Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

IGD berperan sebagai gerbang utama jalan masuknya penderita gawat darurat.Oleh karena
itu IGD merupakan unit yang sangat penting dan paling sibuk di rumah sakit sebagai unit pertama
yang menangani pasien dalam keadaan gawat darurat. Gawat memiliki arti mengancam nyawa,
sedangkan darurat adalah perlu mendapatkan penanganan atau tindakan dengan segera untuk
menghilangkan ancaman nyawa korban (Musliha,2009;1).

Kegawatan dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang menimpa seseorang yang dapat
menyebabkan sesuatu yang mengancam jiwanya dalam arti melakukan pertolongan tepat,cermat
dan cepat bila tidak maka seseorang tersebut dapat mati atau menderita cacat. Banyak sebab yang
dapat berakibat kematian atau cacat dalam waktu yang singkat baik dari penyebab medik ataupun
trauma,yang mengakibatkan kegawatan meliputi jalan nafas dan fungsi nafas,fungsi
sirkulasi,fungsi otak dan kesadarn.Unsur penyebab medik kegawatdaruratan antara lain karena
penyakit,obat-obatan dan penyebab trauma.(Rosyidi Kholid,2013:379)

Menurut Krisanti P dkk (2009:18) penderita gawat darurat adalah penderita/klien yang tiba
tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota
badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya. Oleh karena itu
penderita gawat darurat harus dilakukan pertolongan dengan cepat dengan tujuan mencegah
kematian dan cacat sehingga penderita dapat hidup dan berfungsi kembali dalam
masyarakat.Prinsip utama menanggulangi penderita gawat darurat adalah memberikan pertolongan
pertama pada penderita untuk menyelamatkan kehidupan.Adapun prinsip tindakannya yaitu aman
bagi pasien, aman bagi penolong dan aman lingkungan.

Initial assesment adalah proses evaluasi secara cepat pada penderita gawat darurat yang
langsung diikuti dengan tindakkan resusitasi (Suryono dkk, 2008 ). Informasi digunakan untuk
membuat keputusan tentang intervensi kritis dan waktu yang dicapai. Ketika melakukan
pengkajian, pasien harus aman dan dilakukan secara cepat dan tepat dengan mengkaji tingkat
kesadaran (Level Of Consciousness) dan pengkajian ABC (Airway, Breathing, Circulation),
pengkajian ini dilakukan pada pasien memerlukan tindakan penanganan segera dan pada pasien
yang terancam nyawanya.

1
B. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan gawat darurat
Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian initial assessment
2. Mengetahui standar prosedur initial assessment
3. Mengetahui melakukan langkah-langkah initial assessment

C. Rumasan Masalah
1. Apa itu pengertian initial assessment?
2. Bagaimana standar prosedur initial assessment?
3. Bagaimana melakukan langkah-langkah initial assesment pada pasien trauma?

2
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian

Initial assessment yang dilakukan saat menemukan korban atau pasien dengan kondisi
gawat darurat merupakan salah satu penentu keberhasilan penanganan korban/pasien
tersebut.Initial assessment merupakan suatu bentuk penilaian awal kondisi korban/pasien yang
dilakukan secara cepat dan tepat, sehingga tim medis baik dokter atau perawat yang melakukan
initial assessment harus mempunyai kecakapan dan ketrampilan khusus dalam menilai kondisi awal
pasien tersebut. Inti dari initial assessment ini antara lain adalah primary survey, secondary survey
dan penanganan definitive (menetap).
Initial assessment adalah suatu cara atau langkah-langkah yang digunakan untuk menilai hal-hal
yang mengancam nyawa penderita pada kasus trauma dan bagaimana kita menanganinya dengan
cepat dan benar.

