Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Rumah Sakit banyak terjadi pemandangan yang sering kita lihat seperti pengangkatan
pasien yang darurat atau kiritis, karena itu pengangkatan penderita membutuhkan cara-cara
tersendiri. Setiap hari banyak penderita diangkat dan dipindahkan dan banyak pula petugas
paramedik/penolong yang cedera karena salah mengangkat. Keadaan dan cuaca yang
menyertai penderita beraneka ragam dan tidak ada satu rumus pasti bagaimana mengangkat
dan memindahkan penderita saat mengangkat dan memindahkan penderita.
Tranportasi bukanlah sekedar mengantar pasien ke rumah sakit. Serangkaian tugas harus
dilakukan sejak pasien dimasukkan ke dalam ambulans hingga diambil alih oleh pihak rumah
sakit. Pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit, pasti akan mengalamai proses
pemindahan dari ruang perawatan ke ruang lain seperti untuk keperluan medical check up,
ruang operasi, dll. Hal ini akan mengakibatkan resiko low back point baik bagi pasien
maupun bagi perawat. Bila pasien akan melakukan operasi biasanya akan dipindahkan ke
ruang transit sebelum masuk ke ruang operasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu sistem informasi gawat darurat?
2. Apa  pengertian transportasi pada pasien ?
3. Apa saja yang perlu dipersiapkan untuk transportasi pasien?
4. Bagaimana prosedur transportasi pasien?
5. Bagaimana teknik pemindahan pada pasien ?
6. Bagaimana Jenis-jenis transportasi pasien ?
7. Apa yang dimaksud dengan transportasi pasien rujukan ?
8. Apa saja prinsip dasar pemindahan penderita gawat darurat?
9. Apa saja syarat alat transportasi yang diperlukan?
10. Bagaimana cara transportasinya?
11. Bagaimana system komunikaisnya?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem Penanggulangan Gawat Darurat


SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu)merupakan sistem yang
didesign berdasar sistem kesehatan nasional untuk memberi pertolongan yang cepat, tepat,
cermat pada penderita gawat darurat untuk mencegah kematian dan  kecacatan.
SPGDT terdiri dari beberapa unsur pelayanan yaitu pelayanan pra Rumah Sakit,
pelayanan di Rumah Sakit dan antar Rumah Sakit. Pelayanan tersebut berpedoman pada
respon cepat yang menekankan time saving is life and limb saving, yang melibatkan
pelayanan oleh masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans
gawat darurat dan sistem komunikasi.

B. Jenis-Jenis SPGDT
1. SPGDT-S (Sehari-Hari)
SPGDT-S adalah rangkaian upaya pelayanan gawat darurat yang saling terkait
yang dilaksanakan ditingkat Pra Rumah Sakit, di Rumah Sakit, antar Rumah Sakit dan
terjalin dalam suatu sistem yang bertujuan agar korban/pasien tetap hidup. Meliputi
berbagai rangkaian kegiatan sebagai berikut :
a. Pra Rumah Sakit
1) Diketahui adanya penderita gawat darurat oleh masyarakat
 

2) Penderita gawat darurat itu dilaporkan ke organisasi pelayanan penderita gawat


darurat untuk mendapatkan pertolongan medic
3) Pertolongan di tempat kejadian oleh anggota masyarakat awam atau awam
khusus (satpam, pramuka, polisi, dan lain-lain)
4) Pengangkutan penderita gawat darurat untuk pertolongan lanjutan dari tempat
 

kejadian ke rumah sakit (sistim pelayanan ambulan)


b.  Dalam Rumah Sakit
1) Pertolongan di unit gawat darurat rumah sakit
2) Pertolongan di kamar bedah (jika diperlukan)
3) Pertolongan di ICU/ICCU
c. Antar Rumah Sakit
1) Rujukan ke rumah sakit lain
Organisasi dan komunikasi
2)
2. SPGDT-B (Bencana)

SPGDT-B adalah kerja sama antar unit pelayanan Pra Rumah Sakit dan Rumah
Sakit dalam bentuk pelayananan gawat darurat terpadu sebagai khususnya pada
terjadinya korban massal yang memerlukan peningkatan (eskalasi) kegiatan pelayanan
sehari-hari dan bertujuan umum untuk menyelamatkan korban sebanyak banyaknya.
a. Tujuan Khusus :
1) Mencegah kematian dan cacat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam
masyarakat sebagaimana mestinya.
2) Merujuk melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang lebih
memadai.
3) Menanggulangi korban bencana.
b. Prinsip mencegah kematian dan kecacatan :
1) Kecepatan menemukan penderita.
2) Kecepatan meminta pertolongan.
c. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan :
1) Ditempat kejadian.
2) Dalam perjalanan kepuskesmas atau rumah-sakit.
3) Pertolongan dipuskesmas atau rumah-sakit.

