1.2 TUJUAN
TUJUAN PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT
1. Mencegah kematian dan cacat pada pasien gawat darurat hingga dapat hidup dan
berfungsi kembali dalam masyarakat.
2. Merujuk pasien gawat darurat melalui system rujukan untuk memperoleh penanganan
yang lebih memadai.
Untuk dapat mencegah kematian, petugas harus tahu penyebab kematian yaitu :
1. Fase Pra RS
a. Komunikasi
Ø Pusat komunikasi ke RS
b. Pendidikan
Orang awam yang telah mendapatkan pengetahuan cara-cara penanggulangan kasus gawat
darurat sebelum korban dibawa ke RS ∕ ambulan datang.
Kemampuan yang harus dimiliki orang awam khusus adalah paling sedikit seperti
kemampuan orang awam dan ditambah dengan :
3. Pada perawat
a. Sistem pernafasan
b. Sistem sirkulasi
c. Sistem vaskuler
Ø Menghentikan perdarahan
Ø Merawat infus
d. Sistem saraf
e. Sistem pencernaan
f. Sistem perkemihan
Ø Pemasangan kateter
h. Sistem endokrin
i. Sistem musculoskeletal
Ø Memasang bidai
Ø Mentransportasikan pasien ke RS
j. Sistem penginderaan
k. Pada anak
c. Transportasi
· Kesadaran
· Pernafasan
· Daerah perlukaan
c) Syarat kendaraan
· Cukup luas untuk lebih dari 2 pasien dan petugas dapat bergerak
· Resusitasi
· Oksigen
· Alat hisap
· Obat-obatan
· Infus
· Tandu
· EKG transmitter
· Inkubator
· Alat-alat persalinan
e) Syarat personal
2) Cara transportasi
· Kendaraan penderita gawat darurat harus berjalan hati-hati dan menaati peraturan lalu
lintas
2. Fase RS
a. Puskesmas
· Resusitasi
· Personal yang dibutuhkan 1 dokter umum dan 2-3 perawat dalam 1 shift
3.
Prinsip utama adalah memberikan pertolongan pertama pada korban. Pertolongan pertama
adalah pertolongan yang diberikan saat kejadian atau bencana terjadi ditempat kejadian.
1. Menyelamatkan kehidupan
3. Meningkatkan pemulihan
Sikap penolong :
1. Jangan panic
2. Bersikap tenang
1.2 Fungsi
1.2 Fungsi Perawat
1. Fungsi Independen
Merupakan fungsi mandiri & tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam
melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan
tindakan untuk memenuhi KDM.
2. Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari
perawat lain sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Biasanya dilakukan oleh
perawat spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.
3. Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara tim
satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan
kerjasama tim dalam pemebrian pelayanan. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim
perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun lainnya.
KUHP
KUHAP
KUHPerdata
UU Kesehatan
Permenkes
Hak
Surat edar
Sanksi
Pidana,perdata,adm
Perawat
Etika keperawatan
PP 32/1996 2:2
Tenaga keperawatan : perawat & bidan
Munas VI PPNI No. 09/Munas/PPNI/2000
Kode Etik Keperawatan Indonesia:
hubungan perawat dan klien
hubungan perawat dan masyarakat
o Lafal sumpah/janji perawat :
o sarjana keperawatan,
o Ahli madya keperawatan,
o bidan
o Kode Etik Bidan ??
o Perawat lain ??
Isu Etika dan Hukum dalam Kegawatdaruratan Medik
o Diagnosis keadaan gawat darurat
o Standar Operating Procedure
o Kualifikasi tenaga medis
o Hak otonomi pasien : informed consent (dewasa, anak)
o Kewajiban untuk mencegah cedera atau bahaya pada pasien
o Kewajiban untuk memberikan kebaikan pada pasien (rasa sakit, menyelamatkan)
o Kewajiban untuk merahasiakan (etika >< hukum)
1. Pengkajian
2. Diagnosa keperawatan
3. Rencana intervensi keperawatan
4. Implementasi keperawatan
5. Evaluasi
1.2 PENGKAJIAN GD
· JENIS PENGKAJIAN
1. UMUM
2. KESADARAN
3. PRIMER
4. SEKUNDER
2. Sakit berat
Sakit sedang
Sakit ringan
1. ALERT/SADAR LINGKUNGAN
2. VERBAL/MENJAWAB PERTANYAAN
3. PAIN/NYERI
4. UNRESPONSIVE/TIDAK BEREAKSI
· PENGKAJIAN
Pengkajian primer
D: Disability
· Airway
Distress pernafasan
Sadar ® ajak bicara
jaw thrust
· SUMBATAN PARSIAL JALAN NAPAS
- ADA KESULITAN BERNAPAS
- RETRAKSI SUPRASTERNAL
- MASIH TERDENGAR SUARA NAPAS
- SUARA STRIDOR
- RETRAKSI INTERKOSTAL
- MEMEGANG LEHER
· BREATHING
Frekuensi nafas
Suara pernafasan
Cara pengkajian
Look :
Feel
Look : apakah kesadaran menurun, gelisah, adanya jejas diatas clavikula, adanya penggunaan
otot tambahan
Ada nafas ?
Gerak dada
Gerak otot-nafas-tambahan
· CIRCULATION
shock ?
evaluasi perfusi
evaluasi perfusi
cardiac arrest ?
· Syok ?
- Perfusi :
· DISABILITY
· PENGKAJIAN SEKUNDER
- Riwayat penyakit
- SAMPLE ( Sign and Symptoms, Allergy, Medication, Past medical history, last meal,
event leading)
- Metode untuk mengkaji nyeri : PQRST
- Psikososial
- Pemeriksaan penunjang
- RIWAYAT PASIEN:
- A (Allergy)
- M (Medication)
- Tekanan darah
- Suhu tubuh
· PENGKAJIAN KEPALA
- Kulit kepala
- Wajah
- Mata
- Hidung
- telinga
- mulut
- Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, trakea miring atau tidak, distensi v.leher,
perdarahan,edema,kesulitan menelan
- Nyeri dada
- Kecemasan/panik
- Keterbatasan aktivitas
1.3 INTERVENSI
· RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
- Pemantauan/monitor,
- Kolaborasi.
- Bila disebabkan karena spasme otot atau edema laring, lakukan tindakan konservatif
§ Berikan oksigen
§ Bronkodilator
§ Anti edema
§ PENUMPUKAN SPUTUM/SEKRESI
§ OBSTRUKSI BENDA ASING / MUNTAHAN /LIDAH JATUH.
KRITERIA HASIL :
§ Tanda dan gejala observasitruksi pernafasan tidak ada : stridor (-), sesak nafas (-),
weezhing (-).
§ Tanda-tanda sekresi tertahan tidak ada; demam (-), takhikardi (-), takhipnue (-).
INTERVENSI/ IMPLEMENTASI :
A.MANDIRI.
WARNA, KEKENTALAN
B. KOLABORASI:
GAS DARAH
SESUAI INDIKASI;
BRONKODILATOR, MUKOLITIK,
· DOKUMENTASI
§ Komunikasi
§ Dokumen Legal
§ Penelitian
§ Statistik
§ Pendidikan
§ Audit
prinsip adalah kemudahan dan kecepatan pencatatan dilakukan secara cepat dan tepat.
BENTUKNYA AL:
- Catatan pengobatan
1.Pengkajian
Kriteria Ukur :
- Prioritas pengumpulan data ditentukan oleh kondisi atau kebutuhan pasien.
- Pengumpulan data dapat langsung ke pasien, atau keluarga terdekat atau pemberi
pelayanan kesehatan jika memungkinkan.
2.Diagnosis
Kriteria ukur :
Kriteria hasil :
- Kriteria hasil realistis serta berhubungan dengan keadaan pasien dan kemampuan
potensial (keuangan)
4. Perencanaan
Kriteria Ukur :
- Recana setiap individu harus sesuai dengan kondisi/kebutuhan pasien.
- Rencana didokumentasikan.
5.Implementasi
Kriteria Ukur :
- Intervensi terdokumentasikan.
6. Evaluasi
Kriteria Ukur :
- Data pengkajian lanjut digunakan untuk merevisi diagnosa, kriteria hasil, rencana
asuhan sesuai kebutuhan.
- Pasien dan keluarga/ dan pemberi kesehatan dapat melakuakan proses evaluasi.
4.1 Pengkajian
Pengkajian atau assesment merupakan tahap awal yang sangat penting untuk dilakukan seorang
tenaga medis sebelum mengambil keputusan klinis atau tindakan. Dalam melakukan pengkajian
dibutuhkan kemampuan kognitif, psikomotor, interpersonal, etik, dan kemampuan menyelesaikan
masalah dengan baik dan benar.
Pengkajian pada umumnya meliputi data subjektif dan objektif. Subjektif didapatkan dari pernyataan
atau keluhan pasien atau keluarga, sementara objektif data yang dapat dilihat atau diukur
(pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan penunjang/lab). Pada pasien emergency / gawat darurat
dibutuhkan pengkajian yang cepat dan tepat.
Komponen
Pemeriksaan
Tindakan
Periksa vokalisasi
identifikasi dan keluarkan benda asing (darah, muntahan, sekret, atau benda asing) yang
menyebabkan obstruksi jalan napas baik parsial atau total
Breathing (pernapasan)
Periksa ada tidaknya pernapasan efektif dengan 3M (melihat naik turunnya diding dada, mendengar
suara napas, dan merasakan hembusan napas)
Warna kulit
Berikan oksigen
Periksa adanya penggunaan otot bantu pernapasan,deviasi trakea, gerakan dinding dada yang
asimetris
Beri bantuan napas dengan menggunakan masker/Bage Valve Mask (BVM)/Endotracheal tube (ETT)
jika perlu
Circulation (sirkulasi)
Periksa pengisian kapiler, warna kulit dan suhu tubuh, serta adanya diaforesis
Pasang jalur IV
Ganti volume darah/cairan yang hilang dengan cairan kristaloid isotonik atau darah
No
Komponen
Pertimbangan
Observasi umum
Periksa pakah ukuran dan bentuk pupil kanan-kiri sama, apakah bereaksi terhdap cahaya
Periksa status hidrasi/warna mukosa/adanya perdarahan/gigi yang hilang atau edema laring/faring
pada langit-langit mulut
Leher
Dada
Auskultasi suara napas kanan-kiri sama atua tidak adanya suara napas tambahan
Abdomen
Ekstremitas
Catat perbedaan warna, suhu tubuh, cappillary refil time (CRT), pergerakan dan sensasi
Punggung
Jika dicurigai terdapat luka pada punggung psaien, maka balikkan pasien denganc ara log roll
Sistem Triage
Sistem Triase
• Spot check
25% UGD menggunakan sistem ini, perawat mengkaji dan mengklasifikasikan pasien dalam
waktu 2-3 menit. Sisten ini memungkinkan identifikasi segera.
