Anda di halaman 1dari 20

KOMUNIKASI TERAPEUTIK

OLEH:
SUMIRTA I NENGAH

1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik

Komunikasi berasal dari bahasa latin communis, dalam bahasa Inggris common, yang
berarti “sama”. Berkomunikasi (to communicate) berarti kita berusaha menimbulkan
persamaan (commonness) sikap dengan seseorang. Menurut Azwar (1966), komunikasi
diartikan sebagai bentuk pertukaran pikiran atau keterangan dalam rangka meciptakan rasa
saling mengerti dan saling percaya demi terwujudnya hubungan baik antara individu dan
orang lainnya. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu
hubungan seseorang dengan orang lain untuk mencapai pengertian dan persamaan sikap.
Komunikasi merupakan proses kompleks (verbal dan non verbal) yang melibatkan tingkah
laku dan hubungan serta memungkinkan individu berasosiasi dengan orang lain dan dengan
lingkungan sekitarnya (Perry dan Potter, 2005).
Komunikasi dalam bidang kesehatan merupakan pengiriman pesan antara pengirim dan
penerima disertai interaksi diantara keduanya. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan
kepercayaan, menyebabkan keamanan, menimbulkan kepuasan, meningkatkan pengobatan,
dan menuju kesembuhan. Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni
penyembuhan, disini dapat diartikan bahwa terapeutik adalah segala sesuatu yang
memfasilitasi proses penyembuhan. Homby, dalam Nurjanah, dalam Dewi (2002).
Komunikasi terapeutik adalah pengiriman pesan antara pengirim dan penerima dengan
interaksi diantara keduanya yang bertujuan memulihkan kesehatan seseorang yang sedang
sakit. Komunikasi terapeutik merupakan teknik verbal dan non verbal yang digunakan
petugas kesehatan untuk memfokuskan pada kebutuhan pasien/klien.

1.2 Unsur-unsur dalam Komunikasi

Dalam berkomunikasi terdapat unsur-unsur yang membentuk. Unsur tersebut terbagi


menjadi enam unsure yaitu sebagai berikut.

1 SUMIRTA I NENGAH (KOMUNIKASI TERAPEUTIK)


1. Sumber atau pengirim
Sumber adalah pengirim berita atau komunikator. Sumber ini dapat berasal dari
perorangan, kelompok, dan/atau institusi serta organisasi tertentu.
2. Pesan
Pesan (berita) adalah rangsangan (stimulus) yang disampaikan sumber kepada
sasaran. Penyampaian pesan dapat berbentuk symbol bahasa, baik lisan maupun
tulisan, yang disebut komunikasi verbal atau dalam bentuk symbol-simbol tertentu,
misalnya ekspresi muka dan gerak tubuh (disebut juga komunikasi non verbal). Isi
symbol dari pesan disebut informasi, dan jika sifatnya sesuatu yang baru disebut
inovasi.
3. Media
Media adalah saluran atau alat yang dipakai sumber untuk menyampaikan pesan
pada sasaran. Jenis dan bentuk media sangat bervariasi, dari yang tradisional,
mislnya getok tular (mulut ke mulut), kentongan, tulisan, sampai dengan
penggunaan media elektronik yang modern yakni telepon seluler, TV, dan Internet.
Secara umum dikenal dengan media massa.
4. Sasaran/penerima
Sasaran adalah penerima pesan. Seperti sumber, sasaran dapat perorangan,
kelompok, dan/atau institusi serta organisasi tertentu.
5. Umpan balik
Komunikasi merupakan proses yang terus-menerus. Umpan balik (feedback)
adalah reaksi sasaran terhadap pesan yang disampaikan sumber. Komunikasi dapat
berjalan baik atau tidaknya ditentukan oleh umpan balik atau reaksi sasaran, yang
dapat dipergunakan oleh sumber untuk memperbaiki komunikasi yang dilakukan.
6. Akibat
Akibat (impact) adalah hasil dari komunikasi, yakni terjadi perubahan pada diri
sasaran. Perubahan yang terjadi dapat berupa perubahan pengetahuan, sikap,
dan/atau perilaku. Tujuan akhir kegiatan komunikasi adalah perubahan perilaku.

