Anda di halaman 1dari 69

11

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat

2.1.1 Definisi Keperawatan Gawat Darurat

Keperawatan gawat darurat adalah suatu bentuk rangkaian

kegiatan praktik keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan oleh

perawat yang kompeten, terlatih dan terdidik untuk memberikan

asuhan keperawatan kepada pasien yang mengalami kasus gawat

darurat baik yang ada di ruangan gawat darurat, ruang rawat inap,

ruang ICU atau ruangan lainnya. Keadaan gawat darurat adalah suatu

kondisi yang mengancam nyawa pasien bila tidak mendapatkan

pertolongan. Sedangkan keadaan darurat adalah suatu kondisi pasien

yang membutuhkan pertolongan atau tindakaan dengan segera untuk

menghilangkan ancaman nyawa pasien tersebut. (Nursdin, 2020)

Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan

tindakan klinis segera guna penyelamatannyawa dan pencegahan

kecacatan lebih lanjut (Permenkes RI, 2016). Gawat darurat adalah

keadaan yang mengancam nyawa yang harus dilakukan tindakan

segera untuk menghindari kecacatan bahkan kematian korban

(Hutabarat & Putra, 2016).


12

2.1.2 Tujuan penanggulangan Gawat Darurat

Greenberg, (2008) menjelaskan bahwa Tujuan penanggulangan

gawat darurat adalah :

2.1.2.1 Mencegah kematian dan cacat pada pasien gawat darurat,

sehingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam

masyarakat.

2.1.2.2 Merujuk pasien gawat darurat melalui sistem rujukan untuk

memperoleh penanganan yang lebih memadai.

2.1.2.3 Penanggulangan korban bencana.

2.1.3 Skema Penanggulangan Bencana atau Kecelakaan

Orang awam
Polis IGD ICU Bangsal
i

Korban

Pra RS Ambulan RS Meninggal / UURM / meninggal


Gawat pulang
Darurat

2.1 Skema Penanggulangan Bencana atau Kecelakaan

Melihat skema di atas maka nasib korban tergantung pada :

1. Kecepatan ditemukannya korban

2. Kecepatan diminta tolong

3. Kecepatan dan kualitas penolong.


13

2.1.4 Sistem Pengelolaan / Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu

(SPGDT)

Suatu metode yang digubakan untuk penanganan korban

yang mengalami kegawatan dengan melibatkan semua unsur yang

ada.

2.1.4.1 Fase Pra RS

Fase ini keberhasilan penanggulangan gawat darurat

tergantung beberapa komponen :

a. Komunikasi

1. Dalam komunikasi hubungan yang sangat

diperlukan adalah :

a) Pusat komunikasi ambulan gawat darurat

b) Pusat komunikasi ke RS

c) Pusat komunikasi polisi

d) Pusat komunikasi pemadam kebakaran

2. Untuk komunikasi fasilitas pager, radio, telepon,

telepon genggam.

3. Tugas pusat komunikasi adalah :

a) Menerima permintaan penolong

b) Mengirim ambulan terdekat

c) Mengatur dan memonitor rujukan penderita

gawat darurat
14

d) Memonitor kesiapan rumash sakit yaitu utama

unit gawat darurat dan ICU

b. Pendidikan

1. Pada orang awam

Pada orang awam adalah orang pertama yang

menemukan korban atau pasien yang mendapat

musibah atau trauma. Mereka adalah pramuka,

PMR, guru, ibu rumah tangga, pengemudi dan

lainnya. Kemampuan yang harus dimikili :

a) Mengetahui cara mintak tolong misalnya

menghubungi melalui telepon ke 118.

b) Mengetahui cara resusitasi jantung paru.

c) Mengetahui cara menghentikan pendarahan.

d) Mengetahui cara memasang pembalut atau bidai.

e) Mengetahui cara transportasi yang baik.

2. Pada orang awam khusus

Yang termasuk disini adalah orang awam yang

telah mendapatkan pengetahuan cara

penanggulangan kasus gawat darurat sebelum

korban dibawa ke rumah sakit atau ambulan datang.

Kemampuan yang harus dimiliki orang awam khusus

adalah :

a) Mengetahui tanda – tanda persalinan


15

b) Mengetahui penyakit pernafasan

c) Mengetahui penyakit jantung

d) Mengetahui penyakit persarafan

e) Mengetahui penyakit anak dan yg lainnya.

3. Pada perawat

Perawat harus mampu menanggulangi

penderita gawat darurat dengan gangguan :

a) Sistem pernafasan

b) Sistem sirkulasi

c) Sistem vaskuler

d) Sistem saraf

e) Sistem pencernaan

f) Sistem perkemihan

g) Sistem integumen

h) Sistem endokrin

i) Sistem muskuluskeletal

j) Sistem pengindraan

c. Transportasi

1. Syarat Transportasi penderita

a) Penderita gawat darurat siap ditransportasi bila :

gangguan pernafasan dengan kardovaskuler telah

di tanggulangi, pendarahan harus dihentikan, luka


16

harus ditutup, patah tulang apakah harus di

fiksasi.

b) Selama transportasi harus memonitor : kesadaran,

pernafasan, tekanan darah dan denyut nadi,

daerah perlukaan.

c) Syarat Kendaraan : penderita dapat terlentang,

cukup luas untuk lebih dari dua pasien dan

petugas dapat bergerak, cukup tinggi sehingga

petugas dapat berdiri dan infus lancar, dapat

melakukan komunikasi ke sentral komunikasi dan

rumah sakit, identitas yang jelas.

d) Syarat alat yang harus ada yaitu resusitasi,

oksigen, alat hisap, obat – obatan, dan infus, balut

dan bidai, tandu, EKG transmiliter, inkubator,

dan alat – alat persalinan.

e) Syarat Personal yaitu : duaorang perawat yang

dapat mengemudi, telah mendapat pendidikan

tambahan gawat darurat, sebaiknya diasramakan

biar lebih mudah dihubungi.

f) Cara transportasi

1) Tujuan memindahkan penderita dengan cepat

tapi selamat
17

2) Kendaraan penderita gawat darurat harus

berjalan berhati – hati dan menaati peraturan

lalu lintas.

2.1.4.2 Fase Rumah Sakit

1. Puskesmas

Ada puskesmas yang buka selama 24 jam dengan

kemampuan :

a. Resusitasi

b. Menanggulangi fase gawat darurat baik medis

maupun pembedahan minor

c. Dilengkapi dengan laboratorium

d. Personal yang dibutuhkan satu dokter umum, dua

sampai tiga perawat dalam satu shif.

2. Instalasi Gawat Darurat (IGD) atau Unit Gawat Darurat

(UGD).

Berhasil atau gagalnya suatu IGD atau UGD tergantung

pada:

a. Keadaan penderita di IGD

b. Keadaan gedung IGD dirancang sedemikian rupa


18

c. Kualitas dan kuantitas alat – alat serta obat – obatan

2.1.4.3 Pembiayaan

Pembiayaan perawatan pasien gawat darurat antara

lain berasal dari:

1. Asuransi Jasa Raharja

2. Askes Pegawai Negeri

3. Askes / jamsostek

4. Dana Sehat

5. Subsidi pemerintah

2.1.5 Prinsip – Prinsip Penanggulangan Korban Gawat Darurat

Prinsip Utama adalah memberikan pertolongan pertama pada

korban. Pertolongan pertama adalah pertolongan yang diberikan saat

kejadian atau bencana terjadi di tempat kejadian.

2.1.5.1 Tujuan pertolongan pertama

1. Menyelamatkan kehidupan

2. Mencegah kesakitan lebih parah

3. Meningkatkan pemulihan

2.1.5.2 Tindakan prioritas penolong

1. Ambil alih situasi

2. Minta bantuan pada orang sekitar

3. Kaji bahaya lingkungan

4. Yakinkan area aman bagi penolong dan korban


19

5. Kaji korban secara cepat untuk masalah mengancam

kehidupan

6. Berikan pertolongan pertama untuk kondisi yang

mengancam kehidupan

7. Kirim seseorang untuk memanggil polisi atau ambulan.

2.1.5.3 Mengontrol area

1. Kecelakaan kendaraan bermotor yang harus dilakukan :

pelanggaran merokok, mencegah kerumunan, minta

pertolongan orang lain.

2. Kecelakaan listrik yang harus dilakukan : putuskan

hubungan listrik dengan kayu atau lainnya, jaga jarak

dengan korban sampai korban berada di area yang aman.

3. Gas, asap dan ga beracunn maka pindahkan pasien.

4. Kebakaran yang harus dilakukan adalah menjauhkan pasien

dari api.

2.1.5.4 Sikap penolong

1. Jangan panik

2. Bersikap tenang

3. Cekatan dalam melakukan tindakan


20

4. Jangan terburu – buru memindahkan pasien dari tempat

sebelum dipastikan sarana angkutan yang memadai.

5. Hal – hal yang harus diperhatikan terhadap korban atau

pasien adalah :

a. Pernafasan dan denyut nadi.

b. Perdarahan

c. Syok

d. Cegah aspirasi terhadap muntah dan atur posisi pasien

e. Bila terjadi fraktur maka lakukan pembidaian.

Tabel 2.1. Pengelompokan Klien Gawat Darurat

Kategori Skala Prioritas Kasus

1 Tidak sadar

2 Sumbatan jalan nafas

atau henti nafas

3 Henti jantung

I Prioritas utama Pasien 4 Perdarahan hebat

5 Syok

6 Reaksi insulin

7 Mata terkena bahan

kimia

II Prioritas Kedua Pasien 1 Luka bakar

2 Fraktur Mayor
21

3 Injuri tulang belakang

1 Fraktur minor

2 Perdarahan minor

3 Keracunan obat –
III Prioritas Ketiga Pasien
obatan

4 Percobaan bunuh diri

5 Gigitan binatang

2.1.5

2.1.6 Aspek Legal Keperawatan Gawat Darurat

2.1.6.1 Doktrin Gawat Darurat

Kebanyakan pasien di unit gawat darurat dapat

memberikan (Expressed Consent)mereka, secara oral atau

tertulis untuk pengobatan. Consent ini berdasarkan informasi

yang diberikan pada pasien sehubungan dengan pengobatan.

