Anda di halaman 1dari 4

BAB IV

PEMBAHASAN

1. DATA SUBJEKTIF (S)


Berdasarkan data subjektif di atas ibu mengatakan bahwa keluar air sejak tanggal
2-12-2022 pukul 00:00 wita, mengatakan kencang-kencang, gerakan janin masih
dirasakan. Ibu mengatakan hamil ke 2, tidak pernah keguguran, usia 31 tahun, HPHT
28-02-2022.
Berdasarkan data subjektif diatas dapat disimpulkan penyebab terjadinya KPD di
kutip dari penelitian yang dilakukan (Rahayu and Sari 2017) mengenai penyebab
kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin bahwa kejadian KPD mayoritas pada ibu
multipara, usia ibu 20-35 tahun, umur kehamilan ≥37 minggu, pembesaran uterus
normal dan letak janin preskep.
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita.
Paritas dapat dibedakan menjadi primipara, multipara dan grandemultipara. Paritas
tinggi mempengaruhi terjadinya risiko poor maternal salah satunya ketuban pecah dini.
Kejadian ketuban pecah dini aterm terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm
dan PROM terjadi pada terjadi pada sekitar 2-3% dari semua kehamilan tunggal dan
7,4% dari kehamilan kembar.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Budi Rahayu dan Ayu Novita
Sari 2017 diketahui bahwa kejadian KPD mayoritas pada ibu multipara sebanyak 245
(57,4%) responden, dan pada usia 20-35 tahun sebanyak 265 (62,1%) responden. Pada
ibu bersalin mayoritas terjadi pada umur kehamilan ≥37 minggu sebanyak 343 (80,3%)
responden, pembesaran uterus normal sebanyak 410 (96,1%) responden, dan letak janin
preskep sebanyak 396 (92,7%) responden. Kesimpulan gambaran penyebab kejadian
ketuban pecah dini pada ibu bersalin meliputi multipara, usia 20-35 tahun, umur
kehamilan ≥37 minggu, pembesaran uterus normal, dan letak janin presentasi kepala.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aulia Ulfah Raydian dan
Rodiani 2017 didapatkan bahwa kejadian ketuban pecah dini pada multipara didapat
sebanyak 31 (12,44 %) dari 59 (23,69%) ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah
dini.Berdasarkan hasil analisis uji komparatif Chi Square didapatkan hasil p value =
0,031 (p ≤ 0,05 ) dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat paritas
dengan kejadian ketuban pecah dini sehingga H1 diterima.
Sobande dan Albar (2013) menyimpulkan bahwa ada hubungan antara paritas dan
kejadian ketuban pecah dini. Dimana wanita dengan paritas yang tinggi lebih banyak
menghadapi kejadian ketuban pecah dini, karena tingginya angka paritas seseorang
dapat mempengaruhi fungsi organ-organ reproduksidari orang tersebut. Semakin sering
orang melahirkan maka akan semakin menurun pula fungsi dari organ-organ
reproduksinya. Dari 169 wanita yang melahirkan kejadian ketuban pecah dini lebih
besar terjadi pada multipara dimana insidennya adalah 44% atau sebanyak 75 wanita.
Sehingga pada tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan karena
data subjektif didapatkan dari pengkajian dan berlandaskan dengan teori yang ada.
2. DATA OBJEKTIF (O)
Berdasarkan data objektif pada ny “S” didapatkan hasil k/u baik, TD; 100/80
mmHg, N; 84 x/m, RR; 20 x/m. S; 36,7°c, BB saat ini; 64 kg, HTP 5 Desember 2022,
VT Ø 2 cm eff 25% ketuban (-) teraba kepala, denominator belum jelas, kepala turun H
I, tidak teraba bagian kecil janin/tali pusat.
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan.
Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil preterm akan mengalami ketuban
pecah dini dan 1% diantaranya mengalami ketuban pecah dini prematur dimana usia
