Anda di halaman 1dari 19

BAB I

Konsep Dasar

A. Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat/ Kritis


1. Pengertian Keperawatan Gawat Darurat
Keperawatan gawat darurat (emergency nursing) merupakan pelayanan
keperawatan yang komprehensif diberikan pada pasien dengan injury akut atau
sakit yang mengancam kehidupan (Krisanty p et al, 2016).
Kegiatan pelayanan keperawatan menunjukkan keahlian dalam
pengkajian pasien, setting prioritas, intervensi krisis, dan pendidikan kesehatan
masyarakat Sebagai seorang spesialis, perawat gawat darurat mehubungkan
pengetahuan dan keterampilan untuk menangani respon pasien pada resusitasi,
syok, trauma, ketidakstabilan multisistem, keracunan, dan kegawatan yang
mengancam jiwa lain. (Burrel et al, 1997).
a. Tujuan Penanggulangan Gawat Darurat
Tujuan penanggulangan gawat darurat adalah:
1) Mencegah kematian dan cacat pada pasien gawat darurat, hingga dapat
hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat.
2) Merujuk pasien gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh
penanganan yang lebih memadai.
3) Penanggulangan korban bencana.\

Untuk dapat mencegah kematian petugas harus tahu penyebab kematian yaitu:

a. Mati dalam waktu singkat (4-6 menit)


1) Kegagalan sistem otak.
2) Kegagalan sistem pernafasan.
3) Kegagalan sistem kardiovaskuler.
b. Mati dalam waktu lebih lama (lama-lahan)
1) Kegagalan sistem hati.
2) Kegagalan sistem ginjal (perkemihan).
3) Kegagalan sistem pankreas (endokrin).
2. Skema Penanggulangan Bencana / Kecelakaan
Melihat skema diatas maka nasib korban tergantung pada:
a. Kecepatan ditemukannya korban.
b. Kecepatan meminta tolong.
c. Kecepatan dan kualitas pertolongan.
3. Sistem Pengelolaan / Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)
Suatu metoda yang digunakan untuk menangani korban yang mengalami
kegawatan daruratan dengan melibatkan semua yang ada.
a. Fase Pra RS
Pada fase ini berhasil penanggulangan gawat darurat tergantung pada beberapa
komponen:
1) Komunikasi
Dalam komunikasi hubungan yang sangat diperlukan adalah:
a) Pusat komunikasi ambulan gawat darurat (contoh: 118, Pro-darurat,
dll).
b) Pusat komunikasi ke rumah sakit.
c) Pusat komunikasi polisi (contoh: 110).
d) Pusat komunikasi pemadam kebakaran (lanjutan: 113)

Untuk komunikasi fasilitas pager, radio, telepon, telepon genggam.

Tugas pusat komunikasi adalah:

a) Menerima permintaan tolong.


