Anda di halaman 1dari 63

Skenario 1

KORBAN TSUNAMI

Warga menemukan pemuda berumur sekitar 25 tahun dalam keadaan sadar


terdampar di atas sampah yang disertai reruntuhan pohon dan beberapa kendaraan
yang terbawa arus air sunami. Pemuda tersebut merintih meminta tolong karena
luka terbuka sekitar 15 cm yang disertai perdarahan dengan dasar luka berupa
patahan tulang kering kaki kiri yang tampak tajam. Warga membawa pemuda
tersebut ke RSUD setempat untuk diberikan pertolongan medis.

1
Step 1

Tidak ditemukan kata-kata sulit pada skenario kali ini.

Step 2

1. Konsep kegawatdaruratan.
2. Tindakan awal bagi korban dalam kondisi kegawatdaruratan?
3. Fraktur dan penanganannya.
4. Jenis-jenis luka.

Step 3

1. Konsep kegawatdaruratan.
Kondisi seorang pasien atau korban dapat dibagi menjadi beberapa kategori:
a. Gawat darurat
b. Gawat tidak darurat
c. Darurat tidak gawat
d. Tidak gawat tidak darurat

2. Tindakan awal bagi korban dalam kondisi kegawatdaruratan?


Tindakan awal bagi korban dalam kondisi kegawatdaruratan adalah
melakukan initial assessment.
Proses initial assessment ini meliputi:
a. Persiapan penderita
b. Triase
c. Survey primer
d. Resusitasi
e. Tambahan terhadap survey primer dan resusitasi
f. Survey sekunder
g. Tambahan terhadap survey sekunder
h. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan
i. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik
j. Terapi definitif

3. Fraktur dan penanganannya.


Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan
epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.

2
Jenis jenis fraktur:
a. Fraktur komplet
b. Fraktur tidak komplet
c. Fraktur tertutup
d. Fraktur terbuka
1) Grade I
2) Grade II
3) Grade III
e. Jenis khusus fraktur
1) Greenstick
2) Tranversal
3) Oblik
4) Spiral
5) Kominutif
6) Depresi
7) Kompresi
8) Patologik
9) Avulsi
10) Epifiseal
11) Impaksi
Klasifikasi fraktur :
a. Menurut penyebab terjadinya
1) Faktur traumatik
2) Fraktur fatik atau stress
3) Trauma berulang, kroni
4) Fraktur patologis
b. Menurut hubungan dg jaringan ikat sekitarnya
1) Fraktur tertutup / closed / fraktur simpleks
2) Fraktur terbuka / open
3) Fraktur komplikasi
c. Menurut bentuk
1) Fraktur komplet

3
2) Fraktur inkomplet
3) Fraktur kominutif
4) Fraktur kompresi / crush fracture

4. Jenis-jenis luka.
a. Berdasarkan kategori
Luka accidental
Luka bedah
b. Berdasarkan integritas kulit
Luka terbuka
Luka tertutup
c. Berdasarkan descriptors
Aberasi
Puncture
Laserasi
Kontusio
d. Berdasarkan penyebab
Luka pembedahan atau bukan pembedahan
Akut atau kronik
e. Kedalaman jaringan yang terlibat
Superficial
Partial thickness
Full thickness
f. Berdasarkan tingkat kontaminasi
Clean wounds (luka bersih)
Clean-contamined wounds (luka bersih terkontaminasi)
Contamined wounds (luka terkontaminasi)
Dirty or infected Wounds (luka kotor atau infeksi)
g. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
Stadium I
Stadium II

4
Stadium III
Stadium IV
h. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
Luka akut
Luka kronis

Step 4

1. Konsep kegawatdaruratan.
Kondisi seorang pasien atau korban dapat dibagi menjadi beberapa kategori:
a. Gawat darurat
Kondisi dimana pasien atau korban mendadak berada dalam keadaan gawat
dan terancam jiwanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak
mendapatkan pertolongan secepatnya.
Contoh: AMI, fraktur terbuka, trauma kepala
b. Gawat tidak darurat
Kondisi dimana pasien atau korban memerlukan pertolongan segera tetapi
tidak terancam jiwanya atau tidak menimbulkan kecacatan bila tidak
mendapatkan pertolongan secepatnya.
Contoh: Pasien penderita kanker stadium lanjut
c. Darurat tidak gawat
Kondisi dimana pasien atau korban mendapatkan musibah yang datang
secara tiba-tiba tetapi tidak terancam jiwanya atau tidak menimbulkan
kecacatan bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya.
Contoh: luka sayat dangkal
d. Tidak gawat tidak darurat
Kondisi dimana pasien atau korban menderita penyakit yang tidak
mengancam jiwa atau tidak menimbulkan kecacatan.
Contoh: pasien diabetes melitus terkontrol, penderita flu, dll.

2. Tindakan awal bagi korban dalam kondisi kegawatdaruratan?


Tindakan awal bagi korban dalam kondisi kegawatdaruratan adalah
melakukan initial assessment.
Proses initial assessment ini meliputi:
a. Persiapan penderita
Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dengan petugas di
lapangan akan menguntungkan penderita. Sebaiknya rumah sakit sudah
diberitahukan sebelum pasien mulai diangkut dari tempat kejadian

5
sehingga rumah sakit dapat mempersiapkan peralatan dan tim trauma pada
saat penderita tiba di rumah sakit.
Ada dua tahap persiapan penderita :
Tahap pra rumah sakit
Merupakan fase yang cukup menentukan untuk keselamatan pasien,
mulai dari penanganan awal hingga rujukan pasien ke rumah sakit
yang tepat. Di Indonesia pelayanan pra rumah sakit ini merupakan
bagian yang sangat terbelakang dari pelayanan penderita gawat darurat
secara menyeluruh.
Terapkan prinsip Do No Further Harm yaitu bentuk keadaan yang
ideal adalah dimana Unit Gawat Darurat (UGD) yang datang ke
penderita, bukan sebaliknya, karena itu ambulans yang datang
sebaiknya memiliki peralatan yang lengkap. Petugas atau paramedis
yang datang membantu penderita sebaiknya mendapatkan latihan
khusus, karena pada saat menangani penderita mereka harus
menguasai ketrampilan khusus yang dapat menyelamatkan jiwa.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan meliputi :
o Koordinasi dengan rumah sakit tujuan yang disesuaikan dengan
kondisi dan jenis perlukaannya
o Penjagaan jalan nafas, control perdarahan dan imobilisasi penderita
o Koordinasi dengan petugas lapangan lainnya

Pada tahap pra rumah sakit harus dipersiapkan petugas dan


perlengkapannya sebelum penderita tiba di rumah sakit. Persiapan
tersebut meliputi :
o Alat perlindungan diri
o Kesiapan perlengkapan dan ruangan untuk resusitasi
o Persiapan untuk tindakan resusitasi yang lebih kompleks
o Persiapan untuk terapi definitif

Yang harus dilakukan oleh seorang paramedis adalah :


o Menjaga airway dan breathing
o Kontrol perdarahan dan syok
o Imobilisasi penderita
o Pengiriman kerumah sakit terdekat yang cocok.

Tahap rumah sakit


Dalam keadaan dimana penderita trauma yang dibawa ke rumah sakit
tanpa persiapan pada pra rumah sakit maka sebaiknya evakuasi dari

6
kendaraan ke brankar dilakukan oleh petugas rumah sakit dengan
berhati-hati. Selalu harus diperhatikan control servikal dan ingat
prinsip Do No Further Harm.

b. Triase
Triase adalah tindakan untuk mengelompokkan penderita berdasar pada
beratnya cedera yang diprioritaskan berdasarkan ada tidaknya gangguan
pada A (Airway), B (Breathing) dan C (Circulation). Triase adalah cara
pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang
tersedia.
Penderita yang mengalami gangguan jalan nafas (airway) harus
mendapatkan prioritas penanganan pertama mengingat adanya gangguan
jalan nafas adalah penyebab tercepat kematian pada penderita. Triase juga
mencakup pengertian mengatur rujukan sedemikian rupa sehingga
penderita mendapatkan tempat perawatan yang semestinya
Pada umumnya kita akan melakukan triase, tidak peduli penderita hanya
satu atau banyak.
Bila satu penderita, akan mencari masalah penderita (selection of
problems)
Bila banyak penderita, akan mencari penderita yang paling bermasalah.
Pemilahan akan didasarkan pada keadaan ABC (Airway, Breathing,
Circulation).

Dua jenis keadaan triase yang dapat terjadi :


1) Multiple Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan
rumah sakit. Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi
trauma akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.
2) Mass Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah
sakit. Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar dan
membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit akan
mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.

Pemberian label kondisi pasien pada musibah massal :


Label hijau
Penderita tidak luka. Ditempatkan di ruang tunggu untuk dipulangkan.
Label kuning
Penderita hanya luka ringan. Ditempatkan di kamar bedah minor UGD.

7
Label merah
Penderita dengan cedera berat. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD
dan disiapkan dipindahkan ke kamar operasi mayor UGD apabila
sewaktu-waktu akan dilakukan operasi.

Label biru
Penderita dalam keadaan berat terancam jiwanya. Ditempatkan di ruang
resusitasi UGD disiapkan untuk masuk intensive care unit atau masuk
kamar operasi.
Label hitam
Penderita sudah meninggal. Ditempatkan di kamar jenazah.

8
Gambar 1. Alur Skema Triase

c. Survey primer
Survey primer atau primary survey adalah pemeriksaan secara cepat fungsi
vital pada penderita dengan cedera berat dengan prioritas pada ABCD, fase
ini harus dikerjakan dalam waktu singkat dan kegawatan pada penderita
sudah harus dapat ditegakkan pada fase ini. Pada tahap ini harus dicari
keadaan yang mengancam nyawa, tetapi sebelum memegang penderita

9
trauma selalu harus proteksi diri terlebih dahulu untuk menghindari
tertular penyakit seperti Hepatitis dan AIDS.
Alat proteksi diri sebaiknya :
Sarung tangan
Kaca mata, terutama apabila penderita menyemburkan darah
Apron, melindungi pakaian sendiri
Sepatu

Tindakan resusitasi untuk menyelamatkan harus segera dikerjakan apabila


dijumpai kegawatan pada survey primer meliputi penilaian A (Airway), B
(Breathing), C (Circullation), D (Disability), E (Exposure/Environment):
Airway dengan kontrol servikal
1) Penilaian
a. Mengenal patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi)
b. Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
2) Pengelolaan airway
a. Lakukan chin lift dan/atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-
line immobilisasi

Gambar 2. Teknik chin lift dan jaw thrust

b. Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan


alat yang rigid
c. - Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal
- Pasang airway definitif sesuai indikasi (lihat tabel 1)

3) Fiksasi leher
4) Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap
penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau

10
perlukaan diatas klavikula. Bila perlu gunakan collar neck untuk
memfiksasi leher.