C. Pengembangan SPGDT
Pengembangan SPGDT-S dan SPGDT-B memerlukan beberapa hal yang terlibat,
diantaranya yaitu:
1. Semua jajaran kesehatan
a. Departemen kesehatan
b. Direktur RS
c. Puskesmas
d. Dinas kesehatan
e. Kepala IGD
f. Dokter, perawat, petugas kesehatan
g. Dan unit kesehatan lain (PMI)
2. Jajaran non kesehatan
a. Pemerintah daerah tingkat I dan II

b. POLRI
c. Satuan laksana penanggulangan bencana
d. Pemadam kebakaran
e. Penyandang dana (Askes, Jasa Raharja, Jamsostek)
f. Dan komponen-komponen masyarakat lain
3. Koordinasi
a. Kesehatan - non kesehatan
b. Antar ksehatan – ABRI, POLRI, swasta, pemerintah
c. Intra kesehatan – puskesmas – rumah sakit

D. Komponen SPGDT
1. KOMPONEN/FASE DETEKSI
Pada fase ini dideteksi :
a. Dimana sering terjadi kecelakaan lalu lintas.
b. Buruknya kualitas helm, sepeda motor yang dipakai
c. Jarangnya orang memakai “safety belt”
d. Daerah kerja dipabrik yang berbahaya
e. Tempat berolahraga/tempat main anak yang tidak memenuhi syarat
f. Didaerah mana sering terjadi tindak criminal
g. Gedung umum mana yang rawan untuk tubuh/konstruksi tidak sesuai dengan tanah.
h. Daerah mana yang rawan terjadi gempa

2. KOMPONEN/ FASE SUPRESI


Kalau kita dapat mendeteksi apa yang dapat menyebabkan kecelakaan atau dimana dapat
terjadi bencana /korban maka kita dapat melakukan supresi :
a. Perbaikan konstruksi jalan (engineering)
b. Pengetatan peraturan lalu lintas (enforcement)
c. Perbaikan kualitas helm
d. Pengetahunan undang-undang lalu lintas
e. Pengetahuan peraturan keselamatan kerja
f. Peningkatan patroli keamanan
g. Membuat disaster mapping

3. KOMPONEN/FASE PRA RUMAH SAKIT


Keberhasilan PPGD pada fase ini tergantung pada komponen.
a. Akses
Akses dari masyarakat kedalam system adalah yang paling penting karena kalau
tidak minta tolong maka SPGDT yang paling baikpun tidak ada guannya bagi
penderita yang memerlukan pertolongan. Dari menparostel telah di keluarkan
keputusan yang menyatakan bahwa akses masyarakat kedalam SPGDT adalah :
Polisi (110), pemadam kebakaran, rescue (113), AGD (118). Untuk darah rural
dapat berupa : bedug,kentongan, asap, radio komunikasi (orari/RAPI).
b. Komunikasi
1) Pusat komunikasi (118)
2) Pusat komunikasi ke RS
3) Pusat komunikasi ke pusat instalasi lain
4) Ambulan ke ambulan
5) Ambulan ke RS

Tugas pusat komunikasi adalah :

1) Menerima permintaan tolong


2) Mengirim unit-unit yang diperlukan
3) Memonitor atau membimbing kegiatan pertolongan
4) Memonitor kesiapan RS (UGD dan ICU)
5) Bertindak sebagai “out side command” pada penanggulangan bencana yang
bekerja sama dengan posko “onsite command”
6) Bekerja sama dengan instalasi terkait lain.

c. Orang awam
Mereka adalah orang pertama yang menemukan orang sakit/ mendapatkan
musibah/trauma (pramuka,PMR,anak sekolah,guru, IRT, hansip dll). Untuk dapat
menyelamatkan atau mempertahankan hidup dan mencegah cacat penderita maka
mereka harus mampu :
1) Cara meminta tolong
2) Cara menghidupkan orang meninggal (RJP tanpa alat)
3) Cara menghentikan perdarahan
4) Cara memasang balutan/ bidai
5) Cara transportasi yang baik
d. Orang awam khusus (polisi, pemadam kebakaran,satpam, SARS, ajudan)
Orang awam khusus dapat mampu seperti orang awam ditambah dengan
pengetahuan atau keterampilan sesuai dengan bidangnya seperti pada polisi
biomedik KLL, persalinan, luka tembak atau tusuk.
e. Ambulan gawat darurat 118
1) AGD (URBAN) harus mampu mencapai tempat kejadian 6-8 menit supaya
dapat mencegah kematian karena sumbatan jalan nafas, henti nafas, henti
jantung, perdarahan malsif. Untuk daerah urban yang lalu lintasnya padat di
perlukan ambulan sepeda motor gawat darurat 118 dimana kemampuannya
sama dengan AGD hanya tidak mempunyai tandu “stretcher” tetapi dapat
mencapai tujuan dengan cepat dari AGD 118 roda empat
a.) Melakukan PHCLS (pre hospital cardiac life support) dan PHTLS (pre
hospital trauma life support) dan masalah gawat darurat lainnya
b.) Berkomunikasi dengan pusat komunikasi, RS dan ambulan lainnya
c.) Melakukan transportasi penderita dari tempat kejadian ke RS atau RS ke
RS
d.) Menjadi RS lapangan dalam penanggulangan bencana
2) AGD (RURAL) dapat dikembangkan dengan puskesmas keliling menjadi AGD
118 rural peralatan cukup dengan peralatan dasar PPGD (orotrakeal tube,
suction, oksigen, bag and mask, balut cepat dan infus, bidai termasuk neck
collar, long short bord, dan traksi untuk disabiliti)
4. KOMPONEN/FASE RUMAH SAKIT
Pada fase RS semua RS diakreditasi oleh pemerintah dan profesi yang terkait
menjadi “trauma center” level I,II,III,IV. Selain perbedaan sarana yang mencolok adalah
perbedaan kemampuan sesuai dengan kemampuan personilnya.
a. Trauma Center Level I : Spesialis 4 besar ada ditempat 24 jam (pusat gawat darurat
PGD 1)
b. Trauma Center level 2 : Dokter jaga adalah dokter umun (ACLS dan ATLS) (PGD
II), Spesialis datang bersamaan dengan penderita.
c. Trauma Center level 3 : Dokter jaga adalah dokter umum (ACLS dan ATLS) (PGD
III), Sedangkan spesialis datang 30 menit seletah dipanggil
d. Trauma Center level 4 : Tidak ada spesialis yang ada hanya dokter umum (ACLS
dan ATLS) (PGD IV)