kehamilan belum mencapai 36 minggu. Menurut Nugroho, (2012) ketuban pecah dini
atau premature rupture of the membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban inpartu
yaitu bila pembukaan pada primipara kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari
5cm, tanpa memperhatikan usia gestasi. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban
sebelum waktunya tanpa disertai tanda inpartu. Sebagian besar pecahnya ketuban
secara dini terjadi sekitar usia kehamilan 37 minggu.
Ketuban pecah dini terjadi sekitar 4,5- 7,6% dari seluruh kehamilan.Sedangkan
insiden ketuban pecah dini menurut Varney, Kriebs dan Gegor (2007) sekitar 2,7-17%,
bergantung pada lama periode laten yang digunakan untuk menegakkan diagnosis.
Dalam keadaan normal 8– 10% wanita hamil aterm akan mengalami ketuban pecah
dini. Ketuban pecah dini preterm terjadi pada 1% kehamilan.
Pada tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan karena data
objektif didapatkan berdasarkan hasil pemeriksaan dan berlandaskan dengan teori yang
ada.
3. ANALISIS (A)
Berdasarkan analisa bahwa di dapatkan diagnosa yaitu Ny. “S” usia 31 tahun
G2P1A0H1 UK 39-40 minggu T/H/IU kondisi ibu dan janin baik dengan ketuban
pecah dini <12 jam.
Adapun etiologi atau penyebab terjadinya KPD menurut (Manuaba, 2007) yaitu
multipara dan grandemultipara, hidramnion, kelainan letak (sunsang dan lintang),
cephalo pelvic disproportion (CPD), kehamilan ganda dan pendular abdomen.
Pada tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan karena pada
tinjauan kasus diagnosa didapatkan dari data subjektif dan data objektif.
4. PENATALAKSANAAN (P)
Berdasarkan penatalaksanaan KPD dari RS yang telah diterapkan yaitu:
a. Pasien datang ke RS
b. Berikan antibiotik yaitu inj. Sefoperazone 2x1 gr setiap 12 jam
c. Berikan misoprostol ¼ tablet (50 mcg) yang diberikan melalui vagina
d. Batasi pemeriksaan dalam
e. Melakukan pemeriksaan air ketuban
f. Observasi tanda infeksi dan distres janin
 Jika hamil aterm dengan letak kepala:
a. Lakukan induksi atas indikasi infeksi dan waktu terjadinya KPD
b. Jika berhasil dengan tindakan induksi maka lakukan persalinan pervaginam
c. Jika gagal :
 Reaksi uterus tidak ada
 Kelainan letak kepala
 Fase laten dan aktif memanjang
 Distres janin
 Ruptur uteri imminens
 Ternyata CPD (chepapelvic disproportion)
Berdasarkan penatalaksanaan KPD sesuai dengan teori menurut (Manuba 2010) yaitu:
a. Pasien datang ke RS
b. Berikan antibiotik
c. Batasi pemeriksaan dalam
d. Melakukan pemeriksaan air ketuban, kultur dan bakteri
e. Observasi tanda infeksi dan distres janin
 Jika hamil prematur
a. Observasi suhu rektal
b. Observasi distres janin
c. Berikan kortikosteroid
d. Lakukan SC
 Jika hamil aterm dengan letak kepala
a. Lakukan induksi atas indikasi infeksi dan waktu terjadinya KPD
b. Jika berhasil dengan tindakan induksi maka lakukan persalinan pervaginam
c. Jika gagal :
 Reaksi uterus tidak ada
 Kelainan letak kepala
 Fase laten dan aktif memanjang
 Distres janin
 Ruptur uteri imminens
 Ternyata CPD (chepapelvic disproportion)
 Jika hamil aterm dengan kelainan obstetri (distres janin, letak lintang, bed obtetric
hyst, infertilitas, grandemultipara, elderly primigravida, partus lama, letak sunsang,
CPD) maka lakukan SC.

Sehingga tidak ada kesenjangan antara tinjauan kasus dan tinjauan teori karena
SOP yang dilakukan terhadap penatalaksanaan KPD pada RS sudah sesuai dengan
teori yang ada.

Anda mungkin juga menyukai