Anda di halaman 1dari 96

PENGERTIAN

Keperawatan Gawat Darurat (Emergency Nursing) merupakan pelayanan keperawatan yang


komprehensif diberikan kepada pasien dengan injury akut atau sakit yang mengancam
kehidupan. Sebagai seorang spesialis, perawat gawat darurat menghubungkan pengetahuan
dan keterampilan untuk menangani respon pasien pada resusitasi, syok, trauma,
ketidakstabilan mulisistem, keracunan dan kegawatan yang mengancam jiwa lainnya.

1.2 TUJUAN
TUJUAN PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT

1.     Mencegah kematian dan cacat pada pasien gawat darurat hingga dapat hidup dan
berfungsi kembali dalam masyarakat.

2.    Merujuk pasien gawat darurat melalui system rujukan untuk memperoleh penanganan
yang lebih memadai.

3.      Penanggulangan korban bencana.

Untuk dapat mencegah kematian, petugas harus tahu penyebab kematian yaitu :

1.      Meninggal dalam waktu singkat (4-6 menit)

a.       Kegagalan sistem otak

b.      Kegagalan sistem pernafasan

c.       Kegagalan sistem kardiovaskuler

2.      Meninggal dalam waktu lebih lama (perlahan-lahan)

a.       Kegagalan sistem hati

b.      Kegagalan sistem ginjal (perkemihan)

c.       Kegagalan sistem pankreas (endokrin)

1.3 SKEMA PENANGGULANGAN BENCANA ∕


KECELAKAAN
C.    SKEMA PENANGGULANGAN BENCANA ∕ KECELAKAAN
1.4 SISTEM PENGELOLAAN ∕ PENANGGULANGAN
GAWAT DARURAT TERPADU (SPGDT)
SPGDT adalah suatu metode yang digunakan untuk penanganan korban yang mengalami
kegawatan dengan melibatkan semua unsur yang ada

1.      Fase Pra RS

a.       Komunikasi

1)      Dalam komunikasi hubungan yang sangat diperlukan adalah

Ø  Pusat komunikasi ambulan gawat darurat (119)

Ø  Pusat komunikasi ke RS

Ø  Pusat komunikasi polisi (110)

Ø  Pusat komunikasi pemadam kebakaran (113)

2)      Untuk komunikasi fasilitas pager, radio, telepon, Hp

3)      Tugas pusat komunikasi adalah :

Ø  Menerima permintaan tolong

Ø  Mengirim ambulan terdekat

Ø  Mengatur dan memonitor rujukan penderita gawat darurat

Ø  Memonitor kesiapan RS terutama unit gawat darurat dan ICU

b.      Pendidikan

1.      Pada orang awam


Mereka adalah anggota pramuka, PMR, guru, IRT, pengemudi, hansip, petugas hotel dan
restaurant. Kemampuan yang harus dimiliki orang awam adalah :

Ø  Mengetahui cara minta tolong misalnya menghubungi EMS (119)

Ø  Mengetahui cara RJP (Resusitasi Jantung Paru)

Ø  Mengetahui cara menghentikan perdarahan

Ø  Mengetahui cara memasang balut atau bidai

Ø  Mengetahui cara transportasi yang baik

2.      Pada orang awam khusus

Orang awam yang telah mendapatkan pengetahuan cara-cara penanggulangan kasus gawat
darurat sebelum korban dibawa ke RS ∕ ambulan datang.

 Kemampuan yang harus dimiliki orang awam khusus adalah paling sedikit seperti
kemampuan orang awam dan ditambah dengan :

Ø  Mengetahui tanda-tanda persalinan

Ø  Mengetahui penyakit pernafasan

Ø  Mengetahui penyakit jantung

Ø  Mengetahui penyakit persarafan

Ø  Mengetahui penyakit anak

3.      Pada perawat

Harus mampu menanggulangi penderita gawat darurat dengan gangguan :

a.       Sistem pernafasan

Ø  Mengatasi obstruksi jalan nafas

Ø  Membuka jalan nafas

Ø  Memberi nafas buatan

Ø  Melakukan RJP (CAB)

b.      Sistem sirkulasi

Ø  Mengenal aritmia dan infark jantung

Ø  Pertolongan pertama pada henti jantung


Ø  Melakukan EKG

Ø  Mengenal syok dan memberi pertolongan pertama

c.       Sistem vaskuler

Ø  Menghentikan perdarahan

Ø  Memasang infus atau transfuse

Ø  Merawat infus

d.      Sistem saraf

Ø  Mengenal koma dan memberikan pertolongan pertama

Ø  Memberikan pertolongan pertama pada trauma kepala

e.       Sistem pencernaan

Ø  Pertolongan pertama pada trauma abdomen dan pengenalan tanda perdarahan


intraabdomen

Ø  Persiapan operasi segera (cito)

Ø  Kumbah lambung pada pasien keracunan

f.       Sistem perkemihan

Ø  Pertolongan pertama pada payah ginjal akut

Ø  Pemasangan kateter

g.      Sistem integument atau toksikologi

Ø  Pertolongan pertama pada luka bakar

Ø  Pertolongan pertama pada gigitan binatang

h.      Sistem endokrin

Ø  Pertolongan pertama pasien hipo atau hiperglikemia

Ø  Pertolongan pertama pasien krisis tiroid

i.        Sistem musculoskeletal

Ø  Mengenal patah tulang dan dislokasi

Ø  Memasang bidai
Ø  Mentransportasikan pasien ke RS

j.        Sistem penginderaan

Ø  Pertolongan pertama pada pasien trauma mata atau telinga

Ø  Melakukan irigasi mata dan telinga

k.      Pada anak

Ø  Pertolongan pertama anak dengan kejang

Ø  Pertolongan pertama anak dengan astma

Ø  Pertolongan pertama anak dengan diare atau konstipasi

c.       Transportasi

1)      Syarat transportasi penderita

a)      Penderita gawat darurat siap ditransportasikan bila

·         Gangguan pernafasan dan kardiovaskuler telah ditanggulangi

·         Perdarahan harus dihentikan

·         Luka harus ditutup

·         Patah tulang apakah memerlukan fiksasi

b)      Selama transportasi harus dimonitor

·         Kesadaran

·         Pernafasan

·         Tekanan darah dan denyut nadi

·         Daerah perlukaan

c)      Syarat kendaraan

·         Penderita dapat terlentang

·         Cukup luas untuk lebih dari 2 pasien dan petugas dapat bergerak

·         Cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri dan infus lancer

·         Dapat melakukan komunikasi ke sentral komunikasi dan RS


·         Identitas yang jelas sehingga mudah dibedaan dari ambulan lain

d)     Syarat alat yang harus ada

·         Resusitasi

·         Oksigen

·         Alat hisap

·         Obat-obatan

·         Infus

·         Balut dan bidai

·         Tandu

·         EKG transmitter

·         Inkubator

·         Alat-alat persalinan

e)      Syarat personal

·         Dua orang perawat yang dapat mengemudi

·         Telah mendapat pendidikan tambahan gawat darurat

·         Sebaiknya diasramakan agar mudah dihubungi

2)      Cara transportasi

·         Tujuan memindahkan penderita dengan cepat tetapi selamat

·         Kendaraan penderita gawat darurat harus berjalan hati-hati dan menaati peraturan lalu
lintas

2.      Fase RS

a.       Puskesmas

Ada puskesmas yang buka 24 jam dengan kemampuan :

·         Resusitasi

·         Menanggulangi fase gawat darurat baik medis maupun pembedahan minor


·         Dilengkapi dengan laboratorium untukk menunjang diagnostik seperti pemeriksaan
Hb, leukosit, gula darah

·         Personal yang dibutuhkan 1 dokter umum dan 2-3 perawat dalam 1 shift

b.      IGD atau UGD

Berhasil atau gagalnya suatu IGD atau UGD tergantung pada :

1.      Keadaan penderita waktu tiba di IGD

·         Mutu penanggulangan pra RS

·         IGD harus aktif meningkatkan mutu penanggulangan pra RS

2.      Keadaan gedung IGD sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga

·         Masyarakat mudah mencapainya

·         Kegiatan mudah dikontrol

·         Jarak jalan kaki didalam ruangan tidak jauh

·         Tidak ada infeksi silang

·         Dapat menanggulangi keadaan bencana

3.     

1.5 PRINSIP PENANGANAN


PRINSIP-PRINSIP PENANGGULANGAN KORBAN GAWAT DARURAT

Prinsip utama adalah memberikan pertolongan pertama pada korban. Pertolongan pertama
adalah pertolongan yang diberikan saat kejadian atau bencana terjadi ditempat kejadian.

Tujuan pertolongan pertama :

1.      Menyelamatkan kehidupan

2.      Mencegah kesakitan makin parah

3.      Meningkatkan pemulihan

Tindakan prioritas penolong :

1.      Ambil alih situasi


2.      Minta bantuan pada orang sekitar

3.      Kaji bahaya lingkungan

4.      Yakinkan area aman bagi penolong dan korban

5.      Kaji korban secara cepat untuk masalah yang mengancam kehidupan

6.      Berikan pertolongan pertama untuk kondisi yang mengancam kehidupan

7.      Kirim seseorang untu memanggil polisi dan ambulan

Sikap penolong :

1.      Jangan panic

2.      Bersikap tenang

3.      Cekatan dalam melakukan tindakan

4.      Jangan terburu-buru memindahkan korban dari tempat kejadian sebelum dipastikan


sarana angkutan yang memadai

1.1 Peran Perawat


Peran Perawat
Menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 peran perawat terdiri dari :
1. Sebagai pemberi asuhan keperawatan
Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia
yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan. Pemberian asuhan keperawatan
ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks.
2. Sebagai advokat klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien & kelg dalam menginterpretasikan
berbagai informasi dari pemberi pelayanan khususnya dalam pengambilan persetujuan atas
tindakan keperawatan. Perawat juga berperan dalam mempertahankan & melindungi hak-hak
pasien meliputi :
- Hak atas pelayanan sebaik-baiknya
- Hak atas informasi tentang penyakitnya
- Hak atas privacy
- Hak untuk menentukan nasibnya sendiri
- Hak menerima ganti rugi akibat kelalaian.
3. Sebagai educator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan
kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi perubahan
perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
4. Sebagai koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan
kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi pelayanan kesehatan dapat terarah serta
sesuai dengan kebutuhan klien.
5. Sebagai kolaborator
Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter,
fisioterapi, ahli gizi dll dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang
diperlukan.
6. Sebagai konsultan
Perawat berperan sebagai tempat konsultasi dengan mengadakan perencanaan, kerjasama,
perubahan yang sistematis & terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan
keperawatan
7. Sebagai pembaharu
Perawat mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis & terarah sesuai
dengan metode pemberian pelayanan keperawatan

1.2 Fungsi
1.2 Fungsi Perawat
1. Fungsi Independen
Merupakan fungsi mandiri & tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam
melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan
tindakan untuk memenuhi KDM.
2. Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari
perawat lain sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Biasanya dilakukan oleh
perawat spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.
3. Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara tim
satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan
kerjasama tim dalam pemebrian pelayanan. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim
perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun lainnya.

1.3 Kiat keperawatan


1.3 Kiat keperawatan (nursing arts) lebih difokuskan pada kemampuan perawat untuk
memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif dengan sentuhan seni dalam arti
menggunakan kiat – kiat tertentu dalam upaya memberikan kenyaman dan kepuasan pada
klien. Kiat – kiat itu adalah :
1. Caring , menurut Watson (1979) ada sepuluh faktor dalam unsur – unsur karatif yaitu :
nilai – nilai humanistic – altruistik, menanamkan semangat dan harapan, menumbuhkan
kepekaan terhadap diri dan orang lain, mengembangkan ikap saling tolong menolong,
mendorong dan menerima pengalaman ataupun perasaan baik atau buruk, mampu
memecahkan masalah dan mandiri dalam pengambilan keputusan, prinsip belajar – mengajar,
mendorong melindungi dan memperbaiki kondisi baik fisik, mental , sosiokultural dan
spiritual, memenuhi kebutuhan dasr manusia, dan tanggap dalam menghadapi setiap
perubahan yang terjadi.
2. Sharing artinya perawat senantiasa berbagi pengalaman dan ilmu atau berdiskusi dengan
kliennya.
3. Laughing, artinya senyum menjadi modal utama bagi seorang perawat untuk meningkatkan
rasa nyaman klien.
4. Crying artinya perawat dapat menerima respon emosional diri dan kliennya.
5. Touching artinya sentuhan yang bersifat fisik maupun psikologis merupakan komunikasi
simpatis yang memiliki makna (Barbara, 1994)
6. Helping artinya perawat siap membantu dengan asuhan keperawatannya
7. Believing in others artinya perawat meyakini bahwa orang lain memiliki hasrat dan
kemampuan untuk selalu meningkatkan derajat kesehatannya.
8. Learning artinya perawat selalu belajar dan mengembangkan diri dan keterampilannya.
9. Respecting artinya memperlihatkan rasa hormat dan penghargaan terhadap orang lain
dengan menjaga kerahasiaan klien kepada yang tidak berhak mengetahuinya.
10. Listening artinya mau mendengar keluhan kliennya
11. Feeling artinya perawat dapat menerima, merasakan, dan memahami perasaan duka ,
senang, frustasi dan rasa puas klien.
13. Accepting artinya perawat harus dapat menerima dirinya sendiri sebelum menerima orang
lain
Sebagai suatu profesi , keperawatan memiliki unsur – unsur penting yang bertujuan
mengarahkan kegiatan keperawatan yang dilakukan yaitu respon manusia sebagai fokus
telaahan, kebutuhan dasar manusia sebagai lingkup garapan keperawatan dan kurang
perawatan diri merupakan basis intervensi keperawatan baik akibat tuntutan akan
kemandirian atau kurangnya kemampuan.
Keperawatan juga merupakan serangkaian kegiatan yang bersifat terapeutik atau kegiatan
praktik keperawatan yang memiliki efek penyembuhan terhadap kesehatan (Susan, 1994 :
80).

1.4 Aspek Legal


1.4 

Aspek Legal Penanganan Penderita Gawat Darurat Gawat Darurat


 Kewajiban
 KODEKI

KUHP
 KUHAP
 KUHPerdata
 UU Kesehatan
 Permenkes
 Hak
 Surat edar
 Sanksi
 Pidana,perdata,adm
Perawat
 Etika keperawatan
 PP 32/1996 2:2
 Tenaga keperawatan : perawat & bidan
 Munas VI PPNI No. 09/Munas/PPNI/2000
 Kode Etik Keperawatan Indonesia:
 hubungan perawat dan klien
 hubungan perawat dan masyarakat
o Lafal sumpah/janji perawat :
o sarjana keperawatan,
o Ahli madya keperawatan,
o bidan
o Kode Etik Bidan ??
o Perawat lain ??
Isu Etika dan Hukum dalam Kegawatdaruratan Medik
o Diagnosis keadaan gawat darurat
o Standar Operating Procedure
o Kualifikasi tenaga medis
o Hak otonomi pasien : informed consent (dewasa, anak)
o Kewajiban untuk mencegah cedera atau bahaya pada pasien
o Kewajiban untuk memberikan kebaikan pada pasien (rasa sakit, menyelamatkan)
o Kewajiban untuk merahasiakan (etika >< hukum)

1.5 Peran perawat dalam Pelayanan Ke gawat Daruratan


1.5 Peran Perawat Dalam Pelayanan Ke gawat Daruratan .
Misi UGD : Secara pasti memberikan perawatan yang berkualitas terhadap pasien dengan
cara penggunaan sistem yang efektif serta menyeluruh dan terkoordinasi dalam :
a. Perawatan pasien gawat darurat.
b. Pencegahan cedera.
c. Kesiagaan menghadapi bencana.
Menanggulangi pasien dengan cara aman dan terpercaya :
a. Evaluasi pasien secara cepat dan tepat.
b. Resusitasi dan stabilisasi sesuai prioritas.
c. Menentukan apakah kebutuhan penderita melebihi kemampuan fasilitas.
d. Mengatur sebaik mungkin rujukan antar RS (apa, siapa, kapan, bagaimana).
e. Menjamin penanggulangan maksimum sudah diberikan sesuai kebutuhan pasien.

1.1 Proses keperawatan GD


PROSES KEPERAWATAN GD

1.      Pengkajian

2.      Diagnosa keperawatan
3.      Rencana intervensi keperawatan

4.      Implementasi keperawatan

5.      Evaluasi

1.2 PENGKAJIAN GD
·                     JENIS PENGKAJIAN

1.      UMUM

2.      KESADARAN

3.      PRIMER

4.      SEKUNDER

·                     PENGKAJIAN UMUM

1.      Kesan perawat terhadap pasien saat datang

2.      Sakit berat

Sakit sedang

Sakit ringan

3.      Gambar kondisi sedang di IGD

·                     PENGKAJIAN KESADARAN: AVPU

1.      ALERT/SADAR LINGKUNGAN

2.      VERBAL/MENJAWAB PERTANYAAN

3.      PAIN/NYERI

4.      UNRESPONSIVE/TIDAK BEREAKSI

·                     PENGKAJIAN
Pengkajian primer

A: Airway (jalan nafas) dengan kontrol         servikal

B: Breathing dan ventilasi

C: Circulation dengan kontrol            perdarahan

D: Disability

E : Exposure control, dengan membuka         pakaian pasien tetapi cegah     hipotermi.

·                     Airway

Ada tidaknya sumbatan jalan nafas

Distress pernafasan

Kemungkinan fraktur servikal

Sumbatan jalan nafas total

Pasien sadar         : memegang leher, gelisah, sianosis

Pasien tidak sadar: tidak terdengar suara nafas dan sianosis

·                     Korban sadar atau tidak ?


