2021 | Diperbarui: 26 September 2022 Ditulis oleh: Gerardus Septian Kalis | Ditinjau oleh:
dr. Aloisia Permata Sari Rusli Mengetahui ukuran panggul normal ibu hamil diperlukan untuk
mengenali ada tidaknya cephalopelvic disproportion atau panggul sempit. Simak penjelasan
mengenai ukuran panggul normal pada ibu hamil, selengkapnya di bawah ini. Perubahan
Panggul selama Kehamilan Sebelum menjelaskan mengenai ukuran panggul normal ibu
hamil, penting untuk diketahui bahwa bentuk, posisi, pergerakan sendi serta ligamennya
menyesuaikan untuk menopang bayi selama kehamilan. Perubahan ini juga membuat
persalinan lebih mudah bagi ibu dan bayi. Sementara itu, melahirkan secara normal (vaginal
birth) mengharuskan kepala bayi berada di bawah dan menghadap punggung ibu. Posisi ini
membantu bayi turun melalui panggul dan jalan lahir. Bentuk Panggul dan Proses
Melahirkan Pada dasarnya, setiap wanita memiliki bentuk panggul yang berbeda-beda.
Secara umum, ada empat jenis panggul utama pada wanita. Jenis yang Anda miliki dapat
memengaruhi mudah tidaknya melahirkan secara normal. Empat jenis panggul itu adalah: 1.
Ginekoid Ini adalah jenis panggul yang paling umum pada wanita dan umumnya dianggap
sebagai panggul wanita yang khas. Bentuk keseluruhannya bulat, tidak dalam, dan terbuka.
Panggul ini dianggap sebagai tipe panggul yang paling disukai untuk persalinan pervaginam.
Ini karena bentuknya yang lebar dan terbuka sehingga memberi bayi banyak ruang selama
persalinan. 2. Android Jenis panggul ini lebih mirip dengan panggul pria. Bentuknya lebih
sempit dari panggul ginekoid dan berbentuk seperti hati atau irisan. Bentuk panggul android
yang lebih sempit dapat mempersulit persalinan karena bayi mungkin bergerak lebih lambat
melalui jalan lahir. Beberapa wanita hamil dengan jenis ini mungkin memerlukan operasi
caesar. 3. Antropoid Pelvis antropoid sempit dan dalam. Bentuknya mirip telur tegak atau
lonjong. Bentuk panggul antropoid yang memanjang membuatnya lebih lapang dari depan
ke belakang daripada panggul android. Akan tetapi, bentuknya masih lebih sempit dari
panggul ginekoid. Beberapa wanita hamil dengan tipe panggul ini mungkin dapat melahirkan
secara normal, tetapi persalinan mungkin berlangsung lebih lama. 4. Platipeloid Pelvis
platipeloid juga disebut flat pelvis. Ini adalah tipe yang paling tidak umum. Bentuk lebar
tetapi tidak dalam dan menyerupai telur atau oval. Bentuk panggul platipeloid dapat
mempersulit persalinan pervaginam karena bayi mungkin mengalami kesulitan melewati
pintu atas panggul. Banyak wanita hamil dengan bentuk panggul ini perlu menjalani operasi
caesar. Faktor Lain yang Memengaruhi Proses Persalinan Selain bentuk panggul, faktor lain
yang dapat dapat memengaruhi apakah Anda dapat melahirkan secara normal adalah:
Posisi janin tidak normal, seperti sungsang atau melintang. Ukuran tubuh janin Kehamilan
kembar. Serviks tidak cukup melebar. Gangguan detak jantung bayi. Tali pusar melilit janin.
