Anda di halaman 1dari 7

Rekam Medis Bencana (Disaster Medical Record)

A. Bencana
Menurut UU no. 24 tahun 2007 Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan menggangu kehidupan dan kehidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kuerugian harta benda dan dampak
psikologis

Menurut hatta (2008) yang dikategorikan sebagai kasus bencana adalah kejadian yang
diakibatkan oleh kondisi yang tidak lazim. Misalnya bencana akibat alam (seperti banjir,
tsunami, kebakaran hutan, badai angin, halilintar, gempa bumi, tanah longsor) gejolak politik
(huru hara demontrasi, serangan teroris, perang, lempar bom) akibat kelalaian manusa (arus
pendek listrik, kebakaran lingkungan) penyebaran penyakit (epidemi, pandemi), akibar arus
teknis (kecelakaan lalu lintas, darat, laut, udara) dan lainnya.
Ciri khas dari bencana adalah sama yakni peristiwa datang secara tidak terduga dikala
orang tidak siap. Hal yang pasti dalam sekejap jumlah korban yang membutuhkan
pertolongan pada sarana pelayanan kesehatan meningkat dengan amat tajam. Untuk
menampung korban yang amat banyak, sering didirikan tempat pos kesehatan darurat dengan
relawannya.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.
Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemic, dan wabah
penyakit.
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peritiwa atau serangkaian peristiwa
yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antara kelompok atau antar komunitas
masyarat dan teror.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi


penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana,
tanggap darurat dan rehabilitasnya.

Kegiatan pencegahan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk
menghilangkan atau mengurangi ancaman bencana.

Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi pasien


bencana melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada
masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang
berwenang.

Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada
saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan yang meliputi kegiatan
penyelamatan dan evakuasi korban, harta bencana, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,
pengurusan pengungsi, penyelamatan serta pemulihan sarana dan prasarana.

Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukandengan segera pada saat kejadian
bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi
korban, harta bencana, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan serta
pemulihan sarana dan prasarana.

Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarkat sampai
tingkat yang memadai pada wilayag pasca bencana dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana.

Korban bencana adalah orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat
bencana.

Pengungsi adalah orang atau sekelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat
tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana.
Dalam kejadian bencana, ada pasien korban bencana yang hanya memerlukan pelayanan rawat jalan
atau rawat inap jika kondisinya serius. Selain itu banyak korban yang meninggal di tempat kejadian atau dala 
perjalanan ke rumah sakit. Bahkan ada pasien yang memutuskan untuk pulang paksa dengan berbagai alasan
yang ada. Dalam kejadian tersebut praktisi MIK (Manajemen Informasi Kesehatan) berkewajiban untuk
memperoleh berbagai informasi darurat dalam keadaan bencana dengan semaksimal mungkin.

Pada dasarnya isi rekam kesehatan korban bencana relatif sama dengan informasi bagi pasien gawat
darurat di rumah sakit. Bila pasien korban bencana  yang telah diperiksa oleh tenaga kesehatan harus dirawat
inap, maka petugas TPP segera menyiapkan lembar ringkasan masuk keluar dan selanjutnya pasien menjadi
psien rawat inap.

a. Triase
Menurut Depkes (2007) triage dilakukan untuk mengidentifikasi secara cepat korban yang
membutuhkan stabilisasi  segera (perawatan lapangan) dan mengidentifikasi korban yang hanya
diselematkan dengan pembedahan darurat (life-saving surgery). Dalam aktivitasnya, digunakan kartu
merah, kuning, hijau dan hitam sebagai kode identifikasi korban, sebagai berikut :
1) Merah, sebagai penanda yang membutuhkan stabilisasi segera korban yang mengalami :
a. Syok oleh berbagai kuasa
b. Gangguan pernafasan
c. Trauma kepala dengan pupil anisokor
d.  Perdarahan eksternal massif

Pemberian perawatan intensif ditujukan bagi korban yang mempunyai kemungkinan hidup lebih
besar, sehingga setelah perawatan dilapangan ini penderita lebih dapat mentoleransi proses
pemindahan ke Rumah Sakit, dan lebih siap untuk menerima perawatan yang lebih intensive. Triage
ini korban dapat dikategorikan kembali dari status “merah” menjadi “kuning” (misalnya korban
dengan tension pneumothorax yang telah dipasang drainthoraks (WSD).