• Komprehensif
Merupakan triase dasar yang standart di gunakan. Dan di dukung oleh ENA (Emergenci
Nurse Association) meliputi:
• A (Airway)
• B (Breathing)
• C (Circulation)
• D (Dissability of Neurity)
• E ( Ekspose)
• F (Full-set of Vital sign)
• Pulse Oximetry
• Trise two-tier
Sistenm ini memetluhan orang kedua yang bertindak sebagai penolong kedua yang bertugas
mensortirpasien untuk di lakukan pengkajian lebih rinci.
• Triase Expanded
Sistem ini dapat di tambahkan ke sistem komprohensif dan two-tier mencakup protokol
penanganan:
1. Pertolongan pertama (bidai, kompres, rawat luka)
2. Pemeriksaan diagnostik
3. Pemberian obat
4. Tes lab (Darah, KGD, Urinalisis, dll)
• Triase Bedside
Pasien dalam sistem ini tidak di klasifikasikan triasenya, langsung di tangani oleh perawat
yang bertugas, cepat tanpa perlu menunggu antri.
Klasifikasi Triage
KATEGORI/ KLASIFIKASI TRIASE
61% menggunakan 4 kategori pengambilan keputusan yaitu dengan menggunakan warna
hartu/status sebagai tanda klasifikasi yaitu Merah (Emergen), kuning (Urgen), hijau (non
Urgen), hitam (Expectant)
Merah (Emergent)
Yaitu korban-korban yang membutuhkan stabilisasi segera. Yaitu kondisi yang mengancam
kehidupan dan memerlukan perhatian segera.
Contoh:
– Syok oleh berbagai kausa
– Gangguan pernapasan
– Trauma kepala dengan pupil anisokor
– Perdarahan eksternal masif
Kuning (Urgent)
Yaitu korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi perawatan dapat di tunda sementara.
Kondisi yang merupakan masalah medisyang disignifikan dan memerlukan penata laksanaan
sesegera mungkin. Tanda-tanda fital klien ini masih stabil.
Contoh
• Fraktur multiple
• Fraktur femur/pelvis
• Korban dengan resiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma, obdomen berat)
• Luka bakar luas
• Gangguan kesadaran/trauma kepala
• Korban dengan status yang tidak jelas.
Semua korban dengan kategori ini harus di berikan infus, pengawasan ketat terhadap
kemungkinan timbulnya komplikasi dan berikan perawatan sesegera mungkin.
Hitam (Expectant)
Korban yang meninggal bunia atau yang berpotensi untuk meninggal dunia
– 6% memakai sistem empat kelas yaitu
1. Kelas1: kritis (mengancam jiwa, ekstremitas, penglihatan atau tindakan segera)
2. Kelas ii: Akut (terdapat perubahan yang signifikan, tindakan segera mungkin)
3. Kelas iii: Urgent (signifikan, tikdakan pada waktu yang tepat)
4. Kelas iv: Non Urgent (tidak terdapat resiko yang perlu segera di tangani)
– 10% digunakan sistem 5 tingkat yaitu
Tingkat contoh
1 Kritis Segera Henti jantung
2 Tidak stabil 5-15 menit Fraktur mayor
3 Potensial tidak stabil 30-60 menit Nyeri abdomen
4 Stabil 1-2 jam Sinusitis
5 Rutin 4 jam Pengangkatan jahitan
Askep
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
Penghajian (PQRST)
– Provokes (pemicu)
– Quality (kualitas)
– Radiation (penyebaran)
– Severity (intensitas)
– Time (waktu)
– Treatment (penanganan)
Ditambah dengan riwayat alergi, obat-obatan terahir, imunisasi, haid terahir,setekah itu baru
diklasifikasikan.
Tipsord-Klinkhammer dan Adreoni menganjurkan OLD CART
– Onset of system (awitan gejala)
– Location of Problem (lokasi masalah)
– Duration of Symptoms (karakteristik gejala yang di rasakan)
– Aggraviting Factor (faktor yang memperberat)
– Relieving Factors (faktor yang meringankan)
– Treatment ( penanganan sebekumnya)
Diagnosa
Diagnosa keperawatan gawat darurat adalah masakah potensial dan aktual. Tetapi perawat
tetap harus mengkaji pasien secara berkala karena kondisi pasien dapat berubah terus-
menerus. Diagnosa keperawatan bisa berubah atau bertambah setiap waktu.
Intervensi/ Implementasi
Intervensi yang di lakukan sesuai dengan pengkajian dan di agnosa yang sesuai dengan
keadaan pasien dan harus di laksanakan berdasarkan skal prioritas. Prioritas di tegakkan
sesuai dengan tujuan umum dari penata laksanaan kedaruratan yaitu untuk mempertahankan
hidup, mencegah keadaan yang memburuk sebelum penanganan yang pasti. Prioritas di
tentukan oleh ancaman terhadap kehidupan pasien. Kondisi yang mengganggu fungsi
fisiologis vitallebih di utamakan dari pada kondisi luar pasien. Luka di wajah, leher dan dada
yang mengganggupertnapasan biasanya merupakan prioritas tinggi.
Evaluasi
Setelah mendapat pertolongan adekuat, vital signdievaluasi secara berkala, setelah itu
konsulkan dengan dokteratau bagian diagnostik untuk prosedur berikutnya, jika kondisi mulai
stabil pindahkan keruangan yang sesuai.
End Of Life End of life merupakan salah satu tindakan yang membantu meningkatkan
kenyamanan seseorang yang mendekati akhir hidup (Ichikyo, 2016). End of life care adalah
perawatan yang diberikan kepada orang-orang yang berada di bulan atau tahun terakhir
kehidupan mereka (NHS Choice, 2015).
End of life akan membantu pasien meninggal dengan bermartabat. Pasien yang berada dalam
fase tersebut biasanya menginginkan perawatan yang maksimal dan dapat meningkatkan
kenyamanan pasien tersebut. End of life merupakan bagian penting dari keperawatan paliatif
yang diperuntukkan bagi pasien yang mendekati akhir kehidupan.
End of life care bertujuan untuk membantu orang hidup dengan sebaikbaiknya dan
meninggal dengan bermartabat (Curie, 2014). End of life care adalah salah satu kegiatan
membantu memberikan dukungan psikososial dan spiritual (Putranto, 2015). Jadi dapat
disimpulkan bahwa End of life care merupaka salah satu tindakan keperawatanyang
difokuskan pada orang yang telah berada di akhir hidupnya, tindakan ini bertujuan untuk
membuat orang hidup dengan sebaik-baiknya selama sisa hidupnya dan meninggal dengan
bermartabat.
Prinsip-Prinsip End Of Life
Prinsip-Prinsip End Of Life
a. Menghargai kehidupan dan perawatan dalam kematian Tujuan utama dari perawatan
adalah menpertahankan kehidupan, namun ketika hidup tidak dapat dipertahankan, tugas
perawatan adalah untuk memberikan kenyamanan dan martabat kepada pasien yang sekarat,
dan untuk mendukung orang lain dalam melakukannya.
b. Hak untuk mengetahui dan memilih Semua orang yang menerima perawatan kesehatan
memiliki hak untuk diberitahu tentang kondisi mereka dan pilihan pengobatan
mereka.Mereka memiliki hak untuk menerima atau menolak pengobatan dalam
memperpanjang hidup.Pemberi perawatan memiliki kewajiban etika dan hukum untuk
mengakui dan menghormati pilihanpilihan sesuai dengan pedoman. c. Menahan dan
menghentikan pengobatan dalam mempertahankan hidup Perawatan end of life yang tepat
harus bertujuan untuk memberikan pengobatan yang terbaik untuk individu. Ini berarti bahwa
tujuan utama perawatan martabat,
d. Sebuah pendekatan kolaboratif dalam perawatan Keluarga dan tenaga kesehatan memiliki
kewajiban untuk bekerja sama untuk membuat keputusan bagi pasien yang kurang bisa dalam
pengambilan keputusan, dengan mempertimbangkan keinginan pasien.
f. Perawatan non diskriminatif Keputusan pengobatan pada akhir hidup harus non-
diskriminatif dan harus bergantung hanya pada faktor-faktor yang relevan dengan kondisi
medis, nilai-nilai dan keinginan pasien.
g. Hak dan kewajiban tenaga kesehatan Tenaga kesehatan tidak berkewajiban untuk
memberikan perawatan yang tidak rasional, khususnya, pengobatan yang tidak bermanfaat
bagi pasien.Pasien memiliki hak untuk menerima perawatan yang sesuai, dan tenaga
kesehatan memiliki tanggung jawab untuk memberikan pengobatan yang sesuai dengan
norma-norma profesional dan standar hukum.
