Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas Praktik Profesi Keperawatan Dasar
Dosen Pengampu : Maria Wisnu Kanita, S.Kep., Ns., M.Kep
Disusun oleh :
b. Protein
Protein adalah zat kimia organik yang berisi asam amino, yang dihubungkan
dengan rantai peptida. Protein terdiri dari karbon, hidrogen, oksigen, dan
nitrogen. Tubuh mensintesis protein antara lain membentuk hemoglobin untuk
membawa oksigen ke jaringan, insulin untuk regulasi glukosa darah, dan
albumin untuk regulasi tekanan osmotik darah.
Fungsi protein untuk pertumbuhan, regulasi fungsi dan proses tubuh,
pembentukan kembali protein sel, dan energi, memelihara sistem imunitas
tubuh, sel, cairan tubuh, tulang, kulit, gigi, otot, rambut, darah, dan serum.
Katabolisme protein memberi 4 kcal/g. Katalis enzim dibentuk dari protein
pada regulasi pencernaan, absorbsi, metabolisme, dan katabolisme.
c. Lemak
Lemak atau lipid, termasuk lemak netral, minyak, asam lemak, kolesterol,
dan phospholopid. Lemak adalah zat organik yang terdiri dari karbon,
hidrogen, dan oksigen. Lemak secara ideal membentuk sekitar 20% berat badan
pada orang yang tidak gemuk. Lemak berfungsi sebagai transport sel, proteksi
organ vital, energi, simpanan energi pada jaringan adiposa, absorbsi vitamin,
dan transport vitamin larut lema Lemak yang dioksidasi menghasilkan energi 9
kcal/g. Lemak memberikan rasa kenyang karena menetap di lambung lebih
lama daripada karbohidrat atau protein.
d. Vitamin
Vitamin adalah zat organik yang penting bagi tubuh untuk pertumbuhan,
perkembangan, pemeliharaan, dan reproduksi, serta membantu dalam
penggunaan energi nutrient. Vitamin diklasifikasikan sebagai :
1) Vitamin larut lemak, disimpan di hati atau jaringan adiposa, sehingga intake
vitamin berlebihan dapat menyebabkan keracunan.
2) Vitamin larut air, disimpan dalam tubuh. Intake berlebihan diabsorbsi oleh
jaringan, dan diekskresikan dalam urine.
e. Mineral
Mineral membantu membentuk jaringan tubuh dan regulasi metabolisme,
seperti calcium, magnesium, sodium, potassium, fosfor, besi (Fe), iodine, zinc,
air.
Gigi manusia melekat pada rahang atas dan rahang bawah yang
terlindung oleh gusi. Struktur gigi manusia terdiri atas bagian :
a) Email gigi: merupakan bagian terluar dari gigi, berupa lapisan yang
paling keras dan berwarna putih.
b) Dentin atau tulang gigi: tersusun oleh zat kapur dan fosfor, lapisan email
dan dentin disebut mahkota gigi
c) Sumsum gigi (pulpa): terdapat dibagian dalam tulang gigi, pada sumsum
gigi terdapat banyak pembuluh darah dan syaraf.
d) Lapisan semen (sementum): melapisi dentin yang masuk dan tertanam ke
dalam rahang, pulpa dan sementum membentuk akar gigi.
2) Lidah
Selain gigi, di dalam rongga mulut manusia juga terdapat lidah. Selain
sebagai alat pengecap, lidah di dalam pencernaan makanan berfungsi untuk:
a) Mencampurkan makanan;
b) Mendorong makanan dalam proses menelan;
c) Membersihkan mulut dari sisa makanan.
Lidah membentuk lantai pada rongga mulut. Di bagian belakang, otototot
lidah melekat pada tulang hyoid (tulang pangkal lidah yang berbentuk
seperti huruf V). Permukaan lidah penuh dengan tonjolan (papilla) yang
mengandung puting-puting pengecap, sehingga lidah dapat merasakan
makanan seperti asam, manis, pahit, dan asin.
3) Kelenjar Ludah
Pada rongga mulut terdapat tiga macam kelenjar ludah (saliva) yang
menghasilkan cairan ludah. Kelenjar-kelenjar tersebut adalah: a) Kelenjar
parotis, yang terletak di dekat telinga;
b) Kelenjar submaksilaris yang terletak di bawah rahang atas;
c) Kelenjar submandibularis yang terletak di bawah lidah.
Di dalam cairan ludah mengandung air sebanyak 90%, dan sisanya terdiri
atas garam-garam bikarbonat, lendir (mukus), lizozim (enzim penghancur
bakteri), dan amilase (ptialin). Ketiga kelenjar ludah setiap harinya dapat
menghasilkan lebih kurang 1600 cc air ludah. Pengeluaran air ludah akan
bertambah jika ada rangsangan dari luar, seperti mencium aroma makanan,
melihat atau membayangkan suatu makanan yang lezat atau karena lapar.
Cairan ludah berfungsi untuk:
a) Memudahkan menelan makanan karena makanan tercampur dengan
lendir dan air
b) Melindungi rongga mulut dari kekeringan, panas, asam dan basa
c) Membantu pencernaan kimiawi, karena kelenjar ludah menghasilkan
enzim ptialin (amilase) yang berperan dalam pencernaan amilum menjadi
maltosa dan glukosa, enzim ini berfungsi dengan baik pada pH netral (pH
7)
b. Kerongkongan (esophagus)
Kerongkongan merupakan saluran pencernaan yang berbentuk seperti selang
air, sebagai penghubung antara rongga mulut dan lambung yang terletak di
belakang trakea (tenggorokan). Panjang kerongkongan pada manusia lebih
kurang 25 cm yang berakhir pada bagian kardiak lambung. Kerongkongan
tersusun oleh dua pertiga otot polos dan sepertiga otot lurik. Pada
kerongkongan dihasilkan lendir yang membantu gerak peristaltik, sehingga
makanan terdorong ke arah lambung. Akan tetapi, kerongkongan ini tidak
menghasilkan enzim pencernaan dan tidak melakukan absorbsi sari makanan.
c. Lambung (Ventrikulus)
Lambung pada manusia terletak pada bagian kiri atas rongga perut di bawah
diafragma. Dinding lambung terdiri atas lapisan otot yang tersusun memanjang,
melingkar, dan menyerong. Adanya kontraksi otot-otot lambung tersebut,
makanan akan teraduk dengan baik menjadi bubur (chyme/kim).
Lambung terdiri atas tiga bagian, yaitu kardiak (bagian yang merupakan
tempat masuknya kerongkongan), fundus (bagian tengah lambung), dan pilorus
(bagian yang berbatasan dengan usus dua belas jari). Lambung juga berperan
sebagai kelenjar eksokrin yang menghasilkan enzim pencernaan dan sebagai
kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon.
Lambung menghasilkan getah lambung yang terdiri atas :
1) Air dan lendir;
2) Ion-ion organik,
3) Asam lambung (HCl), dan
4) Enzim – enzim pencernaan (pepsin, renin dan lipase).
e. Pankreas
Pankreas juga merupakan organ tambahan pada sistem pencernaan. Pankreas
memiliki panjang kurang dari 12 cm dan tebal 2,5 cm. Pankreas terbagi atas
tiga bagian, yaitu bagian kepala yang melekat pada duodenum, bagian badan
yang merupakan bagian tengah pankreas, dan bagian ekor yang merupakan
bagian yang memanjang ke arah ujung kiri atas.
Pankreas terletak di bawah lambung dan mempunyai dua saluran yaitu:
saluran (ductus) wirsungi dan saluran (ductus) sastorini yang berfungsi
mengalirkan getah yang disekresikan pankreas ke duodenum. Pankreas
merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin.
Di dalam getah pankreas terdapat enzim-enzim pencernaan, yaitu:
1) Tripsinogen berupa proenzim : suatu protease yang belum aktif. Tripsinogen
akan diaktifkan oleh enterokinase yang dihasilkan usus halus menjadi
tripsin. Tripsin berfungsi memecah protein menjadi pepton.
2) Kimotripsinogen : merupakan proenzim yang akan diaktifkan oleh tripsin
menjadi kimotripsin yang berfungsi mengubah protein dan proteosa menjadi
pepton, perptida dan asam amino.
3) Lipase Pankreas (steapsin) : merupakan enzim yang memecah emulsi lemak
menjadi asam lemak dan gliserol.
4) Amilopepsin (amylase pankreas) : merupakan enzim yang memecah amilum
dan dekstrin menjadi maltose dan glukosa.
5) Ribonuklease & deoksiribonuklease : merupakan enzim yang mencerna
DNA/RNA menjadi nukleotida.
3) Lipase usus, merupakan enzim yang memecah lemak menjadi asam lemak
dan gliserol;
4) Erepsinogen, merupakan proenzim yang diaktifkan oleh enterokinase
menjadi erepsin yang mengubah pepton menjadi asam amino;
5) Enterokinase, merupakan enzim yang mengaktifkan tripsinogen menjadi
tripsin dan erepsinogen menjadi erepsin.
4. Etiologi
Beberapa kelainan klinis yang akan timbul bila terjadi gangguan dalam proses
pencernaan manusia (Armini et al., 2016), antara lain :
b. Penyakit
Sistem pencernaan adalah organ yang paling sering di lalui oleh bendabenda
dari luar tubuh misal makanan, sehingga sangat rentan sekali terkena gangguan
apabila sistem pertahanan tubuh tidak adekuat. Tidak heran jika banyak terjadi
gangguan pada sistem pencernaan karena hal tersebut yang kita tidak tahu dan
menyadari berapa banyak kuman yang masuk kedalam sistem pencernaan kita
(Harnanto & Rahayu, 2016).
c. Bahan kimia
Sering kita memasukan bahan kimia kedalam mulut kita baik disengaja
maupun tidak disengaja, dan melukai salah satu organ di rongga mulut dan
bahkan masuk sampai organ pencernaan bagian dalam sehingga mengakibatkan
fungsi organ tersebut mengalami gangguan (Harnanto & Rahayu, 2016).
d. Pengetahuan
Pengetahuan yang kurang tentang manfaat makanan bergizi dapat
memengaruhi pola konsumsi makan.Hal tersebut dapat disebabkan oleh
kurangnya informasi sehingga dapat terjadi kesalahan dalam memahami
kebutuhan gizi (Astari, 2019).
e. Prasangka
Prasangka buruk terhadap beberapa jenis bahan makanan bergizi tinggi
dapat memengaruhi status gizi seseorang. Misalnya, di beberapa daerah, tempe
merupakan sumber protein yang paling murah, tidak dijadikan bahan makanan
yang layak untuk dimakan karena masyarakat menganggap bahwa
mengonsumsi makanan tersebut dapat merendahkan derajat mereka (Astari,
2019).
f. Kebiasaan
Adanya kebiasaan yang merugikan atau pantangan terhadap makanan
tertentu juga dapat memengaruhi status gizi.Misalnya di beberapa daerah,
terdapat larangan makan pisang dan papaya bagi para gadis remaja.Padahal,
makanan tersebut merupakan sumber vitamin yang sangat baik.Ada pula
larangan makan ikan bagi anak-anak karena ikan dianggap dapat
mengakibatkan cacingan, padahal ikan merupakan sumber protein yang sangat
baik bagi anak-anak (Astari, 2019).
g. Kesukaan
Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan dapat
mengakibatkan kekurangan variasi makanan, sehingga tubuh tidak memperoleh
zat-zat yang dibutuhkan secara cukup.Kesukaan dapat mengakibatkan
merosotnya gizi pada remaja bila nilai gizinya tidak sesuai dengan yang
diharapkan (Astari, 2019).
h. Ekonomi
Status ekonomi dapat memengaruhi perubahan status gizi karena penyediaan
makanan bergizi membutuhkan pendanaan yang tidak sedikit.Oleh karena itu,
masyarakat dengan kondisi perekonomian yang tinggi biasanya mampu
mencukupi kebutuhan gizi keluargannya dibandingkan masyarakat dengan
kondisi perekonomian rendah (Astari, 2019).
Selain itu juga, Sekresi air dan elektrolit secara berlebihan ini dapat
menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dan asidosis
metabolik sehingga dapat menimbulkan kekurangan volume cairan dalam tubuh
serta gangguan pertukaran gas akibat dari asidosis metabolik. Kekurangan volume
cairan secara terus menerus dapat menimbulkan syok hipovolemi. Selain itu juga,
proses invasi dan pengerusakan mukosa usus, organisme menyerang enterocytes
(sel dalam epitelium) sehingga menyebabkan peradangan (timbul mual muntah)
dan kerusakan pada mukosa usus. Hal ini menyebabkan penurunan nafsu makan,
serta gangguan pada psikologi klien yang dapat menyebabkan ansietas. Penurunan
nafsu makan dapat mengakibatkan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh (Asta, 2019).
Pathway
8. Penatalaksanaan
a. Diare
Prinsip terapi yang digunakan (Chalik, 2016), yaitu :
1) Penggantian cairan (rehidrasi).
2) Kemoterapi
Untuk terapi kausal yang memusnahkan bakteri penyebab penyakit
digunakan obat golongan sulfonamida atau antibiotic.
3) Obstipansia
Untuk terapi simptomatis dengan tujuan untuk menghentikan diare, yaitu
dengan cara:
a) Menekan peristaltik usus (loperamid)
b) Menciutkan selaput usus atau adstringen (tannin)
c) Pemberian absorben untuk menyerap toksin yang dihasilkan oleh bakteri
atau toksin penyebab diare yang lain (karbo absorben, kaolin)
d) Pemberian mucilage untuk melindungi selaput lendir usus yang luka
4) Spasmolitik
Zat yang dapat melemaskan kejang-kejang otot perut (nyeri perut) pada
diare.
5) Probiotik
Untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Lactobasillus dan bifidobacteria
(disebut Lactid Acid Bacteria/LAB) merupakan probiotik yang dapat
menghasilkan antibiotik alami yang dapat mencegah/menghambat
pertumbuhan bakteri pathogen. LAB dapat menghasilkan asam laktat yang
menyebabkan pH usus menjadi asam. Suasana asam akan menghambat
pertumbuhan bakteri pathogen. LAB ini dapat membantu memperkuat dan
memperbaiki pencernaan bayi dan mencegah diare.
b. Gastritis
Prinsip terapi pada gastritis (Chalik, 2016), yaitu :
1) Terapi dapat dilakukan dengan mengurangi sekresi asam lambung yang
berlebihan dengan menggunakan antasida, antagonis reseptor H2 (ranitidin)
dan penghambat pompa proton (omeprazol). Juga agen protektif mukosa
lambung dapat digunakan seperti sukralfat.
2) Dukungan terapi tanpa obat sangat membantu meringankan gejala dan
keparahan gangguan seperti merubah gaya hidup dan pola makan yang
misalnya mengurangi stress, mengatur jadwal makan, hindari makan
makanan yang pedas, kecut. Selain itu juga menghindari penggunaan
obatobat yang dapat memicu atau memperparah gangguan seperti golongan
AINS (aspirin) dan steroid.
9. Komplikasi
a. Malnutrisi
Kekurangan zat makanan (nutrisi) ataupun kelebihan (nutrisi)
b. Obesitas
Obesitas merupakan masalah peningkatan berat badan yang mencapai lebih
dari 20% berat badan normal. Status nutrisinya adalah melebihi kebutuhan
metabolism karena kelebihan asupan kalori dan penurunan dalam pengguanaan
kalori.
c. Hipertensi
Hipertensi merupakan gangguan nutrisi yang juga disebabkan oleh berbagai
masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi seperti penyebab dari adanya obesitas,
serta asupan kalsium, natrium, dan gaya hidup yang berlebihan.
d. Penyakit jantung koroner
Merupakan gangguan nutrisi yangs sering disebabkan oleh adanya peningkatan
kolesterol darah dan merokok. Saat ini, gangguan ini sering dialami karena adanya
perilaku atau gaya hidup yang tidak sehat, obesitas, dan lain-lain. e. Kanker
Kanker merupakan gangguan kebutuhan nutrisi yang disebabkan oleh
pengonsumsian lemak secara berlebihan.
f. Anoreksia nervosa
Merupakan penurunan berat badan secara mendadak dan berkepanjangan,
ditandai dengan adanya konstipasi, pembengkakan badan, nyeri abdomen,
kedinginan, letargi, dan kelebihan energi.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Keluhan Utama
Keluhan utama didapat dengan menanyakan tentang gangguan terpenting
yang dirasakan pasien sampai perlu pertolongan. Keluhan utama pada pasien
gangguan sistem pencernaan secara umum antara lain:
1) Nyeri
Keluhan nyeri dari pasien sering menjadi keluhan utama dari pasien
untuk meminta pertolongan kesehatan yang bersumber dari masalah saluran
gastrointestinal dan organ aksesori. Dalam mengkaji nyeri, perawat dapat
melakukan pendekatan PQRST, sehingga pengkajian dapat lebih
komprehensif. Kondisi nyeri biasanya bergantung pada penyebab dasar yang
juga mempengaruhi lokasi dan distribusi penyebaran nyeri.
2) Mual muntah
Keluhan mual muntah merupakan kondisi yang sering dikeluhkan dan
biasanya selalu berhubungan dengan kerja involunter dari gastrointestinal.
Mual (nausea) adalah sensasi subjektif yang tidak menyenangkan dan sering
mendahului muntah. Mual disebabkan oleh distensi atau iritasi dari bagian
mana saja dari saluran GI, tetapi juga dapat dirangsang oleh pusat-pusat otak
yang lebih tinggi. Interpretasi mual terjadi di medulla, bagian samping, atau
bagian dari pusat muntah. Muntah merupakan salah satu cara traktus
gastrointestinal membersihkan dirinya sendiri dari isinya ketika hampir
semua bagian atau traktus gastrointestinal teriritasi secara luas, sangat
mengembang, atau sangat terangsang.
3) Kembung dan Sendawa (Flatulens)
Akumulasi gas di dalam saluran gastrointestinal dapat mengakibatkan
sendawa yaitu pengeluaran gas dari lambung melalui mulut (flatulens) yaitu
pengeluaran gas dari rektum. Sendawa terjadi jika menelan udara dimana
cepat dikeluarkan bila mencapai lambung. Biasanya, gas di usus halus
melewati kolon dan di keluarkan. Pasien sering mengeluh kembung,
distensi, atau merasa penuh dengan gas.
4) Ketidaknyamanan Abdomen
Ketidaknyamanan pada abdomen secara lazim berhubngan dengan
gangguan saraf lambung dan gangguan saluran gastrointestinal atau bagian
lain tubuh. Makanan berlemak cenderung menyebabkan ketidaknyamanan
karena lemak tetap berada di bawah lambung lebih lama dari protein atau
karbohidrat. Sayuran kasar dan makanan yang sangat berbumbu dapat juga
mengakibatkan penyakit berat. Ketidaknyamanan atau distress abdomen
bagian atas yang berhubungan dengan makanan yang merupakan keluhan
utama dari pasien dengan disfungsi gastrointestinal. Dasar distress gerakan
abdomen ini merupakan gerakan peristaltik lambung pasien sendiri.
Defekasi dapat atau tidak dapat menghilangkan nyeri.
5) Diare
Diare adalah peningkatan keenceran dan frekuensi feses. Diare dapat
terjadi akibat adanya zat terlarut yang tidak dapat diserap di dalam feses,
yang disebut diare osmotic, atau karena iritasi saluran cerna. Penyebab
tersering iritasi adalah infeksi virus atau bakteri di usus halus distal atau
usus besar. Iritasi usus oleh suatu patogen mempengaruhi lapisan mukosa
usus sehingga terjadi peningkatan produk-produk sekretorik termasuk
mucus. Iritasi oleh mikroba jga mempengaruhi lapisan otot sehingga terjadi
peningkatan motilitas. Peningkatan motilitas menyebabkan banyak air dan
elektrolit terbuang karena waktu yang tersedia untuk penyerapan zat-zat
tersebut di kolon berkurang. Individu yang mengalami diare berat dapat
meninggal akibat syok hipovolemik dan kelainan elektrolit.
6) Konstipasi
Konstipasi didefinisikan sebagai defekasi yang sulit atau jarang.
Frekuensi defekasi berbeda-beda setiap orang sehingga definisi ini bersifat
subjektif dan dianggap sebagai penurunan relative jumlah buang air besar
pada seseorang. Defekasi dapat menjadi sulit apabila feses mengeras dan
compact atau padat. Hal ini terjadi apabila individu mengalami dehidrasi
atau apabila tindakan BAB ditunda sehingga memungkinkan lebih banyak
air yang terserap keluar sewaktu feses berada di usus besar. Diet berserat
tinggi mempertahankan kelembaban feses dengan cara menarik air secara
osmosis ke dalam feses dan dengan merangsang peristaltic kolon melalui
peregangan. Dengan demikian, orang yang makan makanan rendah serat
atau makananan yang sangat dimurnikan beresiko lebih besar mengalami
konstipasi. Selain itu, olah raga juga mendorong defekasi dengan
merangsang saluran GE secara fisik. Dengan demikian, orang yang
sehariharinya jarang bergerak berisiko tinggi mengalami konstipasi.
b. Riwayat Kesehatan
Pengkajian riwayat kesehatan dilakukan dengan anamnesis atau wawancara
untuk menggali masalah keperawatan lainnya sesuai dengan keluhan utama
dari pasiennya. Perawat memperoleh data subjektif dari pasien mengenai
awitan masalahnya dan bagaimana penanganan yang sudah dilakukan. Persepsi
dan harapan pasien sehubungan dengan masalah kesehatan dapat
mempengaruhi masalah kesehatan.
Yang perlu dikaji dalam sistem gastrointestinal:
1) Pengkajian rongga mulut
2) Pengkajian esofagus
3) Pengkajian lambung
4) Pengkajian intestinal
5) Pengkajian anus dan feses
6) Pengkajian organ aksesori
g. Riwayat Alergi
Perawat mengkaji adanya alergi terhadap beberapa komponen makanan atau
agen obat pada masa lalu dan bagaimana pengaruh dari alergi tersebut, apakah
memberikan dampak terjadinya diare atau konstipasi.
h. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik keperawatan pada sistem GI dimulai dari survei umum
terhadap setiap kelainan yang terlihat atau mengklarifikasi dari hasil pengkajian
anamnesis.
1) Ikterus
Ikterus atau jaundice merupakan suatu kondisi yang sering ditemukan
perawat di klinik dimana konsentrasi bilirubin dalam darah mengalami
peningkatan abnormal sehingga semua jaringan tubuh yang mencakup
sklera dan kulit akan berubah warna menjadi kuning atau kuning kehijauan.
Ikterus akan tampak sebagai gejala klinis yang nyata bila kadar bilirubin
serum melampaui 2-2,5 mg/dl. Peningkatan kadar bilirubin serum dan gejala
ikterus dapat terjadi akibat gangguan pada ambilan hepatic, konjugasi
bilirubin, atau ekskresi bilier.
Penyebab
1) Ketidakmampuan menelan makanan
2) Ketidakmampuan mencerna makanan
3) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
4) Peningkatan kebutuhan metabolisme
5) Faktor ekonomi (mis, finansial tidak mencukupi)
6) Faktor psikologis (mis, stres, keengganan untuk makan)
Penyebab
Fisiologis
1) Inflamasi gastrointestinal.
2) Iritasi gastrointestinal.
3) Proses infeksi.
4) Malabsorsi.
Psikologis
1) Kecemasan.
2) Tingkat stres tinggi.
Situasional
1) Terpapar kontaminan.
2) Terpapar toksin.
3) Penyalahgunaan laksatif.
4) Penyalahgunaan zat.
5) Program pengobatan (Agen tiroid, analgesik, pelunak feses, ferosultat,
antasida, cimetidine dan antibiotik).
6) Perubahan air dan makanan.
7) Bakteri pada air.
Penyebab
1) Kehilangan cairan aktif
2) Kegagalan mekanisme regulasi
3) Peningkatan permeabilitas kapiler
4) Kekurangan intake cairan
5) Evaporasi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan makanan porsi kecil dan
sering secara bertahap
2. Anjurkan menghindari makanan,
pembentuk gas, pedas, dan
mengandung lactose
3. Anjurkan melanjutkan pemberian
ASI
Kolaborasi
1 Kolaborasi pemberian obat
antimotilitas
2 Kolaborasi pemberian obat
antispasmodic/ spasmolitik
3 Kolaborasi pemberian obat
pengeras feses.
3 Hipovolemia (D.0023) Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipovolemia (I.03116)
b.d Kehilangan cairan keperawatan selama …x24 jam maka
aktif status cairan membaik, dengan Observasi
kriteria hasil : 1. Periksa tanda dan gejala
Status Cairan (L.03028) : hipovolemia (mis. frekuensi nadi
1 Kekuatan nadi meningkat (5) meningkat, nadi teraba lemah, TD
2 Turgor kulit meningkat (5) menurun, membran mukosa
3 Suhu tubuh membaik kering )
(36,5oC - 37,5oC) 2. Monitor intake output cairan
4 Intake cairan membaik (5)
Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
2. Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis (mis. NaCl,RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
3. Kolaborasi pemberian produk darah
4. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tidakan
keperawaan pada klien evaluasi terus menerus dilakuakan pada respon klien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan, digunakan komponen
SOAP :
S Data subjektif, data yang didapatkan dari keluhan klien langsung
O Data objektif, data yang di dapatkan dari hasil observasi perawat secara
langsung
Armini, N. K. A., Arief, Y. S., Kristiawati, & Wahyuni, E. D. (2016). Modul Sistem
Pencernaan (D. Adzhani Putri Sabila & N. Gading Ekapuja Aurizki, S.Kep. (eds.);
1st ed.). Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
Asta, R. A. B. P. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Gastroenteritis Akut Dengan
Diare Di Rsu Dr. Slamet Garut. 1–56.
Astari, W. (2019). Laporan Pendahuluan Nutrisi.
Chalik, R. (2016). Anatomi Fisiologi Manusia. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Harnanto, A. M., & Rahayu, S. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia II. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kesuma, C., Informatika, M., & Informatika, M. (2018). Pengembangan Sistem Pakar
Mendeteksi Penyakit Pencernaan. 6(1), 41–48.
Malik, M. Z., Salam, A. Y., Sugiyarto, Wardani, N. H. R., Panma, N. Y., Lestari, T. P.,
Rahim, A., Wijayanti, A. R., Faridah, V. N., & Nurarifah. (2022). Keperawatan
Medikal Bedah II (Pemenuhan Kebutuhan Klien Dewasa Dengan Gangguan
Kebutuhan Sistem Endokrin, Pencernaan dan Perkemihan). Rizmedia Pustaka
Indonesia.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik (SDKI) (Edisi 1). DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan (SIKI) (Edisi 1). DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria
Keperawatan (SLKI) (Edisi 1). DPP PPNI.