E. Transportasi dan Evakuasi Pasien


Istilah evakuasi dapat diartikan luas atau sempit, istilah evakuasi korban diartikan sebagai
upaya memindahkan korban ke pusat pelayanan kesehatan atau tempat rujukan lainnya agar
korban mendapatkan perawatan dan pengobatan lebih lanjut. Transportasi pasien Adalah
sarana yang digunakan untuk mengangkut penderita/korban dari lokasi bencana kesarana
kesehatan yang memadai. Pada umumnya dalam evakuasi korban gawat darurat transportasi
dapat dilaksanakan melalui :
1. Darat : Dengan Ambulance
2. Udara : Dengan Helivopter atau pesawat terbang
3. Laut : Dengan kapal laut untuk mengangkat korban gawat darurat.

Prinsipnya : do not futher harm (jangan menimbulkan kerusakan lebih lanjut), wajib tetap
diperhatikan, korban bisa dievakuasi hanya bila ABC stabil dan bila ada fraktur sudah
difikasi atau bila ada perdarahan sudah dihentikan. Seperti contohnya alat transportasi yang
digunakan untuk memindahkan korban dari lokasi bencana ke RS atau dari RS yang satu
ke RS yang lainnya. Pada setiap alat transportasi lokasi bencana ke RS atau dari RS yang
satu ke RS yang lainnya. Pada setiap alat transportasi minimal terdiri dari 2 orang para
medik dan 1 pengemudi (bila memungkinkan ada 1 orang minimal terdiri dari 2 orang para
medik dan 1 pengemudi (bila memungkinkan ada 1 orang dokter).

F. Persiapan Transportasi Pasien


1. Penderita
Seorang penderita gawat darurat dapat ditransportasikan bila penderita tersebut siap
(memenuhi syarat) untuk di transportasikan, yaitu:
a. Gangguan pernapasan dan kardiovaskuler telah ditanggulangi – resusitasi : bila
diperlukan
b. Perdahan dihentikan
c. Luka ditutup
d. Patah tulang difiksasi
2. Tempat tujuan, Tempat dan tujuannya sudah jelas
3. Sarana alat
4. Personil
5. Penilaiaan layak pindah : kondisi stabil
6. Airway (jalan napas)
Jalan udara penderita haruslah terbuka dan lancer untuk mempermudah pemulihan
pernafasan. Harus dipastikan jalan nafas benar-benar lancar. Pengelolaan simple untuk
mempertahankan airway penderita adalah dengan metode Chin Lift dan Jaw Thrust.
Langkah-langkah mempertahankan airway penderita:
a. Penderita ditelentangkan ditempat yang datar. Jika masih bayi, tangan kita dapat
digunakan menjadi alas.
b. Segera bersihkan mulut penderita dan jalan napas dengan menggunakan jari
c. Bebaskan jalan napas dengan menggunakan metode Chin Lift atau Jaw Thrust :
1) Chin Lift :
a.) Letakkan tangan pada dahi pasien atau korban
b.) Tekan dahi sedikit mengarah kedepan dengan telapak tangan penolong
c.) Letakkkan ujung jari tangan lainnya dibawah bagian ujung tulang rahang
pasien/ korban
d.) Tengadahkan kepala dan tahan atau tekan dahi pasien secara bersamaan
samapi kepala pasien pada bosisi ekstensi.
2) Jaw Thrust
a.) Letakkan kedua siku penolong sejajar dengan posisi pasien/korban
b.) Kedua tangan memegang sisi kepala pasien/korban
c.) Penolong memegang kedua sisi rahang
d.) Kedua tangan penolong menggerakkan rahang keposisi depan secara
perlahan
e.) Pertahankan posisi mulut pasien atau korban tetap terbuka
7. Breathing (Pernapasan)
Terdiri dari dua tahap :
a. Memastikan pasien atau korban tidak bernapas
Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi napas dan
merasakan hembusan napas, dengan teknik penolong mendekatkan telingan diatas
mulut dan hidung pasien atau korban sambil tetap mempertahankan jalan napas tetap
terbuka. Dilakukan tidak lebih dari 10 detik.
b. Memberikan bantuan napas
Bantuan napas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut, bantuan napas diberikan
sebanyak 2 kali hembusan, waktu tiap kali hembuan 1,5-2 detik. Perhatikan respon
asien.
Cara memberikan bantuan pernapasan:
a. Mulut ke mulut
Merupakan cara yang cepat dan efektif. Pada saat memberikan penolong tarik napas
dan mulut penolong menutup seluruhnya mulut pasien atau korban dan hidung pasien
atau korban harus ditutup dengan telunjuk dan ibu jari penolong. Volume udara yang
berlebihan dapat menyebabkan udara masuk kelambung.
8. Circulation aliran darah
Memastikan ada tidaknya denyut jantung pasien atau korban, ditentukan dengan meraba
arteri karotis didaerah leher pasien atau korban dengan cara 2 atau 3 jari penolong
meraba pertengahan leher sehingga teraba trakea, kemudian digeser kearaha penolong
kira-kira 1-2 cm, raba dengan lembut selama 5-10 detik. Bila teraba penolong harus
memeriksa pernapasan, bila tidak ada napas berikan bantuan napas 12x/Menit. Bila ada
napas pertahankan airway pasien atau korban.
9. Disability (kesadaran)
Kondisi dalam keadaan stabil