2) Kuning, sebagai tanda korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi perawatan dapat ditunda
sementara. Termasuk dalam kategori ini :
a. Korban dengan resiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma abdomen)
b. Frakture multiple
c. Fraktur femur
d. Luka bakar luas
e. Gangguan kesadaran/ trauma kepala
f. Korban dengan status tidak jelas

Semua korban dalam kategori ini harus diberikan infus, pengawasan ketat terhadap kemungkinan
timbulnya komplikasi, dan harus diberikan perawatan sesegera mungkin

3) Hijau, sebagai penanda kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau pemberian
pengobatan dapat ditunda, mencakup korban yang mengalami
a. Fraktur minor
b. Luka minor, luka bakar minor
c. Korban dalam kategori ini setelah pembalutan luka dan atau pemasangan bidai dapat
dipindahkan pada akhir operasi lapangan.
d. Korban dengan prognosis infaust, jika masih hidup pada akhir operasi lapangan
4) Hitam, sebagai penanda korban telah meninggal dunia.
Triage lapangan dilakukan pada tiga kondisi
a. Triage di tempat dilakukan di tempat “ korban ditemukan” atau pada tempat penampungan yang
dilakukan oleh tim pertolongan pertama atau Tenaga Medis Gawat Darurat. Triage ini mencakup
pemeriksaan, klasifikasi, pemberian tanda dan pemindahan korban bencana ke pos medis
lanjutan
b. Triage medik (triage dua)
Triage ini dapat dilanjutkan saat korban memasuki pos medis lanjutan oleh tenaga medis yang
berpengalaman (sebaiknya dipilih dari dokter yang bekerja di unit gawat darurat, kemudian ahli
anastesi dan terakhir oleh dokter bedah). Tujuan triage medik adalah menentukan tingkat
perawatan yang dibutuhkan oleh korban.
c. Triage evakuasi (triage tiga)
Triage ini ditujukan pada korban yang dipindahkan ke rumah sakit yang siap menerima korban
bencana secara masal. Jika pos medis lanjutan berfungsi dapat berfungsi efektif, jumlah korban
dalam status “merah” akan berkurang dan akan diperlukan pengelompokan korban kembali
sebelum evakuasi dilaksanakan. Tenaga medis dipos lanjutan dengan berkonsultasi pos komando
dan rumah sakit tujuan berdasarkan kondisi korban akan membuat keputusan korban mana yang
harus dipindahkan terlebih dahulu, rumah sakit tujuan, jenis kendaraan dan pengawalan yang
akan dipergunakan.

Sedangkan Rekam Medis bencana sendiri Menurut hatta (2008) pembeda utama antara pasien
biasa dan pasien gawat darurat bencana terletak pada kejadian ‘bencana’ itu. Selebihnya,
penanganan kasus pasien bencana adalah murni kegawatdaruratan yang bersifat life saving atau
harus segera wajib dilakukan pertolongan atau tindakan medis demi menyelamatkan nyawa
pasien. Pengisian formulir bencana harus dilakukan seakurat dan seefektif mungkin agar data
yang dihasilkan akan menjadi informasi yang berkualitas.

Dengan demikian pasien korban bencana senantiasa dikategorikan sebagai bagian dari pelayanan gawat
darurat dan termasuk dalam pelayanan rawat jalan (out pasien service). Dalam kejadian bencana, ada pasien
korban bencana yang hanya memerlukan pelayanan rawat jalan ataupun rawat inap bila kondisinya serius.
Selain itu banyak korban meninggal di tempat kejadian ataupun dalam perjalanan ke rumah sakit.

Informasi pasien akibat korban bencana tersebut harus segera menjadi basis data rumah sakit dan dapat
dicatat berdasarkan dua pilihan yaitu:
1) Meneruskan data ke buku register IGD dengan kode ‘B’. Dengan memasukan nama pasien dalam
buku register UGD rumah sakit berarti pasien bencana tidak perlu dibuatkan buku register baru.
Berarti petugas TPP UGD cukup menyambung data bencana ke buku register UGD. Cantumkan
nama-nama pasien korban bencana beri kode ‘B’. Artinya pemilik nama adalah pasien dengan kasus
bencana.
2)  Bila dari tempat pasien telah mendapat nomer darurat (triage tag number) dari relawan pembantu
bencana maka nomer itu wajib dicatat pada saat pasien tiba disarana pelayanan kesehatan dan
selanjutnya nomer itu dihubungkan dengan nomer rekam medis (kesehatan) dan identitas lainnya.
3) Bukti penomeran darurat (triage tag number) harus disimpan dan menjadi bagian dari rekam medis
pada sarana pelayanan kesehatan yang dikunjungi pasien.
4) Menggunakan stok buku register UGD yang tersedia (standar) khusus untuk bencana.

Cara diatas diambil bila jumlah pasien yang menderita bencana amat banyak (mulai ratusan hingga
ribuan pasien). Petugas pendata mulai mengisi register khusus bencana sejak baris pertama buku register dan
cantumkan nama semua paien bencana.

Bila pasien korban bencana yang telah diperiksa tenaga kesehatan harus dirawat inap maka petugas TPP
segera menyiapkan lembar ringkasan masuk dan keluar dan selanjuttya pasien menjadi pasien rawat inap.