2.1.6.2 Protokol Penanganan

Banyak institusi rumah sakit yang mengizinkan perawat

dan personil kesehatan terkait lainya, seperti paramedis,

untuk mengalami situasi yang mengancam jiwa (seperti

aritmia yang mengancam jiwa atau henti jantung) dalam


22

keadaan tidak adanya dokter, berdasarkan pedoman atau

protokol penanganan yang telah disepakati. Protokol-protokol

penanganan ini adalah tiap-tiap langkah (step-by- step)

petunjuk untuk penanganan situasi gawat darurat yabg

spesifik.

2.1.6.3 Tugas Untuk Merawat

Aturan legal saat ini mengindikasikan bahwa unit

gawat darurat harus memberikan penanganan untuk mesua

yang memerlukannya. Setiap unit gawat darurat harus

mengembangkan petunjuk atau protokol yang spesifik

sehubungan dengan tugas untuk merawat, dan semua staff

harus menyadari aturan – aturan ini.

2.1.6.4 Consolidate Omnibus Budget Reconciliation Act

COBRA dikenal sebagai hukum “antidumting” adalah

bagian dari (Sosial Security Act) yang mengaplikasikan pada

semua rumah sakit yang memberikan beberapa jenis

pelayanan gawat darurat.

2.1.6.5 Confidentiality

Secara etik dan legal, perawat unit gawat darurat

memiliki obligasi untuk menghargai hak – hak pasien akan

privasi dan untuk menyimpan informasi rahasia yang di

komunikasikan pasien.

2.1.6.6 Obligasi untuk melaporkan penyakit atau trauma spesifik


23

Untuk keuntungan masyarakat seutuhnya, pelaporan

tentang negara. Perawat unit gawat darurat harus familiar

dengan kondisi – kondisi ini dan melaporkan protokolnya,

karena mungkin bervariasi di setiap negara.

2.1.6.7 Dokumentasi komunikasi advance

(Advence direction)instruksi advenceadalah dokumen

dimna individu melakukan sesuatu yang telah direncanakan

ketika masih kompeten untuk mengungkapkan keputusan

mereka sehubungan dengan penanganan perawatan

kesehatan. Dokumen – dokumen ini akan efektif ketika

individu tidak lagi mampu untuk membuat keputusan –

keputusan tersebut.

2.1.6.8 Hukum – hukum koroner

Kecurigaan atau kriminalitas kematian harus dilaporkan

pada ahli koronen atau pemeriksa medis. Sebagai tambahan,

jenis – jenis kematian yang biasanya dilaporkan adalah

kematian dimana korban tidak di bawa kedokter dalam 24

jam sebelum kematian; kematian tidak terduga akibat

pembedahan; bayi lahir mati; kematian akibat kecelakaan;

tenggelam, atau alkoholisme akut, overdosis obat; atau

kematian yang di sebabkan oleh penyakit infeksi.

2.1.1
24

2.1.2

2.1.3

2.1.4

2.1.5

2.1.6

2.1.7 Konsep Triase

2.1.7.1 Pengertian Triase

Triase adalah suatu proses penggolongan pasien

berdasarkan tipe dan tingkat kegawatan kondisinya. Triase

juga diartikan sebagai suatu tindakan pengelompokan

penderita berdasarkan pada beratnya cidera yang

diprioritaskan ada tidaknya gangguan Airway (A),

Breathing (B), dan Circulation (C) dengan

mempertimbangkan sarana, sumber daya manusia, dan

probabilitas hidup penderita (Kartikawati, 2011).

2.1.7.2 Tujuan Triase

Tujuan triase antara lain :

a. Mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa

b. Memprioritaskan pasien menurut kondisi keakuratannya

c. Menempatkan pasien sesuai dengan keakutannya

berdasarkan pada pengkajian yang tepat dan akurat

d. Menggali data yang lengkap tentang keadaan pasien

(Kartikawati, 2011).
25

2.1.7.3 Prinsip Triase

Prinsip triase adalah sebagai berikut :

a. Triase harus dilakukan dengan segera dan singkat

b. Kemampuan untuk menilai dan merespons dengan cepat

kemungkinan yang dapat menyelamatkan pasien dari

kondisi sakit atau cedera yang mengancam nyawa dalam

departemen gawat darurat

c. Pengkajian harus dilakukan secara adekuat dan akurat

d. Keakuratan dan ketepatan data merupakan kunci dalam

proses pengkajian

e. Keselamatan dan keefektifan perawatan pasien dapat

direncanakan jika terdapat data dan informasi yang

akurat dan adekuat

f. Tanggung jawab yang paling utama dari proses triase

yang dilakukan perawat adalah keakuratan dalam

mengkaji pasien dan memberikan perawatan sesuai

dengan prioritas pasien (Kartikawati, 2011).

2.1.7.4 Klasifikasi Triase

Pada triase pasien akan dibagi ke dalam 4 kategori,

yaitu :
26

a. Emergency Pasien dalam kategori ini harus mendapat

prioritas pertama. Pasien ini ditanggulangi segera dengan

tindakan yang tepat seperti gangguan breathing, syok

hemorhagik, syok Anafilatik/ Neurogenik dan Infark

miokard akut.

b. Urgent Pasien dalam kategori ini harus sudah

ditanggulangi dalam beberapa jam. Termasuk pasien

yang secara fisiologis stabil, tetapi memburuk bila tidak

ditanggulangi dalam beberapa jam, seperti cedera spinal,

appendisitis, cholesistitis.

c. Non- Urgent Masuk dalam kategori ini pasien-pasien

yang dapat berjalan. Mereka termasuk pasien yang

cedera hemodinamik stabil tetapi dengan cedera yang

nyata, seperti laserasi kulit, demam, fraktur tulang

pendek dan sendi.

d. Mati / Nonsalvageable Sudah tidak bernapas meskipun

telah dibebaskan jalan napasnya. Seperti cedera berat,

perdarahan masif, luka bakar lebih dari 90%

dikategorikan di grey area yang tidak jelas dapat

bertahan hidup atau tidak meskipun telah dilakukan

resusitasi dan tindakan maksimum (Pusponegoro, 2016).

Prioritas pemberian warna juga dilakukan untuk memberikan

penilaian dan intervensi penyelamatan nyawa. Intervensi biasa


27

digunakan untuk mengidentifikasi injury. Mengetahui tindakan

yang dilakukan dengan cepat dan tepat memberikan dampak

signifikan keselamatan pasien. Hal ini disebut dengan intervensi life

saving. Berikut beberapa warna yang sering digunakan untuk

triase :

a. Warna merah digunakan untuk menandai pasien yang harus

segera ditangani atau tingkat prioritas pertama. Warna merah

menandakan bahwa pasien dalam keadaan mengancam jiwa

yang menyerang bagian vital. Pasien dengan triase merah

memerlukan tindakan bedah dan resusitasi sebagai langkah awal

sebelum dilakukan tindakan lanjut, seperti operasi atau

pembedahan. Pasien bertanda merah, jika tidak segera ditangani

bisa menyebabkan kematian. Berikut termasuk prioritas pertama

(warna merah) di antaranya adalah henti jantung, perdarahan

besar, henti napas, gagal jantung, dan pasien tidak sadarkan diri.

b. Warna kuning Pasien yang diberi tanda kuning juga berbahaya

dan harus segera ditangani. Hanya saja, tanda kuning menjadi

tingkat prioritas kedua setelah tanda merah. Dampak jika tidak

segera ditangani, akan mengancam fungsi vital organ tubuh

bahkan mengancam nyawa. Misalnya pasien yang mengalami

luka bakar tingkat II dan III kurang dari 25% mengalami trauma

thorak, trauma bola mata, dan laserasi luas.


28

c. Warna hijau merupakan tingkat prioritas ketiga. Warna hijau

mengisyaratkan bahwa pasien hanya perlu penanganan dan

pelayanan biasa. Pasien tidak dalam kondisi gawat darurat dan

tidak dalam kondisi terancam nyawa. Pasien yang diberi

prioritas warna hijau menandakan bahwa pasien hanya

mengalami luka ringan atau sakit ringan, misalnya luka

superfisial. Penyakit atau luka yang masuk ke prioritas hijau

adalah fraktur ringan disertai perdarahan. Pasien yang

mengalami benturan ringan atau laserasi, histeris, dan

mengalami luka bakar ringan juga termasuk ke prioritas ini.

d. Warna hitam digunakan untuk pasien yang memiliki

kemungkinan hidup sangat kecil. Biasanya, pasien yang

mengalami luka atau penyakit parah akan diberikan tanda hitam.

Tanda hitam juga digunakan untuk pasien yang belum

ditemukan cara menyembuhkannya. Salah satu hal yang dapat

dilakukan untuk memperpanjang nyawa pasien adalah dengan

terapi suportif. Warna hitam juga diberikan kepada pasien yang

tidak bernapas setelah dilakukan intervensi life saving. Adapun

yang termasuk kategori prioritas warna hitam antara lain pasien

yang mengalami trauma kepala dengan otak keluar, spinal

injury, dan pasien multiple injury (Mardalena, 2016).