Penilaian awal ini intinya adalah :


1. Primery survey, yaitu penanganan ABCDE dan resusitasi. Disini dicari keadaan yang
mengancam nyawa, dan apabila menemukan harusdilakukan resusitasi.
2. Secondary survey, yaitu head to toe/ pemeriksaan yang teliti dari ujung kepala sampai kaki
3. Penanganan definitive atau menetap
Survei primer maupun sekunder harus selalu diulang-ulang untuk menentukan adanya keadaan
penurunan penderita, dan memberikan resusitasi dimana diperlukan.
Yang berada dalam beberapa komponen :
a. Persiapan penderita
b. Triase
c. Survey primer (ABCDE)
d. Resusitasi
e. Pemeriksaan penunjang untuk survey primer
f. Survey sekunder (Head to Toe & anamnesis)
g. Pemeriksaan penunjang untuk survey sekunder
h. Pengawasan dan evaluasi ulang
i. Terapi definitive

3
B. Tahapan-Tahapan Dalam Pengelolaan Penderita Trauma
1. Persiapan
a. Tahap pra-rumah sakit( Pre-hospital)
Di Indonesia peyanan pra-rumah sakit ini merupakan bagian yang sangat
terbelakang dari pelayanan penderita gawat darurat secara menyeluruh.Berbeda di jalan tol
hampir semua korban penderita trauma dibawa oleh ambulans ke rumah sakit.Pelayanan
korban dengan trauma pra-rumah sakit yang membawanya biasanya adalah keluarga
sendiri atau orang yang berbaik hati.
Prinsip utama adalah do not further harm bahwa tidak boleh membuat keaadan
lebih parah. Prinsip : Do No futher Harm , Keadaan yang ideal dimana “ Unit Gawat
Darurat yang datang ke penderita”, dan merupakan sebaliknya karena itu ambulan yang
datang sebaiknya memiliki peralatan yang lengkap. Petugas atau paramedik yang datang
membantu penderita juga sebaiknya mendapatkan latihan khusus, karena pada saat
menaangani penderita mereka harus menguasai keterampilan khusus yang dapat
menyelamatkan nyawa. Sebaiknya rumah sakit sudah diberitahukan sebelum penderita
diangkat dari tempat kejadian, dan koordinasi yang baik antara dokter di RS dengan
petugas lapangan akan menguntungkan penderita.
Yang harus dilakukan oleh seorang paramedik adalah :
1. Menjaga Airway dan Breathing,
2. Kontrol perdarahan dan syok,
3. Imobilisasi penderita,
4. Pengiriman kerumah sakit terdekat yang cocok

Dalam persiapan pra-rumah sakit petugas diarahkan untuk dapat menstabilisaai, fiksasi, &
transportasi dengan benar serta mampu berkoordinasi dengan dokter maupun perawat di
RS yang dituju

b. Tahap rumah sakit


1. Evakuasi Penderita
Dalam keadaan dimana penderita trauma di RS yang dibawa tanpa persiapan pada
pra rumah sakit maka sebaiknya evakkuasi dari kendaraan ke brankar dilakukan oleh
petugas rumah sakit dengan berhati-hati. Selalu harus diperhatikan control servikal
a) Triage

4
Triage adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapai dan
sumber daya yang tersedia. Pada umumnya kita akan melakukan triage, tidak
perduli apakah penderita hanya 1 atau banyak. Bila satu penderita akan mencari
masalah penderita(selection of problems). Bila banyak penderita, akan mencari
penderita yang paling bermasalah. Dan yang berikutnya, pemilahan didasarkan
pada keadaan ABC
Dua jenis keadaan triage dapat terjadi :
1. Jumlah penderita dan beratnya perlukaan tidak melampaui kemampuan
petugas
2. Jumlah penderita dan beratnya perlukaan melampaui kemampuan petugas

Kategori triage di bagi menjad 4 :

1) Kategori warna merah (prioritas 1)


Merah di berikan pada korban dengan kondisi kritis, seperti :
a. Masalah jalan napas
b. Perdarahan yang tidak terkontrol
c. Cedera leher atau kepala
d. Luka terbuka di perut
e. Hiper/ hipotermia
f. Luka bakar berat
g. Keracunan
2) Kategori warna kuning (prioritas 2)
a. Luka bakar tanpa ada masalah jalan napas
b. Rasa sakit yang amat sakit dibeberapa bagian tubuh
c. Adanya bengkak dan perubahan bentuk trauma pada anggota
ekstremitas
d. Cedera punggung
e. Kejang cedera mata
f. Kategori warna hijau (prioritas 3)
g. Diberikan pada korban yang tidak mengalami cedera serius,
memerlukan perawatan sedikit dan dapat menunggu perawatan tanpa
bertambah
h. Rasa sakit ringan
i. Luka bakar ringan

5
j. Bengkak
k. Cedera jaringan lunak
l. Kategori warna hitam (prioritas 0)
m. Diberikan pada korban yang sudah meninggal.

