilkan suatu peningkatan absolut 11-13% pada
pasien dengan hasil yang memuaskan dalam 3 bulan dan manfaat yang terlihat
jelas yang berkaitan dengan usia pasien, sub-tipe stroke, keparahan stroke, atau
penggunaan aspirin. Perdarahan intraserebral dalam 36 jam setelah onset stroke
terjadi pada 6,4% pasien yang mendapatkan alteplase berbanding dengan 0,6%
pasien yang mendapatkan placebo (p kurang dari 0,001). Tidak ada perbedaan
bermakna pada mortalitas antara kedua kelompok dalam 3 bulan.
Secara hati-hati pada pasien tertentu, alteplase efektif dalam membatasi
ukuran infark dan melindungi jaringan otak dari iskemia dan kematian sel
dengan memulihkan aliran darah. Terapi harus diberikan dalam 3 jam dari
onset gejala dan tidak akan memberikan manfaat bila diberikan setelah periode
waktu tersebut. Dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) direkomendasikan; 10%
pertama diberikan secara IV bolus dan sisanya diinfus dalam waktu 1 jam.
Tabel 8-6 Menjelaskan kriteria inklusi dan eksklusi untuk pemberian
alteplase pada stroke iskemik akut.
Kriteria Inklusi

18 tahun atau lebih tua

Diagnosis klinis stroke iskemik menyebabkan terukurdefisit neurologis

Waktu onset gejala mapan untuk menjadi kurang dari180 menit sebelum pengobatan
akan dimulai

Kriteria Eksklusi

Bukti perdarahan intrakranial pada CT scan otak sebelum perawatan

17

Gejala stroke yang kecil atau berkembang cepat

Presentasi klinis sugestif dari perdarahan subarachnoid bahkan dengan normal CT

Perdarahan internal Aktif

Disebut perdarahan diatesis, termasuk namun tidak terbatas pada (1) platelet
menghitung kurang dari 100 103 / mm3 (100 109 / L) (2) heparin dalam 48 jam
dengan aPTT tinggi atau (3) antikoagulan saatmenggunakan (misalnya, warfarin)
atau penggunaan baru dengan PT ditinggikan (lebih besar dari15 detik) atau INR
(lebih besar dari 1,7)

Operasi intrakranial, trauma kepala yang serius, atau stroke sebelumnya dalam
waktu 3 bulan

Diduga diseksi aorta berhubungan dengan stroke

Diduga endokarditis bakteri subakut atau vaskulitis

Sejarah perdarahan saluran cerna atau urin dalam 21 hari

Operasi utama atau trauma yang serius dalam waktu 14 hari

Pungsi arteri di tempat non-kompresibel

Pungsi lumbal dalam waktu 7 hari

Sejarah perdarahan intracranial

Disebut malformasi arteri atau aneurisma

Disaksikan kejang pada saat yang sama sebagai onset stroke


gejala terjadi

Infark miokard akut terbaru

SBP lebih besar dari 185 mm Hg atau DBP lebih besar dari 110 mm Hg saat
pengobatan, atau pasien membutuhkan perawatan agresif untuk mengurangi tekanan
darah.

Penelitian sesuai protokol percobaan NINDS mendukung alteplase untuk


digunakan pada stroke iskemik akut dan telah menunjukkan tingkat yang sama
dalam hal respons dan terjadinya perdarahan intraserebral. Penelitian yang
berbeda dari protokol ini dan pemberian alteplase di atas 3 jam gagal
menunjukkan manfaat terapi. Saat percobaan klinis, penelitian menunjukkan