Gambar 3. Pemasangan collar neck

5) Evaluasi

Tabel 1. Indikasi airway definitif


Kebutuhan untuk
Kebutuhan untuk ventilasi
perlindungan airway
Tidak sadar Apnea
Paralisis neuromuskular
Tidak sadar
Fraktur maksilofasial Usaha nafas yang tidak adekuat
Takipnea
Hipoksia
Hiperkarbia
Sianosis
Bahaya aspirasi Cedera kepala tertutup berat yang
Perdarahan membutuhkan hiperventilasi singkat,
Muntah-muntah bila terjadi penurunan keadaan
neurologis
Bahaya sumbatan
Hematoma leher
Cedera laring, trakea
Stridor

Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi


1) Penilaian
a. Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan
kontrol servikal in-line immobilisasi
b. Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
c. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali
kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris
atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera
lainnya
d. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
e. Auskultasi thoraks bilateral

11
2) Pengelolaan
a. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi (nonrebreather mask 11-12
liter/menit)
b. Ventilasi dengan Bag Valve Mask
c. Menghilangkan tension pneumothorax
d. Menutup open pneumothorax
e. Memasang pulse oxymeter
f. Evaluasi
Circulation dengan kontrol perdarahan
1) Penilaian
a. Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
b. Mengetahui sumber perdarahan internal
c. Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus.
Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan
pertanda diperlukannya resusitasi masif segera.
d. Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
e. Periksa tekanan darah
2) Pengelolaan
a. Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
b. Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah
serta konsultasi pada ahli bedah
c. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil
sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan
(pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-match serta
Analisis Gas Darah (BGA).
d. Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan
cepat.
e. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada
pasien-pasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa.
f. Cegah hipotermia
3) Evaluasi

Dissability
1) Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS
2) Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi
tanda-tanda lateralisasi
3) Evaluasi dan Re-evaluasi airway, oksigenasi, ventilasi dan
circulation.

Exposure/Environment
1) Buka pakaian penderita

12
2) Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan
yang cukup hangat.

d. Resusitasi
1) Re-evaluasi ABCDE
2) Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada
dewasa dan 20 mL/kg pada anak dengan tetesan cepat (lihat tabel 2)
3) Evaluasi resusitasi cairan
Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal (lihat tabel
3 dan tabel 4)
Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin )
serta awasi tanda-tanda syok
4) Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian
cairan awal.
Respon cepat
o Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance
o Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau
pemberian darah
o Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan
o Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif
mungkin masih diperlukan
Respon Sementara
o Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian
darah
o Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif
o Konsultasikan pada ahli bedah (lihat tabel 5)
Tanpa respon
o Konsultasikan pada ahli bedah
o Perlu tindakan operatif sangat segera
o Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade
jantung atau kontusio miokard
o Pemasangan CVP dapat membedakan keduanya (lihat tabel 6)

Tabel 2. Perkiraan kehilangan cairan dan darah


KELAS I KELAS II KELAS III KELAS IV
(Terkompensasi) (Ringan) (Sedang) (Berat)
15% <30% 30% <40% >40%
Kehilangan < 15%
(10001500 (1500 2000 (2000 ml atau
darah (750 1000 ml)
ml) ml) lebih)
Takikardi Takikardi Takikardi
Frekuensi Normal
(>100 (>120 (>140
nadi (<100 kali/menit)
kali/menit) kali/menit) kali/menit)

13
Penurunan
yang nyata Penurunan
Normal; Perubahan (tekanan darah yang nyata
vasokonstriksi ortostatik pada siastol <90 mm (tekanan darah
aliran darah, tekanan darah; Hg); siastol <80 mm
Tekanan
terlihat vasokonstriksi vasokonstrikisi Hg); penurunan
darah
peningkatan intensif pada menurunkan perfusi
ringan pada organ yang perfusi ke mempengaruhi
tekanan diastol kurang vital ginjal, otak dan
pankreas, hati, jantung
dan limpa
Takipnea yang
Peningkatan Takipnea nyata;
Normal
ringan sedang respiratory
Respirasi (14 20
(20 30 kali (30 40 kali collapse
kali/menit)
per/menit) per/menit) (>35
kali/menit)
>2 detik; kulit Biasanya >3 >3 detik;
Capillary Normal
lembab dan detik; dingin, dingin, mottled
refill time (<2 detik)
basah kulit pucat skin
Tidak ada
Ada di keempat Tidak ada (ileus paralitik,
Bising usus Hipoaktif
kuadran (ileus paralitik) nekrosis
mukosa)
Jumlah Tidak ada
>30 ml/jam 20 30 ml/jam <20 ml/jam
urin (anuria)
Status Normal atau Cemas, Bingung, lesu
Agak cemas
mental sedikit cemas bingung (lethargic)

14
Tabel 3. Penilaian awal dan pengelolaan syok
Penilaian
Kondisi Pengelolaan
(Pemeriksaan Fisik)
Deviasi trakeal Needle decompression
Tension Distensi vena leher Tube thoracostomy
pneumothorax Hipersonor
Bising nafas (-)
Deviasi trakeal Venous access
Massive Vena leher kolaps Perbaikan volume
hemothorax Perkusi : dullness Konsultasi bedah
Bising nafas (-) Tube thoracostomy
Distensi vena leher Pericardiocentesis
Bunyi jantung jauh Venous access
Cardiac
Ultrasound Perbaikan volume
tamponade
Pericardiotomy
Thoracotomy
Distensi abdomen Venous access
Uterine lift, bila hamil Perbaikan Volume
Perdarahan
DPL/ultrasonography Konsultasi bedah
intraabdominal
Jauhkan uterus dari vena
cava
Kenali sumber perdarahan Kontrol perdarahan
Perdarahan luar Direct pressure
Bidai / splints

Tabel 4. Penilaian awal dan pengelolaan syok


Kondisi Image findings Significance Intervensi
Fraktur Pelvic x-ray Kehilangan darah Perbaikan volume
pelvis Fraktur ramus kurang dibanding Mungkin transfusi
pubic jenis lain Hindari manipulasi
Mekanisme kompresi berlebih
lateral
Open book Pelvic volume 9 Perbaikan volume
Mungkin transfusi
Pelvic volume
Rotasi internal
panggul
PASG
Vertical shear External fixator
Sumber perdarahan Angiography
banyak Traksi Skeletal
Konsultasi Ortopedi
Cedera organ CT scan Potensial kehilangan Perbaikan Volume
dalam Perdarahan darah Mungkin Transfusi
intraabdominal Hanya dilakukan bila Konsultasi Bedah
hemodinamik stabil

15
Tabel 5. Transient responder
Pemeriksaan
Etiologi Pemeriksaan Fisik Diagnostik Intervensi
Tambahan
Dugaan jumlah Distensi abdomen DPL atau Konsultasi
perdarahan Fraktur pelvis ultrasonografi bedah
kurang atau Perdarahan luar Perbaikan
perdarahan volume
berlanjut Mungkin
tranfusi
Pasang bidai
Nonhemorrhagic Distensi vena Periocardiocentesis Reevaluasi
Cardiac leher toraks
tamponade Bunyi jantung Dekompresi
jauh jarum
Ultrasound Tube
Bising nafas thoracostomy
normal
Deviasi trakeal
Recurrent / Distensi vena
persistent leher
tension Hipersonor
pneumothorax Bising nafas (-)

Tabel 6. Non responder


Pemeriksaan
Pemeriksaan
Etiologi Diagnostik Intervensi
Fisik
Tambahan
Massive blood loss Distensi DPL / USG Intervensi segera
(class III atau IV) abdomen (ahli bedah)
Intraabdominal Perbaikan
bleeding volume
Resusitasi
operatif
Nonhemorrhagic Distensi vena Chest
Tension leher decompresion
pneumothorax Trakea (needl
tergeser thoracocentesis
Suara nafas diteruskan
menghilang dengan tube
hipersonor thoracostomy)
Mungkin
diperlukan
penggunaan
monitoring
invasif
Nonhemorrhagic Distensi vena Pericardiocentesis Nilai ulang
Cardiac leher ABCDE
tamponade Bunyi jantung Nilai ulang

16
jauh jantung
Ultrasound Pericardiocente
Bising nafas sis
normal
Cedera tumpul Nadi tidak EKG : kelainan Persiapan ok
jantung teratur iskemik Invasive
Perfusi jelek Transesophageal monitoring
echocardiography Inotropic
Ultrasonography support
(pericardial) Pertimbangkan
operasi

e. Tambahan pada survey primer dan resusitasi


1) Pasang EKG
Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole harus
dicurigai adanya hipoksia dan hipoperfusi
Hipotermia dapat menampakkan gambaran disritmia
2) Pasang kateter uretra
Kecurigaan adanya ruptur uretra merupakan kontra indikasi
pemasangan kateter urine
Bila terdapat kesulitan pemasangan kateter karena striktur uretra
atau BPH, jangan dilakukan manipulasi atau instrumentasi, segera
konsultasikan pada bagian bedah
Ambil sampel urine untuk pemeriksaan urine rutine
Produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai
perfusi ginjal dan hemodinamik penderita
Output urine normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1
ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi
3) Pasang kateter lambung
Bila terdapat kecurigaan fraktur basis kranii atau trauma
maksilofacial yang merupakan kontraindikasi pemasangan
nasogastric tube, gunakan orogastric tube.
Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung,
karena bahaya aspirasi bila pasien muntah.