Dalam tahap ini, dimana dilakukan persiapan untuk menerima pasien sehingga
dapat dilakukan tindakan & sesusitasi dslam waktu yang cepat. Serta data-data
dalam tahap pra-rumah sakit juga dibutuhkan diantaranya waktu kejadian,
mekanisme kejadian, serta riwayat pasien

b) Primary Survey
Airway
Sebelum melakukan tindakan pertama yang harus dilakukan adalah penggunaan
APD dan perhatikan 3A :
1. Aman diri
2. Aman lingkungan
3. Aman pasien
Setelah memakai APD lalukan cek respon pasien dengan cara memanggil
nama, menepuk bahu, rangsang nyeri. Agar kita dapat mengetahui sejauh mana
respon pasien terhadap rangsang suara & rangsang nyeri, bahkan pasien tidak
respon sama sekali.

1) Pengkajian
a. Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
b. Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
2) Pengelolaan
a. Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi
b. Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat
yang rigid
c. Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal
d. Pasang airway definitif sesuai indikasi ( lihat tabel 1 )
e. Fiksasi leher

6
Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita
multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan diatas
klavikula.
Yang sering terjadi pada gangguan airway beserta tindakannya :
1.Gurgling (miringkan, suction, finger sweep).
2.Snoring (Head tilt-chin lift, jaw trust, OPA/NPA).
3.Crowing (Airway definitif, intubasi, needle cricothiroidotomi).

2. EvaluasiBreathing
Yang harus dilakukan dalam memeriksa breathing adalah nilai look, listen, feel untuk
mengetahui breathingnya baik atau tidak.
1) Penilaian
a. Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol
servikal in-line immobilisasi
b. Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
c. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat
deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot
tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.
d. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonorAuskultasi thoraks
bilateral
2) Pengelolaan
a. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12)
b. Ventilasi dengan Bag Valve Mask
c. Menghilangkan tension pneumothorax
d. Menutup open pneumothorax
e. Memasang pulse oxymeter
f. Memberikan oksigen sesuai kebutuhan pasien
3. Evaluasi Circulation dengan k1ontrol perdarahan
a. Penilaian
1) Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
2) Mengetahui sumber perdarahan internal

7
3) Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak
diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya
resusitasi masif segera.
4) Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
5) Periksa tekanan darah

b. Pengelolaan
1) Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
2) Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi
pada ahli bedah.
3) Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah
untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur),
golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA).
4) Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.
5) Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-pasien
fraktur pelvis yang mengancam nyawa.
6) Cegah hipotermia
c. Disability
1) Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS
2) Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda
lateralisasi
3) Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.
d. Exposure/Environment
1) Buka pakaian penderita
2) Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang
cukup hangat.
4. Resusitasi
a. Re-evaluasi ABCDE
b. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan 20
mL/kg pada anak dengan tetesan cepat ( lihat tabel 2 )
c. Evaluasi resusitasi cairan
1) Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal ( lihat gambar 3,
tabel 3 dan tabel 4 )

8
2) Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin )
serta awasi tanda-tanda syok
d. Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan awal.
1) Respon cepat
2) Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance
3) Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian darah
4) Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan
5) Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin masih
diperlukan
6) Respon Sementara
7) Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian darah
8) Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif
9) Konsultasikan pada ahli bedah ( lihat tabel 5 ).
e. Tanpa respon
1) Konsultasikan pada ahli bedah
2) Perlu tindakan operatif sangat segera
3) Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade jantung atau
kontusio miokard

5. Tambahan Pada Primary Survey Dan Resusitasi


a. Pasang EKG
1) Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole harus dicurigai
adanya hipoksia dan hipoperfusi
2) Hipotermia dapat menampakkan gambaran disritmia
b. Pasang kateter uretra
1) Kecurigaan adanya ruptur uretra merupakan kontra indikasi pemasangan
kateter urine
2) Bila terdapat kesulitan pemasangan kateter karena striktur
uretra atauBPH, jangan dilakukan manipulasi atau instrumentasi, segera
konsultasikan pada bagian bedah
3) Ambil sampel urine untuk pemeriksaan urine rutine
4) Produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai perfusi ginjal
dan hemodinamik penderita