b) Mengiirim ambulan terdekat.
c) Mengatur dan memonitor rujukan penderita gawat darurat.
d) Memonitor kesiapan rumah sakit yaitu terutama unit gawat darurat
dan ICU.
2) Pendidikan
a) Pada orang awam
Pada orang awam adalah orang pertama yang menemukan korban atau
pasien yang mendapat musibah atau trauma. Mereka adalah anggota
Pramuka, PMR, guru, ibu rumah tangga, pengemudi, Hansip, dan
petugas hotel atau restoran. Kemampuan yang dumiliki orang awam
adalah :
Mengetahui cara meminta tolong misalnya menghubungi melalui
telepon ke 118.
Mengetahui cara resusitasi jantung paru.
Mengetahui cara menghentikan perdarahan.
Mengetahui cara memasang pembalut atau bidai
Mengetahui cara transportasi yang baik.
b) Pada orang awam khusus
yang termasuk di sini adalah orang awam yang telah mendapatkan
pengetahuan cara-cara penanggulangan kasus gawat darurat sebelum
korban dibawa ke rumah sakit atau ambulan datang. Mereka datang
Polisi, Hansip, DLLAJR, Pencarian dan Penyelamatan (SAR).
Kemampuan yang harus dimiliki orang awam khusus adalah:
Paling sedikit seperti kemampuan orang awam dan ditambah dengan:
Mengetahui tanda-tanda persalinan.
Mengetahui penyakit pernafasan.
Mengetahui penyakit jantung.
Mengetahui penyakit persarafan.
Mengetahui penyakit anak, dan lain-lain.
c) Pada perawat
Perawat harus mampu menanggulangi penderita gawat darurat dengan
gangguan:
i. Sistem pernafasan
Mengatasi obstruksi jalan nafas.
Membuka jalan nafas.
Memberi nafas buatan.
Melakukan resusitasi jantung paru (RJP) dengan didahului
penilaian ABC.
ii. Sistem sirkulasi
Mengenal aritmia dan infark jantung.
Pertolongan pertama pada henti jantung.
Melakukan EKG.
Mengenal syok dan memberi pertolongan pertama.
iii. Sistem vaskuler
Menghentikan perdarahan.
Memasang infus atau transfusi.
Merawat infus.
iv. Sistem saraf
Mengenal koma dan memberikan pertolongan pertama.
Memberikan pertolongan pertama pada trauma kepala.
v. Sistem pencernaan
Pertolongan pertama pada trauma abdomen dan pengenalan tanda
perdarahan intraabdomen.
Persiapan operasi segera (cito).
Kumbah lambung pada pasien keracunan.
vi. Sistem perkemihan
Pertolongan pada payah ginjal akut.
Pemasangan kateter.
vii. Sistem integumen atau toksikologi
Pertolongan pertama pada luka bakar.
Pertolongan pertama pada gigitan binatang.
viii. Sistem endokrin
Pertolongan pertama pasien hipo/hiperglikemia.
Pertolongan pertama pada pasien krisis tiroid.
ix. Sistem muskuloskeletal
Mengenal patah tulang dan dislokasi.
Memasang bidai.
Menstransportasikan pasien kerumah sakit.
x. Sistem penginderaan
Pertolongan pertama pasien trauma mata atau telinga.
Melakukan irigasi mata dan telinga.
xi. Pada anak
Pertolongan pertama pada anak dengan kejang.
Pertolongan pertama anak dengan astma.
Pertolongan pertama anak dengan diare atau konstipasi.
3) Transportasi
a) Syarat transportasi penderita
Penderita gawat darurat siap ditransportasi bila:
Gangguan pernafasan dan kardiovaskuler telah ditanggulangi.
Perdarahan harus dihentikan.
Luka harus ditutup.
Patah tulang apakah memerlukan fiksasi.
b) Selama transportasi harus dimonitor
Kesadaran.
Pernafasan.
Tekanan darah dan denyut nadi.
Daerah perlukaan.
c) Syarat kendaraan
Penderita dapat terlentang.
Cukup luas untuk lebih dari dua pasien dan petugas dapat bergerak.
Cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri dan infus lancar.
Dapat melakukan komunikasi ke sentral komunikasi dan rumah sakit.
Identitas yang jelas sehingga mudah dibedakan dari ambilan lain.