(sumber GELS)

Sadar ® ajak bicara

jika suara jelas =     airway bebas

Tak sadar ® bebaskan jalan nafas

chin lift / head tilt

jaw thrust

Ada nafas?-lihat, dengar, raba nafas

Tidak ada nafas

berikan nafas buatan

berikan oksigenàCEK KAROTIS

 
·                     SUMBATAN PARSIAL JALAN NAPAS
               - ADA KESULITAN BERNAPAS
               - RETRAKSI SUPRASTERNAL
               - MASIH TERDENGAR  SUARA NAPAS
               - SUARA STRIDOR

·         SUMBATAN  TOTAL JALAN NAPAS

-          TIDAK ADA SUARA NAPAS

-          ADA KESULITAN BERNAPAS

-          RETRAKSI INTERKOSTAL

-          TIDAK DAPAT BERBICARA ATAU BATUK

-          MEMEGANG LEHER

-          ADA TANDA-TANDA KEPANIKAN

-          WAJAH PUCAT, SIANOTIK

·                     BREATHING

Frekuensi nafas

Suara pernafasan

Adanya udara keluar dari jalan nafas

Cara pengkajian

Look :

 Lihat pergerakan dada, irama, kedalaman,  

 simetris atau tidak, dyspnea

Listen : dengarkan dengan stetoskop

Feel

·                     CARA PENGKAJIAN

Look : apakah kesadaran menurun, gelisah, adanya jejas diatas clavikula, adanya penggunaan
otot tambahan

Listen : dengan atau tanpa stetoskop apakah suara tambahan


Feel

·                     CARA MENGKAJI

Look à lihat tanda trauma, warna kulit, lihat pergerakan dada

Listen à dengar suara nafas

Feel à rasa adanya pergerakan udara

·                     PENGKAJIAN PRIMER

Kesadaran (bisa bicara?)

LOOK, LISTEN AND FEEL

Ada nafas ?

Gerak dada

Gerak otot-nafas-tambahan

Warna kulit, mukosa, kuku

·                     CIRCULATION

Ada tidaknya denyut nadi karotis

Ada tidaknya tanda-tanda syok

Adanya tidaknya perdarahan eksternal

·                     Pasien sadar

raba nadi radialis

shock ?

evaluasi perfusi

ukur tek darah

·                     Ada nadi carotis

raba nadi radialis


shock ?

evaluasi perfusi

ukur tek darah

·                     Pasien tak sadar

raba nadi carotis

cardiac arrest ?

·                     Tidak ada nadi carotis? RJP

·                     Syok ?

-          Perfusi :

pucat - dingin - basah

cap. refill time lambat (kuku, telapak)

-          Nadi > 100

-          Tekanan darah < 100 (atau 90) mmHg

·                     DISABILITY

-          GCS ATAU    PADA             ANAK TENTUKAN : ALERT (A), RESPON        

VERBAL (V), RESPON NYERI /PAIN (P), TIDAK         BERESPONS/ UN RESPONSIVE


(U).

-          Pupil (UKURAN PUPIL DAN RESPONS PUPIL  TERHADAP CAHAYA)

-          Kemampuan motorik (PENILAIAN EKSTREMITAS MELIPUTI             SENSORIK


DAN MOTORIK).

-          AMATI TANDA-TANDA TRAUMA; ADANYA JEJAS.

·         PENGKAJIAN SEKUNDER

-          Riwayat penyakit

-          SAMPLE ( Sign and Symptoms, Allergy, Medication, Past medical history, last meal,
event leading)
-          Metode untuk mengkaji nyeri : PQRST

-          Pengkajian Head to toe

-          Psikososial

-          Pemeriksaan penunjang

·                     PENGKAJIAN SEKUNDER

-          RIWAYAT PASIEN:

-          S (Sign and symptom)

-          A (Allergy)

-          M (Medication)

-          P (Past medical history)

-          L (last meal)

-          E (event leading)

·                     PENGKAJIAN NYERI

-          O (Onset), sejak kapan

-          P ( PROVOKED), pencetus nyeri

-          Q ( Quality), kualitas nyeri

-          R ( Radiant), arah penjalaran nyeri

-          S ( Severity), skala nyeri

-          T ( Time), lamanya nyeri

·                     TANDA-TANDA VITAL

-          Tekanan darah

-          Irama dan kekuatan nadi

-          Irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernafasan

-          Suhu tubuh
·                     PENGKAJIAN KEPALA

-          OBSERVASI dan PALPASI

-          Kulit kepala

-          Wajah

-          Mata

-          Hidung

-          telinga

-          mulut

·                     PENGKAJIAN LEHER

-          Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, trakea miring atau tidak, distensi v.leher,
perdarahan,edema,kesulitan menelan

·                     DIAGNOSA KEPERAWATAN

-          Diagnosa keperawatan dibuat sesuai dengan urutan masalah, penyebab, dan


data (problem, etiology, symptoms / PES), baik bersifat actual maupun resiko tinggi.

-          Prioritas masalah ditentukan berdasarkan besarnya ancaman terhadap kehidupan klien


ataupun berdasarkan dasar/penyebab timbulnya gangguan kebutuhan klien.

·                      CONTOH MASALAH  KEPERAWATAN PASIEN GAWAT DARURAT

-          Bersihan jalan nafas tidak efektif

-          Pola nafas tidak efektif

-          Gangguan pertukaran gas

-          Penurunan curah jantung

-          Gangguan perfusi jaringan perifer

-          Gangguan perfusi jaringan serebral

-          Nyeri dada

-          Gangguan volume cairan: kurang dari kebutuhan

-          Gangguan volume cairan: lebih dari kebutuhan


-          Gangguan   kebutuhan nutrisi sel: kurang dari kebutuhan

-          Gangguan termoregulasi (hiper dan hipo)

-          Kecemasan/panik

-          Resiko tinggi cedera berulang

-          Keterbatasan aktivitas

1.3 INTERVENSI
·                     RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

-          Rencana tindakan observasi,

-          Pemantauan/monitor,

-          Tindakan mandiri keperawatan,

-          Kolaborasi.

·                     CONTOH: PENATALAKSANAAN SUMBATAN JALAN NAPAS

-          Bila disebabkan oleh benda asing (tersedak makanan), keluarkan dg “HEIMLICH


MANUEVER”

-          Bila disebabkan karena spasme otot atau edema laring, lakukan tindakan konservatif

§  Berikan oksigen

§  Bronkodilator

§  Anti edema

-          Pengawasan ketat terhadap gejala yang timbul

-          Lakukan intubasi atau trakeostomi segera bila usaha diatas gagal

·                     CONTOH DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

-          BERSIHAN/EFEKTIFITAS JALAN NAPAS TIDAK EFEKTIF BERHUBUNGAN


DENGAN :

§  PENUMPUKAN SPUTUM/SEKRESI
§  OBSTRUKSI BENDA ASING / MUNTAHAN /LIDAH JATUH.

§  EDEMA JALAN NAFAS

TUJUAN : JALAN NAFAS EFEKTIF

KRITERIA HASIL :

§  Pernafasan reguler, dalam dan kecepatan nafas teratur.

§  Pengembangan dada kiri dan kanan simetris

§  Batuk efektif, reflek menelan baik

§  Tanda dan gejala observasitruksi pernafasan tidak ada : stridor  (-), sesak nafas (-),
weezhing (-).

§  Suara nafas : vesikuler kanan dan kiri

§  Sputum jernih, jumlah normal, tidak berbau dan tidak berwarna.

§  Tanda-tanda sekresi tertahan tidak ada; demam (-), takhikardi (-), takhipnue (-).

INTERVENSI/ IMPLEMENTASI :

A.MANDIRI.

§  AUSKULTASI BUNYA NAPAS, PERHATIKAN  

BUNYI NAPAS ABNORMAL.

§  MONITOR USAHA PERNAPASAN, RASIO

INSPIRASI MAUPUN EKSPIRASI, PENGGUNAAN

OTOT TAMBAHAN PERNAFASAN

§  OBSERVASI PRODUKSI SPUTUM, JUMLAH,

WARNA, KEKENTALAN

§  LAKUKAN JAW THRUST, CHIN LIFT ATAU

§  BERIKAN POSISI SEMI FOWLER ATAU

§  BERIKAN POSISI MIRING AMAN


§  AJARKAN PASIEN UNTUK NAPAS DALAM DAN  BATUK EFEKTIF.

§  BERIKAN AIR PUTIH HANGAT 2000 CC

PERHARI JIKA TIDAK ADA KONTRA INDIKASI

§  LAKUKAN PHISIOTERAPI DATA SESUAI INDIKASI

§  LAKUKAN SUCTION BILA PERLU

§  LAKUKAN PEMASANGAN SELANG OROFARINGEAL

B. KOLABORASI:

§  BERIKAN 02 SESUAI KONDISI

§  PEMERIKSA LABORATORIUM ANALISA

GAS DARAH

§  ANTIBIOTIK, STEROID BERI OBAT 

SESUAI INDIKASI;             

BRONKODILATOR, MUKOLITIK,

§  BANTU PEMASANGANORO FARINGEAL TUBE, ENDO TRACHEAL TUBE

§  PASANG MONITOR (BED SITE MONITOR: EKG, TENSI,NADI, PERNAFASAN,


SATURASI O2) JIKA ADA.

1.4 EVALUASI DAN DOKUMENTASI


·                     EVALUASI

Evaluasi dapat dilakukan berdasarkan tingkat kegawatdaruratan klien dapat 1menit, 5,  15,


30 menit, atau 1 jam sesuai dengan kondisi klien/ kebutuhan. Ingat konsep kegawatan hanya
2 – 6 jam.

·                     DOKUMENTASI

Tujuan Dokumentasi Keperawatan adalah :

§      Perangkat asuhan pasien.

§     Komunikasi
§     Dokumen Legal

§     Penelitian

§     Statistik

§     Pendidikan

§    Audit

·                     Model Dokumentasi keperawatan di IGD

prinsip adalah kemudahan dan kecepatan pencatatan dilakukan secara cepat dan tepat.

BENTUKNYA AL:

-          Grafik/flow sheet : untuk catatan yang berulang-ulang ( TD, BB)

-          Rencana, Catatan keperawatan : sebaiknya chek list/komputerisasi

-          Catatan pengobatan

-          Lembaran untuk pemeriksaan diagnostic/penunjang

-          Laporan kegiatan spesifik

-          Rencana pulang: ( follow up care, rujukan).

·                     Model Dokumentasi

-          Grafik/flow sheet : catatan yang berulang-ulang ( TD, BB)

-          Rencana dan Catatan Keperawatan

-          Catatan Pengobatan : monitor pengobatan

-          Lembar untuk pemeriksaan diagnostik/penunjang( Ro,Fisioterafi)

-          Laporan kegiatan spesifik : Lap. Operasi cito, pemasangan WSD)

-          Rencana pulang : ringkasan kondisi pasian ( follow up care, rujukan).

·                      Dokumentasi Asuhan Keperawatan di Ruang Gawat Darurat

1.Pengkajian

Perawat mengumpulkan data kesehatan pasien.

Kriteria Ukur :
-          Prioritas pengumpulan data ditentukan oleh kondisi atau kebutuhan pasien.

-          Data dikumpulkan secara terus menerus  dengan menggunakan tehnik pengkajian.

-          Pengumpulan data dapat langsung ke pasien, atau keluarga terdekat atau pemberi
pelayanan kesehatan jika memungkinkan.

-          Proses pengumpulan data  dilakukan secara sistematik dan berlanjut.

-          Data yang didokumentasikan relevan bentuk lembaran pengkajian.

2.Diagnosis

Perawat menganalisis data hasil pengkajian guna menentukan diagnosa :

Kriteria ukur :

-          Diagnosis diturunkan dari pengkajian data.

-          Diagnosa valid dengan kondisi pasien

-          Diagnosa dapat terdokumentasikan sehingga dapat memfasilitasi pembuatan hasil


yang diharapkan dan penyusunan rencana intervensi keperawatan.

3.Identifikasi Kriteria Hasil

Perawat mengidentifikasi Kriteria hasil yang diharapkan individu pasien

Kriteria hasil :

-          Kriteri hasil diturunkan dari diagnosis

-          Kriteria hasil terdokumentasi dengan tujuan yang dapat diukur.

-          Kriteria hasil disusun menguntungkan pasien serta perawat.

-          Kriteria hasil realistis serta berhubungan dengan keadaan pasien dan kemampuan
potensial (keuangan)

-          Kriteria hasil disesuaikan dengan waktu.

-          Krteria hasil dapat memberi kelanjutan perawatan secara langsung.

4. Perencanaan

Perawat mengembangkan rencana asuhan yang mengambarkan intervensinya dapat mencapai


hasil yang diharapkan :

Kriteria Ukur :
-          Recana setiap individu harus sesuai dengan kondisi/kebutuhan pasien.

-          Rencana dapat mengembangkan pasien, keluarga jika memungkinkan.

-          Rencana dapat merefleksikan praktek keperawatan saat ini.

-          Rencana didokumentasikan.

-          Rencana yang diberikan dapat secara terus-menerus.

5.Implementasi

Perawat mengimplementasikan intervensi keperawatan  sesuai dengan rencana asuhan yang


telah dibuat :

Kriteria Ukur :

-          Intervensi konsisten sesuai dengan yang telah direncanakan.

-          Intervensi yang dilakukan lebih aman.

-          Intervensi terdokumentasikan.

6. Evaluasi

Perawat mengevaluasi perkembangan pasien  kedepan sesuai kriteria hasil yang diharapkan :

Kriteria Ukur :

-          Evaluasi dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.

-          Respon pasien pada setiap intervensi didokumentasikan.

-          Keefektipan intervensi dievaluasi sesuai dengan kriteria hasil.

-          Data pengkajian lanjut digunakan untuk merevisi diagnosa, kriteria hasil, rencana
asuhan sesuai kebutuhan.

-          Revisi diagnosa, kriteria hasil dan rencana intervensi didokumentasikan.

-          Pasien dan keluarga/ dan pemberi kesehatan dapat melakuakan proses evaluasi.

4.1 Pengkajian
Pengkajian atau assesment merupakan tahap awal yang sangat penting untuk dilakukan seorang
tenaga medis sebelum mengambil keputusan klinis atau tindakan. Dalam melakukan pengkajian
dibutuhkan kemampuan kognitif, psikomotor, interpersonal, etik, dan kemampuan menyelesaikan
masalah dengan baik dan benar.

Pengkajian pada umumnya meliputi data subjektif dan objektif. Subjektif didapatkan dari pernyataan
atau keluhan pasien atau keluarga, sementara objektif data yang dapat dilihat atau diukur
(pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan penunjang/lab). Pada pasien emergency / gawat darurat
dibutuhkan pengkajian yang cepat dan tepat.

4.2 Pengkajian primer

Komponen

Pemeriksaan

Tindakan

Airway (jalan nafas)

Periksa apakah jalan nafas pate atau tidak

Periksa dan atur jalan napas untuk memastikan kepatenan

Periksa vokalisasi

identifikasi dan keluarkan benda asing (darah, muntahan, sekret, atau benda asing) yang
menyebabkan obstruksi jalan napas baik parsial atau total

Ada tidaknya aliran udara

Pasang orofaringeal airway   untuk mempertahankan jalan nafas

Periksa adanya suara napas abnormal: stridor, snoring, gurgling

Pertahankan dan lindungi tulang serfikal

Breathing (pernapasan)

Periksa ada tidaknya pernapasan efektif dengan 3M (melihat naik turunnya diding dada, mendengar
suara napas, dan merasakan hembusan napas)

Auskultasi suara napas

Warna kulit

Atur posisi pasien untuk memastikan ekspansi dinding dada

Identifikasi pola pernapasan abnormal

Berikan oksigen

Periksa adanya penggunaan otot bantu pernapasan,deviasi trakea, gerakan dinding dada yang
asimetris
Beri bantuan napas dengan menggunakan masker/Bage Valve Mask (BVM)/Endotracheal tube (ETT)
jika perlu

Periksa pola napas pasien (takipnea/bradipnea/tersengal-sengal)

Tutup luka jika didapatkan luka terbuka di dada

Berikan terapi untuk mengurangi bronkospasme atau adanya edema pulmonal

Circulation (sirkulasi)

Periksa denyut nadi, kualitas dan karakternya

Lakukan tindakan CPR/defibrilasi sesuai dengan indikasi

Periksa adanya irama jantung/abnormalitas jantung

Lakukan tindakan penanganan pada pasien yang mengalami disritmia

Periksa pengisian kapiler, warna kulit dan suhu tubuh, serta adanya diaforesis

Bila ada perdarahan lakukan tindakan penghentian perdarahan

Pasang jalur IV

Ganti volume darah/cairan yang hilang dengan cairan kristaloid isotonik atau darah

4.3 Pengkajian sekunder

No

Komponen

Pertimbangan

Observasi umum

Observasi penampilan pasien, perhatikan postur dan posisi tubuh

Periksa apakah pasien menggunakan pelindung atau tindakan perlindungan diri

Tanyakan keluhan umum yang diderita pasien

Bagaimana tingkat kesedarana pasien

Amati perilaku pasien apakah tampak tenang/ketakutan/gelisah/kooperatif

Kajia apakah pasien mampu meakukan tindakan sendiri atau tidak

Kaji komunikasi verbal pasien, apakah bicara jelas/bingung/bergumam

Apakah terdapat bau seperti bau keton/etanol/obat kimiawi lainnya

Apakah ada tanda luka lama, luka baru, atau keduanya


2

Kepla dan wajah

Periksa adanya luka/perdarahan/bentuk asimetri

Periksa pakah ukuran dan bentuk pupil kanan-kiri sama, apakah bereaksi terhdap cahaya

Periksa status visual pasien

Palpasi kulit kepala yang mengalami luka

Palpasi adanya benjolan pada tulang wajah, apakah bentuknya simetris/asimetris

Periksa adanya pembengkakan atau perdarahan pada hidung

Periksa adanya luka/perdarahan pada telinga

Periksa status hidrasi/warna mukosa/adanya perdarahan/gigi yang hilang atau edema laring/faring
pada langit-langit mulut