18

hasil bahwa semakin cepat alteplase diberikan setelah stroke akut, maka semakin
besar manfaat yang nampak dalam hasil neurologis. Panduan saat ini
merekomendasikan larangan penggunaan alteplase di atas 3 jam setelah onset
stroke, karena di atas waktu tersebut risiko lebih besar daripada manfaat.
Obat antiplatelet, antikoagulan, dan prosedur invasif, seperti pemasangan
jalur sentral atau pemasangan pipa nasogastrik harus dihindari dalam 24 jam
setelah infus alteplase untuk mencegah komplikasi perdarahan. Katerisasi
kandung kemih juga harus dihindari dalam 30 menit setelah infus.
Efikasi diukur dengan eliminasi dari defisit neurologis yang terjadi dan
peningkatan jangka panjang kondisi neurologis dan fungsi berdasarkan
pemeriksaan neurologi dan pemeriksaan lain. Pemeriksaan neurologi harus
diselesaikan dalam 15 menit selama infus alteplase, setiap 30 menit dalam 6 jam
pertama setelah infus, dan kemudian setiap 4 jam sampai dengan 24 jam setelah
pemberian alteplase. Pada percobaan NINDS, fungsi neurologis diukur selama
24 jam setelah pemberian alteplase menggunakan Skala Institusi Nasional
Kesehatan Stroke (NIHSS). Skala ini berisikan defisit neurologis pada pasien
yang menderita stroke dan mudah dilakukan. Dalam 3 bulan, empat hasil akhir
pengukuran digunakan, termasuk Indeks Barthel, skala Rankin modifikasi, skala
hasil Glasgow, dan NIHSS. Indeks Barthel adalah suatu ukuran kemampuan
untuk melakukan aktivitas sehari-hari, skala Rankin modifikasi adalah suatu
penyederhanaan dari seluruh penilaian fungsional dan skala hasil Glasgow
adalah suatu penilaian fungsi global.
Efek samping utama dari terapi trombolitik adalah perdarahan, termasuk
perdarahan intraserebral dan perdarahan sistemik serius. Perubahan kondisi
mental dan nyeri kepala hebat mungkin mengindikasikan perdarahan
intraserebral. Tanda dari perdarahan termasuk, mudah memar, hematemesis,
tinja guaiac positif, BAB hitam, terjadinya hematoma, hematuria, gusi berdarah,
dan hidung berdarah.
2. Streptokinase
Streptokinase tidak diindikasikan untuk digunakan dalam terapi stroke iskemik
akut. Tiga percobaan acak skala besar mengevaluasi streptokinase yang dihentikan

19

secara dini karena insiden dari perdarahan yang tinggi pada pasien yang diterapi
dengan streptokinase. Pada saat ini, tidak ada indikasi untuk menggunakan
streptokinase atau trombolitik selain dari altepase untuk terapi stroke iskemik akut.
3. Trombolitik Intra Arteri
Trombolitik intra arteri mungkin meningkatkan hasil pada pasien tertentu
dengan stroke iskemik akut karena oklusi pembuluh darah besar. Pada percobaan
Prolyse pada Tromboemboli Serebral Akut II (PROACT II) pasien diberikan 9 mg
prourokinase (r-pro UK) ditambah heparin atau heparin saja dalam 6 jam dari onset
gejala. Pada pasien yang mendapatkan prourokinase ditambah heparin, sebanyak
40% mengalami disabilitas ringan atau tidak ada. Tidak ada perbedaan mortalitas
yang ditemukan di antara kelompok-kelompok tersebut, walaupun kejadian
perdarahan saja. Diketahui sebagian obat yang digunakan dalam percobaan ini tidak
mendapat persetujuan FDA dan saat ini tidak tersedia untuk penggunaan klinis.
Trombolitik intra arteri biasanya dihindari, kecuali pada pusat stroke utama yang
memiliki pengalaman lebih banyak untuk pemberian dengan jalur ini. Alteplase
adalah satu-satunya produk yang tersedia saat ini, oleh karena itu, bila obat
trombolitik intra arteri diberikan, alteplase harus digunakan. Karena keterbatasan
trombolisis intra arteri, panduan saat ini merekomendasikan terapi dengan alteplase
IV pada pasien yang sesuai dan tidak boleh ditunda dengan menunggu trombolitik
intra arteri.

d. Heparin
Heparin intravena telah digunakan secara umum untuk terapi stroke akut,
namun, tidak ada percobaan yang secara pasti dilakukan untuk mengetahui efikasi
dan

keamanannya.

Panduan

terapi

stroke

iskemik

akut

saat

ini

tidak

merekomendasikan secara rutin, antikoagulasi segera dengan heparin atau heparin


berat molekul rendah (LMWH) karena kurangnya bukti manfaat peningkatan fungsi
neurologis dan risiko perdarahan intrakranial.
Heparin mungkin mencegah stroke rekuren dini pada pasien dengan
atherotrombosis pembuluh darah besar atau pasien yang memiliki risiko tinggi
stroke berulang (seperti, stroke kardioemboli), namun, butuh penelitian yang lebih

20

lanjut. Komplikasi utama dari heparin, termasuk perubahan stroke iskemik menjadi
stroke hemoragik, perdarahan, dan trombositopenia.
Terjadinya nyeri kepala hebat dan perubahan kondisi mental mungkin
mengindikasikan perdarahan intraserebral. Tanda dari perdarahan termasuk, mudah
memar, hematemesis, tinja guaiac positif, BAB hitam, terjadinya hematoma,
hematuria, gusi berdarah, hidung berdarah. Hitung hemoglobin, hematokrit, dan
platelet harus intrakranial lebih besar pada kelompok r-pro UK ditambah heparin
dibandingkan dengan heparin dilakukan setidaknya setiap 3 hari untuk mendeteksi
perdarahan dan trombositopenia.

Heparin Berat Molekul Rendah dan Herapinoid


Heparin berat molekul rendah dan heparinoid tidak direkomendasikan untuk
terapi stroke iskemik akut. Sebuah meta analisis dilakukan menggunakan data dari
10 percobaan kontrol acak. Penurunan non-signifikan pada gabungan kematian dan
disabilitas dan peningkatan non-signifikan pada kasus keparahan dan perdarahan
terlihat. Penurunan kejadian tromboemboli vena diamati pada pasien stroke akut,
namun, juga terdapat peningkatan perdarahan ekstrakranial.
4. Aspirin
Aspirin pada stroke iskemik akut telah diteliti dalam dua percobaan acak
skala besar, Percobaan Internasional Stroke dan Percobaan Stroke Akut Cina.
Pasien yang mendapatkan aspirin dalam 24-48 jam dari onset gejala stroke akut
lebih jarang mengalami stroke rekuren dini, kematian dan disabilitas. 8. Terapi
aspirin dini direkomendasikan pada sebagian besar pasien dengan stroke
iskemik akut dalam 24-48 jam setelah onset stroke dan harus dilanjutkan
setidaknya 2 minggu. Pemberian obat antikoagulan dan antiplatelet harus
ditunda selama 24 jam pada pasien yang mendapatkan alteplase.
5. Ancrod
Ancrod adalah suatu obat yang diteliti yang bekerja menurunkan kadar
fibrinogen plasma. Ia mungkin bermanfaat pada pasien dengan stroke iskemik
akut bila diberikan dalam 3 jam dari onset gejala. Pada penelitian acak,
kelompok paralel, buta ganda, placebo-kontrol, suatu peningkatan status

21

fungsional diamati pada pasien yang mendapatkan ancrod (42,2%) dibandingkan


dengan pasien yang mendapatkan placebo (34,4%, p=0,04). Tidak ada
perbedaan mortalitas yang nampak di antara kedua kelompok, namun, terdapat
peningkatan non-signifikan pada perdarahan intrakranial simptomatis pada
kelompok ancrod (5,2% berbanding 2,0%; p = 0,06).
Pasien yang mendapatkan ancrod atau placebo dengan infus 72 jam secara
kontinu, diikuti 1 jam infus pada jam ke-96 dan 120. Dibandingkan dengan hasil
percobaan ini, percobaan sebelumnya menunjukkan peningkatan hasil, walaupun
sejumlah pasien yang diteliti berjumlah sedikit dan 6 jam window terapi yang
digunakan. Berdasarkan percobaan klinis, ancrod tampak memberikan manfaat.
Namun, ia tidak direkomendasikan untuk penggunaan klinis karena efikasi dan
keamanannya masih belum diketahui secara pasti.

PENCEGAHAN STROKE ISKEMIK AKUT

PENCEGAHAN PRIMER
1. Aspirin
Percobaan acak telah menghasilkan fungsi terapi antiplatelet dengan aspirin
untuk pencegahan stroke primer. Dalam penggunaan aspirin pada pasien yang tidak
memiliki riwayat stroke iskemik atau penyakit jantung mengurangi kejadian infark
miokard (MI)

tapi tidak pada stroke. Sebuah analisa dari delapan percobaan

menemukan bahwa risiko stroke sedikit meningkat dengan penggunaan aspirin,


terutama stroke hemoragik. Resiko pendarahan besar juga meningkat pada
penggunaan aspirin. Aspirin berfungsi dalam pencegahan infark miokard (MI), tapi
tidak untuk pencegahan stroke primer.
2. Statin
Hiperlipidemia belum jelas ditetapkan sebagai faktor risiko untuk stroke,
meskipun begitu hiperlipidemia merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan statin dapat mengurangi
kejadian stroke pertama pada pasien yang berisiko tinggi (misalnya, hipertensi,
penyakit jantung koroner, atau diabetes) termasuk pasien dengan lipid yang normal

22

levels. Sebuah analisa baru menunjukkan risiko 25% pengurangan untuk stroke fatal
dan tidak fatal dengan penggunaan statin. Pasien dengan riwayat MI, tingkat lipid
yang tinggi, diabetes, dan faktor risiko lain mungkin berfungsi pada pengobatan
dengan mengurangi lipid, namun bahkan pasien dengan kadar lipid normal dapat
bermanfaat dalam pengobatan.
3. Manajemen Menurunkan Tekanan Darah
Tekanan darah pada pasien yang hipertensi telah terbukti mengurangi risiko
relatif stroke, baik iskemik dan hemoragik, dengan 35% sampai 45% . Juga, semakin
tekanan darah menurun, semakin besar pencegahan penyakit stroke. Semua pasien
harus dipantau dan dikontrol tekanan darahnya dengan tepat berdasarkan pedoman
saat ini. Bagaimanapun , tidak ada satu agen pun yang jelas terbukti lebih efektif
dari yang lain untuk pencegah stroke.

PENCEGAHAN SEKUNDER
1. Terapi Nonfarmakologi
Endarterektomi Karotis
Manfaat dari endarterektomi karotis untuk mencegah stroke rekuren telah
dipelajari pada percobaan sebelumnya. Sebuah meta analisis terbaru telah
menyelesaikan gabungan dari percobaan klinis untuk mengevaluasi 6.092 pasien.
Endarterektomi karotis terbukti bermanfaat dalam mencegah stroke ipsilateral pada
pasien dengan stenosis arteri karotis. simptomatis sebesar 70% atau lebih dan
direkomendasikan pada pasien-pasien tersebut.
Pada pasien dengan stenosis simptomatis sebesar 50-69%, menunjukkan
penurunan yang cukup tinggi pada risko yang terlihat dalam percobaan klinis. Pada
semua pasien dengan stenosis sebesar 50-69% dan pada suatu stroke terakhir,
endarterektomi karotis patut dilakukan. Pada pasien lain, faktor risiko pembedahan
dan keahlian bedah harus dipertimbangkan untuk dilakukan operasi. Pasien harus,
atau setidaknya, memiliki harapan hidup 5 tahun dan risiko pembedahan dari stroke
dan/ atau kematian harus kurang dari 6%. Endarterektomi karotis tidak bermanfaat
untuk stenosis karotis kurang dari 50% dan tidak disarankan untuk pasien tersebut.

23

Terdapat data yang menunjukkan bahwa pasien dengan stenosis arteri


asimptomatis sebesar 60% atau lebih, mendapatkan manfaat dari endarterektomi bila
dilakukan oleh ahli bedah yang handal dengan tingkat komplikasi yang rendah
(kurang dari 3%). Saat ini, masih terdapat pertimbangan kontroversi apakah
informasi ini dapat diterapkan untuk praktek klinis. Sebuah tinjauan terbaru
merekomendasikan endarterektomi karotis pada pasien dengan stenosis arteri karotis
sebesar 60- 99% yang berusia antara 40-75 tahun bila terdapat angka harapan hidup
5 tahun dan risiko operatif kecil.

Angioplasti Karotis
Angioplasti karotis dengan atau tanpa stenting terbatas pada pasien yang sulit
diterapi dengan terapi medis dan tidak masuk dalam kriteria pembedahan.
Percobaan klinis yang sedang dilakukan menunjukkan peran dari angioplasti karotis
baik pada pasien simptomatis dan asimptomatis.
2. Terapi Farmakologis
Aspirin
Analisa terbaru yang melibatkan 144.051 pasien dengan riwayat MI, MI akut,
riwayat TIA atau stroke, dan stroke akut, dan risiko tinggi lain, didapatkan hasil
bahwa aspirin menurunkan risiko stroke rekuren sekitar 25%. 9. Aspirin terkadang
dipertimbangkan sebagai obat lini pertama pencegahan sekunder stroke iskemik
dan mengurangi risiko rangkaian stroke sekitar 25% pada pria dan wanita dengan
serangan iskemik sementara atau stroke sebelumnya. Sebuah rentang dosis yang
digunakan mulai dari 30 sampai 1500 mg per hari, namun, sediaan aspirin 325 mg
secara oral per hari merupakan dosis yang paling banyak digunakan dan regimen
yang direkomendasikan. FDA menyetujui dosis 50-325 mg untuk pencegahan stroke
iskemik sekunder. Pada pasien yang gagal dengan terapi aspirin, peningkatan dosis
harian aspirin atau mengganti menjadi clopidogrel atau gabungan dari dipiridamole
lepas lambat ditambah aspirin menjadi terapi pilihan lain. Clopidogrel menjadi
alternatif bila aspirin tidak dapat ditoleransi dan mungkin dapat dipertimbangkan
sebagai terapi lini pertama pada pasien dengan penyakit arteri perifer. Efek samping

24

dari aspirin meliputi, intoleransi saluran cerna, perdarahan saluran cerna, dan reaksi
hipersensitivitas.

Warfarin
Warfarin belum memadai dipelajari pada stroke non-kardioembolik, tetapi
sering dianjurkan pada pasien setelah agen gagal antiplatelet. Satu penelitian
retrospektif kecil menunjukkan bahwa warfarin lebih baik dari aspirin. Uji klinis
lebih baru belum menemukan antikoagulan oral pada pasien tanpa fibrilasi atrium
atau carotid stenosis lebih baik dari antiplatelet dari terapi APY. Sebagian pasien
tanpa fibrilasi atrium, terapi antiplatelet dianjurkan lebih dari warfarin. Pasien
dengan fibrilasi atrium, antikoagulan jangka panjang dengan warfarin dianjurkan
dan efektif baik pencegahan primer dan sekunder stroke. Tujuan International
Normalized Ratio (INR) untuk indikasi ini adalah 2 sampai 3.

Ticlopidine
Ticlopidine sedikit lebih menguntungkan untuk pencegahan stroke primer
dibandingkan aspirin pada pria dan wanita. Dosis yang biasa direkomendasikan
adalah 250 mg secara oral dua kali sehari. Ticlopidine mahal dan efek sampingnya
meliputi, supresi sumsum tulang, kemerahan, diare, dan peningkatan kadar
kolesterol. Neutropenia terjadi pada sekitar 2% pasien. Trombotik Trombositopeni
Purpura (TTP) terjadi pada 1 dari setiap 2000-4000 pasien yang diterapi dengan
ticlopidine. Karena alasan tersebut, pemantauan hitung sel darah lengkap (CBC)
dibutuhkan setiap 2 minggu pada 3 bulan pertama terapi. Ticlopidine merupakan
suatu alternatif untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi atau gagal dengan terapi
aspirin, namun, karena biaya pemantauan laboratorium yang mahal dan efek
samping yang terjadi, banyak dokter memilih obat lain sebagai alternatif seperti
clopidogrel atau aspirin/ dipiridamole lepas lambat.

Clopidogrel
Clopidogrel sedikit lebih efektif dibandingkan dengan aspirin dengan penurunan
risiko relatif sebesar 7,3% lebih dari yang ditunjukkan oleh aspirin. Dosis yang

25

biasa digunakan adalah 75 mg oral sebagai dosis harian. Clopidogrel menurunkan


secara signifikan insiden dari diare dan neutropeni dibandingkan dengan ticlopidine,
dan pemantauan laboratorium tidak diperlukan. Terdapat 11 laporan kasus TTP
yang terjadi secara sekunder karena clopidogrel, dengan sebagian besar terjadi
dalam dua minggu pertama terapi. Saat ini, clopidogrel lebih dipilih dibandingkan
ticlopidine, namun, dokter harus hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya TTP.
Clopidogrel mungkin lebih dipilih sebagai terapi tunggal, pada percobaan
MATCH, terapi gabungan aspirin dosis rendah ditambah clopidogrel dibandingkan
dengan clopidogrel saja tidak menunjukkan manfaat yang signifikan. Percobaan ini
menunjukkan bahwa dengan pemberian aspirin meningkatkan risiko perdarahan
besar. Namun, tidak ada perbedaan risiko perdarahan di antara aspirin dan
clopidogrel sebagai terapi tunggal, dan biaya dari clopidogrel jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan biaya aspirin.

Dipyridamole Extended-Release (ER) ditambah Aspirin Immediate-Release (IR)


Kombinasi terapi dipyridamole dengan aspirin lebih efektif daripada
penggunaan pengobatan tunggal pada Eropa Stroke Prevention Study 2 (ESPS2).
Dalam studi ini, pasien menerima plasebo, aspirin 25 mg 2x sehari, ER
dipyridamole 200 mg 2x sehari, atau kombinasi dari kedua obat. Tiap obat tersebut
dapat mengurangi risiko 18,1% pada aspirin dan 16,3%, pada dipyridamole,
sedangkan kombinasi obat akan menghasilkan pengurangan 37% risiko reduksi.
Sakit kepala dan diare adalah efek samping yang umum dari dipyridamole,
sedangkan perdarahan lebih umum terjadi pada aspirin. Ini adalah studi pertama
yang menunjukkan bahwa terapi kombinasi antiplatelet memiliki efek aditif.
Formulasi saat ini tersedia adalah produk kombinasi yang mengandung 25 mg
aspirin dan 200 mg dipyridamole. Obat ini bukan pilihan bagi pasien yang tidak
toleran terhadap aspirin. Namun, mungkin berguna pada pasien yang telah gagal
menggunakan terapi clopidogrel atau aspirin monoterapi. Percobaan lebih lanjut
sedang dilakukan untuk membandingkan kombinasi ini untuk setiap komponen
individu pada dosis penuh. Uji coba membandingkan kombinasi ini untuk agen
antiplatelet lainnya juga diperlukan.

26

Rekomendasi
Menurut pedoman CHEST terbaru terus merekomendasikan terapi aspirin untuk
pencegahan stroke sekunder. Pada pedoman ini juga membuat rekomendasi bahwa
sedikit manfaat dalam pengurangan risiko stroke iskemik dengan clopidogrel dan
kombinasi aspirin / dipyridamole, agen ini mungkin lebih disukai jika biaya yang
menjadi faktor.

Manajemen Tekanan darah


Hipertensi merupakan faktor risiko penting untuk stroke. Namun, sudah jelas
jika menurunkan tekanan darah dapat mengurangi mengurangi kejadian sekunder
stroke iskemik. Dalam sidang PROGRESS, menunjukkan bahwa penurunan tekanan
darah menggunakan Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I) perindopril
akan menghasilkan pengurangan 28% pada stroke berulang dibandingkan dengan
plasebo. Dengan penambahan indapamide diuretik untuk perindopril, 43%
kambuhan stroke terlihat. Penurunan kejadian stroke ini terjadi bahkan pada pasien
yang tidak hipertensi. Pada pasien dengan riwayat stroke atau TIA, Bersama Komite
Nasional tentang Pencegahan, Deteksi, Evaluasi, dan Penanganan Tekanan Darah
Tinggi (JNC 7) merekomendasikan diuretik dan ACE-I.
Tabel 8-7 menyediakan obat dan dosis rekomendasi untuk pengobatan
stroke iskemik.

27

Agen primer
Pengobatan akut

Alternatif

t-PA 0,9 mg / kg IV t-PA (berbagai dosis) intra(maksimal 90 mg) lebih arterially hingga 6 jam
dari 1 jam pada pasien yang setelah onset pada pasien
dipilih dalam waktu 3 jam yang dipilih
dari onset
Aspirin 160-325 mg sehari
dimulai dalam waktu 48
jam dari onset

Pencegahan sekunder

Aspirin 50-325 mg sehari

Tiklopidin 250 mg dua kali

Clopidogrel 75 mg sehari - setiap hari


Aspirin 25 mg + rilis
diperpanjang dipyridamole
200 mg dua kali sehari

Semua kardioembolik

Warfarin (INR 2-3) ACE-I Indapamide


+

diuretik

atau

1,25-5

mg

ARB; sehari; terapi statin

menurunkan tekanan darah:


perindopril 2-8 mg sehari

PENGOBATAN HEMORRHAGIC STROKE AKUT

a. Tindakan Pendukung
Stroke hemorrhagic merupakan stroke yang akut dalam medis. Pada awalnya ,
pasien mengalami hemorrhagic stroke harus diangkut ke unit perawatan
neuroitensive. Tidak ada bukti pengobatan untuk perdarahan intracerebral.
Manajemen perawatan berdasarkan pengobatan neurointensive dan pencegahan dari

28

komplikasi yang terjadi. Pengobatan harus diberikan pada keadaan kritis pasien
termasuk sakit tekanan intrakranial yang meningkat, kejang, infeksi, dan
pencegahan dan perdarahan ulang serebral iskemi yang tertunda. Pada kalangan
yang memiliki tekanan darah parah, dan ventilasi mekanis cepat, mungkin perlu
intubasi endotrakeal. Setelah tekanan darah tinggi pada stroke hemorrhagic dan
sesuai manajemen, penting untuk mencegah perdarahan hematoma. Dan
pertambahan tekanan darah dapat dikendalikan dengan IV bolus dari labetalol 10
sampai 80 mg setiap 10 menit maksimum 300 mg atau dengan IV labetalol infus
dari ( 0,5 untuk 2 mg / menit ) atau nicardipine ( 5 hingga 15 mg / jam ). Trombosis
profilaksis dengan memberikan kompresi intermiten harus dilaksanakan awal. Pada
pasien dengan SAH, setelah aneurisma telah diobati, heparin mungkin dianjurkan.
b. Terapi Nonfarmakologi
Pasien

dengan

stroke

hemoragik

dievaluasi

untuk

perawatan

bedah

dari SAH dan ICH. SAH merupakan salah satu hasil dari aneurisme emboli
kumparan atau disarankan 72 jam setelah kejadian pertama untuk mencegah
pendarahan ulang. Kumparan emboli melingkar disebut juga minimal invasif
prosedur di mana sebuah kumparan platinum yang anaurisme yang berulir ke dalam.
Kumparan yang fleksibel mengisi ruang untuk memblokir aliran darah ke aneurisme
dengan demikian mencegah perdarahan ulang. Operasi pengangkatan darah pada
pasien rawat inap dengan ICH, merupakan salah satu uji coba yang tidak
mendatangkan manfaat dibandingkan dengan mereka diperlakukan sesuai dengan
pedoman saat ini.
c. Kalsium Antagonis
Nimodipin oral direkomendasikan dalam perdarahan subarachnoid untuk
mencegah iskemia serebral tertunda. iskemia terjadi 4-14 hari setelah pecahnya
aneurisma pada awal dan merupakan penyebab umum dari defisit neurologis dan
kematian. Sebuah analisis dari 12 studi dilakukan dan menyimpulkan bahwa
nimodipin oral 60 mg setiap 4 jam selama 21 hari berikutnya aneurisma SAH dapat
mengurangi risiko yang buruk dan menunda iskemia serebral.
d. Terapi Hemostatik

29

Rekombinan faktor VIIa telah terbukti mempunyai manfaat untuk pengobatan.


Rekombinan faktor mengaktifkan VII intracerebral pada perdarahan dan
dibandingkan tiga plasebo dosis yang berbeda. Dosisnya antara lain 40 , 80 , atau
160 mcg/kg plasebo atau diberikan IV infus atas 1-2 menit dalam 4 jam setelah
gejala awal. Pertumbuhan hematoma mengalami penurunan di 24 jam, mengalami
penurunan di 90 hari dan mengalami peningkatan secara total pada 90 hari. Kajian
yang lebih dilanjut berlangsung untuk mengevaluasi peran faktor rekombinan VIIa
untuk pengobatan.

HASIL EVALUASI

Hasil stroke diukur berdasarkan status neurologi. The National Institutes of Health
Stroke Scale ( NIHSS ) adalah mengukur dari fungsi sehari-hari dan digunakan
untuk menilai pasien status stroke berikutnya.

Awal rehabilitasi dapat mengurangi gangguan fungsional setelah mengalami stroke.


Beberapa petunjuk stroke rehabilitasi telah disahkan oleh American Heart
Association and the American. Pedoman tersebut menyarankan agar pasien
menerima dalam pengaturan multidisiplin atau unit stroke, menerima penilaian awal
menggunakan NIHSS , dan menyarankan agar rehabilitasi itu dimulai sesegera
mungkin setelah terjadi stroke. Rekomendasi lain termasuk penyaringan untuk
dysphagia dan stroke agresif sekunder untuk perawatan pencegahan.

Tabel 8-8 menyediakan monitoring untuk pasien stroke akut.

Pelayanan Pasien Dan Pemantauan


1. Menilai tanda dan gejala pasien sampai batas waktu terdapat gejala dan waktu setiba
di unit gawat darurat
2. Melakukan evaluasi neurologis secara menyeluruh untuk ujian fisik yang sangat
berpotensi menyebabkan stroke
3. Melakukan suatu CT scan untuk mengesampingkan sebuah stroke sebelum
mengelola setiap pengobatan hemorrhagic

30

4. Mengevaluasi thrombolytic dan kriteria pengecualian terapi untuk menentukan jika


hal ini sesuai bagi pasien.
5. Mentransfer

pasien

ke

pusat

stroke

bila

tersedia

dan

mengembangkan rencana untuk pengelolaan akut pasien.