d) Syarat alat yang harus ada yaitu resusitasi, oksigen, alat hisap,
obatobatan dan infus, balut dan bidai, tandu, EKG transmiter,
inkubator (untuk bayi), dan alatalat persalinan.
e) Syarat personal
Dua orang perawat yang dapat mengemudi.
Telah mendapat pendidikan tambahan gawat darurat.
Sebaiknya diasramakan agar mudah dihubungi.
4) Cara transportasi
Tujuan memindahkan penderita dengan cepat tetap selamat.
Kendaraan penderita gawat darurat harus berjalan berhatihati dan menaati
peraturan lalu lintas.
b. Fase Rumah Sakit
1) Puskesmas
Ada puskesmas yang buka selama 24 jam dengan kemampuan:
a) Resusitasi.
b) Menanggulangi fase gawat darurat baik medis maupun pembrdahan
minor.
c) Dilengkapi dengan laboraturium untuk menunjang diagnostik
seperti pemeriksaan Hb, leukosit, gula darah.
d) Personal yang dibutuhkan satu dokter umum dan dua sampai tiga
perawat dalam satu shift.
2) Instalasi Gawat Darurat (IGD) atau Unit Gawat Darurat (UGD).
Berhasil atau gagalnya suatu IGD atau UGD tergantung pada:
a) Keadaan penderita waktu tiba d IGD.
Tergantung pada mutu penanggulangan prarumah sakit.
IGD harus aktif meningkatkan mutu penanggulangan pra rumah
sakit.
b) Keadaan gedung IGD sebaiknya dirancang sedemikian rupa
sehingga:
Masyarakat mudah mencapainya.
Kegiatan mudah dikontrol.
Jarak jalan kaki didalam ruangan tidak jauh.
Tidak ada infeksi silang.
Dapat menanggulangi keadaan bencana.
3) Kualitas dan kuantitas alat-alat serta obat-obatan
a) Alat-alat atau obat-obatan yang diperlukan untuk resusitasi.
Suction manual atau otomatis.
Oksigen.
Respirator manual atau otomatis.
Laringoskop.
Pipa endotracheal.
Pipa nasotracheal.
Gudel.
Spuit dan jarum.
Cuffset.
EKG monitor jantung (portable) dan defribilator.
Infus atau transfusi set serta cairan dan darah.
Cairan dextrose 50% ampul.
Morhin-pethidin-adrenalin.
Tandu dapat posisi tredelenburg atau anti tredelenburg terdapat
gantungan infus dan pengikat.
Cricothyrotomy dan tracheostomy set.
Gunting.
Jarum intra cardiac, dan lainlain.
4) Alat-alat atau obat-obatan untuk menstabilitasi penderita:
WSD set atau jarum fungsi.
Bidai segala ukuran.
Perban segala ukuran.
Sonde lambung.
Foley kateter segala ukuran.
Venaseksi set.
X-ray.
Perban atau luka bakar.
Perikardiosentesis set, dan lain-lain.
5) Alat-alat tambahan untuk diagnose dan terapi
Alat-alat periksa pengobatan mata.
Alit lamp.
THT set.
Traction kit.
Gips.
Obstretri ginekologi set.
Laboraturim mini.
Bone set
Pembedahan minor set.
Thoracotomy set.
Benang – benang atau jarum segala ukuran.
6) Kemampuan dan keterampilan petugasnya
Golongan pertama,yang tidak langsun menangani penderita yaitu
cleaning service, keamanan, penerangan, kasir.
Golongan kedua yang berlangsung menangani penderita yaitu perawat,
dokter dan koasisten. Perawat tulang punggung IGD, kualitas perawat
turut menentukan kualitas pelayan IGD, perawat yang harus menangani
perawatan gawat darurat untuk melakukan resusisasi kardiopulmoner
dan life support. Dan bagi perawat yg memilih kerja di IGD maka perlu
pendidikan lanjutan misalnya DIII, S1, S2, agar dasar ilmiahnya kuat.
c. Pembiayaan
Pembiayaan perawatan pasien gawat darurat antara lain berasal dari :
Asuransi jasa raharja.
Askes pegawai negeri.
Askes/jamsostek
Dana sehat.
Subsidi pemerintah (misalnya gakin)
4. Prinsip-prinsip penanggulangan korban gawat darurat
Prinsip utama adalah memberikan pertolongan pertama pada korban.
Pertolongan pertama adalah pertolongan yang diberikan saat kejadian atau terjadi
di tempat kejadian.
Tujuan pertolongan pertama