Data kasus bencana memiliki informasi tambahan yang setidaknya menerangkan:

1) Nama (bila ada identitas petunjuk seperti KTP, melalui keluarga/kawan, pasien dapat berbicara
sendiri)
2) Lokasi wilayah pengambilan korban dan waktu kejadian bencana
3) Kondisi korban saat tiba dan waktu tiba disarana pelayanan kesehatan
4) Mencatat nomor pasien korban bencana yang diberikan dari tempat bencana (traige tag number) dan
menghbungkan dengan nomor rekam kesehatan atau identitas lainnya, baik yang lama maupun yang
baru diperoleh dari tempat pendaftaran pasien (TPP) gawat darurat sarana pelayanan kesehatan
5) Sebagai tambahan disarankan agar dilengkapi dengan rekam medis gigi (dental chart) yang sesuai
dengan standar internasional.
B. Rekam Medis

Rekam medis menurut Peraturan Menteri Kesehatan yaitu berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien. Kegiatan rekam medis tidak hanya meliputi kegiatan pencatatan, namun
memiliki cakupan yang lebih luas yaitu penyelenggaraan rekam medis.
Rekam medis sendiri memiliki arti yang cukup luas , tidak sebatas berkas yang digunakan
untuk menuliskan data pasien tetapi juga dapat sebagai rekaman dalam bentuk sistem informasi
(pemanfaatan rekam medis elektronik) yang dapat digunakan untuk mengumpulkan segala informasi
pasien terkait pelayanan yang diberikan di fasilitas pelayanan kesehatan sehingga dapat digunakan
untuk berbagai kepentingan, seperti pengambilan krputusan pengobatan kepada pasien, bukti legal
pelayanan yang telah di berikan, dan dapat juga sebagai bukti tentang kinerja sumber daya manusia di
fasilitas pelayanan kesehatan (Budi, 2011).
Penyelenggaraan rekam medis merupakan proses kegiatan yang dimulai pada saat diterimanya
pasien dirumah sakit, diteruskan kegiatan pencatatan data medis selama pasien tersebut mendapatkan
pelayanan, dilanjutkan dengan pengolahan data rekam medis (Depkes RI, 1997).

C. Tujuan Rekam Medis

Menurut Hatta (2008), tujuan rekam medis dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1) Tujuan utama (primer), terbagi dalam lima kepentingan yaitu untuk:
a) Pasien
Rekam kesehatan merupakan alat bukti utama yang mampu membenarkan adanya
pasien dengan identitas yang jelas dan telah mendapatkan berbagai pemeriksaan dan
pengobatan di sarana pelayanan kesehatan dengan segala hasil serta konsekuensi biayanya.
b) Pelayanan pasien
Rekam kesehatan mendokumentasikan pelayanan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan, penunjang medis dan tenaga lain yang bekerja dalam berbagai fasilitas pelayanan
kesehatan. Dengan demikian rekaman itu membantu pengambilan keputusan tentang terapi,
tindakan dan penentuan diagnosis pasien. Rekam kesehatan juga sebagai sarana komunikasi
antar tenaga yang lain yang sama sama terlibat dalam menangani dan merawat pasien.
Rekaman yang rinci dan bermanfaat menjadi alat penting dalam menilai dan mengelola resiko
manajemen. Selain itu rekam kesehatan setiap pasien juga berfungsi sebagai tanda bukti sah
yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Oleh karena itu rekam medis yang lengkap
harus setiap saat tersedia dan berisi data/informasi tentang pemberian pelayanan kesehatan
secara jelas.
c) Manajemen pelayanan
Rekam kesehatan yang lengkap memuat segala aktifitas yang terjadi dalam
manajemen pelayanan sehingga digunakan dalam menganalisis berbagai penyakit, menyusun
pedoman praktik, serta untuk mengevaluasi mutu pelayanan yang diberikan.
d) Menunjang pelayanan
Rekam kesehatan yang rinci akan mampu menjelaskan aktifitas yang berkaitan
dengan penanganan sumber sumber yang ada organisasi pelayanan di rumah sakit,
menganalisis kecenderungan yang terjadi  dan mengomunikasikan informasi diantara klinik
yang berbeda.
e) Pembiayaan
Rekam kesehatan yang akurat mencatat segala pemberian pelayanan kesehatan yang
diterima pasien. Informasi ini menentukan besarnya pembayaran yang harus dibayar, baik
secara tunai maupun asuransi.

f) Tujuan sekunder
Tujuan sekunder rekam kesehatan ditujukan kepada hal yang berkaitan dengan
seputar pelayanan pasien yaitu untuk kepentingan edukasi, riset, peraturan dan pembuatan
kebijakan. Adapun yang dikelompokan  dalam kegunaan sekunder adalah kegiatan yang tidak
berhubungan secara spesifik antara pasien dan tenaga kesehatann.

D. Rekam Medis Bencana


Rekam medis bencana merupakan sekumpulan fakta serta catatan mengenai identitas pasien
bencana, dimana korban ditemukan, nomor pasien bencana serta identitas nama pengantar korban
bencana tersebut, selebihnya hampir sama dengan rekam medis gawat darurat yang membedakan hanya
yanh disebutkan di atas sesuai yang dituangkan di permenkes 269 tahun 2008. Formulir yang dibuat
harus digunakan seefektif mungkin mengingat ketika terjadinya bencana pelayanan yang di berikan
oleh para tenaga kesehatan dilakukan secara cepat dan tepat.

Anda mungkin juga menyukai