Anda di halaman 1dari 44

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keperawatan Gawat Darurat

2.1.1 Pengertian Gawat Darurat

Keperawatan kegawatdaruratan mendasari asuhan yang diberikan

pada kasus yang mengancam nyawa atau berpontensi untuk mengancam

nyawa dan menimbulkan kecacatan secara cepat, tepat dan aman. Triase di

setting gawat darurat tidak saja merupakan upaya untuk memilah pasien

sesuai dengan tingkat kegawatannya namun juga merupakan dasar dalam

memberikan alur pelayanan. Ketika pasien ditetapkan tingkat triasenya,

maka jenis tindakan yang akan dilakukan,jumlah tenaga yang lokasikan

dalam menangani pasien dan waktu monitoring akan berbeda sesuai triase

yang ditetapkan (Kurniati, 2018)

Keperawatan Gawat Darurat merupakan pelayanan keperawatan yang

komperhensif diberikan pada kepada pasien dengan injuri akut atau sakit

yang mengancam kehidupan. Kegiatan pelayanan keperawatan

menunjukkan keahlian dalam pengkajian pasien, setting prioritas,

intervensi kritis, dan pendidikan kesehatan masyarakat. Sebagai seorang

spesialis, perawat gawat darurat menghubungkan pengetahuan dan

keterampilan untuk menangani respon pasien pada resusitasi, syok,

trauma, ketidakstabilan multisystem, keracunan, dan kegawatan yang

mengancam jiwa lainnya (Kristanty, 2016).

9
2.1.2 Tujuan Penanggulangan Gawat Darurat

Tujuan penanggulangan Gawat Darurat di dalam buku Ajar

Keperawatan Gawat Darurat (2021) adalah :

2.1.2.1 Dapat mencegah kematian dan kecacatan pada pasien yang

mengalami kondisi gawat darurat (to save life an limb).

2.1.2.2 Menjadi system rujukan untuk pasien sehingga memperoleh

penanganan yang lebih memadai

2.1.2.3 Menangani korban bencana

2.1.3 Prinsip Penanggulangan Gawat Darurat

Prinsip penanggulangan Gawat Darurat di dalam buku Ajar

Keperawatan Gawat Darurat (2021) adalah :

2.1.3.1 Penanggulangan cepat dan tepat

2.1.3.2 Pertolongan segera diberikan oleh siapa saja yang menemukan

pasien tersebut (awam, perawat, dokter).

Tindakan yang diberikan kepada pasien dalam kondisi gawat

darurat : non medis yaitu cara meminta pertolongan,

transportasi, menyiapkan alat-alat medis. Kemampuan media

yang diperlukan yakni pengetahuan dan keterampilan tentang

Basic Life Support, BTCLS, dan ALS.

10
2.1.4 Dasar- dasar Keperawatan Di Ruang Gawat Darurat

Berikut ini adalah alasan perlunya penerapan Asuhan Keperawatan

Gawat Darurat memurut (Kristanty, 2016) adalah:

2.1.4.1 Pasien Atau Keluarga

Pasien gawat darurat umumnya dalam kondisi akut atau

berat, sehingga perawatan harus dapat memahami reaksi yang

ditimbulkan antara lain :

a. Ketakutan banyak hal yang dapat menimbulkan rasa

takut pada pasien dan keluarga, misalnya takut akan

kematian, pengobatan yang diberikan akan penyakitnya,

lingkungan gawat darurat yang sibuk, banyak pasien

gawat dan lain-lain. Untuk mengatasi masalah tersebut

perawatan harus dapat bekerja lebih empati, memiliki

keterampilan yang cukup dan harus dapat meningkatkan

rasa nyaman dan rasa aman pada pasien dan keluarga.

b. Datang ke instalasi gawat darurat, pasien atau keluarga

menganggap kondisi harus segera di tolong dan

membutuhkan perhatian yang penuh. Jika hal ini tidak

terpenuhi, pasien atau keluarga akan tidak sabar atau

kurang terkontrol emosinya sehingga menyebabkan

kemarahan. Perawat harus menyadari kemungkinan ini,

dengan antisipasi sebagai berikut :

11
1) Memberi penjelasan tentang kondisi pasien.

2) Penanganan yang dilakukan.

3) Pemeriksaan pendukung seperti ct-scan,

laboratorium, radiologi, dan lain-lain, yang

harus menunggu hasil pemeriksaan.

4) Penjelasan adanya pasien lain yang lebih

memerlukan pertolongan segera.

c. Kesedihan

Kesedihan disebabkan oleh kehilangan anggota

tubuh, kehilangan orang yang dicintai, adanya

pembatasan pengunjung, rasa tidak di perhatikan

keluarga.

2.1.4.2 Peran perawat pada kasus kegawatdaruratan

Peran dan fungsi perawat perawat gawat darurat

berdasarkan pada kondisi pelayanan kegawatdaruratan, fungsi

pertama adalah fungsi independen, yaitu perawat sebagai

pemberian asuhan. Fungsi kedua adalah fungsi dependen,

fungsi yang didelegasikan sepenuhnya atau sebagian dari

profesi lain yaitu fungsi dimana perawat saat melaksanakan

kegiatan perawatan di instruksikan oleh tenaga kesehatan lain

seperti dokter, ahli gizi dan analis medis. Fungsi ketiga adalah

12
fungsi kolaboratif, yaitu melakukan kerja sama saling

membantu dalam program kesehatan.

Peran perawat dalam pelayanan keperawatan gawat darurat

yaitu :

a. Pemberi pelayanan kesehatan (direct care provider)

pelayanan ini diberikan langsung kepada pasien yang

mengalami masalah kesehatan karena sakit akut, kritis,

labil dan cedera. Serta memberikan pelayanan kesehatan

langsung pada keluarga, kelompok, pasien dan

masyarakat yang membutuhkan perawatan kritis atau

gawat darurat.

b. Manager klinis (leadership) perawat gawat darurat dapat

berperan sebagai manager klinik atau unit gawat darurat

yang bekerja untuk meningkatkan pelayanan kesehatan

gawat darurat.

c. Pendidik (educator) perawat gawat darurat berperan

sebagai pemberi edukasi atau pembimbing klinik bagi

pasien maupun keluarga dalam upaya untuk

meningkatkan kesehatan serta untuk pencegahan cedera

berulang maupun yang belum terjadi.

d. Peneliti (researcher) perawat gawat darurat berperan

sebagai peneliti di dalam kesehatan terkait pelayanan

13
gawat darurat juga berguna untuk meningkatkan kualitas

pelayanan gawat darurat

e. Praktik kolaboratif (collaborative practice) berperan

untuk membangun kerja sama dan kondisi antar profesi

dan melakukan praktik kolaboratif untuk mendapatkan

serta mengoptimalkan hasil pelayanan yang diberikan

Perawatan gawat darurat dilakukan untuk merawat klien

dengan keadaan gawat darurat atau mengancam nyawanya.