G. Prosedur Transportasi Pasien


1. Lakukan pemeriksaan menyeluruh, pastikan bahwa pasien yang sadar bisa bernafas tanpa
kesulitan setelah diletakan di atas usungan. Jika pasien tidak sadar dan menggunakan alat
bantu jalan nafas(airway).
2. Amankan posisi tandu di dalam ambulans, pastikan selalu bahwa pasien dalam posisi
aman selama perjalanan ke rumah sakit.
3. Posisikan dan amankan pasien, selama pemindahan ke ambulans, pasien harus diamankan
dengan kuat ke usungan.
4. Pastikan pasien terikat dengan baik dengan tandu. Tali ikat keamanan digunakan ketika
pasien siap untuk dipindahkan ke ambulans, sesuaikan kekencangan tali ketika pasien
siap untuk dipindahkan ke ambulans, pengikat sehingga dapat menahan  pengikat
sehingga dapat menahan pasien dengan aman.
5. Persiapkan jika timbul komplikasi pernafasan dan jantung.
Jika kondisi pasien cenderung berkembang ke arah henti jantung, letakkan spinal Jika
kondisi pasien cenderung berkembang ke arah henti jantung, letakkan spinal board pendek
atau papan RJP di bawah matras sebelum ambulans dijalankan.
6. Melonggarkan pakaian yang ketat.
7. Periksa perbannya.
8. Periksa bidainya.
9. Naikkan keluarga atau teman dekat yang harus menemani pasien
10. Naikkan barang-barang pribadi.
11. Tenangkan pasien.
H. Jenis-Jenis Tranportasi Pasien
Transportasi pasien pada umumnya terbagi atas dua : Transportasi pasien pada umumnya
terbagi atas dua : Transportasi gawat darurat dan kritis.
1. Transportasi Gawat Darurat :
Setelah penderita diletakan diatas tandu (atau Long Spine Board bila diduga patah tulang
belakang) penderita dapat diangkut ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan dilakukan
Survey Primer, Resusitasi jika perlu.

a. Mekanisme Tubuh saat pengangkatan


Tulang yang paling kuat ditubuh manusia adalah tulang panjang dan yang paling kuat
diantaranya adalah tulang paha (femur). Otot-otot yang beraksi pada tutlang tersebut
juga paling kuat. Dengan demikian maka pengangkatan harus dilakukan dengan
tenaga terutama pada paha dan bukan dengan membungkuk angkatlah dengan paha,
bukan dengan punggung.
b. Panduan dalam mengangkat penderita gawat darurat
1) Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita. Nilai beban yang akan
diangkat secara bersama dan bila merasa tidak mampu jangan dipaksakan.
2) Ke-dua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit didepan kaki sedikit
sebelahnya.
3) Berjongkok, jangan membungkuk, saat mengangkat.
4) Tangan yang memegang menghadap kedepan.
5) Tubuh sedekat mungkin ke beban yang harus diangkat. Bila terpaksa jarak
maksimal tangan dengan tubuh kita adalah 50 cm.
6) Jangan memutar tubuh saat mengangkat.
7) Panduan diatas berlaku juga saat menarik atau mendorong penderita
c. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemindahan penderita :
1) Nilai kesulitan yang mungkin terjadi pada saat pemindahan.
2) Rencanakan gerakan sebelum mengangkat dan memindahkan penderita.
3) Jangan memindahkan dan mengangkat penderita jika tidak mampu.
4) Gunakan otot tungkai, panggul serta otot perut
5) Hindari mengangkat dengan otot punggung dan membungkuk
6) Jaga keseimbangan
7) Perbaiki posisi dan angkatlah secara bertahap.
d. Panduan untuk memindahkan penderita
a. Emergensi / Pemindahan Darurat
Pemindahan darurat dilakukan bila ada bahaya yang mengancam bagi penderita
dan penolong, contoh :
1) Ancaman kebakaran
2) Ancaman ledakan
3) Ketidakmampuan menjaga penderita terhadap bahaya lain pada TKP (bahaya
benda jatuh)
4) Menghalangi akses penolong ke penderita lain yang mungkin lebih parah.
5) Lokasinya tidak memungkinkan untuk melakukan BHD-RJP kepada
penderita.
6) Ingat adanya kemungkinkan patah tulang leher/cedera cervical.
Adapun cara pemindahan penderita, selalu ingat kemungkinan patah tulang leher
bila penderita trauma.
1) Pemindahan Emergensi :
a.) Tarikan bahu
b.) Tarikan lengan
Cara melakukan tarikan lengan adalah anda berdiri pada sisi kepala penderita.
Kemudian masukan lengan anda dibawah ketiak penderita dan pegang lengan
bawah penderita. Silangkan kedua lengan open derita dada, lalu tariklah penderita
ke belakang. Dalam melakukan tindakan ini pemindahan ini dilakukan hanya
kalau terpaksa saja.
c.) Tarikan selimut
Bila penderita sudah tertidur diatas selimut atau mantelnya lipatlah bagian selimut
yang berada di kepala penderita, lalu tariklah penderita ke belakang. Janganlah
lupa untuk menyimpul selimut pada bagian kaki agar penderita tidak tergeser ke
bawah.
d.) Tarikan kain
e.) Merangkak
f.) Tarikan baju
Dalam melakukan penarikan baju sebelumnya kedua pergelangan tangan
penderita diikat dengan pakaian atau kain kassa agar tidak tersangkut saat
dilakukan penarikan. Kemudian cengkeram baju dibagian bahu penderita
kemudian lakukan penarikan kearah penolong. Dalam melakukan hal ini hati-hati
agar penderita tidak tercekik. Penarikan baju ini sebaiknya dilakukan dengan baju
menarik pada ketiak penderita, bukan pada bagian leher. Tarikan baju hanya dapat
dilakukan pada baju yang agak kaku.