Terdapat masalah dengan plasenta, seperti plasenta previa. Pernah menjalani operasi
caesar di masa lalu. Ada tidaknya komplikasi selama kehamilan misalnya pre-eklampsia,
gangguan fungsi jantung, dan lainnya Ukuran Panggul Normal pada Ibu Hamil Setelah
mengetahui berbagai bentuk panggul seperti diatas, hal yang tidak kalah penting adalah
ukuran panggul saat hamil. Prosedur yang umumnya dilakukan oleh tenaga medis ini
diperlukan untuk mengetahui panggul seseorang normal atau tidak. Ukuran-ukuran panggul
yang normal adalah sebagai berikut: Distansia spinarum, jarak antara kedua spina iliaka
anterior superior 24-26 cm. Distansia cristarum, jarak antara kedua crista iliaka kanan kiri
28-30 cm. Konjugata eksterna (boudeloque) 18 -20 cm. Lingkaran panggul 80-90 cm. Saat
melakukan pengukuran distansia spinarum dan distansia cristarum, Bumil harus berbaring
terlentang dengan kedua kaki diluruskan. Sedangkan untuk pengukuran konjugata eksterna,
dilakukan dengan berbaring miring membelakangi tenaga medis dengan kedua kaki
diluruskan. Untuk pengukuran lingkar panggul dilakukan dalam posisi berdiri. Apabila Bumil
memiliki panggul yang kecil, Anda tidak perlu khawatir, diskusikan kondisi dengan dokter
spesialis kebidanan dan kandungan
Baca lebih lanjut di DokterSehat: Ukuran Panggul Ibu Hamil dan Pengaruhnya pada Proses
Melahirkan | https://doktersehat.com/ibu-dan-anak/kehamilan/ukuran-panggul-ibu-hamil-dan-
pengaruhnya-pada-proses-melahirkan/
MENGUKUR RONGGA PANGGUL
IBU HAMIL
Setiap janin yang akan lahir pasti melalui rongga panggul, yang terdiri dari tulang
dan bentuknya seperti lubang. Itu sebabnya, pemeriksaan atau pengukuran luas rongga
panggul selagi hamil menjadi sangat penting. Mengetahui ukuran rongga panggul ibu hamil,
bisa untuk memperkirakan, apakah janin akan lahir secara normal atau Caesar.
Pas kepala janin. Idealnya, luar ronggal panggul ibu sesuai dengan besar kepala dan badan
janin. Bila tidak, akan menghambat proses persalinan, pengaruhnya bisa pada janin
maupun ibunya.
Bagi janin. Rongga panggul yang tidak bisa dilewati janin menimbulkan terjadinya
tekanan antara kepala janin dengan tulang panggul ibu. Padahal, setiap tekanan
pada kepala janin akan membuat aliran oksigen ke otak terganggu. Bila ini
berlangsung lama, janin terancam mengalami gangguan otak.
Bagi ibu. Kalau besar rongga panggul Anda tidak bisa dilewati janin, Anda tidak bisa
melahirkan secara normal, sehingga harus melalui operasi Caesar.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik CPD dapat dilakukan saat antenatal atau melalui pemeriksaan panggul saat
inpartu. Pemeriksaan panggul dapat dilakukan dengan cara pelvimetri klinis baik eksternal
maupun internal.
Selain ukuran panggul yang sempit, kriteria lain yang perlu dinilai pada antropometri adalah
tinggi badan ≤145 cm, pertambahan berat badan ibu >15 kg (biasanya berhubungan dengan
ukuran janin yang besar), dan BMI ibu >30.[17]
Pelvimetri Eksternal
Sebuah penelitian melaporkan bahwa sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan paling tinggi
adalah jarak diagonal transversal Michaelis-sakrum (60,7%, 84,1%). Namun, positive
indicative value seluruh paremeter pelvimetri eksternal tersebut relatif rendah yakni 12,6-
35,4%.
Di daerah terpencil, di mana pelvimetri radiologi tidak tersedia, pelvimetri eksternal dapat
menjadi alternatif yang murah dan mudah digunakan untuk memprediksi
risiko distosia akibat CPD.[21,22]
Pelvimetri Internal
Pemeriksaan fisik lain untuk memprediksi CPD adalah melalui pelvimetri internal. Pelvimetri
internal dilakukan dengan cara vaginal toucher (VT)/ pemeriksaan dalam menggunakan jari
telunjuk dan tengah untuk mengevaluasi kapasitas panggul, yakni bagian pintu atas panggul
(PAP), ruang tengah panggul (RTP), dan pintu bawah panggul (PBP).
Pelvimetri internal berbeda dengan VT biasa yang rutin dikerjakan pada persalinan yang
bertujuan mengevaluasi bukaan serviks, kantong amnion, penurunan, dan posisi janin.
Menurut WHO, pelvimetri internal tidak dianjurkan untuk dilakukan secara rutin pada ibu
hamil yang sehat dengan kemajuan persalinan yang normal. Pelvimetri internal umumnya
dilakukan saat pasien mengalami inpartu. Pemeriksaan ini dapat menimbulkan rasa tidak
nyaman pada pasien.
