Anda di halaman 1dari 53

SISTEM TRIAGE

MATA KULIAH : KEPERAWATAN KEDARURATAN

KELOMPOK 4

DISUSUN OLEH :

 Ahdal Kasanoval
 Danang Budi Setiawan
 Dwi Andika Muliasari
 Kulsum Febri Dwi
 Mardani Banopon
 Yuniarti

PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
MALANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat Rahmat, Taufik serta Hidayah-Nya kami selaku penulis dapat menyelesaikan

makalah yang bertema Sistem Triage. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas

mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu,

sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh

dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun kami

harapkan demi semakin baiknya sajian makalah ini.

Semoga makalah ini memberi informasi dan bermanfaat untuk

pengembangan wawasan dan meningkatkan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Malang, 03 Juli 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................. ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................... 1
B. Tujuan ............................................................................................................... 1
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Triase
1. Pengertian .................................................................................................................... 2
2. Tujuan Sistem Triase ...................................................................................... 2
3. Prinsip-prinsip Triase .................................................................................... 2
4. Metode dan Pelaksanaan Triase .................................................................... 3
5. Kategori Triase .............................................................................................. 4
B. Kegawatdaruratan
1. Pengertian ..................................................................................................... 5
2. Kasus kegawatdaruratan .............................................................................. 5
3. Penyelesaian Masalah Primer pada Kasus .................................................. 5
C. Penanganan Prioritas Pada Kasus .................................................................... 7
BAB III: PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................................... 9
B. Saran.................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 10
LAMPIRAN

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penggunaan istilah triage ini sudah lama berkembang. Konsep awal triase

modern yang berkembang meniru konsep pada jaman Napoleon dimana Baron

Domonique Jean Learry (1766-1842), seorang dokter bedah yang merawat

tentara Napoleon, mengembangkan dan melaksanakan sebuah system perawatan

dalam kondisi yang paling mendesak pada tentara yang datang tanpa

memperhatikan urutan kedatangan mereka. Sistem tersebut memberikan

perawatan awal pada luka ketika berada di medan perang kemudian tentara

diangkut ke rumah sakit/tempat perawatan yang berlokasi di garis belakang.

Sebelum Larrey menuangkan konsepnya, semua orang yang terluka tetap berada

di medan perang hingga perang usai baru kemudian diberikan perawatan.

Pada tahun 1846, John Wilson memberikan kontribusi lanjutan bagi filosofi

triase. Dia mencatat bahwa, untuk penyelamatan hidup melalui tindakan

pembedahan akan efektif bila dilakukan pada pasien yang lebih memerlukan,

Pada perang dunia I pasien akan dipisahkan di pusat pengumpulan korban

yang secara langsung akan dibawa ke tempat dengan fasilitas yang sesuai. Pada

perang dunia II diperkenalkan pendekatan triase dimana korban dirawat pertama

kali di lapangan oleh dokter dan kemudian dikeluarkan dari garis perang untuk

perawatan yang lebih baik.Pengelompokan pasien dengan tujuan untuk

membedakan prioritas penanganan dalam medan perang pada perang dunia I,

maksud awalnya adalah untuk menangani luka yang minimal pada tentara

sehingga dapat segera kembali ke medan perang.

3
Penggunaan istilah triage ini sudah lama berkembang. Konsep awal triase

moderen yang berkembang meniru konsep pada jaman Napoleon dimana Baron

Dominique Jean Larrey (1766-1842), seorang dokter bedah yang merawat tentara

Napoleon, mengembangkan dan melaksanakan sebuah system perawatan dalam

kondisi yang paling mendesak pada tentara yang datang tanpa memperhatikan

urutan kedatangan mereka. Sistem tersebut memberikan perawatan awal pada

luka ketika berada di medan perang kemudian tentara diangkut ke rumah

sakit/tempat perawatan yang berlokasi di garis belakang. Sebelum Larrey

menuangkan konsepnya, semua orang yang terluka tetap berada di medan perang

hingga perang usai baru kemudian.

Penggunaan awal kata “trier” mengacu pada penampisan screening di

medan perang. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu

konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang

memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang

paling efisien terhadap hampir 100 juta orang yang memerlukan pertolongan di

unit gawat darurat (UGD) setiap tahunnya. Berbagai system triase mulai

dikembangkan pada akhir tahun 1950-an seiring jumlah kunjungan UGD yang

telah melampaui kemampuan sumber daya yang ada untuk melakukan

penanganan segera. Tujuan triage adalah memilih atau menggolongkan semua

pasien yang datang ke UGD dan menetapkan prioritas penanganan. Sehingga

pada makalah ini akan dibahas mengenai keperawatan kegawatdaruratan

khususnya Triage.

4
1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari Triage

2. Bagaimanakah prinsip dan tipe triage?

3. Bagaimanakah klasifikasi dan penentuan prioritas triage)

4. Bagaimanakah proses triage?

5. Bagaimanakah dokumentasi triage?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pengertian dari triage.

2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami prinsip dan tipe triage.

3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami klasifikasi dan

penentuan prioritas triage

4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami proses triage

5. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami dokumentasi triage

1.4 Manfaat Penulisan

Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui, mengerti, dan memahami

pengertian dari triage, prinsip dan tipe triage, klasifikasi dan penentuan prioritas,

proses triage dan dokumentasi triage

1.5 Metode Penulisan

Kami menggunakan dua metode penulisan yaitu dengan studi pustaka dan

penelusuran IT. Pada metode studi pustaka, kami membaca dan menganalisis

beberapa literature kemudian kami menggunakan refrensi tersebut pada tulisan

ini. Selanjutnya pada metode penelusuran IT, kami mencari tambahan refrensi

pada dunia rambah internet untuk melengkapi data-data yang telah kami peroleh

pada literature.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Triage

Triase (Triage) berasal dari kata perancis yang berarti “menyeleksi”.

Dulu istilah ini dipakai untuk menyeleksi buah anggur untuk membuat

minuman anggur yang bagus atau memisahkan biji kopi sesuai kualitasnya.

Triase bencana adalah suatu sistem untuk menetapkan prioritas perawatan

medis berdasarkan berat ringannya suatu penyakit atau tingkat

kedaruratannya, agar dapat dilakukan perawatan medis yang terbaik kepada

korban sebanyak-banyaknya, di dalam kondisi dimana tenaga medis maupun

sumber-sumber materi lainnya serba terbatas (Zailani dkk, 2009).

Menurut Pusponegoro (2010), triase berasal dari bahasa Prancis trier

bahasa inggris triage dan diturunkan dalam bahasa Indonesia triase yang

berarti sortir. Yaitu proses khusus memilah pasien berdasarkan beratnya

cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat.

Triage adalah suatu sistem pembagian/klasifikasi prioritas klien

berdasarkan berat ringannya kondisiklien/kegawatannya yang memerlukan

tindakan segera. Dalam triage, perawat dan dokter mempunyai batasan waktu

(respon time) untuk mengkaji keadaan dan memberikan intervensi secepatnya

yaitu < 10 menit.

Triage adalah usaha pemilahan korban sebelum ditangani, berdasarkan

tingkat kegawatdaruratan trauma atau penyakit dengan mempertimbangkan

prioritas penanganan dan sumber daya yang ada (Wijaya, S, 2010).

2.1.1 Tujuan Sistem Triase

6
1. Identifikasi cepat korban yang memerlukan stabilisasi segera, ini ke

perawatan yang dilakukan di lapangan.

2. Identifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan dengan

pembedahan.

3. Untuk mengurangi jatuhnya korban jiwa dan kecacatan, inilah tiga

alasan dan tujuan dilakukannya triase gawat darurat PPGD.

2.1.2 Prinsip-prinsip Triase

Prinsip-prinsip triase yang utama sekali harus dilakukan adalah :

1. Triase umumnya dilakukan untuk seluruh pasien

2. Waktu untuk triase per orang harus lebih dari 30 detik

3. Prinsip utama triase adalah melaksanakan prioritas dengan urutan

“nyawa” > “fungsi” > “penampilan”.

4. Pada saat melakukan triase, maka kartu triase akan dipasangkan

kepada korban luka untuk memastikan urutan prioritasnya.

(Zailani, dkk, 2009).

Triase dilakukan berdasarkan observasi terhadap 3 hal, yaitu :

1. Pernafasan (respiratory)

2. Sirkulasi (perfusion)

3. Status mental (mental state)

Dalam pelaksanaannya biasanya dilakukan tag label triase

(label berwarna) yang dipakai oleh petugas triase untuk

mengidentifikasi dan mencatat kondisi untuk tindakan medis terhadap

korban.

Prinsip dalam pelaksanaan triase :

1) Triase harus cepat dan tepat

7
Kemampuan untuk merespon secara cepat, terhadap keadaan yang

menganca nyawa merupakan suatu yang sangan penting pada bagian

kegawatdaruratan

2) Pemeriksaan harus adekuat dan akurat

Akurasi keyakinan dan ketangkasan merupakan suatu element penting

pada proses pengkajian

3) Keputusan yang diambil berdasarkan pemeriksaan

Keamanan dan keefektifan perawatan pasien hanya dapat direncanakan

jika ada informasi yang adekuat dan data yang akurat

4) Memberikan intervensi berdasarkan keakutan kondisi

Tanggung jawab utama dari perawat triase adalah untuk mengkaji dan

memeriksa secara akurat pasien, dan memberikan perawatan yang sesuai

pada pasien, termasuk intervensi terapiutik, prosedur diagnostic, dan

pemeriksaan pada tempat yang tepat untuk perawatan

5) Kepuasan pasien tercapai

Perawat triase harus melaksanakan prinsip diatas untuk mencapai

kepuasan pasien

1) Perawat triase menghindari penundaan perawatan yang mungkin akan

membahayakan kesehatan pasien atau pasien yang sedang kritis

2) Perawat triase menyampaikan support kepada pasien, keluarga pasien,

atau teman. (Department Emergency Hospital Singapore, 2009)

2.1.3 Prinsip umum lain dalam asuhan keperawatan

a) Penjaminan keamanan diri perawatan dan klien terjaga, perawat harus

menerapkan prinsip universal precaution, mencegah penyebaran infeksi

dan memberikan asuhan yang nyaman untuk klien


8
b) Cepat dan tepat dalam melakukan triage, menetapkan diagnose

keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi yang berkelanjutan

c) Tindakan keperawatan meliputi resusitasi dan stabilisasi diberikan untuk

mengatasi masalah biologi dan psikologi klien

d) Penjelasan dan pendidikan kesehatan untuk klin dan keluarga diberikan

untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kerjasama perawat dan

klien

e) System monitoring kondisi klien harus dapat dijalankan

f) Sisten dokumentasi yang dipai dapat digunakan secara mudah, cepat dan

tepat

g) Penjaminan tindakan keperawatan secara etik dan legal keperawatan perlu

dijaga.

2.1.4 Tipe Triage

Ada beberapa Tipe triage, yaitu :

a. Daily triage

Daily triage adalah triage yang selalu dilakukan sebagai dasar

pada system kegawat daruratan. Triage yang terdapat pada setiap rumah

bsakit berbeda-beda, tapi secara umum ditujukan untuk mengenal,

mengelompokan pasien menurut yang memiliki tingkat keakutan dengan

tujuan untuk memberikan evaluasi dini dan perawatan yang tepat.

Perawatan yang paling intensif dberikan pada pasien dengan sakit yang

serius meskipun bila pasien itu berprognosis buruk.

9
b. Mass Casualty incident

Merupakan triage yang terdapat ketika sestem kegawatdaruratan

di suatu tempat bencana menangani banyak pasien tapi belum mencapai

tingat ke kelebihan kapasitas. Perawatan yang lebih intensif diberikan

pada korban bencana yang kritis. Kasus minimal bisa di tunda terlebih

dahulu.

c. Disaster Triage

Ada ketika system emergensi local tidak dapat memberikan

perawatan intensif sesegera mungkin ketika korban bencana sangat

membutuhkan. Filosofi perawatan berubah dari memberikan perawatan

intensif pada korban yang sakit menjadi memberikan perawatan terbaik

untuk jumlah yang terbesar. Fokusnya pada identifikasi korban yang

terluka yang memiliki kesempatan untuk bertahan hidup lebih besar

dengan intervensi medis yang cepat. Pada disaster triage dilakukan

identifikasi korban yang mengalami luka ringan dan ditunda terlebih

dahulun tanpa muncul resko dan yang mengalami luka berat dan tidak

dapat bertahan. Prioritasnya ditekankan pada transportasi korban dan

perawatan berdasarkan level luka.

d. Military Triage

Sama dengan tiage lainnya tapi berorientasi pada tujuan misi

disbanding dengan aturan medis biasanya. Prinsip triage ini tetap

mengutamakan pendekatan yang paling baik karena jika gagal untuk

mencapai tujuan misi akan mengakibatkan efek buruk pada kesehatan

dan kesejahteraan populasi yang lebih besar.

e. Special Condition triage

10
Digunakan ketika terdapat faktor lain pada populasi atau korban.

Contohnya kejadian yang berhubungan dengan senjara pemusnah masal

dengan radiasi, kontaminasi biologis dan kimia. Dekontaminasi dan

perlengkapan pelindung sangat dibutuhkan oleh tenaga medis. (Oman,

Kathleen S., 2008;2)

2.1.5 Tipe Triage Di Rumah Sakit

a. Tipe 1 : Traffic Director or Non Nurse

1. Hampir sebagian besar berdasarkan system triage

2. Dilakukan oleh petugas yang tak berijasah

3. Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa

sakitnya

4. Tidak ada dokumentasi

5. Tidak menggunakan protocol

b. Tipe 2 : Cek Triage Cepat

1. Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat

beregristrasi atau dokter

2. Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan

utama

3. Evaluasi terbatas

4. Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau

cedera mendapat perawatan pertama

c. Tipe 3 : Comprehensive Triage

1. Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan

berpengalaman

2. 4 sampai 5 sistem katagori

3. Sesuai protocol

11
Beberapa tipe sistem triage lainnya :

a. Traffic Director

Dalam sistem ini, perawat hanya mengidentifikasi keluhan utama dan

memilih antara status “mendesak” atau “tidak mendesak”. Tidak ada tes

diagnostik permulaan yang diintruksikan dan tidak ada evaluasi yang dilakukan

sampai tiba waktu pemeriksaan.

b. Spot Check

Pada sistem ini, perawat mendapatkan keluhan utama bersama dengan

data subjektif dan objektif yang terbatas, dan pasien dikategorikan ke dalam salah

satu dari 3 prioritas pengobatan yaitu “gawat darurat”, “mendesak”, atau

“ditunda”. Dapat dilakukan beberapa tes diagnostik pendahuluan, dan pasien

ditempatkan di area perawatan tertentu atau di ruang tunggu. Tidak ada evaluasi

ulang yang direncanakan sampai dilakukan pengobatan.

c. Comprehensive

Sistem ini merupakan sistem yang paling maju dengan melibatkan dokter

dan perawat dalam menjalankan peran triage. Data dasar yang diperoleh meliputi

pendidikan dan kebutuhan pelayanan kesehatan primer, keluhan utama, serta

informasi subjektif dan objektif. Tes diagnostik pendahuluan dilakukan dan

pasien ditempatkan di ruang perawatan akut atau ruang tunggu, pasien harus

dikaji ulang setiap 15 sampai 60 menit (Iyer, 2004).

2.1.6 Klasifikasi dan Penentuan Prioritas

Ada banyak klasifikasi triage yang digunakan, adapun beberapa

klasifikasi umum yang dipakai :

a. Three Categories Triage System

Ini merupakan bentuk asli dari system triase, pasien dikelompokkan

menjadi :
12
1) Prioritas utama

2) Prioritas kedua

3) Prioritas rendah

Tipe klasifikasi ini sangat umum dan biasanya terjadi kurangnya

spesifitas dan subjektifitas dalam pengelompokan dalam setiap grup

b. Four Categories Triage System

Terdiri dari :

1) Prioritas paling utama (sesegera mungkin, kelas 1, parah dan

harus sesegera mungkin)

2) Prioritas tinggi (yang kedua, kelas 2, sedang dan segera)

3) Prioritas rendah (dapat ditunda, kelas 3, ringan dan tidak harus

segera dilakukan)

4) Prioritas menurun (kemungkinan mati dan kelas 4 atau kelas 0)

c. Start Method (Simple Triage And Rapid Treatment)

Pada triase ini tidak dibutuhkan dokter dan perawat, tapi hanya

dibutuhkan seseorang dengan pelatihan medis yang minimal. Pengkajian

dilakukan kdengan sangat cepat selama 60 detik pada bagian berikut :

1. Ventilasi / pernapasan

2. Perfusi dan nadi (untuk memeriksa adanya denyut nadi)

3. Status neurology

Tujuannya hanya untuk memperbaiki masalah-masalah yang mengancam

nyawa seperti obstruksi jalan napas, perdarahan yang massif yang harus

diselesaikan secepatnya. Pasien diklasifikasikan sebagai berikut :

a) The Walking Wounded

Penolong ditempat kejadian memberikan instruksi verbal pada

korban, untuk berpindah. Kemudian penolong yang lain melakukan

13
pengkajian dan mengirim korban ke rumahsakit untuk mendapat

penanganan lebih lanjut

b) Critical/ Immediate

Dideskripsikan sebagai pasien dengan luka yang serius, dengan

keadaan kritis yang membutuhkan transportasi ke rumahsakit

secepatnya, dengan criteria pengkajian :

1) respirasi >30x/menit

2) tidak ada denyut nadi

3) tidak sadar/kesadaran menurun

c) Delayed

Digunakan untuk mendeskripsikan pasien yang tidak bisa yang

tidak mempunyai keadaan yang mengancam jiwa dan yang bisa

menunggu untuk beberapa saat untuk mendapatkan perawatan dan

transportasi, dengan kriteria :

Respirasi <30x/menit

Ada denyut nadi

Sadar/ respon kesadaran normal

d) Dead

Digunakan ketika pasien benar-benar sudah mati atau mengalami

luka dan mematikan seperti luka tembak di kepala (Departement

Emergency Hospital Singapore, 2009).

Berdasarkan Singapore Emergency Pasient Categorization Scale

14
atagori Definisi Waktu yang % tentang Keluhan yang Diagnose Sementara
Triage tingkat Ditargetkan kasus Khas
ketajaman di dalam untuk
Dimana dilihat di
pasien harus dalam
dilihat target
(menit) waktu

1 Resusitasi 90% 5 Henti jantung Trauma shock


Henti trauma Pneumotorak –
dan pasien me
Trauma mayor
dengan nit traumatic
Shock
Luka bakar pada
sakit kritis Ancaman
wajah dengan jalan
kematian
nafas yang
karena Asma
terganggu
Respiratory
Luka dikepala
disstres
dengan penurunan
Pasien tidak
kesadaran
sadar
Luka tebuka pada
Amputasi
Dada
mayor
Hipoglikemi
Luka dikepala
Overdosis trycylic
dengan
Kebocoran
menyebabkan
pembuluh darah
periubahan
auota pada
mental
abdomen
Nyeri dada
Akut myokard
seperti AMI
infark dengan atau
perdrhan
tanpa komplikasi
15
pada gastro Status asma
Status epilepsy
dengan shock
Multivel trauma
atau tanpa
Mayor
shock
Gagal jantung grate
Iskemia
4
Unstable angina
pectoris
Stroke akut dengan
perubahan mental

16
2 Emergenc 45 menit 85 % Nyeri dada Peningkatan osmular
y mayor tidak seperti non ketotic diabetes
Diabetes
(tidak AMI
memerluk Overdosis ketoasidosis
Fraktur multifel
an obat
Kekakuan tulang rusuk
ambulan)
Nyeri dada
pada nyeri
Epligotis
abdomen
Kehamilan ektofik
Perdarahan
Fraktur mayor
pada gastro Asma bronchial
Apendiksitis akut
dengan TTV
Retensi urinary
normal
Perdarahan Akut
Bronkopenemonia
vagina akut
Perdarahan
dengan TTV
gastrointestinal
normal
dengan TTV
Trauma
normal
sedang (non-
Koleksititis
ambulan) Sepsis berat tanpa
Status sakit
Shock
kepala parah Stroke akut
Cedera Pyelonepritis akut
Kanker tanpa
kepala
dengan komplikasi
Obstruksi intestinal
muntah
Overdosis obat
Asma sedang
Infeksi paru Dengan perubahan
dengan status mental

17
penurunan
pernapasan
Muntah yang
terus-
menerus

3 Emergenc 60 menit 80% Cedera pada Cedera pada kepala


y minor kepala, alergi, tanpa muntah
Fraktur clavicula
(ambulan) tidak muntah,

18
trauma akut Sprain
Migrant
minor, sprain
Otitis media
akut, sakit
eksterna
kepala, sakit Refluk
sedang, aborsi. gastroistetinal
Gejala disminore
Gatroenteritis akut
Vomiting
Gigitan serangga,
ular dan binatang
yang berbisa
Hiperpyrexia
Urtikaria

4 Tidak 120 menit 75 % trauma lama Bekas luka lama


Kelainan diformitas
Emergency dengan gejala
sisa dari tulang
Kontraktur sendi
sakit
Fraktur
teggorokan OPERASI YANG
tanpa TIDAK GAWAT
masalah Diskolasi tanpa
pernapasan gejala sisa
proses Tidak terjadi
pembedahan perubahan yang
yang tidak kronik pada luka
Cronic sprain
gawat
Gumpalan dingin
kondisi mata
dan bengkak pada
yang tidak
Badan
gawat
Vena varicocel
permintaan
Sirkumsisi
tindakan yang Penghilangan tattoo
tidak Penghilangan keloid
KELEMAHAN PADA
berbahaya
masalah pada BADAN
kulit yang Kelumpuhan pada
19
selebral
tidak gawat
Post polio
Hemiplegia
Stroke yang lama
Paralisis

