Anda di halaman 1dari 16

Makalah Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu

(SPGDT)

SPGDT (SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU)


Tugas Mata Kuliah Manajemen Program Kesehatan Ibu dan Anak
Dosen pengampu : dr. Rochmiati

Disusun oleh  :
Nama               : Endang Zaeni A
NIM                 : SK.210.017
Peminatan       : KIA

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL
2013

PEMBAHASAN

A.    Pengertian SPGDT
SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu)merupakan sistem yang
didesign berdasar sistem kesehatan nasional untuk memberi pertolongan yang cepat, tepat,
cermat pada penderita gawat darurat untuk mencegah kematian dan  kecacatan.
SPGDT terdiri dari beberapa unsur pelayanan yaitu pelayanan pra Rumah Sakit,
pelayanan di Rumah Sakit dan antar Rumah Sakit. Pelayanan tersebut berpedoman pada
respon cepat yang menekankan time saving is life and limb saving, yang melibatkan
pelayanan oleh masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans
gawat darurat dan sistem komunikasi.

B.     Jenis-jenis SPGDT
SPGDT dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1.      SPGDT-S (Sehari-Hari)
SPGDT-S adalah rangkaian upaya pelayanan gawat darurat yang saling terkait yang
dilaksanakan ditingkat Pra Rumah Sakit, di Rumah Sakit, antar Rumah Sakit dan terjalin
dalam suatu sistem yang bertujuan agar korban/pasien tetap hidup. Meliputi berbagai
rangkaian kegiatan sebagai berikut :
a.       Pra Rumah Sakit
ü  Diketahui adanya penderita gawat darurat oleh masyarakat
ü  Penderita gawat darurat itu dilaporkan ke organisasi pelayanan penderita gawat darurat untuk
mendapatkan pertolongan medik
ü  Pertolongan di tempat kejadian oleh anggota masyarakat awam atau awam khusus (satpam,
pramuka, polisi, dan lain-lain)
ü  Pengangkutan penderita gawat darurat untuk pertolongan lanjutan dari tempat kejadian ke
rumah sakit (sistim pelayanan ambulan)
b.      Dalam Rumah Sakit
ü  Pertolongan di unit gawat darurat rumah sakit
ü  Pertolongan di kamar bedah (jika diperlukan)
ü  Pertolongan di ICU/ICCU

c.       Antar Rumah Sakit


ü  Rujukan ke rumah sakit lain (jika diperlukan)
ü  Organisasi dan komunikasi
2.      SPGDT-B (Bencana)
SPGDT-B adalah kerja sama antar unit pelayanan Pra Rumah Sakit dan Rumah Sakit dalam
bentuk pelayananan gawat darurat terpadu sebagai khususnya pada terjadinya korban massal
yang memerlukan peningkatan (eskalasi) kegiatan pelayanan sehari-hari dan bertujuan umum
untuk menyelamatkan korban sebanyak banyaknya.
a.       Tujuan Khusus :
ü  Mencegah kematian dan cacat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat
sebagaimana mestinya.
ü  Merujuk melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang lebih memadai.
ü  Menanggulangi korban bencana.
b.      Prinsip mencegah kematian dan kecacatan :
ü  Kecepatan menemukan penderita.
ü  Kecepatan meminta pertolongan.
c.       Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan :
ü  Ditempat kejadian.
ü  Dalam perjalanan kepuskesmas atau rumah-sakit.
ü  Pertolongan dipuskesmas atau rumah-sakit.

C.    Pengembangan SPGDT
Pengembangan SPGDT-S dan SPGDT-B memerlukan beberapa hal yang terlibat,
diantaranya yaitu:
1.      Semua jajaran kesehatan
ü  Departemen kesehatan
ü  Direktur RS
ü  Puskesmas
ü  Dinas kesehatan
ü  Kepala IGD
ü  Dokter, perawat, petugas kesehatan
ü  Dan unit kesehatan lain (PMI)
2.      Jajaran non kesehatan
ü  Pemerintah daerah tingkat I dan II
ü  POLRI
ü  Satuan laksana penanggulangan bencana
ü  Pemadam kebakaran
ü  Penyandang dana (Askes, Jasa Raharja, Jamsostek)
ü  Dan komponen-komponen masyarakat lain
3.      Koordinasi
ü  Kesehatan - non kesehatan
ü  Antar ksehatan – ABRI, POLRI, swasta, pemerintah
ü  Intra kesehatan – puskesmas – rumah sakit