Pada pelvimetri internal dilakukan penilaian terhadap bentuk dan ukuran rongga dalam
pelvis. Walaupun akurasi diagnosis dengan cara ini tidak pasti (tergantung kemahiran
pemeriksa), beberapa penelitian melaporkan bahwa pelvimetri internal berguna untuk
memperkirakan CPD pada pasien nulipara saat tidak ada modalitas pemeriksaan lain
misalnya di daerah-daerah pedesaan.[23]
Hasil pelvimetri internal yang menunjukkan adanya panggul sempit antara lain pemeriksa
dapat meraba promontorium sakrum, tulang spina ischiadika yang tajam dengan diameter
interspinarum yang sempit, dinding sisi pelvis yang konvergen, sakrum yang melengkung
dan menonjol ke depan, dan arkus pubis yang sempit (<90o).
Pelvimetri internal dapat digunakan untuk mendapatkan gambaran kualitatif struktur panggul
dan mengidentifikasi risiko distosia pada pasien.[4,24]
Mengukur konjugata diagonalis dilakukan dengan memasukkan dua jari (jari telunjuk dan
tengah) ke vagina dan meraba promontorium sakrum dengan jari tengah. Menggunakan jari
telunjuk raba bagian posterior simfisis pubis. Ukuran konjugata diagonalis harus lebih besar
dari 11,5 cm.
Bagian tulang PBP dapat diukur menggunakan kepalan tangan, kemudian membandingkan
dengan jarak antara tuberositas ischium yang teraba. Ukuran lebih besar dari 8 cm dianggap
normal. Lakukan perabaan spina ischiadika apakah tajam atau mendatar. Perabaan bagian
tepi pelvis menilai bentuk lurus, divergen, atau konvergen.[1]
Coccyx mobile
Diameter anteroposterior PBP ≥11 cm [3]
Pemeriksaan Obstetri
Pada pemeriksaan obstetri ibu nulipara bila bagian terbawah janin tidak masuk ke PAP pada
usia kehamilan >36 minggu, perlu dicurigai adanya CPD. Pada keadaan multipara penurunan
janin biasanya terjadi saat proses persalinan dimulai.[24] Pada pemeriksaan Leopold IV,
penurunan kepala 2/5 menunjukkan proses engagement sudah terjadi dan kemungkinan CPD
setinggi PAP dapat disingkirkan.
Penurunan kepala dapat dinilai melalui pemeriksaan dalam dengan parameter spina
ischiadika dan bagian terendah janin. Station 0 berada setinggi spina ischiadika, station +4
dan +5 menunjukkan kepala sudah mencapai dasar panggul. Pada nulipara, diagnosis CPD
harus dipikirkan bila bagian terendah janin masih berada pada station yang tinggi selama kala
I dan II.[3]
Pemeriksaan dengan manuver Mueller-Hillis atau Munro-Kerr's head-fitting test dapat
dilakukan untuk menilai kesempitan PAP pada usia kehamilan yang cukup dan kepala
belum engaged. Manuver Mueller-Hillis ini dilakukan dengan mencekap bagian suboccipital
janin dari dinding abdomen ibu kemudian menekan ke arah bawah PAP. Jika tidak ada
kesempitan pada PAP maka kepala dapat memasuki panggul.[1]
Munro Kerr's head-fitting test juga menguji apakah kepala janin dapat masuk ke PAP, dengan
cara memberikan penekanan pada kepala janin menggunakan tangan kiri ke arah panggul
(bawah) dan jari telunjuk dan tengah tangan kanan di dalam vagina merasakan penurunan
kepala dan ibu jari di bagian luar simfisis pubis.
Bila kepala dapat masuk dan turun, maka kemungkinan PAP sempit dapat disingkirkan. Bila
kepala terasa overlapping ke arah simfisis (teraba oleh ibu jari) maka dapat dicurigai adanya
CPD.[3]
Tanda Klinis Intrapartum
Tanda klinis CPD yang dapat ditemukan saat intrapartum adalah kepala janin tidak kunjung
masuk PAP serta pendataran (effacement) dan dilatasi serviks yang lambat walaupun
kontraksi uterus baik.[25] American Congress of Obstetricians and Gynecologists (ACOG)
dan beberapa literatur lain menyetujui bahwa diagnosis CPD baru bisa ditegakkan pada saat
inpartu/ percobaan persalinan.
Jika CPD dicurigai pada saat proses persalinan, evaluasi kembali hal-hal berikut:
Aktivitas janin
Penurunan kepala janin terhadap bidang Hodge atau terhadap spina ischiadika
(sistem station).[3]
Jika terjadi hipoksia atau hipoglikemia pada janin, tanda yang dapat diamati adalah
penurunan denyut jantung janin (bradikardia) dan deselerasi lambat
pada cardiotocography (CTG).