Leher

Periksa adanya pembengkokan pada leher, adanya perdarahan atau luka

Periksa adanya emfisema subkutan/deviasi trakea

Palpasi adanya luka/jejas atau keluhan nyeri pada tulang servikal

Dada

Periksa adanya benjolan/luka/perdarahan

Periksa naik turunya dinding dada, simetris atau tidak

Periksa adanya penggunaan otot bantu pernapasan

Palpasi adanya benjolan/emfisema subkutis pada struktur dinding dada

Auskultasi suara napas kanan-kiri sama atua tidak adanya suara napas tambahan

Auskultasi suara jantung normal atau tidak

Abdomen

Periksa adanya luka/distensi abdomen/memar/benda asing yang menancap

Auskultasi bising usus dan gangguan aortik abnormal

Palpasi dan bandingkan denyut di kedua sisi abdomen

Palpasi adanya masa, regiditas, pulasasi pada abdomen

Lakukan perkusi untuk mengidentifikasi adanya cairan/udara


Palpasi hepar untuk menentukan ukuran dan adanya benjolan

Tekan simfisi pubis dan iliaka pelvis, periksa adanya ketidakstabilan/nyeri

Ekstremitas

Periksa dan palpasi adanya benjolan/memas, luka, edema dan perdarahan

Perhatikan adanya bekas luka, nyeri patah tulang

Palpasi dan bandingkan denyut nadi di kedua lengan

Catat perbedaan warna, suhu tubuh, cappillary refil time (CRT), pergerakan dan sensasi

Punggung

Jika dicurigai terdapat luka pada punggung psaien, maka balikkan pasien denganc ara log roll

periksa dan palpasi adanya benjolan/memas/nyeri luka

Lakukan pemeriksaan rectal touche (RT) untuk mengidentifikasi darah/pembengkakan


prostat/benjolan dan hilangnya refleks sphincter internal

Triage Dalam Keperawatan Gawat Darurat


Triage Dalam Keperawatan Gawat Darurat
Yaitu skenario pertolongan yang akan di berikan sesudah fase keadaan pasien. Pasien-pasien
yang terancam hidupnya harus di beri prioritas utama. Triage dalam keperawatan gawat
derurat di gunakan untuk mengklasifikasian keperahan penyakit atau cidera dan menetapkan
prioritas kebutuhan penggunaan petugas perawatan kesehatan yang efisien dan sumber-
sumbernya.
Standart waktu yang di perlukan untuk melakukan triase adalah 2-5 menit untuk orang
dewasa dan 7 menit untuk pasien anak-anak.
Triase di lakukan oleh perawat yang profesional (RN) yang sudah terlatih dalam prinsip
triase, pengalaman bekerja minimal 6 bulan di bagian UGD, dan memiliki kualisifikasi:
– Menunjukkan kompetensi kegawat daruratan
– Sertifikasi ATLS, ACLS, PALS, ENPC
– Lulus Trauma Nurse Core Currikulum (TNCC)
– Pengetahuan tentang kebijakan intradepartemen
– Keterampilan pengkajian yang tepat, dll

Sistem Triage
Sistem Triase
• Spot check
25% UGD menggunakan sistem ini, perawat mengkaji dan mengklasifikasikan pasien dalam
waktu 2-3 menit. Sisten ini memungkinkan identifikasi segera.
• Komprehensif
Merupakan triase dasar yang standart di gunakan. Dan di dukung oleh ENA (Emergenci
Nurse Association) meliputi:
• A (Airway)
• B (Breathing)
• C (Circulation)
• D (Dissability of Neurity)
• E ( Ekspose)
• F (Full-set of Vital sign)
• Pulse Oximetry
• Trise two-tier
Sistenm ini memetluhan orang kedua yang bertindak sebagai penolong kedua yang bertugas
mensortirpasien untuk di lakukan pengkajian lebih rinci.
• Triase Expanded
Sistem ini dapat di tambahkan ke sistem komprohensif dan two-tier mencakup protokol
penanganan:
1. Pertolongan pertama (bidai, kompres, rawat luka)
2. Pemeriksaan diagnostik
3. Pemberian obat
4. Tes lab (Darah, KGD, Urinalisis, dll)
• Triase Bedside
Pasien dalam sistem ini tidak di klasifikasikan triasenya, langsung di tangani oleh perawat
yang bertugas, cepat tanpa perlu menunggu antri.

Klasifikasi Triage
KATEGORI/ KLASIFIKASI TRIASE
61% menggunakan 4 kategori pengambilan keputusan yaitu dengan menggunakan warna
hartu/status sebagai tanda klasifikasi yaitu Merah (Emergen), kuning (Urgen), hijau (non
Urgen), hitam (Expectant)

Merah (Emergent)
Yaitu korban-korban yang membutuhkan stabilisasi segera. Yaitu kondisi yang mengancam
kehidupan dan memerlukan perhatian segera.
Contoh:
– Syok oleh berbagai kausa
– Gangguan pernapasan
– Trauma kepala dengan pupil anisokor
– Perdarahan eksternal masif

 Kuning (Urgent)
Yaitu korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi perawatan dapat di tunda sementara.
Kondisi yang merupakan masalah medisyang disignifikan dan memerlukan penata laksanaan
sesegera mungkin. Tanda-tanda fital klien ini masih stabil.
Contoh
• Fraktur multiple
• Fraktur femur/pelvis
• Korban dengan resiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma, obdomen berat)
• Luka bakar luas
• Gangguan kesadaran/trauma kepala
• Korban dengan status yang tidak jelas.
Semua korban dengan kategori ini harus di berikan infus, pengawasan ketat terhadap
kemungkinan timbulnya komplikasi dan berikan perawatan sesegera mungkin.

Hijau (Non urgent)


Yaitu kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau pemberian pengobatan
dapat di tunda. Penyakit atau cidera minor
Contoh
– Fektur minor
– Luka minor
– Luka bakar minor

Hitam (Expectant)
Korban yang meninggal bunia atau yang berpotensi untuk meninggal dunia
– 6% memakai sistem empat kelas yaitu
1. Kelas1: kritis (mengancam jiwa, ekstremitas, penglihatan atau tindakan segera)
2. Kelas ii: Akut (terdapat perubahan yang signifikan, tindakan segera mungkin)
3. Kelas iii: Urgent (signifikan, tikdakan pada waktu yang tepat)
4. Kelas iv: Non Urgent (tidak terdapat resiko yang perlu segera di tangani)
– 10% digunakan sistem 5 tingkat yaitu
Tingkat contoh
1 Kritis Segera Henti jantung
2 Tidak stabil 5-15 menit Fraktur mayor
3 Potensial tidak stabil 30-60 menit Nyeri abdomen
4 Stabil 1-2 jam Sinusitis
5 Rutin 4 jam Pengangkatan jahitan

Askep
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
Penghajian (PQRST)
– Provokes (pemicu)
– Quality (kualitas)
– Radiation (penyebaran)
– Severity (intensitas)
– Time (waktu)
– Treatment (penanganan)
Ditambah dengan riwayat alergi, obat-obatan terahir, imunisasi, haid terahir,setekah itu baru
diklasifikasikan.
Tipsord-Klinkhammer dan Adreoni menganjurkan OLD CART
– Onset of system (awitan gejala)
– Location of Problem (lokasi masalah)
– Duration of Symptoms (karakteristik gejala yang di rasakan)
– Aggraviting Factor (faktor yang memperberat)
– Relieving Factors (faktor yang meringankan)
– Treatment ( penanganan sebekumnya)

Pertimbangan Pengambilan Keputusan Triase


Menurut standart ENA (1999)
– Kebutuhan fisik
– Tumbuh kembang
– Psikososial
– Akses klien dalam institusi pelayanan kes
– Alur pasien dalam kedaruratan

Alur Pasien UGD


– Pastikan keluhan klien (cocokkan apa yang perawat lihat)
– Kaji segera yang penting (HR,jika ada luka dep dengan segera)
– Kaji berdasarkan ABCD
– Kaji awitan yang baru timbul
– Pantau: setiap gejala cendrung berulang atau intensitas meningkat
– Setiap gejala yang di sertai pebahan pasti lainnya
– Kemunduran secara progresif
– Usia
– Awitan
– Misteri
– Kaharusak pasien berbaring
– Kontrol yang ketat

 Diagnosa
Diagnosa keperawatan gawat darurat adalah masakah potensial dan aktual. Tetapi perawat
tetap harus mengkaji pasien secara berkala karena kondisi pasien dapat berubah terus-
menerus. Diagnosa keperawatan bisa berubah atau bertambah setiap waktu.

Intervensi/ Implementasi
Intervensi yang di lakukan sesuai dengan pengkajian dan di agnosa yang sesuai dengan
keadaan pasien dan harus di laksanakan berdasarkan skal prioritas. Prioritas di tegakkan
sesuai dengan tujuan umum dari penata laksanaan kedaruratan yaitu untuk mempertahankan
hidup, mencegah keadaan yang memburuk sebelum penanganan yang pasti. Prioritas di
tentukan oleh ancaman terhadap kehidupan pasien. Kondisi yang mengganggu fungsi
fisiologis vitallebih di utamakan dari pada kondisi luar pasien. Luka di wajah, leher dan dada
yang mengganggupertnapasan biasanya merupakan prioritas tinggi.

Prinsip Penatalaksanaan Keperawartan Gawat Darurat


• Memelihara jalan nafas dan menyediakan ventilasi yang adekuat, melakukan resusitasi pada
saat dibutuhkan. Kaji cedera dan obstruksi jalan nafas.
• Kontrol pendarahan dan konsekuensinya.
• Evaluasi dan pemulihan curah jantung
• Mencegah dan menangani syok, memelihara sirkulasi
• Mendapatkan pemeriksaan fisik secara terus menerus, keadaan cedera atau penyakit yang
serius dari pasien tidak statis
• Menentukan apakah pasien dapat mengikuti perintah, evaluasi, ukuran dan aktivitas pupil
dan respon motoriknya.
• Mulai pantau EKG, jika diperlukan
• Lakukan penatalaksanaan jika ada dugaan fraktur cervikal dengan cedera kepala
• Melindungi luka dengan balutan steril
• Periksa apakah pasien menggunakan kewaspadaan medik atau identitas mengenai alergi dan
masalah kesehatan lain.
• Mulai mengisi alur tanda vital, TD dan status neurologik untuk mendapatkan petunjuk
dalam mengambil keputusan,

Evaluasi
Setelah mendapat pertolongan adekuat, vital signdievaluasi secara berkala, setelah itu
konsulkan dengan dokteratau bagian diagnostik untuk prosedur berikutnya, jika kondisi mulai
stabil pindahkan keruangan yang sesuai.

DEFINISI ISU AND OF LIFE


Pengertian

 End Of Life End of life merupakan salah satu tindakan yang membantu meningkatkan
kenyamanan seseorang yang mendekati akhir hidup (Ichikyo, 2016). End of life care adalah
perawatan yang diberikan kepada orang-orang yang berada di bulan atau tahun terakhir
kehidupan mereka (NHS Choice, 2015). 

End of life akan membantu pasien meninggal dengan bermartabat. Pasien yang berada dalam
fase tersebut biasanya menginginkan perawatan yang maksimal dan dapat meningkatkan
kenyamanan pasien tersebut. End of life merupakan bagian penting dari keperawatan paliatif
yang diperuntukkan bagi pasien yang mendekati akhir kehidupan.

 End of life care bertujuan untuk membantu orang hidup dengan sebaikbaiknya dan
meninggal dengan bermartabat (Curie, 2014). End of life care adalah salah satu kegiatan
membantu memberikan dukungan psikososial dan spiritual (Putranto, 2015). Jadi dapat
disimpulkan bahwa End of life care merupaka salah satu tindakan keperawatanyang
difokuskan pada orang yang telah berada di akhir hidupnya, tindakan ini bertujuan untuk
membuat orang hidup dengan sebaik-baiknya selama sisa hidupnya dan meninggal dengan
bermartabat.
Prinsip-Prinsip End Of Life
Prinsip-Prinsip End Of Life 

Menurut NSW Health (2005) Prinsip End Of Life antara lain : 

a. Menghargai kehidupan dan perawatan dalam kematian Tujuan utama dari perawatan
adalah menpertahankan kehidupan, namun ketika hidup tidak dapat dipertahankan, tugas
perawatan adalah untuk memberikan kenyamanan dan martabat kepada pasien yang sekarat,
dan untuk mendukung orang lain dalam melakukannya.

b. Hak untuk mengetahui dan memilih Semua orang yang menerima perawatan kesehatan
memiliki hak untuk diberitahu tentang kondisi mereka dan pilihan pengobatan
mereka.Mereka memiliki hak untuk menerima atau menolak pengobatan dalam
memperpanjang hidup.Pemberi perawatan memiliki kewajiban etika dan hukum untuk
mengakui dan menghormati pilihanpilihan sesuai dengan pedoman. c. Menahan dan
menghentikan pengobatan dalam mempertahankan hidup Perawatan end of life yang tepat
harus bertujuan untuk memberikan pengobatan yang terbaik untuk individu. Ini berarti bahwa
tujuan utama perawatan martabat,

d. Sebuah pendekatan kolaboratif dalam perawatan Keluarga dan tenaga kesehatan memiliki
kewajiban untuk bekerja sama untuk membuat keputusan bagi pasien yang kurang bisa dalam
pengambilan keputusan, dengan mempertimbangkan keinginan pasien.

e. Transparansi dan akuntabilitas Dalam rangka menjaga kepercayaan dari penerima


perawatan, dan untuk memastikan bahwa keputusan yang tepat dibuat, maka proses
pengambilan keputusan dan hasilnya harus dijelaskan kepada para pasien dan akurat
didokumentasikan.

f. Perawatan non diskriminatif Keputusan pengobatan pada akhir hidup harus non-
diskriminatif dan harus bergantung hanya pada faktor-faktor yang relevan dengan kondisi
medis, nilai-nilai dan keinginan pasien.

g. Hak dan kewajiban tenaga kesehatan Tenaga kesehatan tidak berkewajiban untuk
memberikan perawatan yang tidak rasional, khususnya, pengobatan yang tidak bermanfaat
bagi pasien.Pasien memiliki hak untuk menerima perawatan yang sesuai, dan tenaga
kesehatan memiliki tanggung jawab untuk memberikan pengobatan yang sesuai dengan
norma-norma profesional dan standar hukum.

h. Perbaikan terus-menerus Tenaga kesehatan memiliki kewajiban untuk berusaha dalam


memperbaiki intervensi yang diberikan pada standar perawatan end of life baik kepada pasien
maupun kepada keluarga.

eori The Peaceful End of Life (EOL)


Teori The Peaceful End of Life (EOL) Teori Peacefull EOL ini berfokus kepada 5 Kriteria
utama dalam perawatan end of life pasien yaitu :
1) bebas nyeri,

2) merasa nyaman,

3) merasa berwibawa dan dihormati,

 4) damai,

5) kedekatan dengan anggota keluarga dan pihak penting lainnya. 1. Terbebas dari Nyeri
Bebas dari penderitaan atau gejala disstres adalah hal yang utama diinginkan pasien dalam
pengalaman EOL (The Peaceful End Of Life). Nyeri merupakan ketidaknyamanan sensori
atau pengalaman emosi yang dihubungkan dengan aktual atau potensial kerusakan jaringan
(Lenz, Suffe, Gift, Pugh, & Milligan, 1995; Pain terms, 1979). 2. Pengalaman Menyenangkan
Nyaman atau perasaan menyenangkan didefinisikan secara inclusive. 3. Pengalaman martabat
(harga diri) dan kehormatan Setiap akhir penyakit pasien adalah “ ingin dihormati dan dinilai
sebagai manusia” (Ruland & Moore, 1998). Di konsep ini memasukkan ide personal tentang
nilai, sebagai ekspresi dari prinsip etik otonomi atau rasa hormat untuk orang, yang mana
pada tahap ini individu diperlakukan sebagai orang yang menerima hak otonomi, dan
mengurangi hak otonomi orang sebagai awal untuk proteksi (United states, 1978). 4.
Merasakan Damai Damai adalah “perasaan yang tenang, harmonis, dan perasaan puas,
(bebas) dari kecemasan, kegelisahan, khawatir, dan ketakutan” (Ruland & Moore, 1998).
Tenang meliputi fisik, psikologis, dan dimensi spiritual. 5. Kedekatan untuk kepentingan
lainnya Kedekatan adalah “perasaan menghubungkan antara antara manusia dengan orang
yang menerima pelayanan” (Ruland & Moore, 1998). Ini melibatkan kedekatan fisik dan
emosi yang diekspresikan dengan kehangatan, dan hubungan yang dekat (intim).

Konsep Do Not Resucitation Do Not Resuscitate (DNR)


Isu End Of Life  : Konsep Do Not Resucitation Do Not Resuscitate (DNR) atau Jangan
Lakukan Resusitasi merupakan suatu tindakan dimana dokter menempatkan sebuah instruksi
berupa informed concent yang telah disetujui oleh pasien
ataupun keluarga pasien di dalam rekam medis pasien, yang berfungsi untuk
menginformasikan staf medis lain untuk tidak melakukan resusitasi jantung paru (RJP) atau
cardiopulmonary resuscitation (CPR) pada pasien. Pesan ini berguna untuk mencegah
tindakan yang tidak perlu dan tidak diinginkan pada akhir kehidupan pasien dikarenakan
kemungkinan tingkat keberhasilan CPR yang rendah (Sabatino, 2015). DNR diindikasikan
jika seorang dengan penyakit terminal.

TRAUMA ABDOMEN
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan
imonologi dan gangguan faal berbagai organ.

Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut  Suddarth & Brunner (2002) terdiri dari:
1.      Perforasi organ viseral intraperitoneum

Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada  dinding abdomen.

2.      Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen

Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.

3.      Cedera thorak abdomen

Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan
dan hatiharus dieksplorasi (Sjamsu hidayat, 1998).

A.    Etiologi

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen,
umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor,
kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma
ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.

Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan
kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga
diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk  sedikit menyebabkan trauma pada organ
internal diabdomen.

Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak,yaitu :

1.      Paksaan /benda tumpul

Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tumpul pada
abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan
bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresiatau sabuk
pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.

2.      Trauma tembus


Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus
pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.

B.     Patofisiologi

Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra
abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai
penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu
organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium
cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan,
nyerispontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis
umum. Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh,
juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada fase
awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan
bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Mansjoer, 2001).

C.    Manifestasi Klinis

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :

1.      Nyeri : Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat
timbul dibagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.

2.      Darah dan cairan : Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang
disebabkan oleh iritasi.

3.      Cairan atau udara dibawah diafragma : Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh
perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi rekumben.

4.      Mual dan muntah

5.      Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) : Yang disebabkan oleh kehilangan
darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi

D.    Pemeriksaan Penunjang

A.    Pemeriksaan diagnostic

1.      Foto thoraks : Untuk melihat adanya trauma pada thorak.

2.      Pemeriksaan darah rutin : Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-linedata bila terjadi
perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan
leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya
perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi
menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan
transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.

