Anda di halaman 1dari 6

1.

Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu


1.1. Pengertian Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu
Pelayanan Gawat Darurat di Indonesia telah diatur oleh Permenkes (Peraturan
Menteri Kesehatann) no 19 tahun 2016. Didalamnya terdapat penjelasan mengenai
SPGDT (Sistem penanggulangan Gawat darurat terpadu). SPGDT merupakan
susatu mekanisme pelayanan Gawat Darurat terintegrasi dan berbasis call center
dengan melibatkan masyarakat ("PERMENKES RI," 2016).
1.2. Bagian-bagian SPGDT
SPGDT memiliki program-program pembantu untuk meningkatkan mutu dan akses
pelayanan serta mempercepat waktu penanganan pasien gawat daurat. Adapun
program-program tersebut diantaranya yaitu:
a. Pusat Komando Nasional,
Pusat Komando Nasional adalah pusat panggilan kegawatdaruratan dengan
nomor kode akses 119.
b. Program PSC (Public safety center)
PSC adalah pusat pelayanan yang menjamin kebutuhan masyarakat dalam hal-
hal yang berhubungan dengan kegawatdaruratan yang berada di
kabupaten/kota.
c. Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Fasilitas kesehatan adalah rumah sakit (negeri dan swasta) dan puskesmas
(pelayanan kesehatan berbasis komunitas) ("PERMENKES RI," 2016).
2. Pre Hospital secara umum
2.1. Definisi Prehospital care
Pre hospital care adalah pelayanan gawat darurat yang dilakukan sebelum ke rumah
sakit (diluar rumah sakit) dimana merupakan saat pertama korban diberikan
intervensi.
Tenaga kesehatan prehospital sebelum ke lokasi sudah mengetahui sekilas kondisi
pasien dari call center sehingga ketika tenaga kesehatan sudah dilokasi kejadian,
tenaga kesehatan mengerti apa yang mesti dilakukan dengan baik (pertolongan
pertama). Mekanisme selanjutnya setelah itu adalah proses transportasi
menggunakan ambulan hingga sampai di rumah sakit. Penanganan korban selama
fase prehospital menentukan kondisi pada pasien nantinya (Pitt & Pusponegoro,
2005; Suryanto, 2017).

2.2. Tenaga Kesehatan Prehospital


Paramedik adalah orang-orang terlatih yang memberikan pelayanan kegawatan
darurat sebelum pasien tibaa di UGD/rumah sakit.
Di negara maju ada beberapa tingkatan untuk paramedik, yaitu:
 EMT (Emergency Medical Tehnician) Basic
 EMT Intermediate
 EMT Paramedic
 Nurse Paramedic (Pusponegoro & Sujudi, 2016)
Tenaga Kesehatan pada Pelayanan Gawat Darurat Prehospital pada umumnya
adalah paramedis. Namun karena paramedis merupakan sebuah profesi baru di
Indonesia, maka PSC merekrut perawat-perawat dan kemudian melatih mereka.
Adapun syarat perawat tersebut adalah (menyelesaikan pelatihan di sekolah
keperawatan selama 3 tahun sebelum memasuki pelatihan paramedis. Paramedis
dilatih oleh dokter dan profesi kesehatan lain yang sudah berpengalan banyak
dilapangan. Perlu diketahui bahwa semua paramedis harus bisa mengendarai mobil.
(Pitt & Pusponegoro, 2005)

Ilmu kegawatan darurat pada prehospital memerlukan ketelitian dan kompetensi


yang tinggi. Hal ini dikarenakan tingkat permasalahan kegawatan yang tinggi,
keterbatasann informasi klinis didapat dan kondisi klinis yang sangat luas
cakupannya. Dengan mempertimbangkan ketersediaan sarana, prasarana dan
sumber tenaga kesehatan petugas gawat darurat prehospital harus dapat
memberikan pelayanan kegawat secara cepat dan tepat (Hagiwara et al., 2013).

2.3. Ruang Lingkup Pre Hospital


 Pusat Komunikasi/Alarm Center Sistem Pelayanan Gawat Darurat
 Public Safety Center setiap daerah kota/superficial
 Fasilitas kesehatan yang terkoordiniasi dengan sistem
 Ambulan Gawat Darrat (sepeda motor, kapal, Helikopter)
 Dalam Keadaan bencana dan korban massal, prehospital bagian dari Sistem
Pelayanan Gawat Darurat merupakan integral dari persiapan keadaan
bencana (Pusponegoro & Sujudi, 2016).
3. Prehospital di Indonesia
3.1. Sejarah Prehospital
Pada mulanya pelayanan prehospital sudah dibentuk pada tahun 1972 dengan nama
Pilot Ambulance Project. Namun proyek ini sulit berkembang karena masalah
finansial dan tidak menjadi prioritas utama bagi pemerintahan pada saat itu. Padahal
saat itu 70 persen penyebab kematian pada pasien trauma adalah korban
kecelakaan. Kemudian pada tahun 1990 pemerintah mulai merasakan betapa
pentingnya pelayanan gawat darurat prehospital. Sehingga Asosiasi Dokter Bedah
Indonesia menerapkan pelayanan ambulan gawat darurat 118 (sekarang 119) yang
mana diterapkan di 5 kota besar kala itu (Jakarta, Palembang, Yogyakarta,
Surabaya, Makassar) kemudian meluas ke beberapa kota besar lainnya (Pitt &
Pusponegoro, 2005).
3.2. Permasalahan Kegawat daruratan Prehospital di Indonesia
Menurut kerangka konsep “People Centred Healthcare” dari WHO 2007, terdapat 4
bidang penting guna meningkatkan kualitas dan keamanan kesehatan keperawatan.
Empat bidang tersebut yaitu pasien (individu, keluarga dan komunitas), tenaga
kesehatan, organisasi pelayanan kesehatan, dan sistem kesehatan. Diketahui bahwa
permasalah Kegawatan Prehospital di Indonesia ada pada keempat sektor yang ada.
Permasalahan Prehospital pada bidang pasien yaitu pada kurangnya pengetahuan
dan kesadaran masyarakat umum atau awam tentang pertolongan SPGDT yang
ada. Permasalahan bidang tenaga kesehatan cukup luas diantaranya kurangnya
kompetensi dan pengetahuan tenaga kesehatan prehospital (di Indonesia selama ini
konteksnya adalah in Hospital), tenaga kesehatan prehospital pada umumnya adalah
paramedis/EMT namun karena di Indonesia belum ada profesi tersebut maka
digantikan oleh perawat. Permasalahan Sistem Kesehatan Prehospital ada pada
ketidakjelasan aturan pemerintah Indonesia yaitu SPGDT yang sudah di
implementasikan lebih dari 2 tahun di Indonesia namun kebanyakan pelayanan
ambulan hanya berbasis di rumah sakit dan kurang responsif terhadap SPGDT yang
ada. Kebijakan yang lain yaitu kurikulum keperawatan di Indonesia pada pelayanan
Gawat Darurat Prehospital kurang sesuai. Permasalahan pelayanan Organisasi
kesehatan keperawatan adalah pelayanan prehospital di Indonesia kurang
terkoordinnasi antara pusat dan pemerintahan lokal, level rumah sakit dan level
puskesmas. Pada setiap wilayah di Indonesia perlu diimplementasikan EMS/SPGDT
dengan dukungan pemerintah khususnya daerah lokal (Pitt & Pusponegoro, 2005;
Suryanto, Plummer, & Boyle, 2018).
Menurut Pusponegoro, 2016 pada bukunya, kisaran waktu transpor pasien Ambulan
dari waktu ambil pasien dari TKP (tempat kejadian perkara) sampai IGD atau rumah
sakit adalah 15 mmenit sampai 4 jam. Dalah kasus atau kejadian-kejadian tertentu
bisa lebih lama. Padahal dibandingkan di luar negeri misalkann Perancis, Inggris dan
Amerika Serikat memiliki kejelasan undang-undang yang mengharuskan ambulan ke
tempat kejadian harus dalam waktu 4-6 menit. Hal ini dikarenakan agar pasien
dengan masalah henti nafas dan henti jantung dapat diselamatkan (Pusponegoro &
Sujudi, 2016).
Kemudian pada sedian ambulan prehospital, khususnya pelayanan kesehatan
berbasis komunitas yaitu puskesmas. Fasilitas atau sarana-prasarana pada
ambulan puskesmas pada umumnya kurang lengkap. Menurut Suryanto, 2017, alat
yang ada pada ambulan hanya sebatas usungann saja (Suryanto et al., 2018).
4. Peran Perawat di Indoneisia
Profesi Keperawatan memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan (nursing care),
berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan (science and art of nursing) dan ditentukan oleh
etika profesi. Secara umum peran perawat yaitu: koordinator, kolaborator, pembaharu,
peneliti, advokat, pelaksana, konsultan, dan pendidik
Menurut Tatanann Praktek perawat terbagi atas:
- Perawat komunitas (peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaann
dan rehabilitasi)
- Peran perawat di klinik (puskesmas atau praktek mandiri)
- Perawat di rumah sakit (Fadhillah, 2011)
5. Peran perawat Indonesia di Pre Hospital

Sebenarnya Ranah pelayanan gawat darurat Prehospital dilakukan oleh paramedis atau
Emergency Medical Technicion (EMT). Namun karena di Indonesia masih belum ada profesi
paramedis sehingga digantikan oleh perawat (Pitt & Pusponegoro, 2005).

Peran perawat prehospital berdasarkan kaidah umum , yaitu:

- Koordinator (pada bagian komando call center harus bisa memilah, mentriase,
mendokumenatsikan dan mendispatch PSC mana yang paling dekat untuk memberikan
pertolongan gawat darurat)
- Kolaborator (kerjasama antara komando, komando dengan tenaga kesehatan, sesama
tenaga kesehatan PSC (dokter, bidan, perawat), profesi lintas sektor (dengan polisi dan
pemadam kebakarann), sesama perawat ambulan, dan kerjasama dengan tenaga
kesehatan fasilitas kesehatan terkait)
- Pelayanan kesehatan (perawat ambulan memberikan pertolongan atau first aid sesuai
kondisi dan keadaan yang mengancam (priority ABCDE) dan Intervensinya.
- Advokat (melindungi dan mempertahankan hak-hak pasien untuk mendapatkan
pertolongan kegawatan secara tepat dan tepat)
- Peneliti, selama perawat bekerja di prehospital, perawat pasti menemukan fenomena
dan hal-hal yang mempengaruhinya. Perawat Prehospital perlu ditekankan berpikir kritis
sehingga nantinya dapat menemukan solusi dari fenomena yang ada.
- Pembaharuan bisa diberikan setelah penelitian atau dilakukan secara langsung.
Tergantung struktural jabatan yang ada
- Konsultasi dan edukator bisa diberikan kepada pasien (tergantung kesadaran dan
kebutuhannya), keluarga atau saksi kejadian saat itu. Perlu diketahui bahwa karena
prehospital merupakan ranah emergensi, maka informasi yang diberikan bersifat singkat
dan jelas. Namun demikian di luar fase kuratif atau pelayanan kegawatan prehospital,
peran perawat sebagai edukator dan konsultasi dpat diberikan sebagai
pencegahan/promo health

Diketahui bahwa Perawat di Indonesia beraneka ragam tingkat pendidikanya. Diantaranya


yaitu pendidikan vokasi (diploma), pendidikan akademik (program sarjana keperawatan,
magister keperawatan, dan doktor keperawatan), dan profesi (program profesi dan spesialis
keperawatan) menurut undang-undang no 38 ("UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA," 2014). Diantara tingkat pendidikan ini, mayoritas perawat di Indonesia adalah
kualifikasi pendidikan diploma. Pada daerah Jawa Timur menurut Profil Kesehatan Tahun
2012 terdapat 28.236 perawat dengan 26.056 perawat kualifikasi diploma(Profil Kesehatan
Provinsi Jawa Timur 2012). Diantara semua tingkat pendidikan perawat yang ada dan
jumlah mayoritas pendidikann diploma, fokus pendidikan pelayanan keperawatanya
kebanyakan dominan pada sektor inHospital, bukan preHospital. Dari kondisi ini dapat
disimpulkan bahwa perawat pada bagian kegawatan prehospital memiliki pengetahuan dan
skill/keterampilan yang kurang mengingat kurikulum yang diajarkan di sekolah keperawatan
selama ini. Sehingga peran perawat untuk di prehospital kurang maksimal (Suryanto et al.,
2018).

Dalam Penelitian milik Suryanto,2017 diantara 3 domain yaitu pengetahuan, skill dan
tingkah laku, diketahui bahwa lulusan perawat pada kawasan 3 distrik di Kota Malang,
kurang memahami terkait pengetahuan dan keterampilan praktik prehospital. Hal ini
dikarenakan terbatasnya pembahasan pre-hospital pada kurikulum perawat nasional secara
menyeluruh baik secara akademik maupun klinik praktik.

Sehingga tenaga kesehatan PreHospital (tidak hanya In Hospital) khususnya perawat


ambulan perlu meningkatkan kemampuan keterampilan, pengetahuan dan tingkah laku
kegawatdaruratan dalam pelayanannya.

Adapun pelatihan yang bisa diberikan kepada perawat prehospital di Indonesia sesuai
dengan penelitian Pak Suryanto guna meningkatkan kualitasnya yaitu: Pelayanan
Keperawatan Trauma (trauma Nursing Care), Kebutuhan dasar manusia emergensi,
pemilahan triage, Pembelajaran EKG, Resusitasi, perawatan prehospital bagian kepala,
otot, dan injuri spinal. Pelatihan ini disesuaikan Oleh Pak Suryanto dengan kondisi pasien
gawat darurat dan tenaga kesehatan yang ada (Suryanto et al., 2018).

Daftar Pustaka
Fadhillah, H. (2011). Peran Perawat Dalam Tatanann Pelayanan kesehatan Pengurus Pusat
PPNI. Surabaya: PPNI.
Hagiwara, Magnus Andersson, Sjöqvist, Bengt Arne, Lundberg, Lars, Suserud, Björn-Ove,
Henricson, Maria, & Jonsson, Anders. (2013). Decision support system in prehospital
care: a randomized controlled simulation study. The American Journal of Emergency
Medicine, 31(1), 145-153. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.ajem.2012.06.030
PERMENKES RI § SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU, 19 Stat.
18 (2016).
Pitt, E., & Pusponegoro, A. (2005). Prehospital care in Indonesia. Emergency Medicine
Journal : EMJ, 22(2), 144. doi: http://dx.doi.org/10.1136/emj.2003.007757
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2012).
Pusponegoro, A. D, & Sujudi, A. (2016). Kegawatdaruratan dan Bencana Solusi dan
Petunjuk Teknis Penanggulangan Medik dan Kesehatan. Jakarta: Rayyana
Komunikasindo.
Suryanto. (2017). Prehospital Care in Indonesia: Preparation of the Nursing Workforce to
Deliver an Ambulance Service. Monash University, Australia.
Suryanto, Plummer, Virginia, & Boyle, Malcolm. (2018). Knowledge, attitude, and practice of
ambulance nurses in prehospital care in Malang, Indonesia. Australasian Emergency
Care, 21(1), 8-12. doi: https://doi.org/10.1016/j.auec.2017.12.001
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA, Republik Indonesia, Pub. L. No. NOMOR 38
(2014).

Anda mungkin juga menyukai