2.1.8 Konsep Asuhan Keperawatan Gawat Darurat

2.1.8.1 Pengkajian Keperawatan Kegawatdaruratan


29

1. Primary Survey

a. Danger. Mengkaji respon klien, melihat tingkat

kesadaran klien dengan AVPU (alert-verbal-pain-

unresponsive), dimana alert menunjukkan klien sadar

penuh, verbal: klien berespon pada stimulus suara

yang diberikan disisi telinga klien, pain: klien

berespons terhadap stimulus nyeri, unresponsive.

klien tidak berespons terhadap stimulus suara

ataupun nyeri yang diberikan.

b. Airway: Melihat jalan nafas klien paten ataukah ada

sumbatan, dengan memperhatikan kondisi dari arca

centical klien. Lakukan tindakan yang diperlukan jika

didapati sumbatan jalan nafas, dengan head title chin

lift, jaw thrust, atau membuka jalan nafas dengan

memasang cenical collar, melakukan suction,

memasang ETT. nasofaring. orofaring, combitube,

cricothyrotonry yang dilakukan oleh penolong untuk

mempertahankan kepatenan jalan napas

c. Breathing: Penolong melakukan cek pernafasan

dengan look-listen-feel. memasukan yenuilasi klien

adekuat, mengkaji jika klien mengalami distres

pernafasan dan memastikan pemenuhan kebutuhan


30

oksigensasi dengan pemberian terapi oksigenasi yang

tersedia

d. Circulation: Kaji nadi klien, capilary refill time

(perfusi klien), ada tidaknya perdarahan, wama dan

akral kulit klien. Pertimbangkan bantuan hidup dasar

(resusitasi jantung paru), defibrilasi, mengontrol

perdarahan, pemberian bantuan IV line, melakukan

elevasi baka mencegah terjadinya syok pada klien.

e. Disability: Penolong melakukan pengkajian tentang

kondisi neurologis dan adanya trauma neurologis

klien, dengan melihat kesadaran kien (GCS),

mengkaji kemampuan gerak klien, kondisi latelarisari

pupil reflek pupil, reflek terhadap cahaya, serta

melakukan stabilisasi.

f. Exposure: Penolong mengkaji klien secara cepat dan

menyeluruh dari kepala hingga ujung kaki dengan

melepas pakaian klien untuk melihat trauma yang

terjadi di sekujur tubuh klien dengan tetap

mempertahankan privasi klien dan thermoregulasi

klien (menjaga panas tubuh klien).

2. Secondary Survey
31

a. Riwayat kesehatan

Penolong menanyakan secara detail tentang

kesehatan klien sebelum kondisi sekarang dengan

SAMPLE.

b. Tanda-tanda vital

Melakukan pengkajian lebih lanjut vital sign

lebih detail (nadi, respirator rate, tekanan darah,

suhu tubuh, saturasi oksigen, GCS, rekam EKG.

kadar gula darah).

c. Pemeriksaan fisik

Melakukan pemeriksaan fisik yang lengkap

head to toe.

2.1.8.2 Diagnosis Dan Intervensi Keperawatan Kegawatdaruratan

Diagnosis pada keperawatan kegawatdaruratan

berfokus pada prioritas masalah yang mengancam jiwa

klien, dimana proses identifikasi masalah kegawatan

airway-breathing dan circulation yang dialami oleh klien di

identifikasi secara menyeluruh dan dilakukan prioritas

intervensi. Intervensi yang dilakukan dalam proses

keperawatan kegawatdaruratan bersifat sirmultan dan

interaktif, dimana seluruh aktivitas terapeutik yang

dilakukan oleh tim kegawatdaruratan berfokus pada

mengatasi masalah yang dihadapi oleh klien.


32

Saat pengkajian dan intervensi keperawatan bisa

dilakukan dalam waktu yang hampir bersamaan, baik yang

bersifat: intervensi mandiri yang bisa dilakukan oleh

perawat tanpa adanya pengawasan dari yang lain, intervensi

dependen (intervensi delegatif) yang dilakukan oleh perawat

dengan adanya instruksi tertulis dari profesional kesehatan

yang lain (ex. pemberian obat-obatan, intravenous,

menetapkan pemasangan ETT, dll), intervensi

interdependen (kolaboratif) yang dilakukan oleh perawat

setelah berkonsultasi dengan proes kesehatan lainnya sesuai

dengan protokol di IGD (ex.. pemberian terapi oksigenasi

dengan bantuan alat tertentu, pemasangan 2 line

intravenous, Sehingga evaluasi atau reasessment dapat juga

dilakukan bersamaan pada saat intervensi (Kurniati et. al.,

2018).

2.1.8.3 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Kegawatdaruratan

Perawat dalam mengimplementasikan rencana asuhan

keperawatan kegawatdaruratan berdasarkan pengkajian,

masalah klien, dan kriteria hasil yang diharapkan untuk

stabilisasi jalan nafas, pernafasan, sirkulasi klien, dengan

tetap memperhatikan standar praktik keperawatan gawat

darurat yang telah ditetapkan. Sehingga bisa dijelaskan

bahwa pengkajian, peneetapan kriteria hasil dan intervensi,


33

implementasi tindakan kegawatdaruratan serta reasessment

(evaluasi) keberhasilan tindakan dilakukan oleh perawat

secara simultan. Proses evaluasi atau reassessment pada

keperawatan kegawatdaruratan dilakukan oleh tim secara

terus menerus "ongoing assessment", hal ini di karena kan

kondisi kegawatan dari klien tidak dapat diprediksi dan

sewaktu-waktu memiliki perubahan yang cepat sesuai

dengan tingkat kegawatan dari klien yang kita rawat.

Perawat dalam melakukan reasessment dilakukan di sisi

klien (bedside monitoring), karena membutuhkan

pemantauan yang sangat ketat, jika pada saat pemantauan

didapatkan kondisi klien yang semakin memburuk, maka

perawat mampu mengkonsulkan dan mengusulkan alternatif

perawatan yang berfokus terhadap kesembuhan atau

kebaikan dari klien kepada tim, sehingga komunikasi antar

tenaga tim kesehatan kegawatdaruratan menjadi kunci

penting dalam keberhasilan asuhan keperawatan

kegawatdaruratan bagi sebuah kasus atau klien. (Kurniati et

al.2018)

2.2 Konsep Dasar Gagal Jantung Kongestif (CHF)


34

2.2.1 Definisi Gagal Jantung kongestif (CHF)

Gagal jantung adalah kondisi kronis dan progresif dimana otot

jantung tidak mampu untuk memompa darah keseluruh tubuh. Gagal

jantung merupakan sindrom klinik yang komplek dimana terjadi

gangguan struktur dan fungsi ventrikel dalam proses pengisian

maupun pemompaan darah. (Riza Fikriana, 2018). Gagal jantung

kongestif (CHF) adalah sindrome klinis (sekumpulan tanda dan

gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat aktivitas)

yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal

jantung dapat disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan

terjadinya penguranga pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan

atau kontaktilitis miokardial (disfungsi sistolik). (Sudoyo Aru, dkk

2009). Gagal jantung merupakan sebuah sindrome klinis dimana

jantung mengalami kegagalan dalam menjalankan tugasnya baik

dalam pengisian ventrikel ataupun mengejeksi darah untuk memenuhi

kebutuhan perfusi jaringan yang disebabkan oleh kerusakan struktural

dan atau fungsional. Gagal jantung ditandai oleh gejala dan tanda

yang khas. Gejala yang dijumpai antara lain adalah sesak napas,

pembengkakan pergelangan kaki dan kelelahan, sedangkan tanda yang

dijumpai berupa ronkhi pada paru dan suara jantung tambahan gallop.

(Sindhi Laksono, 2021).

Gagal jantung merupakan masalah kesehatan progresif

dengan angka motalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju


35

maupun negara berkembang. Sekitar lima juta orang di Amerika

Serikat menderita gagal jantung kongestif (CHF), dimana jumlah

tersebut didominasi oleh orang tua, dengan hampir 80% kasus terjadi

pada pasien diatas 65 tahun dengan angka kematian sekitar 45-50%

(O’Connor et al., 2009)

2.2.2 Etiologi Gagal Jantung Kongestif (CHF)

2.2.2.1 Hipertensi

Tekanan darah merupakan kekuatan yang dibutuhkan

untuk memeriksa darah keseluruh tubuh setiap kali. Jika

tekanan darah tinggi, maka hal ini dapat menyebabkan jantung

bekerja lebih keras untuk mengedarkan darah ke seluruh tubuh

dan otot jantung akan menebal secara otomatis untuk kinerja

yang meningkat tersebut. Jika ini terus berlangsung, maka

pada akhirnya jantung terlalu terbebani dan tidak lagi kuat

untuk mengendalikan darah secara efektif. Otot-ototnya

menjadi lemah atau bisa juga menjadi kaku.

2.2.2.2 Penyakit jantung koroner dan serangan jantung

Kondisi ini membuat pasokan darah dan oksigen ke

jantung menurun akibat menyempitnya arteri oleh tumpukan

lemak. Saat pembuluh darah ke otot jantung benar-benar

tersumbat dan aliran oksigen ke seluruh bagian jantung

menjadi terputus, terjadilah serangan jantung. Serangan


36

jantungdapat membuat daya pompa jantung melemah atau

bahkan menyebabkan kerusakan permanen pada dinding otot

jantung.

2.2.2.3 Kardiomiopati ataukerusakan padaotot jantung

Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko

seseorang mengalamikardiomiopati, di antaranya adalah genetik

atau keturunan, penggunaan obat-obatan kemoterapi,

penyalahgunaan narkoba, kecanduan alkohol, dan Infeksi.

2.2.2.4 Miokarditis atau radang jantung

Penyakit ini kadang-kadang dapat berkembang dan

mengarah pada gagal jantung kiri. Umumnya, penyebab

miokarditis adalah infeksi virus.

2.2.2.4 kerusakan katup jantung 

 Katup jantung bekerja menjaga darah mengalir melalui

jantung tetap berada di jalur yang tepat. Jika katup jantung

rusak, maka aliran darah bisa terganggu. Hal ini

mengakibatkan beban kerja pada otot jantung.