4) Monitoring hasil resusitasi dan laboratorium


Monitoring didasarkan atas penemuan klinis; nadi, laju nafas, tekanan
darah, Analisis Gas Darah (BGA), suhu tubuh dan output urine dan
pemeriksaan laboratorium darah.
5) Pemeriksaan foto rotgen dan atau FAST

17
Segera lakukan foto thoraks, pelvis dan servikal lateral,
menggunakan mesin x-ray portabel dan atau FAST bila terdapat
kecurigaan trauma abdomen.
Pemeriksaan foto rontgen harus selektif dan jangan sampai
menghambat proses resusitasi. Bila belum memungkinkan, dapat
dilakukan pada saat survey sekunder.
Pada wanita hamil, foto rontgen yang mutlak diperlukan, tetap
harus dilakukan.

f. Survey sekunder
1) Anamnesis
Anamnesis yang harus diingat :
A : Alergi
M : Mekanisme dan sebab trauma
M : Medikasi (obat yang sedang diminum saat ini)
P : Past illness
L : Last meal (makan minum terakhir)
E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan
2) Pemeriksaan fisik (lihat tabel 7)

Tabel 7. Pemeriksaan fisik pada survey sekunder


Hal yang Identifikasi / Konfirmasi
Penilaian Penemuan Klinis
Dinilai Tentukan Dengan
Tingkat Beratnya Skor GCS 8, cedera kepala CT Scan
kesadaran trauma berat Ulangi tanpa
kapitis 9 12, cedera relaksasi otot
kepala sedang
13 15, cedera
kepala ringan
Pupil Jenis cedera Ukuran Mass effect CT Scan
kepala Bentuk Diffuse axional
Luka pada Reaksi injury
mata Perlukaan mata
Kepala Luka pada Inspeksi Luka kulit kepala CT Scan
kulit kepala adanya luka Frakatur impresi
Fraktur dan fraktur Fraktur basis
tulang Palpasi
tengkorak adanya
fraktur
Maksilofasial Luka Inspeksi : Cedera jaringan CT Scan
jaringan deformitas lunak tulang wajah
lunak Maloklusi
Fraktur Palpasi :
krepitus
Leher Cedera Inspeksi Deformitas faring Foto servikal
pada faring Palpasi Emfisema Angiografi/dop
Fraktur Auskultasi subkutan pler
servikal Murmur Esofagoskopi

18
Kerusakan Tembusnya Laringoskopi
vaskular platisma
Cedera Nyeri, nyeri
esofagus tekan C spine
Gangguan
neurologis
Toraks Perlukaan Inspeksi Jejas, deformitas Foto toraks
dinding Palpasi gerakan CT Scan
toraks Auskultasi Parakosal Angiografi
Emfisema Nyeri tekan dada, Bronkoskopi
subkutan krepitus Tube
Pneumo / Bising nafas torakostomi
hematotora berkurang Perikardiosinte
ks Bunyi jantung sis
Cedera jauh USG
bronkus Krepitasi transesofagus
Kontusio mediastinum
paru Nyeri punggung
Kerusakan hebat
aorta
torakalis
Abdomen / Perlukaan Inspeksi Nyeri, nyeri DPL
pinggang dinding Palpasi tekan abdomen FAST
abdomen Auskultasi Iritasi peritoneal CT Scan
Cedera Tentukan Cedera organ Laparotomi
intraperiton arah viseral Foto dengan
eal penetrasi Cedera kontras
Cedera retroperitoneal Angiografi
retroperiton
eal
Pelvis Cedera Palpasi Cedera Foto pelvis
genitourina simfisis genitourinarius Urogram
rius pubis untuk (hematuria) Uretrogram
Fraktur pelebaran Fraktur pelvis Sistogram
pelvis Nyeri tekan Perlukaan IVP
tulang pelvis perineum, CT Scan
Tentukan rektum, vagina dengan kontras
instabilitas
pelvis
(hanya satu
kali)
Inspeksi
perineum
Pemeriksaan
rektum /
vagina
Medula Trauma Pemeriksaan Mass effect Foto polos
spinalis kapitis motorik unilateral MRI
Trauma Pemeriksaan Tetraparesis
medulla sensorik paraperesis
spinalis Cedera radiks
Trauma saraf
saraf
perifer
Kolumna Fraktur Respon Fraktur atau Foto polos
vertebralis Instabilitas verbal dislokasi CT Scan

19
kolumna terhadap
vertebralis nyeri, tanda
Kerusakan lateralisasi
saraf Nyeri tekan
Deformitas
Ekstremitas Cedera Inspeksi Jejas, Foto rontgen
jaringan Palpasi pembengkakan, Doppler
lunak pucat Pengukuran
Fraktur Mal-alignment tekanan
Kerusakan Nyeri, nyeri kompartemen
sendi tekan, krepitasi Angiografi
Defisit Pulsasi hilang /
neurovasku berkurang
ler Kompartemen
Defisit neurologis

g. Tambahan pada survey sekunder


1) Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita
dengan teliti dan pastikan hemodinamik stabil
2) Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena
pemeriksaan tambahan biasanya dilakukan di ruangan lain
3) Pemeriksaan tambahan yang biasanya diperlukan :
CT scan kepala, abdomen
USG abdomen, transoesofagus
Foto ekstremitas
Foto vertebra tambahan
Urografi dengan kontras

h. Re-evaluasi penderita
1) Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan melaporkan
setiap perubahan pada kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi.
2) Monitoring tanda-tanda vital dan jumlah urin
3) Pemakaian analgetik yang tepat diperbolehkan

i. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik


1) Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien
karena keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang
masih memungkinkan untuk dirujuk.
2) Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan dan kebutuhan penderita
selama perjalanan serta komunikasikan dengan dokter pada pusat
rujukan yang dituju.

3. Fraktur dan penanganannya.


a. Pengertian Faktur

20
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress
pada tulang yang berlebihan. Dalam pengertian lain fraktur adalah patah
tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap
atau tidak lengkap.
b. Etiologi
Etiologi fraktur diantaranya :
1) Trauma
a) Trauma langsung yaitu benturan pada tulang mengakibatkan fraktur
ditempat tersebut.
b) Trauma tidak langsung, titik tumpu benturan dengan terjadinya
fraktur berjauhan.
2) Fraktur Patologis
Fraktur disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis,
kanker tulang dan lain-lain.
3) Degenerasi
Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri misalnya pada
usia lanjut.
4) Spontan
Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
c. Manifestasi Klinis
Nyeri lokal
Pembengkakan
Eritema
Peningkatan suhu
Pergerakan abnormal
d. Klasifikasi / Jenis
1) Fraktur komplet
Fraktur / patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran dari posisi normal.
2) Fraktur tidak komplet

21
Fraktur / patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah
tulang.
3) Fraktur tertutup
Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, sehingga fragmen
fraktur tidak menembus jaringan kulit.
4) Fraktur terbuka
Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur (fragmen
frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa
menimbulkan infeksi pada tempat fraktur (terkontaminasi oleh benda
asing).
a) Grade I : Luka bersih, panjang
b) Grade II : Luka lebih besar / luas tanpa kerusakan
jaringan lunak yang ekstensif
c) Grade III : Sangat terkontaminasi dan mengalami
kerusakan jaringan lunak yang ekstensif, merupakan
yang paling berat.
5) Jenis khusus fraktur
a) Greenstick
Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi lainnya
membengkok.
b) Tranversal
Fraktur sepanjang garis tengah tulang.
c) Oblik
Fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
d) Spiral
Fraktur memuntir seputar batang tulang.
e) Kominutif
Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
f) Depresi
Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi
pada tulang tengkorak dan tulang wajah).
g) Kompresi

22
Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang).
h) Patologik
Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang,
penyakit pegel, tumor).
i) Avulsi
Tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada
perlekatannya
j) Epifiseal
Fraktur yang melalui epifisis.
k) Impaksi
Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang
lainnya.
6) Menurut penyebab terjadinya
a) Faktur traumatik
Direct atau indirect
b) Fraktur fatik atau stress
Kerusakan tulang karena kelemahan yang terjadi sudah berulang-
ulang ada tekanan berlebihan yang tidak lazim.
c) Trauma berulang, kronis, misalnya fraktur fibula pada olahragawan
d) Fraktur patologis
Karena adanya penyakit lokal pada tulang, maka benturan yang
ringan saja pada bagian tersebut sudah dapat menyebabkan fraktur,
contohnya pada penderita osteoporosis.
7) Menurut hubungan dengan jaringan ikat sekitarnya
a) Fraktur tertutup / closed / fraktur simpleks
Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar, atau patahan tulang tidak mempunyai hubungan dengan udara
terbuka.
b) Fraktur terbuka / open
Bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
karena adanya perlukaan di kulit. Kulit robek dapat berasal dari

23
dalam karena fragmen tulang yang menembus kulit atau karena
kekerasan yang berlangsung dari luar.
c) Fraktur komplikasi
Kerusakan pembuluh darah, saraf, organ visera dan persendian juga
ikut terkena. Fraktur seperti ini dapat berbentuk fraktur tertutup
atau fraktur terbuka. Contohnya fraktur pelvis tertutup dengan
rupture vesica urinaria, fraktur costa dengan luka pada paru-paru,
fraktur corpus humerus dengan paralisis nervus radialis dan
sebagainya.
8) Menurut bentuk
a) Fraktur komplet
Garis fraktur membagi tulang menjadi 2 fragmen atau lebih. Garis
fraktur bisa transversal, oblique, spiral.
b) Fraktur inkomplet
c) Fraktur kominutif
d) Fraktur kompresi / crush fracture
e. Proses Penyembuhan Tulang
1) Stadium Pembentukan Hematoma
Hematoma terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh darah
yang rusak, hematoma dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum
dan otot) terjadi 1 2 x 24 jam.
2) Stadium proliferasi
Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periostcum, disekitar lokasi
fraktur sel-sel ini menjadi precursor osteoblast dan aktif tumbuh
kearah fragmen tulang. Proliferasi juga terjadi dijaringan sumsum
tulang, terjadi setelah hari kedua kecelakaan terjadi.
3) Stadium pembentukan kallus
Osteoblast membentuk tulang lunak / kallus memberikan regiditas
pada fraktur, massa kalus terlihat pada x-ray yang menunjukkan
fraktur telah menyatu. Terjadi setelah 6 10 hari setelah kecelakaan
terjadi.
4) Stadium konsolidasi

24
Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah
menyatu, secara bertahap-tahap menjadi tulang matur. Terjadi pada
minggu ke 3 10 setelah kecelakaan.
5) Stadium remodelling
Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada kondisi lokasi
eks fraktur. Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklas. Terjadi
pada 6 -8 bulan.

f. Konsep Dasar Penanganan Faktur


Ada empat konsep dasar dalam menangani fraktur, yaitu :
1) Rekognisi
Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur.
Prinsipnya adalah mengetahui riwayat kecelakaan, derajat
keparahannya, jenis kekuatan yang berperan dan deskripsi tentang
peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri.
2) Reduksi
Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen seperti
letak asalnya. Tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif di dalam
ruang gawat darurat atau ruang bidai gips. Untuk mengurangi nyeri
selama tindakan, penderita dapat diberi narkotika IV, sedatif atau blok
saraf lokal.
3) Retensi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi eksterna meliputi gips, bidai, traksi dan teknik
fiksator eksterna.
4) Rehabilitasi
Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula
dengan cara melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin
sesuai dengan kemampuan klien. Latihan isometric dan setting otot.

