Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam merupakan kasus tersering di bidang neurologi anak. Kejang

merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orangtua, apalagi jika kejang tersebut

baru pertama kali dialami seorang anak. Penanganan kejang demam sampai saat ini

selalu berubah sesuai dengan bukti-bukti ilmiah terbaru. Perubahan terutama

mengenai indikasi pungsi lumbal dan tatalaksana yaitu perlu tidaknya pemberian obat

untuk profilaksis intermiten maupun jangka panjang. Perubahan tidak semata-mata

mengikuti literatur, tetapi disesuaikan dengan kondisi di Indonesia sesuai kesepakatan

para ahli saraf anak.

Pedoman praktis penanganan kejang demam ini ditujukan bagi seluruh teman

sejawat, dokter umum, dokter spesialis anak dll, sehingga diharapkan terdapat suatu

keseragaman mengenai tatalaksana kejang demam dan penanggulangan kejang.

Rekomendasi ini merupakan revisi dari rekomendasi sebelumnya, agar isi

rekomendasi ini sesuai dengan evidence based yang ada saat ini. Tentunya perbaikan

akan kami lakukan bila di masa mendatang terjadi perubahan literatur.1

Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak

di negara berkembang. Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada

sebagian besar kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan

oleh virus, bakteri atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat

menyebabkan diare akut, termasuk sindroma malabsorpsi. Diare karena virus

umumnya bersifat self limiting, sehingga aspek terpenting yang harus diperhatikan

adalah mencegah terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian dan
menjamin asupan nutrisi untuk mencegah gangguan pertumbuhan akibat diare. Diare

menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektolit dan sering disertai dengan

asidosis metabolik karena kehilangan basa.

Di Indonesia penyakit diare menjadi beban ekonomi yang tinggi disektor

kesehatan oleh karena rata – rata sekitar 30 % dari jumlah tempat tidur yang ada di

rumah sakit ditempati oleh bayi dan anak dengan penyakit diare selain itu juga di

pelayanan kesehatan primer, diare masih menempati urutan kedua dalam urutan 10

penyakit terbanyak dipopulasi.4 Diare juga erat hubungannya dengan kejadian kurang

gizi. Setiap episod diare dapat menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya

anoreksia dan berkurangnya kemampuan menyerap sari makanan, sehingga apabila

episodnya berkepanjangan akan berdampak terhadap pertumbuhan dan kesehatan

anak5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6

bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38 0C,

dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses

intrakranial.1

Keterangan:

1. Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan

elektrolit atau metabolik lainnya.

2. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut

sebagai kejangdemam.

3. Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam,

namun jarang sekali.

National Institute of Health (1980) menggunakan batasan lebih dari 3

bulan, sedangkan Nelson dan Ellenberg (1978), serta ILAE (1993)

menggunakan batasan usia lebih dari 1 bulan. Bila anak berumur kurang dari

6 bulan mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain,

terutama infeksi susunan saraf pusat.

4. Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini

melainkan termasuk dalam kejang neonatus.

2.2 Epidemiologi

Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.


2.3 Klasifikasi 1

1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)

2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)

a) Kejang demam sederhana

Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit),

bentuk kejang umum (tonik dan atau klonik), serta tidak berulang dalam

waktu 24 jam.

Keterangan;

Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang

demam Sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung kurang dari 5

menit dan berhenti sendiri.

b) Kejang demam kompleks

Kejang demam dengan salah satu ciri berikut:

- Kejang lama (>15 menit)

- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang

parsial

- Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam.

Keterangan:

1. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau

kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak

tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.

2. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang

didahului kejang parsial.


3. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, dan di

antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada

16% anak yang mengalami kejang demam.

2.4 Pemeriksaan Penunjang 1

a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang

demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab

demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi

misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah (level of evidence 2, derajat

rekomendasi B).

b. Pungsi lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru,

saat ini pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak

berusia <12 bulan yang mengalami kejang demam sederhana dengan keadaan

umum baik. Indikasi pungsi lumbal (level of evidence 2, derajat rekomendasi

B):

1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal

2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan klinis

3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang

sebelumnya telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat

mengaburkan tanda dan gejala meningitis.


c. Elektroensefalografi (EEG)

Indikasi pemeriksaan EEG:

- Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, KECUALI apabila

bangkitan bersifat fokal.

Keterangan:

EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya fokus

kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut. Kemungkinan

berulangnya kejang demam Kejang demam akan berulang kembali pada

sebagian kasus.

Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah:

- Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga

- Usia kurang dari 12 bulan

- Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang

- Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang.

- Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.

Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya

kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut

kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan

berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

2.4 Faktor risiko terjadinya epilepsi

Faktor risiko menjadi epilepsi di kemudian hari adalah:


- Terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang

demam pertama

- Kejang demam kompleks

- Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung

- Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih dalam satu

tahun.

Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian

epilepsi sampai 4-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut akan

meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10-49%. Kemungkinan menjadi

epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumatan pada kejang

demam.

2.5 Algoritma 2
2.6 Tata laksana saat kejang

Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada

waktu pasien datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam

keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah

diazepam intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-

lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan

dosis maksimal 10 mg. Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti

algoritma kejang pada umumnya.

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah

(prehospital)adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75


mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari

12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg.

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat

diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.

Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan

ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena.

Jika kejang masih berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status epileptikus.

Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari

indikasi terapi antikonvulsan profilaksis.

a. Pemberian obat pada saat demam

 Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi

risiko terjadinya kejang demam (level of evidence 1, derajat rekomendasi A).

Meskipun demikian, dokter neurologi anak di Indonesia sepakat bahwa

antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah

10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4

kali sehari.

 Antikonvulsan

Pemberian obat antikonvulsan intermiten

Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat

antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam.


Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu

faktor risiko di bawah ini:

- Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral

- Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun

- Usia <6 bulan

- Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius.

Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh

meningkat dengan cepat. Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3

mg/kg/kali per oral atau rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg

dan 10 mg untuk berat badan >12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis

maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48

jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada orangtua bahwa dosis

tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.

b. Pemberian obat antikonvulsan rumat

Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan

penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan,

maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam

jangka pendek (level of evidence 3, derajat rekomendasi D). Indikasi

pengobatan rumat:

Kejang fokal

Kejang lama >15 menit

Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,

misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.


Keterangan:

- Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya keterlambatan perkembangan,

BUKAN merupakan indikasi pengobatan rumat.

- Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai

fokus organik yang bersifat fokal.

- Pada anak dengan kelainan neurologis berat dapat diberikan edukasi untuk

pemberian terapi profilaksis intermiten terlebih dahulu, jika tidak

berhasil/orangtua khawatir dapat diberikan terapi antikonvulsan rumat

c. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif

dalam menurunkan risiko berulangnya kejang (level of evidence 1, derajat

rekomendasi B).

Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan

perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah

asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari

2 tahun, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam

valproat adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4

mg/kg/hari dalam 1-2 dosis.

2.6 Definisi Diare 3

Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam

dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu. Riskesdas

2007: diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada

anak usia 1-4 tahun.


2.7 Klasifikasi

 Berdasarkan lamanya diare:

a. Diare Akut

Diare akut adalah diare yang terjadi selama 14 hari atau kurang. Gejala

dan tanda-tanda diare akut adalah konsistensi encer dan berair yang

menyerang secara mendadak, nyeri perut, keadaan mendesak ingin buang air

besar, mual, perut kembung, dan demam. Pasien dengan infeksi diare akut

bisa terjadi buang air besar berdarah dan nyeri perut.

b. Diare Kronik

Diare kronik adalah diare yang terjadi lebih dari 14 hari. Diare kronik

mempunyai tanda-tanda dan gejala yaitu gejala hebat atau ringan, penurunan

berat badan dapat dilihat dan tubuh terasa lemas. Dehidrasi bisa diketahui dari

penurunan jumlah urin, membran mukus yang kering, cepat haus, dan

takikardi.

2.8 Etiologi

1. Faktor infeksi

a. Infeksi enteral: infeksi bakteri, infeksi virus, infeksi parasit, protozoa dan

jamur. infeksi ini sebagai penyebab utama diare pada anak.

b. Infeksi parenteral: Infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis

media akut (OMA) dan tonsilitis

2. Faktor makanan4
Makanan yang menyebabkan diare adalah makanan yang tercemar

basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah dan kurang matang.

Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia

adalah sebagai berikut:


3 Patofisiologi

2.9 Algoritma

a. Algoritma Terapi 4

Sumber : wells BG, Dipiro JT, Schwinghammer TL,Dipiro CV:Pharmacotherapy

handbook.
Sumber : Pharmacoterapy : A Pathophysiologic Approach,2008.

2.10 Diagnosis

a. Anamnesis

- Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari, warna dan konsentrasi

tinja, lendir

- dan/darah dalam tinja

- Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air kecil

terakhir, demam, sesak, kejang, kembung

- Jumlah cairan yang masuk selama diare

- Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare, mengonsumsi

makanan

- yang tidak biasa

- Penderita diare di sekitarnya dan sumber air minum

b. Pemeriksaan fisik

- Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital

- Tanda utama: keadaan umum gelisah/cengeng atau lemah/letargi/koma,

rasa haus, turgor kulit abdomen menurun

- Tanda tambahan: ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata, mukosa bibir,

mulut, dan lidah

- Berat badan
- Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, seperti napas

cepat dan dalam (asidosis metabolik), kembung (hipokalemia), kejang

(hipo atau hipernatremia)

- Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai dengan kriteria berikut :

- Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan <5% berat badan)

- Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan

- Keadaan umum baik, sadar

- Ubun ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada , mukosa

mulut dan bibir basah

- Turgor abdomen baik, bising usus normalDehidrasi ringan sedang/ tidak

berat (kehilanagn cairan 5-10% berat badan.

- Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih tanda tambahan

- Keadaan umum gelisah atau cengeng

- Ubun ubun besar sedikut cekung, mata sedikit cekung, air mata kurang,

mukosa mulut dan bibir sedikit kering

- Turgor kurang, akral hangat

- Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10%berat badan)

- Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah dengan 2 atau lebih tanda

Tambahan

- Keadaan umum lemah, letargi atau koma

- Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada,

mukosa mulut dan bibir sangat kering

- Turgor sangat kurang dan akral dingin


- Pasien harus rawat inap

c. Pemeriksaan penunjang

- Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali apabila

ada tanda intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiasis

- Hal yang dinilai pada pemeriksaan tinja :

- Makroskopis : konsistensi, warna, lendir, darah, bau

- Mikroskopis : leukosit, eritrosit, parasit, bakteri

- Kimia: pH, clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3)

- Biakan dan uji sensitivitas tidak dilakukan pada diare akut

- Analisis gas darah dan elektrolit bila secara klinis dicurigai adanya

gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit

2.11 Tata laksana

- Lintas diare : (1) Cairan, (2) Seng, (3) Nutrisi, (4) Antibiotik yang tepat,

(5) Edukasi

 Tanpa dehidrasi

- Cairan rehidrasi oralit dengan menggunakan NEW ORALIT diberikan 5-

10 mL/kg BB setiap diare cair atau berdasarkan usia, yaitu umur < 1 tahun

sebanyak 50-100 mL, umur 1-5 tahun sebanyak 100-200 mL, dan umur di

atas 5 tahun semaunya. Dapat diberikan cairan rumah tangga sesuai

kemauan anak. ASI harus terus diberikan.


- Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila terdapat komplikasi lain

(tidak mau minum, muntah terus menerus, diare frekuen dan profus)

 Dehidrasi ringan-sedang

- Cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar diberikan sebanyak 75 mL/kgBB

dalam 3 jam untuk mengganti kehilangan cairan yang telah terjadi dan

sebanyak 5-10 mL/kgBB setiap diare cair.

Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah setiap diberi

minum walaupun telah diberikan dengan cara sedikit demi sedikit atau

melalui pipa nasogastrik. Cairan intravena yang diberikan adalah ringer

laktat atau KaEN 3B atau NaCl dengan jumlah cairan dihitung

berdasarkan berat badan. Status hidrasi dievaluasi secara berkala.

- Berat badan 3-10 kg : 200 mL/kgBB/hari

- Berat badan 10-15 kg : 175 mL/kgBB/hari

- Berat badan > 15 kg : 135 mL/kgBB/hari

- Pasien dipantau di Puskesmas/Rumah Sakit selama proses rehidrasi sambil

memberi edukasi tentang melakukan rehidrasi kepada orangtua.

 Dehidrasi berat
- Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat atau ringer

asetat 100 mL/kgBB dengan cara pemberian:

- Umur kurang dari 12 bulan: 30 mL/kgBB dalam 1 jam pertama,

dilanjutkan 70 mL/ kgBB dalam 5 jam berikutnya

- Umur di atas 12 bulan: 30 mL/kgBB dalam ½ jam pertama, dilanjutkan 70

mL/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya

- Masukan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau dan dapat

minum, dimulai dengan 5 mL/kgBB selama proses rehidrasi

- Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit (lihat PPM

PGD)

- Hipernatremia (Na >155 mEq/L)

- Koreksi penurunan Na dilakukan secara bertahap dengan pemberian

cairan dekstrose 5% ½ salin. Penurunan kadar Na tidak boleh lebih dari 10

mEq per hari karena bisa menyebabkan edema otak

- Hiponatremia (Na <130 mEq/L)

Kadar natrium diperiksa ulang setelah rehidrasi selesai, apabila masih

dijumpai hiponatremia dilakukan koreksi sbb:

Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 – kadar Na serum x 0.6 x berat badan;

diberikan dalam 24 jam

- Hiperkalemia (K >5 mEq/L)

Koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas 10% sebanyak

0.5-1 ml/kg BB i.v secara perlahan-lahan dalam 5-10 menit; sambil


dimonitor irama jantung dengan EKG. Untuk pemberian medikamentosa

dapat dilihat PPM Nefrologi.

- Hipokalemia (K <3,5 mEq/L)

Koreksi dilakukan menurut kadar Kalium.

- Kadar K 2,5-3,5 mEq/L, berikan KCl 75 mEq/kg BB per oral per hari

dibagi 3 dosis

- Kadar K <2,5 mEq/L, berikan KCl melalui drip intravena dengan dosis:

- 3,5 - kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam dalam 4 jam

pertama

- 3,5 - kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB dalam 20 jam

Berikutnya Seng, Seng terbukti secara ilmiah terpercaya dapat

menurunkan frekuensi buang air besar dan volume tinja sehingga dapat

menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Seng Zink elemental

diberikan selama 10-14 hari meskipun anak telah tidak mengalami diare

dengan dosis:

- Umur di bawah 6 bulan: 10 mg per hari

- Umur di atas 6 bulan: 20 mg per hari

- Nutrisi

ASI dan makanan dengan menu yang sama saat anak sehat sesuai

umur tetap diberikan untuk mencegah kehilangan berat badan dan sebagai

pengganti nutrisi yang hilang. Adanya perbaikan nafsu makan

menandakan fase kesembuhan. Anak tidak boleh dipuasakan, makanan


diberikan sedikit-sedikit tapi sering (lebih kurang 6 x sehari), rendah serat,

buah buahan diberikan terutama pisang.

- Medikamentosa

- Tidak boleh diberikan obat anti diare

- Antibiotik

- Antiparasit

Metronidazol 50 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis merupakan obat

pilihan untuk amuba vegetatif


BAB V

EDUKASI

Edukasi pada orangtua 1

Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua. Pada saat

kejang, sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya akan meninggal.

Kecemasan tersebut harus dikurangi dengan cara diantaranya:

- Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai prognosis baik.

- Memberitahukan cara penanganan kejang.

- Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.

- Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang efektif,

tetapi harus diingat adanya efek samping obat.

Orangtua diminta untuk membawa kembali anaknya ke Pusat Pelayanan

Kesehatan bila ditemukan hal sebagai berikut: demam, tinja berdarah, makan atau

minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari.

Orangtua dan pengasuh diajarkan cara menyiapkan oralit secara benar. Langkah

promotif/preventif :

1. ASI tetap diberikan

2. Kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan


3. Kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban

4. immunisasi campak

5. Memberikan makanan penyapihan yang benar

6. Penyediaan air minum yang bersih

7. Selalu memasak makanan

DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2016. Rekomendasi Penatalaksanaan

kejang Demam. Jakarta : IDAI

2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2006. Konsensus Penatalaksanaan kejang

Demam. Jakarta : IDAI

3. Pudjiaji H Antonius,dkk.2009. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta. IDAI

4. Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey,

L.M., 2008. Pharmacotherapy; A Pathophysiologic Approach, Seventh

Edition, New York: Mc Graw Hill.

5. Subagyo B, Santoso NB. Diare akut. In: Juffrie M SS, Oswari H, Arief S,

Rosalina I, Mulyani NS, , ed. Buku Ajar Gartroenterologi Hepatologi.

Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010:87-118.

Anda mungkin juga menyukai