Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN EVALUASI

GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas Praktik Profesi Keperawatan Dasar
Dosen Pengampu : Maria Wisnu Kanita, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun oleh :

UMI NUR KASANAH


NIM. SN221163

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


PROGRAM PROFESI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT............3
A. Konsep Dasar Kebutuhan Cairan dan Elektrolit........................................................3
1. Pengertian Kebutuhan Cairan dan Elektrolit..........................................................3
2. Anatomi Sistem Pencernaan...................................................................................4
3. Fisiologi Sistem Pencernaan.................................................................................14
4. Etiologi.................................................................................................................16
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi.......................................................................18
6. Batasan Karakteristik (Tanda dan Gejala)............................................................19
7. Patofisiologi dan Pathway....................................................................................23
8. Penatalaksanaan....................................................................................................23
9. Komplikasi...........................................................................................................24
B. Asuhan Keperawatan................................................................................................24
1. Pengkajian............................................................................................................24
2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan yang Muncul...........................................27
3. Perencanaan Tindakan Keperawatan....................................................................29
DAFTAR PUSTAKA

i
LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN
ELEKTROLIT

A. Konsep Dasar Kebutuhan Cairan dan Elektrolit


1. Pengertian Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Diperkirakan 45-80% dari berat badan pada individu yang sehat terdiri dari
cairan. Volume cairan ini bervariasi tergantung dari berbagai factor yaitu usia,
jenis kelamin, dan lemak tubuh. Bayi mempunyai volume cairan lebih banyak dari
orang dewasa, dan makin tua usia seseorang jumlah cairan ini makin berkurang.
Begitu pula wanita mempunyai volume cairan lebih sedikit dari pria karena tubuh
wanita mempunyai banyak lemak disbanding pria. Cairan tubuh ini terutama
terdiri dari air dan zat terlarut, yaitu elektrolit, non elektrolit dan koloid
(Kusnanto, 2016).
Air merupakan zat makanan terpenting bagi kehidupan, karena sebagian besar
tubuh manusia terdiri dari air. Seseorang dapat bertahan hidup tanpa makanan
dalam waktu beberapa hari, tetapi tanpa air hanya mampu bertahan 3 hari saja.
Begitu pula dengan elektrolit yang mempunyai peranan sangat penting dalam
aktivitas semua sel. Elektrolit yang terdapat dalam cairan tubuh adalah natrium,
kalium, kalsium, chloride, bikarbonat, magnesium, sulfat, fosfat dan asam organic
(Kusnanto, 2016).
Cairan dan elektrolit merupakan kebutuhan dasar manusia yang utama yang
diperlukan untuk hidup. Kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan cairan dan
elektrolit akan berakibat fatal, yaitu terjadi dehidrasi maupun syok hipovilemik
(Harnanto & Rahayu, 2016). Cairan berada dalam dua kompartemen utama, yaitu
di dalam sel (cairan intra sel/ CIS) yang pada orang dewasa sekitar 40% dari berat
badan atau 70% dari jumlah keseluruhan cairan tubuh, dan cairan di luar sel
(cairan ekstra sel/ CES) sekitar 20% dari berat badan atau 30% dari seluruh cairan
tubuh. Cairan ekstrasel termasuk didalamnya cairan intravaskuler (plasma) sekitar
4-5% dari berat badan, dan cairan interstitial atau cairan yang berada di antara sel
termasuk cairan limfe sekitar 15% dari berat badan (Kusnanto, 2016).

2
Peran dan kompetensi perawat dalam pemenuhan kebutuhan cairan dan
elektrolit pada klien mutlak diperlukan. Dengan tindakan pemenuhan kebutuhan
cairan dan elektrolit secara benar maka risiko atau dampak akibat kekurangan atau
ketidakakuratan pemenuhan cairan dan elektrolit dapat dicegah atau diatasi secara
cepat dan tepat (Harnanto & Rahayu, 2016).

2. Anatomi Sistem Pencernaan


Pada dasarnya sistem pencernaan makanan dalam tubuh manusia terjadi di
sepanjang saluran pencernaan dan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu proses
penghancuran makanan yang terjadi dalam mulut hingga lambung. Selanjutnya
adalah proses penyerapan sari-sari makanan yang terjadi di dalam usus. Kemudian
proses pengeluaran sisa-sisa makanan melalui anus. Sistem pencernaan makanan
pada manusia terdiri dari beberapa organ (Armini et al., 2016), antara lain adalah :

a. Mulut : Dilakukan pencernaan secara mekanik oleh gigi dan kimiawi oleh
ludah yang dihasilkan kelenjar parotis, submandibularis dan sublingualis yang
mengandung enzim amilase (ptyalin).

3
b. Lambung : Dilakukan secara mekanik dan kimiawi, (semacam ada missing
sentence). Sekretin yaitu hormone yang merangsang pankreas untuk
mengeluarkan sekretnya. Renin yaitu enzim yang mampu menggumpalkan
kasein (sejenis protein) dalam susu.
Fungsi asam lambung (HCl):
1) Merangsang keluarnya sekretin
2) Mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin untuk memecah protein.
3) Desinfektan
4) Merangsang keluarnya hormon kolesistokinin yang berfungsi merangsang
empedu mengeluarkan getahnya.
c. Usus : Di dalam duodenum terdapat getah pankreas (bersifat basa) yang
mengandung steapsin (lipase), amilase dan tripsinogen. Enterokinase adalah
suatu aktivator enzim. Dalam usus halus makanan diabsorbsi. Usus
memperluas bidang penyerapan dengan melakukan jonjot usus (villi). Dalam
usus besar (kolon), air direabsorbsi serta sisa makanan dibusukkan menjadi
feses selanjutnya dibuang melalui anus (proses defekasi).