25
Diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah.

g. Komplikasi

Komplikasi fraktur dapat dibagi menjadi :


1) Komplikasi Dini
a) Nekrosis kulit
b) Osteomielitis
c) Sindroma kompartemen
d) Emboli lemak
e) Tetanus
2) Komplikasi Lanjut
a) Kelakuan sendi
b) Penyembuhan fraktur yang abnormal seperti delayed union, mal
union dan non union
c) Osteomielitis kronis
d) Oteoporosis pasca trauma
e) Ruptur tendon

4. Jenis-jenis luka.
b. Berdasarkan kategori
1) Luka Accidental
Adalah cedera yang tidak disengaja, seperti akibat terkena pisau, luka
tembak, luka bakar. Tepi luka bergerigi, berdarah dan tidak steril.
2) Luka Bedah
Merupakan terapi yang direncanakan, seperti insisi bedah, needle
introduction. Tepi luka bersih, perdarahan terkontrol, dikendalikan
dengan asepsis bedah.
c. Berdasarkan integritas kulit
1) Luka terbuka

26
Kerusakan melibatkan kulit atau membran mukosa, kemungkinan
perdarahan disertai kerusakan jaringan dan memiliki risiko infeksi.
2) Luka tertutup
Tidak terjadi kerusakan pada integritas kulit, tetapi terdapat kerusakan
jaringan lunak serta mungkin terjadi cedera internal dan perdarahan.
d. Berdasarkan descriptors
1) Aberasi
Luka akibat gesekan kulit, hanya pada bagian superficial, terjadi
akibat prosedur dermatologik untuk pengangkatan jaringan skar.
2) Puncture
Trauma penetrasi yang terjadi secara disengaja atau tidak disengaja
oleh akibat alat-alat yang tajam yang menusuk kulit dan jaringan di
bawah kulit.
3) Laserasi
Tepi luka kasar disertai sobekan jaringan, objek mungkin
terkontaminasi dan terdapat risiko infeksi.
4) Kontusio
Luka tertutup, terjadi perdarahan di bawah jaringan akibat pukulan
tumpul, terdapat memar.
e. Berdasarkan penyebab
1) Luka pembedahan atau bukan pembedahan
2) Akut atau kronik
f. Kedalaman jaringan yang terlibat
1) Superficial
Hanya mencapai jaringan epidermis
2) Partial thickness
Luka yang meluas sampai ke dalam dermis
3) Full thickness
Lapisan yang paling dalam dari jaringan yang destruksi. Melibatkan
jaringan subkutan dan kadang-kadang meluas sampai ke fascia dan
struktur yang dibawahnya seperti otot, tendon atau tulang.
g. Berdasarkan tingkat kontaminasi

27
1) Clean wounds (luka bersih)
Luka bedah takterinfeksi namun tidak terjadi proses peradangan
(inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital
dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka
yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal;
Jackson Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% -
5%.
2) Clean-contamined wounds (luka bersih terkontaminasi)
Luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau
perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi,
kemungkinan timbulnya infeksiluka adalah 3% - 11%.
3) Contamined wounds (luka terkontaminasi)
Termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi
dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari
saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi
nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
4) Dirty or infected wounds (luka kotor atau infeksi)
Terdapatnya mikroorganisme pada luka.
h. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
1) Stadium I : luka superfisial (non-blanching erithema)
Luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
2) Stadium II : Luka partial thickness
Hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari
dermis. Merupakan luka superfisial dan adanya tanda klinis seperti
abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
3) Stadium III : Luka full thickness
Hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan
subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati
jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis,
dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis
sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan
sekitarnya.

28
4) Stadium IV
Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
i. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
1) Luka akut
Luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan
yang telah disepakati.
2) Luka kronis
Luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat
disebabkan karena faktor eksogen dan endogen.

Step 5

1. Triage Emergency Sign (untuk di UGD dan Bencana Alam)


2. Jenis-jenis luka dan penanganannya
3. Komplikasi perdarahan
4. Jenis-jenis fraktur
5. Komplikasi pada patah tulang (fraktur)
6. Penatalaksanaan awal pada fraktur

Step 6

Step 7

1. Triage adalah pengelompokan korban/pasien berdasarkan berat ringannya


trauma atau penyakit serta kecepatan penanganan atau pemindahan. Tujuan
utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Tujuan
kedua adalah untuk memprioritaskan pasien menurut keakutannya.
Pengkatagorian mungkin ditentukan sewaktu-waktu. Jika ragu, pilih prioritas
yang lebih tinggi untuk menghindari penurunan triage.
Macam-macam korban :
Korban masal : lebih dari 1 orang harus ditolong lebih dari 1 penolong,
bukan bencana
Korban bencana : korban lebih besar dari korban masal

29
Dalam triage ada 5 golongan
Golongan I (Label Hijau) :
Penderita tidak luka / menderita gangguan jiwa sehingga tidak memerlukan
tindakan bedah.
Golongan II (Label Kuning) :
Penderita dengan luka ringan dan memerlukan tindakan bedah minor.
Golongan III (Label Merah) :
Penderita keadaan luka berat / syok.
Golongan IV (Label Biru) :
Penderita dengan luka berat tetapi sulit ditolong
Golongan V (Label Hitam) :
Penderita meninggal dunia

Prinsip-prinsip triage :Time Saving is Life Saving (respon time diusahakan


sependek mungkin), The Right Patient, to The Right Place at The Right Time
serta melakukan yang terbaik untuk jumlah terbanyak dengan seleksi korban
berdasarkan :
Ancaman jiwa mematikan dalam hitungan menit
Dapat mati dalam hitungan jam
Trauma ringan
Sudah meninggal
Dari yang hidup dibuat prioritas
Prioritas : penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan
dan pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul
Tingkat prioritas :
Prioritas I (prioritas tertinggi) warna merah untuk berat dan biru untuk
sangat berat. Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan
tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan hidup yang besar.
Penanganan dan pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada
jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan nafas,
tension pneumothorak, syok hemoragik, luka terpotong pada tangan
dan kaki, combutio (luka bakar) tingkat II dan III > 25%
Prioritas II (medium) warna kuning. Potensial mengancam nyawa atau
fungsi vital bila tidak segera ditangani dalam jangka waktu singkat.

30
Penanganan dan pemindahan bersifat jangan terlambat. Contoh: patah
tulang besar, combutio (luka bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma
thorak/abdomen, laserasi luas, trauma bola mata.
Prioritas III(rendah) warna hijau. Perlu penanganan seperti pelayanan
biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat
terakhir. Contoh luka superficial, luka-luka ringan
Prioritas 0 warna Hitam. Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka
sangat parah. Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti jantung kritis,
trauma kepala kritis.

Sistem Triage
Sistem triage ada 2 yaitu :
1. Non Disaster
Untuk menyediakan perawatan sebaik mungkin bagi setiap individu pasien
2. Disaster
Untuk menyediakan perawatan yang lebih efektif untuk pasien dalam
jumlah banyak

Tipe-tipe Triage di Rumah Sakit


1. Type 1 : Traffic Director or Non Nurse
a. Hampir sebagian besar berdasarkan system triage
b. Dilakukan oleh petugas yang tak berijasah
c. Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa sakitnya
d. Tidak ada dokumentasi
e. Tidak menggunakan protocol

2. Type 2 : Cek Triage Cepat


a. Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat beregristrasi
atau dokter
b. Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan utama
c. Evaluasi terbatas
d. Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau cedera
mendapat perawatan pertama

3. Type 3 : Comprehensive Triage


a. Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan
berpengalaman

31
b. 4 sampai 5 sistem katagori
c. Sesuai protokol

Penilaian dalam triage


Primary survey (A,B,C) untuk menghasilkan prioritas I dan seterusnya
Secondary survey (Head to Toe) untuk menghasilkan prioritas I, II, III,0
dan selanjutnya
Monitoring korban akan kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan
pada A, B, C, derajat kesadaran dan tanda vital lainnya.
Perubahan prioritas karena perubahan kondisi korban
Perencanaan triage
Persiapan sebelum bencana
Pengorganisasian personal (bentuk tim triage)
Pengorganisasian ruang/tempat
Pengorganisasian sarana/peralatan
Pengorganisasian suplai
pelatihan
komunikasi
Dokumentasi/rekam medis triage
Informasi dasar : nama, umur, jenis kelamin, cedera, penyebab cedera,
pertolongan pertama yang telah diberikan
Tanda-tanda vital : tensi, nadi, respirasi, kesadaran
Diagnosis singkat tapi lengkap
Kategori triage
Urutan tindakan preoperatif secara lengkap
Perhatian :
Jika fasilitas kurang memadai maka lebih diutamakan yang potensial
selamat. Contoh : jika korban label merah lebih potensial selamat maka
label biru dapat berubah menjadi label hitam
Dalam keadaan bencana, lebih baik memberi bantuan lebih daripada
kurang
Pikirkan kemungkinan yang paling buruk sehingga dapat mempersiapkan
lebih baik.

32
Gambar skema triage lapangan :

33
Gambar Skema Triage Rumah Sakit

2. Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan yang secara


spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang.
Adapun efek dari timbulnya luka sebagai berikut:
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
Jenis-jenis luka dan proses terjadinya:
1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang

34
tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya
tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan
dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan
bengkak.
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda
lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru
atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh
kaca atau oleh kawat.
6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh
biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian
ujung biasanya lukanya akan melebar.
7. Luka Bakar (Combustio)
Derajat Kontaminasi terhadap luka sebagai berikut:
1. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana
tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,
pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya
menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase
tertutup (misal; Jackson Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar
1% 5%.
2. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan
dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan
timbulnya infeksi luka adalah 3% 11%.
3. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh,
luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik
aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk
insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% 17%.
4. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.

35
Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, dibagi menjadi :
Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang
terjadi pada lapisan epidermis kulit.
Stadium II : Luka Partial Thickness : yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan
adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
Stadium III : Luka Full Thickness : yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai
bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai
pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka
timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa
merusak jaringan sekitarnya.
Stadium IV : Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon
dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
Menurut waktu penyembuhan luka dibagi menjadi :
1. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
2. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.