3.      Plain abdomen foto tegak : Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum,
udara bebas retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.

4.      Pemeriksaan urine rutin : Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila
dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada
saluran urogenital.

5.      VP (Intravenous Pyelogram) : Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada
persangkaan trauma pada ginjal.

6.      Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL) : Dapat membantu menemukan adanya darah atau
cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat
diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).

1)       Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :

      Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya

      Trauma pada bagian bawah dari dada

      Hipotensi, hematokrit turun tanpa alas an yang jelas

      Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)

      Pasien cedera abdominal dan cedera medulla spinalis (sumsum tulang belakang)

      Patah tulang pelvis

2)      Kontra indikasi relatif melakukan DPLadalah sebagai berikut :

      Hamil

      Pernah operasi abdominal

      Operator tidak berpengalaman

      Bila hasilnya tidak akan merubahpenatalaksanaan

7.      Ultrasonografi dan CT Scan : Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderi tayang
belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.

B.     Pemeriksaan khusus

1.      Abdomonal Paracentesis


Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya
perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl
yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9%
selama 5 menit, merupakan indikasi untuk  laparotomi.

2.      Pemeriksaan Laparoskopi

Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya.

3.      Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.

A.    Penatalaksanaan Medis

1. Abdominal paracentesis : Menentukan adanya perdarahan dalam rongga  peritonium,


merupakan indikasi untuk laparotomi.

2. Pemeriksaan laparoskopi : Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.

3. Pemasangan NGT : Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma
abdomen.

4. Pemberian antibiotic : Mencegah infeksi.

5. Laparotomi

PENANGANAN PRE HOSPITAL DAN HOSPITAL

A.    Pre Hospital

Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus
mengkaji dengan cepat apa yang terjadi dilokasi kejadian. Para medik mungkin harus melihat
apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera
ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak
berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
1. Airway

Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan teknik ‘head tilt chin
lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang
dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing
lainnya.

2. Breathing

Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat-
dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak.
Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat
tidaknya pernapasan).

3. Circulation

Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat,
maka bantuan napas dapatdilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi
jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30
kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).

Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)

1. Stop makanan dan minuman


2. Imobilisasi
3. Kirim kerumah sakit.

Penetrasi (trauma tajam)

1. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh
dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
2. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa
pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
3. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan
dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut
dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
4.  Imobilisasi pasien.
5. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
6. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
7. Kirim ke rumah sakit.    

B.     Hospital
1.          Trauma penetrasi

Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang
berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka.
Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan.

a.       Skrinning pemeriksaan rontgen

Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau
pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen
sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.

b.      IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning

Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.

c.       Uretrografi.

Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.

d.      Sistografi

Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing,contohnya pada :

      fraktur pelvis

      traumanon-penetrasi

2.          Penanganan pada trauma benda tumpul dirumah sakit :

a.       Pengambilan contoh darah dan urine

Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan
juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium,
glukosa,amilase.

b.      Pemeriksaan rontgen

Pemeriksaan rongten servikal lateral,toraks anteroposterior dan pelvis adalah pemeriksaan


yang harus di lakukan padapenderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk
mengetahui udaraekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma,
yangkeduanya memerlukan laparotomi segera.
 

c.       Study kontras urologi dan gastrointestinal

Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau decendens dan
dubur (Hudak & Gallo, 2001).

ASKEP TRAUMA ABDOMEN


ASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN

Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi menyeluruh dari
bagian kepala ke ujung kaki.

Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000) adalah :

1. Aktifitas/istirahat

      Data Subyektif : Pusing, sakit kepala,nyeri, mulas

      Data Obyektif : Perubahan kesadaran,masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).

2. Sirkulasi

      Data Obyektif : Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi,


hiperventilasi, dll).

3. Integritas ego

      Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)

      Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi.

4. Eliminasi

      Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.

5. Makanan dan cairan

      Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan.

      Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen


6. Neurosensori

      Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara,vertigo

      Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,
kesulitan dalam menentukan posisi tubuh

7. Nyeri dan kenyamanan

      Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
biasanya lama.

      Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.

8. Pernafasan

      Data Subyektif : Perubahan pola nafas

9. Keamanan

      Data Subyektif : Trauma baru /trauma karena kecelakaan.

      Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif, gangguan rentang gerak.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan

Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan.

            

Intervensi     :

a. Kaji tanda-tanda vital

R/untuk mengidentifikasi defisit volume cairan

b. Pantau cairan parenteral dengan elektrolit,antibiotik dan vitamin

R/mengidentifikasi keadaan perdarahan

 
c. Kaji tetesan infus

R/awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.

d. Kolaborasi : Berikan cairan parenteralsesuai indikasi.

R/ cara parenteral membantu memenuhikebutuhan nuitrisi tubuh.

e. Tranfusi darah

R/ menggantikan darah yang keluar.

Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.

Tujuan : Nyeri teratasi

             

Intervensi :

a. Kaji karakteristik nyeri

R/ mengetahui tingkat nyeri klien.

b. Beri posisi semi fowler.

R/ mengurngi kontraksi abdomen

c. Anjurkan tehnik manajemen nyeri sepertidistraksi

R/ membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan perhatian

d. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.

R/ analgetik membantu mengurangi rasa nyeri.

e. Managemant lingkungan yang nyaman


R/ lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien

Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan


tubuh.

Tujuan : Tidak terjadi infeksi

         

Intervensi :

a.       Kaji tanda-tanda infeksi

R/ mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini.

b.      Kaji keadaan luka

R/ keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko infeksi.

c.       Kaji tanda-tanda vital

R/ suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses infeksi.

d.      Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi

R/ teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial

e.       Kolaborasi pemberian antibiotic

R/ antibiotic mencegah adanya infeksi bakteri dari luar

Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan

Tujuan : Ansietas teratasi

Intervensi :
a. Kaji perilaku koping baru dan anjurkanpenggunaan ketrampilan yang berhasil pada
waktu lalu

R/koping yang baik akan mengurangi ansietas klien.

b. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut dan
berikan penanganan

R/mengetahui ansietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah dan untuk memberikan
penjelasan kepada klien.

c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit

R/apabila klien tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan, klien mengerti dan
diharapkan ansietas berkurang

d. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stress

R/ lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam menghadapi situasi

e. Dorong dan dukungan orang terdekat

R/memotifasi klien

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan : Dapat bergerak bebas

Intervensi     :

a. Kaji kemampuan pasien untuk bergerak

R/identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi

b. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien

R/meminimalisir pergerakan kien


 

c. Berikan latihan gerak aktif pasif

R/melatih otot-otot klien

d. Bantu kebutuhan pasien

R/ membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien

e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.


f. R/terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien

TRAUMA THORAX
Trauma adalah luka atau Cedera fisik lainnya atau cedera fsiologis akibat gangguan
emosional yang hebat (brooker,2001)

Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun.
penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi &aktor implikasi pada trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja ('Smeltzer 2001).

Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax  dan dinding thorax , baik trauma atau
ruda paksa tajam atau tumpul. (hudak1999).

Trauma thorax adalah luka atau  cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax  ataupun isi dari cavum yang disebabkan oleh
benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan  keadaan gawat thorax akut.

Hematotorax  adalah tedapatnya darah dalam rongga pleura, sehingga paru terdesak dan
terjadinya perdarahan.

Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-
paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa
darah.

 
       MANIFESTASI KLINIS

• Nyeri pada tempat trauma Bertambah pada saat inspirasi.

• pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.

• Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.

• Dyspnea, takipnea

•  Takikardi

•  Tekanan darah menurun.

• Felisah dan agitasi

• Kemungkinan Cyanosis.

• Batuk mengeluarkan sputum Bercak darah.

• ,Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit

KLASIFIKASI

Trauma thorax klasifikasi menjadi:

1.      TRAUMA TEMBUS ( TAJAM)

A.    Terjadi diskontinuitas dinding toraks 'laserasi) langsung akibat penyebab trauma

B.     Terutama akibat tusukan benda tajam , (pisau,  kaca,dsb) atau peluru

C.     Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi 2.

                Trauma tembus  biasanya disebabkan tekanan mekanikal yang dikenakan secara
direk yang berlaku tiba-tiba pada suatu area lokal. pisau atau projectile misalnya  akan
menyebabkan kerusakan jaringan dengan stretching dan crushing dan cedera biasanya
menyebabkan batas luka yang sama dengan bahan yang tembus pada jaringan.

            Berat ringannya Cidera internal yang Berlaku tergantung pada organ yangtelah
terkena dan seberapa vital organ tersebut. Derajat cidera tergantung pada mekanisme dari
penetrasi dan temasuk  diantarafaktor lain adalah efsiensi dari energy yang dipindahkan dari
obyek ke jaringan tubuh yang  terpenetrasi. 

            Faktor - Faktor lain yang Berpengaruh adalah karakteristik dari senjata, seperti
kecepatan  size dari permukaan impak,  serta densitas dari jaringan tubuh yang terpenetrasi.
Pisau biasanya menyebabkan cidera yang lebih kecil karena iatermasuk proyektil dengan
kecepatan rendah. 3uka tusuk yang disebakan oleh pisau sebatas dengan daerah yang terjadi
penetrasi. 3uka disebabkan tusukan pisau biasanyadapat ditoleransi /alaupun tusukan tersebut
pada daerah jantung biasanya dapatdiselamatkan dengan penanganan medis yang maksimal.

            Peluru termasuk proyektil dengan kecepatan tinggi, dengan biasanya bisa mencapai
kecepatan lebih dari 1800-2000 kali per detik. proyektil dengan kecepatan yang tinggi dapat
menyebabkan dapat menyebabkan berat cidera yang samadenganseperti penetrasi pisau,
namun tidak seperti pisau.  cidera yang disebabkan olehpenetrasi peluru dapat merusakkan
struktur yang berdekatan dengan laluan peluru.

            Ini karena disebabkan oleh terbentuknya kavitas jaringan dan dengan menghasilkan
gelombang syok jaringan yang bisa bertambah luas. Tempat keluar peluru mempunyai
diameter 20-60 kali dari diameter peluru.

TRAUMA TUMPUL

A.    Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks.

B.     Terutama akibat kecelakaan lalu lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blastinjuries.

C.     kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru

D.    Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi

E.     Trauma tumpul lebih sering didapatkan berbanding trauma tembus,kira-kiralebih dari
90% trauma thoraks.

Dua mekanisme yang terjadi pada trauma tumbul :

- transfer energi secara direk pada dinding dada dan organ thoraks

- deselerasideferensial,  yang dialami oleh organ thoraks ketika terjadinya impak.

Benturan yangsecara direk yang mengenai dinding torak dapat menyebabkan luka robek dan
kerusakan dari jaringan lunak dan tulang seperti tulang iga. cedera thoraks dengantekanan
yang kuat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intratorakal sehingga menyebabkan
ruptur dari organ organ yang berisi cairan atau gas

KOMPLIKASI

A.    Surgical Emfisema Subcutis


kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam memungkinkan keluarnya
udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding dada, paru.  Tanda-tanda khas:
pembengkakan kaki, krepitasi.

1.      Cedera vaskuler

Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup sehingga
menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena yang kembali. pembulu
vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat serta lemah yang akhirnya membawa
kematian akibat penekanan pada jantung.

2.      Pneumothorak

Adanya udara dalam kavum  pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi sehingga
volume pneumothorak meningkat dan mendorong mediastinim menekan paru sisi lain.

3.      Pleura Effusion

Adanya udara, cairan,darah dalam kavum pleura sama dengan efusi pleura yaitu sesak nafas
pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok. Bila kejadian mendadak
maka pasien akan syok.

Akibat adanya Cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga pleura maka terjadi
tanda - tanda :

- Dypsnea sewaktu bergerak, kalau efusinya luas pada waktu istirahatpun bisa terjadi
dypsnea.

- Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.

- Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.

- Dapat terjadi pyrexia(peningkatan suhu badan di atas normal)

4.       plail chest

pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian tersebut. pada saat
insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi keluar.  ini menunjukan adanya
paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang berlawanan)

5.      Hemopneumothorak.

yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum  pleura.


 

   PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

            • Eadiologi : Foto thorax (AP)

            • Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.

            •  Torasentesis : menyatakan darah, Cairan serosanguinosa.

            • Hemoglobin :mungkin menurun.

            • Pa Co2 kadang-kadang menurun.

            • Pa Co2 Normal/ menurun

            • Saturasi O2 menurun (Biasanya).

            •  Toraksentesis : menyatakan darah, Cairan

  PENATALAKSANAAN

Konservatif

•pemberian analgetik

• pemasangan plak/plester

•  jika perlu antibiotic

• fisiotherapy

           

                  Operatif /invasif

                 • pamasangan Mater Seal Drainage (MSD).

                   • pemasangan alat bantu nafas

                   • pemasangan drain.

                   • Aspirasi (thoracosintesis).

                   • operasi('bedah thoraxis)

 
            Tindakan untuk menstabilkan dada

            • piring pasien pada daerah yang terkena.

            • Gunakan Bantal pasien pada dada yang terkena

            • Gunakan Ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif, didasarkan pada
kriteria sebagai berikut

1.      Gejala Contusio paru

2.      Syok atau Cedera kepala Berat.

3.      Fraktur delapan atau lebih tulang iga.

4.      umur diatas 65 tahun.

5.      Riwayat penyakit paru-paru kronis.

• Pasang selang dada dihubungkan dengan MSD,  bila tension pneumothorak mengancam

• oksigen tambahan.

ASKEP TRAUMA THORAX


PENGKAJIAN PRIMARY SURVEY

• Airway (A

Batuk dengan sputum kental atau darah, terkadang disertai dengan muntah darah,

krekels (+), jalan nafas tidak paten.

• Breathing (B)

Adanya napas spontan, dengan gerakan dada asimetris (pada pasien tension

pneumotoraks), napas cepat, dipsnea, takipnea, suara napas kusmaul, napas pendek,

napas dangkal.

• Circulation (C)

Terjadi hipotensi, nadi lemah, pucat, terjadi perdarahan, sianosis, takikardi


• Disability (D)

Penurunan kesadaran (apabila terjadi penanganan yang terlambat)

• Eksposure (E)

Adanya kontusio atau jejas pada bagian dada. Adanya penetrasi penyebab trauma

pada dinding dada

SE,ONDARY SURVEY

Head to toe (H)

Lakukan pemeriksaan fisik terfokus pada :

-Daerah kepala dan leher :mukosa pucat,konjungtiva pucat,DVJ(Distensi vena jugularis)

-Daerah dada :

Inspeksi : penggunaan otot bantu napas,penapasan kussmaul,terdapat jejas ,kontusio,penetrasi


penyebab trauma pada daerah dada

Palpasi : Adanta tidak seimbangan trakti fremitus ,adanya nyeri tekan

Perkusi : adanya hipersonor

Auskultasi : suara napas krekels ,suara jantung abnormal.terkadang terjadi penurunan bising
napas .

-Daerah abdomen : herbiasi organ abdomen

-Daerah ekstrimitas : pada palpasi ditemukan penurunan nadi femoralis

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keprawatan secara menyeluruh
(boedihartono,1994:10) pengkajian pada pasien dengan trauma thorax (Donges,1999)
meliputi aktivitas / istirahat

Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat

Sirkulasi

Tanda: Takikardi ;disretmia;irama jantung gallops,nadi apical berpindah ,tabda


himman;TD:hipotensi/hipertensi;DVJ
Integritas ego

Tanda: ketkutan atau gelisah

Makanan dan cairan

Tanda: adanya pemasangan IV vena sentral /infuse tekanan.

Nyeri atau tidak nyaman

Gejala: nyeti uni laterl,timbul tiba-tiba selama batuk atau tegangan ,tajam dan nyeri,menusuk
– nusuk yang diperberat oleh napas dalam,kemungkinan menyebar ke leher ,bahu dan
abdomen tanda : berhati-hari pada area yang sakit,perilaku diatraksi ,mengekerutkan wajah

Pernapasan

Gejala: kesulitan bernapas,batuk,riwayat bedah dada atau trauma,penyakit pari


kronis,inflamasi,infeksi paru, penyakit interatitial menyebar keganasan pneomothoraks
spontan sebelumnya

PPOM

Tanda :takipnea menurun,perkusi dada hipersonan,gerakkan dada tidak sama ,kulit


pucat,sianosis,berkeringat,krepitasi subkutan,mental ansietas,bingung,
gelish,pingsan,penggunaan pentilasi mekanik tekanan positif

Keamanan

Gejala:adanya trauma dada;radiasi atau kemoterapi untuk keganansan

Penyuluhan /pembelajaran

Gejala: riwayat faktor risiko keluarga, TBC ,kanker adanya bedahintratorakal/biopsy paru

II.DIAGNOSA KEPERAWATAN

A.    Tidak efektifan pola napas b/d ekpansi pari yang tidak maksimal karena akumulasi
udara/cairan

B.     Enefektif bersihan jalan napas b/d peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk
sekunder akibat nyeri dan keletihan

C.     Kerusakan integritas kulit b/d trauma mekanik terpasang bullow drainage

III.INTERVENSI

Intervensi dan inplementasi keperawatan  yang muncul pada psien dengan trauma
thorax(Wilkinson,2006)meliputi:
 

Diagnosa 1 : Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
maksimal karena trauma.

Tujuan  : jalan napsas lancar/normal

Kriteria hasil :

·          Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang afektif

·          Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru

·          Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab

Intervensi :

1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke 
sisi yang sakit.

       Dorong klien untuk duduk  sebanyak mungkin

2. Obserfasi fungsi pernapasan, cacat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-
tanda vital.

3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.

4. Jelaskan pada klien tentang etiologic/faktor pencetus adanya sesak atau kolabs paru-paru.

5. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk  kontrol diri  dengan menggunakan
pernapasan  lebih         

    Lambat dan dalam .

6. Perhhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam.

7. Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.

8. Periksa batas cairan  pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.

9. Observasi gelembung udara botol penempung.

10.Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan  slang tidak terlipat, atau
menggantung di
     dibawah saluran masuknya ke tempat drainage. Aliran akumulasi dranage bila perlu.