Pasien dengan kondisi mengancam nyawa berfokus pada

tindakan resusitasi, sedangkan pada pasien menjelang ajal

lebih berfokus pada perawatan End Of Life. End Of Life care

diberikan pada pasien yang kritis atau menjelang ajal yaitu

mencakup persiapan pasien dalam menghadapi kematian yang

tenang dan damai. End Of Life care diberikan pada pasien

yang kritis atau menjelang merasa bebas dari rasa nyeri,

merasa nyaman tidak terbebani, merasa diahargai, dan berada

dalam kedamaian.

2.1.5 Primary Survey dan Secondary Survey dan Intervensi Resusitasi

2.1.5.1 Primary Survey dan Intervensi Resusitasi

Primary survey mengatur pendekatan ke klien sehingga

acaman kehidupan segera dapat secara cepat. Diidentifikasi dan

bertanggunlangi dengan efektif. Primary survey berdasarkan

14
standar “ABC” mnemonic dengan “D” & “E” ditambahkan untuk

klien trauma : airway/ spinal servikal (A: jalan nafas), breathing

(B: pernafasan), circulation (C: sirkulasi), disability (D:

ketidakmampuan), dan exposure (E: paparan). Usaha resusitasi

terjadi secara simultan dengan setiap elemen dari primary survey

ini.

a. Airway (jalan nafas)/spinal servikal

Prioritas intervensi tertinggi dalam primary survey

adala mempertahankan kepatenan jalan nafas. Dalam hitungan

menit tanpa adekuatnya suplai oksigen dapat menyebabkan

trauma serebral yang akan berkembang menjadi kematian otak

(anoxic brain death). Airway harus bersih dan beberapa secret

atau debris dengan kateter suction atau secara manual jika

diperlukan. Spinal servikal harus diproteksi pada klien trauma

dengan kemungkinan trauma spinal secaramanual alignment

leher pada posisi netral, posisi in- line dan menggunakan

maneuver jaw thrust ketika mempertahankan jalan nafas.

Secara umum masker non-rebreather adalah yang

paling baik untuk klien bernafas spontan, ventilasi bag-valve-

mask (BMV) dengan alat bantu nafas yang tepat dan sumber

oksigen 100% diindikasikan untuk individu yang memerlukan

bantuan ventilasi selama resusitasi. Klien dengan gangguan

15
kesadaran, di indikasikan dengan GCS kurang dari sama

dengan 8, membutuhkan airway definitif seperti Endtracheal

tube (ETT) (Americqn college of Surgeons, 1997, dalam

Ignatavicius, 2006).

Kaji apakah airway patent, dan tidak ada sumbatan :

1) Jika ya ada sumbatan dan pasien responsif:

berikan pertolongan untuk pembebasan jalan

nafas, seperti pada pasien tersedak.

2) Jika ada sumbatan jalan nafas dan pasien tidak

responsif: lakukan head tilt dan chin lift ( tilt

their head and lift their chin) untuk membuka

jalan nafas.

3) Pastikan terhadap resiko adanya obstruktif airway

seperti adanya stridor.

4) Pertimbangan untuk menggunakan C-spine

immobilisasi, suctioning, ETT.

b. Breathing (pernafasan)

Setelah jalan nafas aman, breathing menjadi

prioritas berikutnya dalam primary survey. Pengkajian

ini untuk mengetahui apakah usaha ventilasi efektif atau

tidak hanya pada saat klien bernafas. Fokusnya adalah

pada auskultasi bunyi nafas dan evaluasi ekspansi dada,

usaha respirasi, dan adanya bukti trauma dinding dada

16
atau abnormalitas fisik. Pada klien apnea dan kurangnya

usaha ventilasi untuk mendukung sampai intubasi

endrotakeal dilakukan dan ventilasi mekanik digunakan.

Jika resustasi jantung paru (RJP) diperlukan, ventilasi

mekanik harus dihentikan dan klien secara manual di

ventilasi dengan alat BVM untuk ventilasi lanjutan yang

baik dan kompresi dada, sebaik untuk mengkaji

komplians paru melalui pengukuran derajat kesulitan

ventilasi klien dengan BVM. (Kristanty, 2016).

c. Circulation (pendarahan)

Intervensi di targetkan untuk memperbaiki sirkulasi

yang efektif melalui resusitasi kardiopulmoner, kontrol

pendarahan, akses intravena dengan penatalaksanan

cairan dan darah jika diperlukan, dan obat-obatan,

pendarahan eksternal sangat baik dan kontrol dengan

tekanan langsung yang lembut pada sisi perdarahan

dengan balutan yang kering dan tebal. Pendarahan

internal lebih menjadi ancaman tersembunyi yang harus

dicurigai pada klien trauma atau pada mereka yang

dalam status syok.

1) Dalam suatu kondisi resusitasi, tekanan darah

dapat secara cepat diperkirakan sebelum tekanan

darah full tensimeter didapatkan dengan palpasi

17
terhadap adanya atau absennya nadi perifer dan

sentral.Adanya nadi radial: TD sedikitnya 80

mmhg sistolik.

2) Adanya nadi femoral: TD sedikitnya 70 mmhg

sistolik.

3) Adanya nadi karotid: TD sedikitnya 60 mmhg

sistolik.