2 SUMIRTA I NENGAH (KOMUNIKASI TERAPEUTIK)


Variabel
interpersonal

Salura
Referen n
Referen

Pengirim Penerima

1.3 Karakteristik Komunikasi Terapeutik


Ada tiga hal mendasar yang member ciri-ciri komunikasi terapeutik yaitu keikhlasan
(genuineness), empati (empathy), dan kehangatan (warmth).
1. Genuineness
Dalam rangka membantu klien, perawat harus menyadari tentang nilai, sikap, dan
perasaan yang dimiliki terhadap keadaan klien. Apa yang perawat pikirkan dan
rasakan tentang individu dan dengan siapa dia berinteraksi selalu dikomunikasikan
pada individu, baik secara verbal maupun non verbal. Perawat yang mampu
menunjukkan rasa ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai sikap yang dipunyai
terhadap pasien sehingga mampu belajar untuk mengomunikasikannya secara tepat.
Perawat tidak akan menolak segala bentuk perasaan negative yang dipunyai klien,
bahkan ia akan berusaha berinteraksi dengan klien. Hasilnya, perawat akan mampu
mengeluarkan segala perasaan yang dimiliki dengan cara yang tepat, bukan dengan
cara menyalahkan atau menghukum klien.
Tidak selalu mudah melakukan suatu keikhlasan. Untuk menjadi lebih percaya
diri tentang perasaan dan nilai-nilai yang dimiliki membutuhkan pengembangan diri

3 SUMIRTA I NENGAH (KOMUNIKASI TERAPEUTIK)


yang dapat dipertimbangkan dilakukan setiap saat. Sehingga, sekali perawat mampu
untuk menyatakan apa yang dia inginkan untuk membantu memulihkan kondisi
pasien dengan cara yang tidak mengancam, pada saat itu pula kapasitas yang dimiliki
untuk mencapai hubungan yang saling menguntungkan akan meningkat secara
bermakna.

2. Empathy
Empati merupakan perasaan “pemahaman” dan “penerimaan” perawat terhadap
perasaan yang dialami klien dan kemampuan merasakan “dunia pribadi pasien”.
Empati merupakan sesuatu yang jujur, sensitive, dan tidak dibuat-buat (objektif)
didasarkan atas apa yang dialami orang lain. Empati berbeda dengan simpati.
Simpati merupakan kecenderungan berfikir atau merasakan apa yang sedang
dilakukan atau dirasakan oleh pasien. Karenanya, simpati lebih bersifat subjektif
dengan melihat “dunia orang lain” untuk mencegah perspektif yang lebih jelas dari
semua sisi yang ada tentang isu-isu yang sedang dialami seseorang.
Empati cenderung bergantung pada kesamaan pengalaman di antara orang yang
terlibat komunikasi. Perawat akan lebih mudah mengatasi nyeri pada pasien,
misalnya, jika dia mempunyai pengalaman yang sama tentang nyeri. Karena hal ini
sulit dilakukan, kecuali karena adanya keseragaman atau kesamaan pengalaman atau
situasi yang relevan, perawat terkadang sulit untuk berperilaku empati pada semua
situasi. Namun demikian empati bisa dikatakan sebagai “kunci” sukses dalam
berkomunikasi dan ikut memberikan dukungan tentang apa yang sedang dirasakan
klien. Sebagai “perawat empatik”, perawat harus berusaha keras untuk mengetahui
secara pasti apa yang sedang dipikirkan dan dialami klien. Perawat yang berempati
dengan orang lain dapat menghindarkan penilaian berdasarkan kata hati (impulsive
judgement).
3. Kehangatan (warmth)
Hubungan yang saling membantu (helping relationship) dibuat untuk memberikan
kesempatan klien mengeluarkan "unek-unek" (perasaan dan nilai-nilai) secara bebas.
Dengan kehangatan, perawat akan mendorong klien untuk meng-ekspresikan ide-ide
dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau

4 SUMIRTA I NENGAH (KOMUNIKASI TERAPEUTIK)


dikonfrontasi. Suasana yang hangat, permisif, dan tanpa adanya ancaman
menunjukkan adanya rasa penerimaan perawat terhadap pasien. Sehingga pasien
akan mengekspresikan perasaannya secara lebih mendalam. Kondisi ini akan
membuat perawat mempunyai kesempaan lebih luas untuk mengetahui kebutuhan
klien. Kehangatan juga dapat dikomunikasikan secara nonverbal. Penampilan yang
tenang, suara yang meyakinkan, dan pegangan tangan yang halus menunjukkan rasa
belas kasihan atau kasih sayang perawat terhadap pasien.

1.4 Tujuan Komunikasi Terapeutik


Menurut Purwanto tujuan dari komunikasi terapeutik :
a. membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran mempertahakan kekuatan egonya.
b. Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk mengubah situasi yang
ada
c. Mengulang keraguan membantu dalam pengambilan tindakan yang efektif
dan mempengaruhi orang lai lingkungan fisik dan dirinya.