Diagnose II : inefektif bersihan jalan nafas  berhubungan dengan  peningkatan sekresi sekret
dan penurunan batuk  sekunder  akibat nyeri dan keletihan.

Tujuan  : jalan napas lancar/normal

Kriteria hasil : 

·          Menunjukan  batuk yang efektif

·          Tidak ada lagi penumpukan sekret di saluuran pernapasan

·          Klien nyaman

Intervensi  :

1. Kaji kulit dan  identifikasi pada tahap perkembangan luka

2. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka

3. Pantau  peningkatan suhu tubuh 

4. Berikan perawatan luka  dengan teknik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril,
gunakan

    plester kertas

5. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjut, misalnya  debriment

6. Setelah debriment, ganti balutan sesuai kebutuhan

7. kolaborasi pemberian antikbiotik sesuai indikasi

 
PENGKAJIAN KEGAWATDARURATAN
PENGKAJIAN GAWAT DARURAT

Perawatan pada pasien yang mengalami injuri oleh tim trauma agak berbeda dengan
pengobatan secara tradisional, di mana penegakan diagnosa, pengkajian dan manajemen
penatalaksanaan sering terjadi secara bersamaan dan dilakukan oleh dokter yang lebih dari
satu. Seorang leader tim harus langsung memberikan pengarahan secara keseluruhan
mengenai penatalaksanaan terhadap pasien yang mengalami injuri, yang meliputi (Fulde,
2009): Primary survey, Resuscitation, History, Secondary survey, Definitive care.

Primary Survey

Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen segera


terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari  Primary
survey adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang
mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde,
2009) :

1.      Airway maintenance dengan cervical spine protection

2.      Breathing dan oxygenation

3.      Circulation dan kontrol perdarahan eksternal

4.      Disability pemeriksaan neurologis singkat

5.      Exposure dengan kontrol lingkungan

Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary survey bahwa setiap


langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan langkah berikutnya hanya dilakukan
jika langkah sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim dapat
melaksanakan tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah dialokasikan
peran tertentu seperti airway, circulation, dll, sehingga akan sepenuhnya menyadari
mengenai pembagian waktu dalam keterlibatan mereka (American College of Surgeons,
1997). Primary survey perlu terus dilakukan berulang-ulang pada seluruh tahapan awal
manajemen. Kunci untuk perawatan trauma yang baik adalah penilaian yang terarah,
kemudian diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai serta pengkajian ulang
melalui pendekatan AIR (assessment, intervention, reassessment).

Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain (Gilbert., D’Souza., & Pletz,
2009) :

a)   General Impressions

1.      Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.


2.      Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera

3.      Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)

PENGKAJIAN AIRWAY
Pengkajian Airway

Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien dengan
mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas.
Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
(Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan  bantuan airway dan
ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai
terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan
oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).

Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :

1.      Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas dengan
bebas?

2.      Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:

a.       Adanya snoring atau gurgling

b.      Stridor atau suara napas tidak normal

c.       Agitasi (hipoksia)

d.      Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements

e.       Sianosis

3.      Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial
penyebab obstruksi :

a.       Muntahan

b.      Perdarahan

c.       Gigi lepas atau hilang

d.      Gigi palsu

e.       Trauma wajah

4.      Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
5.      Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko
untuk mengalami cedera tulang belakang.

6.      Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi :

a.       Chin lift  / jaw thrust

b.      Lakukan suction (jika tersedia)

c.       Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway

d.      Lakukan intubasi

PENGKAJIAN BREATHING
  Pengkajian Breathing (Pernafasan)

Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan keadekuatan
pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka langkah-langkah
yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension
pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson &
Skinner, 2000).

1.        Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :

Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.

a.         Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai
berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot
bantu pernafasan.

b.         Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous


emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.

c.         Auskultasi  untuk adanya : suara abnormal pada dada.

Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.

2.        Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai karakter
dan kualitas pernafasan pasien.

3.        Penilaian kembali status mental pasien.

4.        Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan

5.        Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi:
a.       Pemberian terapi oksigen

b.      Bag-Valve Masker

c.       Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang benar), jika


diindikasikan

d.      Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures

6.        Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi
sesuai kebutuhan.

PENGKAJIAN SIRKULASI
 

  Pengkajian Circulation

Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis shock
didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat,
ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena
itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman
untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung mengarahkan tim untuk
melakukan upaya menghentikan pendarahan. Penyebab lain yang mungkin
membutuhkan perhatian segera adalah: tension pneumothorax, cardiac tamponade,
cardiac, spinal shock  dan anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang nyata harus
diidentifikasi melalui paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan baik
(Wilkinson & Skinner, 2000). Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status
sirkulasi pasien, antara lain :

1.     Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.

2.     CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.

3.     Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian


penekanan secara langsung.

4.     Palpasi nadi radial jika diperlukan:

b.        Menentukan ada atau tidaknya

c.         Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)

d.        Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)

e.         Regularity


6.        Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary
refill).

7.        Lakukan treatment terhadap hipoperfusi.

8.     Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities

Pada primary survey, disability  dikaji dengan menggunakan skala AVPU :

1.        A -  alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang

diberikan

2.        V -  vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa

dimengerti

3.        P - responds to pain only  (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas

awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)

4.        U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri

maupun stimulus verbal.

9.     Expose,  Examine dan Evaluate

Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga
memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan.
Lakukan  log roll  ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu
diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah  mengekspos pasien
hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan  telah selesai
dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika
diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011). 

Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam jiwa,
maka Rapid Trauma Assessment  harus segera dilakukan:

1.             Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien.

2.             Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien luka
dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau
kritis (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009).
SISTEM PENGKAJIAN
 SISTEM PENGKAJIAN KEGAWATDARURATAN 

A.    DATA UMUM PASIEN

                Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, No. CM, Dx. Medis, alamat dll

B.     DATA PENANGGUNG JAWAB

                Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan


pasien

PRINSIP

Identifikasi Kasus

1.Trauma ?

2.Non Trauma ?

3.Identifikasi Keadaan Pasien

Kenali  terlebih  dahulu keadaan  yang  mengancam nyawa

C. Pengkajian

1.      Pengkajian primer

2.      Pengkajian sekunder

Pengkajian primer kasus kardiologi

1.      Circulation

2.      Airway

3.      Breathing

4.      Disability

5.      Exposure
 

SURVEI PRIMER

1.      Dalam Pikiran Sekuensial Dalam tindakan Simultan

2.      2.Dilakukan sampai keadaan Pasien Stabil pada kasus trauma :

a)      Airway!

b)     Breathing!

c)      Circulation!

Survai Primer

A–Airway (+C Spine Control )

B –Breathing (+Ventilation )

C –Circulation (+ KontrolPerdarahan)

D –Disability ( GCS,TandaLateralisasi)

E –Exposure

CIRCULATION

a)      Fokus penilaian pada sirkulasi darah

b)     Penilaian dengan cepat dapat dilakukan melalui penilaian kesadaran, warna kulit, dan
nadi

AIRWAY

a)      Prioritas pemeriksaan pada kelancaran jalan napas

b)     Pemeriksaan adanya obstruksi jalan napas karena lidah, darah, benda asing, fraktur
tulang wajah, trauma laring, trachea dan sebab lain

JALAN NAPAS DEFINITIF

Mempertahankan jalan napas yang efektif dan dalam jangka waktu yang

panjang  memerlukan suatu jalan napas definitif.


Indikasi untuk pemasangan jalan napas definitif adalah:

1.                   Pasien yang tidak bernapas (apnea/nonbreathing).

2.                   Kegagalan menjaga jalan napas dengan cara lain.

3.                   Meminimalkan resiko jalan napas terhadap aspirasi darah atau muntahan.

4.                   Kemungkinan terganggunya jalan napas karena perlukaannya sendiri seperti


pada luka bakar inhalasi, fraktur tulang wajah atau kejang.

5.                   Trauma capitis berat yang memerlukan hiperventilasi.

6.                   Kegagalan memberikan cukup oksigen melalui masker wajah.

7.                   Adanya bahaya sumbatan (hematoma leher,cedera laring, trakhea, dan trauma
maksillofasial berat.

1.      Intubasi Orotracheal

Pada setiap penderita tidak sadar dengan trauma kepala tentukanlah perlunya intubasi. Bila
penderita dalam keadaan gagal napas, intubasi dilakukan oleh 2 orang dengan 1 petugas
melakukan imobilsasi segaris.

2.      Intubasi Nasotrakheal

Intubasi nasotracheal bermanfaat pada fraktur cervical. Perlu kehati-hatian pada penderita
dengan fraktur tulang wajah yang berat atau fraktur basis cranii anterior. Perhatian akan
adanya fraktur cervical adalah sama seperti pada intubasi orotracheal.

3.      Needle Krikotiroidotomi
      Tindakan dilakukan dengan memakai jarum ukuran 12G atau 14G
ditusukkan         melalui membrana krikotiroid, ini dapat           memberikan 45 menit
tambahan waktu     untuk menunggu intubasi dilakukan.

4.      Surgical Krikotiroidotomi
      Tindakan ini dilakukan pada penderita intubasi oral atau intubasi nasal
yang       dikontraindikasikan atau tidak dapat terlaksana.

BREATHING

Fokus pemeriksaan pada kerja dinding dada, paru dan diafragma

DISABILITY

Meliputi pemeriksaan neurologis dan tingkat kesadaran

EXPOSURE
Pemeriksaan meliputi seluruh bagian tubuh disertai tindakan untuk mencegah hipotermia

Sekunder

Keluhan utama (bila nyeri = PQRST)

Alergi terhadap obat, makanan tertentu.

Medikasi/Pengobatan terakhir.

Last meal (makan terakhir)

Event of injury/penyebab injury

Pengalaman pembedahan.

Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit dahulu.

Head to toe

Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan pengkajian di atas

Intervensi dan implementasi

Dibuat sesuai smart dg tetap memperhatikan ukuran waktu

Evaluasi

Sesuai dg tujuan yg dibuat (KH)

TRIASE
TRIAGE

Triage Dalam Keperawatan Gawat Darurat


Yaitu skenario pertolongan yang akan di berikan sesudah fase keadaan pasien. Pasien-pasien
yang terancam hidupnya harus di beri prioritas utama. Triage dalam keperawatan gawat
derurat di gunakan untuk mengklasifikasian keperahan penyakit atau cidera dan menetapkan
prioritas kebutuhan penggunaan petugas perawatan kesehatan yang efisien dan sumber-
sumbernya.
Standart waktu yang di perlukan untuk melakukan triase adalah 2-5 menit untuk orang
dewasa dan 7 menit untuk pasien anak-anak.
Triase di lakukan oleh perawat yang profesional (RN) yang sudah terlatih dalam prinsip
triase, pengalaman bekerja minimal 6 bulan di bagian UGD, dan memiliki kualisifikasi:
– Menunjukkan kompetensi kegawat daruratan
– Sertifikasi ATLS, ACLS, PALS, ENPC
– Lulus Trauma Nurse Core Currikulum (TNCC)
– Pengetahuan tentang kebijakan intradepartemen
– Keterampilan pengkajian yang tepat, dll

 Sistem Triase
• Spot check
25% UGD menggunakan sistem ini, perawat mengkaji dan mengklasifikasikan pasien dalam
waktu 2-3 menit. Sisten ini memungkinkan identifikasi segera.
• Komprehensif
Merupakan triase dasar yang standart di gunakan. Dan di dukung oleh ENA (Emergenci
Nurse Association) meliputi:
• A (Airway)
• B (Breathing)
• C (Circulation)
• D (Dissability of Neurity)
• E ( Ekspose)
• F (Full-set of Vital sign)
• Pulse Oximetry
• Trise two-tier
Sistenm ini memetluhan orang kedua yang bertindak sebagai penolong kedua yang bertugas
mensortirpasien untuk di lakukan pengkajian lebih rinci.
• Triase Expanded
Sistem ini dapat di tambahkan ke sistem komprohensif dan two-tier mencakup protokol
penanganan:
1. Pertolongan pertama (bidai, kompres, rawat luka)
2. Pemeriksaan diagnostik
3. Pemberian obat
4. Tes lab (Darah, KGD, Urinalisis, dll)
• Triase Bedside
Pasien dalam sistem ini tidak di klasifikasikan triasenya, langsung di tangani oleh perawat
yang bertugas, cepat tanpa perlu menunggu antri.

KATEGORI/ KLASIFIKASI TRIAS


61% menggunakan 4 kategori pengambilan keputusan yaitu dengan menggunakan warna
hartu/status sebagai tanda klasifikasi yaitu Merah (Emergen), kuning (Urgen), hijau (non
Urgen), hitam (Expectant)

Merah (Emergent)
Yaitu korban-korban yang membutuhkan stabilisasi segera. Yaitu kondisi yang mengancam
kehidupan dan memerlukan perhatian segera.
Contoh:
– Syok oleh berbagai kausa
– Gangguan pernapasan
– Trauma kepala dengan pupil anisokor
– Perdarahan eksternal masif

 Kuning (Urgent)
Yaitu korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi perawatan dapat di tunda sementara.
Kondisi yang merupakan masalah medisyang disignifikan dan memerlukan penata laksanaan
sesegera mungkin. Tanda-tanda fital klien ini masih stabil.
Contoh
• Fraktur multiple
• Fraktur femur/pelvis
• Korban dengan resiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma, obdomen berat)
• Luka bakar luas
• Gangguan kesadaran/trauma kepala
• Korban dengan status yang tidak jelas.
Semua korban dengan kategori ini harus di berikan infus, pengawasan ketat terhadap
kemungkinan timbulnya komplikasi dan berikan perawatan sesegera mungkin.

Hijau (Non urgent)


Yaitu kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau pemberian pengobatan
dapat di tunda. Penyakit atau cidera minor
Contoh
– Fektur minor
– Luka minor
– Luka bakar minor

Hitam (Expectant)
Korban yang meninggal bunia atau yang berpotensi untuk meninggal dunia
– 6% memakai sistem empat kelas yaitu
1. Kelas1: kritis (mengancam jiwa, ekstremitas, penglihatan atau tindakan segera)
2. Kelas ii: Akut (terdapat perubahan yang signifikan, tindakan segera mungkin)
3. Kelas iii: Urgent (signifikan, tikdakan pada waktu yang tepat)
4. Kelas iv: Non Urgent (tidak terdapat resiko yang perlu segera di tangani)
– 10% digunakan sistem 5 tingkat yaitu
Tingkat contoh
1 Kritis Segera Henti jantung
2 Tidak stabil 5-15 menit Fraktur mayor
3 Potensial tidak stabil 30-60 menit Nyeri abdomen
4 Stabil 1-2 jam Sinusitis
5 Rutin 4 jam Pengangkatan jahitan
ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
Penghajian (PQRST)
– Provokes (pemicu)
– Quality (kualitas)
– Radiation (penyebaran)
– Severity (intensitas)
– Time (waktu)
– Treatment (penanganan)
Ditambah dengan riwayat alergi, obat-obatan terahir, imunisasi, haid terahir,setekah itu baru
diklasifikasikan.
Tipsord-Klinkhammer dan Adreoni menganjurkan OLD CART
– Onset of system (awitan gejala)
– Location of Problem (lokasi masalah)
– Duration of Symptoms (karakteristik gejala yang di rasakan)
– Aggraviting Factor (faktor yang memperberat)
– Relieving Factors (faktor yang meringankan)
– Treatment ( penanganan sebekumnya)

Pertimbangan Pengambilan Keputusan Triase


Menurut standart ENA (1999)
– Kebutuhan fisik
– Tumbuh kembang
– Psikososial
– Akses klien dalam institusi pelayanan kes
– Alur pasien dalam kedaruratan

Alur Pasien UGD


– Pastikan keluhan klien (cocokkan apa yang perawat lihat)
– Kaji segera yang penting (HR,jika ada luka dep dengan segera)
– Kaji berdasarkan ABCD
– Kaji awitan yang baru timbul
– Pantau: setiap gejala cendrung berulang atau intensitas meningkat
– Setiap gejala yang di sertai pebahan pasti lainnya
– Kemunduran secara progresif
– Usia
– Awitan
– Misteri
– Kaharusak pasien berbaring
– Kontrol yang ketat

 Diagnosa
Diagnosa keperawatan gawat darurat adalah masakah potensial dan aktual. Tetapi perawat
tetap harus mengkaji pasien secara berkala karena kondisi pasien dapat berubah terus-
menerus. Diagnosa keperawatan bisa berubah atau bertambah setiap waktu.

 
Intervensi/ Implementasi
Intervensi yang di lakukan sesuai dengan pengkajian dan di agnosa yang sesuai dengan
keadaan pasien dan harus di laksanakan berdasarkan skal prioritas. Prioritas di tegakkan
sesuai dengan tujuan umum dari penata laksanaan kedaruratan yaitu untuk mempertahankan
hidup, mencegah keadaan yang memburuk sebelum penanganan yang pasti. Prioritas di
tentukan oleh ancaman terhadap kehidupan pasien. Kondisi yang mengganggu fungsi
fisiologis vitallebih di utamakan dari pada kondisi luar pasien. Luka di wajah, leher dan dada
yang mengganggupertnapasan biasanya merupakan prioritas tinggi.

Prinsip Penatalaksanaan Keperawartan Gawat Darurat


• Memelihara jalan nafas dan menyediakan ventilasi yang adekuat, melakukan resusitasi pada
saat dibutuhkan. Kaji cedera dan obstruksi jalan nafas.
• Kontrol pendarahan dan konsekuensinya.
• Evaluasi dan pemulihan curah jantung
• Mencegah dan menangani syok, memelihara sirkulasi
• Mendapatkan pemeriksaan fisik secara terus menerus, keadaan cedera atau penyakit yang
serius dari pasien tidak statis
• Menentukan apakah pasien dapat mengikuti perintah, evaluasi, ukuran dan aktivitas pupil
dan respon motoriknya.
• Mulai pantau EKG, jika diperlukan
• Lakukan penatalaksanaan jika ada dugaan fraktur cervikal dengan cedera kepala
• Melindungi luka dengan balutan steril
• Periksa apakah pasien menggunakan kewaspadaan medik atau identitas mengenai alergi dan
masalah kesehatan lain.
• Mulai mengisi alur tanda vital, TD dan status neurologik untuk mendapatkan petunjuk
dalam mengambil keputusan,

Evaluasi
Setelah mendapat pertolongan adekuat, vital signdievaluasi secara berkala, setelah itu
konsulkan dengan dokteratau bagian diagnostik untuk prosedur berikutnya, jika kondisi mulai
stabil pindahkan keruangan yang sesuai.