TAHAP-TAHAP PENYEMBUHAN LUKA


Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan proses
peradangan, yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak
(swelling), kemerahan (redness), panas (heat), Nyeri (pain) dan kerusakan
fungsi (impaired function). Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase :
1. Fase Inflamasi
Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat
perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai
adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda
asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses
penyembuhan. Pada awal fase ini kerusakan pembuluh darah akan
menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi sebagai hemostasis. Platelet

36
akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan substansi
vasokonstriksi yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi.
Selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah.
Periode ini berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi
kapiler akibat stimulasi saraf sensoris (Local sensory nerve endding), local
reflex action dan adanya substansi vasodilator (histamin, bradikinin, serotonin
dan sitokin). Histamin juga menyebabkan peningkatan permeabilitas vena,
sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke
daerah luka dan secara klinis terjadi oedema jaringan dan keadaan lingkungan
tersebut menjadi asidosis.
Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan : eritema, hangat pada kulit,
oedema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.
2. Fase Proliferatif
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan
menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas
sangat besar pada proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan
menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses
reonstruksi jaringan.
Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas
sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang.
Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke
dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta
mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid,
fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun (rekontruksi)
jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal
bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya
substrat oleh fibroblas, memberikan pertanda bahwa makrofag, pembuluh
darah baru dan juga fibroblas sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan
luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam didalam jaringan
baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi.
Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah

37
terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth
faktor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.
3. Fase Maturasi
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai
kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah ; menyempurnakan
terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan
bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna
kemerahan dari jaringa mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan
serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut.
Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10
setelah perlukaan.
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara
kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan
akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya
produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka
akan selalu terbuka.
Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan
jaringan parut mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktifitas
normal. Meskipun proses penyembuhanluka sama bagi setiap penderita,
namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung pada kondisi
biologis masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda
dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi,
diserta penyakit sistemik (diabetes mielitus).
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA
1. Usia
Semakin tua seseorang maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan
jaringan
2. Infeksi
Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga
menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan
menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka.
3. Hipovolemia

38
Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan
menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
4. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara
bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat
bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi
tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
5. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan
terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul
dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang
membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (Pus).
6. Iskemia
Iskemi merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah
pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi
akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor
internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
7. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula
darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan
terjadi penurunan protein-kalori tubuh.
. Pengobatan
Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh
terhadap cedera
Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri
penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka
pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.
PERAWATAN LUKA
Dressing/Pembalutan
Tujuan :
1. memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka

39
2. absorbsi drainase
3. menekan dan imobilisasi luka
4. mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis
5. mencegah luka dari kontaminasi bakteri
6. meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing
7. memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien
ALAT DAN BAHAN BALUTAN UNTUK LUKA
Bahan untuk Membersihkan Luka
Alkohol 70%
Aqueous and tincture of chlorhexidine gluconate (Hibitane)
Aqueous and tincture of benzalkonium chloride (Zephiran Cloride)
Hydrogen Peroxide
Natrium Cloride 0.9%
Bahan untuk Menutup Luka
Verband dengan berbagai ukuran
Bahan untuk mempertahankan balutan
Adhesive tapes
Bandages and binders
KOMPLIKASI DARI LUKA
a. Hematoma (Hemorrhage)
Perawat harus mengetahui lokasi insisi pada pasien, sehingga balutan dapat
diinspeksi terhadap perdarahan dalam interval 24 jam pertama setelah
pembedahan.
b. Infeksi (Wounds Sepsis)
Merupakan infeksi luka yang sering timbul akibat infeksi nosokomial di
rumah sakit. Proses peradangan biasanya muncul dalam 36 48 jam, denyut
nadi dan temperatur tubuh pasien biasanya meningkat, sel darah putih
meningkat, luka biasanya menjadi bengkak, hangat dan nyeri.
Jenis infeksi yang mungkin timbul antara lain :
Cellulitis merupakan infeksi bakteri pada jaringan
Abses, merupakan infeksi bakteri terlokalisasi yang ditandai oleh :
terkumpulnya pus (bakteri, jaringan nekrotik, Sel Darah Putih).

40
Lymphangitis, yaitu infeksi lanjutan dari selulitis atau abses yang menuju ke
sistem limphatik. Hal ini dapat diatasi dengan istirahat dan antibiotik.
c. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence adalah rusaknya luka bedah
Eviscerasi merupakan keluarnya isi dari dalam luka
d. Keloid
Merupakan jaringan ikat yang tumbuh secara berlebihan. Keloid ini biasanya
muncul tidak terduga dan tidak pada setiap orang.

3. Perdarahan dapat dibedakan menjadi dua yaitu perdarahan eksternal dan


perdarahan internal. Perdarahan eksternal adalah perdarahan yang berasal
dari luka terbuka sehingga dapat dilihat. Sedangkan perdarahan internal
adalah perdarahan yang terjadi pada luka tertutp sehingga sulit untuk di
identifikasi.
Perdarahan pada arteri dapat menyebabkan kondisi kritis, sebab darah
yang terpompa keluar dengan kecepatan melebihi rata-rata. Akibatnya,
korban akan banyak kehilangan darah.

Perdarahan eksternal, ciri perdarahan eksternal mudah untuk diketahui


karena pada jenis perdarahan ini terdapat luka terbuka yang dapat dilihat.
Terdapat beberapa jenis luka terbuka yaitu:
1. Luka Gores/ Abrasi
Bagian kulit lapisan atas terkelupas sehingga hanya sedikit kehilangan
darah
2. Laserasi
Bagian kulit yang terpotong bergerigi
3. Insisi
Kulit terpotong rata seperti potongan pisau
4. Pungsi
Cedera benda tajam yang menembus permukaan kulit
5. Avulsi
Kulit yang terpotong masih menggantung di bagian lainnya

41
6. Amputasi
Terpotongnya bagian tubuh
Perawatan untuk perdarahan eksternal, perawatan ini meliputi kontrol
perdarahan dan melindungi luka dari cedera selanjutnya. berikut adalah
langkah-langkah pertolongan pertama perdarahan eksternal:
1. Gunakan APD (Alat Pelindung Diri), minimal sarung tangan.
2. Ekspos luka dengan cara merobek atau melepaskan pakaian untuk
menemukan sumber perdarahan.
3. Beri pembalut atau kasa pada sumber perdarahan dan tekan dengan tangan
anda secara langsung (tindakan ini dapat menghentikan sebagian besar
perdarahan)
4. Jika perdarahan terjadi di sekitar lengan atau tungkai, maka tinggikan
bagian tersebut di atas tinggi jantung.
5. Agar dapat menangani cedera lain anda dapat menggunakan perban tekan
untuk menahan pembalut pada luka.
6. Jika darah masih merembes hingga kasa dan perban di penuhi darah, maka
jangan angkat perban atau pembalut tersebut. Lebih baik gunakan kasa
tambahan dan perban di ats titik tekan yang sama.
7. Jika perdarahan masih belum dapat dikontrol maka beri tekanan pada titik
tekan ( TT brakhial pada kedua lengan atas dan TT femoral dapa lipatan
paha) sambil tetap menjaga tekanan pada luka.
Untuk lebih mempermudah mengingat penanganan pada perdarahan
eksternal maka kita singkat pertolongan perdarahan eksternal dengan TET
(Tekan, Elevasi, dan Titik Tekan).

Perdarahan internal, terdapat beberapa tanda-tanda terjadinya


perdarahan internal antara lain yaitu,
1. Memar
2. Area yang terdapat nyeri tekan
3. Muntah ataupun batuk darah
4. Feses berwarna hitam atau mengandung darah merah terang

42
Perawatan yang diberikan saat terjadi perdarahan internal adalah sebagai
berikut,
1. Mengistirahatkan area yang cidera
2. Kompres bagian yang cidera denagn es atau kantung dingin
3. Tekan bagian yang cidera menggunakan perban kompresi
4. Tinggikan bagian yang cidera apabila tidak terjadi fraktur
Untuk mempermudah mengingat penanganan perdarahan internal ini
dengan singkatan RICE (Rice, Ice, Compress dan Elevasi).

4. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan


ditentukan sesuai jenis dan luasnya atau setiap retak atau patah pada tulang yang
utuh.
Fraktur adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita perhatian
masyarakat, pada arus mudik dan arus balik hari raya idulfitri tahun ini banyak
terjadi kecelakaan lalu lintas yang sangat banyak yang sebagian korbannya
mengalami fraktur. Banyak pula kejadian alam yang tidak terduga yang banyak
menyebabkan fraktur.
Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki daripada perempuan dengan umur
dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau
kecelakaan. Sedangkan pada Usila prevalensi cenderung lebih banyak terjadi pada
wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan
hormon.
Jenis-Jenis Fraktur :
1. Complete fraktur (fraktur komplet), patah pada seluruh garis tengah
tulang,luas dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi
tulang.
2. Closed frakture (simple fracture), tidak menyebabkan robeknya kulit,
integritas kulit masih utuh.
3. Open fracture (compound frakture / komplikata/ kompleks), merupakan
fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit rusak dan ujung tulang

43
menonjol sampai menembus kulit) atau membran mukosa sampai ke
patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi:
o Grade I: luka bersih dengan panjang kurang dari 1 cm.
o Grade II: luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif.
o Grade III: sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif.
4. Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok.
5. Transversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang.
6. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
7. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
8. Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
9. Depresi, fraktur dengan frakmen patahan terdorong ke dalam (sering
terjadi pada tulang tengkorak dan wajah).
10. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang).
11. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista
tulang, paget, metastasis tulang, tumor).
12. Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada
prlekatannya.
13. Epifisial, fraktur melalui epifisis.
14. Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang
lainnya.

