Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi Terapeutik
a. Definisi Komunikasi Terapeutik
Menurut Ginting (2017) Komunikasi berasal dari bahasa latin
communicare yang berarti to share (berbagi) dan merupakan sebuah
aktivitas penyampaian informasi melalui pertukaran pikiran, pesan atau
informasi, dengan ucapan, visual, sinyal, tulisan, atau perilaku. Terapuetik
adalah berkaitan dengan terapi KBBI online (2019).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang terjalin dengan baik,
komunikatif dan bertujuan untuk menyembuhkan atau setidaknya dapat
melegakan serta dapat membuat pasien merasa nyaman dan akhirnya
mendapatkan kepuasan Yubiliana (2017).
Komunikasi terapeutik adalah pengalaman interaktif bersama antara
tenaga kesehatan dan pasien dalam komunikasi yang bertujuan untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh pasien Machfoedz (2009).
Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat
untuk membantu klien beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan
psikologis, dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain Priyanto
(2009).
Menurut Stuart (2006) komunikasi terapeutik adalah merupakan
hubungan interpersonal antara tenaga kesehatan dan pasien, dalam hal ini
tenaga kesehatan dan pasien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam
rangka memperbaiki pengalaman emosional pasien. Dari beberapa uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik merupakan
komunikasi yang direncanakan secara sadar dan terencana, bertujuan
memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki
pengalaman emosional pasien untuk menghadapi masalah dan kesembuhan
pasien.
b. Fungsi Komunikasi Terapeutik
Menurut Stuart (2006) tujuan komunikasi terapeutik diarahkan pada
pertumbuhan pasien meliputi:
a. Meningkatkan kemandirian dari pasien melalui proses realisasi diri,
penerimaan diri dan rasa hormat terhadap diri sendiri.
b. Identitas diri yang jelas dan rasa integritas yang tinggi terhadap diri
sendiri.
c. Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan
saling tergantung dan mencintai antara petugas kesehatan dan pasien.
d. Meningkatkan kesejahteraan pasien dengan meningkatkan fungsi dan
kemampuan memenuhi kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang
realistik.
c. Tujuan Komunikasi Terapeutik
Pelaksanaan komunikasi terapeutik bertujuan membantu pasien
memperjelas penyakit yang dialami, juga mengurangi beban pikiran dan
perasaan untuk dasar tindakan guna mengubah ke dalam situasi yang lebih
baik. Komunikasi terapeutik diharapkan dapat mengurangi keraguan serta
membantu dilakukannya tindakan efektif, mempererat interaksi kedua pihak,
yakni antara pasien dengan petugas medis secara profesional dalam rangka
membantu penyelesaian masalah pasien Riadi (2020).
Menurut Stuart (2006), tujuan komunikasi terapeutik kesadaran diri,
penerimaan diri, dan meningkatnya kehormatan diri, identitas pribadi yang
jelas dan meningkatnya integritas pribadi, kemampuan untuk membentuk
suatu keintiman, saling ketergantungan hubungan interpersonal, dengan
kapasitas memberi dan menerima cinta, mendorong fungsi dan
meningkatkan kemampuan terhadap kebutuhan yang memuaskan dan
mencapai tujuan pribadi yang realistik.

d. Karakteristik Komunikasi Terapeutik


Menurut Arwani (2003) terdapat tiga hal yang mendasari karakteristik
dalam komunikasi terapeutik:
a. Keikhlasan (Genuines)
Terapis harus menyadari tentang nilai, sikap dan perasaan yang
dimiliki oleh pasien serta keadaan pasien. Terapis yang mampu
menunjukkan rasa ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai sikap yang
dipunyai oleh pasien sehingga mampu belajar untuk mengkomunikasikan
segala sesuatu dengan tepat.
b. Empati (Empathy)
Empati merupakan proses kejiwaan seseorang individu larut dalam
perasaan orang lain baik suka maupun duka, seolah–olah merasakan atau
mengalami apa yang terjadi pada pribadi pasien. Empati merupakan
suatu yang jujur, sensitif, apa adanya dan tidak dibuat-buat (objektif)
didasarkan atas apa yang dialami orang lain. Empati cenderung
bergantung pada kesamaan pengalaman yang dialami diantara orang
yang terlibat komunikasi.
c. Kehangatan (Warmth)
Dengan kehangatan, terapis akan mendorong dan membantu pasien
untuk mengekspresikan ide-ide pikiran dan menuangkannya dalam
bentuk perbuatan tanpa rasa takut disalahkan atau dikonfrontasi. Suasana
yang hangat dan nyaman tanpa adanya ancaman, menunjukkan adanya
rasa penerimaan dari pasien, sehingga pasien akan mengekspresikan
perasaannya lebih mendalam dan meluas