g.) Tarikan pemadam kebakaran


Memindahkan dalam keadaan darurat lainnya termasuk gendong penderita di
belakang punggung dengan satu penolong seperti membawa tas punggung
(ransel), dengan menopang penderita dari sisinya sambil berjalan oleh satu
penolong, membopong penderita oleh satu penolong seperti membawa anak kecil,
dan dengan cara mengangkat lalu membopongnya seperti cara pemadam
kebakaran.
2) Non Emergensi
Situasinya tidak membahayakan diri penolong dan penderita
a) Perawatan darurat di lapangan dan pemeriksaan tanda vital telah di selesaikan.
b) Korban dalam keadaan stabil, semua cedera telah ditangani dengan baik.
c) Kecurigaan fraktur servikal dan spinal telah diomobilisasi (bidai)
Pemindahan tidak darurat oleh satu orang penolong :
a) Human crutch (menampah)
1.) Berdirilah disamping Korban sisi yang cedera atau yang lemah, rangkulkan
satu lengan penderita pada leher penolong dan gaitlah tangan korban atau
pergelangannya.
2.) Rangkulkan tangan penolong yang lain dari arah belakang menggaitkan
pinggang korban.
3.) Bergeraklah pelan-pelan maju.
b) Cara cradle (dibopong)
1.) Jongkoklah disamping korban letakkan satu lengan penolong merangkul bawah
punggung korban sedikit diatas pinggang.
2.) Letakkan tangan yang lain dibawah paha korban tepat di lipatan lutut.
Berdirilah pelan-pelan dan bersamaan mengangkat korban.
c) Cara pick a back (menggendong)
1.) Jongkoklah didepan korban dengan punggung menghadap korban. Anjurkan
korban meletakkan kedua tangannya merangkul diatas pundak penolong.
2.) Gapailah dan peganglah paha korban. Berdirilah pelan-pelan dan bersamaan
mengangkat korban.
Pemindahan tidak darurat oleh dua penolong :
1) Cara ditandu dengan kedua lengan penolong (the two-handed seat)
a) Kedua penolong jongkok dan saling berhadapan disamping kiri dan kanan
korban, lengan kanan penolong kiri dan lengan kiri penolong kanan menyilang
dibelakang punggung korban.
b) Kedua tangan penolong yang menerobos dibawah lutut korban saling
bergandengan dan mengait dengan cara saling memegang pergelangan tangan.
c) Makin mendekatlah para penolong. Tahan dan aturlah punggung penolong
selalu tegap.
d) Berdirilah secara pelan-pelan bersamaan dengan mengangkat korban.
2) Cara the fore and aft carry
a) Dudukan korban. Kedua lengan menyilang didada. Rangkul dengan
menyusupkan lengan penolong dibawah ketiak korban.
b) Pegang pergelangan tangan kiri oleh tangan kanan penolong, dan tangan kanan
penolong ketangan kiri korban.
c) Penolong yang lain jongkok disamping korban setinggi lutut dan mencoba
mengangkat kedua paha korban.
Teknik angkat langsung dengan tiga penolong :
1) Ketiga penolong berlutut pada salah satu sisi penderita. Jika memungkinkan
beradalah pada sisi yang paling sedikit cidera.
2) Penolong kedua menyisipkan tangan punggung dan bokong penderita.
3) Penolong ketiga menyisipkan lengan dibawah bokong dan dibawah lutut penderita.
4) Penderita siap diangkat dengan satu perintah.
5) Angkat penderita diatas lutut ketiga penolong secara bersamaan.
6) Sisipkan tandu yang akan digunakan dan atur letaknya oleh penolong yang lain.
7) Letakkan kembali penderita diatas tandu dengan satu perintah yang tepat.
8) Jika akan berjalan tanpa memakai tandu, dari langkah no.6 terus dengan
memiringkan penderita ke dada penolong.
9) Penolong berdiri secara bersamaan dengan perintah.