Fraktur Tibia Proksimal


Fraktur ini disebut juga bumper fracture atau fraktur tibia plateau. Fraktur tibia
proksimal biasanya terjadi akibat trauma langsung dari arah samping lutut dengan
kaki yang masih terfiksasi ke tanah. Contohnya pada orang yang sedang berjalan
lalu ditabrak mobil dari samping, yang disebut bumper fracture.
Manifestasi Klinis

44
Luka pada daerah yang cedera membengkak dan disertai rasa sakit, kadang-
kadang ditemukan deformitas varus atau valgus pada lutut.
Penatalaksanaan
1. Nonoperatif
Untuk fraktur yang tidak mengalami dislokasi dapat ditanggulangi dengan
beberapa cara, antara lain:
a. Perban elastik (teknik Robert Jones)
b. Memasang gips (long leg plaster)
c. Traksi skeletal menurut cara Appley. Pasien tidur terlentang, pada tibia 1/3
proksimal dipasang Steinmann pin, langsung ditarik dengan beban yang
cukup (> 6 kg). Sementara dilakukan traksi, lutut pasien yang cedera dapat
digerakkan.
2. Operatif
Apabila terjadi dislokasi yang cukup lebar atau permukaan sendi tibia amblas
lebih dari 2 mm, dilakukan reduksi terbuka dan dipasang fiksasi interna
dengan butress plate dan cancellous screw.
Fraktur Antebrakial Distal
Ada empat macam fraktur yang khas:
1. Fraktur Colles
2. Fraktur Smith
3. Fraktur Galeazzi
4. Fraktur Montegia
Fraktur Colles
Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok makan (dinner fork
deformity). Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh
beserta lengan berputar ke ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka yang terfiksasi
di tanah berputar keluar (eksorotasi/supinasi).
Manifestasi Klinis
o Fraktur metafisis distal radius dengan jarak _+ 2,5 cm dari permukaan sendi
distal radius
o Dislokasi fragmen distalnya ke arah posterior/dorsal
o Subluksasi sendi radioulnar distal

45
o Avulsi prosesus stiloideus ulna.
Penatalaksanaan
Pada fraktur Colles tanpa dislokasi hanya diperlukan imobilisasi dengan
pemasangan gips sirkular di bawah siku selama 4 minggu. Bila disertai dislokasi
diperlukan tindakan reposisi tertutup. Dilakukan dorsofleksi fragmen distal, traksi
kemudian posisi tangan volar fleksi, deviasi ulna (untuk mengoreksi deviasi
radial) dan diputar ke arah pronasio (untuk mengoreksi supinasi). Imobilisasi
dilakukan selama 4 - 6 minggu.
Fraktur Smith
Fraktur Smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu
sering disebut reverse Colles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda.
Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan
volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi. Garis patahan biasanya
transversal, kadang-kadang intraartikular.
Manifestasi Klinis
Penonjolan dorsal fragmen proksimal, fragmen distal di sisi volar pergelangan,
dan deviasi ke radial (garden spade deformity).
Penatalaksanaan
Dilakukan reposisi dengan posisi tangan diletakkan dalam posisi dorsofleksi
ringan, deviasi ulnar, dan supinasi maksimal (kebalikan posisi Colles). Lalu
diimobilisasi dengan gips di atas siku selama 4 - 6 minggu.
Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi merupakan fraktur radius distal disertai dislokasi sendi radius
ulna distal. Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan badan, terjadi
pula rotasi lengan bawah dalam posisi pronasi waktu menahan berat badan yang
memberi gaya supinasi.
Manifestasi Klinis
Tampak tangan bagian distal dalam posisi angulasi ke dorsal. Pada pergelangan
tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna.
Penatalaksanaan
Dilakukan reposisi dan imobilisasi dengan gips di atas siku, posisi netral untuk
dislokasi radius ulna distal, deviasi ulnar, dan fleksi.

46
Fraktur Montegia
Fraktur Montegia merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi
sendi radius ulna proksimal. Terjadi karena trauma langsung.
Manifestasi Klinis
Terdapat 2 tipe yaitu tipe ekstensi (lebih sering) dan tipe fleksi. Pada tipe ekstensi
gaya yang terjadi mendorong ulna ke arah hiperekstensi dan pronasi. Sedangkan
pada tipe fleksi, gaya mendorong dari depan ke arah fleksi yang menyebabkan
fragmen ulna mengadakan angulasi ke posterior.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menentukan ada/tidaknya dislokasi. Lihat
kesegarisan antara kondilus medialis, kaput radius, dan pertengahan radius.
Penatalaksanaan
Dilakukan reposisi tertutup. Asisten memegang lengan atas, penolong melakukan
tarikan lengan bawah ke distal, kemudian diputar ke arah supinasi penuh. Setelah
itu, dengan jari kepala radius dicoba ditekan ke tempat semula. Imobilisasi gips
sirkuler dilakukan di atas siku dengan posisi siku fleksi 90 dan posisi lengan
bawah supinasi penuh. Bila gagal, dilakukan reposisi terbuka dengan pemasangan
fiksasi interna (plate-screw).

Fraktur Sternum
Fraktur sternum terjadi sebagai akibat trauma yang sangat keras. Biasanya fraktur
ini disertai dengan kontusio jantung.
Manifestasi Klinis
Didapatkan keluhan nyeri waktu bernapas, pernapasan dangkal, dan cepat.
Mungkin terdapat deformitas pada tempat hubungan antara manubrium sternum
dengan korpus sternum. Pada auskultasi tentukan ada atau tidaknya aritmia atau
bising jantung untuk mengetahui adanya kontusio jantung.
Penatalaksanaan
Dengan pemberian analgetik dan fisioterapi. Bila diperlukan, dapat dengan
anestesi setempat infiltrasi atau blok.
Flail Chest

47
Trauma hancur pada sternum atau iga dapat berakibat terjadinya pemisahan total
dari suatu bagian dinding dada, sehingga dinding dada tersebut bersifat lebih
mobil. Pada setiap gerakan respirasi, maka fragmen yang mobil tersebut akan
terhisap ke arah dalam. Pengembangan normal rongga pleura tidak dapat lagi
berlangsung, sehingga pertukaran gas respiratorik yang efektif sangat terbatas.
Manifestasi Klinis
Biasanya karena ada pembengkakan jaringan lunak di sekitar dan terbatasnya
gerak pengembangan dinding dada, deformitas, dan gerakan paradoksal, flail
chest yang ada akan tertutupi. Pada mulanya, penderita mampu mengadakan
kompensasi terhadap pengurangan cadangan respirasinya. Namun bila terjadi
penimbunan sekret-sekret dan penurunan daya pengembangan paru-paru akan
terjadi anoksia berat, hiperkapnea, dan akhirnya kolaps.
Penatalaksanaan
Tindakan stabilisasi yang bersifat sementara terhadap dinding dada akan sangat
menulong penderita, yaitu dengan menggunakan towl-clip traction atau dengan
menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah dengan pembedahan. Takipnea,
hipoksia, dan hiperkarbia merupakan indikasi untuk intubasi endotrakeal dan
ventilasi dengan tekanan positip.

Fraktur Humerus
Dibagi menjadi:
1. Fraktur suprakondilar humerus
2. Fraktur interkondilar humerus
3. Fraktur batang humerus
4. Fraktur kolum humerus
Fraktur Suprakondilar Humerus
Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur:
a. Tipe ekstensi. Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan
bawah dalam posisi supinasi. Hal ini akan menyebabkan fraktur pada
suprakondilar, fragmen distal humerus akan mengalami dislokasi ke anterior
dari fragmen proksimalnya.

48
b. Tipe fleksi. Trauma terjadi ketika posisi siku dalam fleksi, sedang lengan bawah
dalam posisi pronasi. Hal ini menyebabkan fragmen distal humerus mengalami
dislokasi ke posterior dari fragmen proksimalnya.
Apabila terjadi penekanan pada arteri brakialis, dapat terjadi komplikasi yang
disebut dengan iskemia Volkmanns. Timbulnya sakit, denyut arteri radialis yang
berkurang, pucat, rasa kesemutan, dan kelumpuhan merupakan tanda-tanda klinis
adanya iskemia ini (Ingat 5P: Pain, Pallor, Pulselessness, Puffyness, Paralyses).
Manifestasi Klinis
Pada tipe ekstensi posisi siku dalam posisi ekstensi. Pada tipe fleksi posisi siku
dalam posisi fleksi (semifleksi).
Penatalaksanaan
Bila pembengkakan tak hebat, dapat dicoba reposisi dalam narkosis umum.
Setelah tereposisi, posisi siku dibuat fleksi secara perlahan-lahan. Gerakan fleksi
diteruskan sampai arteri radialis mulai tak teraba. Kemudian siku diekstensikan
sedikit untuk memastikan arteri radialis teraba lagi. Dalam posisi fleksi maksimal
ini dilakukan imobilisasi dengan gips spalk (foreslab). Pascareposisi harus juga
diperiksa denyut arteri radialis untuk menghindarkan terjadi komplikasi iskemia
Volksmann.
Fraktur Interkondilar Humerus
Pada fraktur ini bentuk garis patah yang terjadi berupa bentuk huruf T atau Y
Manifestasi Klinis
Di daerah siku tampak jelas pembengkakan, kubiti varus atau kubiti valgus.
Penatalaksanaan
Permukaan sendi harus dikembalikan secara anatomis. Bila hanya konservatif,
biasanya akan timbul kekakuan sendi (ankilosis). Untuk mengatasi keadaan ini
dilakukan tindakan operasi reduksi dengan pemasangan fiksasi interna dengan
lag-screw.
Fraktur Batang Humerus
Biasanya terjadi pada penderita dewasa, terjadi karena trauma langsung yang
menyebabkan garis patah transveral atau kominutif.
Manifestasi Klinis

49
Terjadi functio laesa lengan atas yang cedera, untuk menggunakan siku harus
dibantu oleh tangan yang sehat. Bila terjadi gangguan pada nervus radialis, akan
terjadi wrist drop (drop hand).

Penatalaksanaan
Tindakan konservatif memberikan hasil yang baik karena fraktur humerus ini
sangat baik daya penyembuhannya. Imobilisasi dengan gips berupa U-slab atau
hanging cast selama 6 minggu.
Fraktur Kolum Humerus
Sering terjadi pada wanita tua karena osteoporosis. Biasanya berupa fraktur
impaksi.
Manifestasi Klinis
Sakit di daerah bahu tetapi fungsi lengan masih baik karena fraktur impaksi
merupakan fraktur yang stabil.
Penatalaksanaan
Pada fraktur impaksi tidak diperlukan reposisi, lengan yang cedera cukup
diistirahatkan dengan memakai gendongan (sling) selama 3 minggu. Bila disertai
dislokasi abduksi, dilakukan reposisi dan diimobilisasi dengan gips spica, posisi
lengan dalam abduksi posisi overhead.
Fraktur Iga
Merupakan cedera toraks terbanyak, dan komplikasi yang sering terjadi akibat
luka tembus. Fraktur iga bisa disebabkan pukulan, kontusio, atau penggilasan.
Manifestasi Klinis:
Terlihat gerak pernapasan penderita yang terbatas dan sangat nyeri pada sisi dada
yang terkena trauma, apalagi bila disuruh bernapas dalam. Usahakan mencari jejas
luka.
Pada palpasi, tentukan adanya krepitasi akibat adanya udara dalam jaringan
subkutan pada daerah dada yang sakit. Kemudian tiap tulang iga ditekan secara
lembut. Bila terdapat fraktur, akan timbul rasa nyeri yang hebat. Pada kasus yang
meragukan, dada ditekan secara lembut dengan kedua tangan pemeriksa yang
masing-masing diletakkan di bagian anterior dan posterior bagian yang sakit.