20
Kategori Makna Konsekuensi Contoh

arteri lesi, perdarahan


T1 (I) bahaya bagi pengobatan langsung, internal,
kehidupan transportasi secepat amputasi utama
Mungkin

T2 (II) cedera parah konstan pengamatan dan amputasi minor, fraktur dan

pengobatan cepat, Dislokasi


transportasi sesegera
Mungkin

Laserasi minor, keseleo,


T3 (III) cedera kecil atau pengobatan ketika praktis, lecet
tidak ada cedera transportasi dan / atau
cairan bila memungkinkan

T4 (IV) tidak atau pengamatan dan jika luka berat, kehilangan darah
kemungkinan tidak dikompensasi,
kecil mungkin administrasi penilaian
neurologis
untuk bertahan Analgesic negative
hidup

pengumpulan dan mati pada


T5 (V) Almarhum menjaga kedatangan,

diturunkan dari T1-4, tidak


tubuh, identifikasi bila ada

napas spontan
Memungkinkan setelah

pembersihan
saluran

21
Berdasarkan Oman (2008), pengambilan keputusan triage didasarkan

pada keluhan utama, riwayat medis, dan data objektif yang mencakup keadaan

umum pasien serta hasil pengkajian fisik yang terfokus. Menurut Comprehensive

Speciality Standard, ENA tahun 1999, penentuan triase didasarkan pada

kebutuhan fisik, tumbuh kembang dan psikososial selain pada factor-faktor yang

mempengaruhi akses pelayanan kesehatan serta alur pasien lewat sistem

pelayanan kedaruratan.Hal-hal yang harus dipertimbangkan mencakup setiap

gejala ringan yang cenderung berulang atau meningkat keparahannya .

Prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai

penanganan dan pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang

timbul. Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam sistem triage

adalah kondisi klien yang meliputi :

a. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang

memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat

b. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi

memerlukan penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan

2.1.7 Metode dan Pelaksanaan Triase

Simple Triage and Rapid Treatment (START) adalah metode yang telah

dikembangkan atas pemikiran bahwa Triase harus “akurat”, “cepat”, dan “universal”.

Metode tersebut menggunakan 4 macam observasi yaitu, “bisa berjalan”, “bernafas”,

“sirkulasi darah”, dan “tingkat kesadaran” untuk menentukan tindakan dan penting

sekali bagi seluruh anggota medis untuk mampu melakukan Triase dengan metode ini

(Zailani, dkk, 2009).

2.1.8 Kategori Triase

22
Korban yang nyawanya dalam keadaan kritis dan memerlukan prioritas utama

dalam pengobatan medis diberi kartu merah. Korban yang dapat menunggu untuk

beberapa jam diberi kartu kuning. Sedangkan korban yang dapat berjalan sendiri diberi

kartu hijau. Korban yang telah melampaui kondisi kritis dan kecil kemungkinannya

untuk diselamatkan atau telah meninggal diberi kartu hitam. Dalam kondisi normal,

pasien yang sudah diambang kematian dapat diselamatkan dengan pengobatan yang

serius walaupun kemungkinannya sangat kecil. Para petugas medis yang sudah terbiasa

memberikan pelayanan medis yang maksimal dan pantang menyerah terhadap pasien

dengan kondisi seperti itu,mungkin akan dihinggapi perasaan berdosa saat memberikan

kartu hitam kepada korban. Disinilah letak perbedaan antara pengobatan darurat dengan

prinsip :terbaik untuk satu orang” dan pengobatan bencana dengan prinsip “terbaik

untuk semua” (Zailani, dkk, 2009).

Prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan

dan pemindahan yng mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul.

Untuk lebih jelasnya, kategori triase dapat kita lihat pada tabel berikut ini :

Prioritas Warna Kode Kategori Kondisi penyakit / luka

Memerlukan pengobatan dengan


Prioritas segera karena dalam kondisi yang
1 Merah I pertama sangat kritis yaitu tersumbatnya
pengobatan jalan nafas, dyspnea, perdarahan,
syok, hilang kesadaran.
Pengobatan mereka dapat ditunda
Bisa
2 untuk beberapa jam dan tidak akan
Kuning II menunggu
berpengaruh terhadap nyawanya,
pengobatan
tanda-tanda vital stabil.
Mayoritas korban luka yang dapat
3 Hijau III Ringan berjalan sendiri mereka dapat
melakukan rawat jalan.

23
Meninggal
Korban sudah meninggal ataupun
4 atau tidak
Hitam 0 tanda-tanda kehidupannya terus
dapat
menghilang.
diselamatkan

Klasifikasi berdasarkan Tingkat Keakutan (Iyer, 2004).

TINGKAT KEAKUTAN
Pemeriksaan fisik rutin (misalnya
KELAS I

KELAS IV Urgen / mendesak (misalnya fraktur


panggul, laserasi berat, asma); dapat
menunggu selama 1 jam
KELAS V Gawat darurat (misalnya henti jantung,
syok); tidak boleh ada keterlambatan
pengobatan ; situasi yang mengancam
hidup
memar minor); dapat menunggu lama
tanpa bahaya
KELAS II Nonurgen / tidak mendesak (misalnya
ruam, gejala flu); dapat menunggu lama
tanpa bahaya
KELAS III Semi-urgen / semi mendesak (misalnya
otitis media); dapat menunggu sampai 2

Beberapa petunjuk tertentu harus diketahui oleh perawat triage yang


mengindikasikan kebutuhan untuk klasifikasi prioritas tinggi. Petunjuk tersebut
meliputi :

1. Nyeri hebat

2. Perdarahan aktif

3. Stupor / mengantuk

4. Disorientasi

5. Gangguan emosi

6. Dispnea saat istirahat

24
7. Diaforesis yang ekstrem

8. Sianosis

9. Tanda vital di luar batas normal (Iyer, 2004).

Dalam Triage tidak ada standard nasional baku, namun ada 2 sistem yang

dikenal, yaitu :

1. METTAG (Triage tagging system).

Sistem METTAG merupakan suatu pendekatan untuk memprioritisasikan

tindakan.

a. Prioritas Nol (Hitam) :

1) Mati atau jelas cedera fatal.

2) Tidak mungkin diresusitasi.

b. Prioritas Pertama (Merah) :

Cedera berat yang perlukan tindakan dan transport segera.

1) gagal nafas,

2) cedera torako-abdominal,

3) cedera kepala / maksilo-fasial berat,

4) shok atau perdarahan berat

5) luka bakar berat.

c. Prioritas Kedua (Kuning) :

Cedera yang dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat :

1) cedera abdomen tanpa shok,

2) cedera dada tanpa gangguan respirasi,

3) fraktura mayor tanpa shok,

4) cedera kepala / tulang belakang leher,

5) luka bakar ringan.

25
d. Prioritas Ketiga (Hijau) :

Cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera :

1) cedera jaringan lunak,

2) fraktura dan dislokasi ekstremitas,

3) cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas,

4) gawat darurat psikologis.

Sistem METTAG atau pengkodean dengan warna system tagging yang

sejenis, bisa digunakan sebagai bagian dari Penuntun Lapangan

2. Sistim triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid

Transportation).

Penuntun Lapangan START memungkinkan penolong secara cepat

mengidentifikasikan korban yang dengan risiko besar akan kematian segera atau

apakah tidak memerlukan transport segera.

Penuntun Lapangan START dimulai dengan penilaian pasien 60 detik,

meliputi pengamatan terhadap ventilasi, perfusi, dan status mental. Hal ini untuk

memastikan kelompok korban :

a. perlu transport segera / tidak,

b. tidak mungkin diselamatkan,

c. mati.