D.    Organisasi Penanggulangan Bencana


Berikut ini merupakan organisasi penanggulangan bencana:
1.      Tingkat Nasional               à Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana
2.      Tingkat Propinsi                àSatuan Koordinasi Penanggulangan Bencana
3.      Tingkat Kabupaten            à Satuan Laksana Penanggulangan Bencana
a.       Satgas Kesehatan
b.      Satgas Pekerjaan Umum
c.       Satgas Keamanan dan ketertiban Masyarakat
d.      Satgas Sosial
Penanggulangan bencana memerlukan manajemen pada tahapannya, yaitu:
1.      Tahap Persiapan (Preparedness)
ü  Pengembangan SPGDT
ü  Pengembangan SDM
ü  Pengembangan Sub sistem Komunikasi
ü  Pengembangan Sub sistem Transportasi
ü  Latihan Gabungan
ü  Kerjasama lintas sektor
2.      Tahap Akut (Acute response)
ü  Rescue – triage
ü  Acute medical response
ü  Emergency relief
ü  Emergency rehabilitation
E.     Alur Penanggulangan Bencana
Berikut ini merupakan alur pelayanan medis di lapangan pada penanggulangan
bencana:

                Dalam hal ini rumah sakit harus sanggup memberi pelayanan secara cepat,
tepat, cermat, nyaman, dan terjangkau untuk mencegah kematian dan kecacatan. Berikut ini
label triage dan keterangan tindakan yang harus dilakukan:
1.      Merah       àSegera Ditanggulangi terlebih dahulu
a.       Mengancam Jiwa
b.      Cacat
2.      Kuning     àBoleh Ditangguhkan
a.       Keadaan tidak mengancam Jiwa
b.      Segera ditangani bila yangmengancam Jiwa sudah teratasi
3.      Hijau        àBoleh ditunda & Rawat Jalan
a.       Tidak Membahayakan Jiwa
4.      Hitam       àBoleh Diabaikan & Ditinggalkan
a.       Diurus paling akhir
b.      Sudah tidak ada tanda-tanda vital
c.       Usaha-usaha pertolongan amat sangat kecil keberhasilannya
DAFTAR PUSTAKA

Depkes. Kebijakan Kemenkes dalam Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu


(Spgdt) dan Bencana.http://buk.depkes.go.iddiakses tanggal 18 November 2013
Umar, Nazaruddin. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu. Departemen
Anestesiologi & Reanimasi Fakultas Kedokteran USU RSUP. H. Adam Malik Medan
            . SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat
Terpadu)http://pertolonganpertamaonline.blogspot.com diakses tanggal 18 November 2013
PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai risiko terhadap terjadinya pelbagai
bencana alam antara lain Gempa bumi dan letusan gunung berapi karena terletak dalam rangkaian
“Ring Of Fire” serta ada empat pusat zona aktif gunung berapi yaitu Zona Sunda, Minahasa,
Halmahera, Banda, Risiko terjadinya Tsunami, maupun bencana-bencana jenis lain termasuk
Emerging Infectious Disease. Disamping itu, di bidang pelayanan kesehatan, kita juga harus
mengakui bahwa sistem jejaring pelayanan di fasilitas kesehatan belum terintegrasi secara optimal
yang berakibat masih banyaknya keluhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan khususnya di
Instalasi Gawat Darurat.
Kesiapan IGD serta sistem pelayanan Gawat Darurat yang terpadu antara Fasilitas
kesehatan satu dengan lainnya, akan memberikan nilai tambah dalam upaya peningkatan mutu
pelayanan kesehatan, tidak hanya terhadap kasus Gawat Darurat sehari-hari, tetapi juga sekaligus
kesiapan bila setiap saat terjadi bencana di wilayah Indonesia.
Sejak tahun 2000 Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan konsep Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) memadukan penanganan gawat darurat mulai
dari tingkat pra rumah sakit sampai tingkat rumah sakit dan rujukan antara rumah sakit dengan
pendekatan lintas program dan multisektoral. Penanggulangan gawat darurat menekankan respon
cepat dan tepat dengan prinsip Time Saving is Life and Limb Saving. Public Safety Care (PSC)
sebagai ujung tombak safe community adalah sarana publik/masyarakat yang merupakan perpaduan
dari unsur pelayanan ambulans gawat darurat, unsure pengamanan (kepolisian) dan unsur
penyelamatan. PSC merupakan penanganan pertama kegawatdaruratan yang membantu
memperbaiki pelayanan pra RS untuk menjamin respons cepat dan tepat untuk menyelamatkan
nyawa dan mencegah kecacatan, sebelum dirujuk ke Rumah Sakit yang dituju.
Pelayanan di tingkat Rumah Sakit Pelayanan gawat darurat meliputi suatu system terpadu
yang dipersiapkan mulai dari IGD, HCU, ICU dan kamar jenazah serta rujukan antar RS mengingat
kemampuan tiap-tiap Rumah Sakit untuk penanganan efektif (pasca gawat darurat) disesuaikan
dengan Kelas Rumah Sakit.
Untuk meningkatkan kemampuan para pimpinan RS dalam manajemen penanggulangan
gawat darurat dan bencana, Kementerian Kesehatan bersama ikatan profesi dan Persatuan Rumah
Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) telah mengembangkan pelatihan HOPE (Hospital Preparedness for
Emergency and Disaster) yang sampai saat ini telah diikuti oleh 802 manajemen rumah sakit. Dengan
pelatihan tersebut maka diharapkan semua pimpinan RS dapat membuat dokumen perencanaan
dalam penanggulangan bencana yang biasa disebut Hospital Disaster Plan (Hosdip) baik bencana di
dalam rumah sakit (internal disaster) maupun bencana di luar rumah sakit (external disaster).