e. Teknik Komunikasi Terapeutik


Menurut Uripni et al (2020), teknik yang dilakukan dalam pelaksanaan
komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut:
a. Mendengarkan dengan penuh perhatian
Hal ini petugas kesehatan harus mendengarkan masalah yang
disampaikan oleh pasien untuk mengetahui perasaan, pikiran, dan
persepsi pasien itu sendiri. Sikap yang dibutuhkan untuk menjadi
pendengar yang baik adalah menatap matanya saat berbicara, tidak
menyilangkan kaki dan tangan, hindari gerakan yang tidak perlu, dan
condongkan tubuh ke arah lawan bicara.
b. Menunjukkan Penerimaan
Mendukung dan menerima dengan tingkah laku yang menunjukkan
ketertarikan dan tidak menilai. Menerima bukan berarti menyetujui.
Menerima berarti mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan
atau ketidaksetujuan.
c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan
Tujuan petugas kesehatan bertanya adalah untuk mendapatkan
informasi yang spesifik mengenai masalah yang telah disampaikan oleh
pasien. Oleh sebab itu, sebaiknya pertanyaan yang diajukan berkaitan
dengan masalah yang sedang dihadapi oleh pasien.
d. Mengulang ucapan pasien dengan kata-kata sendiri
Melalui pengulangan kembali kata-kata pasien, seorang petugas
kesehatan memberikan umpan balik bahwa petugas kesehatan mengerti
pesan pasien dan berharap komunikasi dilanjutkan.
e. Mengklarifikasi
Klarifikasi terjadi pada saat petugas kesehatan menjelaskan dalam
kata-kata mengenai ide atau pikiran yang tidak jelas dikatakan oleh
pasien. Tujuan dari teknik ini untuk menyamakan pengertian.
f. Memfokuskan
Tujuan dari memfokuskan untuk membatasi pembicaraan sehingga
pembicaraan menjadi lebih spesifik dan dimengerti. Hal yang perlu
diperhatikan adalah tidak memutuskan pembicaraan ketika pasien
menyampaikan masalah yang sedang dihadapi.
f. Tahapan Komunikasi Terapeutik
Menurut Marsali (2019), memperkuat ikatan pasien dengan terapis
(tenaga kesehatan) profesional dan berimbang untuk membantu
menyelesaikan persoalan seorang pasien. Beberapa tahapan komunikasi
terapeutik fisioterapis kepada pasien :
a. Tahap Pra-Interaksi
Tahap pra-interaksi yaitu masa persiapan sebelum berhubungan dan
berkomunikasi dengan pasien.
b. Tahap Orientasi
Tahap orientasi atau perkenalan merupakan tahap yang dilakukan
fisioterapis pada saat pertama kali bertemu atau kontak dengan pasien.
c. Tahap Kerja
Tahap ini merupakan inti dari seluruh proses komunikasi
terapeutik. Tahap ini fisioterapis bersama pasien menangani masalah
yang dihadapi pasien. Fisioterapis dan pasien melakukan pendalaman
stressor dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan
menghubungkan persepsi, perasaan dan perilaku pasien.
d. Tahap Terminasi
Tahap terminasi merupakan akhir dari pertemuan fisioterapis dan
pasien.Tahap terminasi dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Terminasi sementara
Terminasi sementara merupakan akhir dari pertemuan
fisioterapis dengan pasien,dan selanjutnya akan ada pertemuan
berikutnya yang akan dilakukan pada waktu yang telah disepakati
bersama antara terapis dengan pasien.
2) Terminasi akhir
Pada terminasi akhir fisioterapis telah menyelesaikan proses
terapi secara menyeluruh.
g. Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik
Menurut Tamsuri (2005), dalam melakukan komunikasi, salah satunya
komunikasi terapeutik dapat dipengaruhi beberapa hal sebagai berikut:
a. Perkembangan
Agar dapat berkomunikasi efektif tenaga kesehatan harus mengerti
pengaruh perkembangan usia baik dari sisi bahasa, cara 10 Universitas
Hasanuddin berpikir, dan proses berpikir dari orang tersebut. Cara
berkomunikasi pada usia dewasa dengan usia balita tentunya berbeda,
pada usia dewasa kita mungkin perlu belajar bahasa “gaul” mereka
sehingga yang kita ajak bicara akan merasa kita mengerti mereka dan
komunikasi diharapkan akan lancar.
b. Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang dalam mengenali suatu
kejadian atau peristiwa. Persepsi ini dibentuk oleh pengalaman dan
harapan. Perbedaan suatu persepsi dapat mengakibatkan perdebatan dan
terhambatnya komunikasi.
c. Nilai
Nilai adalah sesuatu yang mempengaruhi perilaku sehingga penting
bagi perawat untuk menyadari nilai dari seorang pasien. Perawat perlu
berusaha untuk mengetahui dan mengklarifikasi nilai sehingga dapat
membuat keputusan dan interaksi yang tepat dengan pasien. Dalam
hubungan profesionalnya diharapkan tenaga kesehatan tidak terpengaruh
oleh nilai pribadinya.
d. Latar Belakang Sosial Budaya
Bahasa dan gaya komunikasi sangat dipengaruhi oleh faktor budaya.
Budaya juga akan membatasi cara bertindak dan berkomunikasi
seseorang.
e. Emosi
Emosi merupakan perasaan subjektif terhadap suatu kejadian,
seperti marah, sedih, senang, akan dapat mempengaruhi tenaga kesehatan
dalam berkomunikasi dengan orang lain. Tenaga kesehatan perlu
mengkaji emosi pasien dan keluarga sehingga tenaga kesehatan mampu
memberikan asuhan keperawatan dengan tepat dan baik. Selain itu
tenaga kesehatan juga perlu mengevaluasi emosi pada dirinya sendiri
agar dalam memberikan pelayanan tidak terpengaruh oleh emosi di
bawah sadarnya.
f. Jenis Kelamin
Laki-laki dan perempuan menunjukkan gaya komunikasi yang
berbeda dan memiliki interpretasi yang berbeda terhadap suatu
percakapan.
g. Pengetahuan
Tingkat pengetahuan sangat mempengaruhi komunikasi yang
dilakukan. Seseorang yang tingkat pengetahuannya rendah akan sulit
merespon pertanyaan yang mengandung bahasa verbal dibanding dengan
seseorang yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi. Petugas kesehatan
perlu mengetahui tingkat pengetahuan pasien sehingga petugas kesehatan
dapat berinteraksi dengan baik dan akhirnya dapat memberikan suatu
asuhan pelayanan yang tepat pada pasien.
h. Peran dan Hubungan
Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antara orang
yang terlibat komunikasi. Cara komunikasi seseorang petugas kesehatan
dengan sejawatnya, dengan cara komunikasi seorang perawat pada
pasien akan berbeda tergantung perannya. Demikian juga antara guru
dengan muridnya.
i. Lingkungan
Lingkungan dapat mempengaruhi komunikasi yang efektif. Suasana
bising, ramai, tidak ada privasi yang tepat akan menimbulkan kerancuan,
ketegangan dan ketidaknyamanan dari pasien.
j. Jarak
Jarak akan mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu menyediakan
rasa aman dan kontrol tersendiri. Dapat dicontohkan dengan pasien yang
merasa terancam ketika seseorang tidak dikenal tiba-tiba berada pada
jarak yang sangat dekat dengan dirinya. Hal ini juga yang dialami oleh
pasien pada saat pertama kali berinteraksi dengan petugas kesehatan.
Untuk itu petugas kesehatan perlu memperhitungkan jarak pada saat
melakukan hubungan dengan pasien.
k. Masa Kerja
Masa kerja adalah waktu dimana seseorang mulai bekerja di sebuah
tempat. Semakin lama seseorang bekerja semakin banyak pengalaman
yang dimilikinya sehingga semakin baik pula komunikasinya.
h. Cara Pengukuran Komunikasi Terapeutik
Menurut Giyanto (2010) kemampuan efektif komunikasi terapeutik,
diukur dengan indikator:
a. Menunjukkan Perhatian
1) Memandang pasien
2) Kontak mata
3) Sikap terbuka
4) Rileks
5) Mengangguk
6) Mencondongkan tubuh ke arah pasien
b. Menunjukkan penerimaan , meliputi :
1) Mendengarkan
2) Memberikan umpan balik Komunikasi non-verbal dan verbal
3) Tidak mendebat atau mengekspresikan keraguan.

B. Tingkat Kepuasan Pasien


1. Definisi Kepuasan Pasien
Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa latin “satis” artinya cukup
baik, memadai dan “facio” artinya melakukan atau membuat. Kepuasan bias
diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai.
a. Kepuasan adalah sikap umum yang dibentuk berdasarkan pengalaman
pelanggan setelah memberi suatu produk atau mendapatkan suatu layanan
yang dimanifestasikan melalui reaksi efektif sehubungan dengan perbedaan
antara apa yang diharapkan oleh pelanggan dan apa yang diterima Zarei et al
(2015).
b. Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai
akibat dari kinerja pelayanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien
membandingkan dengan apa yang diharapkannya Pohan (2014).
c. Menurut Alryalat et al (2019) Kepuasan pasien didefinisikan sebagai
evaluasi pribadi dari layanan dan penyedia layanan kesehatan, dengan
menangkap evaluasi pribadi yang tidak diketahui dengan mengamati
perawatan secara langsung.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan kepuasan pasien terjadi
apabila apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, atau harapan pasien dapat
terpenuhi. Kepuasan pasien adalah perasaan senang atau puas bahwa produk
atau jasa yang diterima telah sesuai atau melebihi harapan pasien Lubis (2016).
Instrumen kepuasan pasien berdasarkan 5 karakteristik menurut Nursalam
(2013) yaitu:
a. Kenyataan (tangible) merupakan wujud langsung yang meliputi fasilitas
fisik, yang mencakup kemutakhiran peralatan yang digunakan, kondisi
sarana, kondisi Sumber Daya Manusia (SDM), dan keselarasan antara
fasilitas fisik dengan jenis jasa yang diberikan.
b. Keandalan (Reliability) yaitu pelayanan yang disajikan dengan segera dan
memuaskan dan merupakan aspek-aspek keandalan sistem pelayanan yang
diberikan oleh pemberi jasa diantaranya kesesuaian pelaksanaan pelayanan
dengan rencana.
c. Tanggung jawab (Responsiveness) yaitu keinginan untuk membantu dan
menyediakan jasa yang dibutuhkan konsumen.
d. Jaminan (Assurance) yaitu adanya jaminan bahwa jasa yang ditawarkan
memberikan jaminan kepastian terhadap tanggung jawab. 14 Universitas
Hasanuddin
e. Empati (Empathy) memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual
atau pribadi yang diberikan kepada para pasien dengan berupaya memahami
keinginan pasien.
2. Aspek - Aspek Kepuasan Pasien
Kepuasan yang dirasakan oleh pasien merupakan aspek yang sangat
penting bagi kelangsungan suatu rumah sakit. Kepuasan pasien adalah nilai
subjektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Penilaian subjektif
tersebut didasarkan pada pengalaman masa lalu., pendidikan, situasi psikis
waktu itu, dan pengaruh lingkungan waktu itu Novianti (2014).
Menurut hasil penelitian Kiki et al (2013) menyatakan adanya hubungan
yang bermakna antara kepuasan pasien terhadap beberapa aspek berikut:
a. Kenyamanan
Banyak faktor yang bisa ditingkatkan yang mempengaruhi
kenyamanan pasien, seperti kondisi ruangan, kebersihan, kerapian, dan
kelengkapan alat-alat yang dipakai petugas. Fasilitas juga turut
mempengaruhi kenyamanan, termasuk toilet, tempat duduk diruang tunggu.
Selain itu lokasi pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau oleh
masyarakat.
b. Pelayanan Petugas
Pelayanan petugas berhubungan dengan tugas para tenaga kesehatan
untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang
keahlian atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan. Mematuhi
standar profesi dan menghormati hak pasien. Selain itu pelayanan petugas
juga berkaitan dengan hubungan antar manusia, yaitu antara pemberi layanan
dengan pasien secara langsung.
c. Prosedur Pelayanan
Prosedur pelayanan berkaitan dengan sistem pelayanan dan juga
standar pelayanan. Pada prosedur pelayanan ini meliputi kegiatan registrasi
pasien di loket dan pendaftaran pasien serta informasi dan petunjuk
pelayanan.
d. Hasil Layanan
Kepuasan terhadap hasil layanan akan dinyatakan oleh keluaran dari
penyakit atau bagaimana perubahan yang dirasakan oleh pasien sebagai hasil
dari layanan kesehatan.
3. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien
Menurut Sangadji et al (2013), adapun factor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan pasien antara lain:
a. Karakteristik Pasien
Faktor penentu tingkat pasien dan konsumen oleh karakteristik dari
pasien tersebut yang merupakan ciri-ciri seseorang yang membedakan orang
yang satu dengan orang yang lain. Karakteristik tersebut berupa nama, umur,
jenis kelamin, latar belakang, pendidikan, suku bangsa, agama, pekerjaan,
dan lainlain.
b. Sarana Fisik
Berupa bukti fisik yang dapat dilihat meliputi gedung, perlengkapan,
seragam pegawai, dan sarana komunikasi.
c. Jaminan
Pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang
dimiliki petugas kesehatan.
d. Kepedulian
Kemudahan dalam membangun komunikasi baik antara perawat dengan
klien perhatian pribadi dan dapat memahami kebutuhan pelanggan.
e. Kehandalan
Kemampuan dalam memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan
cepat, tepat, akurat, dan memuaskan.

4. Tingkat Kepuasan Pasien


Menurut Likert skala pengukuran kepuasan yang dikenal dengan istilah
Likert Scale. Kepuasan pasien dikategorikan menjadi sangat puas, puas,cukup
puas, dan tidak puas Novianti (2014).
a. Sangat Puas
Sangat puas merupakan ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien
yang menggambarkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau sebagian besar
sesuai kebutuhan atau keinginan pasien, seperti sangat bersih (untuk
perasaan), sangat ramah (untuk hubungan dengan dokter atau tenaga
kesehatan), atau sangat cepat (untuk proses administrasinya) yang
seluruhnya menggambarkan tingkat kualitas yang paling tinggi.
b. Puas
Puas merupakan ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang
menggambarkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau sebagian besar sesuai
kebutuhan atau keinginan pasien, seperti bersih (untuk prasarana),
ramah( untuk hubungan dengan dokter atau tenaga kesehatan), atau cepat
( untuk proses administrasinya yang seluruhnya menggambarkan tingkat
kualitas yang tinggi).
c. Cukup puas
Cukup puas merupakan ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien
yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau sebagian
sesuai kebutuhan atau 17 Universitas Hasanuddin keinginan seperti tidak
terlalu bersih (sarana), agak kurang cepat (proses administrasi), atau agak
kurang ramah yang seluruhnya hal ini menggambarkan tingkat kualitas
kategori sedang.
d. Tidak puas
Tidak puas merupakan ukuran subjektif hasil penilain rendah perasaan
pasien yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan
atau keinginan, seperti kotor (sarana), lambat (proses administrasi), atau
tidak ramah. Menunjukkan tingkat kualitas dengan kategori rendah.
C. Tinjauan Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat
Kepuasan Pasien
Komunikasi terapeutik diterapkan oleh tenaga kesehatan untuk meningkatkan
rasa saling percaya, dan apabila tidak diterapkan akan mengganggu hubungan
terapeutik yang berdampak pada ketidak puasan pasien. Pasien akan merasa puas
ketika kinerja pelayanan kesehatan yang diperolehnya itu sesuai dengan harapan
Pondaag (2014). Ukuran keberhasilan penyelenggara pelayanan Fisioterapi
ditentukan oleh tingkat kepuasan pasien. Kepuasan pasien dicapai apabila pasien
memperoleh pelayanan bermutu dan sesuai dengan yang dibutuhkan dan diharapkan
sehingga pelanggan akan puas Setyaningsih et al (2012).
Kepuasan pasien berhubungan dengan mutu pelayanan rumah sakit. Dengan
mengetahui tingkat kepuasan pasien, manajemen rumah sakit dapat melakukan
peningkatan mutu pelayanan. Persentase pasien yang menyatakan puasan terhadap
pelayanan berdasarkan hasil survei dengan instrumen yang baku (Nursalam, 2012).
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan
antar manusia. Dalam proses keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna
karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan.
Perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja
akan mudah menjalin 43 hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya
masalah legal, memberikan kepuasan professional dalam pelayanan keperawatan
dan meningkatkan citra profesi keparawatan serta citra rumah sakit, tetapi yang
paling penting adalah memberikan pertolongan terhadap sesama manusia
(Nurhasanah, 2009).
Komunikasi dalam praktik keperawatan profesional merupakan unsur utama
bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang
optimal. Kegiatan keperawatan yang memerlukan komunikasi seperti yang
tercantum dalam Nursalam (2012) meliputi: timbang terima, anamnesis, komunikasi
melalui komputer, komunikasi rahasia klien, komunikasi melalui sentuhan,
komunikasi dalam pendokumentasian, komunikasi antar perawat dan tim kesehatan
lainnya, dan komunikasi antar perawat dan pasien. Komunikasi interpersonal bukan
sesuatu yang statis tetapi bersifat dinamis. Hal ini berarti segala yang tercakup
dalam komunikasi interpersonal selalu dalam keadaan berubah baik itu pelaku
komunikasi, pesan, situasi, maupun lingkungannya (Hanafi & Selvia, 2012).
Sedangkan cara-cara sebagai panduan dalam membangun komunikasi interpersonal
yang efektif adalah dapat menciptakan ketertarikan dan menangkap perhatian,
membangun rasa simpati, percaya diri, mengaplikasikan tiga hal penting, kejujuran
dan empati, dan optimisme (Sajidin, 2009).
Peran komunikasi dalam pelayanan kesehatan tidak dapat dipisahkan dari setiap
pasien yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit, tetapi kadangkala pasien
merasakan komunikasi yang sedang berjalan tidak efektif 44 karena kesalahan
dalam menafsirkan pesan yang diterimanya. Jika kesalahan penerimaan pesan terus
berlanjut akan berakibat pada ketidakpuasan baik dari pihak keluaga pasien maupun
petugas kesehatan. Kondisi ketidakpuasan tersebut akan berdampak pada rendahnya
mutu pelayanan yang diberikan petugas kesehatan kepada pasien yang pada
akhirnya pasien akan lari pada institusi pelayanan kesehatan lainnya. Oleh karena
itu, alangkah bijaksana dan tepat jika institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit)
dapat meningkatkan kualitas pelayanannya.
Salah satu bentuknya adalah dengan meningkatkan komunikasi yang baik dan
efektif melalui komunikasi terapeutik. Salah satu faktor yang mempengaruhi
kepuasan pasien adalah komunikasi, dalam hal ini juga termasuk perilaku, tutur
kata, keacuhan, keramahan petugas, serta kemudahan mendapatkan informasi dan
komunikasi menduduki peringkat yang tinggi dalam persepsi kepuasan pasien
rumah sakit. Tidak jarang walaupun pasien/keluarganya merasa outcome tak sesuai
dengan harapannya, pasien/keluarga merasa cukup puas karena dilayani dengan
sikap yang menghargai perasaan dan martabatnya (Bhayangkara, 2009).

D. Kerangka Teori

Faktor-Faktor yang Pelaksanaan komunikasi


Komunikasi terapeutik Perawat mempengaruhi terapeutik Perawat :
komunikasi terapeutik:
1. Perawat tidak Pengirim=>Pesan=>Media=
memperkenalkan diri Pendidikan, sikap, jenis > Penerima=>Respon
2. Perawat tidak kontrak waktu kelamin, masa kerja
dan kontrak tempat.
3. Perawat juga tidak
mengevaluasi tindakan yang
telah dilakukan. Faktor-Faktor yang
4. Perawat tidak menjelaskan mempengaruhi
komunikasi terapeutik: Komunikasi terapeutik
rencana tindak lanjut
5. Perawat tidak menjelaskan Perawat
prosedur tindakan Tahap perkembangan,
Jenis kelamin, Peran 1. Fase : Pra-Interaksi,
dan hubungan, Social Orientasi, Kerja, Terminasi
dan kultural, Nilai,
Persepsi, Emosi, Ruang 2. Karakteristik : Empati,
Gambar 1 Kerangka Teori dan teritorial Keikhlasan, Warm
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Variabel Penelitian
Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu
kelompok yang berbeda dengan yang memiliki oleh kelompok lain. Definisi
lain variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang
dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian
tertentu (Notoatmodjo, 2015). Variabel penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Variabel bebas (independent) : Komunikasi Terapeutik.
2. Variabel terikat (dependent) : Tingkat Kepuasan Pasien.

B. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan pernyataan tentang jawaban sementara terhadap
masalah penelitian yang disusun berdasarkan teori (Nursalam, 2016). Hipotesis
dalam penelitian ini mempunyai 2 kemungkinan yaitu :
Hipotesa dalam penelitian yaitu:
Ha : Ada hubungan komunikasi terapeutik dengan tingkat kepuasan pasien di
Ruang Cempaka RSUD Kayen Pati.
Ho : Tidak ada hubungan komunikasi terapeutik dengan tingkat kepuasan
pasien di Ruang Cempaka RSUD Kayen Pati.

C. Kerangka Konsep
Variabel Indepanden Variabel Dependen

Komunikasi Terapeutik Pada Tingkat Kepuasan Pasien


Pasien Ruang Cempaka RSUD Rawat Ruang Cempaka
Kayen Pati RSUD Kayen Pati

Gambar 2 Kerangka Konsep


D. Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif dengan rancangan
penelitian koralesional menggunakan Cross sectional. Pendekatan cross
sectional yaitu merupakan penelitian sectional silang dengan variabel sebab atau
resiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian yang diukur dan
dikumpulkan secara simultan sesaat atau satu kali saja dalam satu kali waktu
(dalam waktu yang bersamaan) (Setiadi, 2007).
E. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Cempaka RSUD
Kayen Pati.
2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari perencanaan
(Penyusunan Proposal) pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2022

F. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik
tertentu yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh pasien diruang Cempaka yang diambil berdasarkan dari rata-rata
pasien perbulan sejumlah 60 pasien.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang di anggap mewakili populasi
yang akan di teliti atau sebagian jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi
(Soekidjo, 2012). Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebagian
pasien diruang Melati sejumlah 3responden baik laki-laki maupun perempuan.

Rumus besar sampel (Nursalam, 2013) yaitu sebagai berikut:


n= N
1 + N(d)2
Keterangan:
n = Besar sampel
N = Besar populasi
d 2 = Tingkat signifikan (d=0,05)

Besar populasi 35 responden, maka dapat ditentukan besar sampel adalah:


n= N
1 + N(d)2
n = 60
1 + 60(0,05)2
n = 60
1,15
n = 52
Dari 60 responden dipilih secara acak dengan cara undian sehingga menjadi 52
responden.
3. Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
mewakili populasi. Tehnik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam
pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan
keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2008).
Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan metode Probability
Sampling adalah bahwa setiap subjek dalam populasi mempuyai kesempatan
untuk terpilih atau tidak terpilih menjadi sampel. Dengan teknik Simple Random
sampling yaitu teknik pengambilan sampel dari anggota populasi yang dilakukan
secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi (Sugiyono,
2012).

G. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang dapat
memungkinkan penelitian untuk melakukan observasi atau pengukuran secara
cermat dalam suatu obyek atau fenomena yang dapat diulang oleh orang lain
(Nursalam, 2008).

Tabel 1. Definisi Operasional


Variabel Definisi Parameter Alat Skala Skor/Kriteria
Ukur
Variabel Pengalaman 1. Menunjukkan Kuesio Ordin Skor :
Independen : interaktif perhatian ner al 1. Jawaban
komunikasi bersama a. Memandang iya =1
terapeutik antara tenaga pasien 2. Jawaban
kesehatan b. Kontak mata tidak skor
dengan c. Sikap terbuka =0
pasien d. Rileks
e. Mengangguk Kriteria :
f. Mencondong kan a. Baik
tubuh kea rah dengan
pasien skor >
2. Menunjukkan 75%
penerimaan b. Cukup
a. Mendengarkan baik skor
b. Memberikan 45%- 74%
umpan balik c. Kurang
c. Komunikasi non baik <
verbal dan verbal 45%
sesuai (Anita, 2013)
d. Tidak mendeba
dan
mengekspresikan
Variabel keraguan Kuesio Ordin
Perasaan
ner al
dependen : senang atau 1. Kenyataan Skor :
tingkat kecewa dari 2. Keandalan 1. Tidak
kepuasan seseorang 3. Tanggung jawab pernah = 1
pasien yang 4. Jaminan 2. Jarang = 2
mendapatkan 5. Empati 3. Kadang-
kesan dari kadang = 3
perbandingan 4. Sering = 4
hasil 5. Selalu = 5
pelayanan
kinerja Ktiteria :
dengan a. Kepuasan
harapan ke tinggi 76-
depannya 100% (13-
18
pertanyaa
b. Kepuasan
sedang 56-
75% (7-12
pernyataan)
c. Kepuasan
rendah < 56
(1-6
pertanyaan)

H. Pengumpulan Data
1. Instrumen pengumpulan data
Instrumen pengumpulan data merupakan alat bantu bagi peneliti dalam
mengumpulkan data (Arikunto, 2007). Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah instrumen yang dibuat sendiri berdasarkan kisi-kisi
instrumen yang disusun menurut indikator dari variabel hubungan komunikasi
terapeutik dengan tingkat kepuasan pasien di Ruang Cempaka RSUD Kayen Pati
Instrumen untuk mengukur penerapan komunikasi terapeutik perawat
dengan menggunakan kuesioner terdiri dari 16 pertanyaan menggunakan model
scala guttman yaitu skala yang menginginkan tipe jawaban tegas, seperti
jawaban benar-salah, pernah-tidak pernah, positif-negatif, tinggi-rendah, baik-
buruk, sesuai-tidak sesuai, setuju-tidak setuju dan seterusnya. Sedangkan untuk
mengukur tingkat kepuasan pasien pasien dengan menggunakan kuesioner
terdiri dari 16 pertanyaan menggunakan model scala likert yaitu suatu bentuk
kuesioner yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2013).
Jawaban soal ini masing-masing soal akan diberikan pembobotan atau
nilai. Pernyataan komunikasi terapeutik menggunakan model scala guttman
untuk jawaban positif seperti benar, ya, tinggi, baik dan semacamnya diberi skor
1, sedangkan jawaban negative seperti salah, tidak, rendah, buruk, dan
semacamnya diberi skor 0. Sedangkan jawaban setiap item instrumen untuk
tingkat kepuasan pasien menggunakan skala likert mempunyai jenjang, seperti
tidak pernah (TP), jarang (JR), kadangkadang (KD), sering (SR), dan selalu (SL)
(Sugiyono, 2013). Jawaban soal dari masing-masing soal akan diberikan
pembobotan atau nilai. Pertanyaan diatas diberi nilai seperti tidak pernah
bernilai 1, jarang bernilai 2, kadangkadang bernilai 3, sering bernilai 4, dan
selalu bernilai 5.
Kuesioner merupakan hasil modifikasi dari peneliti perlu di uji
kelayakannya. Kuesioner yang diajukan perlu dilakukan uji validitas dan
reliabilitas. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan untuk memastikan 56
instrumen penelitian sebagai alat ukur yang akurat dan dapat dipercaya.
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar
mengukur apa yang diukur. Apabila kuesioner tersebut telah memiliki validasi
konstruk, berarti semua item (pertanyaan) yang ada didalam kuesioner itu
mengukur konsep yang kita ukur. Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan
dengan kolerasi pearson product moment, yaitu menggunakan analisis butir
(item) yakni mengkolerasikan skor tiap butir (item) pertanyaan dengan skor total
yang merupakan jumlah tiap skor butir pertanyaan (Notoadmojo, 2014).
Uji rehabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah
alat ukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran
tersebut diulang. Setelah diperoleh item-item pernyataan yang valid maka
dilakukan uji rehabilitas terhadap instrumen. Untuk rehabilitas terhadap
Cronbach yang diuji dengan program komputer. Dikatakan reliable bila nilai
koofisien reabilitasnya lebih dari 0,60 (Priyanto, 2011).
2. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dilakukan
dengan cara peneliti berkunjung ke ruang Cempaka RSUD Kayen Pati. Data
yang diambil adalah primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari
responden dengan menggunakan instrumen alat pengambilan data berupa
kuesioner.
Responden diminta untuk menjawab pertanyaan penerapan komunikasi
terapeutik perawat dengan tingkat kepuasan pasien di Ruang Cempaka dengan
cara memberikan tanda check list (√) pada lembar pernyataan yang telah
disediakan. Adapun kategori interpretasi data yang digunakan untuk mengukur
komunikasi terapeutik perawat adalah jawaban positif seperti benar, ya, tinggi,
baik dan semacamnya diberi skor 1, sedangkan jawaban negative seperti salah,
tidak, rendah, buruk dan semacamnya diberi skor 0. Sedangkan untuk mengukur
tingkat kepuasan pasien di Ruang cempaka pernyataan diberi nilai jawaban
seperti tidak pernah bernilai 1, jarang bernilai 2, kadang-kadang bernilai 3,
sering bernilai 4, dan selalu bernilai 5.
Adapun teknik pengumpulan data adalah langkah-langkah yang dilakukan
oleh penelitian untuk memperoleh data penelitian. Pengumpulan data penelitian
primer maupun sekunder langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
a. Mengurus perizinan dari RSUD Kayen Pati
b. Selanjutnya interaksi dengan responden dan menjelaskan tentang informed
consent. Setelah responden memahami dan apabila setuju maka responden
diminta untuk menandatangani informed consent tersebut. Membagikan
kuesioner kepada responden tentang komunikasi terapeutik perawat dengan
tingkat kepuasan pasien di Ruang cempaka.

I. Pengolahan Data
Menurut Dahlan (2009), sebelum dilakukan pengolahan data, variabel
motivasi dan perilaku diberi skor sesuai dengan bobot jawaban dari pertanyaan
yang disediakan, pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Editing
Melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan dan kejelasan jawaban
kuesioner dan penyesuaian data yang diperoleh dengan kebutuhan penelitian.
Hal ini dilakukan dilapangan sehingga apabila terdapat data yang meragukan
ataupun salah maka dapat ditanyakan lagi kepada responden.
2. Coding
Kegiatan mengklasifikasikan data atau pemberian kode-kode pada tiaptiap
data yang termasuk dalam kategori yang sama, yang diperoleh dari sumber data
yang telah diperiksa kelengkapan. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk
angka atau huruf yang memberikan petunjuk atau identitas pada suatu informasi
atau data yang akan dianalisis. Dari identitas responden akan diberikan kode
untuk setiap itemnya seperti:
a. Umur responden
1) U1 = < 20 tahun
2) U2 = 20-30 Tahun
3) U3 = 31-40 Tahun
4) U4 = 41-50 Tahun
5) U5 = > 50 Tahun
b. Jenis kelamin responden
1) L = laki-laki
2) P = Perempuan
c. Pendidikan terakhir responden
1) PTI= SD
2) PT2 = SMP
3) PT3 = SMA
4) PT4 = Perguruan Tinggi
d. Pekerjaan responden
1) P1= Buruh
2) P2= PNS
3) P3= Swasta
4) P4= Wiraswasta
5) P5= Petani
6) P6= Lainnya
e. Dari kuesioner komunikasi terapeutik diberikan kode untuk setiap itemnya
seperti: Y= Ya, T= Tidak dengan jawaban D = diterapkan, TD = Tidak
Diterapkan. Dari kuesioner kepuasan komunikasi terapeutik diberikan kode
untuk setiap itemnya seperti selalu (SL), sering (SR), kadang-kadang (KD),
jarang (JR), dan tidak pernah (TP), dengan jawaban P = Puas, TP = Tidak
Puas.

3. Scoring
Tahap ini meliputi pemberian nilai untuk masing-masing pertanyaan dan
penjumlahan hasil scoring dari semua pertanyaan. Scoring dalam penelitian ini
menggunakan scala guttman untuk menjawab ya diberi skor 1 untuk setiap
pertanyaan ya dan tidak diberi skor 0 untuk pernyataan tidak pada komunikasi
terapeutik, sedangkan untuk mengukur tingkat kepuasan pasieng di Ruang
Cempaka pertanyaan jawaban diberi nilai seperti tidak pernah bernilai 1, jarang
bernilai 2, kadang-kadang bernilai 3, sering bernilai 4, dan selalu bernilai 5.
4. Entry
Data yang sudah diberi kode kemudian dimasukkan kedalam computer
dengan menggunakan program SPSS 23.
5. Cleaning
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan,
dilakukan bila terdapat kesalahan dalam memasukkan data yaitu dengan melihat
distribusi frekuensi dari variabel-variabel yang diteliti.
6. Tabulating
Tabulating yaitu mengelompokkan data berdasarkan variabel dan
memasukkan kedalam tabel. Data tentang karakteristik umum responden dirubah
dalam bentuk prosentase dengan rumus:
P = ∑.f X 100%
N
Keterangan: P = Presentase
f = Frekuesi Variabel
N = Jumlah jawaban yang dikumpukan

J. Analisa Data
Data yang telah terkumpul dianalisa dengan menggunakan program SPSS 23,
analisa data meliputi:
1. Analisis univariat
Analisi univariate adalah analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dari
hasil penelitian, dan pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan
distribusi dan presentase dari tiap variabel tanpa membuat kesimpulan yang
berlaku secara umum (generalisasi) (Ghozali, 2007) :
P= F X 100%
N
Keterangan : P = Presentase kategori
F = Frekuensi kategori
N = Jumlah responden
Hasil presentase setiap kategori tersebut dideskripsikan dengan
menggunakan kategori sebagai berikut (Arikunto, 2007)
0% : Tidak seorangpun
1-25% : Sebagian kecil
26-49% : Hampir Setengah
50% : Setengahnya
51-74% : Sebagian Besar
75-99% : Hampir Seluruhnya
100% : Seluruhnya
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang
diduga berhubungan atau berkorelasi yang dapat dilakukan dengan pengujian
statistic (Notoatmodjo, 2010).
Uji yang dipakai adalah Rank Spearman, dimana p < 0,05 maka ada
Hubungan antara Komunikasi Terapeutik dengan Kepuasan Pasien di Ruang
Cempaka RSUD Kayen Pati, sedangkan p > 0,05 tidak ada Hubungan
Komunikasi Terapeutik dengan Kepuasan Pasien.

K. Etika Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip etika penelitian
meliputi (Hidayat, 2011):
1. Informed Consent
Sebelum melakukan penelitian, peneliti memberikan penjelasan kepada
responden tentang penelitian yang akan dilakukan untuk mengetahui tujuan
penelitian secara jelas. Jika responden setuju maka diminta untuk mengisi
lembar persetujuan dan menandatanganiya, dan sebaliknya jika respomden tidak
bersedia, maka peneliti tetap menghormati hak-hak responden.
2. Anominity
Responden tidak perlu mengisi identitas diri (tidak mencantumkan nama
responden) dengan tujuan untuk menjaga kerahasiaan responden.
3. Confidentiality
Artinya bahwa informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti. Responden diberikan jaminan bahwa data yang
diberikan tidak akan berdampak terhadap kondite dan pekerjaan. Data yang
sudah diperoleh oleh peneliti disimpan dan dipergunakan hanya untuk pelaporan
penelitian ini serta selanjutnya dimusnahkan.

Anda mungkin juga menyukai