a. Menyelamatkan kehidupan
b. Mencegah ksakitan makin parah
c. Meningkatkan pemulihan

Tindakan prioritas penolong

a. Ambil alih situasi


b. Minta bantuan pada orang sekitar
c. Kaji bahaya lingkungan

Mengontrol area

a. Kecelakaan kendaraan bermotor, yang harus dilakukan : pelarangan merokok,


cegah kerumunan, minta pertolongan orang lain
b. Kecelakaan listrik, yang harus dilakukan putuskan hubungan listrik dengan
kayu atau lainnya, jaga jarak dengan korban sampai korban berada di tempat
yang aman.
Sikap penolong

a. Jangan panic
b. Bersikap tenang
c. Cekatan dalam melakukan tindakan
5. Prinsip-prinsip keperawatan darurat

Triage diambil dari bahasa perancis “trier” artinya “pengelompokan” atau


“memilih” (gilboy,2003, dalam ignatavicius,2006). Konsep trige unit gawat
darurat adalah berdasarkan pengelompokan atau pengklasifikasian klien kedalam
tingkatan prioritas tergantung pada keparahan penyakit atau injuri.

Perawat triage adalah “penjaga pintu gerbang” pada system pelayanan


gawat darurat. Standards of emergenci nursing practice dengan jelas
menggambarkan seorang registered nurse (RN) sebagai pemberi layanan yang
harus mentriage setiap pasien (ENA, 2001, dalam ignatavicius, 2006).

a. Gawat darurat (Emergent triage)


klien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi
gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat)
bila tidak dapat pertolongan secepatnya.
katagori yang termasuk didalamnya yaitu kondisi yang timbul
berhadapan dengan keadaan yang dapat segera mengancam kehidupan atau
berisiko ke cacatan. Misalnya klien dengan nyeri dada substernal, nafas
pendek, dan diaphoresis ditriage segera keruang treatment dan klien injuri
trauma kritis atau seseorang dengan pendarahan aktif.
b. Gawat tidak darurat (urgent triage)
klien berada dalam keadaan gawat tetapi klien harus di lakukan
tindakan segera, tetapi kedaan yang mengancam kehidupan tidak muncul saat
itu. Misalnya klien dengan serangan baru pneumonia (spanjang gagal nafas
tidak muncul segera), nyeri abdomen, kolik ginjal, laserasi kompleks tanpa
adanya perdarahan mayor, dislokasi, riwayat kejang sebelum tiba dan suhu
lebih dari 37 derajat.
6.primary survey, selondary survey, dan intervensi resusitasi

a. Primary survey dan intervensi resusitsi

Primary servey mengatur pendekatan ke klien sehingga ancaman


sehingga segera dapat secara cepat di identifikasi dan tertanggulangi dengan
efektif. Primary survey berdasarkan standar “ ABC “ mnemonic dengan “D” &
“E” ditambahkan untuk klien trauma : airway / spinal servikal ( A: jalan
nafas ), breathing (B: pernapasan ), circulation (C:sirkulasi). Usaha resusitasi
terjadi secara simultan dengan setiap elemen dari primary survey ini
(Cummins,2003,dalam ignatavicius,2006).