50
Biasanya timbul nyeri bila terdapat fraktur iga di daerah tersebut. Cara ini tidak
boleh dila.kukan bila terdapat tanda-tanda efusi pleura atau tanda-tanda trauma
intratorakal lainnya.
Pada perkusi dan auskultasi, tentukan posisi trakea dan jantung untuk melihat
adanya pergeseran mediastinum. Pada fraktur iga sederhana biasanya tidak
ditemukan tanda-tanda trauma intratorakal. Fraktur iga-iga atas, klavikula, atau
skapula secara tidak langsung menunjukkan trauma yang bermakna. Selain itu
cedera vaskular harus dicurigai.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Rontgen toraks harus dilakukan untuk menyingkirkan cedera toraks
lain, namun tidak perlu untuk identifikasi fraktur iga.
Penatalaksanaan
Dengan blok saraf interkostal, yaitu pemberian narkotik ataupun relaksan otot
merupakan pengobatan yang adekuat. Pada cedera yang lebih hebat, perawatan
rumah sakit diperlukan untuk menghilangkan nyeri, penanganan batuk, dan
pengisapan endotrakeal.
Fraktur Jari-jari Tangan
Ada tiga macam fraktur yang khas:
1. Baseball finger (Mallet finger)
2. Boxer fracture (street fighters fracture)
3. Fraktur Bennet
Baseball Finger
Baseball finger (Mallet finger) merupakan fraktur dari basis falang distal pada
insersio dari tendon ekstensor. Ujung jari yang dalam keadaan ekstensi tiba-tiba
fleksi pasif pada sendi interfalang distal karena trauma, sehingga terjadi avulsi
fragmen tulang basis falang distal pada insersi tendon ekstensor jari.
Manifestasi Klinis
Pasien tidak dapat melakukan gerakan ekstensi penuh pada ujung distal falang.
Ujung distal falang selalu dalam posisi fleksi pada sendi interfalang distal dan
terdapat hematoma pada dorsum sendi tersebut.
Penatalaksanaan

51
Dilakukan imobilisasi menggunakan gips atau metal splinting dengan posisi ujung
jari hiperekstensi pada sendi interfalang distal sedangkan sendi interfalang
proksimal dalam posisi sedikit fleksi (Mallet splint).
Boxer Fracture
Boxer fracture (street fighters fracture) merupakan fraktur kolum metakarpal V,
dan posisi kaput metakarpal angulasi ke volar/palmar. Terjadi pada keadaan tidak
tahan terhadap trauma langsung ketika tangan mengepal.
Penatalaksanaan
Reposisi tertutup dengan cara membuat sendi metakarpofalangeal dan interfalang
proksimal dalam keadaan fleksi 90, kaput metakarpal V didorong ke arah dorsal,
lalu imobilisasi dengan gips selama 3 minggu.
Fraktur Bennet
Fraktur Bennet merupakan fraktur dislokasi basis metakarpal I.
Manifestasi Klinis
Tampak pembengkakan di daerah karpometakarpal (CMC) I, nyeri tekan, dan
sakit ketika digerakkan.
Penatalaksanaan
Dilakukan reposisi tertutup dengan cara melakukan ekstensi dan abduksi dari ibu
jari tangan, diimobilisasi. Kadang-kadang pada keadaan yang tidak stabil, perlu
reposisi terbuka dengan kawat Kirschner atau dilakukan reposisi tertutup di bawah
C arm dan diikuti dengan asi dengan memakai wire (percutaneus pinning).
Fraktur Kompresi Tulang Belakang
Biasanya merupakan fraktur kompresi karena trauma indirek dari atas dan dari
bawah. Dapat menimbulkan fraktur stabil atau tidak stabil.
Manifestasi Klinis
Pada daerah fraktur biasanya didapatkan rasa sakit bila digerakkan dan adanya
spasme otot paravertebra. Bila kepala ditekan ke bawah terasa nyeri. Perlu
diperiksa keadaan neurologis serta kemampuan miksi dan defekasi.
Penatalaksanaan
1. Bila sederhana (stabil atau tak ada gejala neurologik):

52
a. Istirahat di tempat tidur, telentang dengan dasar keras dan posisi miring ke
kiri dan ke kanan untuk mencegah dekubitus (5 pillow nursing) selama 2
minggu.
b. Bila sakit, diberikan analgetik.
c. Pada fraktur yang stabil, kalau tak merasa sakit lagi setelah 2 minggu latih
otot-otot punggung dalam 1 -2 minggu. Dilanjutkan dengan mobilisasi;
belajar duduk, jalan, memakai brace, dan bila tak ada apa-apa pasien dapat
pulang. Pada fraktur yang tidak stabil ditunggu lebih lama 3 - 4 minggu.
2. Bila dengan kelainan neurologik:
Kelainan neurologik dapat timbul karena edema, hematomieli, kompresi dari
fraktur, dan karena luksasi tulang belakang. Kelainan dapat komplit atau
inkomplit. Kalau pada observasi keadaan neurologis memburuk, segera
dilakukan operasi dekompresi, misalnya tindakan laminektomi dan fiksasi
tulang belakang. Pada fraktur tulang belakang dengan defisit neurologis,
indikasi tindakan operatif adalah untuk stabilisasi fraktur, untuk rehabilitasi dini
(duduk, berdiri, dan berjalan). Pada fraktur tulang belakang dengan defisit
neurologis yang dilakukan tindakan konservatif (tanpa operasi), setelah 6
minggu atau fraktur kuat, dilakukan mobilisasi duduk/berdiri dengan
menggunakan external support seperti gips Bohler, gips korset, jaket Minerva,
tergantung dari tempat fraktur. Pemasangan gips korset harus meliputi
manubrium sterni, simfisis, daerah fraktur, dan di bawah ujung skapula.
Fraktur Kruris
Fraktur kruris merupakan akibat terbanyak dari kecelakaan lalu lintas.
Manifestasi Klinis
Gejala yang tampak adanya deformitas angulasi atau endo/eksorotasi. Daerah
yang patah tampak bengkak, juga ditemukan nyeri gerak dan nyeri tekan.
Penatalaksanaan
Pada fraktur tertutup dilakukan reposisi tertutup dan imobilisasi dengan gips.
Caranya pasien tidur terlentang di atas meja operasi. Kedua lutut dalam posisi
fleksi 90, sedang kedua tungkai bawah menggantung di tepi meja. Tungkai
bawah yang patah ditarik ke arah bawah. Rotasi diperbaiki. Setelah tereposisi baru
dipasang gips melingkar.

53
Ada beberapa cara pemasangan gips, yaitu:
1. Cara long leg plaster. Gips dipasang mulai dari pangkal jari kaki sampai
proksimal femur dengan sendi talokrural dalam posisi netral, sedang posisi lutut
dalam fleksi 15-20.
2. Cara Sarmiento. Pemasangan gips dimulai dari jari kaki sampai di atas sendi
talokrural dengan molding sekitar maleolus. Setelah kering segera dilanjutkan
ke atas sampai 1 inci di bawah tuberositas tibia dengan molding pada
permukaan anterior tibia. Gips dilanjutkan sampai ujung proksimal patela.
Pada fraktur terbuka dilakukan debrideman luka. Kemudian dilakukan reposisi
secara terbuka tulang yang patah, dilanjutkan dengan imobilisasi. Dapat
digunakan cara long leg plaster, hanya saja untuk fraktur terbuka dibuat jendela di
atas luka setelah beberapa hari. Dari lubang jendela ini luka dirawat sampai
sembuh. Dapat juga dengan memakai pen di luar tulang untuk fraktur terbuka
grade III (fiksasi eksterna), contohnya dengan fiksasi eksterna Judet, Roger
Anderson, Hoffman, Screw dan metil metakrilat (INOE teknik).

5. Komplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi antara lain:

A.Komplikasi Dalam Waktu Cepat


Shock Neurogenik
Pada fraktur sering terjadi nyeri yang sangat hebat terutama apabila
penanganan awal dilakukan dengan cara yang kurang benar (cara mengangkat,
pembidaian dan pengangkutan). Shock bisa juga terjadi sebagai kompensasi
jika terjadi perdarahan hebat.

Infeksi
Biasanya terjadi pada fraktur akibat trauma dan berupa fraktur terbuka.
Kerusakan jaringan lunak akan memudahkan timbulnya infeksi baik pada
jaringan lunak itu sendiri maupun sampai di jaringan tulang itu sendiri
( osteomyelitis ).

Nekrosis divaskuler

54
Jaringan nekrosis bila masuk ke pembuluh darah vaskuler akan menjadi
emboli (benda asing yang terangkut mengikuti aliran darah dari tempat
asalnya dan dapat tersangkut pada suatu tempat menyebabkan sumbatan aliran
darah.) dan dapat mengganggu system peredaran darah dibawahnya.

Cedera vaskuler dan saraf


Cedera vaskuler dan saraf pada kondisi fraktur dapat terjadi baik secara
langsung oleh trauma bersamaan dengan terjadinya fraktur, ataupun secara
tidak langsung karena tertusuk fragmen tulang atau tertekan edem disekitar
fraktur.

Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
pembebatan yang terlalu kuat.

Fat Embolism Syndrom


Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.

B.Komplikasi Dalam Waktu Lama

55
Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi (patah tulang
tidak nyambung kembali) sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk
menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.

Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion
ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena
aliran darah yang kurang.

Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang namun posisi anatominya tidak
tepat/ tidak normal, misalnya tulangnya sembuh tapi bengkok.
Malunion dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain interposisi
jaringan lunak, fraktur communited, fraktur tulang dengan vaskulerisasi
kurang baik, reposisi kurang baik, immobilisasi yang salah dan infeksi.

Luka akibat tekanan


Luka ini biasanya timbul pada fase immobilisasi,suatu keadaan tidak dapat
bergerak karena pasien tidur dengan posisi menetap dalam jangka waktu yang
lama.

Kaku sendi
Hal ini terjadi apabila sendi sendi disekitar fraktur tidak/ kurang digerakkan
sehingga terjadi perubahan synovial sendi, penyusutan kapsul, inextensibility
otot, pengendapan callus dipermukaan sendi dan timbulnya jaringan fibrous
pada ligament.