2) merasa nyaman,
4) damai,
5) kedekatan dengan anggota keluarga dan pihak penting lainnya. 1. Terbebas dari Nyeri
Bebas dari penderitaan atau gejala disstres adalah hal yang utama diinginkan pasien dalam
pengalaman EOL (The Peaceful End Of Life). Nyeri merupakan ketidaknyamanan sensori
atau pengalaman emosi yang dihubungkan dengan aktual atau potensial kerusakan jaringan
(Lenz, Suffe, Gift, Pugh, & Milligan, 1995; Pain terms, 1979). 2. Pengalaman Menyenangkan
Nyaman atau perasaan menyenangkan didefinisikan secara inclusive. 3. Pengalaman martabat
(harga diri) dan kehormatan Setiap akhir penyakit pasien adalah “ ingin dihormati dan dinilai
sebagai manusia” (Ruland & Moore, 1998). Di konsep ini memasukkan ide personal tentang
nilai, sebagai ekspresi dari prinsip etik otonomi atau rasa hormat untuk orang, yang mana
pada tahap ini individu diperlakukan sebagai orang yang menerima hak otonomi, dan
mengurangi hak otonomi orang sebagai awal untuk proteksi (United states, 1978). 4.
Merasakan Damai Damai adalah “perasaan yang tenang, harmonis, dan perasaan puas,
(bebas) dari kecemasan, kegelisahan, khawatir, dan ketakutan” (Ruland & Moore, 1998).
Tenang meliputi fisik, psikologis, dan dimensi spiritual. 5. Kedekatan untuk kepentingan
lainnya Kedekatan adalah “perasaan menghubungkan antara antara manusia dengan orang
yang menerima pelayanan” (Ruland & Moore, 1998). Ini melibatkan kedekatan fisik dan
emosi yang diekspresikan dengan kehangatan, dan hubungan yang dekat (intim).
TRAUMA ABDOMEN
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan
imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002) terdiri dari:
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan
dan hatiharus dieksplorasi (Sjamsu hidayat, 1998).
A. Etiologi
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen,
umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor,
kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma
ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan
kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga
diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ
internal diabdomen.
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tumpul pada
abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan
bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresiatau sabuk
pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
B. Patofisiologi
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra
abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai
penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu
organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium
cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan,
nyerispontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis
umum. Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh,
juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada fase
awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan
bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Mansjoer, 2001).
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1. Nyeri : Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat
timbul dibagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
2. Darah dan cairan : Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang
disebabkan oleh iritasi.
3. Cairan atau udara dibawah diafragma : Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh
perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi rekumben.
5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) : Yang disebabkan oleh kehilangan
darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi
2. Pemeriksaan darah rutin : Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-linedata bila terjadi
perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan
leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya
perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi
menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan
transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegak : Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum,
udara bebas retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
4. Pemeriksaan urine rutin : Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila
dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada
saluran urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram) : Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada
persangkaan trauma pada ginjal.
6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL) : Dapat membantu menemukan adanya darah atau
cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat
diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)
Pasien cedera abdominal dan cedera medulla spinalis (sumsum tulang belakang)
Hamil
7. Ultrasonografi dan CT Scan : Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderi tayang
belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya.
3. Pemasangan NGT : Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma
abdomen.
5. Laparotomi
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus
mengkaji dengan cepat apa yang terjadi dilokasi kejadian. Para medik mungkin harus melihat
apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera
ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak
berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
1. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan teknik ‘head tilt chin
lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang
dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing
lainnya.
2. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat-
dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak.
Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat
tidaknya pernapasan).
3. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat,
maka bantuan napas dapatdilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi
jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30
kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
1. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh
dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
2. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa
pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
3. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan
dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut
dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
4. Imobilisasi pasien.
5. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
6. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
7. Kirim ke rumah sakit.
B. Hospital
1. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang
berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka.
Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan.
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau
pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen
sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.
c. Uretrografi.
d. Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing,contohnya pada :
traumanon-penetrasi
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan
juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium,
glukosa,amilase.
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau decendens dan
dubur (Hudak & Gallo, 2001).
A. PENGKAJIAN
Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi menyeluruh dari
bagian kepala ke ujung kaki.
1. Aktifitas/istirahat
2. Sirkulasi
3. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,
kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
biasanya lama.
8. Pernafasan
9. Keamanan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Intervensi :
c. Kaji tetesan infus
e. Tranfusi darah
Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
Intervensi :
Intervensi :
R/ keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko infeksi.
Intervensi :
a. Kaji perilaku koping baru dan anjurkanpenggunaan ketrampilan yang berhasil pada
waktu lalu
b. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut dan
berikan penanganan
R/mengetahui ansietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah dan untuk memberikan
penjelasan kepada klien.
c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit
R/apabila klien tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan, klien mengerti dan
diharapkan ansietas berkurang
R/ lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam menghadapi situasi
R/memotifasi klien
Intervensi :
TRAUMA THORAX
Trauma adalah luka atau Cedera fisik lainnya atau cedera fsiologis akibat gangguan
emosional yang hebat (brooker,2001)
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun.
penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi &aktor implikasi pada trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja ('Smeltzer 2001).
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax , baik trauma atau
ruda paksa tajam atau tumpul. (hudak1999).
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum yang disebabkan oleh
benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.
Hematotorax adalah tedapatnya darah dalam rongga pleura, sehingga paru terdesak dan
terjadinya perdarahan.
Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-
paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa
darah.
MANIFESTASI KLINIS
• Dyspnea, takipnea
• Takikardi
• Kemungkinan Cyanosis.
KLASIFIKASI
A. Terjadi diskontinuitas dinding toraks 'laserasi) langsung akibat penyebab trauma
B. Terutama akibat tusukan benda tajam , (pisau, kaca,dsb) atau peluru
Trauma tembus biasanya disebabkan tekanan mekanikal yang dikenakan secara
direk yang berlaku tiba-tiba pada suatu area lokal. pisau atau projectile misalnya akan
menyebabkan kerusakan jaringan dengan stretching dan crushing dan cedera biasanya
menyebabkan batas luka yang sama dengan bahan yang tembus pada jaringan.
Berat ringannya Cidera internal yang Berlaku tergantung pada organ yangtelah
terkena dan seberapa vital organ tersebut. Derajat cidera tergantung pada mekanisme dari
penetrasi dan temasuk diantarafaktor lain adalah efsiensi dari energy yang dipindahkan dari
obyek ke jaringan tubuh yang terpenetrasi.
Faktor - Faktor lain yang Berpengaruh adalah karakteristik dari senjata, seperti
kecepatan size dari permukaan impak, serta densitas dari jaringan tubuh yang terpenetrasi.
Pisau biasanya menyebabkan cidera yang lebih kecil karena iatermasuk proyektil dengan
kecepatan rendah. 3uka tusuk yang disebakan oleh pisau sebatas dengan daerah yang terjadi
penetrasi. 3uka disebabkan tusukan pisau biasanyadapat ditoleransi /alaupun tusukan tersebut
pada daerah jantung biasanya dapatdiselamatkan dengan penanganan medis yang maksimal.
Peluru termasuk proyektil dengan kecepatan tinggi, dengan biasanya bisa mencapai
kecepatan lebih dari 1800-2000 kali per detik. proyektil dengan kecepatan yang tinggi dapat
menyebabkan dapat menyebabkan berat cidera yang samadenganseperti penetrasi pisau,
namun tidak seperti pisau. cidera yang disebabkan olehpenetrasi peluru dapat merusakkan
struktur yang berdekatan dengan laluan peluru.
Ini karena disebabkan oleh terbentuknya kavitas jaringan dan dengan menghasilkan
gelombang syok jaringan yang bisa bertambah luas. Tempat keluar peluru mempunyai
diameter 20-60 kali dari diameter peluru.
TRAUMA TUMPUL
B. Terutama akibat kecelakaan lalu lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blastinjuries.
C. kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru
E. Trauma tumpul lebih sering didapatkan berbanding trauma tembus,kira-kiralebih dari
90% trauma thoraks.
- transfer energi secara direk pada dinding dada dan organ thoraks
Benturan yangsecara direk yang mengenai dinding torak dapat menyebabkan luka robek dan
kerusakan dari jaringan lunak dan tulang seperti tulang iga. cedera thoraks dengantekanan
yang kuat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intratorakal sehingga menyebabkan
ruptur dari organ organ yang berisi cairan atau gas
KOMPLIKASI
Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup sehingga
menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena yang kembali. pembulu
vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat serta lemah yang akhirnya membawa
kematian akibat penekanan pada jantung.
2. Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi sehingga
volume pneumothorak meningkat dan mendorong mediastinim menekan paru sisi lain.
Adanya udara, cairan,darah dalam kavum pleura sama dengan efusi pleura yaitu sesak nafas
pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok. Bila kejadian mendadak
maka pasien akan syok.
Akibat adanya Cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga pleura maka terjadi
tanda - tanda :
- Dypsnea sewaktu bergerak, kalau efusinya luas pada waktu istirahatpun bisa terjadi
dypsnea.
pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian tersebut. pada saat
insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi keluar. ini menunjukan adanya
paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang berlawanan)
5. Hemopneumothorak.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
PENATALAKSANAAN
Konservatif
•pemberian analgetik
• pemasangan plak/plester
• fisiotherapy
Tindakan untuk menstabilkan dada
• Gunakan Ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif, didasarkan pada
kriteria sebagai berikut
• Pasang selang dada dihubungkan dengan MSD, bila tension pneumothorak mengancam
• oksigen tambahan.
• Airway (A
Batuk dengan sputum kental atau darah, terkadang disertai dengan muntah darah,
• Breathing (B)
Adanya napas spontan, dengan gerakan dada asimetris (pada pasien tension
pneumotoraks), napas cepat, dipsnea, takipnea, suara napas kusmaul, napas pendek,
napas dangkal.
• Circulation (C)
• Eksposure (E)
Adanya kontusio atau jejas pada bagian dada. Adanya penetrasi penyebab trauma
SE,ONDARY SURVEY
-Daerah dada :
Auskultasi : suara napas krekels ,suara jantung abnormal.terkadang terjadi penurunan bising
napas .