9
5) Output urine normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1
ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi
c. Pasang kateter lambung
1) Bila terdapat kecurigaan fraktur basis kranii atau trauma maksilofacialyang
merupakan kontraindikasi pemasangan nasogastric tube, gunakan orogastric
tube.
2) Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung, karena
bahaya aspirasi bila pasien muntah.
d. Monitoring hasil resusitasi dan laboratorium
Monitoring didasarkan atas penemuan klinis; nadi, laju nafas, tekanan darah,
Analisis Gas Darah (BGA), suhu tubuh dan output urine dan pemeriksaan
laboratorium darah.
e. Pemeriksaan foto rotgen dan atau FAST
1) Segera lakukan foto thoraks, pelvis dan servikal lateral, menggunakan mesin
x-ray portabel dan atau FAST bila terdapat kecurigaan trauma abdomen.
2) Pemeriksaan foto rotgen harus selektif dan jangan sampai menghambat proses
resusitasi. Bila belum memungkinkan, dapat dilakukan pada saatsecondary
survey.
3) Pada wanita hamil, foto rotgen yang mutlak diperlukan, tetap harus dilakukan.

6. Secondary Survey
a. Anamnesis
Anamnesis yang harus diingat :
K : Keluhan
O : Obat
M : Makanan
P : Penyakit
A: Alergi
K: Kejadian

A : Alkohol
I : Insulin
U : Uremia
E : Epilepsi

10
O : Overdosis

7. Tambahan pada Sacondary Survey


a. Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita dengan
teliti dan pastikan hemodinamik stabil
b. Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena pemeriksaan
tambahan biasanya dilakukan di ruangan lain
c. Pemeriksaan tambahan yang biasanya diperlukan :
1) CT scan kepala, abdomen
2) USG abdomen, transoesofagus
3) Foto ekstremitas
4) Foto vertebra tambahan
5) Urografi dengan kontras

8. Re-Evaluasi Penderita
a. Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan melaporkan setiap
perubahan pada kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi.
b. Monitoring tanda-tanda vital dan jumlah urin
c. Pemakaian analgetik yang tepat diperbolehkan

9. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik


Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena keterbatasan
SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih memungkinkan untuk
dirujuk. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan dan kebutuhan penderita selama
perjalanan serta komunikasikan dengan dokter pada pusat rujukan yang dituju.

BAB III
PENUTUP

11
A. Kesimpulan
Initial asessment atau pengkajian awal pada kasus kegawat daruratan sangat penting dilakukan sebelum
melakukan tidakan resusitasi atau pertolongan pada korban/pasien kegawat daruratan.Tujuan dari
pengkajian awal adalah untuk mengetahui atau menilai kondisi korban dengan cepat dan tepat sehingga
dapat melakukan resusitasi sesegera mungkin dengan prosedur yang tepat sehingga dapat mengurangi
resiko kematian dini pada korban gawat darurat. Secara umum tindakan yang dilakukan dalam
pengkajianawalini iala primerysuvey,secondary survey dan penanganan definitive (menetap) yang
meliputi ABCDEFGH.

B. Saran
Sebagai calon perawat atau tegana medis, hal yang penting ditingkatkan mengenai kondisi kegawat
daruratan ialah skill dalam melakukan resusitasi kepada pasien salah satunya dengan menguasai ilmu dan
skill dalam initial asessment ini sehingga pertolongan kepada pasien dengan kondisi gawat darurat dapat
kita lakukan dengan cepat dan tepat.

DAFTAR PUSTAKA

12
Anonim. 2010. Basic Trauma Life Support dan Basic Cardiac Life Support ed. III. Jakarta: Yayasan

ambulans Gawat Darurat 118

Darwis, Allan dkk. 2005. Pedoman Pertolongan Pertama. Ed 2. Jakarta : Kantor Pusat Palang Merah

Indonesia.

Doenges, Marylinn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.Jakarta : EGC

Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Volume 1.Edisi 6.Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Bare , Brenda. G.2001. Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8.Vol.3.Jakarta

:EGC

Suryono, Bambang dkk. 2008. Materi Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat ( PPGD)

dan Basic life Support Plus ( BLS ). Yogyakarta: Tim PUSBANKES 118 BAKER-PGDM
PERSI DIJ

Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118.Basic Trauma Life Support and Basic Cardiac Life Support.

Edisi Keempat. Jakarta: YAGD.

13

Anda mungkin juga menyukai