Proses Pencernaan Makanan


Proses pencernaan makanan di dalam tubuh ada dua macam, yaitu :
a. Pencernaan mekanis
Pencernaan mekanis merupakan pemecahan atau penghancuran makanan
secara fisik dari zat makanan yang kasar menjadi zat makanan yang lebih
halus. Contohnya gjgi memotong-motong dan mengunyah makanan, gerak
yang mendorong makanan dari kerongkongan sampai ke usus (gerak
peristaltik).

b. Pencernaan kimiawi
Pencernaan kimiawi merupakan proses pemecahan makanan dari molekul
kompleks menjadi molekul-molekul yang sederhana dengan bantuan getah
pencernaan (enzim) yang dihasilkan oleh kelenjar pencernaan.

4
Saluran pencernaan terdiri dari alat-alat pencernaan vang berhubungan
langsung dengan proses pencernaan mekanis dan kimiawi, saluran pencernaan
tersebut meliputi : mulut, kerongkongan (esofagus), lambung (gaster), usus halus
(intestinum tenue), usu besar (kolon) dan anus. Kelenjar pencernaan merupakan
organ yang menghasilkan berbagai enzim yang membantu proses pencernaan
makanan.
a. Mulut
Mulut manusia berupa rongga yang dilapisi oleh jaringan epitel pipih berlapis
banyak. Dalam rongga tersebut terdapat alat pencernaan seperti gigi, lidah, dan
kelenjar ludah (kelenjar saliva) yang membantu proses pencernaan mekanis
dan kimiawi.
1) Gigi
Struktur gigi pada manusia dapat dibedakan atas gigi sulung (gigi susu)
dan gigi tetap. Gigi yang pertama kali tumbuh sejak anak berusia enam
bulan disebut gigi susu. Gigi susu berangsur-angsur akan berubah menjadi
gigi sulung. Gigi sulung bersifat tidak tetap (akan tanggal) dan berjumlah 20
buah. Mulai umur enam sampai empat belas tahun secara berangsur-angsur
gigi sulung akan digantikan oleh gigi tetap (gigi permanen).
Jumlah gigi tetap 32 buah, karena ada penambahan pada gigi geraham
kecil (premolar). Berdasarkan strukturnya, jenis gigi pada manusia
dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :
a) Gigi seri (incisor) : terletak berderet lurus di bagian depan berbentuk
pipih dan tajam untuk mengiris dan memotong makanan.
b) Gigi taring (caninus) : ujungnya berbentuk runcing untuk mecabik dan
menyobek makanan.
c) Geraham depan (premolar) : bentuknya berlekuk-lekuk untuk mengiris
dan menghabiskan makanan.
d) Geraham belakang (molar) : bentuknya berlekuk-lekuk untuk
menghaluskan makanan dan terletak pada bagian belakang

5
Gigi manusia melekat pada rahang atas dan rahang bawah yang
terlindung oleh gusi. Struktur gigi manusia terdiri atas bagian :
a) Email gigi: merupakan bagian terluar dari gigi, berupa lapisan yang
paling keras dan berwarna putih.
b) Dentin atau tulang gigi: tersusun oleh zat kapur dan fosfor, lapisan email
dan dentin disebut mahkota gigi
c) Sumsum gigi (pulpa): terdapat dibagian dalam tulang gigi, pada sumsum
gigi terdapat banyak pembuluh darah dan syaraf.
d) Lapisan semen (sementum): melapisi dentin yang masuk dan tertanam ke
dalam rahang, pulpa dan sementum membentuk akar gigi.

2) Lidah
Selain gigi, di dalam rongga mulut manusia juga terdapat lidah. Selain
sebagai alat pengecap, lidah di dalam pencernaan makanan berfungsi untuk:
a) Mencampurkan makanan;
b) Mendorong makanan dalam proses menelan;
c) Membersihkan mulut dari sisa makanan.
Lidah membentuk lantai pada rongga mulut. Di bagian belakang, otot-
otot lidah melekat pada tulang hyoid (tulang pangkal lidah yang berbentuk
seperti huruf V). Permukaan lidah penuh dengan tonjolan (papilla) yang
mengandung puting-puting pengecap, sehingga lidah dapat merasakan
makanan seperti asam, manis, pahit, dan asin.

3) Kelenjar Ludah
Pada rongga mulut terdapat tiga macam kelenjar ludah (saliva) yang
menghasilkan cairan ludah. Kelenjar-kelenjar tersebut adalah:
a) Kelenjar parotis, yang terletak di dekat telinga;
b) Kelenjar submaksilaris yang terletak di bawah rahang atas;
c) Kelenjar submandibularis yang terletak di bawah lidah.

6
Di dalam cairan ludah mengandung air sebanyak 90%, dan sisanya terdiri
atas garam-garam bikarbonat, lendir (mukus), lizozim (enzim penghancur
bakteri), dan amilase (ptialin). Ketiga kelenjar ludah setiap harinya dapat
menghasilkan lebih kurang 1600 cc air ludah. Pengeluaran air ludah akan
bertambah jika ada rangsangan dari luar, seperti mencium aroma makanan,
melihat atau membayangkan suatu makanan yang lezat atau karena lapar.
Cairan ludah berfungsi untuk:
a) Memudahkan menelan makanan karena makanan tercampur dengan
lendir dan air
b) Melindungi rongga mulut dari kekeringan, panas, asam dan basa
c) Membantu pencernaan kimiawi, karena kelenjar ludah menghasilkan
enzim ptialin (amilase) yang berperan dalam pencernaan amilum menjadi
maltosa dan glukosa, enzim ini berfungsi dengan baik pada pH netral (pH
7)

4) Proses Menelan Makanan


Agar makanan masuk ke dalam saluran pencernaan di dalam rongga
perut untuk diproses lebih lanjut, makanan harus ditelan. Menelan adalah
proses menggerakkan makanan dari rongga mulut menuju lambung yang
berlangsung dalam waktu 4-7 detik.
Proses menelan terbagi atas :
1) Gerakan sadar, yaitu gerakan lidah yang menekan makanan ke atas dan
mendorong makanan ke belakang kemudian masuk ke dalam
kerongkongan,
2) Gerakan tidak sadar, yaitu gerakan di daerah faring, berupa reflex yang
menggerakkan laring ke atas sehingga epiglotis menutup glotis. Dengan
demikian, makanan tidak masuk ke rongga hidung dan saluran
pernapasan. Gerakan di daerah kerongkongan, berupa gerak peristaltik
yang mendorong makanan ke arah bawah, masuk ke dalam lambung.

7
b. Kerongkongan (esophagus)
Kerongkongan merupakan saluran pencernaan yang berbentuk seperti
selang air, sebagai penghubung antara rongga mulut dan lambung yang terletak
di belakang trakea (tenggorokan). Panjang kerongkongan pada manusia lebih
kurang 25 cm yang berakhir pada bagian kardiak lambung. Kerongkongan
tersusun oleh dua pertiga otot polos dan sepertiga otot lurik. Pada
kerongkongan dihasilkan lendir yang membantu gerak peristaltik, sehingga
makanan terdorong ke arah lambung. Akan tetapi, kerongkongan ini tidak
menghasilkan enzim pencernaan dan tidak melakukan absorbsi sari makanan.

c. Lambung (Ventrikulus)
Lambung pada manusia terletak pada bagian kiri atas rongga perut di bawah
diafragma. Dinding lambung terdiri atas lapisan otot yang tersusun
memanjang, melingkar, dan menyerong. Adanya kontraksi otot-otot lambung
tersebut, makanan akan teraduk dengan baik menjadi bubur (chyme/kim).
Lambung terdiri atas tiga bagian, yaitu kardiak (bagian yang merupakan
tempat masuknya kerongkongan), fundus (bagian tengah lambung), dan pilorus
(bagian yang berbatasan dengan usus dua belas jari). Lambung juga berperan
sebagai kelenjar eksokrin yang menghasilkan enzim pencernaan dan sebagai
kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon.
Lambung menghasilkan getah lambung yang terdiri atas :
1) Air dan lendir;
2) Ion-ion organik,
3) Asam lambung (HCl), dan
4) Enzim – enzim pencernaan (pepsin, renin dan lipase).

Disamping itu juga lambung menghasilkan asam lambung (HCl), adapun


fungsi HCl yang disekresikan oleh lambung, adalah :
1) Asam Klorida (HCl) merupakan asam kuat yang dapat memberikan
lingkungan asam dan mengubah makanan menjadi asam (pH 1-3). Asam

8
lambung ini dapat membantu membunuh mikroba pathogen vang masuk
bersama makanan ke dalam lambung.
2) Mengaktifkan kerja enzim, yaitu mengubah pepsinogen (proenzim) menjadi
enzim pepsin.
3) Merangsang membuka dan menutupnya katup pada bagian pilorus yang
berhubungan dengan duodenum.
4) Merangsang pengeluaran getah usus.

Pepsin yang dihasilkan oleh lambung berfungsi menghidrolisis protein


menjadi pepton. Renin adalah enzim yang dapat menggumpalkan protein susu
(kasein) dengan bantuan ion kalsium (Ca2+). Sedangkan enzim lipase adalah
enzim yang dapat menghidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
Proses pencernaan di dalam lambung akan berlangsung selama 2-6 jam,
tergantung pada jenis makanannya. Makanan yang berlemak akan bertahan
lebih lama di dalam lambung. Sedangkan makanan yang banyak mengandung
protein dan karbohidrat hanya akan tinggal sebentar di dalam lambung. Di
dalam lambung tidak terjadi penyerapan sari-sari makanan, akan tetapi terjadi
penyerapan air, mineral, alkohol, dan obat - obatan.

d. Hati dan Kandungan empedu


Hati terbagi atas lobus kanan dan lobus kiri. Struktur mikroskopik organ ini
terdiri atas lobulus-lobulus berbentuk segi enam yang terdiri atas sel-sel hati.
Fungsi hati adalah sebagai berikut :
1) Pusat metabolisme protein, lemak dan karbohidrat,
2) Menetralisir racun yang masuk ke dalam tubuh (detoksifikasi),
3) Tempat menyimpan cadangan makanan seperti glikogen, dan
4) Menghasilkan protein plasma seperti heparin, fibrinogen dan protrombin
5) Menghasilkan cairan empedu.
Setelah diserap oleh usus, sari-sari makanan dibawa oleh darah menuju ke
hati dan seluruh tubuh. Pada hati bermuara dua pembuluh darah, yaitu: vena

9
porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus yang mengandung darah
miskin oksigen, tetapi kaya nutrisi (sari makanan) dan arteri hepatica yang
merupakan cabang arteri coeliaca (arteri yang mengalirkan darah ke saluran
cerna) yang kaya oksigen.

e. Pankreas
Pankreas juga merupakan organ tambahan pada sistem pencernaan.
Pankreas memiliki panjang kurang dari 12 cm dan tebal 2,5 cm. Pankreas
terbagi atas tiga bagian, yaitu bagian kepala yang melekat pada duodenum,
bagian badan yang merupakan bagian tengah pankreas, dan bagian ekor yang
merupakan bagian yang memanjang ke arah ujung kiri atas.
Pankreas terletak di bawah lambung dan mempunyai dua saluran yaitu:
saluran (ductus) wirsungi dan saluran (ductus) sastorini yang berfungsi
mengalirkan getah yang disekresikan pankreas ke duodenum. Pankreas
merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin.
Di dalam getah pankreas terdapat enzim-enzim pencernaan, yaitu:
1) Tripsinogen berupa proenzim : suatu protease yang belum aktif. Tripsinogen
akan diaktifkan oleh enterokinase yang dihasilkan usus halus menjadi
tripsin. Tripsin berfungsi memecah protein menjadi pepton.
2) Kimotripsinogen : merupakan proenzim yang akan diaktifkan oleh tripsin
menjadi kimotripsin yang berfungsi mengubah protein dan proteosa menjadi
pepton, perptida dan asam amino.
3) Lipase Pankreas (steapsin) : merupakan enzim yang memecah emulsi lemak
menjadi asam lemak dan gliserol.
4) Amilopepsin (amylase pankreas) : merupakan enzim yang memecah amilum
dan dekstrin menjadi maltose dan glukosa.
5) Ribonuklease & deoksiribonuklease : merupakan enzim yang mencerna
DNA/RNA menjadi nukleotida.

10
Sebagai kelenjar endokrin, pankreas menghasilkan beberapa jenis hormone
yaitu:
1) Sekretin, hormon yang berfungsi merangsang sel-sel pankreas untuk
mensekresikan getah pankreas, HCO3 dan juga mengurangi sekresi getah
lambung.
2) Koleisistokinin, hormon yang berfungsi merangsang sel-sel pankreas
mensekresikan getah pankreas vang kaya enzim dan menyebabkan kontraksi
pada kandung empedu.
3) Insulin, hormon yang sangat penting dalam mensintesis glikogen dari
glukosa. Kekurangan produksi hormon insulin akan menyebabkan penyakit
diabetes mellitus (DM ).

f. Usus Halus (Intenstinum Tenue)


Usus halus merupakan saluran pencernaan terpanjang yang panjangnya
lebih kurang 7 meter dengan diameter 2,5 cm. Fungsi usus halus adalah
mencerna makanan dan mengabsorpsi sari makanan.
Penyerapan sari-sari makanan ke dalam dinding usus melalui berbagai cara,
yaitu secara : difusi, osmosis, difusi difasilitas, endositosis, dan transport aktif.
Usus halus terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1) Duodenum (usus dua belas jari), panjangnya 25 cm;
2) Jejenum (usus kosong) panjangnya 2,5 m;
3) Ileum (usus penyerapan) panjangnya 4 m.
Setiap hari, usus halus mensekresikan lebih kurang 2000 cc getah usus dari
sel-sel usus (kelenjar Lieberkühn) menuju lumen usus.

Getah usus mengandung :


1) Peptidase, merupakan kelompok enzim yang memecah polipeptida menjadi
asam amino;

11
2) Maltase, laktase, dan sukrase merupakan enzim yang memecah disakarida
(maltosa, laktosa, dan sukrosa) menjadi monosakarida enzim-enzim tersebut
disebut juga disakase;
3) Lipase usus, merupakan enzim yang memecah lemak menjadi asam lemak
dan gliserol;
4) Erepsinogen, merupakan proenzim yang diaktifkan oleh enterokinase
menjadi erepsin yang mengubah pepton menjadi asam amino;
5) Enterokinase, merupakan enzim yang mengaktifkan tripsinogen menjadi
tripsin dan erepsinogen menjadi erepsin.

g. Usus Besar (Kolon) dan Anus


Usus besar (kolon) terletak di antara ileum dan anus. Kolon dihubungkan
dengan dinding perut belakang oleh mesokolon. Panjang usus besar lebih
kurang 1,4 meter dan lebar lebih kurang 6 cm. Secara anatomi, usus besar
terbagi atas sekum kolon asenden (naik), kolon transversal (mendatar), kolon
desenden (turun), rektum, dan anus. Pada kolon terjadi pengaturan kadar air
feses, dan terjadi gerakan peristaltik yang mendorong sisa makanan menuju
rektum atau poros usus. Bila poros usus sudah penuh, maka akan timbul
rangsangan untuk buang air besar (defekasi). Rangsangan ini disebut
gastrokolik.
Di samping gerakan peristaltik, pada kolon juga terjadi gerak segmentasi
yang berfungsi memberi tempo terjadinya absorbsi air dan mineral. Proses
pencernaan pada kolon manusia juga dibantu oleh bakteri usus Escherichia coli
yang merombak sisa-sisa makanan sehingga terbentuk feses. Apabila jumlah
bakteri tersebut melebihi kondisi normal, maka akan dapat menimbulkan
penyakit pada usus, seperti diare. Adanya perombakan sisa makanan oleh
bakteri ini, maka dapat dihasilkan beberapa vitamin seperti vitamin K, yang
diperlukan dalam proses pembekuan darah. Anus merupakan lubang akhir

12
dari saluran pencernaan tempat keluarnya kotoran (feses). Dinding anus
terdiri atas dua lapisan yaitu otot lurik pada bagian luar dan otot polos di
bagian dalam.

Rasa Lapar Dan Haus


Kerja organ-organ pencernaan di dalam tubuh tidak berjalan dengan
sendirinya, tetapi ada suatu sistem yang mengkontrol sistem pencernaan tersebut,
yaitu sistem saraf dan hormon, begitu pula dengan rasa lapar dan haus (Armini et
al., 2016).
Rasa lapar dikendalikan oleh sistem saraf yang berpusat pada hipotalamus, ada
dua teori mengenai timbulnya rasa lapar, yaitu:
a. Teori glukostatik : rasa lapar disebabkan oleh menurunnya kadar glukosa
(kadar gula) dalam darah.
b. Teori lipostatik : rasa lapar disebabkan oleh berkurangnya kadar lemak di
dalam sel-sel lemak.
Rasa haus akan muncul bila cairan dalam tubuh menjadi kental. Hal ini akan
menyebabkan osmoreseptor pada hipotalamus terangsang sehingga timbul rasa
ingin minum (haus).

3. Fisiologi Sistem Pencernaan


Proses fisiologis secara berurutan yang melibatkan semua komponen sistem
percernaan adalah digesti, absorpsi, motilitas, sekresi dan ekskresi (Malik et al.,
2022).
a. Digesti
Digesti adalah proses dimana makanan “dipecah” secara mekanik dan kimia
(enzim) dari molekul besar menjadi lebih kecil. Makanan dicerna dari materi,
yang mengandung zat dengan berat molekul tinggi seperti protein dan pati
yang tidak dapat melewati membran sel epitel usus. Sebelum molekul
kompleks ini dapat digunakan, mereka didegradasi menjadi molekul yang lebih
kecil, seperti glukosa dan asam amino.

13
b. Absorpsi
Makanan yang tertelan dikunyah, ditelan, dan melewati kerongkongan ke
dalam Iambung kemudian dicerna menjadi cairan yang disebut chyme. Chyme
melewati Iambung ke duodenum. Chyme di duodenum bercampur dengan
cairan empedu dan pankreas yang selanjutnya memecah nutrisi. Chyme
kemudian masuk ke usus halus untuk mengabsorpsi nutrisi. Usus halus
memiliki organ penyerapan berbentuk seperti “jari” yang disebut vili yang
melapisi dinding bagian dalam usus halus dan menyerap sebagian besar nutrisi.
Sisa chyme dan air masuk ke usus besar, untuk menyempurnakan penyerapan
(sebagian besar air) dan membuang sisa makanan.
c. Motilitas
Saluran pencernaan dapat diumpamakan sebuah “selang” dengan panjang
sekitar 5 meter pada orang dewasa. Saluran pencernaan memanjang dari mulut
sampai anus. Motilitas (peristaltik) saluran pencernaan berfungsi untuk
memindahkan Makanan di sepanjang saluran pencernaan untuk mencapai
tempat yang tepat untuk pencampuran, pencernaan dan penyerapan. Motilitas
pencernaan terjadi karena otot polos berkontraki. Proses motilitas (peristaltik)
saluran pencernaan berada di bawah kendali saraf dan hormon.
d. Sekresi dan Ekskresi
Kelenjar eksokrin mengeluarkan enzim, ion, air, musin dan zat lain dalam
saluran pencernaan. Kelenjar terletak di dalam saluran pencernaan, di dinding
lambung dan usus, atau di luarnya (kelenjar ludah, pankreas, hati, lihat di atas).
Sekresi berada di bawah kendali saraf dan hormon. Beberapa zat diekskresikan,
oleh hati, ke dalam saluran pencernaan yaitu empedu. Kotoran (feses) yang
dikeluarkan oleh saluran usus terutama terdiri dari bakteri yang telah
berkembang biak di saluran tersebut, dan bahan yang tidak tercerna seperti
selulosa, serta komponen membran sel tumbuhan yang tidak dapat diserap.
Residu yang tidak tercerna sebagian besar merupakan bahan yang tidak
dibutuhkan, dan karena itu dikeluarkan dari tubuh. Namun, sebagian kecil

14
bahan feses terdiri dari zat yang diekskresikan seperti pigmen (produk
penguraian hemoglobin) yang memberikan warna khas pada feses.

4. Etiologi
Beberapa penyebab gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit (Harnanto &
Rahayu, 2016), antara lain :
a. Ketidakseimbangan Cairan
1) Ketidakseimbangan isotonik
a) Kekurangan volume cairan
Kekurangan cairan, tetapi kadar elektrolit serum tidak berubah, terjadi
melalui gastrointestinal (muntah, diare), perdarahan, pemberian obat
diuretik, banyak keringat, demam, dan penurunan asupan per oral.
b) Kelebihan volume cairan
Kelebihan cairan tanpa disertai perubahan elektrolit serum, terjadi pada
gagal jantung kongestif, gagal ginjal, dan sirosis.
c) Syndrome ruang ketiga
Sindrome terjadi ketika cairan ekstrasel berpindah ke dalam suatu
ruangan tubuh sehingga cairan tersebut terperangkap di dalamnya.
Obstruksi usus, luka bakar dapat menyebabkan perpindahan cairan
sebanyak 5-10 liter, keluar dari ruang ekstrasel.

2) Ketidakseimbangan osmolar
a) Hyperosmolar (dehidrasi)
Kehilangan cairan tanpa disertai kehilangan elektrolit yang proporsional,
terutama natrium. Misalnya, asupan oral tidak cukup, lansia (penurunan
cairan intrasel, penurunan respons terhadap rasa haus, peningkatan
proporsi lemak tubuh), penurunan sekresi ADH (diabetes insipidus),
deuresis osmotik, pemberian formula/larutan hipertonik, yang
meningkatkan jumlah solut dan konsentrasi darah.

15
b) Hipoosmolar (kelebihan cairan)
Kelebihan cairan terjadi ketika asupan cairan berlebihan, sekresi ADH
berlebihan, sehingga terjadi pengenceran cairan ekstrasel disertai osmosis
cairan ke sel dan menyebabkan edema.

b. Ketidakseimbangan Elektrolit
1) Ketidakseimbangan natrium
Hiponatremia adalah konsentrasi natrium dalam darah lebih rendah, terjadi
saat kehilangan natrium atau kelebihan air. Hiponatremia menyebabkan
kolaps pembuluh darah dan syok. Hipernatremia adalah konsentrasi natrium
dalam darah lebih tinggi, dapat disebabkan oleh kehilangan air yang ekstrim
atau kelebihan natrium.
2) Ketidakseimbangan kalium
Hipokalemia adalah kalium yang bersikulasi tidak adekuat, dapat
disebabkan oleh penggunaan diuretik. Hipokalemia dapat menyebabkan
aritmia jantung. Hiperkalemia adalah jumlah kalium dalam darah lebih
besar, disebabkan oleh gagal ginjal.
3) Ketidakseimbangan kalsium
Hipokalsemia mencerminkan penurunan kadar kalsium serum.
Hiperkalsemia adalah peningkatan konsentrasi kalsium serum.
4) Ketidakseimbangan magnesium
Hipomagnesemia terjadi ketika kadar konsentrasi serum turun sampai di
bawah 1,5 mEq/L, menyebabkan peningkatan iritabilitas neuromuskular.
Hipermagnesemia terjadi ketika konsentrasi magnesium serum meningkat
sampai di atas 2,5 mEq/L, menyebabkan penurunan eksitabilitas sel-sel otot.
5) Ketidakseimbangan klorida
Hipokloremia terjadi jika kadar klorida serum turun sampai di bawah 100
mEq/L, disebabkan oleh muntah atau drainage nasogastrik/fistula, diuretik.
Hiperkloremia terjadi jika kadar serum meningkat sampai di atas 106
mEq/L.

16
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
a. Umur
Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan
berpengaruh pada luas permukaan tubuh,metabolisme, dan berat badan. Infant
dan anak-anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan
dibanding usia dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan
cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal atau jantung (Kusnanto, 2016).
b. Iklim
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembapan
udaranya rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuhdan elektrolit
melalui keringat. Sedangkan seseorang yang beraktivitas di lingkungan yang
panas dapat kehilangan cairan sampai dengan 5 L perhari (Kusnanto, 2016).
c. Diet
Diet seseorang berpengaruh terhadap intake cairan dan elektrolit. Ketika
intake nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak
sehingga akan serum albumin dan cadangan protein akan menurun padahal
keduanya sangat diperlukan dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal
ini akan menyebabkan edema (Kusnanto, 2016).
d. Stress
Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan
glykogen otot. Mekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air
sehingga bila berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah (Kusnanto,
2016).
e. Kondisi Sakit
Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh (Kusnanto, 2016).
Misalnya :
- Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.
- Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat memengaruhi proses regulator
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh

17
- Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan
pemenuhan intake cairan karena kehilangan kemampuan untuk
memenuhinya secara mandiri.
f. Tindakan Medis
Banyak tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh seperti : suction, nasogastric tube dan lain-lain (Kusnanto,
2016).
g. Pengobatan
Pengobatan seperti pemberian deuretik, laksative dapat berpengaruh pada
kondisi cairan dan elektrolit tubuh (Kusnanto, 2016).
h. Pembedahan
Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki risiko tinggi mengalami
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, dikarenakan kehilangan
darah selama pembedahan (Kusnanto, 2016).

6. Batasan Karakteristik (Tanda dan Gejala)


Berdasarkan PPNI, (2017)
a. Hipovolemia
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
- Frekuensi nadi meningkat
- Nadi teraba lemah
- Tekanan darah menurun
- Tekanan nadi menyempit
- Turgor kulit menyempit
- Membran mukosa kering
- Volume urin menurun
- Hemtokrit meningkat

18
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
- Merasa lemah
- Mengeluh haus
Objektif
- Pengisian vena menurun
- Status mental berubah
- Suhu tubuh meningkat
- Konsentrasi urin meningkat
- Berat badan turun tiba-tiba

b. Diare
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
- Defekasi lebih dari tiga kali dalam 24 jam.
- Feses lembek atau cair.
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
- Urgency
- Nyeri/kram abdomen
Objektif
- Frekuensi peristaltic meningkat
- Bising usus hiperaktif

c. Nyeri akut
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
(tidak tersedia)

19
Objektif
- Tampak meringis
- Bersikap protektif (mis. waspada, menghindari nyeri)
- Gelisah
- Frekuensi nadi meningkat
- Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
- Tekanan darah meningkat
- Pola napas berubah
- Nafsu makan berubah
- Proses berpikir terganggu
- Menarik diri
- Berfokus pada diri sendiri
- Diaforesis

d. Defisit nutrisi
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
- Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal .
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
- Cepat kenyang setelah makan
- Kram/nyeri abdomen
- Nafsu makan menurun

20
Objektif
- Bising usus hiperaktif
- Otot pengunyah lemah
- Otot menelan lemah
- Membran mukosa pucat
- Sariawan
- Serum albumin turun
- Rambut rontok berlebihan
- Diare

e. Gangguan rasa nyaman


Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
- Mengeluh tidak nyaman
Objektif
- Gelisah
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
- Mengeluh sulit tidur
- Tidak mampu rileks
- Mengeluh kedinginan/kepanasan
- Merasa gatal
- Mengeluh mual
- Mengeluh lelah
Objektif
- Menunjukan gejala distres
- Tampak merintih/menangis
- Pola eliminasi berubah
- Postur tubuh berubah
- Iritabilitas

21
7. Patofisiologi dan Pathway

8. Penatalaksanaan
a. Pemberian cairan dan elektrolit per oral
1) Penambahan intake cairan dapat diberikan peroral pada pasien-pasien
tertentu, misalnya pasien dengan dehidrasi ringan atau DHF stadium I.
2) Penambahan inteke cairan biasanya di atas 3000cc/hari.
3) Pemberian elektrolit peroral biasanya melalui makanan dan minuman.

22
b. Pemberian terapi intravena
c. Menghitung balance cairan

9. Komplikasi
a. Hypokalemia (dengan gejala matiorisme hipotoni, otot lemah,
bradikardi,perubahan elektro kardiogram)
b. Hipokalsemia
c. Cardic dysrhythimias akibat hypokalemia dan hipokalsemia
d. Hiponatremi
e. Syok hipofolemik
f. Asidosis
g. Dehidrasi

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan dalam pemenuhan cairan dan elektrolit
ditujukan/difokuskan pada :
1) Faktor risiko terjadinya ketidakseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa
a) Usia : sangat muda, sangat tua
b) Penyakit kronik: kanker, penyakit kardiovaskular (gagal jantung
kongestif), penyakit endokrin (cushing, DM), malnutrisi, PPOK, penyakit
ginjal (gagal ginjal prorogresif), perubahan tingkat kesadaran.
c) Trauma : cedera akibat kecelakaan, cedera kepala, combostio.
d) Terapi : diuretik, steroid, terapi IV, nutrisi parental total.
e) Kehilangan melalui saluran gastrointestinal : gastroenteritis, pengisapan
nasogastrik, fistula.
2) Riwayat keluhan : kepala sakit/pusing/pening, rasa baal dan kesemutan.
3) Pola intake : jumlah dan tipe cairan yang biasa dikonsumsi, riwayat
anoreksia, kram abdomen, rasa haus yang berlebihan.

23
4) Pola eliminasi : kebiasaan berkemih, adakah perubahan baik dalam jumlah
maupun frekuensi berkemih, bagaimana karakteristik urine, apakah tubuh
banyak mengeluarkan cairan? Bila ya ! melalui apa? Muntah, diare,
berkeringat.
b. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit. Pemeriksaan fisik meliputi :
1) Keadaan umum : iritabilitas, letargi, bingung, disorientasi
2) Berat badan
Timbang berat badan setiap hari untuk mengetahui risiko terkena gangguan
cairan dan elektrolit. Dengan demikian, retensi cairan dapat dideteksi lebih
dini karena 2,5–5 kg cairan tertahan di dalam tubuh sebelum muncul edema.
Perubahan dapat turun, naik, atau stabil.
3) Intake dan output cairan
Intake cairan meliputi per oral, selang NGT, dan parenteral. Output cairan
meliputi urine, feses, muntah, pengisapan gaster, drainage selang paska
bedah, maupun IWL. Apakah balance cairan seimbang, positif atau negatif.
Kaji volume, warna, dan konsentrasi urine.
4) Bayi : fontanela cekung jika kekurangan volume cairan, dan menonjol jika
kelebihan cairan
5) Mata :
- Cekung, konjungtiva kering, air mata berkurang atau tidak ada
- Edema periorbital, papiledema
6) Tenggorokan dan mulut
Membran mukosa kering, lengket, bibir pecah-pecah dan kering, saliva
menurun, lidah di bagian longitudinal mengerut
7) Sistem kardiovaskuler
Inspeksi:
- Vena leher: JVP/jugularis vena pressur datar atau distensi
- Central venus pressure (CVP) abnormal

24
- Bagian tubuh yang tertekan, pengisian vena lambat
Palpasi:
- Edema: lihat adanya pitting edema pada punggung, sakrum, dan
tungkai (pre tibia, maleolus medialis, punggung kaki)
- Denyut nadi: frekuensi, kekuatan
- Pengisian kapiler
Auskultasi:
- Tekanan darah: ukur pada posisi tidur dan duduk, lihat perbedaannya,
stabil, meningkat, atau menurun.
- Bunyi jantung: adakah bunyi tambahan
8) Sistem pernapasan : dispnea, frekuensi, suara abnormal (creckles)
9) Sistem gastrointestinal
- Inspeksi : abdomen cekung/distensi, muntah, diare
- Auskultasi : hiperperistaltik disertai diare, atau hipoperistaltik
10) Sistem ginjal : oliguria atau anuria, diuresis, berat jenis urine meningkat
11) Sistem neuromuskuler
- Inspeksi : kram otot, tetani, koma, tremor
- Palpasi : hipotonisit, hipertonisitas
- Perkusi : refleks tendon dalam (menurun/tidak ada,
hiperaktif/meningkat)
12) Kulit
- Suhu tubuh : meningkat/menurun
- Inspeksi : kering, kemerahan
- Palpasi : turgor kulit tidak elastik, kulit dingin dan lembab

c. Pemeriksaan Diagnostik
1) Kadar elektrolit serum
Kadar elektrolit serum diukur untuk menentukan status hidrasi,
konsentrasi elektrolit, dan keseimbangan asam basa. Elektrolit yang sering

25
diukur mencakup natrium, kalium, klorida, bikarbonat, dan daya gabungan
karbon dioksida.
2) Hitung darah lengkap
Hitung darah lengkap adalah suatu penetapan jumlah dan tipe eritrosit
dan leukosit per milimeter kubik darah. Perubahan hematokrit terjadi
sebagai respons terhadap dehidrasi atau overhidrasi. Anemia juga dapat
memengaruhi status oksigenasi.
3) Kadar kreatinin
Kadar kreatinin darah bermanfaat untuk mengukur fungsi ginjal.
Kreatinin adalah produk normal metabolisme otot dan diekskresikan dalam
kadar yang cukup konstan, terlepas dari faktor asupan cairan, diet, dan olah
raga.
4) Berat jenis urine
Pemeriksaan berat jenis urine mengukur derajat konsentrasi urine.
Rentang berat jenis urine normal antara 1,003 – 1,030.
5) Analisis gas darah arteri
Pemeriksaan gas darah arteri memberikan informasi tentang status
keseimbangan asam basa dan tentang keefektifan fungsi ventilasi dalam
mengakomodasi oksigen-karbon dioksida secara normal.
Pemeriksaan pH darah arteri mengukur konsentrasi hidrogen. Penurunan
pH dihubungkan dengan asidosis, dan peningkatan pH dihubungkan dengan
alkalosis. PaCO2 mengukur tekanan parsial karbon dioksida dalam darah
arteri, dan PaO2 mengukur tekanan parsial oksigen dalam darah arteri.
SaO2 mengukur derajat hemoglobin yang disaturasi oleh oksigen.
Bikarbonat mencerminkan porsi pengaturan asam basa ginjal.

2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan yang Muncul (PPNI, 2017)


a. Hipovolemia (D.0023) berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dibuktikan
dengan rekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit, turgor kulit menyempit, membran mukosa kering,

26
volume urin menurun, hemtokrit meningkat, merasa lemah, mengeluh haus,
pengisian vena menurun, status mental berubah, suhu tubuh meningkat,
konsentrasi urin meningkat, berat badan turun tiba-tiba.
b. Hipervolemia (D.0022) berhubungan dengan kelebihan asupan cairan
dibuktikan dengan ortopnea, dispenea, paroxysmal nocturnal dyspnea (pnd),
ederma anasarka dan/atau ederma perifer, berat badan meningkat dalam waktu
singkat, jugular venous pressure (jvp) dan/atau cental venous pressure (cvp)
meningkat, refleks hepatojugular positif, ditensi vena jugularis, terdengar suara
nafas tembahan, hepatomegaly, kadar hb/ht turun, oliguria, intake lebih banyak
dari output (balans cairan positif), kongesti paru.
c. Risiko Hipovolemia (D.0034) dibuktikan dengan kehilangan cairan secara aktif
d. Risiko Ketidakseimbangan Cairan (D.0036) dibuktikan dengan disfungsi
intestinal

27
3. Perencanaan Tindakan Keperawatan
No Diagnosa Rencana/Intervensi Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
(PPNI, 2019) (PPNI, 2018)
1 Hipovolemia (D.0023) Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipovolemia (I.03116)
b.d Kehilangan cairan keperawatan selama …x24 jam maka
aktif status cairan membaik, dengan Observasi
kriteria hasil : 1. Periksa tanda dan gejala
Status Cairan (L.03028) : hipovolemia (mis. frekuensi nadi
1 Kekuatan nadi meningkat (5) meningkat, nadi teraba lemah,
2 Turgor kulit meningkat (5) TD menurun, membran mukosa
3 Suhu tubuh membaik kering )
(36,5 C - 37,5 C)
o o
2. Monitor intake output cairan
4 Intake cairan membaik (5)
5 Membrane mukosa membaik (5) Terapeutik
1. Hitung kebutuhan cairan
2. Berikan posisi modified
trendelenburg
3. Berikan asupan cairan oral

Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
2. Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis (mis. NaCl,RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis. Glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
3. Kolaborasi pemberian produk
darah

2 Hipervolemia (D.0022) Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipervolemia (I.03114)


berhubungan dengan keperawatan selama …x24 jam maka

28
kelebihan asupan keseimbangan cairan meningkat, Observasi
cairan dengan kriteria hasil : 1. Periksa tanda dan gejala
Keseimbangan Cairan (L.03020) : hypervolemia
1.Asupan cairan meningkat (5) 2. Identifikasi penyebab
2.Asupan makanan meningkat (5) hypervolemia
3.Dehidrasi menurun (5) 3. Monitor status hemodinamik,
4.Tekanan darah membaik (5) tekanan darah, MAP, CVP, PAP,
5.Turgor kulit membaik (5) PCWP, CO jika tersedia
4. Monitor intaje dan output cairan
5. Monitor tanda hemokonsentrasi (
kadar Natrium, BUN,
hematocrit, berat jenis urine)
6. Monitor tanda peningkatan
tekanan onkotik plasma
7. Monitor kecepatan infus secara
ketat
8. Monitor efek samping diuretik

Terapeutik
1. Timbang berat bada setiap hari
pada waktu yang sama
2. Batasi asupan cairan dan garam
3. Tinggikan kepala tempat tidur
30-40 derajat

Edukasi
1. Anjurkan melapor jika haluaran
urine <0.5 ml/kg/jam dalam 6
jam
2. Anjurkan melapor jika BB
bertambah > 1 kg dalam sehari
3. Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan haluaran
cairan
4. Ajarkan cara membatasi cairan

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian diuritik

29
2. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
diuretic
3. Kolaborasi pemberian
continuous renal replacement
therapy
3 Risiko Hipovolemia Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipovolemia (I.03116)
(D.0034) dibuktikan keperawatan selama …x24 jam maka
dengan kehilangan status cairan membaik, dengan Observasi
cairan secara aktif kriteria hasil : 1. Periksa tanda dan gejala
Status Cairan (L.03028) : hipovolemia (mis. frekuensi nadi
1. Kekuatan nadi meningkat (5) meningkat, nadi teraba lemah,
2. Turgor kulit meningkat (5) TD menurun, membran mukosa
3. Suhu tubuh membaik kering )
4. (36,5 C - 37,5 C)
o o
2. Monitor intake output cairan
5. Intake cairan membaik (5)
6. Membrane mukosa membaik (5) Terapeutik
1. Hitung kebutuhan cairan
2. Berikan posisi modified
trendelenburg
3. Berikan asupan cairan oral

Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
2. Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis (mis. NaCl,RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis. Glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
3. Kolaborasi pemberian produk
darah

30
4 Risiko Setelah dilakukan intervensi Manajemen Cairan (I.03098)
Ketidakseimbangan keperawatan selama …x24 jam maka
Cairan (D.0036) keseimbangan cairan meningkat, Observasi
dibuktikan dengan dengan kriteria hasil : 1. Monitor status hidrasi ( mis,
disfungsi intestinal Keseimbangan Cairan (L.03020) : frek nadi, kekuatan nadi, akral,
1.Asupan cairan meningkat (5) pengisian kapiler, kelembapan
2.Asupan makanan meningkat (5) mukosa, turgor kulit, tekanan
3.Dehidrasi menurun (5) darah)
4.Tekanan darah membaik (5) 2. Monitor berat badan harian
5.Turgor kulit membaik (5) 3. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium (mis. Hematokrit,
Na, K, Cl, berat jenis urin , BUN)
4. Monitor status hemodinamik
( Mis. MAP, CVP, PCWP jika
tersedia)

Terapeutik
1. Catat intake output dan
hitung balans cairan dalam 24 jam
2. Berikan asupan cairan
sesuai kebutuhan
3. Berikan cairan intravena bila
perlu

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
diuretik, jika perlu

4. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tidakan
keperawaan pada klien evaluasi terus menerus dilakuakan pada respon klien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan, digunakan komponen

31
SOAP :
S Data subjektif, data yang didapatkan dari keluhan klien langsung
O Data objektif, data yang di dapatkan dari hasil observasi perawat
secara langsung
A Analisis, merupakan interpretasi dari subjektif dan objektif. Analisa
merupakan diagnosis keperawatan yang masih terjadi atau juga dapat
di tuliskan masalah baru yang terjadi akibat perubahan status
kesehatan klien.
P Planning, perencanaan keperawatan yang akan dilakukan, dilanjutkan,
dimodifikasi dari rencana tindakan yang telah dilakukan sebelumnya.

32
DAFTAR PUSTAKA

Armini, N. K. A., Arief, Y. S., Kristiawati, & Wahyuni, E. D. (2016). Modul Sistem
Pencernaan (D. Adzhani Putri Sabila & N. Gading Ekapuja Aurizki, S.Kep. (eds.);
1st ed.). Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
Harnanto, A. M., & Rahayu, S. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia II. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kusnanto. (2016). Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit.
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
Malik, M. Z., Salam, A. Y., Sugiyarto, Wardani, N. H. R., Panma, N. Y., Lestari, T. P.,
Rahim, A., Wijayanti, A. R., Faridah, V. N., & Nurarifah. (2022). Keperawatan
Medikal Bedah II (Pemenuhan Kebutuhan Klien Dewasa Dengan Gangguan
Kebutuhan Sistem Endokrin, Pencernaan dan Perkemihan). Rizmedia Pustaka
Indonesia.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik (SDKI) (Edisi 1). DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan (SIKI) (Edisi 1). DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria
Keperawatan (SLKI) (Edisi 1). DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai