KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmadNya sehingga buku STROKE dapat diselesaikan dan diterbitkan.
Buku ini diharapkan dapat bermanfaat baik bagi tenaga kesehatan terutama
farmasi, kedokteran dan ilmu lain yang terkait.
Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam pembuatan dan percetakan buku ini.
Tim editor menyadari bahwa buku ini masih jauh dari kesempurnaan, karena
itu kami harapkan dari semua pihak untuk memberikan sumbangan kritik dan saran
kepada kami, sehingga akan diperoleh buku yang lebih sempurna.
Tim Editor
ii
DAFTAR ISI
ii
iii
iv
TUJUAN PEMBELAJARAN................................................................................................
EPIDEMIOLOGI ...................................................................................................................
KLASIFIKASI ........................................................................................................................
PATOFISIOLOGI ..................................................................................................................
10
11
12
13
22
28
30
SINGKATAN ..........................................................................................................................
32
34
iii
DAFTAR GAMBAR
13
iv
DAFTAR TABEL
15
15
17
27
30
STROKE
TUJUAN PEMBELAJARAN
KONSEP UTAMA
3. Stroke hemoragik merupakan akibat dari perdarahan di dalam otak dan tempat lain
di dalam sistem saraf pusat, termasuk perdarahan subarachnoik, perdarahan
intraserebral, dan subdural hematoma.
4. Terdapat dua klasifikasi utama dari kejadian iskemik serebral, yaitu serangan
iskemik sementara dan infrak serebral.
5. Tujuan utama dari terapi jangka panjang stoke hemoragik meliputi pencegahan
stroke rekuren dengan mengurangi dan memodifikasi faktor risiko.
6. Semua pasien harus diperiksa dengan Computed Tomography (CT) scan atau
Magnetic Resonance Imaging (MRI) otak untuk membedakan stroke iskemik
dengan stroke hemoragik karena terapi yang diberikan akan berbeda dan terapi
trombolitik (fibrinolitik) harus dihindari sampai diketahui tidak terjadi stroke
hemoragik.
7. Secara hati-hati pada pasien tertentu, alteplase efektif dalam membatasi ukuran
infark dan melindungi jaringan otak dari iskemia dan kematian sel dengan
memulihkan aliran darah. Terapi harus diberikan dalam 3 jam dari onset gejala dan
tidak akan memberikan manfaat bila diberikan setelah periode waktu tersebut.
8. Terapi aspirin dini direkomendasikan pada sebagian besar pasien dengan stroke
iskemik akut dalam 24-48 jam pertama setelah onset stroke dan harus dilanjutkan
setidaknya 2 minggu.
9. Aspirin terkadang dipertimbangkan sebagai obat lini pertama pencegahan sekunder
stroke iskemik dan mengurangi risiko rangkaian stroke sekitar 25% pada pria dan
wanita dengan serangan iskemik sementara atau stroke sebelumnya.
10. Tidak ada terapi pasti untuk stroke hemoragik. Penatalaksanaan dilakukan
berdasarkan terapi layanan neurointensif dan pencegahan komplikasi. Nimodipine
oral direkomendasikan pada perdarahan subarachnoid untuk mencegah iskemik
serebral.
EPIDEMIOLOGI
pada masyarakat barat, 80% penderita mengalami stroke iskemik dan 20%
mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke meningkat seiring pertambahan usia.
Stroke merupakan penyebab utama kematian nomor ketiga di Amerika Serikat
dan penyebab kedua pada angka kematian di seluruh dunia. Lebih dari 700.000
stroke terjadi di Amerika Serikat setiap tahun. Stroke dapat menjadi iskemik atau
hemoragik. Penelitian menunjukkan bahwa angka baru untuk pasien dengan
diagnosa stroke adalah 500.000 dari jumlah ini, sementara untuk pasien stroke yang
berulang yaitu 200.000 stroke yang tersisa setiap tahun. Stroke adalah penyebab
utama kecacatan jangka panjang pada orang dewasa, dengan 90% dari korban terjadi
cacatan berat terlihat pada 70% dari korban. The American Heart Association
memperkirakan bahwa ada 4,7 juta orang yang selamat dari stroke di Amerika
Serikat.
Dampak sosial dan beban ekonomi yang besar, dengan biaya lebih dari 557
milyar per tahun di Amerika Serikat. Kematian Stroke telah menurun karena terjadi
peningkatan setelah pengobatan dan pencegahan pada faktor risiko. Stroke
meningkat sesuai dengan
KLASIFIKASI
PATOFISIOLOGI
Gambar 8-1. Klasifikasi stroke. (Diambil dari Fagan SC, Hess DC,
Stroke, dalam: DiPiro JT, Talbert RL, Yee Talbert RL, Yee GC, et al, (eds.)
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, edisi ke-6. New York:
McGraw-Hill; 2005: 416.)
daerah otak, baik itu dikarenakan oleh pembentukan thrombus atau suatu emboli.
Kehilangan aliran darah otak menyebabkan kegagalan produksi energi pada sel otak
yang bersangkutan.
Kekurangan aliran darah ini menyebabkan hipoperfusi jaringan, hipoksia
jaringan, dan kematian sel. Endapan lemak pada pembuluh darah menyebabkan
turbulensi aliran darah dan menyebabkan cedera pada pembuluh darah, membuat
pembuluh darah terpapar kolagen. Cedera pembuluh darah ini menginisiasi proses
agregasi platelet karena subendotelium terpapar.
Platelet melepaskan Adenosine Dipospat (ADP) yang menyebabkan agregasi
platelet dan kekompakan dari plak platelet. Tromboxan A dilepaskan, berperan
dalam agregasi platelet dan vasokonstriksi. Cedera pembuluh darah juga
mengaktifkan koagulasi, yang menyebabkan produksi thrombin. Thrombin
mengubah fibrinogen menjadi fibrin, menyebabkan pembentukan bekuan karena
molekul fibrin, platelet, dan agregasi sel darah.
Saat serangan awal terjadi, serangan sekunder terjadi pada tingkat selular yang
berperan dalam kematian sel. Selain serangan awal spesifik tersebut, proses selular
yang mengikuti mungkin sama. Asam amino luar, seperti glutamate terakumulasi di
dalam sel, menyebabkan akumulasi kalsium intraselular. Inflamasi terjadi dan
oksigen radikal bebas terbentuk pada akhir dari jalur kematian sel. Sering kali, inti
dari iskemia yang berisi sel otak yang tidak dapat diselamatkan. Di sekeliling inti ini
terdapat suatu daerah yang disebut penumbra iskemik. Pada daerah ini, sel masih
bisa diselamatkan, namun, hal ini sangat sensitif dengan waktu karena tanpa
pemulihan perfusi yang adekuat, kematian sel berlanjut ke arah yang lebih besar di
otak. Proses ini akhirnya menyebabkan defisit neurologis. Tidak ada obat yang
terbukti efektif memberikan perlindungan saraf pada saat ini.
FAKTOR RISIKO
Pasifik. Ia juga meningkat pada pasien dengan riwayat stroke dalam keluarga.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi meliputi, sejumlah kondisi penyakit yang
dapat diterapi dan faktor pola hidup yang memiliki pengaruh besar terhadap risiko
stroke.
Hipertensi adalah salah satu
hemoragik. Pada ICH khususnya, hipertensi yang tidak terkontrol dianggap sebagai
penyebab dari perdarahanpada 60-70% pasien. Faktor risiko lain dari stroke
hemoragik meliputi, trauma, merokok, penggunaan kokain, konsumsi alkohol berat,
dan aneurisme serebral dan ruptur AVM. Tabel 8-2 dan 8-3 menunjukkan daftar
faktor risiko stroke iskemik.
Tabel 8-2. Faktor Risiko Stroke Iskemik yang Tidak Dapat Dimodifikasi
Etnis
Keturunan
Tabel 8-3. Faktor Risiko Stroke Iskemik yang Dapat Dimodifikasi
Penyakit jantung
Fibrilasi atrium (penyakit jantung penyebab stroke yang paling penting dan
dapat ditangani)
Stenosis mitral
Kalsifikasi mitral
Infark miokard
Hiperkolesterolnemia
Merokok
Obesitas
Diet
Peningkatan hematokrit
Tujuan jangka pendek dari terapi stroke iskemik akut meliputi, penurunan
cedera otak sekunder dengan menstabilkan dan menjaga perfusi yang adekuat pada
daerah iskemik marginal dari otak dan melindungi area ini dari efek iskemia
(neuroproteksi). Tujuan jangka panjang dari terapi meliputi, pencegahan stroke
berulang melalui pengurangan dan modifikasi faktor risiko dan dengan pemberian
terapi yang sesuai. Tujuan jangka pendek dari terapi stroke hemoragik meliputi,
perawatan terapi neurointensif cepat untuk menjaga oksigenasi yang adekuat,
pernapasan, dan sirkulasi.
Tatalaksana dari peningkatan tekanan intrakranial dan tekanan darah (BP)
merupakan hal yang penting dalam kondisi akut. Penatalaksanaan terapi jangka
10
1. Umum
Pasien mungkin tidak dapat dipercaya melaporkan riwayat hidup karena kognitif
atau bahasa defisit. Riwayat hidup yang terpercaya mungkin harus berasal dari
anggota keluarga atau saksi lain.
2. Gejala
Tanda-tanda Klinis
Hemiparesis atau monoparesis adalah tanda klinis yang umum terjadi, seperti
halnya dengan defisit hemisensori.
Aphasia sering muncul pada pasien dengan stroke akibat gangguan sirkulasi
anterior.
Uji Laboratorium
11
Semua pasien harus diperiksa dengan Computed Tomography (CT) scan atau
Magnetic Resonance Imaging (MRI) otak untuk membedakan stroke iskemik dengan
stroke hemoragik karena terapi yang diberikan akan berbeda dan terapi trombolitik
(fibrinolitik) harus dihindari sampai diketahui tidak terjadi stroke hemoragik
(dengan kata lain, sampai diketahui bukan merupakan suatu stroke hemoragik).
CT scan merupakan uji diagnosis penting untuk pasien dengan stroke akut.
Untuk pasien dengan stroke iskemik, evaluasi harus dilakukan untuk menentukan
12
terapi reperfusi yang tepat. Pada stroke hemoragik, suatu evaluasi bedah harus
dilakukan untuk menilai kebutuhan dilakukannya klem aneurisma atau prosedur lain
untuk mengontrol perdarahan dan mencegah perdarahan ulang dan komplikasi lain.
Stroke akut dianggap sebagai suatu keadaan darurat medis akut. Identifikasi
waktu dan kapan onset stroke merupakan hal penting dalam menentukan terapi. Waktu
terakhir pasien tanpa gejala digunakan sebagai onset waktu stroke. Karena pasien
biasanya tidak mengalami nyeri, menentukan onset waktu menjadi sulit. Selain itu, hal
penting lainnya adalah mencatat faktor risiko dan kondisi fungsional pasien sebelumnya
untuk menilai disabilitas yang terjadi saat ini karena stroke.
Gambar 8-4 Menunjukkan algoritma tatalaksana awal pasien stroke akut.
13
Gambar 8-4. Alogaritma terapi stroke akut. BP, tekanan darah; CEA,
carotid endarterectomy; CT, computed tomography; DVT, deep vein
thrombosis; IA, intra-arterial; ICA, internal carotid artery; ICH, intracerebral
hemorrhage; IV, intravenous; MRI, magnetic resonance imaging; NINDS,
National Institute of Neurological Disorders and Stroke; NS, normal saline;
SAH, subarachnoid hemorrhage; t-PA, tissue plasminogen activator.
a. Terapi Pendukung
Komplikasi akut dari stroke meliputi, edema serebral, peningkatan tekanan
intrakranial, kejang, dan konversi hemoragik. Pada kondisi akut, beberapa intervensi
suportif dan terapi untuk mencegah komplikasi akut harus dilakukan.
Oksigenasi jaringan harus dijaga secara teratur. Mengukur saturasi oksigen
menggunakan oksimetri nadi dan memberikan oksigen pada pasien bila dibutuhkan.
Saturasi oksigen harus dijaga pada 95% atau lebih. Keadaan volume cairan dan
elektrolit harus dikoreksi. Bila dibutuhkan, gula darah juga dikoreksi, baik
hiperglikemia atau hipoglikemia karena mungkin dapat memperparah iskemia otak.
Saat terjadi hipoglikemia, berikan bolus 50 % dektrosa dengan segera.
Keadaan kadar gula darah yang meningkat tajam harus diturunkan secara hatihati menjadi di bawah 300 mg/dL (16,7 mmol/L) menggunakan insulin subkutan.
Bila pasien demam, berikan asetaminofen, karena demam berhubungan dengan
iskemia otak dan meningkatkan morbiditas dan mortalitas setelah stroke. Dapat juga
dengan menggunakan alat pendingin. Heparin intravena (IV) dan subkutan akan
menurunkan secara signifikan risiko terjadinya thrombosis vena dalam (DVT) post
stroke.
Heparin 5000 unit diberikan secara subkutan setiap 12 jam sebagai profilaksis
DVT pada pasien yang tidak mendapatkan alteplase intravena. Pada pasien yang
mendapatkan IV alteplase, pemberian heparin subkutan harus ditunda selama 24 jam
untuk menghindari komplikasi perdarahan. Dalam kondisi stroke iskemia akut,
banyak pasien akan mengalami peningkatan tekanan darah dalam 24-48 jam
pertama. Tekanan darah harus dioptimalkan, namun, hipertensi jangan segera
diterapi pada pasien stroke akut, kemungkinan akan membuat infark semakin besar.
14
perifer
BP sistolik lebih dari 220 mmHg atau Labetalol 10-20 mg IV selama 1-2
BP diastolik 121-140 mmHg
menit
(boleh
gandakan
diulang
setiap
10
atau
dilipat
menit)
Infus
15
Bila BP sistolik lebih dari 230 mmHg Labelatol atau infus Nikardipin 3-5
atau BP diastolik 121-140 mmHg
menit
(boleh
diulang
atau
dilipat
b. Terapi Nonfarmakologi
Carotid Endarterectomy and Middle Cerebral Artery Embolectomy
Masih belum diketahui apakah endarterektomi karotis bermanfaat bila dilakukan
segera setelah stroke, yang berarti dalam 24 jam setelah gejala dimulai. Pasien
dengan defisit neurologis ringan sampai sedang, crescendo TIA atau stroke-inevolution secara aman dapat dilakukan dalam beberapa jam pertama setelah onset
gejala. Pasien dengan defisit neurologis yang lebih berat hanya boleh
dipertimbangkan untuk endarterektomi karotis saat prosedur tersebut dapat
dilakukan dalam beberapa jam pertama setelah onset gejala. Tidak diindikasikan
bagi pasien dengan defisit permanen dari stroke komplit derajat sedang sampai
berat.
Embolektomi arteri serebral masih kontroversi sebagai terapi dari stroke akut.
Pasien yang mendapat manfaat dari prosedur ini adalah pasien yang memiliki
sirkulasi kolateral yang baik dan dapat dioperasi dalam beberapa jam pertama
setelah onset gejala. Karena kurangnya efikasi bukti dari setiap prosedur ini saat
dilakukan secara darurat pada stroke iskemik akut, mereka tidak direkomendasikan
dilakukan secara rutin kecuali dalam suatu lingkup penelitian.
c. Terapi Trombolitik
Terapi Trombolitik Sistemik
1. Alteplase
Alteplase (rt-PA; aktivase) adalah suatu trombolitik IV (fibrinolitik)
yang disetujui sebagai terapi stroke akut pada tahun 1996 berdasarkan hasil
16
Waktu onset gejala mapan untuk menjadi kurang dari180 menit sebelum pengobatan
akan dimulai
Kriteria Eksklusi
17
Disebut perdarahan diatesis, termasuk namun tidak terbatas pada (1) platelet
menghitung kurang dari 100 103 / mm3 (100 109 / L) (2) heparin dalam 48 jam
dengan aPTT tinggi atau (3) antikoagulan saatmenggunakan (misalnya, warfarin)
atau penggunaan baru dengan PT ditinggikan (lebih besar dari15 detik) atau INR
(lebih besar dari 1,7)
Operasi intrakranial, trauma kepala yang serius, atau stroke sebelumnya dalam
waktu 3 bulan
SBP lebih besar dari 185 mm Hg atau DBP lebih besar dari 110 mm Hg saat
pengobatan, atau pasien membutuhkan perawatan agresif untuk mengurangi tekanan
darah.
18
hasil bahwa semakin cepat alteplase diberikan setelah stroke akut, maka semakin
besar manfaat yang nampak dalam hasil neurologis. Panduan saat ini
merekomendasikan larangan penggunaan alteplase di atas 3 jam setelah onset
stroke, karena di atas waktu tersebut risiko lebih besar daripada manfaat.
Obat antiplatelet, antikoagulan, dan prosedur invasif, seperti pemasangan
jalur sentral atau pemasangan pipa nasogastrik harus dihindari dalam 24 jam
setelah infus alteplase untuk mencegah komplikasi perdarahan. Katerisasi
kandung kemih juga harus dihindari dalam 30 menit setelah infus.
Efikasi diukur dengan eliminasi dari defisit neurologis yang terjadi dan
peningkatan jangka panjang kondisi neurologis dan fungsi berdasarkan
pemeriksaan neurologi dan pemeriksaan lain. Pemeriksaan neurologi harus
diselesaikan dalam 15 menit selama infus alteplase, setiap 30 menit dalam 6 jam
pertama setelah infus, dan kemudian setiap 4 jam sampai dengan 24 jam setelah
pemberian alteplase. Pada percobaan NINDS, fungsi neurologis diukur selama
24 jam setelah pemberian alteplase menggunakan Skala Institusi Nasional
Kesehatan Stroke (NIHSS). Skala ini berisikan defisit neurologis pada pasien
yang menderita stroke dan mudah dilakukan. Dalam 3 bulan, empat hasil akhir
pengukuran digunakan, termasuk Indeks Barthel, skala Rankin modifikasi, skala
hasil Glasgow, dan NIHSS. Indeks Barthel adalah suatu ukuran kemampuan
untuk melakukan aktivitas sehari-hari, skala Rankin modifikasi adalah suatu
penyederhanaan dari seluruh penilaian fungsional dan skala hasil Glasgow
adalah suatu penilaian fungsi global.
Efek samping utama dari terapi trombolitik adalah perdarahan, termasuk
perdarahan intraserebral dan perdarahan sistemik serius. Perubahan kondisi
mental dan nyeri kepala hebat mungkin mengindikasikan perdarahan
intraserebral. Tanda dari perdarahan termasuk, mudah memar, hematemesis,
tinja guaiac positif, BAB hitam, terjadinya hematoma, hematuria, gusi berdarah,
dan hidung berdarah.
2. Streptokinase
Streptokinase tidak diindikasikan untuk digunakan dalam terapi stroke iskemik
akut. Tiga percobaan acak skala besar mengevaluasi streptokinase yang dihentikan
19
secara dini karena insiden dari perdarahan yang tinggi pada pasien yang diterapi
dengan streptokinase. Pada saat ini, tidak ada indikasi untuk menggunakan
streptokinase atau trombolitik selain dari altepase untuk terapi stroke iskemik akut.
3. Trombolitik Intra Arteri
Trombolitik intra arteri mungkin meningkatkan hasil pada pasien tertentu
dengan stroke iskemik akut karena oklusi pembuluh darah besar. Pada percobaan
Prolyse pada Tromboemboli Serebral Akut II (PROACT II) pasien diberikan 9 mg
prourokinase (r-pro UK) ditambah heparin atau heparin saja dalam 6 jam dari onset
gejala. Pada pasien yang mendapatkan prourokinase ditambah heparin, sebanyak
40% mengalami disabilitas ringan atau tidak ada. Tidak ada perbedaan mortalitas
yang ditemukan di antara kelompok-kelompok tersebut, walaupun kejadian
perdarahan saja. Diketahui sebagian obat yang digunakan dalam percobaan ini tidak
mendapat persetujuan FDA dan saat ini tidak tersedia untuk penggunaan klinis.
Trombolitik intra arteri biasanya dihindari, kecuali pada pusat stroke utama yang
memiliki pengalaman lebih banyak untuk pemberian dengan jalur ini. Alteplase
adalah satu-satunya produk yang tersedia saat ini, oleh karena itu, bila obat
trombolitik intra arteri diberikan, alteplase harus digunakan. Karena keterbatasan
trombolisis intra arteri, panduan saat ini merekomendasikan terapi dengan alteplase
IV pada pasien yang sesuai dan tidak boleh ditunda dengan menunggu trombolitik
intra arteri.
d. Heparin
Heparin intravena telah digunakan secara umum untuk terapi stroke akut,
namun, tidak ada percobaan yang secara pasti dilakukan untuk mengetahui efikasi
dan
keamanannya.
Panduan
terapi
stroke
iskemik
akut
saat
ini
tidak
20
lanjut. Komplikasi utama dari heparin, termasuk perubahan stroke iskemik menjadi
stroke hemoragik, perdarahan, dan trombositopenia.
Terjadinya nyeri kepala hebat dan perubahan kondisi mental mungkin
mengindikasikan perdarahan intraserebral. Tanda dari perdarahan termasuk, mudah
memar, hematemesis, tinja guaiac positif, BAB hitam, terjadinya hematoma,
hematuria, gusi berdarah, hidung berdarah. Hitung hemoglobin, hematokrit, dan
platelet harus intrakranial lebih besar pada kelompok r-pro UK ditambah heparin
dibandingkan dengan heparin dilakukan setidaknya setiap 3 hari untuk mendeteksi
perdarahan dan trombositopenia.
21
PENCEGAHAN PRIMER
1. Aspirin
Percobaan acak telah menghasilkan fungsi terapi antiplatelet dengan aspirin
untuk pencegahan stroke primer. Dalam penggunaan aspirin pada pasien yang tidak
memiliki riwayat stroke iskemik atau penyakit jantung mengurangi kejadian infark
miokard (MI)
22
levels. Sebuah analisa baru menunjukkan risiko 25% pengurangan untuk stroke fatal
dan tidak fatal dengan penggunaan statin. Pasien dengan riwayat MI, tingkat lipid
yang tinggi, diabetes, dan faktor risiko lain mungkin berfungsi pada pengobatan
dengan mengurangi lipid, namun bahkan pasien dengan kadar lipid normal dapat
bermanfaat dalam pengobatan.
3. Manajemen Menurunkan Tekanan Darah
Tekanan darah pada pasien yang hipertensi telah terbukti mengurangi risiko
relatif stroke, baik iskemik dan hemoragik, dengan 35% sampai 45% . Juga, semakin
tekanan darah menurun, semakin besar pencegahan penyakit stroke. Semua pasien
harus dipantau dan dikontrol tekanan darahnya dengan tepat berdasarkan pedoman
saat ini. Bagaimanapun , tidak ada satu agen pun yang jelas terbukti lebih efektif
dari yang lain untuk pencegah stroke.
PENCEGAHAN SEKUNDER
1. Terapi Nonfarmakologi
Endarterektomi Karotis
Manfaat dari endarterektomi karotis untuk mencegah stroke rekuren telah
dipelajari pada percobaan sebelumnya. Sebuah meta analisis terbaru telah
menyelesaikan gabungan dari percobaan klinis untuk mengevaluasi 6.092 pasien.
Endarterektomi karotis terbukti bermanfaat dalam mencegah stroke ipsilateral pada
pasien dengan stenosis arteri karotis. simptomatis sebesar 70% atau lebih dan
direkomendasikan pada pasien-pasien tersebut.
Pada pasien dengan stenosis simptomatis sebesar 50-69%, menunjukkan
penurunan yang cukup tinggi pada risko yang terlihat dalam percobaan klinis. Pada
semua pasien dengan stenosis sebesar 50-69% dan pada suatu stroke terakhir,
endarterektomi karotis patut dilakukan. Pada pasien lain, faktor risiko pembedahan
dan keahlian bedah harus dipertimbangkan untuk dilakukan operasi. Pasien harus,
atau setidaknya, memiliki harapan hidup 5 tahun dan risiko pembedahan dari stroke
dan/ atau kematian harus kurang dari 6%. Endarterektomi karotis tidak bermanfaat
untuk stenosis karotis kurang dari 50% dan tidak disarankan untuk pasien tersebut.
23
Angioplasti Karotis
Angioplasti karotis dengan atau tanpa stenting terbatas pada pasien yang sulit
diterapi dengan terapi medis dan tidak masuk dalam kriteria pembedahan.
Percobaan klinis yang sedang dilakukan menunjukkan peran dari angioplasti karotis
baik pada pasien simptomatis dan asimptomatis.
2. Terapi Farmakologis
Aspirin
Analisa terbaru yang melibatkan 144.051 pasien dengan riwayat MI, MI akut,
riwayat TIA atau stroke, dan stroke akut, dan risiko tinggi lain, didapatkan hasil
bahwa aspirin menurunkan risiko stroke rekuren sekitar 25%. 9. Aspirin terkadang
dipertimbangkan sebagai obat lini pertama pencegahan sekunder stroke iskemik
dan mengurangi risiko rangkaian stroke sekitar 25% pada pria dan wanita dengan
serangan iskemik sementara atau stroke sebelumnya. Sebuah rentang dosis yang
digunakan mulai dari 30 sampai 1500 mg per hari, namun, sediaan aspirin 325 mg
secara oral per hari merupakan dosis yang paling banyak digunakan dan regimen
yang direkomendasikan. FDA menyetujui dosis 50-325 mg untuk pencegahan stroke
iskemik sekunder. Pada pasien yang gagal dengan terapi aspirin, peningkatan dosis
harian aspirin atau mengganti menjadi clopidogrel atau gabungan dari dipiridamole
lepas lambat ditambah aspirin menjadi terapi pilihan lain. Clopidogrel menjadi
alternatif bila aspirin tidak dapat ditoleransi dan mungkin dapat dipertimbangkan
sebagai terapi lini pertama pada pasien dengan penyakit arteri perifer. Efek samping
24
dari aspirin meliputi, intoleransi saluran cerna, perdarahan saluran cerna, dan reaksi
hipersensitivitas.
Warfarin
Warfarin belum memadai dipelajari pada stroke non-kardioembolik, tetapi
sering dianjurkan pada pasien setelah agen gagal antiplatelet. Satu penelitian
retrospektif kecil menunjukkan bahwa warfarin lebih baik dari aspirin. Uji klinis
lebih baru belum menemukan antikoagulan oral pada pasien tanpa fibrilasi atrium
atau carotid stenosis lebih baik dari antiplatelet dari terapi APY. Sebagian pasien
tanpa fibrilasi atrium, terapi antiplatelet dianjurkan lebih dari warfarin. Pasien
dengan fibrilasi atrium, antikoagulan jangka panjang dengan warfarin dianjurkan
dan efektif baik pencegahan primer dan sekunder stroke. Tujuan International
Normalized Ratio (INR) untuk indikasi ini adalah 2 sampai 3.
Ticlopidine
Ticlopidine sedikit lebih menguntungkan untuk pencegahan stroke primer
dibandingkan aspirin pada pria dan wanita. Dosis yang biasa direkomendasikan
adalah 250 mg secara oral dua kali sehari. Ticlopidine mahal dan efek sampingnya
meliputi, supresi sumsum tulang, kemerahan, diare, dan peningkatan kadar
kolesterol. Neutropenia terjadi pada sekitar 2% pasien. Trombotik Trombositopeni
Purpura (TTP) terjadi pada 1 dari setiap 2000-4000 pasien yang diterapi dengan
ticlopidine. Karena alasan tersebut, pemantauan hitung sel darah lengkap (CBC)
dibutuhkan setiap 2 minggu pada 3 bulan pertama terapi. Ticlopidine merupakan
suatu alternatif untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi atau gagal dengan terapi
aspirin, namun, karena biaya pemantauan laboratorium yang mahal dan efek
samping yang terjadi, banyak dokter memilih obat lain sebagai alternatif seperti
clopidogrel atau aspirin/ dipiridamole lepas lambat.
Clopidogrel
Clopidogrel sedikit lebih efektif dibandingkan dengan aspirin dengan penurunan
risiko relatif sebesar 7,3% lebih dari yang ditunjukkan oleh aspirin. Dosis yang
25
26
Rekomendasi
Menurut pedoman CHEST terbaru terus merekomendasikan terapi aspirin untuk
pencegahan stroke sekunder. Pada pedoman ini juga membuat rekomendasi bahwa
sedikit manfaat dalam pengurangan risiko stroke iskemik dengan clopidogrel dan
kombinasi aspirin / dipyridamole, agen ini mungkin lebih disukai jika biaya yang
menjadi faktor.
27
Agen primer
Pengobatan akut
Alternatif
t-PA 0,9 mg / kg IV t-PA (berbagai dosis) intra(maksimal 90 mg) lebih arterially hingga 6 jam
dari 1 jam pada pasien yang setelah onset pada pasien
dipilih dalam waktu 3 jam yang dipilih
dari onset
Aspirin 160-325 mg sehari
dimulai dalam waktu 48
jam dari onset
Pencegahan sekunder
Semua kardioembolik
diuretik
atau
1,25-5
mg
a. Tindakan Pendukung
Stroke hemorrhagic merupakan stroke yang akut dalam medis. Pada awalnya ,
pasien mengalami hemorrhagic stroke harus diangkut ke unit perawatan
neuroitensive. Tidak ada bukti pengobatan untuk perdarahan intracerebral.
Manajemen perawatan berdasarkan pengobatan neurointensive dan pencegahan dari
28
komplikasi yang terjadi. Pengobatan harus diberikan pada keadaan kritis pasien
termasuk sakit tekanan intrakranial yang meningkat, kejang, infeksi, dan
pencegahan dan perdarahan ulang serebral iskemi yang tertunda. Pada kalangan
yang memiliki tekanan darah parah, dan ventilasi mekanis cepat, mungkin perlu
intubasi endotrakeal. Setelah tekanan darah tinggi pada stroke hemorrhagic dan
sesuai manajemen, penting untuk mencegah perdarahan hematoma. Dan
pertambahan tekanan darah dapat dikendalikan dengan IV bolus dari labetalol 10
sampai 80 mg setiap 10 menit maksimum 300 mg atau dengan IV labetalol infus
dari ( 0,5 untuk 2 mg / menit ) atau nicardipine ( 5 hingga 15 mg / jam ). Trombosis
profilaksis dengan memberikan kompresi intermiten harus dilaksanakan awal. Pada
pasien dengan SAH, setelah aneurisma telah diobati, heparin mungkin dianjurkan.
b. Terapi Nonfarmakologi
Pasien
dengan
stroke
hemoragik
dievaluasi
untuk
perawatan
bedah
dari SAH dan ICH. SAH merupakan salah satu hasil dari aneurisme emboli
kumparan atau disarankan 72 jam setelah kejadian pertama untuk mencegah
pendarahan ulang. Kumparan emboli melingkar disebut juga minimal invasif
prosedur di mana sebuah kumparan platinum yang anaurisme yang berulir ke dalam.
Kumparan yang fleksibel mengisi ruang untuk memblokir aliran darah ke aneurisme
dengan demikian mencegah perdarahan ulang. Operasi pengangkatan darah pada
pasien rawat inap dengan ICH, merupakan salah satu uji coba yang tidak
mendatangkan manfaat dibandingkan dengan mereka diperlakukan sesuai dengan
pedoman saat ini.
c. Kalsium Antagonis
Nimodipin oral direkomendasikan dalam perdarahan subarachnoid untuk
mencegah iskemia serebral tertunda. iskemia terjadi 4-14 hari setelah pecahnya
aneurisma pada awal dan merupakan penyebab umum dari defisit neurologis dan
kematian. Sebuah analisis dari 12 studi dilakukan dan menyimpulkan bahwa
nimodipin oral 60 mg setiap 4 jam selama 21 hari berikutnya aneurisma SAH dapat
mengurangi risiko yang buruk dan menunda iskemia serebral.
d. Terapi Hemostatik
29
HASIL EVALUASI
Hasil stroke diukur berdasarkan status neurologi. The National Institutes of Health
Stroke Scale ( NIHSS ) adalah mengukur dari fungsi sehari-hari dan digunakan
untuk menilai pasien status stroke berikutnya.
30
pasien
ke
pusat
stroke
bila
tersedia
dan
Frekuensi
Pengamatan
Pendapat
Stroke iskemik
t-PA
BP,
neurologis,
perdarahan
x 6 jam, Setiap 1
jam x 17 jam dan
setiap pergantian
Aspirin
Perdarahan
Setiap hari
Clopidogrel
Perdarahan
Setiap hari
ASA/
dipiridamol Nyeri
ER
perdarahan
Warfarin
Perdarahan,
Hb/Ht
stabil,
kemudian
setiap
bulan
Stroke Hemoragik
31
BP,
neurologis, ICP
Mungkin
membutuhk
terapi
an
untuk
menurunkan
BP
kurang
180
dari
mmHg sistolik
Nimodipin
untuk BP,
SAH
neurologis, kondisi
cairan
ASA, aspirin; BP, tekanan darah; Hb, hemoglobin; Ht, hematokrit; ICP, tekanan
intrakranial; ICU, ruang perawatan intensif; INR, Rasio Normalisasi Internasional;
SAH, perdarahan subarachnoid; t-PA, aktivator plasminogen jaringan
SINGKATAN
ACE-I
ADP
: adenosine diphosphate
aPTT
ARB
ASA
: aspirin
AVM
: arteriovenous malformation
BP
: blood pressure
BPH
CBC
CEA
: carotid endarterectomy
CT
: computed tomography
CVD
: cerebrovascular disease
DBP
DVT
ER
: extended-release
ESPS2
32
FDA
Hb
: hemoglobin
Hct
: hematocrit
IA
: intra-arterial
ICA
ICH
: intracerebral hemorrhage
ICP
: intracranial pressure
ICU
INR
IR
: immediate-release
IV
: intravenous
JNC 7
LMWH
: low-molecular-weight heparin
MI
: myocardial infarction
MRI
NIHSS
NINDS
NS
: normal saline
PROACT II
PT
: prothrombin time
rt-PA
: alteplase
r-proUK
: prourokinase
SAH
: subarachnoid hemorrhage
SBP
TIA
t-PA
TTP
33
DAFTAR PUSTAKA
Adams HP, Adams RJ, Brott T, et al. Guidelines for the early management of
patients with ischemic stroke: a scientific statement from the Stroke Council of the
American Stroke Association. Stroke 2003; 34: 10561083.
Albers GW, Amerenco P, Easton JD, et al. Antithrombotic and thrombolytic
therapy for ischemic stroke: the seventh ACCP conference on antithrombotic and
thrombolytic therapy. Chest 2004; 126(3 Suppl): 483S512S.
American Heart Association. Heart Disease and Stroke Statistics-2006 Update.
Dallas, TX: American Heart Association; 2006.
Antithrombotic Trialists Collaboration.
Collaborative meta-analysis
of
34