Akses intravena secara baik dicapai melalui

insersi jalur intravena jarum besar pada antekubital

fossa (lekukan siku). Akses tambahan dapat dicapai

melalui vena sentral di sisi femoralis. Subclavia, atau

jugularis menggunkan jarum besar (> 8,5) kateter

vena sentral. Cairan resusitasi pilihan adalah ringer’s

lactate dan salin normal 0.9% cairan dan produk

darah harus dihangatkan sebelum pemberian untuk

mencegah hiportemia.(Kristanty,2016).

d. Disability (Ketidakmampuan)

Pengkajian disability memberikan pengkajian dasar

cepat status nurologis. Metode mudah untuk

mengevaluasi tingkat kesadaran adalah dengan “AVPU”

minemonic:

A: Alert (waspada)

B: Responsive to voice (berespon terhadap suara)

18
C: Responsive to poin (berespon terhadp nyeri )

U: unresponsive (tidak ada respon)

Pengkajian lain tentang tingkat kesadaran yang

mengukur secara obyektif dan diterima luas adalah

Glasgow Coma Scale (GCS), yang menilai buka mata,

respon verbal, dan respon motorik, skor terendah adalah

3, yaitu mengindikasikan tidak responsifnya klien secara

total; GCS normal adalah 15. Abnormalitas metabolik,

hipoksia, trauma neurologis, dan intoksikasi dapat

menganggu tingkat kesadaran.

e. Exposure (Perdarahan)

Komponen akhir primary survey adalah eksposure,

seluruh pakaian harus dibuka untuk memudahkan

pengkajian menyeluruh. Pada situasi resusitasi, pakaian

harus digunting untuk mencapai akses cepat kebagian

tubuh. Jika penyedian tanda bukti adalah suatu isu,

barang- barang tersebut harus ditangani sesuai aturan

yang berlaku. Tanda bukti termasuk bagian- bagian

pakaian, tempat-tempat tusukan, senjata, obat-obatan,

dan peluru. Perawat gawat darurat sering kali dipanggil

untuk memberikan testimonial dan pengadilan

sehubungan dengan bukti-bukti yang mereka kumpulkan

dan perawatan klien mereka di unit gawat darurat.

19
Contoh dari tipe-tipe kasus dimana pengumpulan bukti

adalah sangat vital termasuk kasus perkosaan,child

abuse,kekerasan domestik, pembunuhan, bunuh diri,

overdosis obat, dan penyiksaan ( Kristanty, 2016).

2.2 Konsep Penyakit Pneumonia

2.2.1 Definisi Pneumonia

Pneumonia adalah penyakit saluran pernafasan bagianbawah,

merupakan penyebab kematian kematian utama pada bayi usia dibawah

lima tahun (balita). Khususnya dinegara berkembang.pneumonia seolah

menjadi penyakit yang terlupakan padahal sekitar dua juta balita setiap

tahun meninggal dunia, karna penyakit itu jauh melebihi kematin yang

disebabkan AIDS, malaria dan campak. Pneumonia adalah inflamasi

parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian alveoli dengan

cairan. (Wahid 2013).

Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh

berbagai mikrorganisme, termasuk bakteria, mikobakteria,jamur, dan

virus. Pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia didapat

komunitas (community-acquired pneumonia (CAP)),mereka yang

berisiko mengalami pneumonia sering kali menderita penyakit kronis

utama, penyakit akut berat, sistem imun yang tertekan karena penyakit

atau medikasi, imobilitas, dan faktor lain yang menganggu mekanisme

20
perlindungan paru normal, lansia juga berisiko. (Brunner & Suddarth,

2018).

Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan

bawah akut (ISNBA) dengan gejala batuk dengan disertai dengan sesak

nafas yang disebabkan agen infeksius seperti Virus, Bakteri,

Mycoplasma (fungi), Dan aspirasi subtansi asing, berupa radang

paruparu yang sertai eksudasi dan konsolidasi. (Nanda 2015).

2.2.2Etiologi

Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet dan sering disebabkan

oleh streptococcus pneumonia, melalui selang infuse oleh

staphylococcus aureus sedangkan pada pemakaian ventilator oleh P.

aeruginosa dan enterobacter. Dan masa kini terjadi karena perubahan

keadaan pasien seperti kekebalan tubuh dan penyakit kronis, polusi

lingkungan, penggunaan antibiotic yang tidak tepat.

Setelah masuk ke paru-paru organism bermutiplikasi dan jika telah

berhasil mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi pneumonia.

Selain diatas penyebab terjadinya pneumonia sesuai penggolongannya

yaitu (Nanda, 2015) :

a) Bacteria Diplococcus Pneumonia, Pneumococcus, Sterptokokus

Hemolyticus, Streptokokus Aureus, Hemophilus Influinzae,

Mycobacterium Tuberkolusis, Bacillus Friedlander.

21
b) Virus: Respiratory Syncytial Virus, Adena Virus, V.

Sitomegalitik, V. Influenza.

c) Mycoplasma Pneumonia

d) Jamur: Hitoplasma Capsulatum, Cryptococus Neuroformans,

Blastomyces Dermatitides, Coccidodies Immitis, Aspergilus

Species, Candida Albicans.

e) Aspirasi : Makanan, Keronase (bensin, minyak tanah), Cairan

Amnion, Benda Asing.

f) Pneumonia Hipostatik

g) Sindrom Loeffler

Klasifikasi berdasarkan anatomi. (IKA FKUI)

a) Pneumonia Lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar

dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka

dikenal sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”

b) Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia) terjadi pada ujung

akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen

untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada

didekatnya, disebut juga pneumonia lobularis.

c) Pneumonia Interstitial (Bronkiolitis) proses inflamasi yang

terjadi di dalam dinding alveolar (interstisium) dan jaringan

peribronkial serta interlobular.

22
Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan :

a) Pneumonia Komunitas, dijumpai pada H. Influenza pada pasien

perokok, pathogen atipikal pada lansia, garam negative pada

pasien dari rumah jompo, dengan adanya PPOK, penyakit

penyerta kardiopulmonal/jamak, atau paksa terapi antibiotika

spectrum luas.

b) Pneumonia Aspirasi, disebabkan oleh infeksi kuman,

pneumonia kimia akibat aspirasi bahan toksik, akibat aspirasi

cairan inert misalnya cairan makanan atau lambung, edema

paru, dan obstruksi mekanik simple oleh bahan padat.

c) Pneumonia pada gangguan imun, terjadi karena akibat proses

penyakit dan akibat terapi. Penyebab infeksi dapat disebabkan

oleh kuman pathogen atau mikroorganisme yang biasanya

nonvirulen, berupa bakteri, protozoa, parasit virus, jamur dan

cacing.

23
2.2.3 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

Sistem pernafasan berhubungan dengan kegiatan memasukan dan

mengeluarkan udara ke dalam paru-paru (respirasi). Ketika tubuh

kekurangan oksigen, maka oksigen yang berada diluar tubuh akan

dihirup (inspirasi) melalui organ pernapasan.

Ketika tubuh kelebihan karbondioksida, maka tubuh

akanmengeluarkannya melalui organ pernapasan (ekspirasi), sehingga

tercipta keseimbangan oksigen dan karbondioksida dalam tubuh. Sistem

respirasi berperan untuk menukar udara dari permukaan ke paru-paru.