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keprawatan secara menyeluruh
(boedihartono,1994:10) pengkajian pada pasien dengan trauma thorax (Donges,1999)
meliputi aktivitas / istirahat
Sirkulasi
Gejala: nyeti uni laterl,timbul tiba-tiba selama batuk atau tegangan ,tajam dan nyeri,menusuk
– nusuk yang diperberat oleh napas dalam,kemungkinan menyebar ke leher ,bahu dan
abdomen tanda : berhati-hari pada area yang sakit,perilaku diatraksi ,mengekerutkan wajah
Pernapasan
PPOM
Keamanan
Penyuluhan /pembelajaran
Gejala: riwayat faktor risiko keluarga, TBC ,kanker adanya bedahintratorakal/biopsy paru
II.DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. Tidak efektifan pola napas b/d ekpansi pari yang tidak maksimal karena akumulasi
udara/cairan
B. Enefektif bersihan jalan napas b/d peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk
sekunder akibat nyeri dan keletihan
C. Kerusakan integritas kulit b/d trauma mekanik terpasang bullow drainage
III.INTERVENSI
Intervensi dan inplementasi keperawatan yang muncul pada psien dengan trauma
thorax(Wilkinson,2006)meliputi:
Diagnosa 1 : Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
maksimal karena trauma.
Kriteria hasil :
Intervensi :
1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke
sisi yang sakit.
2. Obserfasi fungsi pernapasan, cacat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-
tanda vital.
3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
4. Jelaskan pada klien tentang etiologic/faktor pencetus adanya sesak atau kolabs paru-paru.
5. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan
pernapasan lebih
8. Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
10.Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau
menggantung di
dibawah saluran masuknya ke tempat drainage. Aliran akumulasi dranage bila perlu.
Diagnose II : inefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret
dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Kriteria hasil :
Intervensi :
2. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka
4. Berikan perawatan luka dengan teknik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril,
gunakan
PENGKAJIAN KEGAWATDARURATAN
PENGKAJIAN GAWAT DARURAT
Perawatan pada pasien yang mengalami injuri oleh tim trauma agak berbeda dengan
pengobatan secara tradisional, di mana penegakan diagnosa, pengkajian dan manajemen
penatalaksanaan sering terjadi secara bersamaan dan dilakukan oleh dokter yang lebih dari
satu. Seorang leader tim harus langsung memberikan pengarahan secara keseluruhan
mengenai penatalaksanaan terhadap pasien yang mengalami injuri, yang meliputi (Fulde,
2009): Primary survey, Resuscitation, History, Secondary survey, Definitive care.
Primary Survey
2. Breathing dan oxygenation
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain (Gilbert., D’Souza., & Pletz,
2009) :
a) General Impressions
PENGKAJIAN AIRWAY
Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien dengan
mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas.
Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
(Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan
ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai
terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan
oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).
1. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas dengan
bebas?
a. Adanya snoring atau gurgling
c. Agitasi (hipoksia)
e. Sianosis
3. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial
penyebab obstruksi :
a. Muntahan
b. Perdarahan
d. Gigi palsu
e. Trauma wajah
4. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
5. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko
untuk mengalami cedera tulang belakang.
6. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi :
d. Lakukan intubasi
PENGKAJIAN BREATHING
Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan keadekuatan
pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka langkah-langkah
yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension
pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson &
Skinner, 2000).
a. Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai
berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot
bantu pernafasan.
Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
2. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai karakter
dan kualitas pernafasan pasien.
5. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi:
a. Pemberian terapi oksigen
b. Bag-Valve Masker
6. Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi
sesuai kebutuhan.
PENGKAJIAN SIRKULASI
Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis shock
didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat,
ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena
itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman
untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung mengarahkan tim untuk
melakukan upaya menghentikan pendarahan. Penyebab lain yang mungkin
membutuhkan perhatian segera adalah: tension pneumothorax, cardiac tamponade,
cardiac, spinal shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang nyata harus
diidentifikasi melalui paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan baik
(Wilkinson & Skinner, 2000). Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status
sirkulasi pasien, antara lain :
2. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
1. A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan
2. V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa
dimengerti
3. P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas
4. U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga
memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan.
Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu
diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien
hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai
dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika
diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam jiwa,
maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
1. Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien.
2. Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien luka
dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau
kritis (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009).
SISTEM PENGKAJIAN
SISTEM PENGKAJIAN KEGAWATDARURATAN
Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, No. CM, Dx. Medis, alamat dll
PRINSIP
Identifikasi Kasus
1.Trauma ?
2.Non Trauma ?
C. Pengkajian
1. Pengkajian primer
2. Pengkajian sekunder
1. Circulation
2. Airway
3. Breathing
4. Disability
5. Exposure
SURVEI PRIMER
a) Airway!
b) Breathing!
c) Circulation!
Survai Primer
B –Breathing (+Ventilation )
C –Circulation (+ KontrolPerdarahan)
D –Disability ( GCS,TandaLateralisasi)
E –Exposure
CIRCULATION
b) Penilaian dengan cepat dapat dilakukan melalui penilaian kesadaran, warna kulit, dan
nadi
AIRWAY
b) Pemeriksaan adanya obstruksi jalan napas karena lidah, darah, benda asing, fraktur
tulang wajah, trauma laring, trachea dan sebab lain
Mempertahankan jalan napas yang efektif dan dalam jangka waktu yang
3. Meminimalkan resiko jalan napas terhadap aspirasi darah atau muntahan.
7. Adanya bahaya sumbatan (hematoma leher,cedera laring, trakhea, dan trauma
maksillofasial berat.
1. Intubasi Orotracheal
Pada setiap penderita tidak sadar dengan trauma kepala tentukanlah perlunya intubasi. Bila
penderita dalam keadaan gagal napas, intubasi dilakukan oleh 2 orang dengan 1 petugas
melakukan imobilsasi segaris.
2. Intubasi Nasotrakheal
Intubasi nasotracheal bermanfaat pada fraktur cervical. Perlu kehati-hatian pada penderita
dengan fraktur tulang wajah yang berat atau fraktur basis cranii anterior. Perhatian akan
adanya fraktur cervical adalah sama seperti pada intubasi orotracheal.
3. Needle Krikotiroidotomi
Tindakan dilakukan dengan memakai jarum ukuran 12G atau 14G
ditusukkan melalui membrana krikotiroid, ini dapat memberikan 45 menit
tambahan waktu untuk menunggu intubasi dilakukan.
4. Surgical Krikotiroidotomi
Tindakan ini dilakukan pada penderita intubasi oral atau intubasi nasal
yang dikontraindikasikan atau tidak dapat terlaksana.
BREATHING
DISABILITY
EXPOSURE
Pemeriksaan meliputi seluruh bagian tubuh disertai tindakan untuk mencegah hipotermia
Sekunder
Medikasi/Pengobatan terakhir.
Pengalaman pembedahan.
Riwayat penyakit dahulu.
Head to toe
Diagnosa Keperawatan
Evaluasi
TRIASE
TRIAGE
Sistem Triase
• Spot check
25% UGD menggunakan sistem ini, perawat mengkaji dan mengklasifikasikan pasien dalam
waktu 2-3 menit. Sisten ini memungkinkan identifikasi segera.
• Komprehensif
Merupakan triase dasar yang standart di gunakan. Dan di dukung oleh ENA (Emergenci
Nurse Association) meliputi:
• A (Airway)
• B (Breathing)
• C (Circulation)
• D (Dissability of Neurity)
• E ( Ekspose)
• F (Full-set of Vital sign)
• Pulse Oximetry
• Trise two-tier
Sistenm ini memetluhan orang kedua yang bertindak sebagai penolong kedua yang bertugas
mensortirpasien untuk di lakukan pengkajian lebih rinci.
• Triase Expanded
Sistem ini dapat di tambahkan ke sistem komprohensif dan two-tier mencakup protokol
penanganan:
1. Pertolongan pertama (bidai, kompres, rawat luka)
2. Pemeriksaan diagnostik
3. Pemberian obat
4. Tes lab (Darah, KGD, Urinalisis, dll)
• Triase Bedside
Pasien dalam sistem ini tidak di klasifikasikan triasenya, langsung di tangani oleh perawat
yang bertugas, cepat tanpa perlu menunggu antri.
Merah (Emergent)
Yaitu korban-korban yang membutuhkan stabilisasi segera. Yaitu kondisi yang mengancam
kehidupan dan memerlukan perhatian segera.
Contoh:
– Syok oleh berbagai kausa
– Gangguan pernapasan
– Trauma kepala dengan pupil anisokor
– Perdarahan eksternal masif
Kuning (Urgent)
Yaitu korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi perawatan dapat di tunda sementara.
Kondisi yang merupakan masalah medisyang disignifikan dan memerlukan penata laksanaan
sesegera mungkin. Tanda-tanda fital klien ini masih stabil.
Contoh
• Fraktur multiple
• Fraktur femur/pelvis
• Korban dengan resiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma, obdomen berat)
• Luka bakar luas
• Gangguan kesadaran/trauma kepala
• Korban dengan status yang tidak jelas.
Semua korban dengan kategori ini harus di berikan infus, pengawasan ketat terhadap
kemungkinan timbulnya komplikasi dan berikan perawatan sesegera mungkin.
Hitam (Expectant)
Korban yang meninggal bunia atau yang berpotensi untuk meninggal dunia
– 6% memakai sistem empat kelas yaitu
1. Kelas1: kritis (mengancam jiwa, ekstremitas, penglihatan atau tindakan segera)
2. Kelas ii: Akut (terdapat perubahan yang signifikan, tindakan segera mungkin)
3. Kelas iii: Urgent (signifikan, tikdakan pada waktu yang tepat)
4. Kelas iv: Non Urgent (tidak terdapat resiko yang perlu segera di tangani)
– 10% digunakan sistem 5 tingkat yaitu
Tingkat contoh
1 Kritis Segera Henti jantung
2 Tidak stabil 5-15 menit Fraktur mayor
3 Potensial tidak stabil 30-60 menit Nyeri abdomen
4 Stabil 1-2 jam Sinusitis
5 Rutin 4 jam Pengangkatan jahitan
ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
Penghajian (PQRST)
– Provokes (pemicu)
– Quality (kualitas)
– Radiation (penyebaran)
– Severity (intensitas)
– Time (waktu)
– Treatment (penanganan)
Ditambah dengan riwayat alergi, obat-obatan terahir, imunisasi, haid terahir,setekah itu baru
diklasifikasikan.