RJP BAYI
RJP BAYI

resusitasi jantung paru


Resusitasi jantung paru (RJP) pada anak adalah prosedur penyelamatan jiwa yang digunakan
pada keadaan gawat darurat seperti serangan jantung atau tenggelam, ketika detak jantung
dan pernapasan berhenti. Ketika jantung berhenti memompa darah, suplai oksigen menjadi
terganggu, dan dapat menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit.

Dalam waktu 8-10 menit, seseorang anak tidak dapat bertahan tanpa ada suplai oksigen yang
ukup. Oleh karena itu, RJP dilakukan untuk mempertahankan suplai oksigen di dalam darah
menuju otak dan organ-organ vital lainnya, hingga bantuan medis datang untuk
mengembalikan detak jantung yang normal.

Resusitasi jantung paru juga sering disebut sebagai CPR alias cardio pulmonary resusitation.

persiapan sebelum melakukan prosedur resusitasi jantung


paru anak
Kemampuan untuk melakukan RJP wajib diketahui oleh tiap penolong. Sebab, prosedur
pemberian berbeda-beda, bergantung dari kemampuan atau keahlian penolongnya. Apabila
Anda bukan merupakan tenaga terlatih, tidak pernah mendapatkan pelatihan RJP sebelumnya,
tapi pernah mendapatkan pelatihan tetapi sudah lupa, sebaiknya berikan RJP dengan metode
pijat jantung (100-120 kali per menit) tanpa bantuan napas.

Namun, apabila merupakan tenaga terlatih dan siap untuk melakukan RJP kapan saja, maka
Anda disarankan untuk melakukan evaluasi RJP lengkap, pijat jantung, dan bantuan
pernapasan. Sebelum melakukan prosedur RJP pada anak, berikut ini beberapa hal yang harus
Anda cermati:

 Apakah lingkungan sekitar aman? Bila tidak, amankan keadaan terlebih dahulu.
 Bagaimana kesadaran penderita yang akan ditolong?
 Apabila anak tidak sadar, tepuk atau goyangkan bahu dan tanyakan dengan suara
yang cukup keras “Apakah kamu baik-baik saja?”
 Bila anak tidak merespons dan tidak ada orang di sekitar Anda, segera cari akses
komunikasi untuk menghubungi nomor gawat darurat sebelum melakukan RJP
kemudian ambil automated external defibrillator (AED), jika ada.
 Apabila penderita tidak merespons dan terdapat dua orang penolong, segera bagi
tugas. Satu orang harus menghubungi nomor gawat darurat dan satu penolong lainnya
mengambil AED.
 Pasang AED untuk mengevaluasi irama jantung, lakukan pemberian kejutan sesuai
instruksi yang terdapat pada AED, dan setelah itu lakukan RJP.

Prosedur resusitasi jantung paru?


RJP pada anak-anak usia satu tahun ke atas hingga usia remaja

Prosedur RJP pada anak-anak usia satu tahun ke atas hingga usia remaja memiliki langkah-
langkah yang sama seperti prosedur RJP dewasa, yaitu dengan tahap compression,
airway, dan breathing.
Compression bertujuan untuk mengembalikan sirkulasi darah, dengan langkah-langkah
berikut ini:

1. Bila Anda sendiri dan tidak menyaksikan awal mula ketika penderita tidak sadar,
lakukan lima siklus kompresi dan bantuan napas (sekitar dua menit) sebelum
menghubungi nomor gawat darurat dan mengambil AED.
2. Bila Anda sendiri dan menyaksikan awal mula penderita mulai tidak sadar, hubungi
nomor gawat darurat, ambil AED, dan lakukan CPR. Bila ada dua orang penolong,
satu orang penolong mesti menghubungi nomor gawat darurat dan mengambil AED,
kemudian satu orang lainnya mulai melakukan CPR.
3. Posisikan penderita untuk tidur terlentang pada permukaan yang datar dan solid.
4. Berlututlah dengan memposisikan lutut di antara leher dan bahu anak.
5. Gunakan dua tangan atau satu tangan bila anak bertubuh kecil, untuk melakukan pijat
jantung atau kompresi dada.
6. Letakkan telapak tangan di tengah dada pada garis puting. Kemudian letakkan tangan
lainnya di atas tangan yang berada di tengah dada.
7. Lakukan kompresi dada sedalam sekitar lima cm. Bila penderita telah berusia remaja,
kompresi dada dilakukan dengan menekan dada sedalam 5-6 cm. Lakukan 30
kompresi dada dengan kecepatan 100-120 kali per menit.
8. Jika Anda bukan tenaga yang terlatih, tidak pernah mendapatkan pelatihan RJP
sebelumnya, pernah mendapatkan pelatihan tetapi sudah lupa, maka lakukan kompresi
dada hingga bantuan medis tiba atau penderita sadar. Namun apabila Anda adalah
tenaga yang terlatih dan siap melakukan RJP lanjutkan ke
tahap airway dan breathing.

Airway untuk membebaskan jalan napas, dilakukan dengan tahapan berikut ini:

1. Setelah melakukan 30 hitungan kompresi dada, buka jalan napas penderita dengan
metode head-tilt dan chin-lift.
2. Letakkan telapak tangan pada dahi penderita. Kemudian secara perlahan, tengadahkan
kepala penderita. Gunakan tangan yang lain untuk menarik dagu penderita sehingga
jalan napas terbuka.

Breathing untuk memberikan bantuan napas, dilakukan dengan satu siklus RJP, atau 30
hitungan kompresi dada disertai dua kali pemberian bantuan napas. Berikut ini caranya:

1. Setelah jalan napas terbuka, pencet cuping hidung penderita dan tutup mulut penderita
dengan mulut penolong, untuk memberikan dua kali bantuan napas.
2. Pastikan selama meniupkan napas, dada penderita terangkat. Bila pada tiupan pertama
dada terangkat, lanjutkan untuk memberikan bantuan napas yang kedua. Namun jika
dada tidak terangkat, ulangi lagi pembebasan jalan napas dengan metode head-
tilt dan chin lift. Usahakan untuk tidak memberikan bantuan napas terlalu banyak atau
meniupkan napas terlalu kencang.
3. Setelah dua napas diberikan, lanjutkan untuk melakukan siklus RJP yang kedua. Bila
terdapat dua penolong, lakukan 15 hitungan kompresi dada pada satu siklus CPR dan
dua kali bantuan napas.
4. Bila terdapat AED, gunakan AED sesuai petunjuk. Jika memungkinkan, gunakan
bantalan AED khusus untuk penderita anak-anak. Berikan satu kejutan dan ulangi
RJP. Teruskan RJP hingga penderita sadar atau bantuan medis datang.
RJP pada bayi berusia 4 minggu ke atas

Henti jantung pada bayi umumnya disebabkan oleh kekurangan oksigen, misalnya akibat
tenggelam atau tersedak. Bila Anda menyadari bahwa bayi mengalami sumbatan jalan napas,
lakukan pertolongan pertama untuk membebaskan jalan napas terlebih dahulu. Bila Anda
tidak mengetahui penyebab henti napas pada bayi, lakukan RJP.

Untuk memulai RJP, periksa dulu keadaan sekitar, goyangkan bayi, dan lihat respons bayi
seperti ada atau tidaknya gerakan. Bila tidak terdapat respons, lakukan RJP dengan
metode compression, airway, dan breathing untuk bayi di bawah satu tahun (bukan untuk
bayi baru lahir).

Compression dilakukan dengan cara berikut ini:

1. Bila Anda sendiri dan tidak menyaksikan ketika bayi mulai kolaps, lakukan lima
siklus kompresi dan bantuan napas (sekitar dua menit), sebelum menghubungi nomor
gawat darurat dan mengambil AED.
2. Bila Anda sendiri dan melihat ketika bayi mulai kolaps, hubungi nomor gawat
darurat, ambil AED, dan lakukan CPR. Jika ada dua orang penolong, satu orang
penolong harus menghubungi nomor gawat darurat dan mengambil AED. Kemudian
satu orang penolong lainnya mulai melakukan CPR.
3. Posisikan bayi untuk tidur terlentang pada permukaan yang datar dan solid.
Bayangkan garis horizontal di antara kedua puting susu bayi dan letakkan dua jari
(dari satu tangan) di bawah garis tersebut di tengah dada.
4. Lakukan kompresi dada sedalam kurang lebih 4 cm dengan hati-hati sekitar 1/3-1/2
kedalaman dada.
5. Lakukan kompresi dada sambil menghitung jumlah kompresi dengan keras dengan
kecepatan kompresi 100-120 kali per menit.

Airway dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

1. Setelah melakukan 30 kali kompresi dada, dorong atau angkat kepala ke belakang
secara perlahan, dengan satu tangan mengangkat dagu dan satu tangan lainnya
mendorong dahi.
2. Jangan memiringkan kepala ke belakang jika anak diduga mengalami cedera leher
atau kepala.

Breathing  dilakukan dengan cara berikut ini:

1. Tutup mulut dan hidung bayi menggunakan mulut Anda. Gunakan kekuatan otot pipi
untuk meniupkan udara secara perlahan ke mulut bayi. Anda tidak disarankan
menggunakan tarikan napas dalam dari paru-paru. Perhatikan, jika dada bayi
terangkat, maka berikan bantuan napas kedua. Namun bila tidak terangkat, lakukan
atau ulangi pembebasan jalan napas dan berikan bantuan napas.
2. Bila dada bayi tetap tidak terangkat, lanjutkan kompresi dada.
3. Berikan dua bantuan napas setelah melakukan 30 hitungan kompresi dada. Jika ada
dua penolong, berikan dua kali bantuan napas setelah 15 hitungan kompresi dada.
4. Teruskan RJP hingga bayi sadar atau bantuan medis datang.
Yang harus dilakukan setelah menjalani satu siklus
resusitasi jantung paru
Anda disarankan untuk tetap melakukan dan menambahkan siklus RJP hingga penderita
kembali sadar atau bantuan medis telah datang.

Hasil yang didapatkan dari resusitasi jantung paru


Dengan melakukan RJP secara tepat pada penderita yang tidak sadar Anda telah membantu
untuk mengembalikan sirkulasi dan oksigenasi ke tubuhnya. Tanpa oksigen, anak dapat
mengalami kerusakan otak permanen atau mengalami kematian dalam waktu kurang dari 8
menit.

 risiko dari prosedur resusitasi jantung paru


Dengan mendapatkan kompresi dada, penderita dapat mengalami beberapa efek samping
seperti cedera dada, dada terasa sakit, patah tulang rusuk, atau kolapsnya paru-paru.

Pembebasan jalan nafas


 PENGERTIAN

Airway management ( pembebasan jalan nafas )  adalah tindakan yang dilakukan nuntuk


membebaskan jalan napas dengan tetap memperhatikan kontrol servikal.

B.     TUJUAN

Tujuan pembebasan jalan nafas  adalah  membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan


masuknya udara ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigenasi tubuh.

C.     LANGKAH-LANGKAH PEMBEBASAN JALAN NAFAS  

Langkah-langkah dalam pembebasab jalan nafas diantaranya :

1.      Angkat Dagu Tekan Dahi


Dan salah satu teknik untuk membuka jalan nafas adalah dengan Teknik Angkat Dagu Tekan
Dahi.
Teknik Angkat Dagu Tekan Dahi ini dilakukan untuk korban yang tidak mengalami trauma
pada kepala, leher maupun tulang belakang.

Adapaun langkah-langkahnya :
a.       Letakkan tangan anda pada dahi korban, gunakan tangan yang paling dekat dengan
kepala korban.

b.      Tekan dahi sedikit mengarah kebelakang dengan telapak tangan sampai kepala korban
terdorong ke belakang.

c.       Letakkan ujung jari tangan yang lainnya di bawah bagian ujung rahang bawah.

d.      Angkat Dagu ke depan, lakukan gerakan ini bersamaan dengan menekan dahi sampai
kepala korban pada posisi ekstensi maksimal. Pada korban bayi dan anak kecil tidak
dilakukan sampai maksimal tetapi sedikit ekstensi saja.

e.       Pertahankan tangan di dahi korban untuk menjaga posisi kepala tetap ke belakang.

f.       Buka mulut korban dengan ibu jari tangan yang menekan dagu.

Hal-hal yang perlu diperhatikan antaralain :

a.       Bagi korban yang masih bayi gerakan ekstensi kepala tidak boleh maksimal.

b.      Tangan jangan menekan dijaringan lunak bawah dagu.

c.        Jangan gunakan ibu jari untuk mengangkat dagu.

d.      Awasi mulut korban agar tetap terbuka.

e.       Jika korban dengan gigi palsu cobalah pertahankan pada posisinya tetapi jika
mengganggu / sulit dipertahankan sebaiknya gigi palsu tersebut dilepas.

2.      Perasat Pendorongan Rahang Bawah (Jaw Thrust Maneuver)


Selain Teknik Angkat Dagu Tekan Dahi dalam Bantuan Hidup Dasar, cara lain untuk
membuka jalan nafas adalah dengan Teknik Perasat Pendorongan Rahang Bawah (Jaw Thrust
Maneuver). Teknik ini hanya dilakukan untuk korban yang mengalami trauma atau cedera
pada kepala, leher maupun tulang belakang atau pun yang dicurigai mengalami trauma
tersebut. Teknik ini cukup sulit dilakukan, namun kepala dan leher korban dibuat dalam
posisi alami / normal.

Caranya :

a.       Berlutut disisi atas kepala korban, letakkan kedua siku penolong sejajar dengan posisi
korban, kedua tangan memegang sisi kepala.

b.      Kedua sisi rahang bawah dipegang (jika korban anak atau bayi gunakan dua atau tiga
jari pada sisi rahang bawah).
c.       Gunakan kedua tangan untuk menggerakkan rahang bawah ke posisi depan secara
perlahan. Gerakan ini mendorong lidah ke atas sehingga jalan nafas terbuka.

d.      Pertahankan posisi mulut korban tetap terbuka.

Prosedur pemasangan servikal kontrol neck


PROSEDUR PEMASANGAN CERVICAL COLLAR/COLLAR NECK

Pengertian

Pemasangan neck collar adalah memasang alat neck collar untuk immobilisasi leher
(mempertahankan tulang servikal). Salah satu jenis collar yang banyak digunakan adalah
SOMI Brace (Sternal Occipital Mandibular Immobilizer). Namun ada juga yang
menggunakan  Xcollar Extrication Collar yang dirancang untuk  mobilisasi (pemindahan
pasien dari tempat kejadian kecelakaan ke ruang medis). Namun pada prinsipnya cara kerja
dan prosedur pemasangannya hampir sama.

Tujuan

1. Mencegah pergerakan tulang servik yang patah (proses imobilisasi serta mengurangi
kompresi pada radiks saraf)
2. Mencegah bertambahnya kerusakan tulang servik dan spinal cord
3. Mengurangi rasa sakit
4. Mengurangi pergerakan leher selama proses pemulihan

Indikasi

Digunakan pada pasien yang mengalami trauma leher, fraktur tulang servik.

C collar di pasangkan untuk pasien 1 kali pemasangan. Penggunaan ulang C Collar tidak
sesuai dengan standar kesehatan dan protap.

Prosedur
Persiapan

1. Alat :

ü  Neck collar sesuai ukuran

ü  Bantal pasir

ü  Handschoen

2. Pasien :

ü  Informed Consent

ü  Berikan penjelasan tentang tindakan yang dilakukan

ü  Posisi pasien : terlentang, dengan posisi leher segaris / anatomi

3. Petugas : 2 orang

Pelaksanaan (secara umum):

ü  Petugas menggunakan masker, handschoen

ü  Pegang kepala dengan cara satu tangan memegang bagian kanankepala mulai dari
mandibula kearah temporal, demikian juga bagian sebelah kiri dengan tangan yang lain
dengan cara yang sama.

ü  Petugas lainnya memasukkan neck collar secara perlahan ke bagian belakang leher dengan
sedikit melewati leher.

ü  Letakkan bagian neck collar yang bertekuk tepat pada dagu.

ü  Rekatkan 2 sisi neck collar satu sama lain

ü  Pasang bantal pasir di kedua sisi kepala pasien

Hal-hal yang perlu diperhatikan :

ü  Catat seluruh tindakan yang dilakukan dan respon pasien

ü  Pemasangan jangan terlalu kuat atau terlalu longgar

Waktu pemakaian
Collar digunakan selama 1 minggu secara terus-menerus siang dan malam dan diubah secara
intermiten pada minggu II atau bila mengendarai kendaraan. Harus diingat bahwa tujuan
imobilisasi ini bersifat sementara dan harus dihindari akibatnya yaitu diantaranya berupa
atrofi otot serta kontraktur. Jangka waktu 1-2 minggu ini biasanya cukup untuk mengatasi
nyeri pada nyeri servikal non spesifik. Apabila disertai dengan iritasi radiks saraf, adakalanya
diperlukan waktu 2-3 bulan.

Hilangnya nyeri, hilangnya tanda spurling dan perbaikan defisit motorik dapat dijadikan
indikasi pelepasan collar

SKILL LAB RJP


RJP/CPR

CPR (Cardio pulmonary Resucitation)/RJP (Resusitasi Jantung – Paru) adalah hal yang
penting diketahui tenaga kesehatan, termasuk perawat dalam menyelamatan pasien kegawat
daruratan di RS ataupun di luar RS. CPR/RJP merupakan tehnik dasar untuk safe and rescue
jika terdapat korban yang mengalami henti jantung mendadak (cardiac arrest) atau henti
napas (misalnya : near drowning). RJP dilakukan dengan 2 prinsip bantuan napas mulut ke
mulut (mouth-to-mouth rescue breathing) dan kompresi jantung (chest compression), sampai
pasien respon positif atau bantuan ambulance datang.

2.1 Pengertian Resusitasi


Resusitasi jantung paru (RJP) adalah upaya mengembalikan fungsi nafas dan atau sirkulasi
yang berhenti oleh berbagai sebab dan boleh membantu memulihkan kembali kedua-dua
fungsi jantung dan paru ke keadaan normal.

Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat kegagalan sirkulasi dan
pernafasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah kematian biologis

.
CPR / RJP-Resusitasi Jantung Paru pada orang dewasa terbaru adalah 30 kompresi pada
jantung
CPR (Cardio pulmonary Resucitation)/RJP (Resusitasi Jantung – Paru) adalah hal yang
penting diketahui tenaga kesehatan, termasuk perawat dalam menyelamatan pasien kegawat
daruratan di RS ataupun di luar RS.

CPR/RJP merupakan tehnik dasar untuk safe and rescue jika terdapat korban yang mengalami
henti jantung mendadak (cardiac arrest) atau henti napas (misalnya : near drowning). RJP
dilakukan dengan 2 prinsip bantuan napas mulut ke mulut (mouth-to-mouth rescue breathing)
dan kompresi jantung (chest compression), sampai pasien respon positif atau bantuan
ambulance datang.
Apa yang terjadi saat jantung berhenti berdenyut ??

**4 menit pertama jantung gagal memompakan darah terutama ke otak, maka akan
mengalami kekurang suplai gula darah (utamanya) dan oksigen – otak mengalami iskemia.
**Lewat dari itu selama 10 menit akan menyebabkan kematian sel otak yang irreversible.
(WAKTU KRITIS)

2.2 Langkah-Langkah Resusitasi pada orang dewasa


A. Tujuan
• Mengembalikan fungsi pernafasan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) atau
henti jantung (cardiac arrest) pada orang dimana fungsi tersebut gagal total oleh suatu sebab
yang memungkinkan untuk hidup normal selanjutnya bila kedua fungsi tersebut bekerja
kembali.

• Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi (nafas).

• Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkukasi (fungsi jantung) dan ventilasi (fungsi
pernafasan/paru) pada pasien/korban yang mengalami henti jantung atau henti nafas melalui
Cardio Pulmonary Resuciation (CPR) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP).

B. Peralatan
Tidak menggunakan alat-alat.

C. Persiapan Pasien.
• Keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.
• Posisi pasien diatur terlentang datar.
• Baju bagian atas pasien di buka.
D. Cara Resusitasi
kita Lakukan Prinsip ABC !!!!
A (Airway) – Jalan napas B (Breathing) – Napasnya C (Circulation) – Denyut nadi
Apa yang dilakukan di A – AIRWAY ???
Periksa jalan napas korban dengan cara :
Membuka mulut korban dengan 2 jari, lihat apakah ada benda asing, lidah yang drop atau
darah. Kemudian taruh tangan penolong diatas jidat dan bawah dagu korban dan dongakkan
kepalanya, hiperfleksi – (Head tilt chin lift), kalau kita curiga ada fraktur servikal maka pakai
model jaw trust. Dan buka jalan napas
Selanjutnya B – BREATHING ???
Cek napas korban selama 10 detik dengan : Look – Feel – Listen (Letakkan pipi penolong di
depan mulut korban, sambil rasakan dan lihat ke arah dada pasien apakah naik – turun
(ekspansinya ada).
Kalau tidak ada napas – berikan mouth to mouth ventilation dengan cara tutup hidung korban
dan berikan napas dua kali dengan jarak antaranya 5 detik, lakukan sampai terlihat rongga
dada pasien ekspansi/naik. Ingat posisi pasien masih hiperfleksi (head till chin lift). Setelah
itu kita periksa denyut nadi di arteri karotis sebelah kanan – kiri dekat jakun ( 2- 3 jari)
selama 10 detik – rasakan.
Setelah itu C – CIRCULATION ???
Kalau ada denyut nadi, korban hanya henti napas maka lanjutkan Pulmonary Recusitation
dengan berikan napas mulut ke mulut sampai 1 menit (berarti 12 kali), sampai napas OK
(satu siklus).
Kalau denyut nadi tidak ada maka lakukan kompresi jantung (CPR-cardiac pulmonary
resucitation) dengan letakkan ujung telapak tangan di kunci dengan telapak tangan yang lain
di tulang dada (sternum) bisa sejajar/segaris antara putting payudara atau 3 jari diatas tulang
muda di bawah sternum (prosessus xypoid), letakkan kedua bahu anda sejajar dan lakukan
kompresi jantung.

Kompresi dilakukan dengan kedalaman 4 – 5 cm dengan 30 kompresi (dulu 15, yang terbaru
30 kompresi). Mau 1 atau 2 penolong semua 30 kompresi per siklus. Ini dilakukan selama 4
siklus (kurang lebih 1 menit menjadi 100 kompresi).
Setelah 4 siklus tadi, cek kembali denyut nadi karotis sampai bantuan Ambulance datang,
atau ada respon pasien, atau pasien terlihat mati biologis – tanda-tanda rigor mortis.
Kenapa meningkatkan Kompresi Dada menjadi 30 x persiklus ???
• Memberikan kesempatan jantung berdenyut lebih cepat, kalau terlalu banyak ventilasi ada
fase silence
• Mengurangi ITP (Intra Thoracik Pressure) – Tekanan Dalam Rongga Dada karena ventilasi
untuk mencegah regurgitasi /aspirasi
• Sebenarnya dengan mengkompresi jantung, secara tidak langsung memberikan ekspirasi
napas
Kalau ada DC shock atau Automated External Defibrillator (AED), bisa diberikan kejut
jantung sebanyak 200 joule, namun pada VF/VT. Sedangkan kalau henti jantung pukul saja
rongga dada dengan model cardiac thumb.
E. Dokumentasi
• Mencatat respon pasien.
• Mencatat reaksi pasien pada saat resusitasi jantung paru.

Melakukan RJP yang baik bukan jaminan penderita akan selamat, tetapi ada hal-hal yang
dapat dipantau untuk menentukan keberhasilan tindakan maupun pemulihan sistem pada
korban diantaranya:
• Saat melakukan pijatan jantung luar suruh seseorang menilai nadi karotis, bila ada denyut
maka berarti tekanan kita cukup baik.
• Gerakan dada terlihat naik turun dengan baik pada saat memberikan bantuan pernafasan.
• Reaksi pupil / manik mata mungkin akan kembali normal.
• Warna kulit korban akan berangsur-angsur membaik.
• Korban mungkin akan menunjukkan refleks menelan dan bergerak.
• Nadi akan berdenyut kembali.
Keputusan untuk Mengakhiri Upaya Resusitasi
Dalam keadaan darurat, resusitasi dapat diakhiri bila terdapat salah satu dari berikut ini:
1. Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif.
2. Ada orang lain yang mengambil alih tanggung jawab.
3. Penolong terlalu capai sehingga tidak sanggup meneruskan resusitasi.
4. Pasien dinyatakan mati.
5. Setelah dimulai resusitasi, ternyata kemudian diketahui bahwa pasien berada dalam
stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau hampir dipastikan bahwa
fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah ½ – 1 jam terbukti tidak ada nadi pada
normotermia tanpa RJP.
Pasien dinyatakan mati bila:
1. Telah terbukti terjadi kematian batang otak.
Petunjuk terjadinya kematian otak adalah pasien tidak sadar, tidak ada pernapasan spontan
dan refleks muntah, serta terdapat dilatasi pupil yang menetap selama 15-30 menit atau lebih,
kecuali pada pasien hipotermik, di bawah efek barbiturat, atau dalam anestesi umum
2. Fungsi spontan pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti/ireversibel.
Mati jantung ditandai oleh tidak adanya aktivitas listrik jantung (asistol) selama paling sedikit
30 menit walaupun dilakukan upaya RJP dan terapi obat yang optimal. Tanda kematian
jantung adalah titik akhir yang lebih baik untuk membuat keputusan mengakhiri upaya
resusitasi.
Indikasi Resusitasi
1. Henti napas (apnu)
Henti napas dapat disebabkan oleh sumbatan jalan napas atau akibat depresi pernapasan, baik
di sentral maupun perifer. Bila terjadi henti napas primer, jantung dapat terus memompa
darah selama beberapa menit selama ada sisa oksigen di dalam paru yang beredar ke otak dan
organ vital lain. Penanganan dini pada pasien dengan henti napas atau sumbatan jalan napas
dapat mencegah henti jantung.
Sumbatan jalan napas dapat dikenali dengan cara berikut ini:
a. Sumbatan jalan napas total
o Aliran udara di mulut atau hidung tidak dapat didengar atau dirasakan.
o Pada gerakan napas spontan terlihat retraksi supraklavikula dan sela iga serta tidak ada
pengembangan dada pada inspirasi.
o Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan.
o Pada bayi, sering ditemui pernapasan paradoksal.
b. Sumbatan jalan napas parsial
o Terdengar suara napas tambahan, yaitu bunyi dengkur (snoring) yang menandakan
sumbatan parsial hipofaring yang disebabkan oleh adanya jaringan lunak, misalnya jatuhnya
dasar lidah, hipertrofi tonsil, dsb. Bunyi lengking (crow¬ing) yang menandakan
laringospasme; bunyi kumur (gargling) yang menandakan adanya benda asing berupa cairan;
dan bunyi bengek (wheezing) yang menandakan terdapat sumbatan jalan. napas bawah
setelah bronkiolus respiratorius.
o Dapat juga disertai retraksi.
Gejala akibat sumbatan jalan napas yang segera dapat diketahui dari keadaan klinis:
o Hiperkarbia, yaitu penunman kesadaran. Dipastikan dengan peninggian PCO2 arteri.
o Hipoksemia, yaitu takikardia, gelisah, berkeringat, atau sianosis. Pada hipoksemia,
terjadinya sianosis tergantung Hb reduksi >5 g% akan terjadi sianosis. Keadaan hipoksemia
dipastikan dengan penurunan PO2 arteri.

2. Henti jantung (cardiac arrest)


Bila terjadi henti jantung primer, oksigen tidak beredar dan oksigen yang tersisa dalam organ
vital akan habis dalam beberapa detik.
Henti jantung dapat disebabkan oleh faktor intrinsik atau ekstrinsik. Faktor intrinsik berupa
penyakit kardiovaskular seperti asistol, fibrilasi ventrikel, dan disosiasi elektromekanik.
Faktor ekstrinsik adalah kekurangan oksigen akut (henti napas sentral/perifer, sumbatan jalan
napas, dan inhalasi asap); kelebihan dosis obat (digitalis, kuinidin, antidepresan trisiklik,
propoksifen, adrenalin, dan isoprenalin); gangguan asam basal elektrolit (hipo/hiperkalemia,
hipo/hipermagnesia, hiperkalsemia, dan asidosis); kecelakaan (syok listrik, tenggelam, dan
cedera kilat petir); refleks vagal; anestesi dan pembedahan; terapi dan tindakan diagnostik
medis; dan syok (hipovolemik, neurogenik, toksik, dan anafilaktik).
Tanda-tanda henti jantung adalah sebagai berikut:
o Hilangnya kesadaran dalam waktu 10-20 detik setelah henti jantung.
o Henti napas (apnu) atau megap-megap (gasping) yang muncul setelah 15-30 detik henti
jantung.
o Terlihat seperti mati (death like appearance) dengan warna kulit pucat sampai kelabu.
o Pupil dilatasi dalam waktu 45 detik setelah henti jantung.
o Tidak teraba denyut arteri besar, yaitu arteri femoralis dan karotis pada orang dewasa atau
brakialis pada bayi dan anak kecil. Tanda ini muncul segera setelah henti jantung.
Resusitasi harus dilakukan pada infark jantung kecil yaiig mengakibatkan kematian listrik,
serangan Adams-Stokes, hipoksia akut, keracunan dan kelebihan dosis obat¬-obatan,
sengatan listrik, refleks vagal, tenggelam, dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih
memberikan peluang hidup.
Kontra Indikasi Resusitasi:
1. Kematian normal yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronis yang berat. Pada
keadaan ini denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu saat.
2. Stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi.
3. Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu setelah ½ – 1
jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP
2.3 Bahaya atau Komplikasi pada Resusitasi
• Fraktur iga dan sternum sering terjadi terutama pada orang tua, RJP tetapditeruskan
walaupun terasa ada fraktur iga. Fraktur mungkin terjadi bila posisi tangan salah.
• Pneumothorax.
• Hemothorax.
• Kontusio paru.
• Laserasi hati dan limpa, posisi tangan yang terlalu rendah akan menekan procesus xipoideus
ke arah hepar/limpa.
• Emboli lemak.
• Muntah dan aspirasi.
• Distensi lambung.

NEEDLE DECOMPRESSI
Treatment for Tension Pneumothorax

A needle decompression is a medical procedure that is most commonly used to treat patients
suffering from a tension pneumothorax. A tension pneumothorax occurs when air pressure
builds up in the space between the inner and outer membranes that surround each lung, an
area known as the pleural space.

A tension pneumothorax is usually the result of an object puncturing a person's lung (such as
when a stick punctured the lung of Kim's patient). When an object punctures a lung, air may
leave the lung and get trapped in the pleural space. As more air fills the pleural space, the
pressure builds up and can potentially lead to a collapsed lung.

Additionally, the increased pressure may block blood flow to the heart. If blood flow to the
heart is blocked, the heart will not be able to pump blood throughout the body, which can
lead to a quick death. A needle decompression involves inserting a needle into the pleural
space to remove this excess air and pressure.

Technique

When performing a needle decompression, nurses and other healthcare professionals should
perform the following steps:

1. On the rib cage surrounding the injured lung, find the second intercostal space (space
between the second and third ribs) at the midclavicular line (imaginary vertical line in
the body at the middle of the clavicle).
2. Clean this area with an iodine solution (such as Betadine).
3. Insert a large needle (14 gauge or larger) attached to a catheter into the spot where the
midclavicular line crosses the second intercostal space. The needle will need to be
about 5-8 cm long, depending on the amount of muscle and fat tissue covering the rib
cage. The needle should be inserted at an angle that is perpendicular to the chest. Go
over the top of the rib as there are veins, arteries, and nerves that run beneath the ribs.
4. Insert the needle until a hissing sound is heard. This hissing sound is the sound of air
leaving the pleural space.
5. Remove the needle, making sure that the catheter stays in place.
6. Ensure the catheter is secured to the patient's body.

SKILL LAB TRAUMA ABDOMEN


Pengertian
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologi akibat gangguan emosional
yang hebat (Brooker, 2001). Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang
dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor
implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja
(Smeltzer, 2001). Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan
monologi dan gangguan faal berbagai organ.

B. Etiologi dan Klasifikasi


1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh : pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman
(set-belt) ( FKUI, 1995 ).
C. Patofisiologi
Tusukan/tembakan : pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman
(set-belt).
Trauma Abdomen :
a. Trauma tumpul abdomen
Kehilangan darah, memar/jejas pada dinding perut, kerusakan organ-organ, nyeri, iritasi
cairan usus.
b. Trauma tembus abdomen
Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan
pembekuan darah, kontaminasi bakteri, kematian sel.

Trauma tumpul abdomen dan tembus abdomen menyebabkan :


• Kerusakan integritas kulit
• Syok dan pendarahan
• Kerusakan pertukaran gas
• Resiko tinggi terhadap infeksi
• Nyeri akut

D.Tanda dan Gejala


1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium):
Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan
pembekuan darah, kontaminasi bakteri, kematian sel.
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium):
Kehilangan darah, memar/jejas pada dinding perut, kerusakan organ-organ, nyeri tekan, nyeri
ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut, iritasi cairan usus (FKUI,1995).

E. Komplikasi
Segera : hemoragi, syok, dan cedera
Lambat : infeksi (Smeltzer, 2001)

F. Pemeriksaan Diagnotik
Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ; kuldosentesi,
kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi, adanya darah menunjukkan
adanya lesi pada saluran kencing.
Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran kencing.
Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan adanya
kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan trauma kepala
yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum fungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan
melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan
menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.

G. Penatalaksanaan
Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.
Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin yang keluar
(pendarahan).
Pembedahan / laparatomi ( untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi rangsangan
peritoneal : syok; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera melalui luka tusuk ; darah
dalam lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ;
cairan bebas dalam rongga perut ) (FKUI, 1995).

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh.
Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi :
1. Trauma tembus abdomen
Dapat riwayat mekanisme cedera ; kekuatan tusukan / tembakan ; kekuatan tumpul (pukulan).
Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan tempat
keluarnya peluru.
Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehinggga perubahan dapat
dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitonel ; jika ada tanda
iritasi peritonium, biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga
abdomen).
Kaji pasien untuk progesi distensi abdomen, gerakan melindungi, nyeri tekan, kekakuan otot
atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi cedera yang
berkaitan.
Catat semua tanda fisik selama pemeriksan pasien.

2. Trauma tumpul abdomen


Dapat riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak akurat, atau salah)
dapatkan semua data yang mungkin tentang hal-hal sebagai berikut :
Metode cedera, waktu awitan gejala, lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir
sering menderia ruptur limpa atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain
yang digunakan, waktu makan atau minum terakhir, kecenderungan perdarahan, penyakit dan
medikasi terbaru, riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus, alergi, lakukan
pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasien untuk mendeteksi masalah yang mengancam
kehidupan. (Keperawatan Mediakl Bedah : Brunner dan Suddarth, hal. 2476 – 2477).

2.1 Penatalaksanaan
1. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan sirkulasi) sesuai indikasi.
2. Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakan dapat menyebabkan
fragmentasi bekuan pada pembuluh darah besar dan menimbulkan hemoragi masif.
a) Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf.
b) Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
c) Gunting baju dari luka.
d) Hitung jumlah luka
e) Tentukan lokasi luka masuk dan keluar
3. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedera abdomen, khususnya
hati dan limpa mengalami trauma.
4. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan dilakukan.
a) Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendengan luka dada.
b) Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan cepat dan memperbaiki
dinamika sirkulasi.
c) Perhatikan kejadian syok setelah respon awal terjadi terhadap transfusi ; ini sering
merupakan tanda adanya perdarahan internal.
d) Dokter dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi tempat perdarahan.
5. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka
lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan mencegah komplikasi
paru karena aspirasi.
6. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah untuk
mencegah kekeringan visera
a) Fleksikan lutut pasien ; posisi ini mencegah protusi lanjut
b) Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik dan muntah.
7. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan pantau
haluaran urine.
8. Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vital, haluaran urine, pembacaan
tekanan vena sentral pasien (bila diindikasikan), nilai hematokrit, dan status neurologik.
9. Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat ketidakpastian mengenai
perdarahan intraperitonium.
10. Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi peritonium pada kasus
luka tusuk.
a) Jahitan dilakukan disekeliling luka.
b) Kateter kecil dimasukkan ke dalam luka.
c) Agens kontras dimasukkan melalui kateter ; sinar x menunjukkan apakah penetrasi
peritonium telah dilakukan.
11. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
12. Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. Trauma dapat menyebabkan
infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis, bakteri eksogen dari lingkungan pada waktu
cedera dan manuver diagnostik dan terapeutik (infeksi nosokomial).
13. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan darah,
adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun
potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006) adalah :
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.
2. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
3. Nyeri akut berhubungan dengan trauma / diskontinuitas jaringan.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidak nyamanan, terapi
pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan / tahanan.

