Anda di halaman 1dari 8

REVIEW ARTIKEL (ESSAY)

Parameter Antropomorfik Sebagai Indikator CPD Yang Meningkatkan


Angka Persalinan Sectio Caesar

Oleh

Salsabila

012011223035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIDAN FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

2020
PEMBAHASAN

Menurut Yan Wisnu Prajoko, staff pengajar ilmu bedah Fakultas Kedokteran
Unoversitas Diponegoro dalam seminar “CPD : Early detection of Malignancy” (2018)
Chephalopelvic Disproportion merupakan hambatan persalinan akibat
ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dengan pelvis ibu. Penyebab CPD antara lain
janin yang besar, kelainan posisi dan presentasi, dan panggul sempit. Pemeriksaan fisik
yang mengarahkan pada diagnosis CPD adalah : Osborn dan muller test. Penanganan
pada CPD mengikuti algoritma tergantung luasnya PAP, PTP, dan PBP.
(‘Artikel_CPD...C9 !!.pdf’, no date)

Janin yang besar ialah janin yang beratnya lebih dari 4000 gram, namun
kepustakaan lain menyebutkan jika beratnya lebih dari 4500 gram. Kesulitan dalam
persalinan timbul akibat regangan dinding uterus yang berlebihan akibat bayi besar
sehingga menyebabkan inersia uteri dan dapat meningkatkan resiko perdarahan post
partum akibat atonia uteri. Jika panggul normal dapat dilakukan persalinan pervaginam.

Panggul sempit merupakan kelainan pada diameter panggul yang mengurangi


kapasitas panggul sehingga menimbulkan distosia pada persalinan.

a) Kesempitan pintu atas panggul


 Panggul sempit relative : konjugata vera >8,5-10 cm
 Panggul sempit absolut : konjugata vera <=8,5 cm
b) Kesempitan pintu tengah panggul
 Jumlah diameter transversa (antara kedua spima) dan diameter sagitalis
posterior <=13,5 cm.
 Diameter spina <9 cm, atau bila ditemukan spina ischiadica sangat
menonjol, dan dinding samping panggul konvergen.
c) Kesempitan pintu bawah panggul
 Bila jarak tuber ischiadicum 8 cm atau kurang

Tanda-tanda adanya kemungkinan panggul sempit antara lain :

1. Pada primipara kepala bayi belum turun setelah minggu ke 35


2. Pada primipara terdapat perut menggantung
3. Adanya kelainan letak pada usia kehamilan setelah >35 minggu
4. Terdapat kelainan bentuk badan ibu (pendek, scholiosis, pincang, dll)

Tekhnik Osborn test :

1. Pasien tidur terlentang


2. Kepala janin dipegang oleh tangan kiri pemeriksa
3. Dua jari tangan pemeriksa berada di atas simfisis, permukaan jari beda pada
permukaan anterior pada simfisis.
4. Tekan kepala bayi ke bawah dan belakang, lalu tentukan derajat tumpang
tindihnya.

Interpretasi Osborn test :

1. Kepala dapat ditekan ke dalam panggul dan tidak dapat tumpang tindih dari
tulang parietal  CPD (-)
2. Kepala dapat ditekan sedikit, terdapat sedikit tumpang tindih dari tulang parietal
sekitar 0,5 cm  CPD sedang, lanjutkan dengan Muller test
3. Kepala tidak dapat dimasukkan ke dalam tulang panggul, tulang parietal
menggantung di atas simfisis dengan dibatasi jari  CPD (+)

Tekhnik Muller test :

1. Pasien tidur terlentang


2. Satu tangan memegang kepala dari luar atas simfisis
3. Dua jari dari tangan yang lain masuk ke dalam vagina, sampai pintu atas
panggul
4. Tangan luar mendorong kepala anak kea rah simfisis.

Interpretasi :

1. Kepala bayi teraba oleh kedua jari  CPD (-)


2. Kepala bayi tak teraba oleh kedua jari  CPD (+)

Penanganan yang tepat untuk CPD menurut Yan wisnu Prajoko, yaitu berdasarkan
etiologinya pada janin besar dengan panggul normal dapat dilakukan persalinan spontan
pervaginam. Pada kelainan posisi dan presentasi biasanya dilakukan SC. Pada
kesempitan PAP dapat dilakukan partus percobaan yang bila gagal harus dilakukan SC.
Pada kesempitan PTP dapat dilakukan VE yang bila gagal harus dilakukan SC. Pada
kesempitan PBP dapat dilakukan forceps/VE dengan episiotomy yang cukup luas.