Tipsord-Klinkhammer dan Adreoni menganjurkan OLD CART
– Onset of system (awitan gejala)
– Location of Problem (lokasi masalah)
– Duration of Symptoms (karakteristik gejala yang di rasakan)
– Aggraviting Factor (faktor yang memperberat)
– Relieving Factors (faktor yang meringankan)
– Treatment ( penanganan sebekumnya)
Diagnosa
Diagnosa keperawatan gawat darurat adalah masakah potensial dan aktual. Tetapi perawat
tetap harus mengkaji pasien secara berkala karena kondisi pasien dapat berubah terus-
menerus. Diagnosa keperawatan bisa berubah atau bertambah setiap waktu.
Intervensi/ Implementasi
Intervensi yang di lakukan sesuai dengan pengkajian dan di agnosa yang sesuai dengan
keadaan pasien dan harus di laksanakan berdasarkan skal prioritas. Prioritas di tegakkan
sesuai dengan tujuan umum dari penata laksanaan kedaruratan yaitu untuk mempertahankan
hidup, mencegah keadaan yang memburuk sebelum penanganan yang pasti. Prioritas di
tentukan oleh ancaman terhadap kehidupan pasien. Kondisi yang mengganggu fungsi
fisiologis vitallebih di utamakan dari pada kondisi luar pasien. Luka di wajah, leher dan dada
yang mengganggupertnapasan biasanya merupakan prioritas tinggi.
Evaluasi
Setelah mendapat pertolongan adekuat, vital signdievaluasi secara berkala, setelah itu
konsulkan dengan dokteratau bagian diagnostik untuk prosedur berikutnya, jika kondisi mulai
stabil pindahkan keruangan yang sesuai.
RJP BAYI
RJP BAYI
Dalam waktu 8-10 menit, seseorang anak tidak dapat bertahan tanpa ada suplai oksigen yang
ukup. Oleh karena itu, RJP dilakukan untuk mempertahankan suplai oksigen di dalam darah
menuju otak dan organ-organ vital lainnya, hingga bantuan medis datang untuk
mengembalikan detak jantung yang normal.
Resusitasi jantung paru juga sering disebut sebagai CPR alias cardio pulmonary resusitation.
Namun, apabila merupakan tenaga terlatih dan siap untuk melakukan RJP kapan saja, maka
Anda disarankan untuk melakukan evaluasi RJP lengkap, pijat jantung, dan bantuan
pernapasan. Sebelum melakukan prosedur RJP pada anak, berikut ini beberapa hal yang harus
Anda cermati:
Apakah lingkungan sekitar aman? Bila tidak, amankan keadaan terlebih dahulu.
Bagaimana kesadaran penderita yang akan ditolong?
Apabila anak tidak sadar, tepuk atau goyangkan bahu dan tanyakan dengan suara
yang cukup keras “Apakah kamu baik-baik saja?”
Bila anak tidak merespons dan tidak ada orang di sekitar Anda, segera cari akses
komunikasi untuk menghubungi nomor gawat darurat sebelum melakukan RJP
kemudian ambil automated external defibrillator (AED), jika ada.
Apabila penderita tidak merespons dan terdapat dua orang penolong, segera bagi
tugas. Satu orang harus menghubungi nomor gawat darurat dan satu penolong lainnya
mengambil AED.
Pasang AED untuk mengevaluasi irama jantung, lakukan pemberian kejutan sesuai
instruksi yang terdapat pada AED, dan setelah itu lakukan RJP.
Prosedur RJP pada anak-anak usia satu tahun ke atas hingga usia remaja memiliki langkah-
langkah yang sama seperti prosedur RJP dewasa, yaitu dengan tahap compression,
airway, dan breathing.
Compression bertujuan untuk mengembalikan sirkulasi darah, dengan langkah-langkah
berikut ini:
1. Bila Anda sendiri dan tidak menyaksikan awal mula ketika penderita tidak sadar,
lakukan lima siklus kompresi dan bantuan napas (sekitar dua menit) sebelum
menghubungi nomor gawat darurat dan mengambil AED.
2. Bila Anda sendiri dan menyaksikan awal mula penderita mulai tidak sadar, hubungi
nomor gawat darurat, ambil AED, dan lakukan CPR. Bila ada dua orang penolong,
satu orang penolong mesti menghubungi nomor gawat darurat dan mengambil AED,
kemudian satu orang lainnya mulai melakukan CPR.
3. Posisikan penderita untuk tidur terlentang pada permukaan yang datar dan solid.
4. Berlututlah dengan memposisikan lutut di antara leher dan bahu anak.
5. Gunakan dua tangan atau satu tangan bila anak bertubuh kecil, untuk melakukan pijat
jantung atau kompresi dada.
6. Letakkan telapak tangan di tengah dada pada garis puting. Kemudian letakkan tangan
lainnya di atas tangan yang berada di tengah dada.
7. Lakukan kompresi dada sedalam sekitar lima cm. Bila penderita telah berusia remaja,
kompresi dada dilakukan dengan menekan dada sedalam 5-6 cm. Lakukan 30
kompresi dada dengan kecepatan 100-120 kali per menit.
8. Jika Anda bukan tenaga yang terlatih, tidak pernah mendapatkan pelatihan RJP
sebelumnya, pernah mendapatkan pelatihan tetapi sudah lupa, maka lakukan kompresi
dada hingga bantuan medis tiba atau penderita sadar. Namun apabila Anda adalah
tenaga yang terlatih dan siap melakukan RJP lanjutkan ke
tahap airway dan breathing.
1. Setelah melakukan 30 hitungan kompresi dada, buka jalan napas penderita dengan
metode head-tilt dan chin-lift.
2. Letakkan telapak tangan pada dahi penderita. Kemudian secara perlahan, tengadahkan
kepala penderita. Gunakan tangan yang lain untuk menarik dagu penderita sehingga
jalan napas terbuka.
Breathing untuk memberikan bantuan napas, dilakukan dengan satu siklus RJP, atau 30
hitungan kompresi dada disertai dua kali pemberian bantuan napas. Berikut ini caranya:
1. Setelah jalan napas terbuka, pencet cuping hidung penderita dan tutup mulut penderita
dengan mulut penolong, untuk memberikan dua kali bantuan napas.
2. Pastikan selama meniupkan napas, dada penderita terangkat. Bila pada tiupan pertama
dada terangkat, lanjutkan untuk memberikan bantuan napas yang kedua. Namun jika
dada tidak terangkat, ulangi lagi pembebasan jalan napas dengan metode head-
tilt dan chin lift. Usahakan untuk tidak memberikan bantuan napas terlalu banyak atau
meniupkan napas terlalu kencang.
3. Setelah dua napas diberikan, lanjutkan untuk melakukan siklus RJP yang kedua. Bila
terdapat dua penolong, lakukan 15 hitungan kompresi dada pada satu siklus CPR dan
dua kali bantuan napas.
4. Bila terdapat AED, gunakan AED sesuai petunjuk. Jika memungkinkan, gunakan
bantalan AED khusus untuk penderita anak-anak. Berikan satu kejutan dan ulangi
RJP. Teruskan RJP hingga penderita sadar atau bantuan medis datang.
RJP pada bayi berusia 4 minggu ke atas
Henti jantung pada bayi umumnya disebabkan oleh kekurangan oksigen, misalnya akibat
tenggelam atau tersedak. Bila Anda menyadari bahwa bayi mengalami sumbatan jalan napas,
lakukan pertolongan pertama untuk membebaskan jalan napas terlebih dahulu. Bila Anda
tidak mengetahui penyebab henti napas pada bayi, lakukan RJP.
Untuk memulai RJP, periksa dulu keadaan sekitar, goyangkan bayi, dan lihat respons bayi
seperti ada atau tidaknya gerakan. Bila tidak terdapat respons, lakukan RJP dengan
metode compression, airway, dan breathing untuk bayi di bawah satu tahun (bukan untuk
bayi baru lahir).
1. Bila Anda sendiri dan tidak menyaksikan ketika bayi mulai kolaps, lakukan lima
siklus kompresi dan bantuan napas (sekitar dua menit), sebelum menghubungi nomor
gawat darurat dan mengambil AED.
2. Bila Anda sendiri dan melihat ketika bayi mulai kolaps, hubungi nomor gawat
darurat, ambil AED, dan lakukan CPR. Jika ada dua orang penolong, satu orang
penolong harus menghubungi nomor gawat darurat dan mengambil AED. Kemudian
satu orang penolong lainnya mulai melakukan CPR.
3. Posisikan bayi untuk tidur terlentang pada permukaan yang datar dan solid.
Bayangkan garis horizontal di antara kedua puting susu bayi dan letakkan dua jari
(dari satu tangan) di bawah garis tersebut di tengah dada.
4. Lakukan kompresi dada sedalam kurang lebih 4 cm dengan hati-hati sekitar 1/3-1/2
kedalaman dada.
5. Lakukan kompresi dada sambil menghitung jumlah kompresi dengan keras dengan
kecepatan kompresi 100-120 kali per menit.
1. Setelah melakukan 30 kali kompresi dada, dorong atau angkat kepala ke belakang
secara perlahan, dengan satu tangan mengangkat dagu dan satu tangan lainnya
mendorong dahi.
2. Jangan memiringkan kepala ke belakang jika anak diduga mengalami cedera leher
atau kepala.
1. Tutup mulut dan hidung bayi menggunakan mulut Anda. Gunakan kekuatan otot pipi
untuk meniupkan udara secara perlahan ke mulut bayi. Anda tidak disarankan
menggunakan tarikan napas dalam dari paru-paru. Perhatikan, jika dada bayi
terangkat, maka berikan bantuan napas kedua. Namun bila tidak terangkat, lakukan
atau ulangi pembebasan jalan napas dan berikan bantuan napas.