2.1.7 Proses Triage


Proses triage mencakup dokumentasi hal-hal berikut :

1. Waktu dan datangnya alat transportasi

2. Keluhan utama ( misalnya : “ apa yang membuat Anda datang kemari”)

3. Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan

26
4. Penentuan pemberian perawatan kesehatan yang tepat

5. Penempatan diarea pengobatan yang tepat ( misalnya : cardiac persus trauma,

perawatan mirror versus perawatan kritis)

6. Permulaan intervensi ( misalnya : balutan steril, es pemakaian bidai, prosedur

diagnostic seperti pemeriksaan sinar-x, elektrokardiogram (EKG), atau gas

darah arteri (GDA)

Proses triage dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD. Perawat triage

harus mulai memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat dan

melakukan pengkajian, misalnya melihat sekilas kearah pasien yang berada di

brankar sebelum mengarahkan ke ruang perawatan yang tepat.

Saat pasien masuk ke UGD, perawat harus mengidentifikasi 3 aspek

penting yaitu, airway (jalan nafas), Breating (pola nafas) dan Circulation

(sirkulasi). Untuk mencapai tujuan itu, perawat harus menyelesaikan dengan

cepat dan tepat dengan waktu tidak lebih dari 5 menit.

Pada umumnya, triage dimulai dengan pengkajian pada pasien dan

dilanjutkan dengan pegkajian berdasarkan prioritas kegawatdaruratan pasien.

1. Acccros the Room Assesement (Pengkajian Awal)

Pengkajian awal dimulai ketika perawat gawat darurat bertemu dengan pasien pertama

kali. Perawat gawat darurat melakukan observasi secara teliti, mendengar bunyi abnormal

(suara nafas) dan berhati-hati terhadap bau yang tidak sesuai. Perawat yang telah

berpengalaman mampu menentukan tindakan yang benar dengan hanya melihat keadaan

pasien secara umum. Namun, dalam beberapa kasus perawat perlu melakukan pengkajian

yang lengkap sebelum dibawa ke ruang tindakan sesuai dengan keadaan pasien.

2. The Triage Interview (wawancara triage)

27
Dimulai dengan perawat memperkenalkan diri dengan pasien. Selama wawancara

singkat, perawat harus mampu mendapatkan data mengenai keluhan dan riwayat penyakit

pasien sebelumnya. Berdasarkan wawancara, pasien akan melakukan pendekatan yang

berfokus pada pengkajiannya dan melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital. Selanjutnya,

pasien dibawa keruangan untuk mendapatan pelayanan dan melakukan registrasi secara

langsung. Setelah selesai melakukan registrasi pasien menuju ke ruang tunggu.

Dalam melakukan pengkajian pada wawancara triage sebaiknya perawat menggunakan

pertanyaan terbuka seperti, “apa yang bisa saya bantu atau apa masalah anda hari ini?”. Dari

pertanyaan tersebut kita akan mendapatkan informasi berdasarkan jawaban pasien. Jika

pasien pernah memiliki riwayat masuk rumah sakit sebelumnya, perawat dapat menanyakan

“apa perubahan yang dialami sekarang atau apa yang mnyebabkan kamu datang kembali”.

Jika pasien datang dengan ambulan, banyak informasi yang dapat dari prehospital

(sebelum masuh rumah sakit) tetapi jawaban penting dari pasien bisa ditanyakan ulang untuk

menvalidasi data yang didapat sebelumnya. (ENA, 2005;68-73)

Perawat triage bertanggung jawab untuk menempatan pasien di area pengobatan yang

tepat, misalnya bagian trauma dengan peralatan khusus, bagian jantung dengan monitor

jantung dan tekanan darah atau area pengobatan cepat untuk keluhan minor, seperti sakit

tenggorokan tanpa demam, sakit gigi, atau terkilir. Tanpa memikirkan di mana pasien

pertama kali ditempatkan setelah triage, setiap pasien tersebut harus dikaji ulang oleh

perawat utama sedikitnya selama 60 menit. Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien

yang “mendesak” atau “gawat darurat”, pengkajian ulang dilakukan setiap 15 menit atau

lebih bila perlu. Setiap pengkajian ulang harus didokumentasikan dalam rekam medis.

Informasi baru tentang kondisi pasien di area pengobatan. Misalnya, kebutuhan untuk

memindahkan pasien yang awalnya berada di area pengobatan minor ke tempat tidur

bermonitor etika pasien tampak mual atau mengalami sesak napas, sinkop, dan diaphoresis.

(Iyer, P, 2004 : 259-260). Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan

28
cepat, tidak lebih dari 5 menit karena pengkajian ini tidak termasuk pengkajian perawat

utama. Perawat triage bertanggung jawab untuk menempatkan pasien di area pengobatan

yang tepat; misalnya bagian trauma dengan peralatan khusus, bagian jantung dengan monitor

jantung dan tekanan darah, dll. Tanpa memikirkan dimana pasien pertama kali ditempatkan

setelah triage, setiap pasien tersebut harus dikaji ulang oleh perawat utama sedikitnya sekali

setiap 60 menit.

Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau gawat darurat,

pengkajian dilakukan setiap 15 menit / lebih bila perlu. Setiap pengkajian ulang harus

didokumentasikan dalam rekam medis. Informasi baru dapat mengubah kategorisasi

keakutan dan lokasi pasien di area pengobatan. Misalnya kebutuhan untuk memindahkan

pasien yang awalnya berada di area pengobatan minor ke tempat tidur bermonitor ketika

pasien tampak mual atau mengalami sesak nafas, sinkop, atau diaforesis. (Iyer, 2004).

Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda - tanda objektif bahwa ia

mengalami gangguan pada airway, breathing, dan circulation, maka pasien ditangani terlebih

dahulu. Pengkajian awal hanya didasarkan atas data objektif dan data subjektif sekunder dari

pihak keluarga. Setelah keadaan pasien membaik, data pengkajian kemudian dilengkapi

dengan data subjektif yang berasal langsung dari pasien (data primer).

2.1.8 Alur dalam proses triase :

1. Pasien datang diterima petugas / paramedis UGD.

2. Diruang triase dilakukan anamnese dan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas)

untuk menentukan derajat kegawatannya oleh perawat.

3. Bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase dapat

dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung UGD).

4. Penderita dibedakan menurut kegawatannya dengan memberi kode warna:

29
a. Segera-Immediate (merah). Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang

kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera. Misalnya:Tension

pneumothorax, distress pernafasan (RR< 30x/mnt), perdarahan internal, dsb.

b. Tunda-Delayed (kuning) Pasien memerlukan tindakan defintif tetapi tidak

ada ancaman jiwa segera. Misalnya : Perdarahan laserasi terkontrol, fraktur

tertutup pada ekstrimitas dengan perdarahan terkontrol, luka bakar <25%

luas permukaan tubuh, dsb.

c. Minimal (hijau). Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan dan

menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya : Laserasi minor,

memar dan lecet, luka bakar superfisial.

d. Expextant (hitam) Pasien mengalami cedera mematikan dan akan meninggal

meski mendapat pertolongan. Misalnya : Luka bakar derajat 3 hampir

diseluruh tubuh, kerusakan organ vital, dsb.

5. Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna merah,

kuning, hijau, hitam.

6. Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikan pengobatan

diruang tindakan UGD. Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut,

penderita/korban dapat dipindahkan ke ruang operasi atau dirujuk ke rumah sakit

lain.

7. Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan medis lebih

lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran setelah pasien

dengan kategori triase merah selesai ditangani.

8. Penderita dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau bila

sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka penderita/korban dapat

diperbolehkan untuk pulang.

30
9. Penderita kategori triase hitam dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah.

(Rowles, 2007).

2.1.9 Langkah-langkah pelaksanaan START

1. Langkah pertama korban yang dapat ditunda. Kenali dan kelompokan para

korban yang masih mampu berjalan. Arahkan mereka ke tempat yang sudah

ditentukan. Kelompok ini diberi tanda HIJAU.

Biasanya area triage sudah ditentukan, sehingga korban diarahkan ke sana. Jadi

walau mereka masih mampu berjalan jangan biarkan mereka terpencar. Dalam

beberapa keadaan korban dalam kelompok ini dapat dimanfaatkan untuk ikut

membantu proses pertolongan

2. Langkah kedua pemeriksaan pernafasan. Sekarang para penolong menghampiri

mereka yang tidak mampu berjalan. Lakukan secara sistematis, jangan melompat dari

satu korban ke korban lainnya, dan jangan menghabiskan waktu terlalu banyak pada

satu korban. Hal pertama yang dilakukan adalah menilai pernafasan penderita. Buka

jalan nafas dan nilai pernafasannya. Korban yang mampu berjalan dapat

dimanfaatkan untuk ikut membantu mempertahankan jalan nafas pada penderita yang

tidak sadar . bila korban tidak bernafas buka nafas dengan jalan tekan dahi

angkat dagu. Bila tetap tidak bernafas setelah jalan nafas buka maka

berikan tanda HITAM.

Jika ia bernafas hitung berapa kali pernafasannya. Bila mencapai 30 kali atau lebih

dalam satu menit berikan tanda MERAH. Jangan hitung selama 30 detik seperti pada

penilaian penderita tetapi cukup selama 5 atau 10 detik saja. ( Bila menggunakan 5

detik hasilnya dikalikan 12 dan bila menggunakan 10 detik hasilnya kalikan 6 untuk

mendapatkan nilai dalam 1 menit). Bila hasilnya ternyata kurang dari 30 kali

permenit lanjutkan ke langkah ketiga. Jika ia bernafas hitung berapa kali

pernafasannya. Bila mencapai 30 kali atau lebih dalam satu menit berikan tanda

31
MERAH. Jangan hitung selama 30 detik seperti pada penilaian penderita tetapi

cukup selama 5 atau 10 detik saja. ( Bila menggunakan 5 detik hasilnya dikalikan 12

dan bila menggunakan 10 detik hasilnya kalikan 6 untuk mendapatkan nilai dalam 1

menit). Bila hasilnya ternyata kurang dari 30 kali permenit lanjutkan ke langkah

ketiga.

3. Langkah ketiga Penilaian sirkulasi. Penolong melakukan penilaian sirkulasi

dengan cara memeriksa pengisian kapiler. Pemeriksaan ini dilakukan dengan

menekan di atas kuku ujung jari korban, ujung jari di bawah kuku akan menjadi

pucat. Bila tekanan di lepas maka ujung jari akan menjadi merah kembali. Hitung

berapa lama waktu yang diperlukan untuk menjadi merah, bila ternyata 2 detik atau

lebih berikan warna MERAH bila kurang dari 2 detik maka lanjutkan ke langkah

keempat. Adakalanya keadaan gelap sehingga sulit menilai pengisian kapiler.

Metode alternatif yang dapat digunakan khusus pada keadaan ini adalah dengan

memeriksa nadi radialis. Bila tidak ada korban dinyatakan MERAH, bila ada maka

dilanjutkan ke langkah keempat.

4. Langkah keempat Penilaian mental. Bila penolong mencapai tahap ini maka

berarti korban masih bernafas secara adekuat dan perfusinya masih baik. Pada

langkah keempat ini penolong memeriksa status mental korban. Pemeriksaan ini

dapat dilakukan dengan meminta korban untuk mengikuti perintah sederhana,

misalnya “buka mata”, “gerakan jari” dan lainnyaa ketidakmampuan mengikuti

perintah sederhana ini berarti bahwa status mental korban dianggap tidak normal.

Korban diberikan label MERAH. Bila ternyata korban masih mampu mengikuti

perintah sederhana maka korban diberi warna KUNING. Pemeriksaan penderita

pada triage ini selesai setelah kita memberikan tanda triage pada korban. Tindakan

Selanjutnya setelah melakukan START adalah segera Membawa Korban sesuai

denganskala prioritasnyake fasilitas kesehatan. Fasilitas kesehatan tidak berarti harus


32
membawa segera dari lokasi, namun pada beberapa keadaan dapat disiapkan suatu

rumah sakit lapangan atau daerah triage, yang merupakan area kemana para korban

dibawa sebelum dievakuasi lebih lanjut ke rumah sakit. Di areal inilah penilaian

penderita dilakukan dengan lebih rinci seperti penilaian penderita yang dibahas

dalam buku ini. Bila ada tenaga yang lebih ahli maka disini dapat dilakukan triage

sekunder atau pemilahan tahap 2. Biasanya ini dilakukan oleh tenaga medis

berpengalaman. Hasil yang berbeda tidak menjadi masalah.

33
34
Triage Lapangan

35
Skema Triage Di RS

36
2.1.10 Dokumentasi Triage

Dokumen adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau

dijadikan bukti dalam persoalan hukum. Sedangkan pendokumentasian

adalah pekerjaan mencatat atau merekam peristiwa dan objek maupun

aktifitas pemberian jasa (pelayanan) yang dianggap berharga dan penting .

Dokumentasi asuhan dalam pelayanan keperawatan adalah bagian dari

kegiatan yang harus dikerjakan oleh perawat setelah memberi asuhan

kepada pasien. Dokumentasi merupakan suatu informasi lengkap meliputi

status kesehatan pasien, kebutuhan pasien, kegiatan asuhan keperawatan

serta respons pasien terhadap asuhan yang diterimanya. Dengan demikian

dokumentasi keperawatan mempunyai porsi yang besar dari catatan klinis

pasien yang menginformasikan faktor tertentu atau situasi yang terjadi

selama asuhan dilaksanakan. Disamping itu catatan juga dapat sebagai

wahana komunikasi dan koordinasi antar profesi (Interdisipliner) yang dapat

dipergunakan untuk mengungkap suatu fakta aktual untuk

dipertanggungjawabkan.

Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bagian integral dari

asuhan keperawatan yang dilaksanakan sesuai standar. Dengan demikian

pemahaman dan ketrampilan dalam menerapkan standar dengan baik

merupakan suatu hal yang mutlak bagi setiap tenaga keperawatan agar

mampu membuat dokumentasi keperawatan secara baik dan benar.

Dokumentasi yang berasal dari kebijakan yang mencerminkan standar

nasional berperan sebagai alat manajemen resiko bagi perawat UGD. Hal

tersebut memungkinkan peninjau yang objektif menyimpulkan bahwa

perawat sudah melakukan pemantauan dengan tepat dan

37
mengkomunikasikan perkembangan pasien kepada tim kesehatan.