Kriteria diagnosis CPD berdasarkan ACOG dan RTCOG (Royal Thai College of
Obstetricians and Gynecologists) harus memenuhi 3 kondisi di bawah ini:
Dilatasi serviks ≥3 cm (ACOG) atau ≥4 cm (RTCOG) dan pendataran serviks 100%
(ACOG) atau 80% (RTCOG)
Beberapa literatur menyebutkan bahwa CPD baru bisa dicurigai jika dengan
penggunaan oksitosin tetap tidak ada kemajuan persalinan dan baru bisa ditegakkan bila
sudah ada perpanjangan kala I (>12 jam) atau perpanjangan kala II (>2 jam) pada ibu hamil
yang mendapat oksitosin.[1]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding CPD absolut adalah kelainan presentasi wajah, presentasi occiput-
posterior, dan presentasi alis posterior. Membedakan presentasi tersebut dilakukan melalui
pemeriksaan palpasi bagian janin pada dinding abdomen bawah dan juga pemeriksaan dalam/
vaginal toucher meraba bagian terbawah janin.
Adanya jaringan pada uterus seperti fibroid uterus atau kondisi plasenta previa juga dapat
menghambat penurunan kepala janin ke panggul. Massa di luar uterus seperti tumor ovarium
yang besar bahkan impaksi feses juga dapat mengganggu proses penurunan janin saat inpartu.
Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti ultrasonografi dapat digunakan untuk
mendeteksi kelainan-kelainan tersebut.[1,27]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk CPD pada masa kini kurang begitu berkembang oleh karena
tingkat akurasi yang tidak begitu baik dan mayoritas rumah sakit sudah mampu melakukan
SC bila terjadi kegagalan pada percobaan persalinan (trial of labor).
Diagnosis CPD sangat dibutuhkan pada saat akses ke fasilitas kesehatan dengan kemampuan
melakukan SC sangat terbatas atau jaraknya jauh, seperti pada daerah pedesaan.[19]
Rekomendasi American College of Obstetricians and Gynecology (ACOG) untuk
mendiagnosis CPD adalah melalui tanda klinis pada proses persalinan.
Pemeriksaan penunjang pada kasus CPD tidak terbukti efektif dapat memprediksi CPD dan
hasil yang negatif tidak menjamin nantinya tidak akan terjadi distosia pada proses persalinan.
Belum ada konsensus resmi mengenai penggunaan CT-scan atau MRI untuk pelvimetri.[9]
Pelvimetri X-ray
MRI Pelvimetri
MRI pelvimetri pertama kali diperkenalkan oleh Stark, et al. MRI pelvimetri digunakan
sebagai pemeriksaan yang aman dan dapat diandalkan untuk menilai keadaan pelvis pasien
dibandingkan teknik radiologi menggunakan sinar x. Banyak penelitian dilakukan untuk
membuktikan potensi penggunaan MRI pelvimetri pada antenatal untuk memperkirakan
prognosis persalinan per vaginam. Pemeriksaan MRI pelvimetri menurunkan jumlah sectio
caesarea emergensi secara signifikan.
Keuntungan MRI pelvimetri adalah tidak ada paparan radiasi pengion, pengukuran lebih
akurat, memperoleh gambaran keseluruhan janin, dan dapat digunakan untuk mengevaluasi
kemungkinan distosia akibat jaringan lunak. Namun, beberapa penelitian gagal membuktikan
akurasi MRI pelvimetri untuk menentukan apakah seorang ibu hamil memerlukan tindakan
SC atau tidak.[1]
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengukuran dimensi pelvis dan perkiraan taksiran
berat janin menggunakan MRI pelvimetri memiliki sensitivitas yang rendah (15-62%) untuk
mendeteksi CPD. MRI pelvimetri tidak secara akurat dapat mendeteksi apakah persalinan
dapat secara per vaginam atau dengan SC.[13]
Sampai saat ini penilaian kapasitas panggul menggunakan pelvimetri radiologi belum
menunjukkan keuntungan dan manfaat yang secara signifikan lebih superior dibandingkan
pelvimetri klinis.[3]
Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) digunakan untuk memperkirakan ukuran kepala janin dan taksiran
berat badan janin.
Fetal Pelvic Index (FPI) , yang diperkenalkan pertama kali oleh Thurnau dan Morgan, dapat
memperhitungkan komponen lingkar kepala janin dan lingkar abdomen dari hasil
ultrasonografi dengan ukuran PAP dan PBP pasien dari pelvimetri. Nilai FPI yang positif
berarti ukuran janin lebih besar dari ukuran pelvis, sedangkan hasil yang negatif berarti
ukuran janin lebih kecil dari ukuran pelvis.