Dalam mencapai tujuan ini sering sekali perawat memenuhi kendala komunikasi yaitu :
a. Tingkah laku perawat
Dirumah sakit pemerintah maupun swasta, perawat memegang peranan penting;
tingkah laku; gerak-gerik perawat selalu dinilai oleh masyarakat. Bahkan sering
juga surat kabar memuat berita-berita tentang perawat rumah sakit. Bertindak yang
tidak sebenarnya. Dipandang oleh klien perawat judes, jahat dan sebagainya.
b. Perawatan yang berorientasi Rumah sakit
1) Pelaksanaan perawatan difokuskan pada penyakit yang diderita klien semata,
sedangkan psikososial kurang mendapat perhatian. Tujuan pelaksaan
perawatan yang sebenarnya yaitu manusia seutuhnya yang meliputi bio, psiko
dan sosial.
2) Bio : Kebutuhan dasar, makan minum, oksigen dan perkembangan keturunan.
3) Psiko : Jiwa, perawat supaya turut membantu memecahkan masalah yang ada
hubungannya dengan jiwa.

5 SUMIRTA I NENGAH (KOMUNIKASI TERAPEUTIK)


4) Social : perawat juga mengetahui kebiasaan-kebiasaan, adat-istiadat dari klien di
dalam masyarakat.
5) Perawat kurang tanggap terhadap kebutuhan, keluhan-keluhan, serta kurang
memperhatikan apa yang dirasakan oleh klien sehingga menghambat hubungan baik.

1.5 Fungsi dari Komunikasi Terapeutik


Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi yang dilakukan oleh perawat adalah
komunikasi yang berjenjang. Masing-masing jenjang komunikasi tersebut memiliki fungsi
sebagai berikut:
1. Komunikasi Intrapersonal
Digunakan untuk berpikir, belajar, merenung, meningkatkan motivasi, introspeksi diri.
2. Komunikasi Interpersonal
Digunakan untuk meningkatkan hubungan interpersonal, menggali data atau masalah,
menawarkan gagasan, memberi dan menerima informasi.
3. Komunikasi Publik
Mempengaruhi orang banyak, menyampaikan informasi, menyampaikan perintah atau
larangan umum (publik).

1.6 Langkah-langkah atau Tahapan Interaksi yang Dilakukan dalam


Komunikasi Terapeutik.
1. Tahap persiapan
Tahap persiapan atau pra interaksi yang dilakukan relawan dengan pasien
bertujuan untuk mengetahui nama pasien, riwayat, serta apa yang dirasakan pasien
ketika diajak berbicara. Semua relawan disini berusaha menghafal satu per satu, dari
mulai nama, riwayat, cerita dari keluarga tentang kebiasaan-kebiasaannya, hingga
apa yang dirasakannya si pasien saat diajak berbicara relawan bisa memahami
dengan baik. Berikut hasil wawancaranya:

“Iya. Semua relawan disini secara tidak sadar selalu mengingat nama pasien dan
riwayatnya. Bahkan bisa tahu apa yang dirasakan pasien saat diajak bicara, bisa

6 SUMIRTA I NENGAH (KOMUNIKASI TERAPEUTIK)


dlihat dari wajahnya, cerita dari keluarga tentang
kebiasaankebiasaanya.”(Informan 2)

2. Tahap Perkenalan
Perkenalan adalah kegiatan yang dilakukan relawan ketika pertama kali bertemu
dengan pasien. Banyak cara perkenalan yang dilakukan relawan kepada pasien yang
baru datang. Berikut hasil wawncara:

“Yaa biarin aja dulu. Kalo diliat wajahnya uda lebih enak diajak ngobrol baru
diajak ngobrol lagi.” (AK, 7 Desember 2012)

Untuk perkenalan, biasanya relawan membiarakan pasien baru tersebut terlebih


dahulu, bila dirasa pasien yang baru datang tidak membahayakan orang lain. Namun
relawan akan memasukkannya kedalam kamar atau malah ruang isolasi bila pasien
dirasa membahayakan orang lain. Hal ini dilakukan untuk menjatuhkan mental si
pasein, agar relawan lebih mudah mengarahkannya.
3. Tahap Kerja
Tahap kerja adalah inti dari seluruh proses komunikasi terapeutik, karena pada
tahap ini relawan dan pasein bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang
sedang dihadapi pasein. Lamanya seorang relawan menangani pasien yang
menderita gangguan mental kejiwaan di Griya Cinta Kasih bisa membuatnya lebih
memahami pasein dalam tahap kerja ini. Banyak sekali teknik komunikasi yang akan
dilakukan relawan kepada pasien.
4. Hambatan
Berlangsungnya tahap kerja yang menjadi inti dari keseluruhan proses
komunikasi terapeutik, tentunya mendapatkan hambatan. Ada tiga jenis hambatan
dalam komunikasi terapeutik yang dilakukan antara relawan dengan pasien yang
spesifik yaitu resistens, tranferens, dan pelanggaran batas.
Resistens Penderita gangguan mental dan kejiwaan tidak bisa ditebak. Terkadang,
tiba-tiba saja ada pasien yang terlihat marah, berperilaku tidak wajar, seolah-olah
pertolongan relawan tidak ada artinya, dan terkesan memberontak. Namun relawan