2. Transportasi Pasien Kritis


Pasien kritis adalah pasien dengan disfungsi atau gagal pada satu atau lebih system tubuh,
tergantung pada penggunaan peralatan monitoring dan terapi. Transportasi intra hospital
pasien kritis harus mengikuti beberapa aturan, yaitu :
a. Koordinasi sebelum transport
1) Informasi bahwa area tempat pasien akan dipindahkan telah siap untuk menerima
pasien tersebut serta membuat rencana terapi.
2) Dokter yang bertugas harus menemani pasien dan komunikasi antar dokter dan
perawat juga harus terjalin mengenai situasi medis pasien.
3) Tuliskan dalam rekam medis kejadian yang berlangsung selama transport dan
evaluasi kondisi pasien.
b. Professional beserta dengan pasien : 2 profesional (dokter atau perawat) harus
menemani pasien dalam kondisi serius.
1) Salah satu professional adalah perawat yang bertugas dengan pengalaman CPR
atau khusus terlatih pada transport pasien kondisi kritis.
2) Professional kedua dapat dokter atau perawat. Seorang dokter harus menemani
pasien dengan instabilitas fisiologi dan pasien yang membutuhkan urgent pasien.
c. Peralatan untuk menunjang pasien
1) Transport monitor
2) Blood pressure reader
3) Sumber oksigen dengan kapasitas prediksi transport dengan tambahan cadangan
30 menit.
4) Ventilator portable dengan kemampuan untuk menentukan volume/menit,
pressure FiO2 of 100% and PEEP with disconnection alarm high airway pressure
alarm.
5) Mesin suction dengan kateter suction.
6) Obat untuk resusitasi : adrenalin, lignocaine, atropine, dan sodium bicarbonate.
7) Cairan intravena dan infus obat dengan syringe atau pompa infus dengan baterai.
8) Pengobatan tambahan sesuai dengan resep obat pasien tersebut.

d. Monitoring selama transport


Tingkat monitoring dibagi sebagai berikut : Level 1 = Wajib, Level 2 = Rekomendasi
kuat, Level 3 = Ideal.
1) Monitoring kontinu : EKG, pulse, oximetry (level 1).
2) Monitoring intermiten : Tekanan darah, nadi, respiratory rate (level 1 pada pasien
pediatri, level 2 pada pasien lain).
3. Transportasi Rujukan
Rujukan adalah penyerahan tanggung jawab dari satu pelayanan kesehatan ke
pelayanan kesehatan lainnya. System rujukan upaya kesehatan adalah suatu system
jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerangan
tanggung jawab secara timbal balik atas masalah yang timbul, baik secara vertical
maupun horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional, dan
tidak dibatasi oleh wilayah administrasi.
a. Tujuan Rujukan
Tujuan system rujukan adalah agar pasien mendapatkan pertolongan pada fasilitas
pelayanan kesehatan yang lebih mampu sehingga jiwanya dapat terselamatkan dengan
demikian dapat meningkatkan AKI dan AKB.
b. Prinsip Merujuk Pasien
1) Pasien dalam keadaan stabil (diharapkan tidak memburuk saat transportasi)
2) Selama merujuk/transportasi harus dilakukan pelayanan optimal (perhatikan A-B-
C) oleh petugas ambulans
Tujuan : meminimalkan terjadinya kematian dan menghindari kecacatan yang tidak
perlu pada pasien gawat darurat.
c. Cara merujuk
Langkah-langkah rujukan adalah :
1) Menentukan kegawat daruratan penderita
a) Pada tingkat kadr atau dukun bayi terlatih ditemukan penderita yang tidak
dapat ditangani sendiri oleh keluarga atau kader/dukun bayi, maka segera
rujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat, oleh karena itu mereka
belum tentu dapat menerapkan ke tingkat kegawatdaruratan.
b) Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas. Tenaga
kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus dapat
menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawabnya, mereka harus menentukan kasus mana
yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk
2) Menentukan tempat rujukan
Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang
mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan
tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita.
3) Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga
4) Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju
a) Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk
b) Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan
selama dalam perjalanan ketempat rujukan
c) Meminta petunjuk dan cara penanganann untuk menolong penderita bila
penderita tidak mungkin dikirim
5) Persiapan penderita (BAKSOKUDA)
6) Pengiriman penderita
7) Tindak lanjut penderita :
a) Untuk penderita yang telah dikembalikan
b) Harus kunjungan rumah, penderita yang memerlukan tindakan lanjut tapi
tidak melapor
d. Jalur rujukan
Alur rujukan kasus gawatdarurat:
1) Dari kader
Dapat langsung merujuk ke :
a) Puskesmas pembantu
b) Pondok bersalin atau bidan didesa
c) Puskesmas rawat inap
d) Rumah sakit swasta/ RS pemerintah

2) Dari posyandu
Dapat langsung merujuk ke :
a) Puskesmas pembantu
b) Pondok bersalin atau bidan didesa