6. Menentukan faktor resiko pasien bagi stroke.
7. Mengembangkan rencana untuk jangka panjang pengelolaan faktor resiko untuk
mencegah terjadinya stroke berulang.
8. Memberikan edukasi

pada pasien tentang perubahan gaya hidup yang sesuai

yang akan mengurangi risiko stroke


9. Memberikan edukasi pada pasien tentang rejimen obat-obatan dan menekankan
pentingnya kepatuhan.

Tabel 8-8. Pemantauan Pasien Stroke


Terapi Parameter

Frekuensi

Pengamatan

Pendapat

Stroke iskemik
t-PA

BP,

fungsi Setiap 15 menit x 1

neurologis,

jam, Setiap 0,5 jam

perdarahan

x 6 jam, Setiap 1
jam x 17 jam dan
setiap pergantian

Aspirin

Perdarahan

Setiap hari

Clopidogrel

Perdarahan

Setiap hari

ASA/

dipiridamol Nyeri

ER

perdarahan

Warfarin

Perdarahan,
Hb/Ht

kepala, Setiap hari

INR, INR setiap hari x 3


hari Setiap minggu
sampai

stabil,

kemudian

setiap

bulan
Stroke Hemoragik

31

BP,

fungsi Setiap 2 jam di ICU

neurologis, ICP

Mungkin
membutuhk
terapi

an
untuk

menurunkan

BP

kurang

180

dari

mmHg sistolik
Nimodipin

untuk BP,

SAH

fungsi Setiap 2 jam di ICU

neurologis, kondisi
cairan

ASA, aspirin; BP, tekanan darah; Hb, hemoglobin; Ht, hematokrit; ICP, tekanan
intrakranial; ICU, ruang perawatan intensif; INR, Rasio Normalisasi Internasional;
SAH, perdarahan subarachnoid; t-PA, aktivator plasminogen jaringan

SINGKATAN

ACE-I

: angiotensin-converting enzyme inhibitor

ADP

: adenosine diphosphate

aPTT

: activated partial thromboplastin time

ARB

: angiotensin receptor blocker

ASA

: aspirin

AVM

: arteriovenous malformation

BP

: blood pressure

BPH

: benign prostatic hypertrophy

CBC

: complete blood count

CEA

: carotid endarterectomy

CT

: computed tomography

CVD

: cerebrovascular disease

DBP

: diastolic blood pressure

DVT

: deep vein thrombosis

ER

: extended-release

ESPS2

: European Stroke Prevention Study 2

32

FDA

: Food and Drug Administration

Hb

: hemoglobin

Hct

: hematocrit

IA

: intra-arterial

ICA

: internal carotid artery

ICH

: intracerebral hemorrhage

ICP

: intracranial pressure

ICU

: intensive care unit

INR

: International Normalized Ratio

IR

: immediate-release

IV

: intravenous

JNC 7

: Joint National Committee on the


Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure

LMWH

: low-molecular-weight heparin

MI

: myocardial infarction

MRI

: magnetic resonance imaging

NIHSS

: National Institutes of Health Stroke Scale

NINDS

: National Institute of Neurological


Disorders and Stroke

NS

: normal saline

PROACT II

: Prolyse in Acute Cerebral Thromboembolism II

PT

: prothrombin time

rt-PA

: alteplase

r-proUK

: prourokinase

SAH

: subarachnoid hemorrhage

SBP

: systolic blood pressure

TIA

: transient ischemic attack

t-PA

: tissue plasminogen activator

TTP

: thrombotic thrombocytopenic purpura

33

DAFTAR PUSTAKA

Adams HP, Adams RJ, Brott T, et al. Guidelines for the early management of
patients with ischemic stroke: a scientific statement from the Stroke Council of the
American Stroke Association. Stroke 2003; 34: 10561083.
Albers GW, Amerenco P, Easton JD, et al. Antithrombotic and thrombolytic
therapy for ischemic stroke: the seventh ACCP conference on antithrombotic and
thrombolytic therapy. Chest 2004; 126(3 Suppl): 483S512S.
American Heart Association. Heart Disease and Stroke Statistics-2006 Update.
Dallas, TX: American Heart Association; 2006.
Antithrombotic Trialists Collaboration.

Collaborative meta-analysis

of

randomised trials of antiplatelet therapy for prevention of death, myocardial infarction,


and stroke in high risk patients. BMJ 2002; 324: 7186.
Broderick JP, Adams HP, Barsan W, et al. Guidelines for the management of
spontaneous intracerebral hemorrhage. A statement for healthcare professions from a
special writing group of the Stroke Council, American Heart Association. Stroke 1999;
30: 905915.
Chaturvedi A, Bruno A, Feasby T, et al. Carotid endarterectomy an evidence based review. Neurology 2005; 65: 794801.
Straus SE, Majumdar SR, McAlister FA. New evidence for stroke prevention:
scientific review. JAMA 2002; 288: 13881395.
Treib J, Grauer MT, Woessner R, Morganthaler M. Treatment of stroke on an
intensive stroke unit: a novel concept. Intensive Care Med 2000; 26: 15981611.

34

Anda mungkin juga menyukai