Udara yang masuk akan disaring oleh trakea. Trakea akan menyaring,

menghangatkan, melembabkan udara yang masuk, dan melindungi

permukaan organ yang lembut.

24
Pernapasan berguna untuk:

a) Mengambil oksigen dari luar tubuh untuk masuk dalam

tubuh, untuk kemudian diedarkan kedalam tubuh melalui

darah. Selanjutnya akan terjadi pembakaran sel atau jaringan.

b) Mengeluarkan karbondioksida yang merupakan sisa dari

pembakaran.

c) Melindungi system permukaan dari kekurangan cairan dan

mengubah suhu tubuh.

d) Melindungi system pernapasan dari jaringan lain terhadap

serangan patogenik.

e) Membentuk komunikasi seperti bicara, berteriak, dan

komunikasi lain yang berhubungan dengan suara

Fungsi dari system pernapasan adalah untuk mengalirkan

udara ke paru – paru. Oksigen dari udara berdifuis dari paru –

paru ke dalam darah, sedangkan karbondioksida berdifusi

dari dalam darah ke paru – paru.

Respirasi mencakup proses – proses sebagai berikut

1. Ventilasi Paru

Ventilasi paru merupakan proses pernapasan

inspirasi (menghirup O2) dan ekspirasi

(menghembuskan O2).

25
2. Pernapasan luar

Pernapasan luar merupakan pro es pertukaran gas

antara paru-paru dengan darah. Oksigen berdifusi

kedalam darah, sedangkan karbondioksida berdifusi

dari darah ke paru-paru.

3. Transpotasi Gas

Transportasi gas dilakukan oleh sistem

kardiovaskuler oksigen keseluruh tubuh dan

mengumpulkan karbondioksida untuk dikembalikan

ke paru-paru.

4. Pernapasan Dalam

Pernapasan dalam merupakan proses ertukaran gas

antara darah, cairan interstisial ( cairan yang

mengelilingi sel). Dan sel-sel. Didalam sel terjadi

respirasi sel yang menghasilkan energi CO2, dengan

menggunakan O2, dan glukosa.

Struktur pernapasan manusia meliputi organ – organ

berikut:

1. Hidung

Hidung merupakan organ tubuh yang

berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra

perciuman. Dalam keadaan normal, udara masuk

26
dalam sistem pernapasan melalui rongga hidung.

Rongga hidung berisi serabut-serabut halus yang

berfungsi untuk mencegah masuknya benda-benda

asing yang menganggu proses pernapasan

a. Struktur Tulang

Hidung terdiri dari tulang rawan dan lumina

propia, di mana keduanya saling berkaitan.

Lamina propis mengandung banyak arteri vena

dan kapiler yang membawa nutrisi dan air yang

dilakukan oleh sel. Bagian-bagian dari hidung

adalah:

1) Batang hidung

2) Cuping hidung

3) Septum nasi

4) Dinding lateral rongga hidung (kavum nasi)

b. Fungsi hidung

Hidung memiliki beberapa fungsi, yaitu:

1) Menghangatkan udara yang masuk,

kurang lebih sekitar 36c

2) Melembabkan udara kurang lebih 75c

3) Menyaring kotoran yang dilakukan oleh

bulu-bulu hidung

4) Melakukan penciuman

27
Hidung kadang merespon benda dari luar

tubuh dengan batuk. Batuk merupakan

cara paru-paru untuk mempertahankan

dari benda asing yang masuk kedalam

hidung. Bronkus dan trakea sangat

sensitif, sehingga setiap benda asing yang

menyebabkan iritasi akan merangsang

refleks batuk.

2. Faring

Faring (tekak) adalah saluran otot selaput yang

tegak lurus antara basis kanii vertebrate servikalis

IV. Faring terdiri atas 3 bagian, yaitu:

a. Nasofaring

Nasofaring menerima udara yang masuk dari

hidung. Terdapat saluran eusthacius yang

menyemakan tekanan udara ditelinga tengah.

Tonsilfaring (adenoid) terletak dibelakang

nasofaring.

b. Orofaring

Orofaring menerima udara dari nasofaring dan

makanan dari rongga mulut. Palatine dan

lingultonsil terletak disini.

28
c. Laringofaring

Laringofaring menyalurkan makanan

kekerongkongan dan udara kelaring.mempunyai

elastisitas tinggi dan dapat memproduksi suara

dengan bantuan pita suara. Faring berhubungan

dengan suara yang dihasilkan oleh manusia.

3. Laring

Laring atau pangkal tenggorokanmerupakan

jalinan tulang rawan yang dilengkapi dengan otot.

Membran, jaringan ikat, dan ligamentum. Tapi

lubang dari pita suara asli kiri kanan membatasi

daerah epiglotis. Bagian atas disebut supraglotis

dan bagian bawah disebut subglotis.

Saat menelan makanan, epiglotis tersebut

menutupi pangkal tenggorokan untuk mencegah

masuknya makanan dan saat bernapas katup

tersebut akan membuka. Tulang rawan tiroid

melindungi bagian depan laring tulang rawan

yang menonjol membentuk jakun.

a. Struktur Laring

Kerangka laring adalah :

1) Kartilago tiroidea

29
2) Kartilago krikoidea

3) Kartilago aritenoidea

4) Os hyoid aritenoidea

Persendian (artikulasio) yang terdapat pada

laring:

1) Artikulasio krikoitiroidea

2) Artikulasio krikoariteniodea

Pada laring terdapat ligamentum :

1) Ligamentum krikoideum

2) Ligamentum krikoaritenoideum

3) Ligamentumkornikulofaringikum

4) Ligamentum hioitiroideum

5) Ligamentum hiotiroidea

6) Ligamentum hioepiglotikum

7) Membrana kuadrangularis

b. Fungsi laring

Laring berfungsi dalam vokalisasi

manusia. Vokalisasi adalah berbicara yang

melibatkan sistem respirasi. Sistem respirasi

meliputi pusat khusus pengaturan bicara

dalam korteks serebri, pusat respirasi di

dalam batang otak, artikulasi, serta struktur

resonasi dari mulut dan rongga hidung.

30
Berbicara memiliki dua fungsi mekanisme

yang terpisah, yaitu:

1) Fonasi

Fonasi menyesuaikan dengan vibrator atau

pita suara yang merupakan lipatan-lipatan

sepanjang dinding lateral laring yang

diregangkan dan diatur posisinya. Getaran

pita suara bergetar kearah lateral.

Penyebab getaran ini adalah udara yang

berhembus diantara pita suara yang

berdekatan.

2) Artikulasi dan resonansi

Ada tiga organ utama yang berfungsi

dalam artikulasi, yaitu bibir, lidah, dan

palatum. Resonansi terdiri dari mulut

hidung, faring, dan rongga dada.

4. Trakea

Trakea atau batang tenggorok adalah tabung

seperti pipa dan berbentuk menyerupai huruf C.

Trakea dibentuk oleh tulang-tulang rawan yang

disempurnakan oleh selaput. Terletak diantara

vertebrae VI sampai ke tepi bawah kartilago

krikoidea vertebra torakalis V. Memiliki panjang

31
sekitar 13 cm dan diameter 2,5 cm. Dinding trakea

terdiri dari empat lapisan yang terdiri:

a. Mukosa

Mukosa merupakan lapisan terdalam trakea.

Mukosa mengandung sel goblet yang dapat

memproduksi lendir dan epitel pseudostratidied

bersilia.silia menyapu kotoran, menjauhi paru-

paru dan menuju kearah faring.

b. Submukosa

Submukosa merupakan lapisan jaringan ikat

areolar yang mengelilingi mukosa.

c. Tulang Rawan Hialin

16-20 cincin tulang rawan hialin berbentuk C

membungkus sekitar submukosa tersebut.

Mencegahnya agar tidak kolaps dan membuka

jalan udara.

d. Adventitia

Adventitia merupakan lapisan terluar dari

trakea. Lapisan ini tersusun atas jaringan ikat

areolar (longgar).

1) Struktur Trakea

Pada bagian dalam, trakea memiliki sputum

yang disebut karina, terletak agak kekiri dari

32
bidang median. Pada bagian dalam ini

terdapat sel-sel bersilia yang berguna untuk

mengeluarkan benda asing yang masuk

bersama dengan udara

Hubungan trakea dengan alat di sekitanya:

a) Sebelah kanan: N. Vagus dekstram, A.

Anonima, dan V.Azigos.

b) Sebelah kiri: Aorta dan nervus rekuren

sinistra.

c) Bagian depan menyilang : V. Anomina

sinistra dan fleksus kardiakus profundus.

d) Bagian belakang: sedofagus

2) Fungsi Trakea

Trakea memiliki bagian yang mampu

berubah menjadi elastis ketika terjadi proses

menelan, sehingga akan membuka jalan

makanan, sehingga makanan akan masuk ke

dalam lambung. Rangsangan saraf simpatis

akan memperlebar diameter trakea dan

mengubah besarnya volume saat terjadinya

proses pernapasan.

33
5. Bronkus

Bronkus atau cabang tengorokan merupakan

lanjutan dari trakea. Bronkus memiliki struktur

yang sama dengan trakea dan dilapisi oleh sejenis

sel yang sama dengan trakea dan dilapisi oleh

sejenis sel yang sama dengan trakea dan berjalan

kebawah menuju paru-paru. Bronkus terdiri dari 2

bagian yaitu:

a. Bronkus prinsipalis dekstra

Bronkus ini pada saat masuk ke hilus

bercabang menjadi tiga, yaitu bronkus lobaris

medius, bronkus lobaris inferior, dan bronkus

lobaris superior.

b. Bronkus prinsipalis sinistra

Bronkus ini lebih kecil, lebih sempit, serta

lebih panjang dari bronkus prinsipalis dekstra.

6. Pulmo

Pulmo atau paru adalah organ sistem pernapasan

yang berada dalam kantong berbentuk pleura

parietalis dan pleura viselaris. Paru-paru sangat

lunak, elastis, dan berada dalam rongga torak.

Paru-paru kanan terdiri dari atas tiga gelambir

(lobus),yaitu:

34
a. Lobus superior

b. Lobus medius

c. Lobus inferior

Paru – paru kiri terdiri dari 2 lobus, yaitu :

a. Lobus superior

b. Lobus inferior

Paru-paru diselimuti oleh suatu selaput paru-paru

yang disebut pleura. Pleura terdiri atas dua lapisan,

yaitu:

1. Lapisan permukaan (parietalis), yakni lapisan

yang lansung berhubungan dengan paru dan

memisahkan lobus dengan paru-paru.

2. Lapisan dalam pleura viseralis, yakni pleurayang

berhunbungan dengan fasia endotorasika, yaitu

permukaan dalam dari dinding toraks.

2.2.4 Patofisiologi

Reaksi inflamasi dapat terjadi dialveoli, yang menghasilkan

eksudat yang menganggu difusi oksigen dan karbon dioksida,

bronkopneumonia, bentuk pneumonia pasien menderita penyakit jalan

nafas reaktif. Bronkopneumonia bentuk pneumonia yang paling umum,

menyebar dalam model bercak yang meluas dari bronki ke parenkim

paru sekitarnya. Pneumonia lobar adalah istilah digunakan jika

pneumonia mengenai bagian substansial pada satu atau lebih lobus,

35
pneumonia disebabkan oleh berbagai agen mikroba berbagai tatanan.

Organisme yang biasanya menyebabkan pneumonia antara

lain.pseudomonas,dan spesies klebsiella,staphylococcus,aureus, dan

virus (paling sering terjadi pada anak-anak).

36
2.2.5 Pathway
Normal (sistem
pertahanan) terganggu organisme

Sel napas bag bawah


pneumokokus
virus
stapilokokus
Eksudat masuk ke
alveoli
Kuman pathogen Thrombus
mencapai bronkioli
Alveoli
terminalis merusak
sel Permukaan lapisan
Sel darah merah, pleura tertutup
leukosit, pneumokokus tebal eksudat
Cairan edema + mengisi alveoli. thrombus vena
leukosit ke alveoli
pulmonaris
Leukosit + fibrin
Konsolidasi paru mengalami konsolidasi
Nekrosis hemoragik

Leukositosis
Kapasitas vital,
complicance
menurun, Suhu tubuh meningkat
hemoragik
MK : Resiko
kekurangan volume
MK: Intoleransi
cairan Hipertermi
aktifitas defisiensi
pengetahuan
Produksi sputum Abses pneumatocale
meningkat (kerusakan jaringan
parut)
MK :
Ketidakefektifan
bersihan jalan napas
MK :
Ketidakefektifan pola
napas

Sumber : Nanda Nic Noc Tahun 2015

37
2.2.6 Manifestasi Klinis

a. Demam,sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling

sering terjadi pada usia 6 bulan – 3 tahun dengan mencapai 39,5 –

40,5 bahkan dengan infeksi ringan. Mungkin malas dan peka

rangsang atau terkadang euphoria dan lebih aktif dari normal,

beberapa anak bicara dengan kecepatan yang tidak biasa.

b. Meninngismus, yaitu tanda - tanda meningeal tanpa infeksi

meninges. Terjadi dengan awitan demam yang tiba – tiba dengan

disertai sakit kepala, nyeri dan kekakuan pada punggung dan leher,

adanya tanda kernig dan brudzinki, dan akan berkurang saat suhu

turun.

c. Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit

masa kanak – kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit.

Menetap sampai derajat yang lebih besar atau lebih sedikit melalui

tahap demam dari penyakit, seringkali memanjang sampai ke tahap

pemulihan.

d. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang

merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangsung

singkat, tetapi dapat menetap selama sakit.

e. Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat.

Sering menyertai infeksi pernafasan. Khususnya karena virus.

f. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa

dibedakan dari nyeri apendiksitis.

38
g. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat

olehpembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi

pernafasan dan menyusu pada bayi.

h. Keluaran nasal, sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin encer

dan sedikit (rinorea) atau kental dan purulen, bergantung pada tipe

dan atau tahap infeksi.

i. Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan. Dapat

menjadi bukti hanya selama fase akut.

j. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi

terdengar mengi krekels.

k. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak

yang lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum

dan makan peroral.

l. Keadaan berat pada bayi tidak dapat menyusu atau makan/minum,

atau memuntahkan semua, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis,

distress pernafasan berat.

m. Disamping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat

saja

a) Pada anak umur 2 bulan – 11 bulan ≥ 50 kali/menit

b) Pada anak umur 1 tahun – 5 tahun ≥ 40 kali/menit

39
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang

Dalam buku Nanda (2015), pemeriksaan penunjang Pneumonia adalah :

2.2.7.1 Sinar X : Mengidentifikasikan distribusi structural (misal :

lobar, bronchial); dapat juga menyebabkan abses)

2.2.7.2 Biopsi paru : untuk menetapkan diagnosis

2.2.7.3 Pemeriksaan gram/kultur, sputum, dan darah : untuk dapat

mengidentifikasi semua orgasnisme yang ada

2.2.7.4 Pemeriksaan serologi : membantu dalam membedakan diagnosis

organism khusus

2.2.7.5 Pemeriksaan fungsi paru : untuk mengetahui paru – paru,

menetapkan luas berat penyakit dan membantu diagnosis

keadaan

2.2.7.6 Spirometrik static : untuk mengkaji jumlah udara yang

diaspirasi

2.2.7.7 Bronkoskopi : untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat

benda asing

40
2.2.8 Penatalaksanaan

Menurut Nanda (2015), penatalaksanaan Pneumonia adalah :

Kepada penderita yang pernyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan

antibiotic per-oral dan tetap tinggal dirumah. Penderita yang lebih tua

dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau

penyakit paru lainnya, harus dirawat dan antibiotic diberikan melalui

infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan

alat bantu napas mekanik.

Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan

dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu. Penatalaksanaan

umum yang dapat diberikan antara lain :

- Oksigen 1 – 2 L/menit.

- IVFD dekstrose 10% NaCl 0,9% = 3:1, KCl 10 mEq/500 ml cairan.

Jumlah cairan sesuai BB, kenaikan suhu, dan status hidras.

- Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral

bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip

- Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin

normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosiller.

Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.

Penatalaksanaaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab,

antibiotic diberikan sesuai hasil kultur.

41
- Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian

- Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian

Untuk kasus pneumonia hospital based :

- Sefatoksim 100 mg/kg BB/ hari dalam 2 kali pemberian

- Amikasin 10 – 15 mg/kg BB/ hari dalam 2 kali pemberian

42
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pneumonia

2.3.1 Pengkajian Keperawatan

2.3.1.1 Pengkajian Umum Sekunder (Muttaqin, 2008) adalah :

a. Biodata

Pneumonia lobaris sering terjadi secara primer pada orang

dewasa, sedangkan pneumonia loburalis ( bronkopneumonia )

primer lebih sering terjadi pada anak-anak. Ketika seorang

dewasa mempunyai penyakit bronkopneumonia, kemungkinan

besar ada penyakit yang mendahuluinya.

Pneumonia pada orang dewasa paling sering disebabkan oleh

bakteri (yang tersering yaitu bakteri streptococcus pneumoniae

pneumococcus). Pneumonia sering kali menjadi infeksi terakhir

( sekunder) pada orang tua dan orang yang lemah akibat

penyakit tertentu.

b. Riwayat kesehatan

- Keluhan utama dan riwayat kesehatan sekarang

Riwayat utama dan riwayat kesehatan sekarang

Keluhan utama yang sering timbul pada klien pneumonia

adalah adanya awitan yang ditandai dengan keluhan

menggigil, demam lebih dari 40 C, nyeri pleuritik, batuk,

43
sputum berwarna seperti karat, takipnea terutama setelah

adanya konsolidasi paru.

- Riwayat kesehatan masa lalu

Pneumonia sering kali timbul setelah infeksi saluran napas

atas (infeksi pada hidung dan tenggorokan). Risiko tinggi

timbul pada klien dengan riwayat alkoholik, post-operasi,

infeksi pernapasan, dan klien dengan imunosupresi

(kelemahan dalam sistem imun). Hampir 60% dari klien kritis

di ICU dapat menderita pneumonia dan 50%( separuhnya )

akan meninggal.

c. Pemeriksaan Fisik

Presentasi bervariasi bergantung pada etiologi, usia dan

keadaan klinis:

- Awitan akut biasanya oleh kuman patogen seperti S,

pneumoniae, Streptococcus spp, dan Staphylococcus.

Pneumonia virus ditandai dengan mialgia, malaise, batuk

kering yang nonproduktif.

- Awitan yang tidak terlihat dan ringan pada orang tua/ orang

dengan penurunan imunitas akibat kuman yang kurang

patogen/oportunistik.

- Tanda- tanda fisik pada pneumonia klasik yang biasa

dijumpai adalah demam, sesak napas, tanda-tanda

44
konsolidasi paru(perkusi paru yang dullness, ronchi

nyaring, serta suara pernafasan bronkial).

- Ronchi basah dan gesekan pleura dapat terdengar di atas

jaringan yang terserang karena eksudat dan fibrin dalam

alveolus.

2.3.1.2 Pengkajian primer

- Airway : Penyembuhan airway oleh sputum, apakah terpasang

airway definif atau tidak

- Breathing : Suara nafas dapat ronchi, wheezing, crackles,

takypnea, dyspnea, retraksi otot bantu pernafasan

- Circulation : Tekanan darah biasanya normal, denyut nadi perifer

normal

- Disability : Kaji adanya penurunan GCS

- Exposure : Biasanya terjadi demam dan mengigil

2.3.2 Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

2.3.2.1 Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

inflamasi dan obstruksi jalan napas

2.3.2.2 Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hambatan

upaya napas

2.3.2.3 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake oral

yang adekuat, takipneu, demam

45
2.3.2.4 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan isolasi respiratory

2.3.3 Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

1 Ketidakefektifan bersihan jalan NOC NIC


nafas 1. Respiratory status: Airway suction
Definisi: ketidakmampuan untuk ventilation 1. Pastikan kebutuhan oral/
membersihkan sekresi atau 2. Respiratory status : Airway tracheal suctioning
obstruksi dari saluran pernafasan patency 2. Aulkultasi suara nafas
untuk mempertahankan Kriteria hasil: sebelum dan sesudah
kebersihan jalan nafas. 1. Mendemostrasikan batuk suctioning
Batasan karateristik: efektif dan suara nafas yang 3. Minta klien nafas dalam
1. tidak ada batuk bersih, tidak ada sianosis sebelum suction dilakukan
2. suara nafas tambahan dan dyspneu (mampu 4. Berikan O2 dengan
3. perubahan frekuensi nafas mengeluarkan sputum, menggunakan nasal untuk
4. perubahan irama nafas mampu bernafas dengan memfasilitas suksion
5. kesulitan berbicara atau mudah, tidak ada pursed nasotrakeal
mengeluarkan suara lips) 5. Gunakan alat yang steril
6. penurunan bunyi nafas 2. Menunjukan jalan nafas setiap melakukan tindakan
7. dispneu yang paten (klien tidak 6. Anjurkan pasien untuk
8. sputum dalam jumlah yang merasa terkecik,irama nafas, istirahat dan napas dalam
berlebihan frekuensi pernafas dalam setelah kateter dikeluarkan
9. batuk yang tidak efektif rentang normal, tidak ada dari nasotrakeal
10. orthopnea suara nafas abnormal) 7. Monitor status oksigen
11. gelisah 3. Mampu mengidentifikasi pasien
12. mata terbuka lebar dan mencegah factor yang 8. Ajarkan keluarga
faktor-faktor yang dapat menghambat jalan bagaimana melakukan
berhubungan : nafas. suction
1. lingkungan 9. Hentikan suction dan
a. perokok pasif berikan oksigen apabila
b. mengisap asap pasien menunjukan
c. merokok brakikardi,peningkatan
2. obstruksi jalan nafas saturasi O2,dll
a. spasme jalan nafas Airway management:
b. mokus dalam jumlah 1. Buka jalan napas,gunakan
berlebihan teknik chin lift atau jaw
c. eksudat dalam jalan thrust bila perlu
alveoli 2. Posisikan pasien untuk
d. materi asing dalam maksimalkan ventilasi
jalan nafas 3. Indetifikasi pasien
e. adanya jalan nafas perlunya pemasangan alat
buatan jalan nafas buatan
f. sekresi bertahan/sisa 4. Pasang mayo bila perlu
sekresi 5. Lakukan fisioterafi dada
g. sereksi dalam bronki jika perlu
3. fisiologis 6. Keluarkan sekret dengan
a. jalan nafas alergik dengan batuk atau suction
b. asma 7. Auskultasi suara nafas,
c. penyakit paru catat adanya suara
obstruksif kronik tambahan

46
d. infeksi 8. Lakukan suction pada
e. disfungsi mayo
neuromuskular 9. Berikan kondilator bila
perlu
10. Berikan pelembab udara
kassa basah NaCl lembab
11. Mengoptimalkan
keseimbangan
12. Monitor respirasi dan
saturasi O2
2 Ketidakefektifan pola napas NOC NIC
Definisi : inspirasi dan/ atau 1. Respiratory status: Airway Management:
ekspirasi yang tidak memberikan ventilation 1. buka jalan nafas, gunakan
ventilasi 2. Respiratory status : Airway teknik chin lift, atau jaw
Batas karakteristik: patency thrust bila perlu
1. Perubahan kedalaman 3. Vital sign status 2. posisikan pasien untuk
pernafasan Kriteria hasil: ventilasi
2. Perubahan ekskursi dada 1. Mendemostrasikan batuk 3. pasang mayo bila perlu
3. Mengambil posisi tiga titik efektif dan suara nafas yang 4. Lakukan fisioterapi dada
4. Bradneau bersih, tidak ada sianosis jika perlu
5. Penururnan tekanan ekspirasi dan dyspneu (mampu 5. Berikan brokodilator jika
6. Penurunan ventilasi semenit mengeluarkan sputum, perlu
7. Penurunan kapasitas vital mampu bernafas dengan 6. Berikan pelembab,kassa
8. Dipneu mudah, tidak ada pursed basah NaCl lembab
9. Peningkatan diameter anterior lips) 7. Bersihkan mulut,hidung
pasterior 2. enunjukan jalan nafas yang dan sekret trakea
10. Pernapasan cuping hidung paten (klien tidak merasa 8. Pertahankan jalan nafas
11. Fase ekspirasi memanjang terkecik,irama nafas, yang paten
12. Pernapasan bibir frekuensi pernafas dalam 9. Atur peralatan oksigennasi
13. Takipnei rentang normal, tidak ada 10. Monitor aliran oksigen
Faktor yang berhubungan: suara nafas abnormal) 11. Pertahankan posisi pasien
1. Ansietas 3. tanda tanda vital dalam 12. Onservasi adanya tanda
2. Posisi tubuh rentang normal (tekanan tanda hipoventilasi
3. Deformitas tulang darah, nadi, pernafasan) Vital sign monitoring:
4. Keletihan 1. Monitor TD,
5. Hiperventilasi nadi,suhu,dan RR
6. Sindrom hopiventilasi 2. Monitor kualitas dari nadi
7. Kerusakan neorologis 3. Monitor frekuensi dan
8. Obesitas irama pernafasan
9. Nyeri 4. Indeetifikasi penyebab
dari perubahan vital sign

3 Kekurangan volume cairan NOC NIC


Definisi : penurunan cairan 1. Fluid balance Fluid management:
intravaskuler atau intraseluler ini 2. Hydration 1. Timbang popok/pembalut
mengacu pada dehidrasi, 3. Nutritional status: food and jika diperlukan
kehilangan cairan saa tanpa fluid 2. Pertahankan catatan intake
perubahan pada natrium 4. Intake dan output yang akurat
1. Perubahan status mental Kriteria hasil: 3. Monitor vital sign
2. Penurunan teknan darah 1. Mempertahankan urin 4. Monitor masukan
3. Penurunan nadi output sesuai dengan usia makanan/cairan dan
4. Penurunan volume nadi dan BB, bj urine normal, hitung intke kalori harian
5. Penurunan turgor kulit HT normal 5. Monitor status nutrisi
6. Penurunan turgor lidah 2. Tekanan darah, nadi,suhu 6. Berikan cairan Iv pada
7. Penurunan haluaran urin tubuh dalam batas normal suhu ruangan

47
8. Penurunan pengisisan vena 3. Tidak ada tanda dehidrasi 7. Dorong masukan oral
9. Penurunan berat badan 4. Elasitas turgor kulit 8. Dorong keluarag untuk
10. Haus baik,membran mukosa membantu pasien makan
Faktor yang berhubungan : lembab, tidak ada rasa haus 9. Tawarkan snack
1. Kehilangan cairan aktif yang berlebihan 10. Kalaborasi dengan dokter
2. Kegagalan mekanisme 11. Atur kemungkinan
tranfusi
12. Persiapan untuk tranfusi
Hypovolemia management
1. Monitor status cairan
2. Pelihara IV line
3. Monitor tanda vital
4. Monitor berat badan
5. Monitor adanya tanda
gagal ginjal
4 Intoleransi aktivitas NOC NIC
Definisi : ketidakcukupam energi 1. Energy conservation Activity thrapy :
psikologis atau fisiologis untuk 2. Activity tolerance 1. Kalaborasi dengan tenaga
melanjutkan atau menyelesaikan 3. Self care: Adls rehabilitas medik dalam
aktifitas kehidupan sehari hari Kriteria hasil: merencanakan program
yang harus atau yang diinginkan 1. Berpartisipasi dalam terapi yang tepat
Batasan karateristik: aktivitas fisik tanpa disertai 2. Bantu klien untuk
1. Respon tekanan darah peningkatan tekana darah, mengidentifikasi aktivitas
abnormal terhadap aktivitas nadi dan RR yang mampu dilakukan
2. Respon frekwensi jantung 2. Mampu melakukan aktivitas 3. Bantu untuk mendapatkan
abnormal terhadap aktibitas sehari hari (Adls) secara alat bantuan aktivitas yang
3. Perubahan EKG mandiri diinginkan
mencerminkan aritmia 3. Tanda tanda vital normal 4. Bantu klien untuk
4. Perubahan EKG 4. Energy psikomotor menjadwalakn latihan di
mencerminkan iskemia 5. Level kelemahan waktu luang
5. Ketidaknyamanan setelah 6. Sirkulasi status baik 5. Bantu pasien/keluarga
beraktivitas 7. Status respirasi pertukaran untuk mengidentifikasi
6. Menyatakan berasa letih gas dan ventilasi adekuat kekurangan dalam
7. Menytakan merasa lemah beraktifitas
Faktor yang berhubungan : 6. Sediakan penguatan
1. Tirah baring atau imobilisasi positif bagi yang aktif
2. Kelemahan umum beraktivitas
3. Imobilisasi 7. Bantu pasien untuk
4. Gaya hidup monoton mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
8. Monitor respon fisik,
emosi, social, dan spritual.

48
2.3.4 Implementasi Keperawatan

Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan

yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan

yang disusun dan ditunjukan pada nursing orders untuk membantu klien

mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan

yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi masalah kesehatan klien.

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

Pelaksanaan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan

keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan keperawatan.

Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan proses

dan pedoman/rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan

dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat kemandirian dalam

kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan

tujuan yang telah dirumuskan.

2.4 Konsep Ketidakefektifan Pola Napas

2.4.1 Definisi Ketidakefektifan Pola Napas

Inspirasi dan/ atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi (Nanda,

2015)

2.4.2 Batasan Karakteristik

1. Perubahan kedalaman pernapasan

2. Perubahan ekskursi dada

3. Mengambil posisi tiga titik

49
4. Bradipneu

5. Penurunan tekanan ekspitasi

6. Penurunan ventilasi semenit

7. Penurunan kapasitas vital

8. Dipneu

9. Peningkatan diameter anterior – posterior

10. Pernapasan cuping hidung

11. Ortopneu

12. Fase ekspirasi memanjang

13. Pernapasan bibir

14. Takipneu

15. Penggunaan otot aksesorius untuk bernapas

2.4.3 Faktor yang berhubungan

1. Ansietas

2. Posisi tubuh

3. Deformitas tubuh

4. Deformitas dinding dada

5. Keletihan

6. Hiperventilasi

7. Sindrom hipoventilasi

8. Gangguan muskuluskletal

9. Kerusakan neurobiologist

10. Disfungsi neuromuscular

50
11. Obesitas

12. Nyeri

13. Keletihan otot pernapasan cedera medulla spinalis

2.4.4 Kriteria Hasil

1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak

ada sianosis dan dsypneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu

bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips).

2. Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik,

irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada

suara nafas abnormal)

3. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,

pernafasan)

51
2.5 Kerangka konseptual

Bakteri
Virus protozoa
Jamur

Infeksi saluran Pneumonia


pernapasan bawah

Depresi pusat pernapasan


INPUT

Pengkajian Hambatan upaya napas


1. Demam
dan rumusan (misalnya nyeri saat
2. Meningismus
bernapas, kelemahan otot
3. Anoreksia
bernapas
4. Muntah
PROSES 5. Diare
6. Nyeri
Intervensi 7. Batuk
Pola napas tidak efektif
Keperawatan 8. Sakit tenggorokan
OUTPUT

Evaluasi Kinerja Perawat Evaluasi Kinerja Perawat Pneumonia teratasi

Kriteria hasil

1. Mendemostrasikan batuk efektif dan suara nafas


yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed lips)
2. Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak
merasa terkecik,irama nafas, frekuensi pernafas
dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
3. Tanda tanda vital dalam rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernafasan)

52

Anda mungkin juga menyukai