I. Syarat Alat Transportasi Untuk Transpot Atau Pemindahan Pasien Gawat Darurat
Syarat alat yang dimaksud adalah :
1. Kendaraannya
a. Transportasi dalam hal ini dapat berupa kendaraan :
1) Laut
2) Udara : pesawat terbang, helicopter
3) Darat : ambulance, pick up, truk, gerobak dan lain-lain
a. Yang terpenting disini adalah :
4) Penderita dapat terlentang
5) Cukup luas untuk paling sedikit 2 penderita dan petugas dapat bergerak leluasa
6) Cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri dan infus dapat jalan
7) Dapat melakukan komunikasi kesentral komunikasi dan rumah sakit
8) Identitas yang jelas sehingga mudah dibedakan dari ambulan lain
2. Alat-alat medis
Alat-alat medis yang diperlukan adalah :
a. Resusitasi :
1) Manual
2) Otomatik
3) Laringoskop
4) Pipa endo atau nasotrakeal
b. O2
c. Alat hisap
d. Obat-obat, infus, untuk resusitasi – stabilisasi
e. Balut atau bidai
f. Tandu (vakum matras)
g. ECG Transmitter
h. Incubator untuk bayi
i. Alat-alat untuk persalinan
Alat-alat medis ini dapat disederhanakan sesuai dengan kondisi local. Tiap ambulan
118 dapat berfungsi untuk penderita gawat darurat sehari-hari maupun sebagai RS
lapangan dalam keadaan bencana, karena diperlengkapi dengan :
1) Tenda sehingga dapat menampung 8-10 penderita
2) Alat hisap :
a) 1 manual
b) 1 otomatic – dengan oksigen
c) 1 dengan mesin
3) Botol infus sehingga kalau ada 10 ambulan 118, 200 penderita dapat segera
dipasang infus. Dan 2x 10 sampai 20 tenaga perawat “CCN”
3. Personal
Personal dalam ambulan 118 cukup 2 orang perawat yang dapat mengemudi dan telah
mendapat pendidikan tambahan dalam “Critikal Care Nursing” (CCN). Dan sebaiknya
mereka di asramakan sehingga kalau ada bencana makan mudah untuk mobilisasinya.
Bagi kota-kota besar ambulan-ambulan ini sebaiknya disebar sedemikian rupa sehingga
tiap ambulan dapat mencapai dalam 5 menit, sehingga dapat melakukan resusitasi
dengan sukses
J. Cara Transportasi Pasien Gawat Darurat
Sebagian besar penderita gawat darurat dibawa kerumah sakit dengan menggunakan
kendaraan darat yaitu ambulan. Tujuan dari transportasi ini adalah memindahkan penderita
dengan cepat tetapi aman, sehingga tidak menimbulkan perlukaaan tambahan ataupun syok
pada penderita. Jadi semua kendaraan yang membawa penderita gawat darurat harus berjalan
perlahan-lahan dan menataati semua peraturan lalu lintas.
Bagi petugas ambulan 118 berlaku :
1. Waktu berangkat mengambil penderita, ambulan jalan paling cepat 60 km/jam. Lampu
merah (rorator) dinyalakan, “sirine” kalau perlu dibunyikan
2. Waktu kembali kecepatan maksimum 40 km/jam, lampu merah (rorator) dinyalakan dan
“sirine” tidak boleh dibunyikan.
3. Semua peraturan lalu lintas tidak boleh dilanggar

K. System Komunikasi Dalm Transportasi Pasien Gawat Darurat


System komunikasi merupakan bagian yang penting baik dalam proses penanganan bencana
maupun pertolongan pada klien dangan gawat darurat. Yang penting dalam komunikasi disini
adalah bagaimana :
1. Masyarakat dapat dengan mudah minta tolong
2. Cara mengatur dan membimbing pertolongan ambulan
3. Cara mengatur atau memonitor rujukan dari puskesmas kerumah sakit atau dari rumah
sakit kerumah sakit
4. Cara mengkoordinir penanggulangan korban bencana
Supaya masyarakat dapat minta tolong dengan cepat maka dapat dipakai cara yang
tradisional, seperti :
1. Bedug
2. Pentongan
3. Pluit
4. Asap
5. Kurir
Dapat juga dipakai cara modern, seperti :
1. Telephon
2. Radio
Perum telekomunikasi sudah menentukan bahwa nomor telephon (118) adalah “Common
Medical Emergency Number” untuk seluruh Indonesia, sedangkan radio komunikasi sudah
dipakai oleh :
1. Polisi
2. Taksi
3. RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia)
4. ORARI (Organisasi Radio Amatir Republik Indonesia)
Sebagai penerima permintaan tolong tersebut diatas sebaiknya ditiap-tiap kota ada suatu
sentral komunikasi yang dihubungkan dengan radio atau telephon :
1. Polisi
2. Dinas kebakaran
3. SAR Nasional setempat
4. PMI
5. Bagian gawat darurat rumah sakit, dokter
6. Ambulan-ambulan tipe 118
7. Radio taksi
8. RAPI-ORARI
9. Sentral komunikasi kota lain atau nasional
10. Sentral komunikasi Negara lain
Sentral komunikasi mempunyai tugas :
1. Menerima atau menganalisa permintaan tolong dari masyarakat
2. Mengirim ambulan tipe 118 terdekat dan membimbingnya
3. Mengatur atau memonitor rujukan penderita gawat darurat
4. Memonitor jumlah tempat tidur yang kosong pada tiap-tiap RS
5. Menjadi pusat komando dalam penanggulangan korban bencana
6. Dapat diambil alih oleh ABRI bila Negara dalam keadaan darurat