Sumber                        : Departemen Kesehatan RI


MAKALAH MAKALAH
SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU SISTEM
PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU
(SPGDT) (SPGDT)
Disusun oleh Disusun oleh
BOB AFRINALDO PUTRA BOB AFRINALDO PUTRA
20100320087 20100320087
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN
ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016 2016
(2)
1. Pengertian
SPGDT adalah sostem penanggulangan pasien gawat darurat terdiri dari Pra RS, RS,
dan antar RS. Berpedoman pada respon cepat yang menekankan time saving is lifi
and limb saving  yang melibatkan masyarakat umum dan khusus, petugas medis,
pelayanan ambulans gawat darurat dan komunikasi.
Menurut Depkes tahun 2006 dalam buku pedoman PPGD menyatakan sistem
Penanggulangan Gawat Terpadu adalah sistem yang merupakan koordinasi berbagai
unit kerja (multi sektor) dan didukung berbagai kegiatan profesi (multi disiplin dan
multi profesi) untuk menyelenggarakan pelayanan terpadu bagi penderita gadar baik
dalam keadaan bencana maupun sehari - hari. pelayanan medis sistem ini terdiri 3
subsistem yaitu pelayanan pra RS, RS dan antar RS dan memiliki 8 komponen yaitu :
a. Komponen/ Fase Deteksi  b. Komponen/ Fase Supresi
c. Komponen/ Fase Pra Rumah Sakit d. Komponen / Fase Rumah Sakit e.
Komponen/Fase Rehabilitasi
f. Komponen Penanggulangan Bencana g. Komponen Evaluasi/”Quality Control” h.
Komponen Dana
(3)
2. Tujuan Sistem Penanggulangan Gawat Terpadu
SPGDT bertujuan untuk tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah
dan terpadu bagi setiap anggota masyarakat yang berada dalam keadaan gawat
darurat. Upaya pelayanan kesehatan pada penderita gawat darurat pada dasarnya
mencakup suatu rangkaian kegiatan yang harus dikembangkan sedemikian rupa
sehingga mampu mencegah kematian atau cacat yang mungkin terjadi.
Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi : a.
Penanggulangan penderita ditempat kejadian
 b. Transportasi penderita gawat darurat dari tempat kejadian ke sarana kesehatan
yang lebih memadai
c. Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan
penanggulangan penderita gawat darurat
d. Upaya rujukan ilmu pengetahuan, pasien dan tenaga ahli.
e. Upaya penanggulangan penderita gawat darurat ditempat rujukan (unit gawat
darurat dan ICU).
f. Upaya pembiayaan penderita gawat darurat
3. Komponen Sistem Penanggulangan Gawat Terpadu A. Fase Deteksi
Fase ini dapat dideteksi dimana sering terjadi kecelakaan seperti Kecelakaan Lalu
Lintas (KLL), derah bekerja di pabrik yang  berbahaya, tempat olahraga/main anak
sekolah yang tidak memenuhi
(4)
syarat, di daerah mana sering terjadi tindak criminal, gedung umum mana rawan
terjadi rubuh/konstruksi tidak sesuai dengan kondisi tanah, daerah mana rawan
terjadi gempa.
B. Fase Supresi
Kalau kita dapat mendeteksi apa yang menyebabkan kecelakaan atau diamana dapat
terjadi bencana/korban maka kita dapat melakukan supresi :
a. Perbaikan konstruksi jalan (Engineering)
 b. Pengetahuan peraturan lalu lintas (Enforcement) c. Perbaikan kualitas helm
d. Pengetahuan undang - undang lalu lintas e. Pengetahuan peraturan keselamatan
kerja f. Pengetatan peraturan keselamatan kerja g. Peningkatan patrol keamanan
h. Membuat “Disaster Mapping”
C. Sistem Pelayanan Medik Pra Rumah Sakit
1) Upaya Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Orang Awam dan Petugas
Kesehatan (Sub - Sistem Ketenagaan)
Pada umumnya yang pertama menemukan penderita gawat darurat ditempat
musibah adalah masyarakat yang dikenal dengan istilah orang awam. Oleh karena
itu, sangatlah bermanfaat sekali
(5)
 bila orang awam diberi dan dilatih pengetahuan dan keterampilan dalam
penanggulangan penderita gawat darurat.
a. Klasifikasi orang awam
Ditinjau dari segi peranan dalam masyarakat orang awam dibagi 2 (dua) golongan :
1. Golongan awam biasa antara lain seperti, guru, pelajar, ibu rumah tangga, petugas
hotel dan lain - lain.
2. Golongan awam khusus antara lain : a) Anggota polisi
 b) Petugas Dinas Pemadam Kebakaran c) Satpam/hansip
d) Petugas DLLAJR
e) Petugas SAR (Search and Rescue) f) Anggota pramuka (PMR)
Kemampuan penanggulangan penderita gawat darurat ( Basic LifeSupport ) yang
harus dimiliki oleh orang awam adalah:
a) Cara meminta pertolongan
 b) Resusitasi kardiopulmoner sederhana c) Cara menghentikan perdarahan
d) Cara memasang balut/bidai
(6)
f) Tenaga perawat/ paramedic
2) Upaya Pelayanan Transportasi Penderita Gawat Darurat ( sub  –  system
Transportasi)
AGD 118, Basic Trauma And Cardiac Life Support menguraikan bahwa tujuan
transportasi adalah memindahkan menderita gawat darurat dengan aman tanpa
memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan yang memadai. Persyaratan
yang harus dipenuhi untuk transportasi penderita gawat darurat adalah :
1. Sebelum diangkat
a) Gangguan pernapasan dan kardiovaskuler telah ditanggulangi
 b) Perdarahan telah dihentikan c) Luka-luka telah ditutup d) Patah tulang telah
difiksasi
2. Selama perjalanan, harus dimonitor kesadaran, pernapasan, tekanan darah, denyut
nadi dan keadaan luka
3. Ambulans gawat darurat harus mencapai tempat kejadian 6 -8 menit supaya dapat
mencegah kematian karena sumbatan  jalan napas, henti napas, henti jantung, dan
perdarahan
(7)
3) Upaya Pelayanan Komunikasi Medik untuk Penanggulangan Penderita Gawat
Darurat (Sub - Sistem Komunikasi)
Pada dasarnya pelayanan komunikasi di sektor kesehatan terdiri dari:
a. Komunikasi Kesehatan
Sistim komunikasi ini digunakan untuk menunjang  pelayanan kesehatan di bidang
administratif.
 b. Komunikasi Medis
Sistim komunikasi ini digunakan untuk menunjang  pelayanan kesehatan di bidang
teknis - medis.
D. Fase Rumah Sakit
Di Indonesia terdapat sekitar 982 Rumah Sakit dengan UGD nya dengan kualitas
yang bebeda - beda dan tidak ada kerjasama/koordinasi dalam penanggulanagn
pendderita gawat darurat maupun penanggulangan  bencana. Di suatu daerah
sebaiknya kerja sama antar rumah sakit dilak ukan dengan ”Regionalisasi”,  seperti
urban, Trauma Center Level I sebaiknya hanya satu dan biasanya adalah “Teaching
Hospital” dimana ada pendidikan specialis yang merupakan Recidency. Service dan
juga mempunyai tanggung jawab.
1) Upaya Pelayanan Penderita Gawat Darurat di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit
(Sub - Sistem Pelayanan Gawat Darurat)
(8)
Seringkali Puskesmas berperan sebagai pos terdepan dalam menanggulangi
penderita sebelum memperoleh penanganan yang memadai di rumah sakit. Oleh
karena itu Puskesmas dalam wilayah tertentu harus buka selama 24 jam dan mampu
dalam melakukan hal - hal dibawah ini :
a. Melakukan resusitasi dan “life support ”
 b. Melakukan rujukan penderita-penderita gawat darurat sesuai dengan
kemampuan
c. Menampung dan menanggulangi korban bencana
d. Melakukan komunikasi dengan pusat komunikasi dan rumah sakit rujukan
e. Menanggulangi “false emergency” baik medical dan surgical (bedah minor)
Puskesmas tersebut harus dilengkapi dengan laboratorium untuk menunjang
diagnostic. Seperti : Hb, Ht, leukosit, urine dan gula darah. Tenaga yang harus dimiliki
adalah : 1 dokter umum dan paramedis (2 - 3 orang paramedis yang sudah
mendapatkan  pendidikan tertentu dalam PPGD).
Rumah sakit merupakan terakhir dalam menanggulangi  penderita gawat darurat.
Oleh karena itu fasilitas rumah sakit, dilengkapi sedemikian rupa sehingga mampu
menanggulangi  penderita gawat darurat (“to save life and limd”).
(9)
Unit gawat darurat merupakan salah satu unit dirumah sakit yang memberikan
pelayanan kepada penderita gawat darurat dan merupakan bagian dari rangkaian
upaya penanggulangan penderita gawat darurat yang perlu diorganisir.
Tidak semua rumah sakit harus mempunyai bagian gawat darurat yang lengkap
dengan tenaga memadai sampai peralatan canggih, karena dengan demikian akan
terjadi peghamburan dana dan sarana. Oleh karena itu pengembangan unit gawat
darurat harus memperhatikan 2 (dua) aspek yaitu :
a. Sistem rujukan penderita gawat darurat.
 b. Beban kerja rumah sakit dalam menanggulangi penderita gawat darurat
Dengan memperhatikan kedua aspek tersebut, maka kategorisasi (akreditasi) unit
gawat darurat tidak selalu sesuai dengan kelas rumah sakit yang bersasngkutan.
Rumah sakit tertentu dapat mengembangkan unit gawat darurat dengan kategorisasi
yang lebih tinggi atau lebih rendah dari kelas rumah sakit tersebut.
2) Unit Pelayanan Intensif / ICU
ICU adalah ruang rawat rumah sakit dengan staf dan perlengkapan khusus ditujukan
untuk mengelola pasien dengan penyakit, trauma atau komplikasi yang mengancam
jiwa.
(10)
E. Fase Rehabilitasi
Semua penderita yang cedera akibat kecelakaan maupun bencana harus dilakukan
rehabilitasi secara mental maupun fisik sehingga mereka dapat kemabli berfungsi di
dalam kehidupan masyarakat.
F. SPGDT dalam Penanggulangan Bencana
Dalam penanggulangan bencana ada beberapa prinsip yang harus disepakati :
a. Penanggulangan bencana adalah eskalasi penanggulangan gawat darurat
sehari –  hari.
 b. Penanggulangan bencana tidak akan berhasil kalau penanggulanagn gawat
darurat sehari - hari buruk.
c. Bencana dapat terjadi di daerah “Urban” atau daerah “Rural” Bencana dapat terjadi
:
a. Di rumah sakitnya sendiri
a. Korban bencana di bawa ke UGD/RS  b. Bencana dalam kota (Urban)
c. Bencana di luar (Rural)
d. Bencana di luar pulau (Regional) e. Bencana Nasional
f. Bencana Huru - hara/Perang
Untuk daerah “Rural” tau diluar pulau maka sebaiknya didatangkan  bantuan dari
daerah “Urban” jika :
(11)
1. Tingkat Penanggulangan gawat darurat sehari - hari di bawah standar nasional
(Ada/tidaknya spesialis Empat Besar/Ahli Bedah)
2. Jumlah korban melebihi kemampuan petugas/ahli bedah
3. Bnatuan yang didatangkan adalah dengan memindahkan sarana: a. PRA RS (AGD
118)
AGD 188 dalam keadaan bencana dapat berfungsi sebagai a) Pengganti Puskesmas
 b) Kamar operasi bedah minor
 b. Unit AGD 118 dapat berfungsi sebagi RS lapangan
a) RS (UGD, Kamar Operasi, ICU, Farmasi, Rontgen, Laboratorium, Dapaur, Satpam,
dll)
Sistem SPGDT Pra Rumah Sakit(  Pre Hospital Emergency Medical Servise)
merupakan suatu pendekatan yang sistematik untuk membawa  penderita GD ke
suatu tempat penanganan yang definitf. Konsep AGD 118 adalah mendekatkan
sarana GD ke penderita dan bukan penderita ke sarana GD.
Dalam SPGDT pada fase pra rumah sakit ini juga termasuk  pendiidkan, pelatihan dan
pemberian sertifikat bagi personil yang terlibat
dalam sistem.Konsep utama SPGDT pra RS difokuskan pada kerangka waktu
penanggulangan pra RS yang dikenal sebagai “RESPONSE TIME” (waktu tanggap).
(12)
a. Akses
 b. Komunikasi
c. Penanggulangan di temapt kejadian a) Ekstrikasi
 b) Resusitasi c) Stabilitasi
d. Transportasi yang cepat ke Rumah Sakit yang sesuai
e. Pembentukan triase dan RS lapangan bila terjadi “Mass Casualties:  bencana atau
peperangan
f. Pengaturan Personil
g. Pendidikan dan “Quality Improvement” (Gugus Kendali Mutu, GKM)
h. Orgasnisasi dan Kelembagaan 4. Faktor yang Mempengaruhi SPGDT
Ada beberapa hal yang mempengaruhi SPGDT pada penanggulangan bencana di
Rumah Sakit, yaitu:
1. Akses
a. Telepon 118 untuk pertolongan GD Medik .
 b. Telepon 110 dan 113 untuk pertolongan kepolisian dan kebakaran.
2. Komunikasi
a. Masyarakat (minta tolong) ke system/akses  b. Komunikasi antar lembaga/unit
dalam SPGDT
(13)
a) “Alarm Center” yang bertugas sebagai pusat komunikasi operasional SPGDT
 b) Mempunyai kemampuan secara local, nasional maupun internasional
c) Design dari alarm center
d) Jenis alat komunikasi berupa radio, telpon, internet, dll e) Bahasa menggunakan
“Ten Code”
f) Bila terjadi bencana dibentuk : Outsid Command dan Onsite Command
Kedua sistem komando ini mempunyai komunikasi dengan frekuensi yang berbeda
tetapi terkoordinasi
3. Penaggulangan di Tempat Kejadian A. Awam/Awam Khusus
Penderita umumnya ditemukan oleh orang terdekat dapat dikategorikan ebagai
awam (guru sekolah, orang tua, supir sekretaris dll) atau awam khusus (petugas
pemadam kebakaran,  pramuka, polisi, satpam dll) Kemampuan awam dan awam
khusus
dalam hal :
a. Cara meminta tolong
 b. Bantuan Hidup Dasar (BLS) c. Mengkontrol pendarahan d. Memasang pembalut
dan bidai
(14)
e. Transportasi B. Paramedik
keberhasilan Paramedik AGD 118 sangat ditentukan oleh waktu tanggap ( Response
Time).Penanggulangan terdiri atas assessment , bresusitasi, ekstrikasi, stabilisasi.
Keempat komponen penanggulangan ini dilakukan secara simultan dengan prioritas
ABC dengan selalu memperhatikan tulang belakang.
4. Transportasi
A. Prinsip transportasi pra RS ialah untuk mengangkut penderita GD dengan cepat
dan aman ke RS/sarana yang sesuai, tercepat dan terdekat.
B. Kendaraan ambulan darat/khusus dapat difungsikan sebagia ambulan RS lapangan
dan triase lapangan pada keadaan korban masal atau bencana.
C. Ambulan sepeda motor:
D. Merupakan kedaran khusus bagi paramedic penolong yang menuju ke lokasi
penderita GD mendahului roda empat. Ambulan sepeda motor ini harus dilengkapi
perlatan resusitasi dan tabilisasiyang“Portable”sesuai kemampuan/daya angkut
sepeda motor.
E. Puskesmas keliling dapat ditingkatkan menjadi ambulan untuk  pelayanan AGD
118.
(15)
5. Personil
Jenis personil yang diikutsertakan adalah: A. Dokter
B. Paramedik Tingkat I, II, III C. Universitas
D. Perawat
E.  Non Medik: Administrator, mekanik, pekarya dll.
Paramedik Merupakan personil mutlak harus mempunyai keterampilan dalam
penanggulangan penderita GD pra RS (dan kadang-kadang di UGD
6. Organisasi
Biasanya diperlukan waktu lebih dari 30 menit pada fase pra RS sebelum tiba di UGD
untuk tindakan pertolongan selanjutnya. Karena itu dibuthkan organisasi yang baik
di semua tingkat. Organsasi harus menjamin kesiapan pelayanan 24 jam perhari secra
terus - menerus. Penilaian orgasnisasi yang baik dilihat dari waktu tanggap yang
baik. AGD 118 di beberapa daerah mempunyai orgasnisasi yang  bervariasi misalnya :
A. Yogyakarta : Dikoordinasi oleh PERSI cabang Yogyakarta dengan “Alarm Center”
ber  pusat di PMI cabang Yogyakarta.
B. Ujung Pandang : Dikoordinasi oleh RS Islam C. Surabaya : Dikoordinasi oleh RS Dr.
Soetomo
(16)
D. Jakarta :merupakan yayasan AGD 118 langsung di bawah koordinasi IKABI Pusat
Yayasan AGD 118 merupakan organisasi Tingkat Nasional yang mempunyai fungsi
standard yang harus diikuti oleh daerah namun diadaptasi sesuai dengan kondisi
setempat. Standard ini juga mencakup struktur organisasi penataan personil,
kurikulum pendidikan, standarisasi  peralatan (medic dan non - medik), logo,
seragam, “badge” dll.
7. Pendidikan dan

Quality I mprovement 
Lembaga dari Pendidikan AGD adalah untuk:
A. Mendidik petugas paramedic dari lulusan SPK/AKPER untuk menjadi paramedic.
Lama pendidikan 2 - 3 tahun (120-300 jam ditambah magang).
B. Mendidik perawat di bidang P3K, resusitasi, stabilisasi, evakuasi darat, laut, udara,
dan mengemudi.
C. Mendidik awam/awam khusus dalam bidang P3K dan cara meminta tolong.
D. Menjalin hubungan dan “ Fellowship” dengan luar negeri untuk  pendidikan
“Paramedik”, kursus-kursus dll.
E. Membantu pelaksanaan pendidikan ATLS/ACLS bagi dokter - dokter yang bekerja
di UGD atau lembaga - lembaga GD lainnya di seluruh Indonesia

Anda mungkin juga menyukai