Namun, hasil sebuah penelitian menunjukkan bahwa FPI adalah instrumen yang buruk untuk
menentukan apakah persalinan memerlukan secara SC atau tidak.[28] Sampai sekarang ini
pun belum ada pemeriksaan penunjang untuk mengukur kepala janin yang dapat secara
akurat memprediksi CPD.[1,17]
USG juga dapat mendeteksi kelainan kongenital seperti hidrosefalus yang dapat
menyebabkan CPD. Diameter biparietal kepala janin >12 cm menunjukkan CPD absolut.
Taksiran berat janin >4.000 gram dari hasil ultrasonografi memperkirakan janin makrosomia.
Janin makrosomia umumnya memiliki ukuran kepala lebih besar dan tengkorak yang
mengalami kalsifikasi lebih dibanding janin ukuran normal sehingga lebih sulit terjadi
molase/ moulding yang kemudian dapat menimbulkan CPD
31 Agt 2020
| Annisa Amalia Ikhsania
Ditinjau oleh dr. Anandika Pawitri
Salin Link
Pada dasarnya, kondisi panggul sempit pada ibu hamil saat melahirkan
normal ditambah ukuran bayi yang terlalu besar
dinamakan cephalopelvic disproportion. Cephalopelvic disproportion atau
CPD adalah salah satu jenis komplikasi yang dapat terjadi pada saat
persalinan.
Apakah benar kondisi panggul sempit pada ibu hamil sulit melahirkan normal?
Jika ukuran panggul sempit pada ibu hamil dan ukuran kepala atau
tubuh bayi kecil, kondisi ini mungkin tidak akan menjadi masalah saat
Anda ingin melahirkan normal.
Akan tetapi, kalau ukuran panggul sempit pada ibu hamil dan ukuran
kepala atau tubuh bayi besar, maka bayi tidak memungkinkan untuk
dilahirkan secara normal. Kondisi inilah yang dinamakan cephalopelvic
disproportion atau CPD.
Ini merupakan suatu kondisi yang dapat terjadi ketika ukuran kepala
atau tubuh bayi terlalu besar untuk masuk melewati panggul ibu.
Pasalnya, posisi bayi yang tidak tepat menjelang proses persalinan juga
menjadi salah satu faktor risiko terjadinya cephalopelvic disproportion.
Kondisi tersebut dapat terjadi karena bayi dalam kandungan mungkin
berada dalam posisi yang tidak sesuai saat dilahirkan, seperti
menghadap ke perut Anda.
Apa penyebab dan faktor risiko cephalopelvic disproportion?
Ukuran bayi terlalu besar melewati panggul ibu hamil jadi penyebab
panggul sempit
Ukuran panggul ibu yang cenderung lebih kecil atau sempit, seperti
kurang dari 9,5 centimeter, dibandingkan ukuran panggul ibu hamil
normal pada umumnya juga menjadi penyebab cephalopelvic
disproportion berikutnya.
Begitu pula apabila ibu hamil memiliki bentuk panggul yang tidak
normal.
4. Kondisi kesehatan ibu hamil
Akan tetapi, dokter dan tim medis harus siap untuk segera
melakukan tindakan operasi caesar apabila melahirkan normal dirasa
tidak memungkinkan akibat bayi yang tak kunjung dapat dilahirkan.
Cara penanganan cephalopelvic disproportion
Oleh karena itu, ketika seorang ibu hamil memiliki kondisi CPD tetapi
tetap memaksa ingin lahir normal, maka dapat meningkatkan risiko
komplikasi saat dan setelah persalinan.
Salah satu risiko komplikasi yang muncul akibat CPD adalah kelebihan
sintesis oksitosin.
Jika pemberian obat cair terlalu berlebihan, maka Anda bisa mengalami
kontraksi berlebihan dan kondisi trauma yang berisiko membahayakan
kondisi bayi.
2. Persalinan terlalu lama
Peningkatan tekanan pada tali pusar atau prolaps tali pusar juga
menjadi risiko komplikasi persalinan CPD. Pengaruh ukuran panggul
sempit ibu hamil dan sulit melahirkan berisiko membuat bayi terlilit tali
pusar sehingga kekurangan oksigen.
Bisakah CPD saat melahirkan normal dicegah?
Jika Anda mencurigai diri memiliki panggul sempit serta ukuran janin
yang besar, ada beberapa hal yang dapat dilakukan guna membantu
proses persalinan menjadi normal, yaitu:
1. Periksakan kehamilan secara rutin ke dokter kandungan