C. Intervensi dan Implementasi


Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994).
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma abdomen
(Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan
secara tidak diinginkan.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
Kriteria hasil : – Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
– Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
– Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R/: Mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan
yang tepat.
b) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka
R/: Mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
c) Pantau peningkatan suhu tubuh
R/: Suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
d) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril,
gunakan plester kertas.
R/: Tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya
infeksi.
e) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/: Agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit
normal lannya.
f) Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/: Balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/tidaknya luka,
agar tidak terjadi infeksi.
g) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi
R/: Antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang
berisiko terjadi infeksi.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan


sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi / terkontrol
Kriteria hasil : – Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus
– Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
– Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi dan Implementasi :


a) Pantau tanda-tanda vital
R/: Mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutamabila suhu tubuh meningkat.
b) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/: Mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
c) Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, darinase luka, dll.
R/: Untuk mengurangi resiko infeksi nosokomial.
d) Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit
R/: Penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya
proses infeksi.
e) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik
R/: Antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

3. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat
akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti
kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat dengan
akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Tujuan : Nyeri dapat berkurang atau hilang
Kriteria hasil : – Nyeri berkurang atau hilang
– Klien tampak tenang
Intervensi dan Implementasi :
a) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.
R/: Hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif

b) Kaji tingkat intensitas dan frekwensi.


R/: Tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
c) Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
R/: Memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri
d) Observasi tanda-tanda vital
R/: Untuk mengetahui perkembangan klien
e) Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
R/: Merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok
stimulasi nyeri.

4. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai
energi fisiologi atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas
sehari-hari yang diinginkan.
Tujuan : Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas
Kriteria hasil : – Perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
– Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
– Koordinasi otot, tulang dana nggota gerak lainnya baik.
Intervensi dan Implementasi :
a. Rencana periode istirahat yang cukup
R/: Mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk
aktivitas seperlunya secara optimal.
b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap
R/: Tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan
menghemat tenagab namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
R/: Mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien
R/: Menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.

5. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakan fisik
yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitasoptimal
Kriteria hasil : – Penampilan yang seimbang
– Melakukan pergerakan dan perpindahan
– Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat bantu
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
a) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/: Mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi
b) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas
R/: Mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidak mampuan
ataukah ketidak mauan
c) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu
R/ : Menilai batasan kemampuan aktivitas optimal
d) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif
R/: Mempertahankan / meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot
e) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi
R/: Sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan /
meningkatkan mobilitas pasien.

E. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma abdomen adalah :
1. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
2. Infeksi tidak terjadi / terkontrol
3. Nyeri dapat berkurang atau hilang
4. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas
5. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.

SOAL
1. Jelaskan skema penanganan gawat darurat
Jawab : Korban>pra rs>polisi>ambulan gawat
darurat>IGD>rs>ICU>meninggal/pulang>bangsal>URM/meninggal
melihat skema diatas maka nasib korban tergantung pada
1. Kecepatan ditemukannya korban
2. Kecematan minta tolong
3. Kecepatan dan kualitas pertolongan

2. Jelaskan penanganan psn gawat darurat


Jawab : penanganan awal dan seberapa lama pasien/korban ditangani di luar fasilitas
kesehatan, menjadi sangat penting, jangan sampai karena salah penanganan awal, akan
membawa dampak yang tidak baik bagi pasien/korban

3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan keperawatangawat darurat


Jawab : Keperawatan Gawat Darurat (Emergency Nursing) merupakan pelayanan
keperawatan yang komprehensif diberikan kepada pasien dengan injury akut atau sakit yang
mengancam kehidupan. Sebagai seorang spesialis, perawat gawat darurat menghubungkan
pengetahuan dan keterampilan untuk menangani respon pasien pada resusitasi, syok,
trauma, ketidakstabilan mulisistem, keracunan dan kegawatan yang mengancam jiwa
lainnya.

4. Jelaskan tujuan kegawat daruratan


Jawab : TUJUAN PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT
1. Mencegah kematian dan cacat pada pasien gawat darurat hingga dapat hidup dan
berfungsi kembali dalam masyarakat.
2. Merujuk pasien gawat darurat melalui system rujukan untuk memperoleh penanganan
yang lebih memadai.
3. Penanggulangan korban bencana

5. Jelaskan prinsip penanganan gawat darurat


Jawab : Prinsip utama adalah memberikan pertolongan pertama pada korban. Pertolongan
pertama adalah pertolongan yang diberikan saat kejadian atau bencana terjadi ditempat
kejadian.

6. 1.tahap nonprogresif
2.tahap profresif
3.tahap ireversibel
Merupakan tahapan syok
a. Benar
b. Salah

7. Syok merupakan suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk kebutuhan
organ-organ di dalam tubuh
a. Benar
b. Salah

8. Syok secara klasik dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kardiogenik, hipovolemik, dan
distributif syok
a. Benar
b. Salah
9. Peran perawat sebagai pembaharu mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang
sistematis & terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan
a. Benar
b. Salah

10. Peran perawat advokat klien dilakukan perawat dalam membatu klien & keluarga dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan khususnya dalam
pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan
a. Benar
b. Salah

11. Peran sebagai edukator dilakukan dengan membanu klien dalam meningkatkan tingkat
pengetahuan kesehatan, gejala peyakit, bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi
perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan
a. Benar
b. Salah

12. Caring , menurut watson (1979) ada sepuluh faktor dalam unsur-unsur karatif yaitu : nilai-
nilai humanistic – altruistik, menanam semangat dan harapan, menumbuhkan kepekaan
terhadap diri dan orang lain, mengembangkan ikap saling tolong menolong, mendorong dan
menerima pengalaman ataupun perasaan baik atau buruk, mampu memecahkan masalah
dan mandiri dalam pengambilan keputusan, prinsip belajar – mengajar,mendorong
melindungi dan memperbaiki kondisi baik fisik, menta, sosiokultural dan spiritual,memenuhi
kebutuhan dasar manusia, dan tanggap dalam menghadapi setiap perubahan yang terjadi
a. Benar
b. Salah

13. Peran perawat sebagai kolaborator adalah mengadakan perencanaan, kerjasama,


perubahan yang sistematis & terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan
keperawatan
a. Benar
b. Salah

14. Diagnosa keperawatan dibuat sesuai dengan urutan masalah, dan data (problem, etiology,
symptoms/PES), baik bersifat actual maupun resiko tinggi dan prioritas masalah ditentukan
berdasarkan besarnya ancaman terhadap kehidupan klien ataupun berdasarkan
dasar/penyebab timbulnya gangguan kebutuhan klien.
a. Benar
b. Salah

15. ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT merupakan rangkaian kegiatan praktek kegawat
daruratan yang diberikan oleh perawat yang berkompeten untuk memberikan asuhan
keperawatan di ruang gawat darurat
a. Benar
b. Salah
16. ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT merupakan rangkaian kegiatan praktek kegawat
daruratan yang diberikan oleh perawat yang berkompeten untuk memberikan asuhan
keperawatan di ruang inap.
a. Benar
b. Salah

17. Pengkajian pada kegawatdaruratan adalah dengan melihat apakah kesadaran menurun,
gelisah, adanya jejas diatas calvikula, adanya penggunaan otot tambahan, mendengar
dengan atau tanpa stetoskop apakah suara tambahan
a. Benar
b. Salah

18. Pengkajian pada kegawatdaruratan adalah dengan merasakan apakah kesadaran menurun,
gelisah, adanya jejas diatas calvikula, adanya penggunaan otot tambahan, mendengar
dengan atau tanpa stetoskop apakah suara tambahan
a. Benar
b. Salah

19. Trauma thorax adalah keadaan dimana dinding dada mengalami cedera atau luka yang
dapat menyebabkan perubahan fisiology sehingga terjadi gangguan faal dari organ yang
berada di dalamnya
a. Benar
b. Salah

20. Hemathorax adalah terdapatnya darah dalam rongga pleura akibat dari cedera paru-paru
atau karena adanya pendarahan dari dinding thorax, seperti lacerasis dari intercosta atau
pembuluh darah interna mamaria maupun pembuluh darah besar lainnya.
a. Benar
b. Salah

21. Jelaskan pengkajian kegawatdaruratan


Jawab : Pengkajian atau assesment merupakan tahap awal yang sangat penting untuk
dilakukan seorang tenaga medis sebelum mengambil keputusan klinis atau tindakan. Dalam
melakukan pengkajian dibutuhkan kemampuan kognitif, psikomotor, interpersonal, etik, dan
kemampuan menyelesaikan masalah dengan baik dan benar.

Pengkajian pada umumnya meliputi data subjektif dan objektif. Subjektif didapatkan dari
pernyataan atau keluhan pasien atau keluarga, sementara objektif data yang dapat dilihat
atau diukur (pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan penunjang/lab). Pada pasien
emergency / gawat darurat dibutuhkan pengkajian yang cepat dan tepat.

22. Jelaskan komponen pengkajian primer


Jawab : Komponen

Pemeriksaan

Tindakan
Airway (jalan nafas)

Periksa apakah jalan nafas pate atau tidak

Periksa dan atur jalan napas untuk memastikan kepatenan

Periksa vokalisasi

identifikasi dan keluarkan benda asing (darah, muntahan, sekret, atau benda asing) yang
menyebabkan obstruksi jalan napas baik parsial atau total

Ada tidaknya aliran udara

Pasang orofaringeal airway untuk mempertahankan jalan nafas

Periksa adanya suara napas abnormal: stridor, snoring, gurgling

Pertahankan dan lindungi tulang serfikal

Breathing (pernapasan)

Periksa ada tidaknya pernapasan efektif dengan 3M (melihat naik turunnya diding dada,
mendengar suara napas, dan merasakan hembusan napas)

Auskultasi suara napas

Warna kulit

Atur posisi pasien untuk memastikan ekspansi dinding dada

Identifikasi pola pernapasan abnormal

Berikan oksigen

Periksa adanya penggunaan otot bantu pernapasan,deviasi trakea, gerakan dinding dada
yang asimetris

Beri bantuan napas dengan menggunakan masker/Bage Valve Mask (BVM)/Endotracheal


tube (ETT) jika perlu

Periksa pola napas pasien (takipnea/bradipnea/tersengal-sengal)

Breathing (pernapasan)
Periksa denyut nadi, kualitas dan karakternya

Lakukan tindakan CPR/defibrilasi sesuai dengan indikasi


Periksa adanya irama jantung/abnormalitas jantung

Lakukan tindakan penanganan pada pasien yang mengalami disritmia

Periksa pengisian kapiler, warna kulit dan suhu tubuh, serta adanya diaforesis

Circulation (sirkulasi)

23. Jelaskan komponen pengkajian sekunder


Jawab : Komponen Sekunder

Pertimbangan

Observasi umum

Observasi penampilan pasien, perhatikan postur dan posisi tubuh

Periksa apakah pasien menggunakan pelindung atau tindakan perlindungan diri

Tanyakan keluhan umum yang diderita pasien

Bagaimana tingkat kesedarana pasien

Amati perilaku pasien apakah tampak tenang/ketakutan/gelisah/kooperatif

Kajia apakah pasien mampu meakukan tindakan sendiri atau tidak

Kaji komunikasi verbal pasien, apakah bicara jelas/bingung/bergumam

Apakah terdapat bau seperti bau keton/etanol/obat kimiawi lainnya

Apakah ada tanda luka lama, luka baru, atau keduanya

Kepla dan wajah

Periksa adanya luka/perdarahan/bentuk asimetri

Periksa pakah ukuran dan bentuk pupil kanan-kiri sama, apakah bereaksi terhdap cahaya

Periksa status visual pasien

Palpasi kulit kepala yang mengalami luka


Palpasi adanya benjolan pada tulang wajah, apakah bentuknya simetris/asimetris

Periksa adanya pembengkakan atau perdarahan pada hidung

Periksa adanya luka/perdarahan pada telinga

Periksa status hidrasi/warna mukosa/adanya perdarahan/gigi yang hilang atau edema


laring/faring pada langit-langit mulut

Leher

Periksa adanya pembengkokan pada leher, adanya perdarahan atau luka

Periksa adanya emfisema subkutan/deviasi trakea

Palpasi adanya luka/jejas atau keluhan nyeri pada tulang servikal

Dada

Periksa adanya benjolan/luka/perdarahan

Periksa naik turunya dinding dada, simetris atau tidak

Periksa adanya penggunaan otot bantu pernapasan

Palpasi adanya benjolan/emfisema subkutis pada struktur dinding dada

Auskultasi suara napas kanan-kiri sama atua tidak adanya suara napas tambahan

Auskultasi suara jantung normal atau tidak

Abdomen

Periksa adanya luka/distensi abdomen/memar/benda asing yang menancap

Auskultasi bising usus dan gangguan aortik abnormal

Palpasi dan bandingkan denyut di kedua sisi abdomen

Palpasi adanya masa, regiditas, pulasasi pada abdomen

Lakukan perkusi untuk mengidentifikasi adanya cairan/udara


Palpasi hepar untuk menentukan ukuran dan adanya benjolan

Tekan simfisi pubis dan iliaka pelvis, periksa adanya ketidakstabilan/nyeri

Ekstremitas

Periksa dan palpasi adanya benjolan/memas, luka, edema dan perdarahan

Perhatikan adanya bekas luka, nyeri patah tulang

Palpasi dan bandingkan denyut nadi di kedua lengan

Catat perbedaan warna, suhu tubuh, cappillary refil time (CRT), pergerakan dan sensasi

Punggung

Jika dicurigai terdapat luka pada punggung psaien, maka balikkan pasien denganc ara log roll

periksa dan palpasi adanya benjolan/memas/nyeri luka

Lakukan pemeriksaan rectal touche (RT) untuk mengidentifikasi darah/pembengkakan


prostat/benjolan dan hilangnya refleks sphincter

24. Seorang perawat melakuka triase dasar dan melakukan airway, breathing, circulation,
dissability of neurity kepada pasien. Sistem triage yang dilakukan perawat tersebut adalah
a. Spot chek
b. Triase bedsite
c. Triase expended
d. Komperhensif
e. Triase two-tier

25. Seorang perawat menangani korban yang fraktur multiple, dimana perawat melakukan
pengawasan ketat, tetapi perawatan dapat menunda sementara. Kondisi yang merupakan
masalah medis yang disignifikan dan memerlukan penata laksanaan sesegera mungkin.
Tanda-tanda fital masih stabil. Kategori pengklasifikasian yang dilakukan perawat tersebut
adalah
a. Urgent
b. Non emergent
c. Expectant
d. Non Urgent
e. Emergent
26. Seorang perawat yang sudah profesional (RN) dan sudah terlatih dalam prinsip triase,
pengalaman bekerja minimal 6 bulan di bagian UGD, dan memiliki klasifikasi kompetensi
kegawat daruratan, sertifikasi ATLS, ACLS, PALS,ENPC. Dari pernyatan diatas perawat
tersebut menunjukan kualifikasi di bidang keperawatan?
a. Triage kebencanaan
b. Triage dalam keperawatan komunitas
c. Triage dalam keperawatan rawat inap
d. Triage
e. Triage dalam keperawatan gawat darurat

27. Seorang perawat melakukan tidak melakukan pengkalsifikasian triase kepada pasien,
langsung di tangani oleh perawat yang bertugas, cepat tanpa perlu menunggu antri. Sistem
triage yang dilakukan perawat tersebut adalah
a. Triase bedsite
b. Komperhensif
c. Triase two-tier
d. Triase expended
e. Spot chek

28. Seorang perawat mengkaji pasien dan mengklasifikasikan pasien dalam waktu 2-3 menit,
dan perawat tersebut mengindentifikasi segera yang ditanganinya. Sistem triage yang
dilakukan perawat tersebut adalah
a. Triase expended
b. Spot chek
c. Triase bedsite
d. Komperhensif
e. Triase two-tier

29. Isu End Of Life merupakan konsep Do Not Resucitation Do Not Resuscitate (DNR) atau
Jangan Lakukan Resusitasi merupakan suatu tindakan dimana dokter menempatkan sebuah
instruksi berupa informed concent yang telah disetujui oleh pasien
ataupun keluarga pasien di dalam rekam medis pasien, yang berfungsi untuk
menginformasikan staf medis lain untuk tidak melakukan resusitasi jantung paru (RJP) atau
cardiopulmonary resuscitation (CPR) pada pasien.
a. Benar
b. Salah

30. Teori peacefull EOL ini berfokus kepada 5 kriteria utama dalam perawatn end of life pasien
yaitu bebas nyeri,, merasa nyama, merasa berwibawa dan dihormati, damai, kedekatan
dengan anggota keluarga dan pihak penting lainnya.
a. Benar
b. Salah

31. Prinsip End Of Life Menghargai kehidupan dan perawatan dalam kematian Tujuan
utama dari perawatan adalah menpertahankan kehidupan, namun ketika hidup tidak
dapat dipertahankan, tugas perawatan adalah untuk memberikan kenyamanan dan
martabat kepada pasien yang sekarat, dan untuk mendukung orang lain dalam
melakukannya.
a. Benar
b. Salah

32. Salah satu tindakan yang membantu meningkatkan kenyamanan seseorang yang memaulai
kehidupan merupakan end of life
a. Benar
b. Salah

33. End Of Life merupakan salah satu tindakan yang membantu meningkatkan kenyamanan
seseorang yang mendekati akhir hidup
a. Benar
b. Salah

Anda mungkin juga menyukai