1) Airway ( jalan nafas)/spinal servikal


Prioritas intervensi tertinggi dalam primary survey adalah
mempertahankan kepatenan jalan nafas. Dalam hitungan menit tanpa
adekuat nya suplai oksigen dapat menyebabkan troma serebral yang akan
berkembang menjadi kematian otak (anoxic brain death). Airway harus
bersih dari berbagai sekret atau debris dengan kateter suction atau secara
manual jika diperlukan. Spinal servikal harus diproteksi pada klien
trauma dengan kemungkinan trauma trauma spinal secara manual
alignment leher pada psisi netral, posisi in-line dan menggunakan
maneuver jaw thrust ketika mempertahankan jalan nafas.
Secra umum, masker non-rebreather adalah yang paling baik
untuk klien bernafas spontan. Ventilasi bag-valve-mask (BMV) dengan
alat bantu nafas yang tepat dan sumber oksigen 100% di identifikasikan
untuk individu yang memerlukan bantuan ventilasi selama resusitasi.
Klien dengan gangguan kesadaran, di identifikasikan dengan GCS
kurang dari sama dengan 8, membutuhkan airway definitive seperti
endotracheal tube (ETT) ( American Collage of surgeons, 1997, dalam
ignatavicius,2006).
2) Breathing (pernapasan)
Setelah jalan nafas aman, breathing menjadi perioritas berikutnya dalam
primary survey. Pengkajian ini untuk mengetahui apakah usaha ventilasi
efektif atau tidak hanya pada saat klien bernafas. Focus nya adalah pada
auskultasi bunyi nafas dan evaluasi ekspansi dada, usaha respirasi, dan
adanya bukti trauma dinding dada atau abnomarlitas fisik. Pada klien
apnea dan kurang nya usaha ventilasi untuk mendukung sampai instubasi
endotrakeal dilakukan dan ventilasi menarik digunakan. Jika resusitasi
jantung paru (RJP) diperlukan, ventilasi mekanik harus dihentikan dank
lien secara manual diventilasi dengan alat BVM untuk ventilasi lajutan
yang baik dan kompresi dada, sebaik untuk mengkaji komplians paru
melalui pengkukuran derajat kesulitan ventilasi klien dengan BVM.
Intervensi penyelamatan kehidupan ( life-saving) lain nya pada fase ini
adalah dekompresi dada. Indikasi dekompresi dada yaitu bukti kliniis
adanya tension pneumothoraks, yang dapat meng hadapi keadaan krisis
breathing dan sirkulasi. Dekompresi dada dilakukan melalui dua cara
yaitu torakostomi jarum ( needele thorasostomy ) dan tera kostomi tubi
( tubi thora costomi ) needele thoracostomy adalah suatu manuver
tempurer yang cepat untuk digunakan untuk mengeluarkan udara yang
diterjebak dengan insersi chest tubi. Jarum ukuran besar ( kateter 14 atau
16, dengan panjang 3-6 cm ) diinsersi dalam ruang interkosta ke 2 pada
garis midkalvikula. Setelah needele thiracostomy, suatu chest tubi di
ensersi ( tubi thoracostomy ) pada ruang interkosta ke 5, arah anterior
garis midaksila. Chest tubi ditempatkan pada posisi anatomis ini untuk
mengeluarkan udara dan drainase cairan.
3) Circulation
Intervensi ditargetkan untuk memperbaiki sirkulasi yang efektif melelui
resusitasi kardiopulmoner, control perdarahan, akses intravena dengan
petalaksanaan cairan dan darah jika diperlukan, dan obat-obatan.
Perdarahan eksternal sangat baik di control dengan tekanan langsung
yang lembut pada sisi perdarahan dengan balutan yang kering dan tebal.
Perdarahan internal lebih menjadi ancaman tersembunyi yang harus
dicurigai pada klien troma atau pada mereka yang dalam status syok.
Dalam suatu kondisi resusitasi, tekanan darah dapat secara cepat
diperkirakan sebelum tekanan dari cuff tensi meter di dapatkan dalam
palpasi terhadap adanya atau aksennya nadi periver dan sentral
4) Disability
Pengkajian disabiliti memberika pengkajian dasar cepat status neurologis. Metoda
mudah untuk mengevaluasi tingkat kesadaran adalah dengan :
AVPU menemonic :
A : Alert (waspada)
V : Responsive to voice
C : Responsive to pain
U : Unresponsive
Pengkajian lain tentang tingkat kesadaran yang mengukur secara opyektif dan
diterima luas adalah Glasgow scale ( GCS ), yang menilai buka mata, respon
verbal, dan respon motorik. Skor terendah adalah 3, yang mengidentifikasikan
tidak responsifnya klien secara total; GCS normal adalah 15. Abnormalitas
metabolic, hipoksia, trauma neurologis, dan intoksikasi dapat menggangu tingkat
kesadaran.
5) Exposure (Paparan)

Komponen akhir primary survey adalah eksposure. Seluruh seluruh pakaian


harus dibukauntuk memudahkan pengkajian menyeluruh. Pada situasi resusitsi,
pakaian tubuh harus digunting untuk mencapai akses cepat kebagian tubuh. Jika
penyediaan tanda bukti adalah suatu isu, barang barang tersebut harus
ditanganinsesuai aturan yang berlaku.. tanda bukti termasuk bagian bagian pakaian,
tempat tempat tusukan, senjata, obat obatan, dan peluru. Perawat gawat darurat
sering kali di panggil untuk memberikan testimonial di pengadilan sehubungan
dengan bukti bukti yang mereka kumpulkan dan peerawatan klien mereka di unit
gawat darurat. Contoh dari tipe tipe kasus dimana pengumpulan bukti adalah
sangat vital termasuk kasus perkosaan, childabuse, kekerasa domestik,
pembunuhan, bunuh diri, operdosis obat, dan penyiksaan.

Sekali pakaian dibuka hipotermis ( temperature tubuh kurang dari atau sama
dengan 36˚C ) dapat beresiko terjadi. Secara umum, hipotermia menjadi kompikasi
manajemen klien trauma dengan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, kesulitan
akses vena dan pengkajian ateri, gangguan oksigenasi dan ventilasi, koagulapati,
peningkatan perdarahan, dan metabolisme obat dihati yang melambat ( setlak,
1995, dalam ijnatavitius, 2006).
B. Konsep dasar Trauma Abdomen
1. Pengertian Trauma Abdomen
Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera yang
bersifat holistic dan dapat menyebabkan hilangnya produktivitas seseorang.
Trauma penyebab utama kematian pada kelompok usia muda dan produktif
diseluruh dunia (Elvira,dkk, 2015).
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja
(Aryono ,2015).
Adanya trauma abdomen yang tidak terdeteksi tetap menjadi salah satu
penyebab kematian yang sebenarnya dapat dicegah, selain trauma spinal.
Sebaiknya jangan menganggap bahwa ruptur organ berongga maupun
perdarahan dari organ padat merupakan hal yang mudah untuk dikenali.
Seringkali pemeriksaan kita dipengaruhi oleh penggunaan obat-obat tertentu
dan adanya trauma otak yang menyertai (Aryono ,2015).
2. Anatomi
Menurut (Aryono ,2015), Anatomi Abdomen ialah:
Rongga abdomen dibatasi oleh :
a. Atas : diafragma
b. Bawah : pelvis
c. Depan : dinding depan abdomen
d. Lateral : dinding lateral abdomen
e. Belakang : dinding belakang abdomen serta tulang belakang

Diafragma merupakan suatu kubah yang menonjol dalam rongga toraks.


Diafragma ini turut dalam pernafasan. Pada inspirasi akan turun ke bawah, pada
ekspirasi akan naik ke atas. Pada saat ekspirasi maksimal akan berada setinggi
kira-kira interkostal 4 pada garis buah mammae pada perempuan. Dengan
demikian pada trauma toraks, baik tumpul maupun tajam bila ditemukan sampai
setinggi papila mamae (pada laki-laki) harus selalu diwaspadai adanya trauma
abdomen juga. Organ intra-abdomen ada yang terdapat dalam rongga peritoneum
(intraperitoneal) serta ada yang tidak dalam rongga peritoneum (ekstra-
peritoneal). Organ yang terdapat di intra-peritoneal adalah hepar, lien, gaster,
usus halus, dan sebagian besar usus besar(kolon). Organ yang terdapat di ekstra-
peritoneal adalah : kedua ginjal dan ureter, pankreas, duodenum, sebagian kecil
kolon asenden dan desenden(terutana rectum) serta buli-buli(vesika urineria),
serta uterus terletak pada ekstra-peritoneal. Organ yang terlinungi dalam kubah
diafragma pada sisi kanan adalah hepar, dan pada sisi kiri lien( limpa). Organ
yang terlindungi dalam pelvis adalah rektum, buli-buli dan uterus. Dengan
demikian organ yang tidak terlindung adalah usus halus dan sebagian besar
kolon. Kedua ginjal karena letak nya didaerah belakang(dorsal) relatif
terlindungi. Hepar dan lien merupakan organ padat yang tidak mempunyai
lumen(solid), dan trauma pada kedua organ ini akan menimbulkan pendarahan
kedalam yang akan terkumpul dalam rongga peritonium. Keadaan ini dikenal
sebagai hemoferitoneum, dekatnya pendarahan di dalam hepar atau limpa(intra
hepatik), robekan usus juga dapat menimbulkan pendarahan intra-peritoneal.
Gaster, usus halus dan usus besar mempunyai lumen. Dengan demikian bila
terjadi perforasi, isinya akan tumpah dalam rongga peritoneum dan menimbulkan
peritonitis. Bila yang masuk rongga peritoneum adalah asam lambung, maka
rangsangan kimia akan segera menimbulkan gejala peritonitis, sedangkan bila
yang masuk rongga peritoneum adalah usus halus atau kolon, gejala akan timbul
lebih lambat.

3. Etiologi
Menurut (Aryono, 2015), Penyebab Trauma Abdomen ialah sebagai berikut:
Trauma Abdomen bisa disebabkan karena trauma tajam dan trauma tumpul.
a. Trauma Tajam
Trauma tajam diindonesia cukup sering terjadi umumnya disebabkan oleh luka
tikam, luka bacok atau luka tembak. Penderita umumnya pria dari kelompok
usia produktif. Pada luka bacok biasanya penderitanya mengalami luka-luka
ditempat lain, misalnya dikepala, leher, dada, extremitas dan kadang-kadang
menimbulkan syok hypovolemik yang serius., sedangkan luka tembak
biasanya datang dari para pelaku kriminal.
b. Trauma Tumpul
Trauma tumpul disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik/pukulan, kecelakaan
lalulintas dan sepeda motor. Walaupun demikian dengan peningkatan
pemakaian sabuk pengaman, trauma pada organ berongga juga mungkin
meningkat. |Dengan deteksi dini dan tindakan yang cepat dapat memberikan
hasil yang memuaskan.

4. Patofisiologi
Menurut (Mansjoer,2001) :

Trauma
(kecelakaan)

Penetrasi & Non-Penetrasi

Terjadi perforasi lapisan abdomen
(kontusio, laserasi, jejas, hematom)

Menekan saraf peritonitis

Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen → Nyeri

Motilitas usus

Disfungsi usus → Resiko infeksi

Refluks usus output cairan berlebih

Gangguan cairan Nutrisi kurang dari


dan eloktrolit kebutuhan tubuh

Kelemahan fisik

Gangguan mobilitas fisik
5. Tanda Dan Gejala
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
a. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat
timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri
lepas.
b. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan
oleh iritasi.
c. Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada
saat pasien dalam posisi rekumben.
d. Mual dan muntah
e. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi.
f. Pada pemeriksaan fisik ditemukan jejas di abdomen (luka lecet, kontusio, dan
perut distensi).
Pada hakekatnya gejala dan tanda yang timbul dapat karena 2 hal :

a. Pecahnya organ solid (padat)


Hepar dan lien (limpa) yang pecah akan menyebabkan perdarahan yang dapat
bervariasi dari ringa sampai sangat berat, bahkan kematian.
Gejala dan tandanya adalah :
1) Gejala perdarahan secara umum
Penderita tampak anemis (pucat). Bila perdarahan berat akan timbul gejala
dan tanda syok hemorogik.
2) Gejala adanya darah intra-peritoneal
Penderita akan merasa nyeri abdomen, yang dapat bervariasi dan ringa
sampai nyeri hebat. Pada auskulatasi biasanya bising usus menurun, yang
bukan merupakan pada banyak keadaan lain.
Pada pemeriksaan akan teraba bahwa abdomen nyeri tekan, kadang-
kadang ada nyeri lepas dan defans muskular (kekakuan otot) seperti pada
peritonitis. Perut yang semakin membuncit hanya akan ditemukan apabila
perdarahan hebat dan penderita tidak gemuk. Pada perkusi akan dapat
ditemukan pekak sisi yang meninggi.
b. Pecahnya organ berlumen
Trauma yang mengenai struktur peritoneal angka mortalitasnya tinggi dan
sering tidak terdiagnosa maupun salah diagnosa.
Pecahnya gaster, usus halus atau kolon akan menimbulkan peritonitis yang
dapat timbul cepat sekali atau lebih lambat.
Pada pemeriksaan penderita akan mengeluh nyeri seluruh abdomen. Pada
auskultasi bising usus akan menurun. Pada palpasi akan ditemukan defans
muskular, nyeri tekan dan nyeri lepas. Pada perkusi juga dapat menimbulkan
nyeri (nyeri ketok). Biasanya peritonitis bukan merupakan keadaan yang
memerlukan penanganan sangat segera, (berbeda dengan perdarahan intra-
peritoneal) sehingga jarang menjadi masalah pada fase pra-RS.
Apabila trauma tajam, kadang-kadang akan ditemukan bahwa ada organ intra-
abdomen yang menonjol keluar (palingan sering omentum, bisa juga usus
halus atau kolon). Keadaan ini dikenal sebagai eviserasi.
6. Penanganan Trauma Abdomen
Menurut (Aryono, 2015), penanganan trauma abdomen sebagai berikut:
Pada dasarnya semua trauma abdomen tumpul dan tajam, penanganan awal
tindakan penyelamatan selalu di dahulukan dan mengacu prosedur ABCDE.
Disini penolong atau tim harus melakukan resusitasi dan stasbilisasi secepat
mungkin.
a. Aiway dan Breathing
Ini diatasi terlebih dahulu. Selalu ingat bahwa cedera bisa lebih dari satu area
tubuh, dan apapun yang ditemukan, ingat untuk memprioritasikan aiway dan
breathing terlebih dahulu.
b. Circulation
Kebanyakan trauma abdomen tidak dapat dilakukan tindakan apa-apa pada
fase pra-RS, namun terhadap syok yang menyertainya perlu penanganan yang
agresif.
Seharusnya monitoring urine dilakukan dengan pemansangan DC, namun
umumnya tidak diperlukan pada fase pra-RS karena masa transportasi yang
pendek.
c. Diasbility
Tidak jarang trauma abdomeb disertai dengan trauma kapitis. Selalu periksa
tingkat kesadaran (dengan GCS) dan adanya lateralisasi (pupil anisokor dan
motorik yang lebih lemah satu sisi).
d. Exposure
Apabila ditemukan usus yang menonjol keluar (eviserasi), cukup dengan
menutupnya dengan kasa steril yang lembab supaya usus tidak kering.
Apabila ada benda menancap jangan di cabut, tetapi dilakukan fiksasi pada
benda tersebut terhadap dinding perut.
7. Pemeriksaan Fisik Abdomen
Menurut (Aryono, 2015), pemeriksaan fisik abdomen ialah:
Pemeriksaan fisik abdomen harus dilakukan dengan teliti dan sistematis dengan
cara : inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi.
a. Inspeksi
Semua pakaian harus dilepas. Abdomen bagian depan dan belakang diteliti
apakah mengalami ekskoriasi atau memar, adakah laserasi, tusukan dan
sebagainya dengan cara log roll.
b. Auskultasi
Lakukan auskultasi untuk mendengarkan bising usus terdengar atau tidak.
c. Perkusi
Dengan perkusi bisa kita ketahui adanya nada timpani karena dilatasi lambung
akut di kwadran kiri atas ataupun adanya perkusi redup bila ada
hemoperitoneum. Perkusi mengakibatkan pergerakan peritonium dan
mencetus tanda peritonitis. Shifting dullness (adanya darah dalam abdomen)
terjadi kalau pasien dimiringkan.
d. Palpasi
Tujuan palpasi adalah untuk mendapatkan adanya nyeri lepas yang kadang-
kadang dalam. Dengan palpasi juga kita dapat menentukan besarnya uterus
dan usia kehamilan.

Anda mungkin juga menyukai