2.2.2.5 Gangguan ritme jantung

Kondisi ini dapat menyebabkan ritme atau detak jantung

menjadi terlalu lambat atau terlalu cepat. Ritme yang terlalu

lambat akan mengurangi pasokan darah dari jantung ke

tubuh. Sedangkan ritme yang terlalu cepat, dapat membuat


37

jantung bekerja terlalu keras. Kedua kondisi ini lama-kelamaan

akan mengarah pada gagal jantung.

2.2.2.6 Aritma

Aritma adalah salah satu penyebab pemicu gagal jantung

aritma menimbulkan efek yang merusakkarena sejumlah

alasan. Takiaritma mengurangi periode waktu yang tersedia

untuk pengisian ventrikel. Selain itu, pada pasien penyakit

jantung iskemik takiaritma juga dapat menyebabkan disfungsi

miokardium iskemik. Pemisahan antara kontraksi ventrikel dan

atrial yang merupakan ciri khas bradiaritma dan takiaritmia

menyebabkan hilangnya mekanisme pemompa atrium

sehingga tekanan darah arteri jadi naik. Kinerja jantung

semakin rusak karena hilangnya kontraksi ventrikel yang

sinkron pada aritmia yang disebabkan oleh konduksi tidak

normal di dalam ventrikel. Bradikardia yang disebabkan

blokade atrioventrikel dan bradiaritmia berat lainnya

menurunkan curah jantung, kecuali jika volume denyut naik

secara sebanding. Respons pengimbang ini tidak bisa terjadi

pada pasien dengan disfungsi miokardium yang serius atau jika

gagal jantung tidak terjadi.

2.2.2.7 Anemia
38

Saat seseorang mengalami anemia, maka tubuhnya

kekurangan oksigen yang didapat dari darah. Jika kondisi ini

tidak tertangani maka kerusakan pada organ-organ di

tubuhnya, termasuk jantung, dapat terjadi.

2.2.2.8 Aktivitas fisik berlebih

Pertambahan asupan sodium secara tiba-tiba (misalnya

dengan makan banyak), penghentian obat gagal jantung secara

tidak tepat, transfusi darah, aktivitas fisik berlebihan, panas

atau lembab berlebihan, serta krisis emosional dapat memicu

gagal jantung pada penderita dengan penyakit jantung yang

sebelumnya terkompensasi.

2.2.1 Klasifikasi Gagal jantung kongestif

Klasifikasi gagal jantung dapat dijabarkan melalui dua kategori

yakni kelainan struktural jantung atau berdasarkan gejala yang

berkaitan dengan kapasitas fungsional dari New York Association

(NYHA)

2.2.1.1 Berdasarkan kelainan struktural jantung

a. Stadium A

Memiliki risiko tinggi untuk berkembang menjadi

gagal jantung. Tidak terdapat gangguan struktural atau

fungsional jantung, dan juga tidak tampak tanda atau

gejala.
39

b. Stadium B

Telah terbentuk kelainan pada struktur jantung yang

berhubungan dengan perkembangan gagal jantung tapi

tidak terdapat tanda atau gejala.

c. Stadium C

Gagal jantung yang simtomatik berhubungan dengan

penyakit struktural jantung yang mendasari.

d. Stadium D

Penyakit jantung struktural, lanjut serta gejala gagal

jantung yang sangat bermakna muncul saat istirahat

walaupun sudah mendapat terapi famakologi maksimal

(refrakter).

2.2.1.2 Berdasarkan kapasitas fungsional (NYHA)

a. Kelas I

Tidak ada batasan Aktivitas fisik sehari-hari tidak

menimbulkan kelelahan, berdebar atau sesak nafas.

b. Kelas II

Terdapat batasan aktivitas yang bermakna. Tidak

terdapat keluhan saat istirahat, namun aktivitas fisik ringan

menyebabkan kelelahan, berdebar atau sesak nafas.


40

c. Kelas III

Terdapat batasan aktivitas yang bermakna. Tidak

terdapat kelelahan saat istirahat, namun aktivitas fisik

ringan menyebabkan kelelahan, berdebar atau sesak nafas.

d. Kelas IV

Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa keluhan.

Terdapat gejala saat istirahat. Keluhan meningkat saat

melakukan aktivitas.

2.2.2 Anatomi dan Fisiologi

Gambar 2.1 Anatomi jantung

Jantung memiliki ukuran sedikit lebih besar dari kepalan

tangan Anda, yakni sekitar 200 hingga 425 gram. Jantung terletak
41

antara paru-paru pada bagian tengah dada, pada bagian belakang

dan sedikit ke kiri tulang dada (sternum).

2.2.4.1 Perikardium

Jantung berada dalam rongga berisi cairan dengan

sebutan rongga perikardial. Dinding dan lapisan rongga

perikardial ini memiliki sebutan perikardium. Pada

gambar anatomi jantung, tampak perikardium berada pada

bagian tengah. Perikardium ialah sejenis membran serosa yang

menghasilkan cairan serous untuk melumasi jantung selama

berdenyut dan mencegah gesekan yang menyakitkan antara

jantung dan organ sekitarnya. Bagian ini juga berfungsi untuk

menyangga dan menahan jantung untuk tetap berada dalam

posisinya. Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan yaitu

epikardium (lapisan terluar), miokardium (lapisan tengah), dan

endokardium (lapisan dalam).

2.2.4.2 Serambi (atrium)

Bagian serambi atau atrium merupakan bagian

jantung atas yang terdiri dari serambi kanan dan kiri.

Serambi kanan berfungsi untuk menerima darah kotor dari

tubuh yang dibawa oleh pembuluh darah. Sedangkan

serambi kiri berfungsi untuk menerima darah bersih dari


42

paru-paru. Serambi memiliki dinding yang lebih tipis dan

tidak berotot, karena tugasnya hanya sebagai ruangan

penerima darah. Pada gambar anatomi jantung, tampak

serambi berada pada sisi kanan dan kiri jantung bagian

atas.

2.2.4.3 Bilik ventrikel

Sama seperti serambi, bilik atau ventrikel

merupakan bagian jantung bawah yang terdiri dari bagian

kanan dan kiri. Bilik kanan berfungsi untuk memompa

darah kotor dari jantung ke paru-paru. Sementara itu, bilik

kiri berfungsi untuk memompa darah bersih dari jantung

ke seluruh tubuh. Dinding bilik jauh lebih tebal dan

berotot ketimbang serambi karena bekerja lebih keras

untuk memompa darah baik dari jantung ke paru-paru,

maupun ke seluruh tubuh. Pada gambar anatomi jantung,

tampak ventrikel berada pada sisi kanan dan kiri jantung

bagian bawah.

2.2.4.4 Katup

Perhatikan gambar anatomi jantung, ada empat

katup yang menjaga aliran darah mengalir ke satu arah,

yaitu:
43

a. Katup trikuspid, mengatur aliran darah antara serambi

kanan dan bilik kanan.

b. Katup pulmonal, mengatur aliran darah dari bilik kanan

ke arteri pulmonalis yang membawa darah ke paru-paru

untuk mengambil oksigen.

c. Katup mitral, mengalirkan darah yang kaya oksigen

dari paru-paru mengalir dari serambi kiri ke bilik kiri.

d. Katup aorta, membuka jalan bagi darah yang kaya akan

oksigen dari bilik kiri ke aorta (arteri terbesar pada

tubuh).

2.2.4.5 Otot jantung

Merupakan gabungan dari otot lurik dan otot polos

yang berbentuk silindris dan memiliki garis terang serta

gelap. Pengamatan secara saksama menggunakan

mikroskop, maka akan tampak otot ini memiliki banyak

inti sel yang berada pada bagian tengahnya. Otot dalam

jantung bertugas untuk memompa darah ke seluruh tubuh.

Otot jantung merupakan otot terkuat karena mampu

bekerja terus menerus sepanjang waktu tanpa istirahat

untuk memompa darah. Jika otot ini berhenti bekerja,

maka sistem peredaran darah akan terhenti, sehingga

terjadilah kematian. Pada otot jantung ini terdapat siklus


44

jantung, yakni urutan kejadian yang terjadi saat jantung

berdetak. Berikut dua fase siklus jantung, yaitu :

a. Sistol, jaringan otot jantung berkontraksi untuk

memompa darah keluar dari ventrikel.

b. Diastol, otot jantung rileks terjadi pada saat pengisian

darah pada jantung

2.2.4.6 Pembuluh darah

Ada tiga pembuluh darah utama yang terdapat pada

jantung, yaitu :

a. Arteri

pembuluh darah jantung ini kaya akan oksigen

karena berfungsi darah ke sisi kiri otot jantung

(ventrikel dan atrium kiri).

b. Vena

Pembuluh darah yang satu ini membawa

darah yang miskin oksigen dari seluruh tubuh untuk

kembali ke jantung, ketimbang arteri yaitu vena

memiliki dinding pembuluh yang lebih tipis.

c. Kapiler

Pembuluh darah ini bertugas untuk

menghubungkan arteri terkecil dengan vena terkecil.


45

Dindingnya sangat tipis sehingga memungkinkan

pembuluh darah untuk bertukar senyawa dengan

jaringan sekitarnya, seperti karbon dioksida, air,

oksigen, limbah, dan nutrisi.

2.2.3 Patofisiologi gagal jantung kongestif

Kekuatan jantung untuk merespon sters tidak mencukupi

dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Jantung akan

gagal melakukan tugasnya sebagai organ pemompa, sehingga

terjadi yang namanya gagal jantung. Pada tingkat awal disfungsi

komponen pompa dapat mengakibatkan kegagalan jika cadangan

jantung normal mengalami payah dan kegagalan respon fisiologis

tertentu pada penurunan curah jantung. Semua respon ini

menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ

vital normal. Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga

mekanisme respon primer yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik

simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktifitas neurohormon,

dan hipertrofi ventrikel.

Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk

mempertahankan curah jantung. Mekanisme-mekanisme ini

mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada


46

tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini pada

keadaan normal (Ardiansyah, 2012). Mekanisme yang mendasari

gagal jantung meliputi gangguan kontraktilitas jantung yang

menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung

normal. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan

mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah

jantung.

Bila mekanisme ini gagal, maka volume sekuncup yang harus

menyesuaikan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang

dipompa pada setiap kontraksi, yang dipengaruhi oleh tiga faktor

yaitu perload (jumlah darah yang mengisi jantung), kontraktilitas

(perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel yang

berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar

kalsium), dan afterload (besarnya tekanan ventrikel yang harus

dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan

yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol). Apabila salah satu

komponen itu terganggu maka curah jantung akan menurun.

Kelainan fungsi otot jantung disebabkan karena

aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot

degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner mengakibatkan

disfungsi miokardium karena terganggu alirannya darah ke otot

jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam

laktat). Infark miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal


47

jantung. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)

meningkatkan beban kerja jantung pada gilirannya mengakibatkan

hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard)

dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan

meningkatkan kontraktilitas jantung.

Tetapi untuk alasan tidak jelas, hipertrofi otot jantung tadi

tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya akan terjadi

gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif

berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara

langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas

menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan

secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal

jantung ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan

edema paru akut. Karena curah ventrikel brpasangan atau sinkron,

maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan

penurunan perfusi jaringan (Oktavianus & Febriana, 2014).


48

2.2.4 Pathway gagal jantung kongestif


Gangguan aliran darah Arteriosklerosis Faktor sistemik Penyakit jantung
ke otot jantung koroner (hipoksia, anemia) (stenosis katup AV,
stenosis katup
temponade pericardium,
Disfungsi miokardium Beban volume Pasokan oksigen ke perikarditis konstruktif
berlebihan jantung 

Kontraktilitis  Beban systole  Beban tekanan Beban sistolik


berlebihan berlebihan

Hambatan Peningkatan Hipertensi


Preload 
pengosongan ventrikel kebutuhan sistemik
metabolisme pulmonal

COP  Beban jantung  Atrofi serabut otot Gagal jantung

Kelainan otot jantung Kontraktilitis  Disfungsi miokard


(AMI) miokarditis

Peradangan dan Serabut otot jantung


penyakit miokardium rusak

Gagal pompa ventrikel Back failure LVED naik Gagal pompa ventrikel
kiri kanan

Forward failure Renal flow  RAA 


Penyempitan lumen
ventrikel kanan

Suplai darah jaringan  Suplai O2 otak  Aldosteron 

Hipertrofi ventrikel
Metabolisme anaerob Sinkop ADH  kanan
49

Asidosis metabolik Resiko penurunan Tekanan vena


Retensi Na +
perfusi jaringan pulmolis 
H2O
jantung

ATP  Tekanan Tekanan kapiler


volume paru 
cairan
Fatigue

Gangguan
Intoleransi aktivitas Edema paru Beban ventrikel
pertukaran gas

Pitting edema Kerusakan intergritas Ronkhi Iritasi mukosa paru


kulit basah

Retensi cairan pada Bersihan jalan nafas Reflek batuk 


Penumpukan
ekstermitas bawah tidak efektif sekret

Tidak dapat Bendungan vena Bendungan


Tekanan diastole 
mengakomodasi semua sistemik atrium
darah yang secara
normal kembali dari
sirkulasi vena Lien Hepar

Pembesaran vena di Splenomegali Hepatomegali Nyeri


abnormal

Anoreksia dan mual Mendesak diafragma  Tekanan Cairan terdorong ke


pembuluh rongga
darah portal abdomen/asites
Ketidakefektifan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh Sesak nafas Ketidakefektifan Ansietas
pola nafas deficit
perawatan diri
Ansietas

Sumber Amin Huda Nurarif, S.Kep., Ns & Hardhi Kusuma, S.Kep.,Ns 2015
50

2.2.7 Manifestasi Klinik

2.2.7.1 Kriteria major

a. Paroksismal

b. Distensia vena leher

c. Ronki paru

d. Kardiomegali

e. Edema paru akut

f. Gallop S3

g. Peninggian vena jugularis

h. Refluks hepatojugular

2.2.7.2 Kriteria monor

a. Edema ekstermitas

b. Batuk malam hari

c. Dispnea d’effort

d. Hepatomegali

e. Efusi pleura

f. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

g. Takikardia (>120/menit)

2.2.7.3 Major atau minor

a. Penurunan BB >4,5 kg dalam 5 hari pengobatan

b. Diagnosa gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria

major dan 2 kriteria minor

(Sudoyo Aru, dkk 2009)


51

2.2.7.4 Menurut New York heart Assosiation (NYHA) membuat

klasifikasi fungsional Gagal Jantung Kongestif dalam 3

kelas yaitu :

a. Kelas I : bila pasien dapat melakukan aktifitas berat

tanpa keluhan.

b. Kelas II : bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas

lebih berat dari aktivita sehari-hari tanpa keluhan.

c. Kelas III : bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan

aktivitas apapun dan harus tirah baring.

2.2.8 Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostik pada pasien gagal jantung yaitu:

2.2.8.1 Elektro kardiogram (EKG)

Mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikel,

penyimpangan aksis, iskemia, distritmia, takikardi,

fibrilasi atrial.

2.2.8.2 Uji stress

Merupakan pemeriksaan n0n-invansif yang

bertujuan untuk menentukan kemungkinan iskemia atau

infark yang terjadi sebelumnya.

2.2.8.3 Ekokardiografi

a. Ekokardiografi model M (berguna untuk

mengevaluasi volume balik dan kelainan regional,


52

model M paling sering dipakai dan ditayangkan

bersama EKG).

b. Ekokardiografi dua dimensi (CT-scan).

c. Ekokardiografi doppler (memberikan pencitraan dan

pendekatan transesofageal terhadap jantung).

2.2.8.4 Katerisasi jantung

Tekanan abnormal merupakan indikasi dan

membantu membedakan gagal jantung kanan dan gagal

jantung kiri dan stenosis katup atau insufisiensi

2.2.8.5 Radiografi dada

Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan

mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik, atau

perubahan dalam pembuluh darah abnormal.

2.2.8.6 Elektrolit

Mungkin berubah karena perpindahan cairan /

penurunan fungsi ginjal. Terapi diuretik.

2.2.8.7 Oksimetri nadi

Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika

ginjal jantung kongestif akut menjadi kronis.

2.2.8.8 Analisa gas darah (AGD)

Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkosis

respiratori ringan (dini) atau hipoksemia dengan

peningkataan PC02 (akhir).


53

2.2.8.9 Blood ureum (BUN) dan kreatinin

Peningkatan BUN menunjukan penurunan fungsi

ginjal. Kenaiakn BUN dan kreatinin merupakan indikasi

gagal ginjal.

2.2.8.10 Pemeriksaan tiroid

Peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan

hiperaktifitas tiroid sebagai pre pencetus gagal jantung.

2.2.9 Komplikasi

2.2.9.1 Efusi pleura: karena peningkatan tekanan kapiler pleura.

2.2.9.2 Arritma: Pembesaran ruang jantung menyebabkan

gangguan jalur elektrik normal.

2.2.9.3 Trpbus ventrikel kiri: pembesaran ventrikel kiri dan

penurunan curah jamtung meningkatkan kemungkinan

pembentukan trombus.

2.2.9.4 Hepatomegali: pada gagal ventrikel kanan, kongesti vena

merusak sel hepar, terjadi fibrosis dan sirhosis hepar.

(Rahayu Setyowati, 2017)

2.2.10 Penatalaksanaan Gagal Jantung Kongestif

Penatalaksanaan gagal jantung terbagi atas :

2.2.10.1 Terapi farmakologis

a. Glikosida jantung
54

Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot

jantung dan memperlambat frekuensi jantung. Efek

yang di hasilkan yaitu peningkatan curah jantung,

penurunan tekanan vena dan volume darah,

peningkatan diuresis, dan mengurangi edema.

b. Terapi diuretik

Diberikan untuk memacu ekresi natrium dan air

melalui ginjal. Penggunaan harus hati-hati karena

efek samping hiponatremia dan hipokalemia

c. Terapi vasodilator

Obat-obat fasoaktif digunakan untuk

mengurangi impadansi tekanan terhadap

penyembuhna darah oleh vartikel. Obat ini

memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan

kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel

kiri dapat diturunkan.

2.2.10.2 Terapi non farmakologis

a. Pemberian oksigenasi Masalah keperawatan dengan

ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan

hiperventilasi dapat teratasi dengan terapi pemberian

oksigen, peningkatan oksigen, untuk memperoleh

kriteria hasil yang akan dicapai (Wardani et al., 2018).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Erika, (2017)


55

mengatakan Tindakan terapi oksigenasi, dapat

dilakukan sebagai masukan dalam tindakan

keperawatan mandiri untuk menangani pola nafas tidak

efektif, karena cukup maksimal dalam meningkatkan

pola nafas pasien.

b. Posisi Semi Fowler Positioning adalah tindakan yang

dilakukan dengan sengaja untuk memberikan posisi

tubuh dalam meningkatkan kesejahteraaan atau

kenyamanan fisik dan psikologis (Muzaki & Ani,

2020). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

Wardani et al., (2018) mengatakan meninggikan kepala

dan membantu mengubah posisi semi fowler dengan

data subyektif pasien mengatakan lebih enak dengan

posisi seperti ini daripada posisi tidur telentang, data

obyektif pasien tampak nyaman dan mampu mengatur

napas. Berdasarkan penelitian ynag dilakukan oleh

mugihartadi & mei rika handayani, (2020) mengatakan

bahwa pemberian posisi semi fowler dengan penilaian

subjektif pasien mengatakan lebih nyaman dengan

posisi tersebut.

c. latihan nafas dalam (Deep Breathing Exercise). Latihan

nafas dalam (Deep Breathing Exercise) merupakan

salah satu implementasi kepeawatan yang dapat


56

menurunkan sesak nafas pada pasien dengan gagal

jantung kongestif dengan masalah oksigenasi yang

mana dapat meningkatkan saturasi oksigen (Ningrum &

Irdianty, 2019). Penelitian ini sesuai dengan Wardani et

al., (2018) bahwa latihan pernapasan akan

meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan

kecemasan, menyingkirkan pola aktivitas otot-otot

pernapasan yang tidak berguna dan tidak terkoordinasi,

melambatkan frekuensi pernapasan dan mengurangi

kerja pernapasan

2.1 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gagal Jantung Kongestif

2.3.1 Pengkajian

Menurut Nurses Assosiaciation, Emergency (2017) pengkajian

di area gawat darurat dilakukan melalui Primary Survey dan

Secondary Survey.