Menurut Verney (2009) Disproporsi sevalopelvik (Chepalopelvic disproportion)


adalah antara ukuran janin dan ukuran pelvis tertentu tidak cukup besar untuk
mengakomodasi keluarnya janin tertentu melalui pelvis sampai terjadi kelahiran per
vaginam. Pelvis yang adekuat untuk jalan lahir bayi 2,27 kg mungkin cukup besar untuk
bayi 3,2 kg, akan tetapi tidak cukup besar untuk bayi 3,6 kg.(Ii, 2009)

Pada buku Praktikum Asuhan Kebidanan Kehamilan, kemenkes RI Pemeriksaan


genetalia pada ibu hamil merupakan salah satu komponen dari pemeriksaan obstetrik
pada ibu hamil, khususnya adalah pemeriksaan dalam rangka mendeteksi adanya
disproporsi kepala panggul (DKP) atau cephalopelvic disproportion. Pemeriksaan
osborn juga menganalisa imbangan antara kepala janin dengan kapasitas panggul. DKP
bisa terjadi pada janin yang besarnya normal tetapi panggul ibu hamil sempit, atau pada
janin yang besar (makrosomia) meskipun panggul normal. Pemeriksaan panggul luar
merupakan keterampilan deteksi dini adanya faktor risiko pada aspek jalan lahir.
Sehingga pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan esensial untuk mendeteksi, maka
persiapan persalinan dengan penyulit panggul sempit. Tujuan pemeriksaan panggul luar
adalah untuk mengetahui ukuran-ukuran dari indikator kesempitan panggul dari
pengukuran luar. Indikator pengukuran panggul luar ada 4, yaitu:

1. Distansia spinarum; adalah jarak antara spina iliaka anterior superior (SIAS)
kanan dengan kiri. Ukuran normalnya 23 – 26 cm.
2. Distansia cristarum; adalah jarak terjauh antara crista iliaka kanan dengan kiri.
Ukuran normalnya 26 – 29 cm.
3. Conjugata externa (boudelougue); adalah jarak antara pinggir atas simfisis ke
prosessus spinosus ruas lumbal ke 5. Ukuran normalnya 18 – 20 cm.
4. Ukuran lingkar panggul; adalah ukuran lingkaran dari pinggir atas simfisis
melingkar ke pertengahan antara SIAS dengan trochanter mayor dan melingkar
melalui daerah yang sama pada pihak yang berlawanan.

Apabila hasil pemeriksaan panggul menunjukkan ukuran di bawah normal (di


bawah cut off point indikator), maka ada indikasi untuk melanjutkan pemeriksaan
panggul dalam untuk mengidentifikasi adanya panggul sempit. Indikasi pemeriksaan
panggul luar adalah sebagai berikut:

1. Pada kehamilan pertama saat kunjungan antenatal pertama, pada saat kunjungan
ulang tidak perlu diulang pemeriksaan panggul luar.
2. Apabila panggul belum teruji dilalui janin aterm dengan berat normal (misalnya
riwayat kehamilan yang lalu abortus, lahir mati atau preterm). (‘No Title’, no
date)

“In research Journal of Obstetrics and Gynaecology (2003) This study was
designed to investigate the influence of a number of anthropomorphic parameters on the
occurrence of CPD. Maternal height was significantly associated with CPD. Maternal
head to height ratio was independently associated with CPD. This indicates that those
mothers with a larger head size in relation to their height have a higher risk of CPD and
this association held even when babies weight was controlled for.”(Connolly et al.,
2003)

Pada salah satu jurnal penelitian yang disebutkan di atas terlihat bahwa
permasalahan yang di angkat sangat terfokus, yaitu mengenai parameter antropomorfik
baru sebagai indikator CPD menggunakan metode case control. Akan tetapi pada jurnal
ini tidak terdapat keterangan mengenai perolehan data.

Pada penelitian Nur Indah Noviyani R, Jurnal Kesehatan Delima Pelamonia


2018 ini juga sebanding dengan pendapat Prawirohardjo (2010) bahwa CPD adalah
keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu
yang sempit sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina. (R, 2018)

In British Journal of Obstetrics and Gynaecology (2000) In addition to height,


transverse diagonal measurement is able to predict one out of two cases of
cephalopelvic disproportion in nulliparous women. After validation in a separate cohort,
this simple predictive method may be used in peripheral centres for timely referral of
pregnant women at risk for cephalopelvic disproportion.(Researcher, Epidemiologist
and Tshibangu, 2000)

In ACTA Obstetricia et Gynecologica (2011) The validity of these


measurements in predicting CPD was analyzed by plotting receiver operating
charateristic result and by logistic regressionanalysis. Mainoutcomemeasure.
Modeofdelivery Results. Maternal height, foot size, inter-trochanteric diameter and bis-
acromial diameter showed the highest positive predictive values for CPD. Combining
some maternal measurements with estimates of fetal weight increased predictive values
modestly, which are likely to be greater if the estimates of fetal weight are close to the
actual birth weight. Based on multivariate analysis the risk factors for CPD in our
population were foot length≤23cm, inter-trochanteric diameter≤30cm and estimated
fetal weight≥3 000g. Conclusions. Maternal anthropometric measurements can predict
CPD to some extent. Combining maternal measurements with clinical estimates of fetal
weight only enhances the predictive value to a relatively modest degree (positive
predictive value 24%).(Benjamin et al., 2012)
In American Journal of Human Biology (2020) The relative risk ratio for higher
neonatal BW/maternal height index was significant for CS due to CPD and non-CPD
CS. Conclusion: According to our results from a public hospital in Merida, Mexico,
CPD is a result of the interrelation of maternal and fetal size, rather than an independent
result of maternal height or BW.(Mendez-dominguez et al., 2020)
In ACTA Obstetrician et Gynecologica (2015) The fetal pelvic index was not a
clinically useful tool to predict the mode of delivery for patients at high risk of
cephalopelvic disproportion. The pooled analysis of the current and previous studies
strengthened this conclusion.(Korhonen, Taipale and Heinonen, 2015)
In Arch Gynecol Obstet (2012) Maternal-Fetal Medicineindependent risk factors
for CPD include fetal macrosomia, infertility treatment, previous caesarean delivery,
maternal obesity and polyhydramnion. These pregnancies had higher rates of adverse
perinatal outcomes and accordingly high index of suspicion should be pursued when
commencing trial of labor of such pregnancies.(Tsvieli, Sergienko and Sheiner, 2012)
Daftar Pustaka

‘Artikel_CPD...C9 !!.pdf’ (no date).

Benjamin, S. J. et al. (2012) ‘Anthropometric measurements as predictors of


cephalopelvic disproportion’, 91(11), pp. 122–127. doi: 10.1111/j.1600-
0412.2011.01267.x.

Connolly, G. et al. (2003) ‘OBSTETRICS A new predictor of cephalopelvic


disproportion ?’, 23(1), pp. 27–29. doi: 10.1080/0144361021000043173.

Ii, B. A. B. (2009) ‘Asuhan Keperawatan Pada..., Rizka Rizkiyati, Fakultas Ilmu


Kesehatan UMP, 2017’, pp. 22–56.

Korhonen, U., Taipale, P. and Heinonen, S. (2015) ‘Fetal pelvic index to predict
cephalopelvic disproportion – a retrospective clinical cohort study’, 94, pp. 615–621.
doi: 10.1111/aogs.12608.

Mendez-dominguez, N. et al. (2020) ‘Cephalopelvic disproportion as primary diagnosis


for cesarean section : Role of neonatal birthweight in relation to maternal height at a
Hospital in Merida , Mexico’, (October 2019), pp. 1–7. doi: 10.1002/ajhb.23463.
‘No Title’ (no date).

R, N. I. N. (2018) ‘Hubungan Antara Diabetes Melitus Dan Panggul Sempit Terhadap


Kejadian CPD Di RSIA Sitti Khadijah I Makassar Tahun 2018’, 2(1), pp. 0–4.

Researcher, H. B. L., Epidemiologist, B. and Tshibangu, K. C. (2000) ‘Maternal height


and external pelvimetry to predict cephalopelvic disproportion in nulliparous African
women : a cohort study’, (August), pp. 947–952.
Tsvieli, O., Sergienko, R. and Sheiner, E. (2012) ‘Risk factors and perinatal outcome of
pregnancies complicated with cephalopelvic disproportion : a population-based study’,
pp. 931–936. doi: 10.1007/s00404-011-2086-4.

Anda mungkin juga menyukai