7 SUMIRTA I NENGAH (KOMUNIKASI TERAPEUTIK)


tidak heran lagi karena itu sudah menjadi hal biasa. Yang dilakukan relawan adalah
membiarkannya terlebih dahulu agar pasien tidak beranggapan relawan terlalu ingin
tahu tentang perasaannya. Berikut hasil wawancara:

“Kita dekati dulu, diajak bicara kalau bisa. Bila tidak bisa, kita biarkan sejenak,
lalu kita masukkan ke ruang isolasi.” (Informan 1)

Diajak bicara bila masih bisa, namun jika masih marah, berperilaku tidak wajar,
seolah-olah pertolongan relawan tidak ada gunanya, relawan akan memasukkannya
ke ruang isolasi.

Transferens Tidak hanya orang normal, orang yang terkena gangguan mental dan
kejiwaan juga butuh hiburan untuk mengekspresikan perasannya melalui media lain
selain bercakap-cakap. Dengan adanya media lain seperi hiburan, diharapkan pasien
terpancing untuk bercerita, bila ia tidak bisa bercerita dengan bertatap muka saja.
Bila pasien sudah menyukai itu, ia akan dengan mudah untuk bercerita.

“Seringnya bertemu membut kita hafal dengan sendirinya. Cara


mengekspersikan perasaan pasien biasanya relawan membiarkan saja pasien
melakukan hal yang disukaainya, disitu kan biasanya kalau dintanya pasien bisa
memberi jawaban yang sesuai, tiap minggu kan juga ada orkesan.” (Informan 4)

Pelanggaran Batas Rumah perawatan gangguan mental dan kejiwaan “Griya


Cinta Kasih” tidak memberikan label pada pasien. Sehingga pasien yang pernah
dirawat tidak memiliki catatan masa lalau yang buruk. Karena banyak orang yang
takut unuk mempekerjakan orang-orang yang pernah menjadi pasien gangguan
mental dan kejiwaan.

“Kalo sama pasien yang sudah sembuh, ya hubungan kita baik-baik saja. Disini
juga ada pasien yang sekarang jadi relawan.” (Sp, 8 Desember 2012)

8 SUMIRTA I NENGAH (KOMUNIKASI TERAPEUTIK)


Hubungan relawan dengan pasien adalah hubungan terapeutik dan sebutan sebgai
relawan atau pasien hanya berlaku di area Griya Cinta Kasih saja. Setelah pasien
sembuh, relawan tidak menganggapnya sebagai pasien atau mantan pasien. Jadi
hubungan yang terjalin baik-baik saja. Relawan sudah senang bila orang yang pernah
dirawatnya sembuh dan diterima di tengah-tengah masyarakat.
5. Tahap Terminasi
Setelah selesai berbicara, relawan mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang
telah dilaksanakan dengan pasien. Relawan mengevaluasi sendiri tujuan interaksi
yang telah dilakukannya dengan sedikit merenung tentang inti pembicaraan
sebenarnya.

“Dilihat dari awal sampai akhir pembicaraan kan bisa. Kira-kira komunikasi
yang tadi dilakukan berhasil atau tidak. Kalo gak berhasil bisa pakai cara
lain.”(Informan 1)

1.7 Teknik Komunikasi Terapeutik


Dalam menanggapi pesan yang disampaikan klien, perawat dapat menggunakan berbagai
teknik komunikasi terapeutik sebagai berikut (Stuart dan Sundeen, 1987, h. 124).
1. Mendengar (listening). Merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan
mendengar perawat mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih banyak pada
klien untuk bicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif.
2. Pertanyaan terbuka (broad opening). Memberi kesempatan untuk memilih, contoh :
apakah yang sedang saudara pikirkan ?, apa yang akan kita bicarakan hari ini ?. beri
dorongan dengan cara mendengar atau mengatakan, saya mengerti…. atau o-o-o.
3. Mengulang (restating). Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya
untuk menguatkan ungkapan klien dan member indikasi perawat mengikuti
pembicaraan klien.
4. Klarifikasi. Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar, atau klien
malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau
mengemukakannya berpindah-pindah. Contoh : dapatkah anda jelaskan kembali
tentang ……….

9 SUMIRTA I NENGAH (KOMUNIKASI TERAPEUTIK)


Gunanya untuk kejelasan dan kesamaan ide, perasaan dan persepsi perawat dan klien.

5. Refleksi. Berupa : a. Refleksi isi, memvalidasi apa yang di dengar. Klarifikasi ide
yang di ekspresikan klien dengan pengertian perawat. b. Refleksi perasaan, memberi
respon pada perasaan klien terhadap isi pembicaraan, agar klien mengetahui dan
menerima perasaannya.
Gunanya untuk : 1) mengetahui dan menerima ide dan perasaan; 2) mengoreksi; 3)
memberi keterangan lebih jelas.
Ruginya ialah: 1) mengulang terlalu sering dan sama; 2) dapat menimbulkan marah,
iritasi, dan frustasi.
6. Memfokuskan
Membantu klien bicara pada topic yang telah dipilih dan yang penting. Dan menjaga
pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih spesifik, lebih jelas, dan berfokus pada
realitas. Contoh :
Klien : Wanita sering jadi bulan-bulanan
Perawat : Coba ceritakan bagaimana perasaan anda sebagai wanita.
7. Membagi persepsi.
Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan. Dengan cara
ini perawat dapat meminta umpan balik dan member informasi.
Contoh : Anda tertawa, tetapi saya rasa anda marah pada saya.
8. Identifikasi “tema”.
Latar belakang masalah yang dialami klien yang muncul selama percakapan.
Gunanya untuk meningkatkan pengertian dan mengeksplorasi masalah yang penting.
Misalnya : Saya lihat dari semua keterangan yang anda jelaskan, anda telah disakiti.
Apakah ini latar belakang masalahnya ?.
9. Diam (silence).
Cara yang sukar, biasanya dilakukan setelah mengajukan pertanyaan. Tujuannya
memberi kesempatan berfikir dan memotivasi klien untuk bicara. Pada klien yang
menarik diri, teknik diam berarti perawat menerima klien.
10. “Informing”. Memberi alternative ide untuk pemecahan masalah. Tepat dipakai pada
fase kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan.

10 SUMIRTA I NENGAH (KOMUNIKASI TERAPEUTIK)


Perawat perlu menganalisa teknik yang tepat pada setiap komunikasi dengan klien.
Melalui komunikasi verbal dapat disampaikan informasi yang akurat, namun aspek emosi
dan perasaan tidak dapat diungkapkan seluruhnya melalui verbal.
Dengan mengerti proses komunikasi dan mempunyai berbagai keterampilan
berkomunikasi, diharapkan perawat dapat memakai dirinya secara utuh (verbal dan non
verbal) untuk memberi efek terapeutik pada klien.

1.8 Hubungan Terapeutik pada Keadaan Khusus

Hubungan terapeutik antara perawat – klien adalah hubungan kerjasama yang


ditandai dengan tukar menukar prilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam
membina hubungan intim yang terapeutik ( Stuart dan Sundeen, 1987, h.103 )( lihat tabel
1 ).

Dalam proses, perawat membina hubungan sesuai dengan tingkat perkembangan


klien dengan mendorong perkembangan klien dalam menyadari dan mengidentifikasi
masalah dan membantu pemecahan masalah. Menurut ahli pendidikan, anak
membutuhkan asuhan dan pengalaman belajar agar menjadi orang dewasa yang
bertanggung jawab. Perawat memberi umpan balik dan alternatif pemecahan dan klien
dapat memakai informasi untuk menangani masalah yangbelum dipecahkan secara
konstruktif.

Proses berhubungan Perawat-Klien dapat dibagi dalam 4 fase yaitu fase prainteraksi,
fase perkenalan atau orientasi, fase kerja ; dan fase terminasi ( Stuart dan Sundeen , 1987,
h.104 ). Setiap fase ditandai dengan serangkaian tugas yang perlu diselesaikan (lihat tabel
2 ).

1) Prainteraksi

Prainteraksi mulai sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat mengeksplorasi


perasaan, fantasi dan ketakutannya, sehingga kesadaran dan kesiapan perawat untuk
melakukan hubungan dengan klien dapat dipertanggung jawabkan.

11 SUMIRTA I NENGAH (KOMUNIKASI TERAPEUTIK)


Perawat yang sudah berpengalaman dapat menganalisa diri sendiri serta nilai tambah
pengalamannya berguna agar lebih efektif dalam memberikan asuhan keperawatan. ia
seharusnya mempunyai konsep diri yang stabil dan harga diri yang adekuat, mempunyai
hubungan konstruktif dengan orang lain, dan berpegang pada kenyataan dalam menolong
klien ( Stuart dan Sundeen, 1987, h. 105 ).