L. Prinsip dasar pemindahan penderita gawat darurat


Ada banyak prinsip yang dapat dijadikan panduan dalam perawatan pra rumah sakit, namun
askep yang utama adalah “DO NOT FURTHER HARM“ atau “JANGAN MEMBUAT
CEDERA SEMAKIN PARAH” dicetuskan oleh Hypocrates dan dijadikan panduan mulai
dari penyakit sampai ke ruang operasi (ruang perawatan) hingga pasien pulang.
Syarat utama dalam mengangkat penderita tentulah fisik yang prima, yang juga terlatih dan
dijaga dengan baik. Jika anda melakukan pengangkatan dan pemindahan dengan tidak benar,
maka ini dapat mengakibatkan cedera pada penolong. Apabila anda melakukan cara
pengangkatan yang tidak benar ini setiap hari, mungkin akan timbul penyakit yang menetap.
Penyakit yang umum adalah nyeri pinggang bagian bawah (low back pain), dan ini dapat
timbul pada usia yang lebih lanjut.
1. Posisi tulang punggung lurus/tetap tegak.
Bayangkan bahwa tubuh anda adalah sebuah menara,tentu saja dengan dasar yang lebih
lebar daripada bagian atas. Semakin miring menara itu, semakin mudah runtuh. Karena
itu berusahalah untuk senantiasa dalam posisi tegak, jangan membungkuk ataupun
miring.
2. Gunakan otot paha untuk mengangkat bukan punggung.
Untuk memindahkan sebuah benda yang berat, gunakan otot dari tungkai, pinggul dan
bokong, serta ditambah dengan kontraksi otot dari perut karena beban tambahan pada
otot-otot ini adalah lebih aman. Jadi sangat mengangkat jangan dalam keadaan
membungkuk.
3. Gunakan otot fleksor (otot untuk menekuk, bukan otot untuk meluruskan)
Otot fleksor lengan maupun tungkai lebih kuat daripada otot Ekstensor. Karena itu saat
mengangkat dengan lengan, usahakan telapak tangan menghadap ke arah depan.
4. Jarak antara kedua lengan dan tungkai selebar bahu.
Saat berdiri sebaiknya kedua kaki agak terpisah, selebar bahu. Apabila cara berdiri kedua
kaki jaraknya terlalu lebar akan mengurangi tenaga, apabila terlalu rapat akan
mengurangi stabilitas. Jarak kedua tangan dalam memegang saat mengangkat (misalnya
saat mengangkat tandu), adalah juga selebar bahu. Jarak kedua tangan yang terlalu rapat
akan mengurangi stabilitas benda yang akan diangkat, jarak terlalu lebar akan
mengurangi tenaga mengangkat.
5. Dekatkan Beban dengan Badan
Usahakan sedapat mungkin agar titik berat beban sedekat mungkin dengan tubuh anda.
Cedera punggung mungkin terjadi ketika anda menggapai dengan jarak jauh untuk
mengangkat sebuah benda.

M. Teknik Pemindahan Pada Pasien


Teknik pemindahan pada klien termasuk dalam transport pasien, seperti pemindahan
pasien dari satu tempat ke tempat lain, baik menggunakan alat transport seperti ambulance,
dan branker yang berguna sebagai pengangkut pasien gawat darurat.
4. Pemindahan klien dari tempat tidur ke brankar
Memindahkan klien dri tempat tidur ke brankar oleh perawat membutuhkan bantuan klien.
Pada pemindahan klien ke brankar menggunakan penarik atau kain yang ditarik untuk
memindahkan klien dari tempat tidur ke branker. Brankar dan tempat tidur ditempatkan
berdampingan sehingga klien dapat dipindahkan dengan cepat dan mudah dengan
menggunakan kain pengangkat. Pemindahan pada klien membutuhkan tiga orang
pengangkat
5. Pemindahan klien dari tempat tidur ke kursi
Perawat menjelaskan prosedur terlebih dahulu pada klien sebelum pemindahan. Kursi
ditempatkan dekat dengan tempat tidur dengan punggung kursi sejajar dengan bagian
kepala tempat tidur. Emindahan yang aman adalah prioritas pertama, ketika memindahkan
klien dari tempat tidur ke kursi roda perawat harus menggunakan mekanika tubuh yang
tepat.
6. Pemindahan pasien ke posisi lateral atau prone di tempat tidur
a. Pindahkan pasien dari ke posisi yang berlawanan.
b. Letakan tangan pasien yang dekat dengan perawat ke dada dan tangan yang jauh ari
perawat, sedikit kedapan badan pasien.
c. Letakan kaki pasien yang terjauh dengan perawat menyilang di atas kaki yang
terdekat
d.  Tempatkan diri perawat sedekat mungkin dengan pasien.
e. Tempatkan tangan perawat di bokong dan bantu pasien.
f. Tarik badan pasien.
g. Beri bantal pada tempat yang diperlukan.
N. Hal-Hal yang Harus Diperhatikan Dalam Mengangkat Pasien Gawat Darurat
Diantara kempokok otot, maka kelompok fleksor lebih kuat dibandingkan dengan
kelompok ekstensor. Dengan demikian pada saat mengakat tandu tangan harus menghadap
ke depan, dan bukan kebelakang. Semakin dekat beban ke sumbu tubuh semakin ringan
pengangkatan. Dengan demikian maka usahakan agar tubuh sedekat mungkin ke beban
(tandu) yang akan diangkat.
Kaki menjadi tumpuan utama saat mengangkat. Jarak antar kedua kaki yang paling baik
saat mengangkat dalah berjarak sebahu kita. Kenali kemampuan diri sendiri. Bila merasa
tidak mampu, mintalah pertolongan petugas lain, dan jangan memaksakan mengakat karena
akan membahayakan korban gawat darurat pasangan dan kita sendiri.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu)merupakan sistem yang
didesign berdasar sistem kesehatan nasional untuk memberi pertolongan yang cepat, tepat,
cermat pada penderita gawat darurat untuk mencegah kematian dan  kecacatan.
SPGDT terdiri dari beberapa unsur pelayanan yaitu pelayanan pra Rumah Sakit,
pelayanan di Rumah Sakit dan antar Rumah Sakit. Pelayanan tersebut berpedoman pada
respon cepat yang menekankan time saving is life and limb saving, yang melibatkan
pelayanan oleh masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans
gawat darurat dan sistem komunikasi.

B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih
fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber – sumber yang
lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan. Untuk saran bisa berisi kritik
atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan
makalah yang telah di jelaskan. Untuk bagian terakhir dari makalah adalah daftar pustaka.
Pada kesempatan lain akan saya jelaskan tentang daftar pustaka makalah.

Anda mungkin juga menyukai