Anda di halaman 1dari 67

Konsep Keperawatan Kritis

A. Definisi

Kritis adalah keadaan krisis, gawat, genting (tentang suatu keadaan), keadaan yg paling menentukan berhasil atau
gagalnya suatu usaha. Kritis jg didef sbg penilaian dan evaluasi scr cermat dan hati2 thd suatu kondisi dlm rangka
mencari penyelesaian.

Secara keilmuan, keperawatan kritis berfokus pada penyakit yg kritis atau ps yg tidak stabil. Untuk pasien kritis,
pernyataan paling penting yg harus dipahami adalah “waktu adalah vital”.

AACN mendefinisikan keperawatan kritis adalah keahlian khusus di dalam ilmu perawatan yang dihadapkan secara
rinci dengan manusia (pasien) dan bertanggung jawab atas masalah yang mengancam jiwa. Perawat kritis adalah
perawat profesional yg resmi dan bertanggung jawab utk memastikan pasien dgn sakit kritis dan keluarga ps
mendapat kepedulian optimal.

AACN juga menjelaskan secara spesifik bahwa asuhan keperawatan kritis mencakup diagnosis dan penatalaksanaan
respon manusia terhadap penyakit aktual atau potensial yang mengancam kehidupan. Lingkup praktik askep kritis
didefinisikan dgn interaksi perawat kritis, pasien dg penyakit kritis, dan lingkungan yg memberikan sumber2 adekuat
utk pemberian perawatan. Pada umumnya, lingkungan yg mendukung rasio perbandingan perawat pasien adalah 1:2
(tergantung kebutuhan ps), satu perawat dapat menjaga 3 pasien dan terkadang seorang ps membutuhkan bantuan
>1 perawat utk dpt bertahan hidup.

Perawat harus mengaktualisasi diri scr fisik, emosional, dan spiritual utk memenuhi tantangan merawat pasien yg
mengalami penyakit kritis. Pelayanan askep kritis harus berkualitas tinggi dan komprehensif. Askep kritis jg
membutuhkan kemampuan utk menyesuaikan situasi kritis dgn kecepatan dan ketepatan dlm pengambilan keputusan
dan bertindak, dimana kondisi tidak dibutuhkan pd situasi keperawatan lain. Esensi asuhan keperawatan kritis tdk
berdasarkan pd lingkungan khusus atau alat khusus, tetapi proses pengambilan keputusan yg didasarkan pd
pemahaman yg sungguh2 thd fisiologis dan psikologis.

B. Lingkup Kep Kritis

1. The Critically Ill Patient  masalah yg aktual dan potensial mengancam kehidupan pasien dan membutuhkan
ovservasi dan intervensi mencegah komplikasi. Pasien sakit kritis didefinisikan sbg pasien yg beresiko itnggi utk
masalah kesehatan actual atau potensial mengancam jiwa. Semakin sakit kritis ps, semakin besar kemungkinan
dia mjd rentan, tidak stabil, sehingga butuh asuhan kep yg intens. Pasien membutuhkan observasi dan intervensi
secara intensif untuk mencegah terjadinya perburukan dan komplikasi.

1
2. The Critically Care Nurse  membutuhkan perawat yg profesional utk perawatan ps kritis. Perawat dlm praktik
kep kritis dalam pengaturan dimana ps butuh pengkajian yg kompleks, terapi intensitas tinggi dan intervensi
berkesinambungan kewaspadaan keperawatan. Perawat perawatan kritis mengandalkan pengetahuan khusus,
keterampilan dan pengalaman utk memberikan perawatan kpd pasien dan klg utk mencapai lingkungan yg
menyembuhkan, manusiawi dan peduli. Perawat mjd pelindung atau pembela ps. AACN mendefinisikan advokasi
adalah menghormati dan mendukung nilai2 dasar, hak, keyakinan ps kritis. Perawat perawatan kritis memiliki
keahlian (skill) yaitu skill kognitif (cognitive skill), skill interpersonal (interpersonal skill) dan skill tehnik (technical
skill) sebagai pendukung praktik keperawatan kritis. Perawat perawatan kritis mampu melaksanakan praktik
regulasi asuhan keperawatan kritis, di mana pasien memerlukan pengkajian yang kompleks, intervensi
keperawatan yang intensitas tinggi dan berkesinambungan serta kewaspadaan keperawatan yang ketat.
3. The Critically Care Environment  ruang perawatan intensif adalah lingkungan yg berpotensi memusuhi pasien yg
rentan thd sakit kritis. Selain stres fisik akibat penyakit, nyeri, obat penenang, intervensi, dan ventilasi mekanik,
ada stress psikologi dan psikososisla yg dirasakan oleh ps. Salah satu faktor tambahan adalah lingkungan ICU yg
juga diduga berkontribusi thd sindrom yg dikenal dgn ICU psikosis/delirium. Sering melaporkan faktor stres
lingkungan adalah kebisingan, cahaya, pembatas mobilitas, dan isolasi sosial.

C. Pelayanan Intensive Khusus


 Bedah jantung : CABG, MVR/DVR (Mitral/Double Valve Replacement), VSD (Ventrikel Septal Defek), ASD
(Atrial Septal Defek).
 Isolasi pasien kritis: Avian Influenza, Flu Meksiko, MRSA (Methicyllin Resistan Staphylococcus Aureus),
ESBL (Ekstendet Beta Lactamasa), TB Paru

D. Prinsip Kep Kritis

Pasien kritis adlah pasien dng perburukan patofisiologi yg cepat dan dapat menyebabkan kematian. Ruangan
untuk mengatasi ps kritis di RS terdiri dari: unit gawat darurat (UGD), dimana ps diatasi prtama kali; unit
perawatan intensif (ICU), bagian yg mengatasi keadaan kritis, sedangkan bagian yg lebih memusatkan perhatian
pada penyumbatan dan penyempitan pbuluh darah koroner disebut dgn unit perawatan intensif koroner (ICCU).
Baik UGD, ICU, dan ICCU adalah unit perawatan kritis dimana perburukan patofisiologis dapat tjd secara cemat dan
berakhir dgn kematian.

Pada kenyataannya, praktik penatalaksanaan kritis ini telah dimulai di tempat kejadian maupun dlm waktu
pengangkutan ke RS yg disebut dgn fase prehospital. Tindakan yg dilakukan adalah resusitasi dan stabilisasi sambil
memantau perubahan yg mungkin tjd dan tindakan yg diperlukan.

2
Alasan pasien masuk ke intensive care:

Secara umum, ps masuk ke unit perawatan krn membutuhkan monitoring intensif dan perawatan diberikan utk
dukungan kehidupan. Pasien masuk ICU dpt berasal dari kamar bedah, UGD, dan berbagai unit lain. Berikut ini
bbrp alasan yg menyebabkan ps dirawat di ruang intensive:

 Kesulitan/kerusakan sisten pernapasan yg mengakibatkan ketidakmampuan klien mempertahankan ventilasi


dan oksigen. Masalah ventilasi dan oksigen umumnya tjd pada ps penumonia, emboli paru, overdosis obat,
dan distres pernapasan. ICU mempunyai fasilitas dan alat utk menjamin kepatenan oksigenasi dan ventilasi.
 Masalah Sirkulasi seperti hipotensi, gg irama jantung: Pasien infark miokard akut (heart attack), irama jantung
tdk tratur yg membutuhkan monitoring scr rutin, perdarahan internal atau eksternal, ps hemodinamik tdk
stabil.
 Gg neurologis. Pasien tdk sadar atau gg status mental yg membutuhkan monitoring st neurologis scr intensif
utk mendapat data ttg perfusi sentral.
 Ancaman infeksi (risiko), spt luka bakar atau sepsis, membutuhkan perawatan intensif utk mengontrol tekanan
dan mempertahankan perfusi jantung, otak, paru, ginjal. Contoh lain adl pasien sepsis dan luka bakar terbuka
yg sgt membutuhkan perawatan intensif thd pemberian obat dan manajemen cairan.
 Ps dgn masalah mtabolik, seperti ketidakseimbangan elektrolit krn diabetes, ggal ginjal, ketidakseimbangan
asam basa yg membutuhkan monitoring intensif dan titrasi pengobatan utk mengontrol dan mencegah
komplikasi.
 Pasien pasca bedah jantung terbuka, bedah thoraks, bedah otak, bedah abdomen (laparatomi), bedah
ortopedi dimasukkan ke ICU krn membutuhkan monitoring intensif. Pasien yg tidak ada prosedur intensif tapi
memiliki riwayat penyakit jantung atau pernapasan, dapat juga dimasukkan ke unit perawatan intensif untuk
observasi dan membutuhkan frekuensi pengkajian intensif.

E. Peran dan Fungsi perawat Kritis

Perawat critical care mempunyai berbagai peran formal, yaitu :


 bedsite nurse  peran dasar dari keperawatan kritis. Hanya mrk yg selalu bersama ps 24 jam, dalam 7
hari seminggu
 pendidik critical care  mengedukasi pasien
 case manager mempromosikan perawat yg sesuai dan tepat waktu
 manager unit atau departemen (kepala bagian)  menjadi pengarah
 perawat klinis spesialis  dapat membantu membuat rencana askep
 perawat praktisi  mengelola terapi dan pengobatan.

3
Pada akhirnya perawat critical care mengkoordinkasikan dgn tim mengimplementasikan rencana askep,
memodif rencana sesuai kebutuhan dan respon pasien.

Adapun kompetensi perawat kritis adalah:

 Pengkajian klinis : mengumpulkan data ttg pasien, evaluasi praktik


 Pembuatan keputusan klinis: menilai/membuat keputusan berdasarkan data dan tanda gejala
 Perawatan: memberi askep pada pasien
 Advokasi: melindungi hak ps dan keluarga
 Memikirkan sistem: mengarahkan sistem pelayanan yg bermanfaat bagi ps
 Fasilitator pembelajaran: sbg edukator
 Berespons thd keberagaman: terima pasien dgn budaya yg berbeda
 Kolaborasi: kerjasama dgn profesi lain

AACN juga menjelaskan bahwa peran perawat kritis adalah peran advokat. AACN mendefinisikan advokat
adalah menghormati dan mendukung nilai2 dasar, hak2, dan keyakinan pasien sakit kritis. Dalam peran ini,
perawat kritis melakukan hal:

 menghormati dan mendukung hak pasien atau pengganti pasien yg ditunjuk utk pengambilan keputusan
otonom
 campur tangan ketika kepentingan terbaik pasien yg bersangkutan
 membantu ps mendapatkan perawatan yg dibutuhkan
 menghormati nilai2, keyakinan2, dan hak2 pasien
 menyediakan pendidikan dan dukungan utk membantu pasien atau pengganti pasien yg ditunjuk membuat
keputusan.
 Mewakili pasien sesuai dgn pilihan pasien
 Mendukung keputusan dari pasien atau pengganti yg ditunjuk, atau perawatan transfer pasien kritis sama2
berkualitas
 Berdoa bagi pasien yg tidak dapat berbicara utk mereka sendiri
 Memantau dan menjaga kualitas perawatan pasien
 Bertindak sbg penghubung antara pasien, keluarga, dan profesional kesehatan lainnya

Tujuan Perawatan Intensif

 Menyelamatkan kehidupan
 Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi dan monitoring yang ketat disertai
kemampuan menginterpretasikan setiap data yang di dapat dan melakukan tindak lanjut.

4
 Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mempertahankan kehidupan.
 Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.
 Mengurangi angka kematian pasien kritis dan mempercepat proses penyembuhan pasien.

Klasifikasi ICU

1. ICU Primer : Tingkat 1 (RS Tipe D/Kecil)


 Memantau dan mencegah penyulit pasien dan bedah yang berisiko
 Ventilasi mekanik dan pemantauan kardiovaskuler sederhana selama beberapa jam
 Ruangan dekat dengan kamar bedah
 Kebijakan / criteria pasien masuk, keluar dan rujukan
 Kepala : dokter spesialis anestesi
 Dokter jaga 24 jam, mampu RJP
 Konsultan dapat dihubungi dan dipanggil setiap saat
 Jumlah perawat cukup dan sebagian besar terlatih
 Pemeriksaan Laborat : Hb, Hct, Elektrolit,GD, Trombosit
 Kemudahan Rontgen dan Fisioterapi
2. ICU Sekunder : Tingkat 2
 Memberikan pelayanan ICU umum: bedah, trauma, bedah syaraf, vaskuler dsb.
 Tunjangan ventilasi mekanik lebih lama.
 Ruangan khusus dekat kamar bedah
 Kebijakan dan kriteria pasien masuk, keluar dan rujukan
 Kepala intensivis, bila tidak ada SpAn.
 Dokter jaga 24 jam mampu RJP ( A,B,C,D,E,F )
 Ratio pasien : perawat = 1 : 1 untuk pasien dengan ventilator,RT dan 2 : 1 untuk pasien lainnya.
 50% perawat bersertifikat ICU dan pengalaman kerja minimal 3 tahun di ICU Mampu melakukan pemantauan
invasife Lab, Ro, fisioterapi selama 24 jam
3. ICU Tersier : Tingkat III (RS Tipe A/B)
 Tempat khusus tersendiri di Rumah Sakit
 Memiliki kriteria klien masuk, keluar dan rujukan
 Memilki dokter sepesialis dan sub spesialis yang dapat dipanggil setiap saat.
 Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi konsultan intensif care atau ahli yang lain, yang bertanggung jawab
secara keseluruhan.
 Ada dokter jaga 24 jam dan mampu melakukan CPR (BHD dan BHL).

5
 Ratio pasien : perawat = 1:1 untuk pasien dengan ventilator, dan 2 : 1 untuk pasien lainnya.
 75% perawat bersertifikat ICU atau minimal pengalaman kerja di ICU 3 tahun
 Mampu melakukan pemantauan / terapi non invasive maupun invasive.
 Laborat, Ro, Fisioterapi selama 24 jam
 Mempunyai pendidikan medik dan perawat
 Memiliki prosedur pelaporan resmi dan pengkajian, Memiliki staf administrasi, rekam medik dan tenaga lain.

Standar Minimun Pelayanan Instalasi Perawatan Intensive

 Resusitasi Jantung Paru (BHD)


 Air Way Management
 Terapi Oksigen: Ventilator
 Monitoring EKG, Pulse Oximetri
 Pemeriksaan Lab
 Terapi Titrasi
 Tehnik khusus sesuai pasien

10 Tanggung Jawab Peran Perawat:

1. Mendukung dan menghargai otonomi pasien, serta pengambilan keputusan yang diinformasikan
2. Menjadi penengah apabila ada keraguan kepentingan siapa yang dilayani
3. Membantu pasien untuk memperoleh perawatan yang diperlukan
4. Menghormati nilai, keyakinan, dan hak pasien
5. Memberikan edukasi kepada pasien/yang mewakilkan dalam pengambilan keputusan
6. Menerangkan hak pasien untuk memilih
7. Mendukung keputusan pasien/yang mewakilkan atau memindahtangankan perawatan kepada perawat
keperawatan kritis dengan kualifikasi yang setara
8. Menjadi perantara basi pasien yang tidak bisa mengambil keputusan sendiri dan juga pasien yang memerlukan
intervensi darurat
9. Memonitor dan menjamin kualitas pelayanan
10. Berlaku sebagai penghubung antara pasien/keluarga pasien dan anggota tim kesehatan lain

6
TIK 2 : Proses Keperawatan Area Keperawatan Kritis
Proses keperawatan memberikan suatu pendekatan yg sistematis, dimana perawat kep kritis dpt mengevaluasi
masalah ps dengan cepat.

A. Pengkajian
Dilakukan pada semua sistem tubuh utk menopang dan mempertahankan sistem2 tsb tetap sehat dan tidak tjd
kegagalan. Pengkajian meliputi proses pengumpulan data, validasi data, menginterpretasikan data dan
memformulasikan masalah sesuai hasil analisa data.
Pengkajian awal di dlm kep intensive sama dgn pengkajian umumnya yaitu dgn pendekatan sistem yg meliputi
askep bio-psiko-sosio-kultural-spiritual. Namun, jika klien dirawat dan telah terpasang alat2 bantu mekanik spt alat
bantu napas, hemodialisa, pengkajian juga diarahkan pada hal2 yg lebih khusus yakni terkait dgn terapi dan
dampak dari penggunaan alat tsb. Data subjektif dan objektif harus selalu didapat dari pasien. Pada situasi kritis,
data subjektif lebih sedikit didapat dibandingkan data objektif, dikarenakan wawancara tidak domain dipraktikkan
utk memperoleh data. Data objektif sering dan representatif digunakan sbg data pengkajian di unit keperawatan
intensif dgn tidak mengabaikan respon subjektif yg ada.
Adapun jenis pengkajian yg dilakukan:
 Pengkajian awal: di UGD
 Pengkajian dasar : menerapkan tindakan review of sistem, misalnya pengkajian neurologis, karviovaskular.
Aspek yg dilihat direpresentasikan ke sistem
 Pengkajian terus menerus (intens)
 Pengkajian khusus : pengkajian mesin2 pendukung kehidupan, spt titrasi obat, HD, sll.

B. Diagnosa
Setelah melakukan pengkajian, data dikumpulkan dan diinterpretasikan kemudian dianalisa lalu ditetapkan
masalah/diagnosa keperawatan berdasarkan data yg menyimpang dari keadaan fisiologis, mengutamakan
diagnosa aktual, risiko, problem kolaboratif, dan syndrome diagnostic. Kriteria hasil ditetapkan utk mencapai
tujuan dari tindakan keperawatan yg diformulasikan berdasarkan pada kebutuhan klien yg dapat diukur dan
realistis.
Diagnosa keperwatan ditegakkan untuk mencari perbedaan serta mencari tanda gejala yg sulit diketahui utk
mencegah kerusakan/gg yg lebih luas.

7
Diagnosa keperawatan atau masalah area keperawatan kritis difokuskan pd kondisi fisiologis yg menjadi alasan
aktual ps dirawat atau mengancam. Kondisi yg membutuhkan perawatan kritis adalah gg (patologis) sistem
pernapasan, sistem kardiovaskular, sistem neurologis, calit, sistem perkemihan, nutrisi. Masalah y
membutuhkan perawatan ICU adalah :
 Gg difusi gas
 Ketidakefektifan bersihan jalan napas
 Penurunan curah jantung
 Defisit volume cairan
 Kelebihan volume cairan
 Risiko defisit volume cairan
 Risiko ketidakseimbangan volume cairan
 Risiko ketidakseimbangan elektrolit
 Risiko infeksi
 Risiko syok
 Kecemasan
 Defisit perawatan dirin
 Risiko gg integritas kulit
 Problem Kolaboratif: potensial komplikasi gagal napas, potensial komplikasi hipokalemia, potensial
komplikasi hipernatremia
 Syndrome diagnostic: kumpulan diagnosa keperwatan yg dominan menghasilkan dx baru.

C. Perencanaan
Sebelum dibuat rencana tidakan, terlebih dahulu memprioritaskan masalah. Prioritas masalah dibuat
berdasarkan pada ancaman/risiko ancaman hidup (cth: penurunan curah jantung, defisit volume cairan,
bersihan jalan napas tdk efektif, gg prtukaran gas, pola napas tdk efektif, inefektif perfusi jaringan (cerebral,
ginjal, abdomen)).
Dx keperawatan dibuat untuk meningkatkan keamanan, kenyamanan (cth: risiko ketidakseimbangan cairan,
risiko infeksi, risiko trauma) dan diagnosa keperawatan untuk mencegah komplikasi (spt risiko gg integritas
kulit). Yg terakhir adalah mengidentifikasi diagnosa syndrome (cth: defisit perawatan diri).
Perencanaan tindakan mencakup 4 unsur kegiatan:
 Observasi/monitoring
 Terapi keperawatan
 Pendidikan
 Terapi kolaboratif.

8
Pertimbangan lain adalah kemampuan utk melaksanakan rencana dilihat dari keterampilan perawat, fasilitas,
kebijakan, dan standar operasional prosedur. Perencanaan tindakan perlu pula diprioritaskan dgn perencanaan
ini untuk membuat efisiensi sumber2, mengukur kemampuan perawat dan mengoptimalkan penyelesaian
masalah. Perawatan harus dibut berdasarkan pada parameter yg objektif dan jelas.

D. Implementasi
Semua tindakan yg dilakukan dlm pemberian askep dilakukan sesuai dgn rencana tindakan. Hal ini penting utk
mencapai tujuan. Tindakan keperawatan dpt dalam bentuk observasi, tindakan prosedur tertentu, tindakan
kolaboratif, dan pendidikan kesehatan. Dalam tidnakan perlu ada pengawasan terus menerus terhadap kondisi
klien termasuk perilaku. Terapi ditujuan pada gejala yg muncul pertama kali utk mencegah krisis dan scr terus
menerus dalam jangka waktu yg lama sampai dapat beradaptasi dg tercapainya tingkat kesembuhan yg lebih
tinggi atau tjd kematian.
Dokumentasi setiap tindakan yg telah dilakukan sehingga meyakinkan bahwa setiap tindakan telah terlaksana
dgn benar.

E. Evaluasi
Merupakan proses penentuan perbaikan kondisi pasien thd pencapaian hasil yg diharapkan. Dilakukan scr
tepat, terus menerus dan dalam waktu yg lama untuk mencapai keefektifan masing2 terapi/tindakan, secara
terus menerus menilai kriteria hasil utk mengetahui perubahan st pasien. Dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pasien kritis prioritas pemenuhan kebutuhan tetap mengacu pada hirarki dasar Maslow dgn tidak
meninggalkan prinsip holistik.
Proses evaluasi terdiri atas 3 jenis:
 Evaluasi progres: dilakukan terus menerus, untuk menilai keberhasilan suatu tindakan. Perbaikan masalah
langsung dilakukan saat itu juga.
 Evaluasi intermitten: memiliki batas waktu dan indikator, pelaporan dilakukan di akhir shift merupakan
kesimpulan dari evaluasi progres.
 Evaluasi terminal: dilakukan pada saat pasien hendak dipindahkan ke ruang, dirujuk, atau dipulangkan.

TIK 3 : Efek Kondisi Kritis pada Pasien dan Keluarga


Sakit kritis merupakan kejadian yg tiba2 dan tidak diharapkan serta membahayakan hidup bagi pasien dan keluarga yg
mengancam keadaan stabil. Stress dan penyakit merupakan efek dari kondisi kritis terhadap pasien. Stres didefinisikan
sebagai suatu stimulus yg mengakibatkan ketidakseimbangan fungsi fisiologis dan psikologis. Pada kenyataannya,
bahwa dgn diterimanya pasien di ICU menjadikan tanpa adanya ancaman thd kehidupan dan kesejahteraan pada
semua indiv yg dirawat. Di sisi lain, perawat keperawatan kritis merasakan bahwa unit kep kritis merupakan tempat di

9
mana hidup dgn kewaspadaan. Di sisi lain jg pasien dan keluarga mrasa bahwa diterimanya di ICU sbg tanda akan tiba
kematian krn pengalaman mereka sendiri atau org lain. Karena perbedaan persepsi ttg perawatan kritis antara ps, klga,
dan perawat, maka terputusnya komunikasi kedua pihak hrs diantisipasi.
Peran sakit pada pasien yg sering ditemukan adalah peran tidak berdaya. Stres karena penerimaan peran sakit,
ketidakberdayaan dpat menyebabkan terputusnya komunikasi antara pasien dan perawat. Ketidakberdayaan sering
dihubungkan dgn ansietas yg menjelaskan bahwa mengalami kemunduran pd pasien dewasa. Berbagai macam
perilaku koping pasien seperti mengingkari, marah, pasif, atau agresif umumnya dpt dijumpai pd pasien. Upaya koping
pasien mgkn efektid atau tdk efektif dlm mengatasi stres dan ini mengakibatkan ansietas. Jika perilaku koping efektif,
energi dibebaskan dan diarahkan langsung ke penyembuhan. Jika upaya koping gagal atau tidak efektif, maka keadaan
tegang meningkatn dan terjadi peningkatan kebutuhan energi.
Hubungan antara stres, ansietas, dan mekainsme koping adalah kompleks dan ditunjukkan secara kontinyu dalam
berbagai situasi keperawatan kritis. Tingkat stres yg ekstrem merusak jaringan tubuh dan dapat mempengaruhi respon
adaptif jaringan patologis. Jika koping tidk efektif, ketidakseimbangan dpt tjd dan respon pikiran serta tubuh akan
meningkat berupaya utk mengembalikan keseimbangan.

Efek kondisi kritis pada pasien:


1. Stress: muncul apabila pasien dihadapkan dengan stimulus yang menyebabkan ketidakseimbangan antara
fungsi fisiologis dan psikologis.

Respon thd stress:

2. Kecemasan.
penyebab: perasaan terisolasi, dan perasaan kesepian.
Kecemasan terjadi saat seseorang mengalami hal-hal:
a. Ancaman ketidakberdayaan
b. Kehilangan kendali
c. Merasa kehilangan fungsi dan harga diri
d. Pernah mengalami kegagalan pertahanan

10
e. Rasa isolasi
f. Rasa takut sekarat

Respon terhadap kecemasan:


 Respon fisologis  frekuensi nadi cepat, peningkatan tekanan darah, peningkatan pernapasan, dilatasi pupil,
mulut kering, dan vasokontriksi perifer dapat tidak terdeteksi
 Respon sosiopsikologis  respon perilaku yang menandakan kecemasan seringkali didasari oleh sikap
keluarga dan budaya.

Pola Adaptasi
Peran Perawat:
 Menciptakan lingkungan yang menyembuhkan
 Menumbuhkan rasa percaya
 Memberikan informasi
 Memberikan kendali
 Kepekaan budaya
 Kehadiran dan penenangan
 Teknik kognitif

Efek kondisi kritis pada keluarga:


 Stres
Stresor dapat berupa: fisiologis (trauma, biokimia, atau lingkungan), psikologis (emosional, pekerjaan, sosial,
atau budaya)
 Rasa takut dan kecemasan
 Peralihan tanggung jawab
 Masalah keuangan
 Tidak adanya peran social

11
TIK 4 : Isu End of Life Pasien Kritis
Perawatan end of life merupakan perawatan yg bertujuan utk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dgn
membantu mengatasi masalah penderitaan fisik, psikologis, sosial dan spiritual pada pasien yg tidak lagi responsif
thd tindakan kuratif.
End of life atau kematian tjd apabila fungsi pernapasan dan jantung berhenti. Pada umumnya, kematian disebabkan
oleh penyakit atau trauma yg mengakibatkan mekanisme kompensasi tubuh berlebihan. Penyebab langsung
kematian adalah:
 gagal napas dan syok yg mengakibatkan berkurangnya aliran darah utk memenuhi kebutuhan organ vital seperti otak,
ginjal, jantung.
 Multiple organ dysfunction syndrome (MODS) merupakan problem patologis di unit kep kritis yg menjadi penyebab
kematian.
 Tidak adekuatnya aliran darah pada jaringan tubuh menjadikan sel kekurangan oksigen. Pada keadaan hipoksia tubuh
melakukan metabolisme tanpa menggunakan oksigen (anaerob) disertai asidosis, hiperkalemia, dan iskemia jaringan.
 Perubahan scr dramatis pada organ vital menunjukkan pelepasan dari toxin hasil metabolisme dan kerusakan enzim.
Ini adalah proses yg menjelaskan bahwa sudah tjdnya MODS.

Kematian klinis adalah kematian yg terjadi setelah berhentinya denyut jantung dan pernapasan berirama, tidak ada
gangguan fungsi otak atau kematian batang otak. Pada situasi ini dengan tindakan CPR masih mungkin berhasil
memulihkan organ. Bagaimanapun, CPR akan sia2 bila pasien menderita penyakit termina dan sudah mengalami
MODS.

American Association of Critical Nursing mempublikasikan 15 kompetensi dasar utk meningkatkan kualitas askep end
of life:
1. Menggali perubahan dinamis tentang populasi demografi, pelayanan kesehatan yg ekonomis, dan jasa layanan
kesehatan yang mendukung peningkatan kesiapan askep end of life.
2. Meningkatkan kepedulian terhadap kenyamanan asuhan pada kematian secara aktif, yg diinginkan, dan
mementingkan skill dan merupakan bagian integral dari askep
3. Komunikasi secara efektif dan penuh kasih sayang yang melibatkan klien dan keluarga serta anggota team
asuhan tentang isu end of life
4. Menggali sikap, perasaan, nilai dan harapan diri tentang kematian, budaya serta kepercayaan rohani dan
kebiasaan pasien.
5. Berperilaku rasa hormat terhadap pendapat dan harapan pasien selama asuhan perawatan end of life
6. Kolaborasi antar anggota tim kesehatan lain saat sedang melaksanakan peran keperawatan pada asuhan end
of life

12
7. Gunakan alat yang standar yang didasari ilmu pengetahuan untuk mengkaji gejala dan tanda yang
diperlihatkan pasien saat kematian
8. Penggunaan data dari pengkajian gejala untuk membuat rencana tindakan, pada manajemen gejala
menggunakan standar pendekatan tradisional
9. Mengevaluasi dampak dari terapi tradisional, komplementer, dan teknologi berpusat pada hasil akhir pasien
10. Mengkaji terapi dari berbagai sudut pandang meliputi kebutuha fisik, psikologis, sosial dan spiritual untuk
meningkatkan kualitas askep

Peran perawat dalam keperawatan end of life:


• Memberikan dukungan perawatan fisik
• Memgatasi semua gejala penyakit
• Memberikan perawatan fisik dengan memandikan pasien
• Merawat area tekan
• Memberikan analgesik dan sedasi
• Peran perawat advokasi : Mendengarkan, Memahami keinginan, Membantu dalam pembuatan keputusan
yang dibutuhkan, Mendukung pilihan keluarga terhadap perawatan pasien

Tahapan perawatan end of life


Tahap I
• Perawat mengenali kematian yang tidak bisa dihindari sebelum dokter dan keluarganya
• Mendorong dokter untuk mengkomunikasikan dan mendiskusikan beberapa pilihan secara langsung
dengan keluarga tentang tindakan penghentian dukungan hidup dan peyampaian berita buruk
Tahap 2
• Merencanakan pertemuan dengan keluarga untuk membantu keluarga membuat keputusan sendiri
dan siap menghadapi tindakan penghentian dukungan hidup pasien
Tahap 3
• ketika keluarga telah menentukan keputusan untuk penghentian dukungan hidup dimana pasien dan
keluarga butuh waktu untuk bersama

Dampak perawatan end of life


• Perawat merasa simpati dan kasihan kepada pasien
• Perawat mengalami kecemasan dan depresi
• Perawat merasa tidak berdaya, marah, frustasi, dan sedih
• Perawat merasakan kesulitan dan gangguan emosional

13
• Perawat juga mengalami distres

TIK 5 : Aspek Psikososial Keperawatan Kritis


Dukungan psikososial dibutuhkan oleh pasien pd unit perawatan kritis, termasuk bantuan dalam mengatasi efek
perawatan di RS sebanding dgn penyakit kritis yang dialami ps, suara, dan aktivitas. Aktivitas di unit perawatan ICU
mengganggu ps selama 24 jam. Lebih dari itu pasien harus mengatasi rasa sakit, rasa takut akan penyakitnya.
Karena menyadari lingkungan yg mengancam seperti di unit kep kritis, pada keadaan ini perawat menjadi negosiator
bagi pasien. Berikut ini adalah konsep yg dapat membantu perawat menjadi negosiator yg baik.

A. Input Sensori : kelainan sensori adalah problem yg sering dihadapi di unit perawatan kritis. Imput sensori dgn
menggunakan panca indera yg selama ini digunakan dgn baik tidak dapat difungsikan dgn optimal. Terlalu banyak
stimulus yg tidak diinginkan, spt suara bising berlebihan dan terus menerus, cahaya terang dan hipersensitivitas
dpt bertindak sbg penyimpang dan pengganggu. Berkurangnya stimulus spt kegelapan, kesunyian dan tidak aktif
dapat saja terjadi pd unit kep kritis. Kualitas dan kuantitas stimulus hrs dikenali dan menjadi pertimbangan
perawat.
1. Kehilangan sensori  istilah yg dgunakan utk identifikasi berbagai gejala yg tjd setelah penurunan dlm
kualitas dan kuantitas input sensori. Istilah lain yg termasuk didlmnya adl isolasi, kurungan, informasi
terbatas, kehilangan persepsi, dan pembatasan sensori selama 8 jam dapat memicu timbulnya gejala
kehilangan sensori, yaitu:
 Disorientasi waktu (hilang kesadaran thd waktu), kebosanan, delusi, ilusi, halusinasi, gelisah, depresi,
adanya perilaku/gejala psikosa
2. Kelebihan sensori  gejala yg tjd setelah pemajanan yg lama pd tingkat kebisingan yg tinggi. Ketegangan dan
ansietas meningkat akibat terpajan dgn kebisingan yg terus menerus.
Jumlah dan kualitas kebisingan dpt menjadi faktor penyembuhan pasien. Sbg contoh, tingkat kebisingan yg
tinggi meningkatkan kebutuhan obat penurun yeri, suara tawa yg keras antara petugas kesehatan
menyebabkan rasa marah pasien, egosentris normal pasien kritis menyebabkan mereka menginterpretasikan
semua percakapan dan tindakan ditujukan kpdnya. Oleh krn itu, pembicaraan dan tawa sebaiknya jgn
terdengar pasien dan jauh dari pasien.
Berikut ini gejala sehubungan dgn tingkat kebisingan tinggi:
 Peningkatan kebutuhan obat penurunan nyeri
 Tidak bisa tidur
 Merasa takut, pembicaraan dan tawa ditujukan kpdnya
 Kekacauan mental, delusi, ilusi, halusinasi

14
Keadaan ICU Phychosis yg disebabkan oleh lingkungan:
1. Kebisingan (mendengar pembicaraan orang, mendengar suara langkah tenaga medis yang terburu-buru, bunyi
dari mesin monitor)
2. Pencahayaan (lampu ICU yang terang dan hidup terus menerus)
3. Keterbatasan gerak karena banyaknya alat yang dipasang di tubuh mereka
4. Laki-laki dan perempuan dalam satu ruangan (tidak ada privasi)
5. Tempat tidur yang tidak nyaman

Keadaan ICU Phychosis yg disebabkan oleh tenaga medis:


1. Ketidakmampuan perawat dalam melakukan komunikasi yang efektif
2. Kesulitan perawat dalam membangun hubungan terapeutik
3. Banyaknya tenaga medis yang keluar masuk dan melakukan pengkajian dan intervensi
4. Tenaga medis mendiskusikan tentang penyakit pasien di ruangan tsb sehingga menimbulkan kecemasan
bahkan keputusasaan bagi pasien.

Keadaan ICU Phychosis yg disebabkan oleh keluarga:


Kurangnya kontak dengan keluarga, padahal mereka membutuhkan dukungan dan kehadiran keluarganya karena
pada umumnya ICU membatasi kunjungan keluarga.

Dampak Psikososial
Askep pd pasien yg dirawat di ICU atau kep kritis tetap mempertimbangkan aspek bio, psiko, sosio, spiritual, scr
komprehensif. Pasien dlm penanganan keperawatan kritis dapat memberikan efek negatif yg dpat mempengaruhi
kondisi ps tsb, diantaranya dampak pada aspek psikososisla. Dampak ini adalah:
1. Delirium  menjalani perawatan di unit perawatan kritis dpt menjadi trauma yg serius bagi pasien kritis. Akibat
penyakit yg diderita scr otomatis menjadi pemicu kekacauan mental akut. Kondisi ini dapat diperlihatkan pada
semua umur, kebanyakan pada lansia. Onsetnya cepat dan secara umum kembali normal. Kekacauan mental
akut ini mempengaruhi kognitif, perhatian, dan sirkulasi tidur bangun. Kekacauan mental ini dinamakan dgn
istilah delirium. Berikut ini gejala yg mgkn tjd sehub dgn delirium:
 Fluktuasi tingkat kesadaran
 Halusinasi penglihatan
 Disorientasi objek (orang). Biasanya berpikir perawat adalah keluarga terdekatnya
 Kegelisahan berat
 Gg memori

15
 Gejala lain: gg kognitif, gg siklus tidur, bangun tidak normal, gg perilaku psikomotor, gg kognitif, gg
persepsi sensori, memori dan berpikir.
 Tampilan perilaku: disorientasi waktu dan tempat, tidak mengenal org yg dikenal, gg sensori, delusi bahwa
makanan diracuni
Nb:
 Tampilan perilaku siklus tidur bangun tdk normal : insomnia, mimpi malam, agitasi saat kegelapan, waktu
fokus menurun, kurang waspada atau waspada berlebihan, fluktuasi kesadaran dan mengantuk
 Tampilan perilaku gg perilaku psikomotor : ragu2, fluktuasi da agitasi ke somnolen, perilaku melawan
(ketakutan).

2. Depresi  gg alam perasaan yg dapat dialami olh pasien ICU. Masa prawatan yg lama, tidak kunjung sembuh,
peraturan yg ditetapkan di unit kep kritis membuat ps merasa diisolasi oleh krn keluarga tdk boleh
mendampingi pasien. Sedih dan merasa putus hubungan dgn saudara atau keluarga menjadi faktor risiko
terjadinya depresi. Secara klinis, perilaku diam dan kadang2 mengeluarkan air mata, merasa tidak berguna,
tidak memiliki harapan dan tidak berespons thd stimulus adalah perilaku umum yg ditampilkan pasien.
Memberikan pendidikan atau penjelasan pd pasien dan keluarga oleh perawat adalah tindakan yg dpt
dilakukan. Intervensi ini dpt mereduksi respon yg mungkin tjd akibat depresi ringan. Tetapi apabila depresi
berat terjadi, perlu tindakan farmakologis atau konsultasi ke psikiatri.
Faktor risiko yg menjadi predisposisi depresi krn gangguan medis adalah:
 Isolasi sosial
 Pesimis
 Tekanan finansial
 Riwayat gangguan mood
 Penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol
 Usaha bunuh diri
 Rasa sakit
 Kehilangan makna hidup
3. Ansietas  unit kep kritis tidak dapat dipisahkan dari stimulus yg menyebabkan stres, misalnya prosedur yg
brsifat memaksa dan sangat serius untuk dikerjakan. Pada situasi lain di unit kritis mgkn pasien lebih mengalami
keprihatinan dan rasa khawatir yg berlebihan pd macam2 alat yg mengelilingi mereka. Ketakutan/ancaman
selama dirawat di unit kep kritis dapat timbul akibat minimnya informasi berkaitan dgn situasi mesin
pernapasan atau fasilitas dan peralatan teknologi yg canggih yg terpasang pd tubuh pasien sehubungan dgn
penatalaksanaan penyakit. Nyeri dan ancaman kematian menjadi hal yg sangat menakutkan pasien, tidak ada

16
anggota klg yg mendampingi, kegaduhan yg tjd pada lingkungan atau pd tempat tidur lain juga menjadi sumber
stres.
Kecemasan dpt tjd pada saat sseorg mengalami hal berikut:
 Ancaman ketidakberdayaan
 Kehilangan kendali
 Merasa kehilangan fungsi dan harga diri
 Pernah mengalami kegagalan pertahanan
 Rasa isolasi
 Rasa takut sekarat
Perilaku yg sering diperlihatkan: respon non verbal memandang alat yg terpasang pd dirinya.
Secara fisiologis pada monitor jg memperlihatkan denyut jatung dan TD meningkat. Perawat perlu
menindaklanjuti ini utk mengurangi kecemasan. Perilaku perawat yg penting adalah menjelaskan dan memberi
jawaban dgn singkat dan jelas, mengenai hal apa yg menjadi pemicu ketakutan pd. Berespon cepat thd keluhan
yg mengancam spt nyeri yg dirasakan pd. Berikut ini bbrp intervensi yg dpt dilakukan utk mereduksi dan
mengontrol pasien:
 Teknik pernapasan
 Relaksasi otot
 Mempersiapkan informasi
 Teknik distraksi
 Metode koping yg efektif

Respon stres pd pasien kritis:


Respon Metabolik
◦ Metabolisme protein dan cairan
◦ Respon cairan dan elektrolit
Respon Hormonal terhadap Stress
◦ Respon endokrin
◦ Respon inflamasi
◦ Respon imunologi

Upaya mengatasi masalah psikososial:


1. Modifikasi lingkungan
2. Terapi musik
3. Melibatkan dan memfasilitasi keluarga

17
4. Komunikasi terapeutik

Farmakologi Keperawatan Kritis


Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai obat-obatan atau mempelajari efek dari zar asing
(eksogen) dan zat endogen terhadap suatu organism. Farmakologi terdiri dari 2 bagian, yaitu farmakokinetik
dan farmakodinamik.

1. Farmakokinetik
Farmakokinetik adalah bagaimana perjalanan obat dalam tubuh. Farmakokinetik terdiri dari 4 fase, yaitu
absorbsi, distribusi, biotransformation, eliminasi.
a. Absorbsi
Absorbsi adalah proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah. absorbs obat
dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu : rute pemberian, sirkulasi darah, tempat absorbs.
b. Distribusi
Setelah diabsorbsi, obat akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Selain aliran
arah, distribusi juga ditentukan oleh sifat fisiokimianya.
c. Biotransformasi
Biotransformasi adalah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalis
oleh enzim khusus. Proses ini terjadi di organ hepar.
d. Eliminasi
Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil
biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Ginjal merupakan prgan ekskresi yang terpenting.

2. Farmakodinamik
Farmakodinamik adalah bagaimana reaksi/pengaruh obat terhadap tubuh.
a. Mekanisme kerja obat
 Agonis  obat yang efeknya menyerupai senyawa endogen dan meningkatkan respon fisiologis.
 Antagonis  obat yang tidak mempunyai aktivitas instrinsik sehingga menimbulkan efek dengan
menghamb kerja suatu agonis

Pemberian obat-obatan pada keperawatan kritis dengan cara titrasi (pemberian obat secara bertahap,
perlahan-lahan, secara berkelanjutan sampai dosis maksimum yang ingin dicapai), menggunakan syring pump
dan infus pump. Tujuannya adalah untuk memberikan obat secara bertahap, menyesuaikan dengan respon
yang dikehendaki. Terapi dapat berubah dalam detik, menit, dan jam. Adapun obat-obat yang sering
digunakan adalah :

1. Morfin
 ICU indication : analgesic dan sedative

18
 Morfin juga berguna dalam penangangan edema pulmonal akut dan mengurangi ansietas karena
sesak.
 Menyebabkan terjadi efek vasodilatasi perifer, yang menurunkan aliran balik vena dan kerja jantung.
 Menurunkan mekanisme pernapasan untuk meningkatkan aliran balik vena.
 Sediaan ampul : 1 cc (10 mg)
 Dosis : 2-5 mg/jam
 Respon hemodinamik : PCWP dapat menurun
 Efek samping : depresi pernapasan

2. Nitrat
 Nitrat adalah vasodilator perifer, tahanan afterload diturunkan.
 Berdampak pada penurunan curah jantung dan penurunan PCWP (Pulmonary Capillary Wedge
Pressure)
 Sediaan ampul : 10 mg (10 mm)
 Dosis : mcg/menit
 Pengenceran dengan Nacl 50 mm
 Respon hemodinamik dan PCWP dapat menurun
 Efek samping : sakit kepala, pusing

3. Dopamine
 Dopamine adalah inotrropik positif,
 Dosis 2-5 mcg/kgBB/menit merangsang alpha dan beta adregenik.
 Respon memperbaiki kontraktilitas dan mendilatasi ginjal, serebral, pembuluh koroner dan sedikit
menurunkan tahanan vascular sistemik (vasodilatasi).
 Dosis 5-10 mcg/kgBB/menit, respon inatropik positif (kekuatan kontraksi), krotropik (HR
meningkat), dan dromotropik (peningkatan konduksi).
 Curah jantung meningkat dan volume sekuncup meningkat
 Dosis 10-20 mcg/kgBB/menit, terjadi vasokontriksi dan meningkatkan beban kerja jantung.
 Indikasi : hipotensi
 Pada dosis 10-20 mcg/kgBB/menit, respin hemodinamik curah jantung meningkat. HR meningkat,
SVR (Systemic Vascular Resistance) dan PVR meningkat.

4. Dobutamin
 Dobutamin adalah inotropik positif
 Bekerja merangsang reseptor beta adregenik dan sedikit vasokontriksi
 Dobutamin sintesis akan memperbaiki volume sekuncup dan curah jantung dengan sedikit
vasokontriksi dan takikardi
 Dosis : 2-20 mcg/kgBB/menit
 Indikasi : gagal jantung kongestif, kongestif paru, dan hipotensi

19
 Respon hemodinamik : curah jantung meningkat, HR dan SVR meningkat

5. Norepinefrin
 Norepinefrin adalah beta adrenergic yang mengakibatkan vasokontriksi kuat dan meningkatkan
tahanan perifer.
 Dosis : 0.05 – 1 mcg/kgBB/menit
 Menurut AACN, dosisnya mg/menit sediaan dalam ampul 4mg.
 Respon hemodinamik : PCWP, SVR, MAP, PVR, CVP meningkat.

6. Adrenalin (epinefrin)
 Indikasi : henti jantung, VT, VF tanpa nadi, asistol, PEA.
 Bradikardi simptomatik setelah sulfas atrofin,dopamine, dan pacu jantung transkutan
 Sediaan : 1:1000 dan 1:10.000
 Dosis pada henti jantung : IV 1 mg setiap 3-5 menit, didorong dengan NaCl 0.9% 20 cc. Dosis tinggi
0.2 mg/kgBB dapat diberikan bila 1 mg gagal. Infus kontinu 30 mg dalam 250 cc Nacl 0.9% atau
dextrose 5% diberikan 100 cc/jam dan disesuaikan dengan respon pasien.

7. Sulfas Atropin
 Sulfas atropine adalah anti hipertensi dan seting digunakan untuk mengatasi krisis hipertensi.
 Indikasi : sinus bradikardi asimptomatik.
 Obat kedua setelah norepinefrin dan vasopressin (hormone diuretic berfungsi untuk menahan cairan
tetap berada di dalam tubuh) pada asistole dan PEA
 Dosis :
Mulai dari 0.05 mcg/kgBB/menit. 1 mg IV bolus, ulangi tiap 3-5 menit sampai dosis maksimal 0.03-
0.04 mg/kgBB. Bila terjadi gejala klinis serius diberikan denagn interval lebih pendek (3 menit) dosis
tinggi 0.04 mg/kgBB.
 Sediaan : 50 mg

8. Furosemid
 Furosemid adalah obat anti diuretic
 Efek : meningkatkan produksi urin. Mencegah reabsorsi natrium, sehingga kehilangan natrium dan
kalium
 Sediaan : 20 mg/2 mm.
 Dosis : mulai 10-100 mg/1.6 jam.
 Parameter monitoring : urine, TD, fungsi ginjal. Elektrolit, BB, keseimbangan cairan.

9. Condaron (Amiodaron)
 Amiodarone adalah obat antiaritmia.

20
 Indikasi : takiaritmia atrial dan ventrikel pada takiaritmia atrial dengan fungsi ventrikel kiri rendah
dimana digoksin tidak efektif. VF/VT tanpa nadi yang tidak berspon terhadap defibrilasi.
 Sediaan : 120 mg/3ml
 Dosis : utk henti jantung 300mg IV bolus. Berikutnya 150 mg setelah 3-5 menit. Dosis maksimal 2.2
gr/24 jam.

Manajemen Breathing
Definisi
Manajemen Breathing adalah memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan buatan untuk
menjamin kebutuhan oksigen dan pengeluaran gas CO2.
Tujuan:
 Menjamin pertukaran udara di paru-paru secara normal.
 Untuk mempertahankan oksigenasi ke organ-organ vital.
Gambaran Anatomi dan Fisiologis
Pernapasan terdiri dari trakea dan cabangnya serta paru2. Pada saat inspirasi, udara berjalan mll jalan napas atas
menuju jalan napas bawah sblm mencapai paru2, yaitu tempat dimana pertukaran gas sbnrnya terjadi. Trakea dibagi lg
menjadi 2 cabang, yaitu bronkus utama kanan dan kiri. Masing2 bronkus primer terbagi lagi menjadi bronkiolus.
Bronkiolus ini berakhir di alveoli, dimana terdpt kantung udara kecil yg dikelilingi oleh kapiler2. Di alveoli inilah sistem
respiratorik bertemu dgn sistem sirkulatorik (sist pembuluh darah) dan disini pula tjd pertukaran gas.
Secara umum, Sistem respirasi memiliki 2 fungsi utama:
 Berfungsi menyediakan O2 bagi sel darah merah yang kemudian akan membawa O2 tersebut ke seluruh tubuh,
dimana O2 akan digunakan sebagai bahan bakar dalam proses metabolisme.
 Pelepasan CO2 dari tubuh merupakan tugas kedua dari sistem respirasi.

Fisologis Pernapasan:
Ketika udara atmosfer mencapai alveoli, o2 akan bergerak dari alveoli, melintasi membran alveolar kapiler dan menuju
sel darah merah. Sistem sirkulatorik kemudian akan membawa O2 yg telah berikatan dgn sel darah merah menuju
jaringan tubuh ,dimana O2 akan digunakan sbg bahan bakar dalam proses metabolisme. Proses perpindahan gas
antara alveoli dan kapiler pada parenkim paru disebut dgn difusi, sdgkan proses menyatunya O2 dgn darah yg dialirkan
ke jaringan tubuh disebut dgn perfusi. Jika O2 mengalami perpindahan dari alveoli ke sel darah merah, maka CO2 yg
mengalami perpindahan dari plasma ke alveoli.
CO2 bergerak dari aliran darah, melintasi membran alveolar-kapiler, masuk ke dalam alveoli dan dikeluarkan selama
ekspirasi. Alveoli harus terus menerus mengalami pengisian udara segar yg mengandung O2 dalam jumlah adekuat.
Proses pengisian udara dikenal dgn nama ventilasi dan memiliki peranan penting dlm pelepasan CO2. Vol udara 1 kali
bernapas disebut volume tidal. Dalam keadaan istirahat, sekitar 500cc udara masuk ke sist respiratorik dan sebagian

21
dari volume udara tsb (150cc) akan tetap brada dalam ruang dan tidak ikut pertukaran gas. Bila membutuhkan O2
lebih banyak maka akan dlakukan penambahan volume pernapasan mll pemakaian otot bantu pernapasan.

Tanda pernapasan tidak adekuat


• Pernapasan yang sangat cepat atau sangat lambat (normal dewasa : 12-20x/menit, anak : 15-30x/menit, bayi:
30-5-x/menit)
• Pergerakan dinding dada yang tidak adekuat. Jika tidak ada pergerakan turun naik dada atau hanya salah satu
dada yg bergerak menandakan bahwa pernapasan tidak adekuat.
• Sianosis : warna kebiruan pada kulit dan membran mukosa. Jelas terlihat pada kuku, bibir, hidung, dan telinga
ps. Sianosis menandakan bahwa jaringan tubuh mengalami kekurangan O2.
• Penurunan kesadaran (akibat penurunan kadar O2 di otak)
• Usaha bernapas berlebihan: ketika melihat pasien yg bernapas dgn menggunakan otot perut, pasien
menggunakan kekuatan diafragma utk mendorong udara keluar dari paru2. Pada anak2 pernapasan dpt tjd “chain
saw” dimana pernapasan mggunakan pergerakan dada dan perut. Perhatikan juga adanya retraksi/tarikan otot
diantara tulang rusuk, dan otot sekitar leher.
• Sesak dan ngorok (snoring)
• Denyut nadi lambat diikuti frekuensi pernapasan yg lambat : pada tahap lanjut, pernapasan tdk adekuat diikuti
dgn denyut nadi yg lemah dan lambat, frek napas yg tadinya cpt mnjd lambat.

Pemeriksaan Fisik
• Inspeksi : Frekuensi, Irama (normal, cepat, atau lambat), Pergerakan dada (simetris/tidak), Kesulitan bernapas
dan penggunaan otot bantu napas.
• Auskultasi: Vesikuler atau ronchi. Diperiksa di bawah klavikula pada garis aksilaris anterior. Bising napas
harusnya simetris antara kiri dan kanan.
• Perkusi: Sonor, Hipersonor, Dullness. Normalnya sll sonor. Tp bisa hipersonor kalau ada penumpukan udara di
rongga dada (tension pneumothoraks).
• Palpasi: Krepitasi, Nyeri

Pulse Oximetry : membantu mendeteksi dini tjdnya perburukan sistem pulmoner atau kardiovaskular sblm munculnya
gejala klinis yg nyata. Pulse oximetry sgt berguna utk dipakai fase pra RS krn tingkat akurasi data yg dihasilkan cukup
tinggi, mudah dibawa, dapat digunakan semua umur dan ras. Digunakan utk mengukur saturasi oksihemoglobin
(SpO2) arterial sesaat dan frekuensi denyut jantung. SpO2 normal adalah >95%. Kalau turun sampai dibawah 90%,
kemungkinan tlh tjd prburukan pengiriman O2 ke jaringan.

22
Ventilasi:
 Mouth to mouth (manual) : hanya dilakukan bila tidak tersedia alat utk memberi napas buatan. Biasanya
dilakukan utk pertolongan pertama. Penting sekali utk menggunakan barrier device utk menghindari kontak
langsung.
 Mouth to mask (alatnya : pocket mask dgn one way valve utk menghindari terhirupnya udara ekspirasi) : lebih
aman krn tidak ada kontak langsung dgn pasien.
 Bag Valve Mask: terdiri dari kantung udara dan non rebreathing valve, dapat disambungkan ke masker, ETT atau
airway definitif lainnya. Tindakan ini lbh baik berdua. Bila disambung ke tabung oksigen dan dipasang reservoir
tindakan ventilasi mggunakan bag valve bisa menghasilkan konsentrasi sampai 100%. Pemakaian BVM terlalu
lama pada ps tidak sadar dapat mengakibatkan penumpukan udara pada lambung dan berisiko terjadinya
muntah, oleh karena itu sebaiknya dilakukan pemasanga ETT.

Oksigenasi
Tujuan : Tercukupinya oksigen sebagai kebutuhan sel dan jaringan tubuh dan mencegah hipoksia.
Indikasi :
• Penurunan PaO2 ( < 70 mmHg) dan SaO2 < 90 %
• Gagal napas akut
• Syok
• Keracunan CO
• Penyakit jantung ( untuk mengatasi kerusakan jaringan miokard dan otak )
Metode Pemberian Oksigen:
• Aliran Rendah
Aliran rendah & konsentrasi rendah (ex. Nasal canule)
Aliran rendah & konsentrasi tinggi (ex. Simple mask, partial rebreathing mask, dan non rebreathing mask)
• Aliran Tinggi
Aliran tinggi & konsentrasi rendah (ex. Ventury mask)
Aliran tinggi dan konsentrasi tinggi ( ex. CPAP)

Alat-Alat Pemberian Oksigen


1. Nasal Kanul : Aliran <6 liter/menit (tdk boleh lebih krn O2 akan terbuang dan bisa mengiritasi mukosa hidung).
Konsentrasi O2 maksimal 44 %.

23
Kelebihan: Cara pemberian O2 yang nyaman dan gampang, peralatan yang lebih murah, memudahkan
aktivitas/mobilitas pasien serta praktis untuk pemakaian jangka lama.
Kekurangan: tidak dapat digunakan jika pasien mengalami masalah pada hidung, dapat mengiritasi mukosa
hidung dan konsentrasi yang dihasilkan kecil.
2. Simple Mask: Aliran: 6-12 liter/menit. Konsentrasi O2 : 35-50%.
Kelebihan: konsentrasi O2 lebih tinggi dari nasal kanul dan tidak mengeringkan selaput mukosa hidung dan mulut.
Kekurangan: udara bersih dan udara ekspirasi masih tercampur shg konsentrasi O2 masih blm maksimal,
menyebabkan iritasi wajah jika dipakai terlalu ketat, dan sulit untuk berbicara, dan masker ini adalah
kontraindikasi bagi pasien dengan retensi CO2 jangka panjang.
3. Ventury Mask: Aliran: 15 liter/menit. Konsentrasi O2 : 24-50%.
Kelebihan: jumlah O2 tertentu dapat tercampur dengan udara kamar dan diberikan ke pasien, dan masker ini
dapat dipakai dengan aliran rendah pada pasien dengan COPD.
Kekurangan: udara bersih dan udara ekspirasi masih tercampur, menyebabkan iritasi wajah jika dipakai terlalu
ketat dan sulit untuk berbicara.
4. Partial Rebreathing Mask
Lebih baik dari simple mask walaupun masih ada percampuran udara bersih dan hasil ekspirasi karena alat ini ada
kantung untuk menampung udara inspirasi dan konsentrasinya jg lbh tinggi.
Aliran: 6-10 liter/menit. Konsentrasi O2 : 40-60%.
Kelebihan: memiliki kantung udara untuk menampung udara inspirasi dan konsentrasi lebih tinggi dari simple
mask.
Kekurangan: tidak praktis untuk terapi jangka panjang dan resiko kebocoran sekitar wajah dari masker dapat
mengurangi FiO2 (indeks konsumsi O2) jika masker tidak terpasang kencang.

5. Non Rebreathing Mask


Paling tinggi konsentrasinya. Hampir sama dgn rebreathing, tapi yg membedakannya alat ini lebgkap dengan klep
agar udara inspirasi dan ekspirasi tidak tercampur.
Aliran: 6-10 liter/menit. Konsentrasi O2 : 60-90%.
Kelebihan: memiliki konsentrasi yang paling tinggi, udara inspirasi dan ekspirasi tidak bercampur, memiliki katub
yang memudahkan CO2 yang dihembuskan keluar dari sisi masker selama ekshalasi, serta alat ini dilengkapi
dengan reservoir untuk menampung udara inspirasi.
6. CPAP (Continuous Positive Airway pressure).
Yaitu alat bantu napas non invasif untuk mencegah penggunaaan ventilasi mekanis yang digunakan jika
nonrebreathing mask tidak dapat memelihara tingkat ventilasi yang adekuat.

24
Indikasi : pasien apnea tidur, post bedah medis dan pasien gangguan pernapasan yang menggunakan masker
ketat yang menutup hidung dan mulut.
Mekanisme CPAP:

Klasifikasi Hipoksia

25
ISS 2
Gangguan Asam Basa Primer
Definisi Asam-Basa

Asam adalah substansi yang dapat menyumbangkan satu ion hidrogen (Hᶧ) ke dalam larutan. Ada 2 jenis asam yang
berbeda, asam volatil dan asam nonvolatil.

Asam volatil : asam yang bisa menguap dan dapat dieksresikan melalui paru.

Asam nonvolatil : asam yang tdk dapat menguap dan hanya dapat dikeluarkan melalui ginjal.

Basa adalah substansi yang dapat menerima ion hidrogen (Hᶧ) sehingga ion tersebut keluar dari sirkulasi serum.

Gangguan keseimbangan asam basa disebabkan abnormalitas sistem metabolisme dan pernapasan. Jika penyebabnya
adalah sistem pernapasan, perubahan keseimbangan asam basa dideteksi melalui kadar CO2 dalam serum. Sebaliknya,
jika disebabkan dari sistem metabolik, kondisi ini dideteksi melalui bikarbonat dalam serum. Ada 2 gangguan primer
berkaitan dgn asam basa. 1 : peningkatan konsentrasi ino H+ dlm plasma (asidosis respi, asidosis metabolik). 2
:penuruan konsentrasi ion H+ dalam plasma (alkalosis respi, alkalosis meta).

Sistem Buffer Kimia

Sistem Buffer Kimia merupakan substansi yang mencegah perubahan besar dalam pH cairan tubuh dgn membuang ion-
ion hidrogen. Buffer ini dpt bekerja dgn cepat utk mencegah perubahan yg berlebihan dlm konsentrasi ion hidrogen.

CO2 + H2O = H2CO3

Ketika CO2 ditingkatkan, kandungan asam karbonat juga akan meningkat, dan begitu juga sebaliknya. Jika bikarbonat
ataupun asam karbonik meningkat atau menurun, sehingga rasio 20:1 tidak lagi dipertahankan, maka terjadi
KETIDAKSEIMBANGAN ASAM BASA

Pengukuran Karbon Dioksida & Bikarbonat Darah

• PaCO2 adalah tekanan atau tegangan yang ditimbulkan oleh gas karbondioksida dalam darah arteri

• Karbondioksida adalah produk alami hasil metabolisme selular

• Nilai PaCO2 normal : 35-45 mmHg

• Jika pasien mengalami hipoventilasi, CO2 terakumulasi, PaCO2 meningkat melebihi batas

• Jika pasien mengalami hiperventilasi, CO2 dikeluarkan dari tubuh, PaCO2 menurun melebihi batas bawah

Perubahan Keseimbangan Asam-Basa

A. Asidosis Respiratorik

Kelebihan asam basa karbnat (H2Co2) yg ditandai dgn : pH < 7,35 (Peningkatan H+), PaCO2 > 42 mmHg.
Kompensasi ginjal adalah meningkatkan H2CO3. Hipoksemia (PaO2 rendah) selalu menyertai asidosis respiratorik.

Etiologi :

26
- Hipoventilasi - Infeksi paru berat

- Depresi SSP - Pneumotoraks

- Obstruksi bronkus dan atelektasis

- Sklerosis multipel

- Gagal jantung dan edema paru

- Embolus paru yang masif

Penyakit penyebab HIPOVENTILASI

- PPOM
- Emphisema
- Bronkitis
- Pneumonia
- Pneumotoraks efusi pleura
- Cedera kepala
- Overdosis narkotika/barbiturat

Manifestasi Klinis : Dispneu, Gelisah, Sakit Kepala, Takikardi, Konfusi, Letargi, Disritmia, Gawat Napas,
Mengantuk, Penurunan Responsifitas

Penatalaksanaan

- Pengobatan diarahkan untuk memperbaiki ventilasi; tindakan yang pasti berbeda sesuai dengan penyebab
ketidakadekuatan ventilasi. Lakukan mode ventilator hiperventilasi (untuk mengeluarkan Co2 yg lebih).

- Preparat farmakologi digunakan sesuai indikasi

- Tindakan higiene pulmonal dilakukan, ketika diperlukan untuk membersihkan saluran pernafasan dari mukus
dan drainase purulen

- Hidrasi yang adekuat (2-3 L/hari)

B. Asidosis Metabolik

Penurunan primer H2CO3 (ion bikarbonat) dalam plasma, sehingga menyebabkan pH < 7,35, HCO3 < 22 mEq/L.
Kompensasi pernapasan adalah utk menurunkan PaCO2 mll hiperventilasi.

Etiologi :

Peningkatan asam : Gagal Ginjal, Ketoasidosis, Metabolisme Anaerob, Kelaparan, Intoksikasi Salisilat

Penurunan basa : Diare, Fistula Usus

Manifestasi Klinis

Sakit kepala, Konfusi, Gelisah, Letargi, Kelemahan, Stupor/koma, Pernapasan kussmaul, Mual dan muntah,
Disritmia, Kulit hangat dan kemerahan

27
Penatalaksanaan

- Pengobatan diarahkan pada mengoreksi defek metabolik

- Bila diperlukan, diberikan bikarbonat (rumusnya= BE x BB x 0.3), atau NaHCO3 (rumusnya = BE x 30% x
BB). Diberikan ½ atau 50% dari jumlah total dalam 8-12 jam. Cara pemberian diencerkan dgn dextrose 5%
perlahan2.

- Kadar serum kalium dipantau dengan ketat dan hipokalemia dikoreksi sejalan dengan berbaliknya asidosis

C. Alkalosis Respiratorik

Keadaan kekurangan asam karbonat (H2CO3), ditandai dgn PaCO2 < 45 mmHg, pH > 7,45 (Penurunan konsentrasi
H+). Kompensasi ginjal adalah menahan (mengurangi) eksresi H+ dan mengeluarkan HCO3

Etiologi :

- Hiperventilasi alveolar shg mengeluarkan CO2 berlebihan.

- Tiroksikosis

- Ansietas dan gugup - Demam

- Ketakutan - Lesi SSP

- Nyeri - Salisilat

- Septikimia gram negatif

- Kehamilan

Manifestasi Klinis

Berkunang-kunang, Konfusi, Penurunan Konsentrasi, Parestesia, Spasme tetanik pada lengan dan tungkai, Disritmia
jantung, Palpitasi, Berkeringat, Mulut kering, Penglihatan kabur

Penatalaksaan

- Pengobatan tergantung pada penyebab mendasar dari alkalosis respiratorik

- Sedatif diperlukan untuk menghilangkan hiperventilasi pada pasien yang sangat gelisah

- Akut : berikan O2 dgn metode rebreathing sistem (kontraindikasi kalau kronik)

D. Alkalosis Metabolik

Berlebihan ion bikarbonat (HCO3). Ph > 7,45, HCO3 > 26 mEq/L. Sering disertai dgn berkurangnya volume cairan
ekstraseluler. Kompensasi pernapasan berupa peningkatan PaCO2 mll ventilasi.

Etiologi :

28
Kehilangan Asam : Muntah, Pemberian Diuretik

Kelebihan Basa : Menelan antasida dan kelebihan aldosteron

Manifestasi Klinis

Kram dan kedut otot, Tetani , Pusing, Letargi, Lemah, Disorientasi, Konfulsi, Koma, Mual dan muntah, Gawat
napas

Penatalaksanaan

- Klorida yang mencukupi harus disuplai agar ginjal dapat mengabsorpsi natrium dengan klorida

- Pengobatan juga mencakup pemulihan volume cairan normal dengan memberikan cairan natrium klorida

- Jika terjadi hipokalemia, kalium diberikan sebagai KCl untuk menggantikan baik kehilangan K+ dan Cl- (max
40 mEg K+/liter)

- Inhibitor anhidrase sangat berguna dalam mengatasi alkalosis metabolik

- Penting untuk memantau masukan dan haluaran dengan cermat

Gangguan Asam-Basa Campuran

Pada waktunya pasien dapat secara simultan mengalami ketidakseimbangan respiratorik atau metabolik. pH normal
pada adanya perubahan PCO2 dan konsentrasi HCO3¯ dgn cepat menunjukkan gangguan campuran. Satu-satunya
gangguan campuran yg tdk dpt terjadi adalah campuran ASIDOSIS RESPIRATORIK & ALKALOSIS
RESPIRATORIK. Karena tidak mungkin hiperventilasi & hipoventilasi terjadi secara bersamaan.

ABNORMALITAS RESPIRATORIK

Nilai Normal
pH  7,35 – 7,45
PO2  80-100 mmHg

29
pCO2  35-45 mmHg
HCO3  22-26 mEq/L
Kelebihan basa (BE )  -2 sampai +2
Saturasi Oksigen >95%

Gagal Jantung Kongestif


Anatomi Fisiologi Jantung
 Jantung terdiri dari 4 ruang : 2 ruang berdinding tipis disebut atrium dan 2 ruang yang berdinding tebal disebut
ventrikel
 Mempunyai 4 katup: 2 katup atrioventrikuler (trikuspid dan bikuspid) dan 2 katup semilunar (pulmonal dan
aorta.
 Terdiri dari 3 lapisan: Epikardium, Miokardium, dan endokardium

Terdapat 2 pompa jantung, terletak di sebelah kanan dan kiri :


1. Sistem pompa kanan (Rigt Pump System). Komponen sistem: Atrium kanan, Katup trikuspidalis,
Ventrikel Kanan, arteri pulomonalis, Dan Katup Pulmonalis (sirkulasi Paru).
2. Sistim Pompa Kiri (left Pump System). Komponen sistem: Atrium Kiri, katup Biskupidalis, Ventrikel
kiri, katup Aorta dan Pembuluh darah Aorta (Sirkulasi Sistemik).

Definisi GJK
GJK adalah istilah yg menjelaskan ketidakmampuan jantung utk memompa darah dan memenuhi kecukupan oksigen
dan nutrisi sesuai kebutuhan tubuh. Def lain : Sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai dengan sesak
napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung
(Sudoyono, 2009).
Ada bbrp kondisi patologis yg mjd dasar yg berkontribusi thd penyebab sindrom ketidakmampuan pompa jantung,
meliputi aterosklerosis koroner, penyakit katub jantung, hipertensi, dan kardiomiopati.

Etiologi
1. Gangguan Fungsi Jantung
a. Penyakit jantung miokardium : kardiomiopati, miokarditis, insufisiensi koroner, infark miokardium
b. Penyakit katup jantung: penyakit katub stenosis & regurgitasi
c. Defek antung kongenital
d. Perikarditis konstriktif

30
2. Kebutuhan Kerja yg berlebihan
a. Peningkatan kerja tekanan : hipertensi sistemik, hipertensi pulmonal
b. Peningkatan kerja perfusi : tirotoksikosis (peningkatan toksik di tiroid).
Gagal jantung kongestif dpt tjd oleh beberapa kondisi patologis yg menyebabkan disgungsi sistolik ventrikel krii.

Patofisiologi
Patofisiologis gagal jantung kongestif terdiri dari 3 tahapan proses : Fase 1 dimulai dari adanya kerusakan pada
miokardium, 2 respon (compensatory system), 3 sindroma klinis gagal jantung kongestif.
1. Fase 1 : Kerusakan Miokardium
Tahap GJK dimulai dari kerusakan atau ketidakmampuan miokardium, misalnya infark miokard, infeksi virus,
patologis katub jantung, hiertensi, idiopatik kardiomiopati. Hal ini menyebabkan kurangnya sel miosit.
Berkurangnya sel miosit mengalami kerusakan secara permanen bisa juga sebagian atau menyeluruh yg
mengakibatkan gg fungsi ventrikel, hasil dari tahapan ini adalah berkurangnya stroke volume.
2. Fase 2 : Kompensasi
Pada tahapan ini proses mekanisme adaptif berlangsung utk mempertahankan curah jantung yg adekuat utk
mencapai kebutuhan tubuh. Respon mekanisme kompensasi meliputi: respon frank starling, miokardiak
remodelling, dan respon neurohormonal.
Pengaruh dari mekanisme kompensasi ini adalah meningkatanya volume dan perfusi ke organ vital. Hasil dari
tahapan ini adalah hipertrofi ventrikel, kerusakan sel miosit, tahanan arteriol meningkat, meningkatnya volume
vaskuler, dan meningkatkan stres otot ventrikel sebagai usaha mempertahankan CO adekuat.
3. Fase 3 : Sindrom Gagal Jantung
Ketika keadaan mekanisme adaptif 2 gagal, muncul sindrom gagal jantung. Pada fase ini tjd kegagalan jantung
berat. Beban hemodinamik (overload volume vaskuler) terjadi, dan perubahan respon neurohormonal. Tahapan
III dikarakteristikan oleh detorasi progresif fungsi kardiovaskular kaitannya antara ketidakmampuan fungsi
ventrikel kiri dan peningkatan afterload jantung berlebihan. Muncul tanda gejala : sesak, paroksimal nokturnal
dispnea, edema paru, ronchi, distensi vena jugularis, nyeri dada, dingin, pucat, sianosis, oliguria ( urin < 400
cc/hari ), BB meningkat, kelelahan.

Pengkajian Manifestasi Klinis


Tanda gejala umum GJK:
 Sesak (dispnea) terutama pd waktu latihan
 PND (Paroksimal Nocturnal Syndrome)
 Edema Paru (ronchi, basis sampai seluruh lapang paru)
 Distensi vena jugularis.

31
 Nyeri dada
 Dingin, pucat, sianosis
 Oliguria (urin < 400cc/hari)
 Laporan peningkatan BB
 Kelelahan
Banyak tanda gejala spesifik GJK, tergantung ventrikel mana yg mengalami disfungsi, krn secara subjektif klinis sgt
bervariasi. Sistem klasifikasi standar digunakan dalam pengkajian, misalnya menurut Killip System (untuk memprediksi
pada ps IMA), atau NYHA system (membagi 4 klasifikasi gagal jantung).
1. Tanda Gejala GK sesuai dgn disfungsi ventrikel kanan atau kiri

2. Klasifikasi Menurut Killip


 Killip 1 : tidak ada gagal jantung
 Killip 2 : Gagal jantung, adanya ronkhi basah halus di basal kedua lapangan paru, gallop S3 dan peningkatan
tekanan vena pulmonalis.
 Killip 3 : Gagal jantung berat, ditandai edema paru yang jelas dengan ronkhi basah pada seluruh lapangan paru.
 Killip 4 : Syok kardiogenik, dengan tanda-tanda hipotensi (tekanan darah sistolik <90 mmHg dan vasokontriksi
perifer ditandai dengan oliguria, sianosis dan diaforesis.

3. Klasifikasi Klinis Menurut NYHA


 Kelas I : Tidak ada pembatasan aktivitas latihan fisik sehari-hari, tidak menimbulkan sesak napas atau berdebar-
debar.
 Kelas II : Ada pembatasan ringan aktivitas. Saat istirahat tidak ada keluhan, tetapi aktivitas sehari-hari dapat
menimbulkan rasa capek, berdebar atau sesak napas.
 Kelas III : Pembatasan yang jelas dari aktivitas fisik. Saat istirahat tidak ada keluhan, namun aktivitas sehari-hari
yang ringan sekalipun sudah menimbulkan keluhan.
 Kelas IV : Tidak sanggup melakukan sesuatu aktivitas fisik tanpa perasaan tidak nyaman, simtom gagal jantung
sudah ada bahkan saat istirahat sekalipun dan akan meningkat setiap aktivitas yang ringan sekalipun.

32
Pemeriksaan Diagnostik
• EKG 12 sandapan : perubahan gelombang ST, T akut, low voltage, hipertrofi ventrikel kiri, atrial vibrilation,
takiaritmia atau bradiaritmia, infark miokard, LBBB. (distritmia, defek konduksi, fibrilasi atrium, hipertrofi
ventrikel, infark miokard).
• Radiografi dada (chest x ray): kardiomegali, cardiothoracic ratio > 50%.
• Ekokardiografi : dilatasi ventrikel kiri, kanan, atrium kanan; hipertrofi ventrikel kiri, katup alveolar tidak
kompeten;
• Ventrikulografi Radionuklida : gerakan dinding jantung abnormal, dilatasi ventrikel, kardiomegali, disfungsi
ventrikel kanan.
• Hitung darah lengkap : Sel darah merah (anemia), hiponatremia, hipokalemia.
• Urinalisis : menilai fungsi ginjal (proteinuria, albumin rendah, peningkatan BUN dan kreatinin).
• Pemantauan hemodinamika : PAP meningkat, CI < 2 L/menit.

Diagnonsa Keperawatan
• Penurunan curah jantung b.d gangguan preload, afterload, kontraktilitas dan distritmia

33
• Kelebihan volume cairan b.d penurunan glomerulo filtrasi rate; penurunan perfusi ginjal
• Gangguan difusi gas b.d peningkatan permeabilitas kapiler alveolus
• Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen tubuh

Intervensi Keperawatan
1. Tindakan penatalaksanaan dasar penyebab
Tindakan perawatan pada GJK adalah meminimalkan kerusakan sel miokard.
• Terapi fibrinolitik : utk memecahkan trombus atau gumpalan darah
• PCI (Percutaneus Coronary Intervention) : melancarkan p.darah dgn pemasangan stent
• Revaskularisasi arteri koroner : Bypass (CABG)
• Repair atau replacement katup jantung
2. Manajemen Overload Volume Cairan
Dilakukan dgn terapi diuretik (furosemid atau enis loop diuretik, yg direkom), membatasi intake sodium dan
cairan. Retriksi sodium dan cairan hrs dibatasi dan dimonitor jumlahnya. Sodium tdk lebih 2 gr/hari dan air tdk
lebih 1500ml/24 jam. Sodium dan kalium hrs dimonitor reguler, utk mencegah ketidakseimbangan elektrolit.
3. Meningkatkan fungsi ventrikel kiri
Untuk meningkatkan fungsi ventrikel krii ialah dgn mengurangi kerja jantung dgn mereduksi preload dan
afterload. Fungsi ventrikel diukur scr langsung dgn cardiac index. Strategi manajemen:
 Menurunkan preload (lihat manajemen overload volume cairan)
 Menurunkan afterload dgn terapi farmakologi : ACE inhibitor dan vasodilator
 Utk meningkatkan kontraktilitas miokard: ACE inhibitor dpt mjd pilihan pertama, bersama digoksin
 Pilihan relative : beta bloker diberikan, tetapi hati2 pd ps gg pernapasan serius
4. Pendidikan pasien dan keluarga
Pasien GJK di unit kep kritis berbagai macam kondisi, membutuhkan dukungan emosional ketika masuk RS dan
selama fase akut. Pendidikan pasien yg diperlukan antara lain:
 Keterlibatan keluarga selama fase kritis, membantu ADL pasien di tempat tidur, ke kamar mandi. Keluarga
perlu tahu bahwa ps cepat lelah selama fase akut.
 Dukung secara verbal pd ps dan keluarga ttg ketakuta yg dirasakan berhub dgn perubahan adaptasi selama
fase akut. Tanggung jawab keluarga, keterbatasan dan perubahan gaya hidup, ancaman kematian mjd
fenomena yg kompleks selama fase akut.

SHOCK

A. Definisi

34
Shock adalah tidak stabilnya system sirkulasi menghantarkan cukup darah untuk memenuhi
kebutuhan oksigen dan zat makanan sesuai kebutuhan jaringan tubuh. Syndrome klinis ini dapat disebab kan
oleh tidak efektifnya pompa jantung (shock kardiogenik), insufisiensi volume sirkulasi darah (shock
hipovolemik), atau vasodilatasi massiv dari pembuluh darah yang menyebabkan ketidak adekuatan distribusi
darah (shock vasogenik). Walaupun definisi spesifik tentang shock dan strategi penatalaksanaan shock pada
pasien berbeda, karena tergantung patofisiologii dari penyebab dasar shock.

B. Etiologi,faktor resiko dan Patofisiologi


Tidakefektifnya hantaran oksigen jaringan tubuh mengakibatkan disfungsi sel, proses kerusakan jaringan
terjadi secara cepat yang pada akhirnya menyebabkan kegagalan system tubh.penyebab shock diawali dari
berbagai penyakit yang menjadi dasar patofisiologi shock, termasuk masalah jantung, kehilangan cairan,dan
trauma. Karena respon tubuh sama terhadap shock, tetapi berbeda anatar shock kardiogenik, shock
hipovolemik, dan shoock vasogenik adalah nyata secara klinis setelah dilakukan pengkajian penyakit akut pada
pasien. Riwayat klinis yang diperoleh dari mendukung untuk diklasifikasikan shock kedalam satu dari tiga
kelompok patofisiologi besar dari selanjutnya menentukan kebutuhan pasien dengan dibantu oleh test
diagnostik. Karena manajemen penatalaksanaan shock langsung diarahkan pada penyebab shock, oleh
sebabitu pemahaman patofisiologi yang menjadi penyabab shock harus jelas dipahami dan dimengerti.
1. Shock kardiogenik
Pada shock kardiogenik terjadi ketidakmampuanpompa jantung untuk mencukupi kebutuhan oksigen
dan nutrisi sesuai kebutuhan tubuh.kegagalan pompa dapat di sebabkan oleh berbagai faktor yang
berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri.faktor tersebut dapat dikategorikan menjadi koronari dan
nonkoronari. Penyebab koronari adalah: infark miokard akut, disfungsi miokard karena iskemia yan
tidakdiikuti oleh kematian sel otot jantung. Sedangkan penyebab dari non koronari adalah: miokardial
confusion, tamponade, ruptur ventrikel, aritmia (PEA = Pulselesss Electrial Activity), kerusakan katup
jantung yang mengakibatkan konegstif, kardiomiopaty dan end stage CHF)
Ketidakmampuan pompa jantung mengakibatkan penurunan curah volume skuncup (sstroke volume)
dan curah jantung (cardiac output). Efek selanjutnya adalah berkurangnya tekanan darah dan perfusi
jaringan. Ketidakmampuan pompa jantung berhubungan langsung dengan disfungsi ventrikel kiri.
2. Shock Hipovolemik
Shock hipovolemik terjadi karena tidak adekuatnya jumlah atau volume darah dalam ruang vaskuler
(pembuluh darah). Berkurangnya volume dapat disebabkan oleh kehilangan darah secara internal maupun
eksternal,atau volume cairan vaskuler ke kompartemen lain seluruh tubuh misalnya: intersteslel.
Kehilangan volume vaskuler mengakibatkan insufisiensi dirkulasi darah untuk mempertahankan perfusi
jaringan. Berikut table ringkasan penyebab shock hipovolemik.

KEHILANGAN KEHILANGAN
CAIRAN CAIRAN
EKSTERNAL INTERNAL
 Perdaraha  Perdarahan
 Kehilangan internal
cairan via  Perpindaha
gastrointestinal n cairan dari
(muntah, diare, intertisiel
ostomate, (luka bakar),
fistula, suction reaksi
NGT) alergi,
 Renal: obat toksin

35
diuretic, (bakteri)
diabetes,
addison
desease,
hyperosmolar
hiperglicemia
3. Shock Distributif
Shock distributif nama lainnya adalah shock vasogenik. Shock ini di karakteristikkan dengan tidak
normalnya penempatan atau distribusi dari volume vaskuler. Dapat terjadi dengan 3 situasi; pertama
sepsis, kedua gangguan neurologis, ketiga reaksi anafilaktif. Ketiga situasi ini tidak mengalami disfungsi
pompa jantung alias pompa jantungnya normal. Vasodilatasi massive terjadi pada semua situasi shock
tersebut. Shock ini mengakibatkan jumlah darah yang dikeluarkan dari jantung lebih besar dari normal.
Oleh pelebaran vaskuler tidak sesuai dengan volume sirkulasi darah (kira-kira 5 L) tidak cukup besar
dengan ruang vaskuler, menyebabkan penurunak tekanan darah dan tidak adekuatnya perfusi
jaringan. Reaksi shok vasogenik dikenal sebagai relative hipovolemik shok.
Sindroma shok distributif (shock vasogenik) merupakan shok paling bayak ditemukan di unit
perawatan kritis. Sindroma shoklainyang sering ditanggulangi adalah shock anafilaksis dan neurogenic.

C. Stage of Shock
Proses terjadinya shock terdiri dari tahapan; 1) initial stage of shock (early shock), 2) Compensatory stage of
shock (nonprogresive stage), 3) Progresive stage of shock, 4) refractory stage of shock.
1. Initial stage of shock (early shock)
Tahap diawali apabila tekanan darah arteri rata-rata (MAP) pasien berkurang 10 mmHg dari nilaidasar
(nilainormal). Selama tahapan ini mekanisme kompensasi yang diciptakan oleh tubuh cukup efektif
mengembangkan MAP ke level normal. Pada tahap ini tidak ada kerusakan sel, metabolisme anaerobic
aktif dengan produksi asam laktat
2. Compensatory stage of shock (nonprogresive stage)
Pada tahapan ini dimulai apabila tekanan darah MAP berkurang 10-15 mmHg dari nilai normal. Ada
sejumlah proses fisiologis berlangsung. Mekanisme kompensasi ginjal dan hormonal aktif pada tahap
ini karena mekanisme kardiovaskuler tidak cukup kuat mempertahankan MAP dan kebutuhan suplai
oksigen ke organ vital
3. Progressive stage of shock
Pada tahapan ini dimulai apabila tekanan darah MAP sudah berkurang 20 mmHg dari nilai normal.
Pada tahap ini mekanisme kompensasi tidak cukup untuk menyelamatkan organ-organ vital. Organ
vital mengalami kekurangan oksigen. Organ vital berkembang menjadi hipoksia atau tanpa oksigen
dan iskemia. Progressive stage adalah tahapan emergency. Organ vital hanya mentoleransi dalam
waktu singkat sebelumterjadi kerusakan permanen. Tindakan sangat dibutuhkan pada tahap
progressive untuk menyelamatkan organ vital. Multiple organ terjadi di tahap ini, dimulai dari
kegagalan gastrointestinal, renal diikuti kegagalan jantung dan kerusakanfungsi hati dan cerebral.
4. Refractory stage of stage
Tahap refractori di sebut juga irreversible stage. Selorgan vital sudah mati dan sangat sedikit oksigen
terdapat dalam jaingan organ vital. Padda tahap ini tindakan tidak efektif lagi untuk menyelamatkan
hidup pasien. Jika shock dikoreksi MAP dapat kembali normal tetapi temporer. Destruksienzim dan
kerusakan organ vital berlanjut.

D. Pengkajian Manifestasi Klinis

36
Berdasarkan tahapn proses terjadinya shok, manifestasi klinis shok dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Initialstage : manifestasi klinis pada tahap ini hanya HR dan tekanan darah diastolic sedikit
meningkat,tidakada tanda dan gejala khusus lain yang ditampilkan karena perubahan pada sel sedang
berlangsung.

Dan gejala lain yang ditampilakn karena perubahan pada sel sedang berlangsung

 Compensantory stage : gelisah, agitasi, bingung,TD: normal atau sedikit rendah, HR: meningkat, RR:
meningkat (>20x/menit). Kulit dingin, pucat, mungkin sianosis. Nadi perifer: lemah, output urine:
kental dan kurang (<30 cc/jam). Bising usus: hipoaktif, mungkin distensi abdomen. Data laboratorium:
glukosa meningkat, natrium meningkat, pH meningkat, Pao2 menurun, PaCO2 menurun.
 Progresive stage: kesadaran: tidak respon terhadap stimulus verbal. TD: tidak adekuat (<90mmHg). HR
meningkat, respiratori meningkat, kulit dingin, sianosis. Nadi perifer lemah dan mungkin tidak teraba
(tidak ada). Output urine: kurang (<20 cc/jam). Bising usus tidak ada. Data laboratorium: amylase
meningkat, lipase: meningkat. SGPT/SGOT meningkat. LDH meningkat, CPK meningkat, creatinin
meningkat, BUN meningkat, pH menurun, PaCO2 meningkat, PaO2 meningkat, HCO3 menurun.
E. Pengkajian Diagnostik
 Shock Kardiogenik
EKG: takikardia, PCWP: >12mmHg, right artery Pressure (CVP) > 8 mmHg. Echokardiogram:
ventriculare wall motion abnormalitas, cardiac tamponade, rupture ventriculare.
 Shock Hipovolemik
Pulmonary Artery Pressure: PCWP rendah (< 8 mmHg), Right Artery Pressure (CVP) rendah (< 5
mmHg). Ultrasonografi: perdarahan retrooeritoneal
 Shock distributive (vasogenik)
Shock septik: culture darah positif
Anafilaktif: AGD menunjukkan tidak adekuat oksigenasi
Neurogenik: CT scan dan MRI menunjukkan gangguan medula spinalis.

Jenis Curah Central Pulmo Pulmon


shock jantun venous nary ary
g (CO) pressure artery capilary
(CVP) pressu wadge
re pressure
(PAP) (PCWP)
Nilai 4-8 2-8 mmHg 10-15 2-6
normal L/men mmHg mmHg
it
Hipovol Menu Menurun Menu Menuru
emik run run n
Kardog Menu Meningka Menin Mening
enik run t gkat kat
Distribu
tif
Anafila Menu Menurun Menu Menuru
ktif run run n
Sepsis Menin Normal/ Norm Normal/
(early) gkat Meningka al/ Mening
t Menin kat
gkat
Sepsis Menu Menurun Menu Menuru
(late) run run n

37
F. Diagnosa Keperawatan
1. Kecemasan b/d ancaman kematian
2. Defisit volume cairan b/d kehilangan cairan yang aktif
3. Gangguan proses pikir b/d penurunan perfusi cerebral
 Diagnosa syok kardiogenik
o Penurunan curah jantung b/d kontraktilitas, preload, disritmia
o Ketidak efektifan perfusi jaringan b/d hipovolemia, gangguan aliran arteri atau vena, ketidak
seimbangan ventilasi aliran darah
 Diagnosa syok hipovolemik
o Defisit volume cairan b/d kehilangan cairan aktif
o Penurunana curah jantung b/d preload
o Ketidak efektifan perfusi jaringan b/d hipovelia, gangguan aliran arteri atau vena, ketidak
seimbangan ventilasi aliran darah
 Diagnosa syok distributif
o Penurunan curah jantung b/d afterload
o Ketidak efekstifan perfusi jaringan b/d hipovolemia, gangguan lairan arteri atau vena,ketidak
seimbangan ventilasi aliran darah

G. Prinsip-prinsip manajemen shock


Perbedaan penyebab yang mendasari terjadinya shock bervariasi pula prinsip manajemen. Tujuan dasrdari
penatalaksanaan untuk semua jenis shock, 1) membutuhkan ketepatan identifikasi penyebab terjadinya shock,
2) meningkatkan oksigenasi, 3) mengembalikan perfusi jaringan yang adekuat
1. Mengkoreksi penyebab dasar shock
 Kardogenik: menghilangkan penyebab obstruksi koroner jika ada dan memperbaiki aliran darah
 Hipovolemik: mengidentifikasi sumber dan menghentikan perdarah jika mungki, koreksi cairan dengan
menyiapkan jalur intravena dan terapi cairan dan elektrolit dengan tepat
 Distributif
o Anafilaktif : intubasi untuk oksigenasi dan penatalaksanaan reaksi alergi sebagai penyebab dasar
menggunakan antidotum atau terapi dengan steroid
o Septik : terapi antibiotik dan mengendalikan infeksi jaringan (infeski usus, infeksi alat misalnya
arteri line atau venous line)
o Neurogenik : menghilangkan penyebab pada medula spinalis mungkin irreversible, bagaimanapun
intubasi menyediakan dukungan oksigen yang adekuat sambil mengidentifikasi dan mengatasi
penyebab.
2. Improve Oxygenation
 Pengkajian kepatenana jalan napas dan lakukan intubasi jika memerlukan
 Berikan oksigen 100% atau sampai PaO2 adekuat (>60-70 mmHg)
3. Restore adequatte perfusion
 Berikan cairan normal salin (Ringer Lactac, NaCl 0,9%) dalam jumlah besar secara cepat atau bolus.jenis
dan cross match untuk menentukan kebuthan darah sangat diperlukan pada shock hipovolemik
 Mulai memberikan terapi obat vasoaktif

Gagal Napas Akut


Definisi

38
– Gagal napas akut adalah ketidakmampuan sistem pernapasan utk mempertahankan oksigenasi darah normal
(PaCO2), eliminasi CO2 (PaCO2) dan pH yg tdk adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi, difusi, perfusi.
– Gagal napas akut didefinisikan apabila nilai AGD: PaO₂ < 60 mmHg, PaCO₂ > 50mmHg, pH < 7, 30, saturasi
oksigen < 90%, HCO₃ dapat normal atau meningkat dengan kemampuan kompensasi.

Etiologi
 Gangguan Ventilasi
Kondisi gg atau kerusakan pada otot pernapasan akibat dari gangguan sistem neurologis dpt menyebabkan gg
ventilasi dan selanjutnya mengalami ggal napas akut. Berkurangnya atau ktidakmampuan otot pernapasan sbg
indikasi kelelahan akibat penggunaan fungsi pernapasan berlebihan, atropi jaringan, dan gg persarafan. Kondisi ini
dpt terjadi krn kerusakan nervus vagus pada tindakan pembedahan thoraks, depresi pernapasan akibat
pemberian obat neuromuskular blocking. Kelemahan otot pernapasan menurunkan kemampuan pertukaran gas
dalam paru2 (alveolus), mengakibatkan hiperventilasi alveolus. Tidak adekuatnya ventulasi alveolus menyebabkan
retensi CO2 dan hipoksemua (Pa)2 rendah).
 Gg pertukaran gas
Kondisi krusakan pd membran capillary alveolus mengganggu pertukaran gas. Kerusakan pd sel alveolus bisa
disebabkan oleh inhalasi substansi zat toxin (udara atau cairan gaster), selanjutnya menyebabkan 2 perubahn pd
alveolus. Pertama, peningkatan permeabilitas alveolus, peningkatan potensial perpindahan cairan interstitial
alveolus dan menyebabakan paru2 edema non cardiac. Kedua adalah berkurangnya produksi surfactan dari sel
tipe II alveolus, menurunkan ketegangan permukaan alveolus, dimana perubahan selanjutnya terjadi colaps
alveolus.
 Obstruksi jalan napas
Obstruksi jalan napas meningkatkan resistensi aliran udara dalam paru2, mengakibatkan hipoventilasi alveolar
dan mengganggu pertukaran gas. Obstruksi jalan napas dpt tjd oleh karena 3 kondisi. Pertama, hambatan tjd pada
saluran bronkiolus akibat penumpukan sekret. Kedua, dinding bronkiolus menebal krn proses edema atau fibrosis
(bronkokontrisi) contohnya pada asma. Ketiga, peningkatan compresi peribronkial dari jalan napas, contohnya krn
pembesaran kelenjar limfe, edema interstitial, dan tumor.
 Tidak normalnya ventilasi paru
Kondisi yg mengganggu ventilasi alveolus atau perfusi kapiler pada alveolus dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Patologis ini menurunkan efisiensi dari proses pertukaran gas. Ada dua
kompensasi dari tidak normalnya ventilasi perfusi. Pertama ketika bronkus berkontraksi terjadi pembatasan
ventilasi ke alveolus sehingga tjd perfusi rendah oksigen, cthnya pd patologis emboli paru. Kedua, utk
menghindari perfusi kapiler alveolus yg tidak adekuat ventilasi (cthnya pada atelektasis), tjd kontraksi arteriol dan

39
melangsir aliran darah dari alveoli hipoventilasi ke alveoli yg ventilasinya normal. Jumlah alveoli dan kapiler
berpengaruh thd peningkatan kemampuan kompensasi.

Pengkajian Manifestasi Klinis


Pada serangan awal responnya adalah hopoksemia (PaO2 < 60 mmHg), kelemahan, takipnea, dispnea, takikardia,
kebingungan (konfusi), berkeringat dingin (diaforesis), cemas, hiperkarbia (PaCO2 > 50 mmHg), hipertensi, mudah
tersinggung (iritabilitas). Pada kondisi lanjut: somnolen, sianosis, penurunan kesadaran, pucat, penggunaan otot
bantu pernapasan tambahan, auskultasi suara napas ronci, krekel, wheezing.

Pengkajian Diagnostik
 AGD : PaO₂ < 60 mmHg, PaCO₂ > 50 mmHg, pH < 7.35, HCO₃ dapat normal atau meningkat sesuai kompensasi,
SaO₂ < 90%
 Tes pemeriksaan spesifik lain dgn penyebab penyakit

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan difusi gas berhubungan dengan hipoventilasi, kerusakan membran kapiler alveolus, gangguan
ventilasi-perfusi.
2. Ansietas berhubungan dengan situasi kritis, iritabilitas
3. Kelemahan berhubungan dengan hipoksemia

Intervensi Keperawatan
1. Memperbaiki oksigenasi dan ventilasi
Tindakan penatalaksanaan ditujukan pd penyebab gagal napas akut, mengupayakan fungsi pernapasan normal
diikuti oleh perbaikan kondisi patologis penyakit yg mendasari. Bbrp tindakan yg dpt dilakukan:
 Memberi suplemen oksigen utk mempertahankan PaO2 >60 mmHg. Dapat dimulai dgn metode non invasif
spt nasal kanul, face mask, rebreathing/non dapat menjadi pilihan sesuai kondisi hipoksemia. Apabila dgn
metode non invasif tidak membut peningkatan PaO2, metode invasif (intubasi) dan pemasangan ventilasi
mekanik dpt mjd pilihan.
 Meningkatkan ventilasi dgn memberi bronkodilator, mukolitik dan modalitas manajemen airway lain spt
fisioterapi dada, suction, pengaturan posisi sesuai indikasi dan patologi.
 Intubasi dan mulai dgn ventilasi mekanik jika metode non invasif gagal utk mengoreksi hipoksemia dan
hiperkarbia atau jika mengalami ketidakstabilan kardiovaskular
 Selama suction perhatikan tanda gejala hipoksemia (SaO2 menurun, HR dan RR meningkat, kelemahan,
diaforesis, disritmia). Jika menggunakan ambubag utk meningkatkan oksigen selama suction, gunakan ambu

40
bag yg nilai pemberian oksigen 100% utk mencegah gg fungsi pernapasan dan cardiovaskular selama suction,
serupa hanya dgn katup PEEP ketika nilai pengaturan PEEP ventilator > 5 mmHg.

2. Terapi penyebab penyakit


Identifikasi dan koreksi penyebab dasar gagal napas akut bila mungkin. Manajemen penatalaksanaann sesuai dgn
patofisiologi penyakit yg menyebabkan gagal napas akut.
3. Mengurangi kecemasan
Pemeliharaan lingkungan yg tenang utk menghindari peningkatan kecemasan. Berikan penjelasan dgn singkat ttg
aktivitas perawatan dan pendekatan yg digunakan utk mengatasi gagal napas akut. Waspada dan siapkan
perawatan klinis utk mendampingi pasien selama cemas. Ini situasi krusial utk menceah panik dan beri
kesempatan utk dikunjungi kluarga.
Ajarkan cara pernapasan diafragma dgn frekuensi lambat. Caranya ialah letakkan satu tangan pasien di atas
abdomen. Instruksikan ps menarik napas dalam dan merasakan tangan di abdomen naik. Selama ekspirasi tangan
terasa turun. Lakukan hal ini bbrp kali. Setelah 1-2 menit tanyakan perasaan pasien. Dapat diberikan obat
lorazepam, diazepam dgn dosis rendah yg tidak menekan pernapasan.
4. Pencegahan & penatalaksanaan komplikasi
Kerja ventilator dan hambatan neuromuskular memiliki hibungan. Manajemen airway dan ventilasi perlu
diperhatikan khusus. Komplikasi dpt tjd krn masalah ventilasi. Beberapa strategi dan kondisi yg perlu perhatian
utk mencegah komplikasi adalah:
 Mencegah aspirasi paru yg disebabkan cairan lambung masuk ke paru2 pd pasien yg dipasang ventilator.
Memastikan inflasi sesuai dari selang ETT. Aspirasi paru dpt mengakibatkan pneumonia.
 Perdarahan lambung. Pemeriksaan aspirasi selang NGT tiap 4-8 jam. Utk mencegah kerusakan mukosa dan
risiko perdarahan lambung dapat diberikan obat utk menetralisir atau membuat cairan lambung menjadi
alkali yaitu sucralfate. Risiko perdarahan lambung adalah ancaman, karena perdarahan lambung
mengakibatkan enselopati sebgai komplikasi lanjut perdarahan lambung.
 Barotrauma. Menghindari hal yg tidak perlu tjd akibat peningkatan tekanan (misalnya tekanan mesin
ventilator, batuk yg berlebihan). Pengkajian tanda gejala pneumothoraks, pneumokarditis adalah tindakan
penting dan didokumentasikan tiap jam.

Acute Respiratory Distress Syndrome


Definisi
ARDS merupakan sindrom inflamasi paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru yang disebabkan oleh cedera
akut yang ditandai dengan adanya edema paru dan hipoksemia. ARDS merupakan bentuk parah dari cedera paru akut

41
yg ditandai dgn edema paru non kardiak yg tiba2 dan progresif, peningkatan intrabilateral, hipoksemia yg tidak
berespon thd pemberian O2 dan tdk ada peningkatan tekanan atrium kiri.

Penyebab utama ARDS adalah


kegagalan organ multisystem non
pulmonal (sepsis).
Tingkat kematian mencapai 25-58
%. Studi kasus di tatanan klinis
pasien dengan kecelakaan
kendaraan bermotor yang paling
banyak berkembang menjadi ARDS
Penyebab utama ARDS adalah
kegagalan organ multisystem non
pulmonal (sepsis).
Tingkat kematian mencapai 25-58
%. Studi kasus di tatanan klinis
pasien dengan kecelakaan

42
kendaraan bermotor yang paling
banyak berkembang menjadi ARDS
Penyebab utama ARDS adalah kegagalan organ multisystem non pulmonal (sepsis). Tingkat kematian
mencapai 25-58 %. Studi kasus di tatanan klinis pasien dengan kecelakaan kendaraan bermotor yang paling
banyak berkembang menjadi ARDS.
ARDS tjd ketika rekasi inflamasi memicu pelepasan mediator seluler dan kimia, yg mnyebabkan cedera pada membran
kapiler alveolus yg kemudian menimbulkan kerusakan struktur paru.
Penyebab utama kematian ps ARDS adalah kegagalan multisistem organ non pulmonal, kerap disebut sepsis.

Etiologi
 Primer  Aspirasi cairan (sekresi lambung), Tenggelam, Kontusio paru (bisa akibat tabrakan), Keracunan gas
(hidrokarbon), Trauma inhalasi, Infeksi difusi alveolar
 Sekunder  Sepsis sisitemik, Syok hipovolemia, Pankreatitis akut, Emboli lemak, Transfusi darah massif.

Penyebab primer dan sekunder ini dikarakteristikan dgn peningkatan permeabilitas kapiler alveolus, edema
interstitial, dan kerusakan difusi alveolus. Kerukasan primer pada membran alveolus dgn mudah tjd krn substansi
toksin (zat kimia) akibat proses inflamasi masuk ke sel. Pasien yg tidak sadar dan aspirasi cairan lambung serta
tindakan intubasi adalah penyebab primer yg paling banyak di ARDS.

Edema alveolus dan interstitial, atelektasis dan tidak seimbangnya ventilasi perfusi pada ARDS menyebabkan
hipoksemia berat dan complian paru rendah. Hipoksemia berat menyebabkan disfungsi pada multipel organ (MODS)
yg disertai infeksi bakteri berat sbg faktor pendukung sepsis. Perkembangan infeksi bakteri gram (-) paru sering
mnyertai ARDS.

Patofisiologi

ARDS terjadi ketika reaksi inflamasi memicu pelepasan mediator seluler dan kimia, yang menyebabkan
cedera pada membrane kapiler alveolus dan dinding endotel kapiler alveolus yang menimbulkan kerusakan
pada struktur paru-paru. Edema alveolus dan interstirial, microatelektasis, dan tidak seimbangnya ventilasi-
perfusi menyebabkan kolaps paru yang mengakibatkan hipoksemia dan complain paru yang rendah.
Hipoksemia yang berat menyebabkan disfungsi multiple organ yang disertai denganinfeksi bakteri berat
sebagai faktor pendukung sepsis. Perkembangan infeksi bakteri gram negatif paru yang sering menyertai
ARDS.

Pengkajian Manifestasi Klinis

43
Pengkajian Sign and symptom pada ARDS : sesak, takipnea (rate > 40x/menit), reaksi intercostal, sekresi berlebihan,
takut mengakibatkan kematian, ronchi dan/atau wheezing.

Pengkajian sesuai tahapan:

 Tahap 1 (12 jam pertama)


Pada Pemeriksaan Fisik terdapat tanda: Gelisah, Dispnea, Takipnea, Penggunaan otot bantu pernapasan sedang
sampai luas.
 Tahap 2 (24 jam)
Tanda: Dispnea berat, Takipnea, Sianosis, Takikardi, Krekels bilateral kasar, Penurunan udara yang masuk ke
lapang paru, Peningkatan agitasi dan gelisah
 Tahap 3 (2-20 hari)
– Penurunan udara yang masuk secara bilateral
– Gangguan responsivitas (mungkin diperlukan untuk mempertahankan ventilasi mekanis)
– Penurunan motilitas usus
– Edema generalisata
– Integritas kulit yang buruk dan kerusakan kulit
 Tahap 4 (>10 hari)
– Gejala MODS; termasuk penurunan haluaran urine, Motilitas lambung yang buruk, Gejala gangguan koagulasi
– Keterlibatan sistem tunggal sistem pernapasan dengan perbaikan bertahap sejalan dengan waktu.

Pengkajian Diagnostik
 Chest X Ray menunjukkan difusi, bilateral infiltrate tanpa pembesaran ukuran jantung (CTR normal)
 PaO2 < 80 mmHg
 PCWP < 18 mmHg
 Static Compliance (volume tidal/inspiratory plateu pressure) < 40 ml/cmH2O

Diagnonsa Keperawatan
 Gangguan difusi gas b.d kerusakan membrane capillary alveolus
 Kelemahan b.d hipoksemia
 Resiko syok hipovolemik
 Ansietas

Intervensi Keperawatan

44
1. Memperbaiki oksigenasi dan ventilasi
Intervensi spesifik pada ARDS utk meningkatkan oksigenasi dan ventilasi adalah:
 Berikan tinggi fraksi oksigen (FiO2) dgn sistem aliran tinggi atau rebreathing mask, CPAP mask bila pasien sadar
dan kooperatif. Selanjutnya waspadai kontraindikasi CPAP (penurunan kesadaran, mual, muntah, sesak
bertambah atau panik).
 Intubasi atau ventilasi mekanik jika kardiovaskulas tidak stabil, hipoksemia persisten, atau kelelahan
berkembang.
– FiO2 tinggi disertai PEEP umumnya diperlukan utk mencapai nilai PaO2 > 50 mmHg tanpa gangguan
hemodinamik. FiO2 < 0.6 diikuti PaO2 > 50 mmHg adalah tujuan utama.
– Mengurangi kerja pernapasan dimulai dgn pemakaian ventilator mode dan MV rata utk menurunkan kerja
pernapasan pasien.
– Melakukan penyesuaian volume tidal, inspiratory flow rates dan PEEP utk menyediakan plateu pressure <
30 cm H2), jika mungkin. Volume tidak direkomendasikan 6 cc/kgBB.
 Sedasi, dpt diberikan 24-48 jam pertama setelah intubasi utk memaksimalkan pertukaran gas
 Mereduksi konsumsi oksigen dgn menurunkan demam, tingkat aktivtias, dan usaha napas.
 Meningkatkan konsumsi oksigen dgn menurunkan demam, tingkat aktivitas, dan usaha pernapasan.
 Meningkatkan kapasitas bawaan oksigen dgn transfusi darah utk meningkatkan hemoglobin.
 Meminimalkan suction utk menghindari desaturasi oksigen. Gunakan sistem suction tertutup jika desaturasi
berat selama suction, terutama pd pasien dgn PEEP dan Fi O2 tinggi.
2. Mengurangi Ansietas
Serupa dg gagal napas akut.
3. Mempertahankan stabilitas hemodinamik dan perfusi adekuat
 Meminimalkan ketidakstabilan cardiovaskulat dgn berhati2 memberikan cairan pd koreksi hipovolemia.
Monitor hemodinamik selama terapi PEEP.
 Obat vasoaktif dapat diberikan utk mempertahankan perfusi adekuat.
4. Pencegahan komplikasi
Pasien ARDS lebih tinggi risiko berkembng mengalami pneumonia nasokomial. Iktui petunjuk strategi pencegahan
penumonia nasokomial. Kepala ditinggikan 30 derajat (head up), cuci tangan sblm tindakan, mencabut alat2
invasif pada pasien dgn prosedur atau strategi pencegahan infeksi (antiseptik).

KONSEP VENTILATOR MEKANIK


Pengertian.

Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk
mempertahankan oksigenasi.

45
Tujuan pemsangan

1. Tujuan fisiologis
 Memperbaiki ventilasi alveolar (PCO₂ dan pH)
 Meningkatkan inflasi paru akhir inspirasi
 Memperbaiki oksigenasi arteri (PO₂, saturasi dan CaO₂)
 Meningkatkan FRC (Functional Residu Capacity)
 Menurunkan kerja otot-otot pernapasan
2. Tujuan Klinis
 Koreksi asidosis respiratorik akut
 Koreksi hipoksemia
 Menghilangkan “respiratory distress”
 Mencegah dan mengembalikan atelektasis
 Menghilangkan kelelahan otot bantu napas
Indikasi Pemasangan Ventilator

1. Pasien dengan respiratory failure (gagal napas). Cth: COPD, pneumonia, ARDS, dll.
2. Gagal untuk melakukan pertukaran udara (saluran pernapasan atas). Ex : asma, bronkospasme setelah ekstubasi.
3. Gagal untuk melindungi saluran pernapasan (aspirasi dan pembersihan saluran pernapasan). Ex : overdosis obat,
pneumonia aspirasi, penyumbatan oleh mukus.
4. Pembedahan umum. Ex : bedah jantung terbuka,operasi paru, operasi perut, operasi kepala dan leher
Kriteria Pemasangan Ventilator

Menurut Pontopidan seseorang perlu mendapat bantuan ventilasi mekanik (ventilator) bila :

 Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit.


 Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg.
 PaCO2 lebih dari 60 mmHg
 AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya lebih dari 350 mmHg.
 Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB.
Jenis Ventilator (berdasarkan cara alat mndukung ventilasi)

• Ventilator tekanan negatif (negative pressure ventilation)


Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada eksternal. Dengan mengurangi tekanan
intratoraks selama inspirasi memungkinkan udara mengalir ke dalam paru-paru sehingga memenuhi volumenya.
Ventilator jenis ini digunakan terutama pada gagal nafas kronik yang berhubungn dengan kondisi neurovaskular
seperti poliomyelitis, distrofi muscular, sklerosisi lateral amiotrifik dan miastenia gravis. Penggunaan tidak sesuai

46
untuk pasien yang tidak stabil atau pasien yang kondisinya membutuhkan perubahan ventilasi sering.

• Ventilator tekanan positif (positive pressure ventilation)


Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan tekanan positif pada jalan nafas
dengan demikian mendorong alveoli untuk mengembang selama inspirasi. Pada ventilator jenis ini diperlukan
intubasi endotrakeal atau trakeostomi. Ventilator ini secara luas digunakan pada klien dengan penyakit paru
primer. Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif yaitu tekanan bersiklus, waktu bersiklus dan volume
bersiklus.

Macam-macam (Prinsip) Ventilator.

Menurut sifatnya ventilator dibagi tiga type yaitu:

1. Volume Cycled Ventilator.


Prinsip dasar ventilator ini adalah siklusnya berdasarkan volume. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila
telah mencapai volume yang ditentukan. Di desain utk memberikan napas/menghantarkan gas berdasarkan
volume yg disetting dan memberi ekspirasi terjadi secara pasif. Keuntungan volume cycled ventilator adalah
perubahan pada komplain paru pasien tetap memberikan volume tidal yang konsisten; tidak menyebabkan
hipoventilasi/hiperkarbia. Kekurangan: dapat menimbulkan volume trauma (barotrauma).

2. Pressure Cycled Ventilator


Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan. Mesin berhenti bekerja dan terjadi
ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan
ekspirasi terjadi dengan pasif. Ideal utk pasien tua dan ARDS/pneumonia berat. Keuntungan: menurunkan risiko
volume trauma. Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain paru, maka volume udara yang diberikan
juga berubah. Sehingga pada pasien yang setatus parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak
dianjurkan (dapt terjadi hipoventilasi/hiperkarbia).

3. Time Cycled Ventilator


Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan wamtu ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah
ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit). Normal ratio
I : E (inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2.

Efek samping pemasangan ventilator

◦ Akibat tekanan (+) pada rongga thorax, darah kembali ke jantung terhambat, venous return menurun, cardiac
output menurun
◦ Hipotensi
◦ Bila tekanan terlalu tinggi terjadi gangguan oksigenasi
◦ Bila volume tidal terlalu tinggi (>10-12 ml) & tekanan lebih besar dari 40
◦ Efek pada organ lain: Penurunan perfusi ke organ lain seperti hepar, ginjal; Terjadi peningkatan tekanan
intracranial (krn darah yg di otak untuk kembali menjadi terhambat krn tekanan di paru positif)

47
Mode-Mode Ventilator.

Pasien yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanik dengan menggunakan ventilator tidak selalu dibantu
sepenuhnya oleh mesin ventilator, tetapi tergantung dari mode yang kita setting. Mode mode tersebut adalah
sebagai berikut:

1. Mode Control.
Pada mode kontrol mesin secara terus menerus membantu pernafasan pasien. Ini diberikan pada pasien yang
pernafasannya masih sangat jelek, lemah sekali atau bahkan apnea. Pada mode ini ventilator mengontrol
pasien, pernafasan diberikan ke pasien pada frekwensi dan volume yang telah ditentukan pada ventilator,
tanpa menghiraukan upaya pasien untuk mengawali inspirasi. Bila pasien sadar, mode ini dapat menimbulkan
ansietas tinggi dan ketidaknyamanan dan bila pasien berusaha nafas sendiri bisa terjadi fighting (tabrakan
antara udara inspirasi dan ekspirasi), tekanan dalam paru meningkat dan bisa berakibat alveoli pecah dan
terjadi pneumothorax. Contoh mode control ini adalah: CR (Controlled Respiration), CMV (Controlled
Mandatory Ventilation), IPPV (Intermitten Positive Pressure Ventilation)

2. Mode IMV / SIMV: Intermitten Mandatory Ventilation/Sincronized Intermitten Mandatory Ventilation.


Pada mode ini ventilator memberikan bantuan nafas secara selang seling dengan nafas pasien itu sendiri. Pada
mode IMV pernafasan mandatory diberikan pada frekwensi yang di set tanpa menghiraukan apakah pasien
pada saat inspirasi atau ekspirasi sehingga bisa terjadi fighting dengan segala akibatnya. Oleh karena itu pada
ventilator generasi terakhir mode IMVnya disinkronisasi (SIMV). Sehingga pernafasan mandatory diberikan
sinkron dengan picuan pasien. Mode IMV/SIMV diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan tetapi
belum normal sehingga masih memerlukan bantuan.

3. Mode ASB / PS : (Assisted Spontaneus Breathing / Pressure Suport


Mode ini diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan atau pasien yang masih bisa bernafas tetapi
tidal volumnenya tidak cukup karena nafasnya dangkal. Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk
bernafas. Bila pasien tidak mampu untuk memicu trigger maka udara pernafasan tidak diberikan.

4. CPAP : Continous Positive Air Pressure.


Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan diberikan pada pasien yang sudah bisa bernafas
dengan adekuat.

Tujuan pemberian mode ini adalah untuk mencegah atelektasis dan melatih otot-otot pernafasan sebelum
pasien dilepas dari ventilator.

Sistem Alarm

Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk mewaspadakan perawat tentang adanya
masalah. Alarm tekanan rendah menandakan adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari pasien),
sedangkan alarm tekanan tinggi menandakan adanya peningkatan tekanan, misalnya pasien batuk, cubing tertekuk,
terjadi fighting, dll. Alarm volume rendah menandakan kebocoran. Alarm jangan pernah diabaikan tidak dianggap dan
harus dipasang dalam kondisi siap.

Pelembaban dan suhu.

48
Ventilasi mekanis yang melewati jalan nafas buatan meniadakan mekanisme pertahanan tubuh unmtuk pelembaban
dan penghangatan. Dua proses ini harus digantikan dengan suatu alat yang disebut humidifier. Semua udara yang
dialirkan dari ventilator melalui air dalam humidifier dihangatkan dan dijenuhkan. Suhu udara diatur kurang lebih sama
dengan suhu tubuh. Pada kasus hipotermi berat, pengaturan suhu udara dapat ditingkatkan. Suhu yang terlalu itnggi
dapat menyebabkan luka bakar pada trachea dan bila suhu terlalu rendah bisa mengakibatkan kekeringan jalan nafas
dan sekresi menjadi kental sehingga sulit dilakukan penghisapan.

Fisiologi Pernapasan Ventilasi Mekanik

Pada pernafasan spontan inspirasi terjadi karena diafragma dan otot intercostalis berkontrkasi, rongga dada
mengembang dan terjadi tekanan negatif sehingga aliran udara masuk ke paru, sedangkan fase ekspirasi berjalan
secara pasif.

Pada pernafasan dengan ventilasi mekanik, ventilator mengirimkan udara dengan memompakan ke paru pasien,
sehingga tekanan sselama inspirasi adalah positif dan menyebabkan tekanan intra thorakal meningkat. Pada akhir
inspirasi tekanan dalam rongga thorax paling positif.

Efek Ventilasi mekanik

Akibat dari tekanan positif pada rongga thorax, darah yang kembali ke jantung terhambat, venous return menurun,
maka cardiac output juga menurun. Bila kondisi penurunan respon simpatis (misalnya karena hipovolemia, obat dan
usia lanjut), maka bisa mengakibatkan hipotensi. Darah yang lewat paru juga berkurang karena ada kompresi
microvaskuler akibat tekanan positif sehingga darah yang menuju atrium kiri berkurang, akibatnya cardiac output juga
berkurang. Bila tekanan terlalu tinggi bisa terjadi gangguan oksigenasi. Selain itu bila volume tidal terlalu tinggi yaitu
lebih dari 10-12 ml/kg BB dan tekanan lebih besar dari 40 CmH2O, tidak hanya mempengaruhi cardiac output (curah
jantung) tetapi juga resiko terjadinya pneumothorax.

Efek pada organ lain:

Akibat cardiac output menurun; perfusi ke organ-organ lainpun menurun seperti hepar, ginjal dengan segala
akibatnya. Akibat tekanan positif di rongga thorax darah yang kembali dari otak terhambat sehingga tekanan
intrakranial meningkat.

Komplikasi Ventilasi Mekanik (Ventilator)

Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, tapi bila perawatannya tidak tepat bisa, menimbulkan
komplikasi seperti:

1. Pada paru  Baro trauma (tension pneumothorax, empisema sub cutis, emboli udara vaskuler), Atelektasis/kolaps
alveoli diffuse, Infeksi paru, Keracunan oksigen, Jalan nafas buatan: king-king (tertekuk), terekstubasi, tersumbat;
Aspirasi cairan lambung, Tidak berfungsinya penggunaan ventilator, Kerusakan jalan nafas bagian atas
2. Pada sistem kardiovaskuler
Hipotensi, menurunya cardiac output dikarenakan menurunnya aliran balik vena akibat meningkatnya tekanan intra
thorax pada pemberian ventilasi mekanik dengan tekanan tinggi.

3. Pada sistem saraf pusat

49
Vasokonstriksi cerebral (Terjadi karena penurunan tekanan CO2 arteri (PaCO2) dibawah normal akibat dari
hiperventilasi), Oedema cerebral (terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri diatas normal akibat dari
hipoventilasi), Peningkatan tekanan intra kranial, Gangguan kesadaran. Gangguan tidur.

4. Pada sistem gastrointestinal


Distensi lambung, ileus; Perdarahan lambung.
5. Gangguan psikologi

Prosedur Pemberian Ventilator

Sebelum memasang ventilator pada pasien. Lakukan tes paru pada ventilator untuk memastikan pengesetan sesuai
pedoman standar. Sedangkan pengesetan awal adalah sebagai berikut:

1. Fraksi oksigen inspirasi (FiO2) 100%


2. Volume Tidal: 4-5 ml/kg BB
3. Frekwensi pernafasan: 10-15 kali/menit
4. Aliran inspirasi: 40-60 liter/detik
5. PEEP (Possitive End Expiratory Pressure) atau tekanan positif akhir ekspirasi: 0-5 Cm, ini diberikan pada
pasien yang mengalami oedema paru dan untuk mencegah atelektasis. Pengesetan untuk pasien ditentukan oleh
tujuan terapi dan perubahan pengesetan ditentukan oleh respon pasien yang ditujunkan oleh hasil analisa gas
darah (Blood Gas)

Kriteria Penyapihan

Pasien yang mendapat bantuan ventilasi mekanik dapat dilakukan penyapihan bila memenuhi kriteria sebagai
berikut:

 Kapasitas vital 10-15 ml/kg BB


 Volume tidal 4-5 ml/kg BB
 Kekuatan inspirasi 20 cm H2O atau lebih besar
 Frekwensi pernafasan kurang dari 20 kali/menit.

FISIOLOGI PERNAPASAN VENTILASI MEKANIK

 Napas Spontan
- diafragma dan otot intercostalis berkontraksi  rongga dada mengembang terjadi tekanan (-)  aliran udara
masuk ke paru dan berhenti pada akhir inspirasi
- fase ekspirasi berjalan secara pasif
 Pernapasan dengan ventilasi mekanik

50
- udara masuk ke dalam paru karena ditiup, sehingga tekanan rongga thorax (+)
- pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga thorax paling positif
- ekspirasi berjalan pasif.

EFEK VENTILASI MEKANIK

 Pada Kardiovaskuler
- Akibat dari tekanan posistif pada rongga thorax  darah yang kembali ke jantung terhambat  venous return
menurun maka cardiac out put menurun.
- Darah yang lewat paru juga berkurang karena ada kompresi microvaskuler akibat tekanan (+)  sehingga
darah berkurang  cardiac out put menurun.
- Bila tekanan terlalu tinggi  bisa terjadi ex oksigenasi.
 Pada organ Lain
- Akibat cardiac out put menurun  perfusi ke organ lainpun akan menurun seperti, hepar, ginjal, otak dan
segala akibatnya.
- Akibat tekanan (+) di rongga thorax darah yang kembali dari otak terhambat  TIK meningkat.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN VENTILASI MEKANIK

I. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada psien yang mendapat nafas buatan dengan ventilator adalah:

1. Biodata
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama, alamt, dll.

Pengkajian ini penting dilakukan untuk mengetahui latar belakang status sosial ekonomi, adat kebudayaan dan
keyakinan spritual pasien, sehingga mempermudah dalam berkomunikasi dan menentukan tindakan
keperawatan yang sesuai.

2. Riwayat penyakit/riwayat keperawatan


Informasi mengenai latar belakang dan riwayat penyakit yang sekarang dapat diperoleh melalui oranglain
(keluarga, tim medis lain) karena kondisi pasien yang dapat bentuan ventilator tidak mungkin untuk
memberikan data secara detail. Pengkajian ini ditujukan untuk mengetahui kemungkinan penyebab atau faktor
pencetus terjadinya gagal nafas/dipasangnya ventilator.

3. Keluhan

51
Untuk mengkaji keluhan pasien dalam keadaan sadar baik, bisa dilakukan dengan cara pasien diberi alat tulis
untuk menyampaikan keluhannya. Keluhan pasien yang perlu dikaji adalah rasa sesak nafas, nafas terasa berat,
kelelahan dan ketidaknyamanan.

4. Sistem pernafasan
a. Setting ventilator meliputi:
 Mode ventilator : CR/CMV/IPPV (Controlled Respiration/Controlled Mandatory Ventilation/Intermitten
Positive Pressure Ventilation), SIMV (Syncronized Intermitten Mandatory Ventilation), ASB/PS (Assisted
Spontaneus Breathing/Pressure Suport), CPAP (Continous Possitive Air Presure)
 FiO2: Prosentase oksigen yang diberikan
 PEEP: Positive End Expiratory Pressure
 Frekwensi nafas
b. Gerakan nafas apakah sesuai dengan irama ventilator
c. Expansi dada kanan dan kiri apakah simetris atau tidak
d. Suara nafas: adalah ronkhi, whezing, penurunan suara nafas
e. Adakah gerakan cuping hidung dan penggunaan otot bantu tambahan
f. Sekret: jumlah, konsistensi, warna dan bau
g. Humidifier: kehangatan dan batas aqua
h. Tubing/circuit ventilator: adakah kebocoran tertekuk atau terlepas
i. Hasil analisa gas darah terakhir/saturasi oksigen
j. Hasil foto thorax terakhir
5. Sistem kardiovaskuler
Pengkajian kardiovaskuler dilakukan untuk mengetahui adanmya gangguan hemodinamik yang diakibatkan
setting ventilator (PEEP terlalu tinggi) atau disebabkan karena hipoksia. Pengkajian meliputi tekanan darah,
nadi, irama jantung, perfusi, adakah sianosis dan banyak mengeluarkan keringat.

6. Sistem neurologi
Pengkajian meliputi tingkat kesadaran, adalah nyeri kepala, rasa ngantuk, gelisah dan kekacauan mental.

7. Sistem urogenital
Adakah penurunan produksi urine (berkurangnya produksi urine menunjukkan adanya gangguan perfusi ginjal)

8. Status cairan dan nutrisi


Status cairan dan nutrisi penting dikaji karena bila ada gangguan status nutrisi dn cairan akan memperberat
keadaan. Seperti cairan yang berlebihan dan albumin yang rendah akan memperberat oedema paru.

9. Status psycososial
Pasien yang dirawat di ICU dan dipasang ventilator sering mengalami depresi mental lyang dimanifestasikan
berupa kebingungan, gangguan orientasi, merasa terisolasi, kecemasan dan ketakutan akan kematian.

52
Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan Ventilasi Spontan berhubungan dengan keletihan otot pernapasan


2. Disfungsi Respons Penyapihan Ventilator
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan pemasangan ventilasi mekanis
4. Resiko Cidera berhubungan dengan pemasangan ventilasi mekanis

Perencanaan

DX 1.

Tujuan: Menetapkan kembali dan mempertahankan pola napas yang efektif

Kriteria Hasil:

 Napas sesuai dengan irama ventilator.


 Volume napas adekuat.
 Klien berpartisipasi dalam upaya penyapihan sesuai kemampuan
 Tanpa ada penggunaan otot bantu napas, sianosis atau tanda hipoksia lainnya
 AGD dalam batas normal

Intervensi

53
DX 2.

Tujuan: pasien mampu menyesuaikan tingkat bantuan ventilator mekanis yang di turunkan & memperpanjang proses
penyapihan.

Kriteria Hasil:

1. Berpartisipasi aktif dalam proses penyapihan


2. Menetapkan kembali pernapasan mandiri dengan nilai gas darah arteri dalam batas normal
3. Pasien tidak mengalami tanda gagal napas
4. Menunjukkan toleransi terhadap aktivitas

Dx 3.

Tujuan: Paien merasa nyaman selama dipasang ventilator

Kriteria Hasil:

54
1. Paien tidak gelisah
2. Pasien dapat istirahat & tidur dengan tenang
Tindakan keperawatan:

DX 4.

Tujuan: Pasien bebas dari cidera selama pemasangan ventilasi mekanik

Kriteria Hasil:

1. Tidak terjadi iritasi pada hidung maupun jalan napas


2. Tidak terjadi barotrauma

TCL
Monitoring Hemodinamik

55
Cardiac Output / Curah Jantung
Merupakan jumlah darah yg dikeluarkan dari jantung dalam waktu 1 menit. Normalnya, 4 – 8 L/menit. Rata2 5
liter/menit.

Rumus :
CO = Heart Rate x Stroke Volume

Nb: volume darah yg keluar sebnding dengan aliran darah vena yg balik ke jantung.
Cara Mengukur CO:
1. Metode Ficks
Cara membagi jumlah oksigen yg diabsorbsi dalam paru dengan jumlah oksigen yg digunakan oleh tubuh.

2. Metode Termodilusi (Kateter Sma Ganz)


Curah jantung / cardiac index ditentukan oleh komponen:
 HR dan irama  irama jantung bisa menyebabkan curah jantung normal. Irama normal: sinus. Sinus bradikardia
dan takikardia bisa mempengaruhi CO.
 Preload  beban awal pengisian; banyaknya darah yg masuk ke jantung.
 Afterload  beban akhir.
 Kontraktilitas  kemampuan otot jantung berkontraksi.
# gagal sistolik : gagal pengeluaran (penguncupan jantung), gagal diastolik : gagal pengisian darah di jantung
(pada kasus MCI).

Kategori penyebab curah jantung rendah


1. Tidak adekuat pengisian ventrikel (inadequate ventricular filling) : fungsi preload/diastoliknya jelek. Pada
keadaan :

56
 disritmia (gg irama, spt atrial vibrilation. Pengisian ventrikel terganggu krn 30% darah yg masuk ke ventrikel
diisikan oleh atrium, sedangkan 70%nya secara ototmatis. Jadi kalau atrium bermasalah, pengisian ventrikel jg
bermasalah),
 hipovolemia (volume darah sedikit, pengisiannya juga sedikit),
 temponade jantung,
 mitral dan trikuspidalis stenosis (tidak membuka sempurna sehingga darah yg ke ventrikel tidak adakuat, tjd gg
pengisian),
 perikarditis konstriktif (infeksi pd perikardium),
 Resktriktif kardiomiopati ( otot jantung tidak punya lagi kemampuan, disebut dilated cardiomiopati, cth pada
ps DM, hipertensi lama).
2. Tidak adekuat ejeksi ventrikel (inadequate ventricular ejection) : gangguan pada pengeluaran darah. pengisian
jelek, pengeluaran pasti jelek. Terjadi pada keadaan:
 mitral & trikuspidalis regurgitasi (tidak mampu menutup sempurna. Tjd pada saat sistolik. Bisa membuat darah
balik ke atrium atau refluks).
 Infark miokard (otot jantung sudah mati. Pengisian tidak dapat lg dilakukan dgn baik krn otot yg telah mati
pasti tidak elastis lagi, sehingga pengeluaran jg tidak adekuat).
 Peningkatan Afterload (hipertensi, aorta/pulmo stenosis).
Rumus:

TD = Curah Jantung x tahanan


perifer

Semakin tinggi TD, semakin darah gak keluar dari jantung.


 Penyakit miokard (miokarditis, cardiomiopati)
 Gg metabolik (hipoglikemia, hipoksia, asidosis berat).
 Inotropik negatif (beta bloker, calsium bloker, antagonis). Kalau dapat obat ini, curah jantung jadi jelek.
Diberikan pd org yg denyut jantungnya tinggi.

Cardiac Index
CI diperoleh dari hasil bagi curah jantung dengan luas permukaan tubuh (Body Surface Area). Menjadi indikator tepat
utk menentukan kebutuhan curah jantung. Normalnya: kira2 2,5-4,3 L/menit/m2 permukaan tubuh.
Peningkatan Curah jantung / cardiac index:
 semua faktor yang meningkatkan denyut jantung (HR) dan kontraktilitas dan penurunan Afterload dapat
berkontribusi terhadap peningkatan Curah Jantung (Cardiac Output).
 Status hiperdinamik seperti pada sepsis, anemia, kehamilan, krisis hipertiroid dapat menyebabkan nilai CO
meningkat.

57
 Peningkatan HR adalah komponen besar status hiperdinamik. Pada sepsis berkurangnya afterload juga
brkontribusi thd peningkatan curah jantung.

Komponen Curah Jantung


1. Heart Rate dan irama
Penurunan HR terjadi karena:
 Stimulasi parasimpatis (stimulasi nervus vagus, misalnya: valsava manuver saat BAB, muntah, batuh,
penghisapan).
 Gangguan Konduksi (khususnya blok AV derajat II dan III, obat menurunkan HR misalnya: digitalis, beta
bloker, bloker kalsium antagonis dan non epinefrin)
 Atlit (sering HRS istirahat di bawah 60x/menit tanpa penurunan curah jantung)
 Jika HR turun pasien dapat mengalami penurunan kesadaran, oliguria, hipotensi, CRT memanjang, nyeri
dada.

Peningkatan HR:
 Stress, cemas, nyeri dan kondisi yg mengakibatkan pelepasan cethokelamin (hipovolemia, demam, anemia,
hipotensi dan menyebabkan takikardi).
 Obat yg mempunyai efek chronotropic positif termasuk epinefrin, dan dopamin.
 Peningkatan HR sebagai indikasi peningkatan kebutuhan oksigen otot jantung.

Irama
 Disritmia; SVT dan Atrial Fibrilasi atau Flutter
 Kehilangan atrial kick berkontribusi thd curah jantung, 20-40% artrium berperan mengisi volume ventrikel
 SVT dan disritmia atrium secara signifikan berdampa pada volume sekuncup (stroke volume)

Stroke Volume (Volume Sekuncup)


Mrpk jumlah darah yg dikeluarkan dari jantung setiap 1 kali kontraksi. Rata2 : 60-100ml.

Tergantung pada :
 Preload : beban awal; mekanisme Frank Starling.
 Afterload: beban akhir; persamaan Laplace.

58
 Kontraktilitas jantung

Fraksi Ejeksi
Mrpk volume akhir diastolik yg dikeluarkan selama sistolik (tergantung irama). dua pertiga volume darah dalam
ventrikel pada akhir diastolik dikeluarkan selama sistolik. Normal Ejection Fraction: 50-70% (indikator fungsi pompa
sistolik). Digunakan utk tau fungsi sistolik bagus/tidak, dilihat di ekokardiografi.
Volume akhir sistolik adalah darah yg tersisa pada ventrikle pada akhir sistolik. Disfungsi fungsi ventrikel menghambat
kemampuan pengosongan ventrikel sehingga mengurangi volume sekuncup dan fraksi ejeksi, yg berakibat pada
peningkatan volume sisa di ventrikel (gagal jantung).
Indikator Klinis Preload:
1. Right Ventriculare Preload (CVP / RAP)
 Menjelaskan beban awal jantung kanan, atau tekanan akhir diastolik ventrikel kanan. Normalnya adalah 2 – 10
cmH2O.
 Nilai CVP (Central Venous Pressure) dan RAP (Right Atrial Pressure) meningkat mjd indikator overload cairan dan
cardiac tamponade
 RAP diukur utk mengkaji fungsi ventrikel kanan, status volume intravaskular dan respon thd cairan dan
pemberian obat.
2. Left Ventriculare Preload (PAOP, PCWP, atau LAP)
 Left Ventriculare Preload atau left ventriculare end diastolic pressure normalnya adalah 8-12 mmHg.
 PAOP (Pulmonary Artery occlusion Pressure), PCWP (Pulmonary Capillary Wedge Pressure), PAWP (Pulmonary
Artery Wedge Pressure), LAP (Left Atrial Pressure).
 PAOP/LAP meningkat krn volume intravaskular overload dan cardiac temponade, LV disfungsi, cardiomiopati.

Indikator Klinis Afterload


 Afterload tidak bisa diukur scr langsung spt preload. Parameter hemodinamik keseluruhan dikalkulasikan
berdasarkan pengukuran variable lain.
 Nurse critical care perlu mengetahui dasar2 pengetahuan variabel yg mana yg masuk ke dalm kalkulasi
 Pengetahuan dasar ini utk memahami bgmn hubungan parameter hemodinamik.

Indikator Klinis Afterload:


1. SVR (Systemic Vasculare Resistancy)

59
Normalnya : 800 – 1200 dynes/sec/m2. Jika SVR meningkat, tahanan ventrikel kiri akan meningkat untuk
mengeluarkan darah. SVR meningkatkan respon dari hipertensi sitemik dan curah jantung rendah.
Jika SVR menurun, tahanan ventrikel kiri berkurang thd pengeluaran darah. Misalnya: respon patologis infeksi, spt
sepsis, demam.

2. PVR (Pulmonary Vasculare Resistancy)


Normal: 100-250 dynes/sec/cm-5, PVR lebih rendah dari SVR. PVR meningkat karena respon dari ketegangan pada
ventrikel kanan. Jika ketegangan ventrikel kanan tidak berkurang, kecepatan pengisian ventrikel kanan akan gagal.
Kegagalan ventrikel kanan menyebabkan berkurangnya pemasukan darah ke paru dan ventrikel kiri.

Parameter Hemodinamik

60
61
Metode Pemberian Obat Area Keperawatan Kritis

Cara pemberian :
Terapi Titrasi
Penggunaan syringe pump dan infus pump

Terapi Titrasi
Tujuan: memberikan obat atau carian secara bertahap, step by step, menyesuaikan dgn respon yg dikehendaki.
Dosis:
 mcg/kbBB/menit
 mcg/kgBB/jam

62
 mcg/menit
 mg/jam
 mg/menit

1. Dopamin

Cth Perhitunga Dopamin:

Cth Pemberian Dopamin:

2. Dobutamin (Dobutrex)

63
Cth perhitungan :

Dobutamin

Soal:
Hitung pemberian Dobutamin:
10 mcg/kgBB/menit
BB 55 kg
Berapa setting syringe pump....?????

3. Nitrogliserin (NTG)

Contoh Titrasi NTG:

64
NTG dalam perhitungan mg:

4. Cedocard (Isosorbit Dinitrat)


*perhitungan sama dgn NTG

5. Aminophylin

6. Morfin

65
Pemberian morfin dgn pengenceran 10mg/50 cc

Pemberian morfin dengan pengenceran 50 mg/50cc

Dosis Morfin (Latihan)

7. Milrinone

8. Amiodaron (Cordaron)

9. Vascon (Non Epinefrine)

66
10. Perdipine

Soal:
Hitung
Dosis 0.05 mcg/kgBB/menit
BB 40 kg
Berapa setting syringe pump....?

11. Furosemide

67

Anda mungkin juga menyukai