2.3.1.1 Primary sekunder

Primary survey adalah penilaian yang cepat dan

sistematis yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan

mengenali kondisi yang mengancam hidup pasien dan

menginisiasi treatment sesegera mungkin. Primary survey

di seting gawat darurat dilakukan dengan pendekatan

pengkajian melalui :

a. Inspeksi
57

b. Palpasi

c. Perkusi

d. Auskultasi

Primary survey dilakukan dengan menerapkan

langkah-langkah DRABC (Danger, Response, Airway,

Breathing, Circulation). Pada prinsipnya DRABC menurut

Queensland Ambulance Service (2016) dilakukan dengan

langkah-langkah berikut :

a. Danger

Periksa situasi dan kondisi bahaya, pastikan

lingkungan aman bagi pasien dan perawat, usahakan

situasi aman dahulu sebelum melakukan pertolongan.

b. Response

Kaji respon pasien, apakah pasien berespon saat

ditanya, hal ini dilakukan untuk menilai kesadaran pasien

dan gunakan skala AVPU

A : Alert /Sadar (Klien/ korban dapat dikatakansadar

apabila dapat berorientasi terhadap tempat, waktu

dan orang)

V :Verbal/Respon terhadap suara (korban/klien dalam

keadaan disorientasi namun masih bisa diajak

bicara)
58

P : Pain/Respon terhadap nyeri (korban/klien hanya

berespon terhadap nyeri)

U :Unresponsive/tidak sadar (tentukan kesadaran

korban apakah berada dalam keadaan alert, verbal,

pain, dan unresponsive).

c. Airway (jalan nafas) dengan kontrol servikal

Kaji :

a) Bersihan jalan nafas

b) Adanya / tidaknya sumbatan jalan nafas

c) Distress pernafasan

d) Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas,

muntahan, edema laring.

d. Breathing dan ventilasi

Kaji :

a) Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan

dinding dada.

b) Suara pernafasan melalui hidung atau

mulut.

c) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas.

e. Circulation dengan kontrol pendarahan

Kaji :
59

a) Denyut nadi karotis

b) Tekanan darah

c) Warna kulit, kelembapan kulit

d) Tanda-tanda perdarahan eksternal dan

internal.

f. Disability.

Kaji :

a) Tingkat kesadaran

b) Gerakan ekstermitas

c) Glasgow Coma Scale (GCS) atau pada

anak tentukan: Alert (A), respon verbal

(V), respon nyeri / pain (P), tidak

berespon / unresponsive (U)

d) Ukur pupil dan respons pupil terhadap

cahaya.

2.3.1.1 Secondary survey

Secondary survey adalah pengkajian yang terstruktur

dan sistematis, bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi

pasien lebih detail yang berfokus pada:

a. Riwayat kesehatan

Pengkajian ini menjadi sangat penting untuk

mendapatkan informasi yang berkaitan dengan

keluahan saat ini atau kondisi saat ini. Dalam hal ini,
60

keluarga dan orang terdekat pasien dapat dilibatkan

dalam menggali riwayat kesehatan pasien. Akronim

yang dapat digunakan untuk membantu menggali

riwayat kesehatan pasien diantaranya adalah SAMPLE.

b. Vital sign

Pengkajian ini termasuk: pols/denyut

nadi,pernafasan, tekanan darah,suhu tubuh dan saturasi

oksigen.

c. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran

klien gagal jantung biasanya baik atau composmentis

dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi

system saraf pusat.

d. Keadaan umum

Pada pemeriksaan keadaan umum klien gagal

jantung biasanya didapatkan kesadaran yang baik atau

composmetis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan

yang melibatkan perfusi system saraf pusat.

1. B1 (Breathing)

a) Kongesti Vaskular Pulmonal

Gejala-gejala kongesti vascular pulmonal

adalah dispnea, ortopnea, dispnea noktural

paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut.


61

b) Dispnea

Dispnea, di karakteristikan dengan

pernafasan cepat, dangkal, dan keadaan yang

menunjukkan bahwa klien sulit mendapatkan

udara yang cukup, yang menekan klien.

Terkadang klien mengeluh adanya insomnia,

gelisah, atau kelemahan, yang disebabkan oleh

dispnea.

c) Ortopnea

Ortopnea adalah ketidakmampuan untuk

berbaring datar karena dispnea, adalah keluhan

umum lain dari gagal vertikel kiri yang

berhubungan dengan kongesti vaskular

pulmonal. Perawat harus menetukan apakah

ortopnea benar-benar berhubungan dengan

penyakit jantung atau apakah peninggian kepala

saat tidur adalah kebiasaan klien. Sebagai

contoh bila klien menyatakan bahwa ia terbiasa

menggunakan tiga bantal saat tidur. Tetapi,

perawat harus menenyakan alasan klien tidur

dengan menggunakan tiga bantal. Bila klien

mengatakan bahwa ia melakukan ini karena

menyukai tidur dengan ketinggian ini dan telah


62

dilakukan sejak sebelum mempunyai gejala

gangguan jantung, kondisi ini tidak tepat

dianggap sebagai ortopnea.

d) Batuk

Batuk iritatif adalah salah satu gejala

kongesti vascular pulmonal yang sering

terlewatkan, tetapi dapat merupakan gejala

dominan. Batuk ini dapat produktif, tetapi

biasanya kering dan pendek. Gejala ini

dihubungkan dengan kongesti mukosa bronkial

dan berhubungan dengan peningkatan produksi

mukus.

e) Edema Pulmonal

Edema pulmonal akut adalah gambaran

klinis paling bervariasi dihubungkan dengan

kongesti vascular pulmonal. Ini terjadi bila

tekanan kapiler pulmonal melebihi tekanan yang

cenderung mempertahankan cairan di dalam

saluran vaskular (kurang lebih 30 mmHg). Pada

tekanan ini, terdapat transduksi cairan ke dalam

alveoli, yang sebaliknya menurunkan

tersediannya area untuk transport normal

oksigen dan karbondioksida masuk dan keluar


63

dari darah dalam kapiler pulmonar. Edema

pulmonal akut dicirikan oleh dispnea hebat,

batuk, ortopnea, ansietas dalam, sianosis,

berkeringat, kelainan bunyi pernapasan, sangat

sering nyeri dada dan sputum berwarna merah

mudah, dan berbusa dari mulut. Ini memerlukan

kedaruratan medis dan harus ditangani.

2. B2 (Blood)

a. Inspeksi

Inspeksi tentang adanya parut pada dada,

keluhan kelemahan fisik, dan adanya edema

ekstermitas

b. Palpasi

Denyut nadi perifer melemah. Thrill

biasanya ditemukan.

c. Auskultasi

Tekanan darah biasanya menurunkan akibat

penurunan volume sekucup. Bunyi jantung

tambahan akibat kelainan katup biasanya

ditemukan apabila penyebab gagal jantung adalah

kelainan katup.

d. Perkusi
64

Batas jantung mengalami pergeseran yang

menunjukkan adanya hipertrofi jantung

(kardiomegali).

3. B3 (Brain)

Kesadaran biasanya composmentis,

didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi

jaringan berat. Pengkajian objektif: wajah meringis,

menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.

4. B4 (Bladder)

Pengukuran volume keluaran urine

berhubungan dengan asupan cairan, karena itu

perawat perlu memantau adanya oliguria karena

merupakan tanda awal dari syok kardigenik.

Adanya edema ekstremitas menandakan adanya

retensi cairan yang parah.

5. B5 (Bowel)

Klien biasanya didapatkan mual dan muntah,

penurunan nafsu makan akibat pembesaran vena

dan statis venadi dalam rongga abdomen, serta

penurunan berat badan.

6. B6 (Bone)

a. Edema
65

Edema sering dipertimbangkan sebagai

tanda gagal jantung ditandai dengan gagal

vertikel kanan. Akibat ini terutama lansia yang

menghabiskan waktu mereka untuk duduk di

kursi dengan kaki tergantung sehingga terjadi

penurunan tugor jaringan subkutan yang

berhubungan dengan usia lanjut, dan mungkin

penyakit vena pimer seperti varikositis, edema

pergelangan kaki dapat terjadi yang mewakili

faktor ini daripada kegagalan ventrikel kanan.