56
6. Prinsip pengobatan fraktur menurut Robert Bruce Salter :
1. Jangan merusak
2. Berdasarkan diagnosa yang akurat serta prognosisnya
3. Pilih pengobatan dengan tujuan spesifik
4. Bekerja sama dengan hukum alam
5. Pengobatan realistik dan praktis
6. Pilih pengobatan dengan pertimbangan individu
Penatalaksanaan awal fraktur selalu dipakai prinsip ATLS ( Advanced
Trauma Life Support ) artinya SELAMATKAN JIWA PASIEN, baru
ditanggulangi frakturnya. Hindari trauma yang terselubung yang fatal,
sistematis, tegas, menelusuri tanda, keluhan dan anamnesa serta kerjasama
terpadu.

Advanced Trauma Life Support (ATLS ) terdiri dua tahap berupa :


PRIMARY SURVEY
A : Airway + C spine control
B : Breathing + Ventilation supporte
C : Circulation + Hemorrhage control
D : Disability Evaluasi neorologis untuk menilai tingkat kesadaran
secara sederhana dengan metoda AVPU
A : alert (sadar)
V : respons suara
P : respons nyeri
U : Unresponsive ( tidak ada respons )
E : Exposure + Environment

SECONDARY SURVEY
Setelah keadaan umum stabil, baru dimulai penatalaksanaan fraktur.
Ancaman hidup yang mengancam berupa :
- Tension pneumothorax
- Open pneumothorax

57
- Flail chest
- Massive hemothorax
- Cardiac tamponade
- Commotio cordis
Satu hal yang paling sering dilupakan atau luput dari pemeriksaan adalah :
TRAUMA PELVIS, walaupun telah dilakukan resusitasi, masih dalam
keadaan shock, curigai keadaan ini dan lakukan TEST KOMPRESI dan
test dekompresi pelvis. Sebab trauma daerah ini perdarahan bisa 2-3 liter.

Dasar penatalaksaan adalah 4 R

RECOGNITION artinya diagnosa


REDUCTION/REPOSITION : dilakukan kedudukan fragmen fraktur
bergeser terhadap alignment.
RETAINING artinya tindakan fiksasi untuk mempertahankan kedudukan
REHABILITATION artinya untuk mengembalikan fungsi dari anggota
gerak

FRAKTUR TERTUTUP
Pada fraktur tertutup tindakannya adalah reposisi tertutup dalam
pembiusan dan difixasi / imobilisasi berupa traksi dan gips. Operasi baru
dilakukan setelah reposisi tertutup gagal.
FRAKTUR TERBUKA
Ada 3 hal yang merupakan kedaruratan atau emergency pada trauma
Orthopaedi yang memerlukan tindakan segera yaitu :
1. Fraktur terbuka
2. Fraktur tertutup dengan gangguan neurovaskuler
3. Dislokasi
Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustillo dan Anderson
Grade I : Luka bersih < dari 1 cm (biasanya luka berasal dari fragmen
tulang (from within) dengan kerusakan jaringan lunak yang minimal
Grade II : laserasi atau luka > 1 cm dengan kerusakan jaringan lunak yang

58
minimal
Grade III : Luka dengan kerusakan jaringan lunak yang luas,avulsi,
trauma pada otot dan nervus
Gustillo membagi menjadi 3
Grade IIIA : Luka dengan kerusakan jaringan lunak yang luas tapi
dengan jaringan yang masih menutupi tulang yang adekuat
Grade IIIB : Luka dengan kerusakan jaringan lunak yang luas disertai
dengan jaringan penutup tulang yang tidak adekuat (bone expose),
devaskularisasi tulang, kontaminasi luka yang luas, biasanya memerlukan
skin graft atau skin flap
Grade IIIC : Luka dengan kerusakan pada neurovaskular

Penatalaksanaan fraktur terbuka :


Golden period dalam tatalaksana fraktur terbuka adalah 6 sampai 7 jam
1. Bersihkan luka
Dengan menggunakan larutan aquades steril atau isotonik salin (NaCl 0,9
%) untuk membersihkan luka dari benda-benda asing yang mungkin
terkontaminasi dengan luka. Tekniknya dilakukan dengan cara
menyemprotkan larutan pada luka (pulsating irrigation). Hal ini lebih baik
dilakukan daripada memberikan larutan antiseptik yang bisa menyebabkan
kerusakan jaringan
2. Antibacterial
Pembeian antibakteri dilakukan sebelum, selama dan sesudah treatment
dari fraktur terbuka. Bagaimanapun pemberian antibakteri tidak akan
menjamin kemampuannya untuk melawan kuman pada fraktur terbuka,
disebabkan oleh ketidakmampuan dari antibakteri untuk mencapai tempat
infeksi karena jaringan kehilangan blood supplynya dan banyaknya
antibakteri yang dewasa ini mengalami resistensi. Untuk itu diperlukan
debridement yang adekuat dan perawatan luka yang maksimal atau
dilakukan kultur
3. Antitetanus
Semua pasien fraktur terbuka memerlukan pencegahan terhadap tetanus.

59
Jika pasien sebelumnya telah diimunisasi tetanus toxoid, dapat dilakukan
booster toxoid terhadap pasien. Jika tidak ada, atau tidak ada informasi
yang adekuat maka imunitas pasif dapat diberikan dengan menggunakan
250 units human tetanus immune globulin
4. Debridement
Adalah membuang jaringan devitalized (jaringan mati) dari tempat fraktur
baik itu kulit, subkutis, lemak, fascia, otot, dan ujung tulang. Karena
jaringan yang kehilangan supplay darahnya akan mencegah terjadinya
penyembuhan luka dan menjadi fokus infeksi. Ada baiknya di kamar
operasi juga dilakukan kultur terhadap luka
5. Tatalaksana untuk tulang yang fraktur
Jika luka pada fraktur kecil seperti pada fraktur terbuka grade I maka dapat
dilakukan tatalaksana secara tertutup (reposisi dan pemasangan gips )
dengan syarat luka sudah dibersihkan dan didebridement terlebih dahulu.
Jika terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas dan posisi dari tulang yang
tidak stabil atau disertai dengan trauma vaskular dapat dipertimbangkan
untuk ORIF (open reduction internal fixation). Sedangkan pada kerusakan
jaringan lunak yang luas disertai dengan fraktur yang komunitif (lebih dari
3 fragmen) dapat dipertimbangkan eksternal fiksasi

Fraktur tertutup dengan Gangguan Neurovaskuler COMPARTMENT


SYNDROME
Perdarahan yang timbul akibat fraktur yang tidak bisa keluar, berada
dalam kompartment otot dan menimbulkan pembengkakan sehingga
peninggian tekanan intrakompartemen. Tekanan ini menyebabkan
gangguan sirkulasi balik dan akhirnya gangguan pada arteri ke arah distal
sehingga bagian distal menjadi non vital dan nekrosis. Inilah pentingnya
pemeriksaan bagian distal /akral dari fraktur. Hal lain yang dapat
mengganggu sirkulasi adalah tertekannya arteri oleh fragmen sehingga
terjadi Ischaemia dan rasa sakit yang hebat. Dalam hal ganguan arteri,
pada Volkmanns Ischaemic Contraction perlu dilakukan eksplorasi dan
release untuk memperbaiki sirkulasinya.

60
DISLOKASI SENDI

Merupakan emergency bidang Orthopaedi yang harus reposisi dalam


jangka waktu golden period. Pembuatan X ray untuk mengetahui apa
hanya dislokasi murni atau ada fraktur, jika tercakup keduanya disebut
fraktur dislokasi.

JARINGAN LUNAK

Kerusakan jaringan lunak lebih sulit ditegakkan diagnosisnya oleh karena


pencitraan tidak dapat terlihat dengan baik, di daerah persendian mungkin
hanya terlihat sebagai pembengkakan jaringan lunak sekitar sendi,
misalnya terjadinya perdarahan intra artikuler. Pemeriksaan diperlukan
pembiusan.
Bila kelak terjadi perdarahan sendi maka diagnosis ditegakkan dengan
mengaspirasi darah dari sendi sehingga dapat diperkirakan ada atau
tidaknya fraktur berdasarkan ditemukannya Fat Bubbles.
Dapat juga dengan reposisi,yaitu mengembalikan posisi patahan tulang ke
posisi semula dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan.
Reposisi yang dilakukantidak harus mencapai keadaan sempurna seperti
semula karena tulang mempunyai kemampuan remodeling (proses swapugar).
Cara pertama penanganan adalah proteksi saja tanpa reposisi dan imobilisasi.
Pada fraktur dengan dislokasi fragmen patahan yang minimal atau tidak akan
menyebabkan cacat dikemudian hari, cukup dilakukan dengan proteksi saja,
misalnya dengan mengenakan mitela atau sling .Contoh kasus yang ditangani
dengan cara ini adalah fraktur iga, fraktur klavikula padaanak, dan fraktur
vertebra dengan kompresi minimal.

Cara kedua ialah imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap diperlukan
imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah
pengelolaan patah tulang tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting.

61
Cara ketiga berupa reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti imobilisasi.
Inidilakukan pada patah tulang dengan dislokasi fragmen yang berarti, seperti
patah tulang radius distal.

Cara keempat berupa reposisi dengan traksi terus menerus selama masa
tertentu,misalnya beberapa minggu, lalu diikuti dengan imobilisasi. Hal ini
dilakukan pada patah tulangyang bila direposisi akan terdislokasi kembali ke
dalam gips, biasanya pada fraktur yangdikelilingi oleh otot yang kuat seperti
pada patah tulang femur.

Cara kelima berupa reposisi yang diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi
luar. Fiksasifragmen fraktur menggunakan pipa baja yang ditusukkan pada
fragmen tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan
batangan logam di luar kulit. Alat ini dinamakanfiksator eksterna.

Cara keenam berupa reposisi secara non-operatif diikuti dengan pemasangan


fiksator tulang secara operatif, misalnya reposisi patah tulang kolum femur.
Fragmen direposisi secaranon-operatif dengan meja traksi, setelah tereposisi,
dilakukan pemasangan prostesis pada kolumfemur secara operatif.
Cara ketujuh berupa reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna.
Cara inidisebut juga sebagai reduksi terbuka fiksasi interna (open reduction
internal fixation, ORIF). Fiksasi interna yang dipakai biasanya berupa pelat
den sekrup.

62
DAFTAR PUSTAKA

63

Anda mungkin juga menyukai