Pemakaian diri secara terapeutik berarti memaksimalkan pemakaian kekuatan dan


meminimalkan pengaruh kelemahan diri dalam memberi asuhan keperawatan pada klien.

Tugas tambahan pada fase ini adalah mendapatkan informasi tentang klien dan
menentukan kontak pertama.

Tabel 1 : Perbedaan Hubungan Sosial dan Hubungan Intim Terapeutik

Komponen Hubungan Hubungan Sosial Hubungan intim terapeutik


Saling membuka diri Bervariasi Klien : membuka diri
Perawat : membuka diri dalam rangka
menanggapi saja

Fokus percakapan Tidak dikenal Dikenal oleh perawat dan klien


oleh partisipan

Topik yang tepat Sosial, bisnis, Pribadi dan berhubungan dengan


umum dan tidak perawat dan klien
pribadi

Hubungan pengalaman Tidak terkait dan Ada keterlibatan dan menggunakan


dengan topik percakapan menggunakan pengetahuan yang berkaitan
pengetahuan yang
tidak berhungan

Orientasi waktu Masa lalu dan Sekarang


masa mendatang

Pengakuan harkat individu Tidak diakui Sangat diakui

12 SUMIRTA I NENGAH (KOMUNIKASI TERAPEUTIK)


Tabel 2 : Tugas perawat pada setiap fase proses berhubungan

Fase Tugas
a. Prainteraksi Eksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri.
Analisa kekuatan kelemahan profesional diri
Dapatkan data tentang klien jika mungkin
Rencanakan pertemuan pertama

b. Perkenalan atau Tentukan alasan klien minta pertolongan


Orientasi Bina rasa percaya, penerimaan dan komunikasi terbuka
Rumuskan kontrak bersama
Eksporasi pikiran, perkataan dan perbuatan klien
Identifikasi masalah klien
Rumuskan tujuan dengan klien

c. Kerja Ekplorasi stressor yang tepat


Dorong perkembangan kesadaran diri klien dan pemakaian
mekanisme koping yang konstruktif
Atasi penolakan prilaku adaptif

d. Terminasi Ciptakan realitas perpisahan


Bicarakan proses terapi dan pencapaian tujuan
Saling mengeksplorasi perasaan penolakan dan kehilangan,
sedih, marah dan prilaku lain

2) Perkenalan atau Orientasi

Fase ini dimulai dengan pertemuan dengan klien. Hal utama yang perlu dikaji adalah
alasan klien minta pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya hubungan perawat –
klien.

Dalam memulai hubungan, tugas utama adalah membina rasa percaya; penerimaan dan
pengertian; komunikasi yang terbuka dan perumusan kontrak dengan klien. Elemen-
13 SUMIRTA I NENGAH (KOMUNIKASI TERAPEUTIK)
elemen kontrak perlu diuraikan pada klien sehingga kerjasama perawat- klien dapat
optimal. Dihaarapkan klien berperan serta penuh dalam kontrak, namun pada kondisi
tertentu maka kontrak dilakukan sepihak dan perawat perlu mengulang kontrak jika
kontrak realitas klien meningkat.

Tabel Elemen Kontrak Perawat- Klien


 Nama Individu ( perawat – klien)
 Peran perawat dan klien
 Tanggungjawab perawat dank lien
 Harapan perawat dank lien
 Tujuan hubungan
 Tempat pertemuan
 Waktu pertemuan
 Situasi Pertemuan
 Kerahasiaan

Perawat dan klien mungkin mengalami perasaan tidak nyaman, bimbang karena
memulai hubungan yang baru. Klien, yang mempunyau pengalaman hubungan
interpersonal yang menyakitkan akan sukar menerima dan terbuka pada orang asing.
Klien anak memerlukan rasa aman untuk mengekspresikan perasaan tanpa dikritik.

Tugas perawat adalah mengeksplorasi pikiran, perasaan, perbuatan klien, dan


mengidentifikasi masalah, serta merumuskan tujuan bersama klien.

3) Fase Kerja

Pada fase kerja, perawat dank lien mengeksplorasi stessor yang tepat dan mendorong
perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, pikiran, perasaan dan
perbuatan klien. Perawat membantu klien mengatasi kecemasan; meningkatkan
kemandirian dan tanggungjawab diri sendiri; dan mengembangkan mekanisme koping

14 SUMIRTA I NENGAH (KOMUNIKASI TERAPEUTIK)


yang konstruktif. Perubahan perilaku maladaptive menjadi adaptif merupakan focus faase
kerja.

4) Terminasi

Terminasi merupakan fase yang sulit dan penting dari hubungan terapeutik. Rasa
percaya dan hubungan intim yang terapeutik sudah terbina dan berada pada tingkat
optimal.

Keduanya, perawat dank lien akan merasakan kehilangan. Terminasi dapat terjadi
pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau klien pulang.

Apapun alasan terminasi, tugas perawat pada fase ini adalah menghadapi realitas
perpisahan yang tidak dapat diingkari. Klien dan perawat bersama-sama meninjau
kembali proses perawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Perasaab marah,
sedih, penolakan perlu dieksplorasikan dan diekspresikan.

Fase terminasi harus diatasi dengan memakai konsep proses kehilangan. Proses
terminasi yang sehat akan memberi pengalaman positif dalam membantu klien
mengembangkan koping untuk perpisahan. Reaksi klien dalam menghadapi terminasi
dapat bermacam cara. Klien mungkin mengingkari perpisaham atau mengingkari manfaat
hubungan. Klien dapat mengekspresikan perasaan marah dan bermusuhannya dengan
tidak menghadiri pertemuan atau bicara yang dangkal.

Terminasi yang mendadak dan tanpa persiapan mungkin dipersepsikan klien sebagai
penolakan. Atau perilaku klien kembali pada perilaku sebelumnya, dengan harapan
perawat tidak akan mengakhiri hubungan karena klien masih memerlukan bantuan.

1.9 SPO dari Komunikasi Terapeutik


15 SUMIRTA I NENGAH (KOMUNIKASI TERAPEUTIK)
PANDUAN PENILAIAN TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Keterangan
No Komponen Aspek yang dinilai Tidak
Dilakukan
dilakukan
a. mendengar apa yang
   
disampaikan oleh klien
Mendengarkan dengani
1
penuh perhatian b. memberikan kesempatan lebih
banyak kepada klien untuk    
berbicara

Bersedia untuk mendengarkan


2 Menunjukan penerimaan orang lain tanpa menunjukan    
keraguan atau ketidaksetujuan

Perawat berusaha mendapat


Menanyakan pertanyaan informasi yang spesifik
3    
yang berkaitan mengenai apa yang disampaikan
oleh klien
a. Mengulang kembali kata-kata
   
Mengulang ucapan pasien klien
4 dengan menggunakan b. Perawat memberikan umpan
kata-kata sendiri balik terhadap apa yang    
dikatakan klien

Perawat berusaha menjelaskan


dalam kata-kata, ide atau pikiran
5 Klarifikasi    
yang tidak jelas dikatakan oleh
klien

Perawat membatasi bahan


pembicaraan sehingga
6 Memfokuskan    
percakapan menjadi lebih
spesifik dan dimengerti
Perawat menguraikan kesan
Menyampaikan hasil
7 yang ditimbulkan oleh isyarat    
informasi / hasil observasi
non verbal klien
Memberi tambahan informasi
yang bertujuan untuk
8 Menawarkan informasi    
memfasilitasi klien mengambul
keputusan

16 SUMIRTA I NENGAH (KOMUNIKASI TERAPEUTIK)


Memberi kesempatan klien
untuk berkomunikasi dengan
9 Diam dirinya sendiri, mengorganisir    
pikiran dan memproses
informasi

Meringkas pengulangan ide


10 Meringkas utama yang telah    
dikomunikasikan secara singkat

Memberi penghargaan
11 Memberikan penghargaan seperlunya sesuai kemampuan    
klien

Memberi kesempatan pada Memberi kesempatan kepada


12 pasien untuk memulai klien untuk berinisiatif dalam    
pembicaraan memilih topik pembicaraan

Memberikan kesempatan kepada


Mengajurkan untuk
13 klien untuk mengarahkan amper    
meneruskan pembicaraan
seluruh pembicaraan

Mengajurkan pasien untuk Perawat melihat segala sesuatu


14    
menguraikan persepsinya yang terjadi dari perspektif klien

Memberikan kesempatan kepada


klien untuk mengemukakan dan
15 Refleksi menerima ide dan perasaannya    
sebagai bagian dari dirinya
sendiri

Mengurutkan kejadian secara


Menempatkan kejadian
16 teratur selama pembicaraan    
secara berurutan
dengan klien
a. Berbicara dengan jelas    
b. Mampu menghadapi
manipulasi pihak lain tanpa
17 Assertive menyakiti hatinya (berani    
mengatakan tidak tanpa merasa
bersalah)
c. Melindungi diri dari kritik    