Bila edema tampak dan berhubungan dengan

kegagalan di vertikel kanan, bergantung pada

lokasinya. Bila klien berdiri atau bangun, edema

akan ditemukan secara primer pada pegelangan

kaki dan akan terus berlanjut ke bagian atas

tungkai bila kegagalan makin buruk. Bila klien

berbaring di tempat tidur, bagian yang

bergantung adalah area sacrum. Manifestasi klinis

yang tampak meliputi edema ekstermitas bawah

(edema dependen), yang biasanya merupakan

piting edema, pertambahan berat badan,

hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena

leher, asites (penimbunan cairan didalam rongga


66

peritoneum), anoreksia dan mual, nokturia, serta

kelemahan.Edema sakral sering jarang terjadi

pada klien yang berbaring lama. Pitting edema

adalah edema yang akan tetap cekung bahkan

setelah penekanan ringan dengan ujung jari, dan

akan jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan

minimal 4,5 kg.

b. Mudah Lelah

Klien dengan gagal jantung akan cepat

merasa lelah, hal ini terjadi akibat curah jantung

yang berkurang yang dapat menghambat sirkulasi

normal dan suplai oksigen ke jaringan dan

menghambat pembuangan sisa hasil katabolisme.

2.3.2 Diagnosa yang Mungkin Muncul

2.3.2.1 Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan

perubahan kontraktilitas jantung

2.3.2.2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pembesaran

cairan, kongesti paru akibat dari perubahan membran kapiler

alveoli dan retensi cairan intertestial

2.3.2.3 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas peningkatan produksi

sputum ditandai klien batuk dan memiliki riwayat PPOK


67

2.3.2.4 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hambatan

upaya napas

2.3.2.5 Nyeri akut berhubungan dengan kurangnya suplai darah ke

miokardium

2.3.2.6 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan

asupan natrium

2.3.2.7 Intoleransi aktivitas b/d keletihan atau dispneu akibat turunnya

curah jantung

2.3.3 Intervensi Keperawatan

Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan

No
Diagnosa keperawatan Kriteria hasil Rencana keperawatan
.

1. Penurunan curah jantung Luaran Utama : Intervensi Utama :

Definisi: 1. Penurunan curah jantung  Perawatan jantung


a. Kekuatan nadi 1. Observasi
Ketidakadekuatan jantung perifer meningkat
memompa darah untuk b. Ejection fraction a. Identifikasi
memenuhi kebutuhan tanda/gejala
meningkat primer
metabolisme c. Cardiac index (CI) penurunan curah
meningkat jantung
Batasan karakteristik:
d. Stroke volume index (mis.Dipsnea,
(SVI) meningkat kelelahan,
1. Perubahan irama
e. Palpitasi menurun edema,ortopnea,
jantung proxysmal
2. Perubahan frekuensi f. Bradikardia
nocturnal
jantung menurun dypsnea,
3. Perubahan g. Takikardia menurun peningkatan
kontraktilitas h. Gambaran EKG CVP)
4. Perubahan preload aritma menurun b. Identifikasi
i. Lelah menurun tanda/gejala
5. Perubahan afterload
j. Edema menurun skunder
Kondisi klinis terkait: penurunan curah
k. Distensivena
jantung (mis.
1. Gagal jantung jugularis menurun Peningkatan
kongestif l. Dispnea menurun berat badan,
68

2. Sindrom koroner akut m. Oliguria menurun hepatomegali,


3. Stenosis mitral n. Pucat atau cyanosis distensi vena
4. Regurgitasi mitral menurun jugularis,
palpitasi, ronkhi
5. Stenosis aorta o. Ortopnea menurun
basah, oligurua,
6. Regurgitasi aorta p. Batuk menurun batuk, kulit
7. Stenosis trikuspidal q. Suara jantungS3 pucat)
8. Regurgitasi trikuspidal menurun c. Monitor tekanan
9. Stenosis pulmonal r. Suara jantung S4 darah
10. Regurgitasi pulmonal menurun d. Monitor intake
11. Aritmia s. Mur-mur jantung dan output cairan
e. Monitor berat
12. Penyakit jantung menurun
badan setiap hari
bawaan t. Hepatomegali pada waktu yang
menurun sama
u. Pulmonary vaskular f. Monitor saturasi
resistance (PVR) oksigen
menurun g. Monitor EKG 12
v. Tekanan darah sedapan
h. Monitor aritmia
membaik
(kelainan irama
w. Capilary refill time dan frekuensi)
membaik i. Monitor nilai
x. Pulmoary artery laboraturium
wedge membaik jantung (mis.
Elektrolit, enzim
jantung)
j. Monitor fungsi
alat jantung
k. Periksa tekanan
darah dan
frekuensi nadi
sebelum dan
sesudah aktivitas
l. Periksa tekanan
darah dan
frekuensi nadi
sebelum dan
sesudah
pemberian obat
2. Terapeutik

a. Posisikan pasien
semi-fowler atau
fowler dengan
kaki kebawah
atau posisi
nyaman
b. Berikan diet
jantung yang
sesuai (mis.
Batasi asupan
kafein, natrium,
kolestrol, dan
makanan tinggi
69

lemak)
c. Berikan terapi
relaksasi untuk
mengurangi
setres, jika perlu
d. Berikan
dukungan
emosional dan
spritual
e. Berikan oksigen
untuk
mempertahankan
saturasi oksigen
>94%

3. Edukasi

a. Anjurkan
beraktivitas fisik
sesuai toleransi
b. Anjurkan
aktivitas fisik
secara bertahap
4. Kolaborasi

a. Kolaborasi
pemberian anti
aritmia, jika
perlu
b. Rujuk ke
program
rehabilitasi
jantung

2. Gangguan pertukaran gas Luaran utama: Intervensi utama:

Definisi: 1. Pertukaran gas  Pemantauan


respirasi
Kelebihan atau kekurangan a. Tingkat kesadaran 1. Observasi
oksigenisasi atau eleminasi meningkat a. Monitor
kerbondioksida pada b. Dispnea menurun frekuensi,
membran alveolus kapiler c. Penglihatan kabur irama,
d. Gelisah menurun kedalaman dan
Penyebab: e. Nafas cuping hidung upaya nafas
menurun b. Monitor pola
1. ketidakseimbangan
f. Pola nafas membaik nafas (seperti:
ventilasi perkusi
g. Warna kulit bradipnea,
2. perubahan membran
membaik takipnea,
70

alveolus kapiler Luaran tambahan: hiperventilasi,


Faktor yang berhubungan: kussmaul,
1. penyakit paru obstruktif 1. Konservasi Energi chenye-stokes,
kronis biot, ataksik)
a. Aktivitas fisik yang
2. gagal jantung kongestif c. Monitor
di rekomendasikan
kemampuan
3. asma meningkat
batuk efektif
b. Aktivitas yang tepat
d. Monitor adanya
4. pneumonia meningkat
produksi
c. Strategi untuk
5. tuberkulosis paru sputum
menyeimbangkan
6. penyakit membran hialin e. Monitor adanya
aktivitas dan
sumbatan jalan
istirahat meningkat
7. asfiksia nafas
d. Teknik konservasi
f. Palpasi
8. prematuritas energi meningkat
kesimetrisan
e. Teknik pernafasan
ekspansi paru
9. infeksi saluran nafas yang efektif
g. Auskultasi
meningkat
bunyi nafas
f. Pembatasan energi
h. Monitor
meningkat
saturasi oksigen
g. Mekanika tubuh
i. Monitor nilai
yang tepat
AGD
meningkat
j. Monitor hasil x-
h. Teknik
ray
menyederhanakan
2. Terapeutik
pekerjaan meningkat
i. Penggunaan alat a. Atur interval
bantu yang benar pemantauan
meningkat respirasi sesuai
j. Pembatasan kondisi pasien
aktivitas menurun b. Dokumentasi
k. Faktor-faktor yang hasil
meningkatkan pemantauan
pengeluaran energi 3. Edukasi
menurun
a. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
b. Informasikan
hasil
pemantauan,
jika perlu
3. Bersihan jalan napas Luaran Utama : Intervensi utama:
tidak efektif
1. Batuk efektif ↑  Manajemen jalan
Definisi: Ketidakmampuan 2. Produksi sputum ↓ napas:
membersihkan sekret atau 3. Mengi ↓ 1. Observasi
obstruksi jalan napas untuk 4. Wheezing ↓ a. Monitor jalan
mempertahankan jalan 5. Dispnea ↓
71

napas tetap paten 6. Ortopnea ↓ nafas


7. Sianosis ↓ b. Monitor bunyi
Kondisi Klinis Terkait : 8. Frekuensi napas nafas tambahan
membaik c. Monitor sputum
1. Gullian Bare Syndrome
Pola napas membaik 2. Terapeutik
2. Sklerosis multiple
a. Pertahankan
3. Myastenia Gravis
kepatenan jalan
4. Prosedur diagnostik
nafas dengan
(bronkoskopi,
head tilt dan chin
transesophangeal,
lift
echocardiography)
b. Posisikan smei
5. Depresi sistem saraf
fowler atau
pusat
fowler
6. Cedera kepala
c. Berikan
7. Stroke
minuman hangat
8. Kuadriplegia
d. Lakukan
9. Sindrom aspirasi
fisioterapi dada
mekonium
jika perlu
10. Infeksi saluran napas
e. Berikan oksigen
Asma
jika pelu
f. Ajarkan teknik
batuk efektif
3. Edukasi
a. Anjurkan
asupan cairan
2000 ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi.
b. Ajarkan teknik
batuk efektif
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu
Intervensi pendukung:

 Pemantauan
respirasi
1. Observasi
a. Monitor
frekuensi, irama,
kedalaman, dan
upaya napas
b. Monitor pola
napas (seperti
bradipnea,
takipnea,
hiperventilasi,
72

Kussmaul,
Cheyne-Stokes,
Biot, ataksik)
c. Monitor
kemampuan
batuk efektif
d. Monitor adanya
produksi sputum
e. Monitor adanya
sumbatan jalan
napas
f. Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru
g. Auskultasi bunyi
napas
h. Monitor saturasi
oksigen
i. Monitor nilai
AGD
j. Monitor hasil x-
ray toraks
2. Terapeutik
a. Atur interval
waktu
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
b. Dokumentasikan
hasil pemantauan
3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
Informasikan hasil

pemantauan, jika perlu

4. Pola napas tidak efektif Luaran utama: Intervensi utama:

Definisi: Pola napas kembali efektif  Manajemen Jalan


Napas
Inspirasi atau ekspirasi 1. Pola nafas 1. Observasi
yang tidak memberikan a. Ventilasi semenit a. Monitor pola
meningkat napas
ventilasi adekuat.
b. Kapasitas vital (frekuensi,
Penyebab: meningkat kedalaman,
c. Diameter thorax usaha napas)
Hambatan upaya nafas anterior-posterir b. Monitor bunyi
(nyeri saat bernafas, d. Tekanan ekspirasi. napas tambahan
kelemahan otot meningkat (mis. Gurgling,
e. Tekanan inspirasi mengi,
pernafasan)
meningkat wheezing,
73

Luaran tambahan: ronkhi kering)


1. Tingkat nyeri 2. Teraupetik
a. Kemampuan a. Posisikan semi
menuntaskan aktifitas fowler atau
meningkat fowler
b. Keluhan nyeri b. Berikan
menurun oksigen, jika
c. Kesulitan tidur perlu
menurun

 Pemantauan
Respirasi:
1. Observasi
a. Monitor
frekuensi, irama,
kedalaman dan
upaya napas.
b. Monitor pola
napas (seperti
bradipnea,
takipnea,
hiperventilasi,
kussmaul,
cheyne-stokes,
biot, ataksik)
c. Monitor
kemampuan
batuk efektif.
d. Monitor adanya
sumbatan jalan
napas.
e. Palpasi
kesismetrisan
ekspansi paru.
f. Auskultasi bunyi
napas
g. Monitor saturasi
oksigen
h. Monitor nilai
AGD
i. Monitor hasil x-
ray toraks
2. Terapeutik
a. Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
74

kondisi pasien
b. Dokumentasikan
hasil
pemantauan.
3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan.
b. Informasikan
hasil
pemantauan,
jika perlu.
5. Nyeri Akut. Luaran Utama  Manajemen Nyeri
Definisi : Pengalaman sens 1. Tingkat Nyeri a. Identifikasi lokas
orik atau emosional yang be c. Frekuensi nadi i, karakteristik, d
rkaitan dengan kerusakan ja membaik urasi, frekuensi,
ringan actual atau fungsiona d. Pola napas kualitas, intensita
l, dengan onset mendadak a membaik s nyeri.
tau lambat dan berintensitas e. Tekanan darah b. Identifikasi skala
ringan hingga berat yang be membaik nyeri.
rlangsung kurang dari 3 bul f. Proses berfikir c. Identifikasi respo
an. membaik ns nyeri non verb
g. Fungsi berkemih al.
Batasan Karakteristik: membaik d. Identifikasi facto
1. Agen pencendera h. Nafsu makan r yang memperbe
fisiologis (mis. membaik rat dan memperi
Inflamasi, iskemia, i. Pola tidur membaik ngan nyeri.
neoplasma). j. Anoreksia menurun e. Identifikasi peng
2. Agen pencendera k. Muntah menurun etahuan dan keya
kimiawi (mis. terbakar, l. Mual menurun kinan tentang ny
bahan terpotong, m. Perasaan takut eri.
mengangkat berat, mengalami cedera f. Identifikasi peng
prosedur operasi, berulang menurun aruh budaya terh
trauma, latihan fisik n. Ketegangan otot adap respon nyer
berlebihan). menurun i.
Faktor yang berhubungan : o. Kesulitan tidur g. Identifikasi peng
menurun aruh nyeri pada k
1. Kondisi pembedahan ualitas hidup.
2. Cedera traumatis h. Monitor keberha
3. Infeksi silan terapi komp
4. Sindrom coroner akut G lomenter yang su
laukoma dah diberikan.
i. Monitor efek sa
mping pengguna
an analgetik.
j. Berikan teknik n
on-farmakologis
untuk menguran
gi rasa nyeri.
75

k. Kontrol lingkung
an yang yang me
mperberat rasa n
yeri.
l. Fasilitas istirahat
dan tidur.
m. Pertimbangkan j
enis dan sumber
nyeri dalam pemi
lihan strategi mer
edakan nyeri.
n. Jelaskan penyeba
b, periode dan p
emicu nyeri.
o. Jelaskan strategi
meredakan nyeri.
p. Anjurkan memo
nitor nyeri secara
mandiri
q. Anjurkan mengg
unakan analgetik
secara tepat.
r. Ajarkan teknik n
on farmakologi u
ntuk mengurangi
rasa nyeri.
Kolaborasi pemberian ana

lgetik, jika perlu.

6. Kelebihan volume cairan Luaran Utama  Manajemen


Definisi: 1. Keseimbangan cairan Hipervolemia
Peningkatan volume cairan a. Asuapan cairan 1. Observasi
intravascular, interstisial, meningkat a. Periksa tanda
dan intraselular. b. Haluran urin dan gejala
Batasan karakteristik: meningkat hipervolemia
1. Gangguan mekanisme c. Kelembapan b. Identifikasi
regulasi membran meningkat penyebab
2. Kelebihan asupan d. Asupan makanan hipervolemia
cairan meningkat c. Monitor status
3. Kelebihan asupan e. Edema menurun hemodinamik
natrium f. Dehidrasi menurun d. Monitor intake
4. Gangguan aliran balik g. Asites menurun dan ouput cairan
vena h. Konfursi menurun e. Monitor tanda
5. Efek agen i. Tekanan darah hemokensentrasi
farmakologis (mis: membaik f. Monitor tanda
kortiko steroid, j. Denyut nadi radial peningkatan
chlorpropamide, membaik tekanan onkotik
tolbutamide, k. Tekanan arteri rata-
76

vincristine) rata meningkat plasma


Kondisi klinis terkait: l. Membran mukosa g. Monitor
membaik kecepatan infus
1. Penyakit ginjal: gagal m. Mata cekung secara ketat
ginjal akut atau membaik h. Monitor efek
kronis, sindrom n. Turgor kulit samping diuretik
nefrotik. membaik
2. Hipoalbuminemia o. Berat badan mebaik 2. Teraupetik
3. Gagal jantung b. c. Timbang berat
kongestif badan setiap hari
4. Kelainan hormone pada waktu yang
5. Penyakit hati sama
(mis.sirosis, asites, d. Batasi asupan
kanker hati) cairan dan garam
6. Penyakit vena perifer e. Tinggikam kepala
7. Imobilitas tempat tidur 30-
40o

4. Edukasi
a. Anjurkan
melapor jika
haluaran urin 0,5
Ml/Kg/jam dalam
6 jam
b. Anjurkan
melapor jika BB
bertambah .1 kg
dalam sehari
c. Ajarkan cara
mengukur dan
mencatat asupan
dan haluaran
cairan
d. Ajarkan cara
membtasi cairan

5. Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian
diuretik
b. Kolaborasi
penggantian
kehilangan
kalium akibat
diuretik
c. Kolaborasi
pemberian
continuous renal
77

reaplacement
therapy
7. Intoleransi aktivitas Luaran Utama Luaran utama:
Definisi: ketidakcukupan 1. Intoleransi aktivitas
energi untuk melakukan a. Frekuensi nadi  Managemen energi
aktifitas sehari hari menurun 1. Observasi
Batasan karakteristik: b. Saturasi oksigen a. Identifkasi
1. Tirah baring meningkat gangguan fungsi
2. Kelelahan c. Kemudahan dalam tubuh yang
3. Imobilitas fisik melakukan aktivitas mengakibatkan
4. Gaya hidup monoton sehari-hari kelelahan
Factor yang berhubungan: meningkat b. Monitor
d. Kecepatan berjalan kelelahan fisik
1. Anemia meningkat dan emosional
2. Gagal jantung kongesif c. Monitor pola dan
e. Jarak berjalan
3. Penyakit jantung
meningkat jam tidur
koroner
4. Penyakit katup jantung f. Kekuatan tubuh d. Monitor lokasi
5. Aritmia bagian atas dan
6. Penyakit paru obstruksi meningkat ketidaknyamana
kronis (PPOK) g. Kekuatan tubuh n selama
7. Gangguan metabolik bagian bawah melakukan
8. Gangguan aktivitas
meningkat
muskuloskeletal
h. Toleransi dalam 2. Terapeutik
menaiki tangga a. Sediakan
meningkat lingkungan
i. Keluhan lelah nyaman dan
rendah stimulus
menurun
(mis. cahaya,
j. Dipsnea saat suara,
aktivitas menurun kunjungan)
k. Dipsnea setelah b. Lakukan rentang
aktifitas menurun gerak pasif
l. Perasaan lemah dan/atau aktif
menurun c. Berikan aktivitas
distraksi yang
m. Aritmia saat
menyenangkan
aktivitas menurun d. Fasilitas duduk
n. Aritmia setelah di sisi tempat
aktivitas menurun tidur, jika tidak
o. Sianosis menurun dapat berpindah
p. Warna kulit atau berjalan
membaik 3. Edukasi
q. Tekanan darah a. Anjurkan tirah
membaik baring
r. Frekuensi nafas b. Anjurkan
membaik melakukan
s. EKG iskemia aktivitas secara
bertahap
membaik
c. Anjurkan
menghubungi
perawat jika
78

tanda dan gejala


kelelahan tidak
berkurang
d. Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan
4. Kolaborasi
Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
meningkatkan
asupan makanan

Sumber : Harif Fadhillah dkk, 2018)

2.3.1 Implementasi

Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan

perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada

tahap perencanaan (Yulianingsih, 2018).

2.3.1 Evaluasi

Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus

dilakukan untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif

dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana

atau menghentikan rencana keperawatan (Manurung, 2011)


79

Anda mungkin juga menyukai