2. Bila dada bayi tetap tidak terangkat, lanjutkan kompresi dada.
3. Berikan dua bantuan napas setelah melakukan 30 hitungan kompresi dada. Jika ada
dua penolong, berikan dua kali bantuan napas setelah 15 hitungan kompresi dada.
4. Teruskan RJP hingga bayi sadar atau bantuan medis datang.
Yang harus dilakukan setelah menjalani satu siklus
resusitasi jantung paru
Anda disarankan untuk tetap melakukan dan menambahkan siklus RJP hingga penderita
kembali sadar atau bantuan medis telah datang.
B. TUJUAN
Adapaun langkah-langkahnya :
a. Letakkan tangan anda pada dahi korban, gunakan tangan yang paling dekat dengan
kepala korban.
b. Tekan dahi sedikit mengarah kebelakang dengan telapak tangan sampai kepala korban
terdorong ke belakang.
c. Letakkan ujung jari tangan yang lainnya di bawah bagian ujung rahang bawah.
d. Angkat Dagu ke depan, lakukan gerakan ini bersamaan dengan menekan dahi sampai
kepala korban pada posisi ekstensi maksimal. Pada korban bayi dan anak kecil tidak
dilakukan sampai maksimal tetapi sedikit ekstensi saja.
e. Pertahankan tangan di dahi korban untuk menjaga posisi kepala tetap ke belakang.
f. Buka mulut korban dengan ibu jari tangan yang menekan dagu.
a. Bagi korban yang masih bayi gerakan ekstensi kepala tidak boleh maksimal.
e. Jika korban dengan gigi palsu cobalah pertahankan pada posisinya tetapi jika
mengganggu / sulit dipertahankan sebaiknya gigi palsu tersebut dilepas.
Caranya :
a. Berlutut disisi atas kepala korban, letakkan kedua siku penolong sejajar dengan posisi
korban, kedua tangan memegang sisi kepala.
b. Kedua sisi rahang bawah dipegang (jika korban anak atau bayi gunakan dua atau tiga
jari pada sisi rahang bawah).
c. Gunakan kedua tangan untuk menggerakkan rahang bawah ke posisi depan secara
perlahan. Gerakan ini mendorong lidah ke atas sehingga jalan nafas terbuka.
Pengertian
Pemasangan neck collar adalah memasang alat neck collar untuk immobilisasi leher
(mempertahankan tulang servikal). Salah satu jenis collar yang banyak digunakan adalah
SOMI Brace (Sternal Occipital Mandibular Immobilizer). Namun ada juga yang
menggunakan Xcollar Extrication Collar yang dirancang untuk mobilisasi (pemindahan
pasien dari tempat kejadian kecelakaan ke ruang medis). Namun pada prinsipnya cara kerja
dan prosedur pemasangannya hampir sama.
Tujuan
1. Mencegah pergerakan tulang servik yang patah (proses imobilisasi serta mengurangi
kompresi pada radiks saraf)
2. Mencegah bertambahnya kerusakan tulang servik dan spinal cord
3. Mengurangi rasa sakit
4. Mengurangi pergerakan leher selama proses pemulihan
Indikasi
Digunakan pada pasien yang mengalami trauma leher, fraktur tulang servik.
C collar di pasangkan untuk pasien 1 kali pemasangan. Penggunaan ulang C Collar tidak
sesuai dengan standar kesehatan dan protap.
Prosedur
Persiapan
1. Alat :
ü Bantal pasir
ü Handschoen
2. Pasien :
ü Informed Consent
3. Petugas : 2 orang
ü Pegang kepala dengan cara satu tangan memegang bagian kanankepala mulai dari
mandibula kearah temporal, demikian juga bagian sebelah kiri dengan tangan yang lain
dengan cara yang sama.
ü Petugas lainnya memasukkan neck collar secara perlahan ke bagian belakang leher dengan
sedikit melewati leher.
Waktu pemakaian
Collar digunakan selama 1 minggu secara terus-menerus siang dan malam dan diubah secara
intermiten pada minggu II atau bila mengendarai kendaraan. Harus diingat bahwa tujuan
imobilisasi ini bersifat sementara dan harus dihindari akibatnya yaitu diantaranya berupa
atrofi otot serta kontraktur. Jangka waktu 1-2 minggu ini biasanya cukup untuk mengatasi
nyeri pada nyeri servikal non spesifik. Apabila disertai dengan iritasi radiks saraf, adakalanya
diperlukan waktu 2-3 bulan.
Hilangnya nyeri, hilangnya tanda spurling dan perbaikan defisit motorik dapat dijadikan
indikasi pelepasan collar
CPR (Cardio pulmonary Resucitation)/RJP (Resusitasi Jantung – Paru) adalah hal yang
penting diketahui tenaga kesehatan, termasuk perawat dalam menyelamatan pasien kegawat
daruratan di RS ataupun di luar RS. CPR/RJP merupakan tehnik dasar untuk safe and rescue
jika terdapat korban yang mengalami henti jantung mendadak (cardiac arrest) atau henti
napas (misalnya : near drowning). RJP dilakukan dengan 2 prinsip bantuan napas mulut ke
mulut (mouth-to-mouth rescue breathing) dan kompresi jantung (chest compression), sampai
pasien respon positif atau bantuan ambulance datang.
Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat kegagalan sirkulasi dan
pernafasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah kematian biologis
.
CPR / RJP-Resusitasi Jantung Paru pada orang dewasa terbaru adalah 30 kompresi pada
jantung
CPR (Cardio pulmonary Resucitation)/RJP (Resusitasi Jantung – Paru) adalah hal yang
penting diketahui tenaga kesehatan, termasuk perawat dalam menyelamatan pasien kegawat
daruratan di RS ataupun di luar RS.
CPR/RJP merupakan tehnik dasar untuk safe and rescue jika terdapat korban yang mengalami
henti jantung mendadak (cardiac arrest) atau henti napas (misalnya : near drowning). RJP
dilakukan dengan 2 prinsip bantuan napas mulut ke mulut (mouth-to-mouth rescue breathing)
dan kompresi jantung (chest compression), sampai pasien respon positif atau bantuan
ambulance datang.
Apa yang terjadi saat jantung berhenti berdenyut ??
**4 menit pertama jantung gagal memompakan darah terutama ke otak, maka akan
mengalami kekurang suplai gula darah (utamanya) dan oksigen – otak mengalami iskemia.
**Lewat dari itu selama 10 menit akan menyebabkan kematian sel otak yang irreversible.
(WAKTU KRITIS)
• Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkukasi (fungsi jantung) dan ventilasi (fungsi
pernafasan/paru) pada pasien/korban yang mengalami henti jantung atau henti nafas melalui
Cardio Pulmonary Resuciation (CPR) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP).
B. Peralatan
Tidak menggunakan alat-alat.
C. Persiapan Pasien.
• Keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.
• Posisi pasien diatur terlentang datar.
• Baju bagian atas pasien di buka.
D. Cara Resusitasi
kita Lakukan Prinsip ABC !!!!
A (Airway) – Jalan napas B (Breathing) – Napasnya C (Circulation) – Denyut nadi
Apa yang dilakukan di A – AIRWAY ???
Periksa jalan napas korban dengan cara :
Membuka mulut korban dengan 2 jari, lihat apakah ada benda asing, lidah yang drop atau
darah. Kemudian taruh tangan penolong diatas jidat dan bawah dagu korban dan dongakkan
kepalanya, hiperfleksi – (Head tilt chin lift), kalau kita curiga ada fraktur servikal maka pakai
model jaw trust. Dan buka jalan napas
Selanjutnya B – BREATHING ???
Cek napas korban selama 10 detik dengan : Look – Feel – Listen (Letakkan pipi penolong di
depan mulut korban, sambil rasakan dan lihat ke arah dada pasien apakah naik – turun
(ekspansinya ada).
Kalau tidak ada napas – berikan mouth to mouth ventilation dengan cara tutup hidung korban
dan berikan napas dua kali dengan jarak antaranya 5 detik, lakukan sampai terlihat rongga
dada pasien ekspansi/naik. Ingat posisi pasien masih hiperfleksi (head till chin lift). Setelah
itu kita periksa denyut nadi di arteri karotis sebelah kanan – kiri dekat jakun ( 2- 3 jari)
selama 10 detik – rasakan.
Setelah itu C – CIRCULATION ???
Kalau ada denyut nadi, korban hanya henti napas maka lanjutkan Pulmonary Recusitation
dengan berikan napas mulut ke mulut sampai 1 menit (berarti 12 kali), sampai napas OK
(satu siklus).
Kalau denyut nadi tidak ada maka lakukan kompresi jantung (CPR-cardiac pulmonary
resucitation) dengan letakkan ujung telapak tangan di kunci dengan telapak tangan yang lain
di tulang dada (sternum) bisa sejajar/segaris antara putting payudara atau 3 jari diatas tulang
muda di bawah sternum (prosessus xypoid), letakkan kedua bahu anda sejajar dan lakukan
kompresi jantung.
Kompresi dilakukan dengan kedalaman 4 – 5 cm dengan 30 kompresi (dulu 15, yang terbaru
30 kompresi). Mau 1 atau 2 penolong semua 30 kompresi per siklus. Ini dilakukan selama 4
siklus (kurang lebih 1 menit menjadi 100 kompresi).
Setelah 4 siklus tadi, cek kembali denyut nadi karotis sampai bantuan Ambulance datang,
atau ada respon pasien, atau pasien terlihat mati biologis – tanda-tanda rigor mortis.
Kenapa meningkatkan Kompresi Dada menjadi 30 x persiklus ???
• Memberikan kesempatan jantung berdenyut lebih cepat, kalau terlalu banyak ventilasi ada
fase silence
• Mengurangi ITP (Intra Thoracik Pressure) – Tekanan Dalam Rongga Dada karena ventilasi
untuk mencegah regurgitasi /aspirasi
• Sebenarnya dengan mengkompresi jantung, secara tidak langsung memberikan ekspirasi
napas
Kalau ada DC shock atau Automated External Defibrillator (AED), bisa diberikan kejut
jantung sebanyak 200 joule, namun pada VF/VT. Sedangkan kalau henti jantung pukul saja
rongga dada dengan model cardiac thumb.
E. Dokumentasi
• Mencatat respon pasien.
• Mencatat reaksi pasien pada saat resusitasi jantung paru.
Melakukan RJP yang baik bukan jaminan penderita akan selamat, tetapi ada hal-hal yang
dapat dipantau untuk menentukan keberhasilan tindakan maupun pemulihan sistem pada
korban diantaranya:
• Saat melakukan pijatan jantung luar suruh seseorang menilai nadi karotis, bila ada denyut
maka berarti tekanan kita cukup baik.
• Gerakan dada terlihat naik turun dengan baik pada saat memberikan bantuan pernafasan.
• Reaksi pupil / manik mata mungkin akan kembali normal.
• Warna kulit korban akan berangsur-angsur membaik.
• Korban mungkin akan menunjukkan refleks menelan dan bergerak.
• Nadi akan berdenyut kembali.
Keputusan untuk Mengakhiri Upaya Resusitasi
Dalam keadaan darurat, resusitasi dapat diakhiri bila terdapat salah satu dari berikut ini:
1. Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif.
2. Ada orang lain yang mengambil alih tanggung jawab.
3. Penolong terlalu capai sehingga tidak sanggup meneruskan resusitasi.
4. Pasien dinyatakan mati.
5. Setelah dimulai resusitasi, ternyata kemudian diketahui bahwa pasien berada dalam
stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau hampir dipastikan bahwa
fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah ½ – 1 jam terbukti tidak ada nadi pada
normotermia tanpa RJP.
Pasien dinyatakan mati bila:
1. Telah terbukti terjadi kematian batang otak.
Petunjuk terjadinya kematian otak adalah pasien tidak sadar, tidak ada pernapasan spontan
dan refleks muntah, serta terdapat dilatasi pupil yang menetap selama 15-30 menit atau lebih,
kecuali pada pasien hipotermik, di bawah efek barbiturat, atau dalam anestesi umum
2. Fungsi spontan pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti/ireversibel.
Mati jantung ditandai oleh tidak adanya aktivitas listrik jantung (asistol) selama paling sedikit
30 menit walaupun dilakukan upaya RJP dan terapi obat yang optimal. Tanda kematian
jantung adalah titik akhir yang lebih baik untuk membuat keputusan mengakhiri upaya
resusitasi.
Indikasi Resusitasi
1. Henti napas (apnu)
Henti napas dapat disebabkan oleh sumbatan jalan napas atau akibat depresi pernapasan, baik
di sentral maupun perifer. Bila terjadi henti napas primer, jantung dapat terus memompa
darah selama beberapa menit selama ada sisa oksigen di dalam paru yang beredar ke otak dan
organ vital lain. Penanganan dini pada pasien dengan henti napas atau sumbatan jalan napas
dapat mencegah henti jantung.
Sumbatan jalan napas dapat dikenali dengan cara berikut ini:
a. Sumbatan jalan napas total
o Aliran udara di mulut atau hidung tidak dapat didengar atau dirasakan.
o Pada gerakan napas spontan terlihat retraksi supraklavikula dan sela iga serta tidak ada
pengembangan dada pada inspirasi.
o Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan.
o Pada bayi, sering ditemui pernapasan paradoksal.
b. Sumbatan jalan napas parsial
o Terdengar suara napas tambahan, yaitu bunyi dengkur (snoring) yang menandakan
sumbatan parsial hipofaring yang disebabkan oleh adanya jaringan lunak, misalnya jatuhnya
dasar lidah, hipertrofi tonsil, dsb. Bunyi lengking (crow¬ing) yang menandakan
laringospasme; bunyi kumur (gargling) yang menandakan adanya benda asing berupa cairan;
dan bunyi bengek (wheezing) yang menandakan terdapat sumbatan jalan. napas bawah
setelah bronkiolus respiratorius.
o Dapat juga disertai retraksi.
Gejala akibat sumbatan jalan napas yang segera dapat diketahui dari keadaan klinis:
o Hiperkarbia, yaitu penunman kesadaran. Dipastikan dengan peninggian PCO2 arteri.
o Hipoksemia, yaitu takikardia, gelisah, berkeringat, atau sianosis. Pada hipoksemia,
terjadinya sianosis tergantung Hb reduksi >5 g% akan terjadi sianosis. Keadaan hipoksemia
dipastikan dengan penurunan PO2 arteri.
NEEDLE DECOMPRESSI
Treatment for Tension Pneumothorax
A needle decompression is a medical procedure that is most commonly used to treat patients
suffering from a tension pneumothorax. A tension pneumothorax occurs when air pressure
builds up in the space between the inner and outer membranes that surround each lung, an
area known as the pleural space.
A tension pneumothorax is usually the result of an object puncturing a person's lung (such as
when a stick punctured the lung of Kim's patient). When an object punctures a lung, air may
leave the lung and get trapped in the pleural space. As more air fills the pleural space, the
pressure builds up and can potentially lead to a collapsed lung.
Additionally, the increased pressure may block blood flow to the heart. If blood flow to the
heart is blocked, the heart will not be able to pump blood throughout the body, which can
lead to a quick death. A needle decompression involves inserting a needle into the pleural
space to remove this excess air and pressure.
Technique
When performing a needle decompression, nurses and other healthcare professionals should
perform the following steps:
1. On the rib cage surrounding the injured lung, find the second intercostal space (space
between the second and third ribs) at the midclavicular line (imaginary vertical line in
the body at the middle of the clavicle).
2. Clean this area with an iodine solution (such as Betadine).
3. Insert a large needle (14 gauge or larger) attached to a catheter into the spot where the
midclavicular line crosses the second intercostal space. The needle will need to be
about 5-8 cm long, depending on the amount of muscle and fat tissue covering the rib
cage. The needle should be inserted at an angle that is perpendicular to the chest. Go
over the top of the rib as there are veins, arteries, and nerves that run beneath the ribs.
4. Insert the needle until a hissing sound is heard. This hissing sound is the sound of air
leaving the pleural space.
5. Remove the needle, making sure that the catheter stays in place.
6. Ensure the catheter is secured to the patient's body.
E. Komplikasi
Segera : hemoragi, syok, dan cedera
Lambat : infeksi (Smeltzer, 2001)
F. Pemeriksaan Diagnotik
Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ; kuldosentesi,
kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi, adanya darah menunjukkan
adanya lesi pada saluran kencing.
Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran kencing.
Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan adanya
kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan trauma kepala
yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum fungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan
melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan
menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
G. Penatalaksanaan
Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.
Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin yang keluar
(pendarahan).
Pembedahan / laparatomi ( untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi rangsangan
peritoneal : syok; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera melalui luka tusuk ; darah
dalam lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ;
cairan bebas dalam rongga perut ) (FKUI, 1995).
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh.
Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi :
1. Trauma tembus abdomen
Dapat riwayat mekanisme cedera ; kekuatan tusukan / tembakan ; kekuatan tumpul (pukulan).
Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan tempat
keluarnya peluru.
Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehinggga perubahan dapat
dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitonel ; jika ada tanda
iritasi peritonium, biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga
abdomen).
Kaji pasien untuk progesi distensi abdomen, gerakan melindungi, nyeri tekan, kekakuan otot
atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi cedera yang
berkaitan.
Catat semua tanda fisik selama pemeriksan pasien.
2.1 Penatalaksanaan
1. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan sirkulasi) sesuai indikasi.
2. Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakan dapat menyebabkan
fragmentasi bekuan pada pembuluh darah besar dan menimbulkan hemoragi masif.
a) Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf.
b) Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
c) Gunting baju dari luka.
d) Hitung jumlah luka
e) Tentukan lokasi luka masuk dan keluar
3. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedera abdomen, khususnya
hati dan limpa mengalami trauma.
4. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan dilakukan.
a) Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendengan luka dada.
b) Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan cepat dan memperbaiki
dinamika sirkulasi.
c) Perhatikan kejadian syok setelah respon awal terjadi terhadap transfusi ; ini sering
merupakan tanda adanya perdarahan internal.
d) Dokter dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi tempat perdarahan.
5. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka
lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan mencegah komplikasi
paru karena aspirasi.
6. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah untuk
mencegah kekeringan visera
a) Fleksikan lutut pasien ; posisi ini mencegah protusi lanjut
b) Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik dan muntah.
7. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan pantau
haluaran urine.
8. Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vital, haluaran urine, pembacaan
tekanan vena sentral pasien (bila diindikasikan), nilai hematokrit, dan status neurologik.
9. Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat ketidakpastian mengenai
perdarahan intraperitonium.
10. Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi peritonium pada kasus
luka tusuk.
a) Jahitan dilakukan disekeliling luka.
b) Kateter kecil dimasukkan ke dalam luka.
c) Agens kontras dimasukkan melalui kateter ; sinar x menunjukkan apakah penetrasi
peritonium telah dilakukan.
11. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
12. Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. Trauma dapat menyebabkan
infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis, bakteri eksogen dari lingkungan pada waktu
cedera dan manuver diagnostik dan terapeutik (infeksi nosokomial).
13. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan darah,
adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun
potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006) adalah :
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.
2. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
3. Nyeri akut berhubungan dengan trauma / diskontinuitas jaringan.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidak nyamanan, terapi
pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan / tahanan.
3. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat
akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti
kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat dengan
akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Tujuan : Nyeri dapat berkurang atau hilang
Kriteria hasil : – Nyeri berkurang atau hilang
– Klien tampak tenang
Intervensi dan Implementasi :
a) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.
R/: Hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
4. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai
energi fisiologi atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas
sehari-hari yang diinginkan.
Tujuan : Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas
Kriteria hasil : – Perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
– Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
– Koordinasi otot, tulang dana nggota gerak lainnya baik.
Intervensi dan Implementasi :
a. Rencana periode istirahat yang cukup
R/: Mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk
aktivitas seperlunya secara optimal.
b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap
R/: Tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan
menghemat tenagab namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
R/: Mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien
R/: Menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
5. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakan fisik
yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitasoptimal
Kriteria hasil : – Penampilan yang seimbang
– Melakukan pergerakan dan perpindahan
– Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat bantu
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
a) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/: Mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi
b) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas
R/: Mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidak mampuan
ataukah ketidak mauan
c) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu
R/ : Menilai batasan kemampuan aktivitas optimal
d) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif
R/: Mempertahankan / meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot
e) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi
R/: Sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan /
meningkatkan mobilitas pasien.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma abdomen adalah :
1. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
2. Infeksi tidak terjadi / terkontrol
3. Nyeri dapat berkurang atau hilang
4. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas
5. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
SOAL
1. Jelaskan skema penanganan gawat darurat
Jawab : Korban>pra rs>polisi>ambulan gawat
darurat>IGD>rs>ICU>meninggal/pulang>bangsal>URM/meninggal
melihat skema diatas maka nasib korban tergantung pada
1. Kecepatan ditemukannya korban
2. Kecematan minta tolong
3. Kecepatan dan kualitas pertolongan
6. 1.tahap nonprogresif
2.tahap profresif
3.tahap ireversibel
Merupakan tahapan syok
a. Benar
b. Salah
7. Syok merupakan suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk kebutuhan
organ-organ di dalam tubuh
a. Benar
b. Salah
8. Syok secara klasik dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kardiogenik, hipovolemik, dan
distributif syok
a. Benar
b. Salah
9. Peran perawat sebagai pembaharu mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang
sistematis & terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan
a. Benar
b. Salah
10. Peran perawat advokat klien dilakukan perawat dalam membatu klien & keluarga dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan khususnya dalam
pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan
a. Benar
b. Salah
11. Peran sebagai edukator dilakukan dengan membanu klien dalam meningkatkan tingkat
pengetahuan kesehatan, gejala peyakit, bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi
perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan
a. Benar
b. Salah
12. Caring , menurut watson (1979) ada sepuluh faktor dalam unsur-unsur karatif yaitu : nilai-
nilai humanistic – altruistik, menanam semangat dan harapan, menumbuhkan kepekaan
terhadap diri dan orang lain, mengembangkan ikap saling tolong menolong, mendorong dan
menerima pengalaman ataupun perasaan baik atau buruk, mampu memecahkan masalah
dan mandiri dalam pengambilan keputusan, prinsip belajar – mengajar,mendorong
melindungi dan memperbaiki kondisi baik fisik, menta, sosiokultural dan spiritual,memenuhi
kebutuhan dasar manusia, dan tanggap dalam menghadapi setiap perubahan yang terjadi
a. Benar
b. Salah
14. Diagnosa keperawatan dibuat sesuai dengan urutan masalah, dan data (problem, etiology,
symptoms/PES), baik bersifat actual maupun resiko tinggi dan prioritas masalah ditentukan
berdasarkan besarnya ancaman terhadap kehidupan klien ataupun berdasarkan
dasar/penyebab timbulnya gangguan kebutuhan klien.
a. Benar
b. Salah
15. ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT merupakan rangkaian kegiatan praktek kegawat
daruratan yang diberikan oleh perawat yang berkompeten untuk memberikan asuhan
keperawatan di ruang gawat darurat
a. Benar
b. Salah
16. ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT merupakan rangkaian kegiatan praktek kegawat
daruratan yang diberikan oleh perawat yang berkompeten untuk memberikan asuhan
keperawatan di ruang inap.
a. Benar
b. Salah
17. Pengkajian pada kegawatdaruratan adalah dengan melihat apakah kesadaran menurun,
gelisah, adanya jejas diatas calvikula, adanya penggunaan otot tambahan, mendengar
dengan atau tanpa stetoskop apakah suara tambahan
a. Benar
b. Salah
18. Pengkajian pada kegawatdaruratan adalah dengan merasakan apakah kesadaran menurun,
gelisah, adanya jejas diatas calvikula, adanya penggunaan otot tambahan, mendengar
dengan atau tanpa stetoskop apakah suara tambahan
a. Benar
b. Salah
19. Trauma thorax adalah keadaan dimana dinding dada mengalami cedera atau luka yang
dapat menyebabkan perubahan fisiology sehingga terjadi gangguan faal dari organ yang
berada di dalamnya
a. Benar
b. Salah
20. Hemathorax adalah terdapatnya darah dalam rongga pleura akibat dari cedera paru-paru
atau karena adanya pendarahan dari dinding thorax, seperti lacerasis dari intercosta atau
pembuluh darah interna mamaria maupun pembuluh darah besar lainnya.
a. Benar
b. Salah
Pengkajian pada umumnya meliputi data subjektif dan objektif. Subjektif didapatkan dari
pernyataan atau keluhan pasien atau keluarga, sementara objektif data yang dapat dilihat
atau diukur (pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan penunjang/lab). Pada pasien
emergency / gawat darurat dibutuhkan pengkajian yang cepat dan tepat.
Pemeriksaan
Tindakan
Airway (jalan nafas)
Periksa vokalisasi
identifikasi dan keluarkan benda asing (darah, muntahan, sekret, atau benda asing) yang
menyebabkan obstruksi jalan napas baik parsial atau total
Breathing (pernapasan)
Periksa ada tidaknya pernapasan efektif dengan 3M (melihat naik turunnya diding dada,
mendengar suara napas, dan merasakan hembusan napas)
Warna kulit
Berikan oksigen
Periksa adanya penggunaan otot bantu pernapasan,deviasi trakea, gerakan dinding dada
yang asimetris
Breathing (pernapasan)
Periksa denyut nadi, kualitas dan karakternya
Periksa pengisian kapiler, warna kulit dan suhu tubuh, serta adanya diaforesis
Circulation (sirkulasi)
Pertimbangan
Observasi umum
Periksa pakah ukuran dan bentuk pupil kanan-kiri sama, apakah bereaksi terhdap cahaya
Leher
Dada
Auskultasi suara napas kanan-kiri sama atua tidak adanya suara napas tambahan
Abdomen
Ekstremitas
Catat perbedaan warna, suhu tubuh, cappillary refil time (CRT), pergerakan dan sensasi
Punggung
Jika dicurigai terdapat luka pada punggung psaien, maka balikkan pasien denganc ara log roll
24. Seorang perawat melakuka triase dasar dan melakukan airway, breathing, circulation,
dissability of neurity kepada pasien. Sistem triage yang dilakukan perawat tersebut adalah
a. Spot chek
b. Triase bedsite
c. Triase expended
d. Komperhensif
e. Triase two-tier
25. Seorang perawat menangani korban yang fraktur multiple, dimana perawat melakukan
pengawasan ketat, tetapi perawatan dapat menunda sementara. Kondisi yang merupakan
masalah medis yang disignifikan dan memerlukan penata laksanaan sesegera mungkin.
Tanda-tanda fital masih stabil. Kategori pengklasifikasian yang dilakukan perawat tersebut
adalah
a. Urgent
b. Non emergent
c. Expectant
d. Non Urgent
e. Emergent
26. Seorang perawat yang sudah profesional (RN) dan sudah terlatih dalam prinsip triase,
pengalaman bekerja minimal 6 bulan di bagian UGD, dan memiliki klasifikasi kompetensi
kegawat daruratan, sertifikasi ATLS, ACLS, PALS,ENPC. Dari pernyatan diatas perawat
tersebut menunjukan kualifikasi di bidang keperawatan?
a. Triage kebencanaan
b. Triage dalam keperawatan komunitas
c. Triage dalam keperawatan rawat inap
d. Triage
e. Triage dalam keperawatan gawat darurat
27. Seorang perawat melakukan tidak melakukan pengkalsifikasian triase kepada pasien,
langsung di tangani oleh perawat yang bertugas, cepat tanpa perlu menunggu antri. Sistem
triage yang dilakukan perawat tersebut adalah
a. Triase bedsite
b. Komperhensif
c. Triase two-tier
d. Triase expended
e. Spot chek
28. Seorang perawat mengkaji pasien dan mengklasifikasikan pasien dalam waktu 2-3 menit,
dan perawat tersebut mengindentifikasi segera yang ditanganinya. Sistem triage yang
dilakukan perawat tersebut adalah
a. Triase expended
b. Spot chek
c. Triase bedsite
d. Komperhensif
e. Triase two-tier
29. Isu End Of Life merupakan konsep Do Not Resucitation Do Not Resuscitate (DNR) atau
Jangan Lakukan Resusitasi merupakan suatu tindakan dimana dokter menempatkan sebuah
instruksi berupa informed concent yang telah disetujui oleh pasien
ataupun keluarga pasien di dalam rekam medis pasien, yang berfungsi untuk
menginformasikan staf medis lain untuk tidak melakukan resusitasi jantung paru (RJP) atau
cardiopulmonary resuscitation (CPR) pada pasien.
a. Benar
b. Salah
30. Teori peacefull EOL ini berfokus kepada 5 kriteria utama dalam perawatn end of life pasien
yaitu bebas nyeri,, merasa nyama, merasa berwibawa dan dihormati, damai, kedekatan
dengan anggota keluarga dan pihak penting lainnya.
a. Benar
b. Salah
31. Prinsip End Of Life Menghargai kehidupan dan perawatan dalam kematian Tujuan
utama dari perawatan adalah menpertahankan kehidupan, namun ketika hidup tidak
dapat dipertahankan, tugas perawatan adalah untuk memberikan kenyamanan dan
martabat kepada pasien yang sekarat, dan untuk mendukung orang lain dalam
melakukannya.
a. Benar
b. Salah
32. Salah satu tindakan yang membantu meningkatkan kenyamanan seseorang yang memaulai
kehidupan merupakan end of life
a. Benar
b. Salah
33. End Of Life merupakan salah satu tindakan yang membantu meningkatkan kenyamanan
seseorang yang mendekati akhir hidup
a. Benar
b. Salah