Pencatatan, baik dengan computer, catatan naratif, atau lembar alur harus

menunjukkan bahwa perawat gawat darurat telah melakukan pengkajian dan

komunikasi, perencanaan dan kolaborasi, implementasi dan evaluasi

perawatan yang diberikan, dan melaporkan data penting pada dokter selama

situasi serius. Lebih jauh lagi, catatan tersebut harus menunjukkan bahwa

perawat gawat darurat bertindak sebagai advokat pasien ketika terjadi

penyimpangan standar perawatan yang mengancam keselamatan pasien.

(Anonimous,2002).

Dokumentasi secara akurat dalam rekam medis adalah salah satu

cara terbaik bagi perawat klinis untuk membela diri dari tuntutan hukum

karena kelalain dalam pemberian perawatan. Dokumentasi yang berasal dari

kebijakan yang mencerminkan standar nasional berperan sebagai alat

manajemen risiko bagi perawat UGD. Hal tersebut memungkinkan peninjau

yang objektif menyimpulkan bahwa perawat sudah melakukan pemantauan

dengan tepat dan mengomunikasikan perkembangan pasien kepada tim

kesehatan. Dalam Dokumentasi triage terdiri dari lima yaitu pengkajian,

diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian dilakukan untuk mengetahui keadaan dan menentukan

prioritas perawatan berdasarkan kebutuhan fisik dan psikologis, serta

factor-faktor lain yang mempengaruhi pasien sepanjang sister tersebut.

Area pengkajian pertama harus selalu pengkajian system

kardiovasculer dan respirasi, termasuk tanda vital. Pengkajian tersebut

adalah pengkajian utama yang dimandatkan pada semua perawat gawat

38
darurat untuk dilakukan pada semua pasien, tanpa memperdulikan

keluhannya. Pemeriksaan umum dapat dilakukan secara bersamaan

dengan pemeriksaan utama, meluas ke area seperti tingkat kesadaran,

kualitas bicara, organisasi pikiran, tampilan umum (msl. pakaian, hygiene,

warna kulit, ekspresi wajah, postur, aktivitas motorik pada saat pasien

duduk atau dilepas pakaiannya, bau kulit atau bau nafasnya), Dan tingkat

distress. Satu aspek yang sangat penting dari pengkajian adalah

pembentukan hubungan terapiutik.

2. Diagnosa

Setelah melakukan pengkajian perawat harus menentukan diagnose

untuk merencanakan tindakan keperawatan. Menurut nanda diagnose

keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat

tentang masalah kesehatan actual atau potensial, sebagai dasar seleksi

intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan yang

sesuai.

3. Interveni

Standar praktik ENA yang berkaitan dengan perencanaan

menyatakan “perawat gawat darurat harus merumuskan rencana asuhan

keperawatan yang komprehensif untuk pasien UGD dan kolaborasi dan

perumusan keseluruhan rencana perawatan pasien” (ENA,1995b)

Dalam intervensi di triage elemen penting dari perencanaan adalah

kesiapan. Perawatan harus memastikan alat-alat medis dan suplai barang-

barang tersebut tersedia dan berfungsi dengan baik sehingga tidak akan

terjadi keterlambatan dalam pemberian perawatan pada pasien.

39
4. Implementasi

Standar praktik ENA yang berkaitan dengan implementasi menyatakan,

“perawat gawat darurat harus mengimplementasikan rencana perawatan

berdasarkan data pengkajian, diagnosis keperawatan, dan diagnosis medis”.

(ENA, 1995b). Dalam implementasi di triage , perawat harus memiliki

kompetensi dalam memberikan perawatan di UGD yang mencakup tindakan

penyelamatan nyawa dan alat gerak. Perawat yang memiliki kompetensi harus

mampu mengantisipasi kebutuhan keahlian khusus sesuai yang diindikasikan

oleh situasi klinis, dan perawat harus berusaha dan mendokumentasikan

semua upaya tersebut.

5. Evaluasi

Pernyataan standar ENA yang berkaitan dengan evaluasi dan

memodifikasi rencana perawatan berdasarkan respon pasien yang dapat

diobservasi dan pencapaian tujuan pasien”(ENA, 1995b)

Pada tahap pengkajian, pada proses triase yang mencakup dokumentasi :

1. Waktu dan datangnya alat transportasi

2. Keluhan utama (misal. “Apa yang membuat anda datang kemari?”)

3. Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan

4. Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat

5. Penempatan di area pengobatan yang tepat (msl. kardiak versus trauma,

perawatan minor versus perawatan kritis)

40
KOMPONEN DOKUMENTASI TRIAGE
Tanggal dan waktu tiba
Umur pasien
Waktu pengkajian
Riwayat alergi
Riwayat pengobatan
Tingkat kegawatan pasien
Tanda - tanda vital
Pertolongan pertama yang diberikan
Pengkajian ulang
Pengkajian nyeri
Keluhan utama
Riwayat keluhan saat ini
Data subjektif dan data objektif
Periode menstruasi terakhir
Imunisasi tetanus terakhir
Pemeriksaan diagnostik
Administrasi pengobatan
Tanda tangan registered nurse

Rencana perawatan lebih sering tercermin dalam instruksi dokter serta

dokumentasi pengkajian dan intervensi keperawatan daripada dalam tulisan

rencana perawatan formal (dalam bentuk tulisan tersendiri). Oleh karena itu,

dokumentasi oleh perawat pada saat instruksi tersebut ditulis dan

diimplementasikan secara berurutan, serta pada saat terjadi perubahan status

pasien atau informasi klinis yang dikomunikasikan kepada dokter secara

bersamaan akan membentuk “landasan” perawatan yang mencerminkan

ketaatan pada standar perawatan sebagai pedoman.

41
Dalam implementasi perawat gawat darurat harus mampu melakukan

dan mendokumentasikan tindakan medis dan keperawatan, termasuk waktu,

sesuai dengan standar yang disetujui.Perawat harus mengevaluasi secara

kontinu perawatan pasien berdasarkan hasil yang dapat diobservasi untuk

menentukan perkembangan pasien ke arah hasil dan tujuan dan harus

mendokumentasikan respon pasien terhadap intervensi pengobatan dan

perkembangannya.Standar Joint Commision (1996) menyatakan bahwa

rekam medis menerima pasien yang sifatnya gawat darurat, mendesak, dan

segera harus mencantumkan kesimpulan pada saat terminasi pengobatan,

termasuk disposisi akhir, kondisi pada saat pemulangan, dan instruksi

perawatan tindak lanjut.

Proses dokumentasi triage menggunakan sistem SOAPIE, sebagai berikut :

1. S : data subjektif

2. O : data objektif

3. A : analisa data yang mendasari penentuan diagnosa keperawatan

4. P : rencana keperawatan

5. I : implementasi, termasuk di dalamnya tes diagnostic

6. E : evaluasi / pengkajian kembali keadaan / respon pasien terhadap

pengobatan dan perawatan yang diberikan (ENA, 2005)

Untuk mendukung kepatuhan terhadap standar yang memerlukan stabilisasi,

dokumentasi mencakup hal - hal sebagai berikut:

1) Salinan catatan pengobatan dari rumah sakit pengirim

2) Tindakan yang dilakukan atau pengobatan yang diimplementasikan di

fasilitas pengirim

42
A. Kegawatdaruratan

1. Pengertian

Adalah pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan metodologi

keperawatan gawat darurat berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spirtual yang

komprehensif ditujukan kepadaklien/pasien yang mempunyai masalah aktual atau

resiko yang mengancam kehidupan, terjadi secara mendadak atau tidak dapat

diperkirakan, dan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat

dikendalikan. Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan dikembangkan sedemikian

rupa sehingga mampu mencegah kematian atau kecacatan yang mungkin terjadi

(Kemenkes, R.I, 2010).