17 SUMIRTA I NENGAH (KOMUNIKASI TERAPEUTIK)


Menggunakan / menyelipkan
18 Hunmor kata-kata humor selama    
pembicaraan (bila perlu)

PANDUAN PENILAIAN TUGAS UTAMA PERAWAT DALAM MELAKUKAN


HUBUNGAN TERAPEUTIK PERAWAT – KLIEN

Keterangan
No Fase Aspek yang dinilai Tidak
Dilakukan
dilakukan

a. Mengeksplorasi perasaan,
   
fantasi, dan ketakutan sendiri

b. Menganalisa kekuatan dan


   
kelemahan professional diri

1 Pre Interaksi
c. Dapatkan data tentang klien
   
jika memungkinkan

d. Merencanakan pertemuan
   
pertama dengan klien

a. Menentukan alasan klien


   
meminta pertolongan

b. Membina rasa percaya,


Perkenalan atau penerimaan dan komunikasi    
2
Orientasi terbuka

c. Merumuskan kontrak bersama    

18 SUMIRTA I NENGAH (KOMUNIKASI TERAPEUTIK)


d. Mengeksplorasi pikiran,
   
perasaan, dan pembuatan klien

e. Mengidentifikasi masalah
   
klien

f. Merumuskan tujuan bersama


   
klien

a. Mengeksplorasi stressor yang


   
tepat

b. Mendorong perkembangan
   
kesadaran diri klien

3 Kerja
c. Mendorong pemakaian
mekanisme koping yang tepat /    
konstruksi

d. Mengatasi penolakan perilaku


   
adaptif

a. Menciptakan dan
menyampaikan realitas    
perpisahan

b. Membicarakan proses terapi


4 Terminasi    
dan pencapaian tujuan

c. Saling mengeksplorasi
perasaan penolakan dan
   
kehilangan, sedih, marah serta
perilaku lain

DAFTAR PUSTAKA

Arwani.2012. Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: EGC

Maulana, Heri D.J. 2012. Promosi Kesehatan. Jakarta: Gramedia


19 SUMIRTA I NENGAH (KOMUNIKASI TERAPEUTIK)
Keliat, Budi Anna. 1992. Hubungan Terapeutik Perawat-Klien. Jakarta: EGC

Setianti, Yanti. 2007. Komunikasi Terapeutik antara Perawat dan Pasien. Dalam
(http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/01/komunikasi_terapeutik.pdf) diakses
tanggal 02 Maret 2014 pukul 11.00 wita.

Rissa, Aulia, Julianti, Dianara Maya, Moertijoso, R.Bambang. 2014. Komunikasi Terapeutik
antara Relawan dengan pasien Gangguan Mental dan Kejiwaan. Dalam
(http://pta.trunojoyo.ac.id/uploads/journals/090531100013/090531100013.pdf) diakses tanggal
02 Maret 2014 pukul 11.30 wita.

Maulana, Heri D.J. 2012. Promosi Kesehatan. Dalam (http://books.google.co.id/books?


id=sDKnWExH6tQC&pg=PA100&dq=teknik+komunikasi+dan+hubungan+terapeutik+pasien-
klien&hl=en&sa=X&ei=c60SU9bGFoOJrQeNpoCYDg&redir_esc=y#v=onepage&q=teknik
%20komunikasi%20dan%20hubungan%20terapeutik%20pasien-klien&f=false) diakses tanggal
02 Maret 2014 pukul 12.00 wita.

Anonim. 2012. Teori Komunikasi Keperawatan. Dalam


(http://infowuryantoro.blogspot.com/2012/03/teori-komunikasi-keperawatan.html) diakses
tanggal 03 Maret 2014 pukul 12.00 wita.

Arwani.2012. Komunikasi dalam Keperawatan. Dalam (http://books.google.co.id/books?


id=IGLiWryo0GMC&printsec=frontcover&dq=teknik+komunikasi+dan+hubungan+terapeutik+
pasien-
klien&hl=en&sa=X&ei=c60SU9bGFoOJrQeNpoCYDg&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false)
diakses tanggal 04 Maret 2014 pukul 12.00 wita.

Windyasih. 2004. Komunikasi Terapeutik. Dalam


(http://windyasih.wordpress.com/nursing/komunikasi-terapeutik/) diakses tanggal 04 Maret 2014
pukul 12.00 wita.

Anonim. 2012. Komunikasi Terapeutik. Dalam


(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30875/4/Chapter%20II.pdf) diakses tanggal 04
Maret 2014 pukul 12.00 wita.

20 SUMIRTA I NENGAH (KOMUNIKASI TERAPEUTIK)

Anda mungkin juga menyukai