2. Kasus kegawatdaruratan

a. Pasien Gawat dan Darurat

Yaitu pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan terancam nyawanya.

Contoh kasus : pada pasien IMA (Infark Miokard Acute)

b. Pasien Gawat Tidak Darurat

Yaitu pasien yang berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan

darurat.

Contoh kasus : pasien dengan karsinoma (kanker)

c. Pasien Tidak Gawat Tapi Darurat

Yaitu pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba tetapi tidak mengancam nyawa.

Contoh kasus : seseorang yang baru saja digigit ular

d. Pasien Tidak Gawat dan Tidak Darurat

Yaitu pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kegawatdaruratan.

43
Contoh kasus : batuk pilek

e. Pasien DOA (Death On Arrival)

Yaitu pasien yaitu pasien yang datang ke rumah sakit sudah dalam keadaan

meninggal.

Contoh kasus : pasien meninggal

3. Penyelesaian Masalah Primer pada Kasus

Yaitu dengan menggunakan pengkajian primer :

a. Airway

Mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai kontrol

servikal. Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret

akibat kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :

– Chin lift / jaw trust

– Suction / hisap

– Guedel airway

– Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.

b. Breathing

Mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi

adekuat. Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan

yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi, whezing,

sonor, stidor/ ngorok, ekspansi dinding dada.

c. Circulation

Mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan. TD dapat normal

atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal

44
pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada

tahap lanjut

d. Disability

Mengecek status neurologi. Menilai kesadaran dengan cepat, apakah sadar,

hanya respon terhadap nyeri atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan

mengukur GCS.

e. Eksposure

Environmental control. Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat

dicari semua cidera yang mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang

belakang, maka imobilisasi in line harus dikerjakan.

Pengkajian primer bertujuan mengetahui dengan segera kondisi yang

mengancam nyawa pasien dilakukan dalam tempo waktu yang singkat (kurang dari

10 detik), difokuskan pada Airway Breathing Circulation (ABC).

45
BAB 3

CONTOH KASUS

Penanganan Prioritas Pada Kasus

SKENARIO 1

Anda perawat yang mendapat tugas untuk melakukan Triage setelah

mendapat informasi, telah terjadi kecelakaan mobil. 5 menit setelah sampai

di tempat kejadian, ternyata sebuah mobil sedan dengan 5 orang penumpang

menabrak bagian belakang truck yang sedang membawa kayu. Setelah Anda

melakukan pemeriksaan di dapatkan kondisi pasien :

PASIEN A :

Laki-laki umur 24 tahun, telah di ekstrikasi dari dalam dari dalam mobil.

Pernafasan ada bunyi gargling, darah keluar dari hidung saat ekspirasi,

pembengkakan di daerah leher dan Nampak sianosis. Ditemukan fraktur

maksila, gigi banyak yang patah dan ada fraktur klavikula terbuka. Tanda-

tanda vital : nadi 140 kali/menit, kekuatan sedang, respirasi 40 kali/menit,

GCS 12.

PASIEN B :

Perempuan umur 38 tahun, pasien mengeluh sakit, ada kayu menancap di

dada sebelah kanan serta ada luka selebar 4 cm dan tampak jaringan paru

keluar masuk dari luka tersebut. Tanda-tanda vital : nadi 100 kali/menit,

kekuatan sedang, respirasi 35 kali/menit, GCS 15.

PASIEN C :

46
Laki-laki umur 40 tahun. Mengeluh nyeri dada, ada nyeri tekan di sternum

dan nampak sesak, bising nafas berkurang pada paru sebelah kiri. Perlukaan,

ada fraktur kostae 3-6 kiri dan fraktur femur kiri terbuka. Tanda-tanda vital :

nadi 110 kali/menit, kecil, respirasi 35 kali/menit, GCS 15.

PASIEN D :

Laki-laki umur 35 tahun, sadar, sedikit gelisah. Dari hasil pemeriksaan,

seluruh perut nyeri. Tanda-tanda vital : nadi 105 kali/menit, akral dingin,

respirasi 32 kali/menit, GCS 15.

PASIEN E :

Laki-laki umur 32 tahun, mengeluh nyeri di tungkai bawah sebelah kanan.

Hasil pemeriksaan tungkai kanan dingin, pulsasi bagian distal tidak teraba.

Tanda-tanda vital : nadi 105 kali/menit, respirasi 20 kali/menit, GCS 15.

47
Dengan menuliskan nomor 1-5 ( 1 prioritas tertinggi dan 5 prioritas

terendah) :

a. Pasien A = 1

Karena px saat diperiksa tampak sesak berat dan mengalami perlukaan

berat di daerah maksilo facial dengan pernafasan 40x/menit,

peningkatan nadi 120x/menit, dan penurunan GCS 8

b. Pasien B = 3

Karena px saat diperiksa palpasi teraba krepitasi di daerah panggul,

mengeluh sangat nyeri di daerah perut dan akral terasa dingin, jadi bisa

saja ada perdarahan yang tidak terlihat

c. Pasien C = 2

Karena pada saat diperiksa px nampak sangat sesak dan hanya berespon

bila diajak bicara serta bising nafas tidak terdengar pada paru-paru sisi

kiri dengan pernafasan 35x/menit dan peningkatan nadi 140x/menit.

d. Pasien D = 5

Karena keadaan px yang masih dapat dikatakan stabil dengan ttv

standart normal jadi dapat dikatakan keadaan tidak gawat darurat.

e. Pasien E = 4

Karena dari hasil pemeriksaan nampak ekskoriasi di seluruh tubuh serta

tungkai kanan tampak angulasi ditakutkan terjadi perdarahan

terselubung sekitas 400cc-800cc dengan peningkatan nadi 150x/menit.

48
3) Deskripsi respon pasien terhadap pengobatan
4) Hasil tindakan yang dilakukan untuk mencegah perburukan lebih jauh pada
kondisi pasien

49
50
BAB 4

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut Pusponegoro (2010), triase berasal dari bahasa Prancis

trier bahasa inggris triage dan diturunkan dalam bahasa Indonesia triase

yang berarti sortir. Yaitu proses khusus memilah pasien berdasarkan

beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat

darurat.

Triage adalah suatu sistem pembagian/klasifikasi prioritas klien

berdasarkan berat ringannya kondisiklien/kegawatannya yang memerlukan

tindakan segera. Dalam triage, perawat dan dokter mempunyai batasan

waktu (respon time) untuk mengkaji keadaan dan memberikan intervensi

secepatnya yaitu < 10 menit.

B. Saran

51
DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 1999. Triage Officers Course. Singapore : Department of Emergency

Medicine Singapore General Hospital

Anonimous, 2002. Disaster Medicine. Philadephia USA : Lippincott Williams

ENA, 2005. Emergency Care. USA : WB Saunders Company

Iyer, P. 2004. Dokumentasi Keperawatan : Suatu Pendekatan Proses

Keperawatan. Jakarta : EGC

Oman, Kathleen S. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta :

EGC

Suhartati. 2011. Standar Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat di

Rumah Sakit.Jakarta : Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan

Wijaya, S. 2010. Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Denpasar : PSIK

FK Unud

Kartikawati, D. (2011). Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat.

Jakarta: Salemba Medika.

Kathleen, O. S., McLain, J, K., & Scheetz, L, J. (2014). Panduan Belajar

Keperawatan Emergensi. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai