Anda di halaman 1dari 44

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan membahas tentang konsep-konsep yang menjadi fokus

penelitian antara lain 1) Konsep dasar komunikasi terapeutik perawat, 2) Konsep

dasar pemberian injeksi, 3) Kerangka teori, 4) Kerangka konsep.

2.1 Konsep Dasar Komunikasi Terapeutik

2.1.1 Definisi Komunikasi Terapeutik

Menurut Nasir (2009), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang

direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk

kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi

interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar

perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dari komunikasi ini adalah

adanya saling membutuhkan antara perawat dan pasien, sehingga dapat

dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien,

perawat membantu dan pasien menerima bantuan.

Menurut As Homby, 1974 dijelaskan bahwa terapeutik merupakan

kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan. Disini dapat

diartikan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang

direncanakan secara sadar, tujuan dan kegiatannya difokuskan untuk

penyembuhan klien. Hubungan terapeutik perawat-klien merupakan

pengalaman belajar timbal balik dan pengalaman emosional korektif bagi


7

pasien. Dalam hal ini perawat menggunakan diri sebagai alat dalam

menangani dan merubah perilaku klien ( As Homby, 1974; Riyadi, 2009;

dalam Duwi Basuki, 2018).

Menurut As Homby, yang dikutip oleh Nurjannah, I mengatakan

bahwa therapeutic merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni

dari penyembuhan. Ini menggambarkan bahwa dalam menjalani proses

komunikasi terapeutik, seorang perawat melakukan kegiatan dari mulai

pengkajian, menentukan masalah keperawatan, menentukan rencana

tindakan, melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan yang telah

direncanakan sampai pada evaluasi yang semuanya itu bisa dicapai dengan

maksimal ketika terjadi proses komunikasi yang efektif dan intensif ( As

Homby, 1974; Nurjannah, I, 2001; dalam Muhith, 2018). Menurut Stuart

G.W, bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal

antara perawat dan klien, dalam hubungannya ini perawat dan klien

memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki

pengalaman emosional klien ( Stuart G.W, 1998; dalam Muhith, 2018).

Komunikasi Terapeutik adalah metode komunikasi yang dilakukan

para tenaga medis untuk membantu penyembuhan pasien, melalui teknik

komunikasi yang terencana sehingga terbentuknya rasa saling percaya

antara tenaga medis selaku pelayan dengan pasien atau klien yang selalu

dilayani (Ramses Lalongkoe, 2013; dalam Lalongwe, 2014).


8

2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik

Faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik ditentukan oleh:

a. Spesifikasi tujuan komunikasi

Komunikasi akan berhasil jika tujuan telah direncanakan

dengan jelas. Misalnya, tujuan komunikasi adalah mengubah perilaku

dan sikap klien, maka komunikasi diarahkan untuk mengubah perilaku

dari yang maladaptif ke adaptif.

b. Lingkungan nyaman

Lingkungan yang nyaman adalah lingkungan yang kondusif

untuk terjalinnya hubungan dan komunikasi antara pihak-pihak yang

terlibat. Lingkungan yang tenang atau lingkungan yang sejuk adalah

lingkungan yang nyaman untuk berkomunikasi. Lingkungan yang

dapat melindungi privasi akan memungkinkan komunikan dan

komunikator saling terbuka dan bebas untuk mencapai tujuan.

c. Privasi (terpeliharanya privasi kedua belah pihak)

Kemampuan komunikator dan komunikan untuk menyimpan

privasi masing-masing lawan bicara serta dapat menumbuhkan

hubungan saling percaya yang menjadi kunci efektivitas komunikasi.


9

d. Percaya diri

Kepercayaan diri masing-masing komunikator dan komunikan

dalam komunikasi dapat menstimulasi keberanian untuk

menyampaikan pendapat sehingga komunikasi efektif.

e. Berfokus kepada klien

Komunikasi terapeutik dapat mencapai tujuan jika komunikasi

diarahkan dan berfokus pada apa yang dibutuhkan klien. Segala upaya

yang dilakukan perawat adalah memenuhi kebutuhan klien.

f. Stimulus yang optimal

Stimulus yang optimal adalah penggunaan dan pemilihan

komunikasi yang tepat sebagai stimulus untuk tercapainya komunikasi

terapeutik.

g. Mempertahankan jarak personal

Jarak komunikasi yang nyaman untuk terjalinnya komunikasi

yang efektif harus diperhatikan perawat. Jarak untuk terjalinnya

komunikasi terapeutik adalah satu lengan ( 40 cm). Jarak komunikasi

ini berbeda-beda tergantung pada keyakinan (agama), budaya, dan

strata social (Anjaswarni, 2016).


10

2.1.3 Jenis Komunikasi Terapeutik

Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku

dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan

dunia sekitarnya. Ada dua jenis komunikasi yaitu verbal dan non-verbal

yang dimanifestasikan secara terapeutik. Untuk pembahasan kali ini

dititikberatkan pada komunikasi verbal dan non verbal.

1. Komunikasi Verbal

Di rumah sakit, jenis komunikasi yang paling lazim digunakan

dalam pelayanan keperawatan adalah dengan pertukaran informasi

secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka yang

menggunakan bahasa. Melalui bahasa seseorang mengungkapkan

sebuah perasaan, ide, kesan dan respons emosional dengan tujuan agar

tercipta hubungan yang baik dan tercipta ikatan-ikatan dalam

kehidupan manusia serta mempelajari sekeliling kita dalam memahami

lingkungan melalui proses interaksi. Untuk itu perlu adanya

pengenalan bahasa ke dalam komunikasi verbal yang efektif harus :

a) Jelas dan ringkas

b) Perbendaharaan kata

c) Arti denotatif dan konotatif

d) Selaan dan kesempatan berbicara

e) Waktu dan relevansi


11

f) Humor dugaan (Potter & Perry, 1993; Swansburg, 1990; Szilagyi

1984; Tappen, 1995; dalam Muhith, 2018).

2. Komunikasi Non Verbal

Komunikasi non verbal merupakan penyampaian kode non verbal

yaitu suatu proses pemindahan atau penyampaian pesan tanpa

menggunakan kata-kata. Penyampaian kode non verbal merupakan

cara yang paling efektif dan meyakinkan untuk menyampaikan pesan

kepada orang lain, apabila terjadi pertentangan dan perdebatan tentang

apa yang diucapkan dan apa yang telah diperbuat. Dengan demikian

tujuan dari kode atau isyarat non verbal antara lain :

a) Meyakinkan apa yang diucapkan (repetition).

b) Menunjukkan perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan

dengan kata-kata (substitution).

c) Menunjukkan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya

(identity)

d) Menambah atau melengkapi ucapan-ucapan yang dirasakan belum

sempurna.

Komunikasi non verbal teramati pada:

1) Metakomunikasi

2) Penampilan personal

3) Paralanguage

4) Gerak mata (Eye gaze)


12

5) Kinesics

6) Sentuhan (Touching) (Cangara, H, 2006; dalam Muhith, 2018).

2.1.4 Tujuan Komunikasi Terapeutik

Tujuan komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut :

1. Kesadaran diri, penerimaan diri dan meningkatkan kehormatan diri

Untuk mencapai tujuan akhir dari proses pelayanan kesehatan

utamanya pelayanan keperawatan adalah dengan memperpendek lama

hari rawat. Dalam melaksanakan komunikasi terapeutik, perawat harus

memiliki kemampuan-kemampuan, antara lain pengetahuan yang

cukup, skill/keterampilan, yang memadai, serta teknik dan etika

komunikasi yang baik. Perawat dalam menangani klien merupakan

suatu penghormatan bagi dirinya, karena dipercaya klien untuk

merawat tanpa ada perasaan khawatir, ragu maupun kecemasan.

Peawat harus sadar dan menerima bahwa kehadirannya sangat

dibutuhkan klien untuk mmeringankan atau bahkan menghilangkan

keluhannya sehingga harus mempersiapkan dengan sungguh-sungguh

sebelum bertemu dengan klien.

2. Identitas pribadi yang jelas dan meningkatnya integritas pribadi

Dalam diri perawat dan klien sudah terdapat status yang jelas

di antara keduanya, sehingga dalam konteks hubungan yang ada hanya

hubungan perawat dan klien, bukan si A dan si B dalam arti hubungan


13

pribadi. Komunikasi terapeutik antara perawat dank lien mendorong

keduanya saling memahami, menghargai, dan mengetahui keperluan

masing-masing. Perawat berusaha membantu meningkatkan harga diri

dan martabat klien dan klien mengakui dan menghargai perawat

sebagai pemberi pelayanan keperawatan tanpa memandang sebelah

mata atau meremehkan kemampuannya.

3. Kemampuan untuk membentuk suatu keintiman, saling

ketergantungan, hubungan interpersonal dengan kapasitas memberi

dan menerima.

Hubungan perawat dan klien merupakan hubungan dengan

konsep simbiosis mutualisme, yang artinya hubungan saling

menguntungkan antara klien dan perawat. Perawat dengan ikhlas

memberikan pelayanan keperawatan kepada klien dengan tak terbagi,

sedangkan klien dengan bebas mengutarakan keluhannya sesuai

dengan apa yang dirasakan tanpa ada sesuatu yang mengganjal.

Perawat selalu mengedepankan kepentingan klien untuk mencapai

derajat kesehatan yang optimal melalui upaya peningkatan pelayanan

keperawatan. Perawat merasa bahwa memberikan pelayanan

keperawatan merupakan tanggung jawabnya, baik tanggung jawab

pribadi maupun tanggung jawab profesi. Perawat tidak bisa melakukan

tindakan keperawatan kepada klien tanpa tahu apa yang dirasakan

klien, karena hal itu sebagai dasar dalam melakukan tindakan


14

keperawatan. Oleh karena itu, diperlukan keterampilan cara

berkomunikasi yang efektif dalam rangka memfasilitasi dalam

pelaksanaan tindakan keperawatan.

4. Mendorong fungsi dan meningkatkan kemampuan terhadap kebutuhan

yang memuaskan dan mencapai tujuan pribadi yang realistis.

Komitmen yang tinggi dari perawat dalam pelaksanaan

pelayanan keperawatan sangat dibutuhkan dalam mencapai tujuan

yang optimal. Prinsip dalam pelayanan keperawatan dengan

memperhatikan semua aspek yang dimiliki mempunyai sifat pelayanan

yang cepat, tepat, tegas, dengan suasana yang tenang dan humanistik.

Demikian bagi klien komunikasi terapeutik memberikan dorongan

untuk mengutarakan apa yang dikeluhkan dan sedang dialami tanpa

suatu manipulasi dengan harapan keluhannya mendapatkan pelayanan

keperawatan yang sesuai. Harapan yang diinginkan juga seharusnya

disesuaikan dengan kondisi sakitnya sehingga memerlukan

penerimaan yang tinggi dan komitmen yang tinggi untuk mau bekerja

sama dalam pelaksanaan tindakan (Nurjannah, I, 2001 dalam Muhith,

2018).

2.1.5 Teknik-teknik dalam Komunikasi Terapeutik


15

Karakter setiap klien tidak sama, oleh karena itu diperlukan penerapan

teknik berkomunikasi yang berbeda pula. Teknik-teknik dalam

komunikasi terapeutik, yaitu :

1. Mendengarkan dengan penuh perhatian.

Dalam hal ini perawat berusaha mengerti klien dengan cara

mendengarkan apa yang disampaikan klien. Satu-satunya orang yang

dapat menceritakan kepada perawat tentang perasaan, pikiran dan

persepsi klien adalah klien itu sendiri.

Sikap yang dibutuhkan untuk menjadi pendengar yang baik

adalah pandang klien saat sedang bicara, tidak menyilangkan kaki dan

tangan, hindari gerakan yang tidak perlu, anggukkan kepala jika klien

membicarakan hal yang penting atau memerlukan umpan balik,

condong tubuh ke arah lawan bicara.

2. Menunjukkan penerimaan

Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia

untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau

ketidaksetujuan. Perawat harus waspada terhadap ekspresi wajah dan

gerakan tubuh yang menyatakan tidak setuju, seperti mengerutkan

kening atau menggeleng yang menyatakan tidak percaya.

Berikut ini adalah sikap perawat yang menyatakan penerimaan

mendengarkan tanpa memutus pembicaraan, memberikan umpan balik


16

verbal yang menyatakan pengertian, memastikan bahwa isyarat non

verbal cocok dengan komunikasi verbal, menghindari perdebatan,

ekspresi keraguan atau usaha untuk mengubah pikiran klien.

3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan

Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi

yang spesifik mengenai apa yang disampaikan oleh klien. Oleh karena

itu pertanyaan sebaiknya dikaitkan dengan topik yang dibicarakan dan

gunakan kata-kata yang sesuai dengan konteks sosial budaya klien.

Sebagai contoh : “Tadi anda katakan anda memiliki 3 orang saudara,

siapa yang anda rasa paling dekat dengan anda ?”

4. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri

Melalui pengulangan kembali kata-kata klien, perawat

memberikan umpan balik bahwa ia mengerti pesan klien dan berharap

komunikasi dilanjutkan. Contoh: Klien “Saya tidak dapat tidur,

sepanjang malam saya terjaga”. Perawat “Saudara mengalami

kesulitan untuk tidur”.

5. Mengklarifikasi

Klarifikasi terjadi saat perawat berusaha untuk menjelaskan

dalam kata-kata, ide atau teknik ini adalah untuk menyamakan

pengertian. Contoh perawat dapat mengatakan “saya tidak yakin saya


17

mengikuti apa yang anda katakan “atau” apa yang anda maksudkan

dengan . . .

6. Memfokuskan

Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan

sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti. Hal yang

perlu diperhatikan dalam menggunakan metode ini adalah usahakan

untuk tidak memutus pembicaraan ketika klien menyampaikan

masalah yang penting. Contoh: “Hal ini tampaknya penting, mari kita

bicarakan lebih dalam lagi” atau” apa yang sudah kita sepakati untuk

bicarakan?”

7. Menyatakan hasil observasi

Perawat harus memberikan umpan balik kepada klien dengan

menyatakan hasil pengamatannya, sehingga klien dapat mengetahui

apakah pesannya diterima dengan benar atau tidak. Dalam hal ini

perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat non verbal

klien. Teknik ini sering kali membuat klien berkomunikasi lebih jelas

tanpa perawat harus bertanya, memfokuskan dan mengklarifikasi

pesan. Contoh: “Anda tampak tegang” atau” andaa tampak tidak

tenang apabila anda....

8. Menawarkan informasi

Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan

penyuluhan kesehatan untuk klien. Perawat tidak dibenarkan


18

memberikan nasihat kepada klien ketika memberikan informasi,

karena tujuan dari tindakan ini adalah memfasilitasi klien untuk

mengambil keputusan.

9. Diam

Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien

untuk mengorganisir pikirannya. Penggunaan metode ini memerlukan

keterampilan dan ketepatan waktu, jika tidak maka akan menimbulkan

perasaan tidak enak. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi

dengan dirinya sendiri. Mengorganisir pikiran dan memproses

informasi. Diam terutama berguna pada saat klien harus mengambil

keputusan.

10. Meringkas

Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah

dikomunikasikan secara singkat. Metode ini bermanfaat untuk

membantu mengingat topik yang telah dibahas sebelum meneruskan

pembicaraan berikutnya. Disamping itu, meringkas membantu perawat

untuk mengulang aspek penting dalam interaksinya, sehingga dapat

melanjutkan kepada interaksi berikutnya. Contoh : “Selama lima belas

menit ini anda dan saya telah membicarakan.......”

11. Memberikan penghargaan

Penghargaan janganlah menjadi beban untuk klien dalam arti

jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi


19

untuk mendapatkan pujian atau persetujuan atas perbuatannya. Selain

itu, teknik ini tidak pula dimaksudkan untuk menyatakan bahwa yang

ini bagus dan yang sebaliknya buruk. Contoh : “Ibu tampak cocok

sekali mengenakan baju berwarna kuning ini”.

12. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan

Memberi kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam

memilih topik pembicaraan. Untuk klien yang merasa ragu-ragu dan

tidak pasti tentang perannya dalam interaksi ini, perawat dapat

menstimulusnya untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia

diharapkan untuk membuka pembicaraan. Contoh : “Adakah sesuatu

yang anda bicarakan?” atau “apakah yang sedang anda pikirkan?”

13. Menganjurkan untuk meneruskanpembicaraan

Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk

mengarahkan hampir seluruh pembicaraan. Teknik ini juga

mengindikasikan bahwa perawat mengikuti apa yang sedang

dibicarakan dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan

selanjutnya. Perawat lebih berusaha menafsirkan diri pada

mengarahkan diskusi/ppembicaraan. Contoh: “....Teruskan...” atau

”Dan kemudian...?” Atau “Coba ceritakan kepada saya tentang hal

tersebut”.
20

14. Menempatkan kejadian secara berurutan

Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu perawat

dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari

suatu kejadian akan menuntun perawat dan klien untuk melihat

kejadian berikutnya yang merupakan akibat dari kejadian sebelumnya

dan juga dapat menemukan pola kesukaran interpersonal klien. Contoh

: “Apakah yang terjadi sebelum dan sesudah kejadian tersebut?” atau

“kapan kejadian tersebut terjadi?”.

15. Memberikan kesempatan kepada klien untuk menguraikan persepsinya

Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat

segala sesuatunya dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas

untuk menguraikan persepsinya kepada perawat. Sementara itu

perawat harus waspada terhadap gejala ansietas yang mungkin

muncul. Contoh: “Coba ceritakan kepada saya bagaimana perasaan

saudara saat akan dioperasi”.

16. Refleksi

Refleksi memberikan kesempatan kepada klien untuk

mengemukakan dan menerima ide dan perasaannya sebagai bagian

dari dirinya sendiri. Dengan demikian perawat mengindikasikan

bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien mempunyai hak untuk

mengemukakan pendapatnya, membuat keputusan dan memikirkan


21

dirinya sendiri. Contoh :Klien :”Apakah menurut anda sendiri anda

harus mengatakannya ?” (Wilson & kneisi, 1992; Stuart & Sunddenn,

1998; dalam Manurung Santa, 2011).

2.1.6 Prinsip Komunikasi Terapeutik

1. Komunikasi berorientasi pada proses percepatan kesembuhan

Komunikasi yang terjadi antara perawat dan klien merupakan

komunikasi yang mengarah pada penemuan masalah keperawatan

melalui pengkajian sampai pada evaluasi dari hasil tindakan yang telah

dilakukan oleh perawat. Saat perawat berkomunikasi dengan klien,

maka semua percakapan berorientasi bagaimana percakapan ini bisa

mendukung perawat untuk mendapatkan masukan yang berharga

dalam menentukan sikap dan tindakan.

2. Komunikasi terstruktur dan direncanakan

Perawat harus mempersiapkan materi yang akan disampaikan

dengan matang. Setiap tindakan dalam komunikasi yang dilakukan

oleh seseorang bisa terjadi mulai dari tingkat kesengajaan yang rendah

artinya tindakan komunikasi yang tidak direncanakan (apa saja yang

akan dikatakan atau apa saja yang akan dilakukan secara rinci dan

detail), sampai pada tindakan komunikasi yang betul-betul disengaja

(pihak komunikan mengharapkan respons dan berharap tujuannya

dapat tercapai). Dengan strategi ini dapat menuntun dan memberi


22

petunjuk serta mengarahkan perkataan apa saja yang akan

disampaikan kepada klien.

3. Komunikasi terjadi dalam konteks topik, ruang dan waktu

Pada saat berkomunikasi perawat harus memilih topik yang

tepat dengan apa yang dibutuhkan klien sesuai keluhan yang dirasakan

atau masalah klien. Menghadapi klien satu dengan yang lainnya

tentunya tidak sama, baik topik maupun cara berhubungan atau

berkomunikasi, sehingga perawat harus memperhatikan dari sisi

dimensi isi dan hubungan. Disamping itu, pesan komunikasi yang

dikirimkan oleh pihak komunikan baik secara verbal maupun non-

verbal juga harus disesuaikan dengan tempat, dimana proses

komunikasi itu berlangsung, kepada siapa pesan itu dikirimkan dan

kapan komunikasi itu berlangsung. Perawat harus membuat kontrak

pertemuan dengan klien yang utama kapan dan dimana pertemuan

akan dilaksanakan. Sehingga komunikasi yang berlangsung sesuai

dengan waktu yang ditentukan, materi/topik yang akan dibicarakan

atau disampaikan dan sesuai dengan tempat yang telah disepakati.

4. Komunikasi memperhatikan kerangka pengalaman klien

Besar harapan kerangka pengalaman kedua belah pihak banyak

mengalami kemiripan agar tujuan penyampaian pesan terlaksana

dengan baik. Untuk itu seseorang yang akan menyampaikan pesan

perlu melihat :
23

a) Latar belakang budaya,

b) Bahasa,

c) Agama,

d) Tingkat pendidikan,

e) Kemampuan kognitif, dan

f) Termasuk didalamnya kondisi psikologis dari lawan bicara.

Hal ini dilakukan dalam rangka menyelaraskan dan

menyeimbangkan kebutuhan akan pesan dengan demikian

memberikan tolok ukur kapasitas pesan yang akan disampaikan.

Dalam proses komunikasi perawat harus melihat kondisi emosional

dari klien/perawat, sehingga dalam berkomunikasi perawat mampu

menempatkan diri dalam berinteraksi. Jika kita tersenyum, maka kita

dapat memprediksi bahwa pihak penerima akan membalas dengan

senyuman, jika kita menyapa seseorang maka orang tersebut akan

membalas sapaan kita.

5.Komunikasi memerlukan keterlibatan maksimal dari klien dan keluarga

Dalam proses komunikasi antara perawat dan klien/keluarga akan

terjadi proses transformasi, ada diskusi yang saling mengisi dan

menerima. Untuk itu proses perawat harus memerhatikan latar

belakang yang dipunyai klien/keluarga tersebut, agar pesan yang

disampaikan mampu memberikan efek terapeutik bagi klien/keluarga.

6. Keluhan utama sebagai pijakan pertama dalam komunikasi


24

Keakuratan perawat untuk menentukan sikap dan tindakan

pada klien, tergantung pada pernyataan klien atas keluhan yang

disampaikan. Konsep Triple N (Nanda, NIC, dan NOC) merupakan

aplikasi bagaimana pentingnya keluhan utama dalam menentukan

Diagnosis Keperawatan, Rencana Tindakan dan Kriteria Evaluasi yang

dilaksanakan bersama-sama untuk memperoleh gambaran yang

signifikan dalam pelaksanaan proses keperawatan (Muhith, 2018).

2.1.7 Tahap Komunikasi Terapeutik

1. Tahap Pra Interaksi

Pada tahap ini disebut juga tahap apersepsi di mana perawat

menggali dulu kemampuan yang dimiliki sebelum kontak atau

berhubungan dengan klien, termasuk kondisi kecemasan yang

menyelimuti pada diri perawat. Sehingga pada tahap prainteraksi ada

dua unsur yang perlu dipersiapkan dan dipelajari yaitu unsur diri

sendiri dan unsur dari klien. Hal-hal yang dipelajari dari diri sendiri

antara lain :

a. Pengetahuan yang dimiliki yang terkait dengan penyakit dan

masalah klien.

b. Kecemasan dan kekalutan diri.

c. Analisis kekuatan diri.

d. Waktu pertemuan baik saat pertemuan maupun lama pertemuan.


25

Sedangkan yang perlu dipelajari dari unsur klien antara lain:

e. Perilaku klien dalam menghadapi penyakitnya.

Perilaku yang destruktif pada klien saat menghadapi penyakitnya

akan menyulitkan perawat dalam berkomunikasi dengan klien.

Perilaku destruktif maupun menarik diri dipicu adanya kekecewaan

tentang penyakit yang dialaminya. Klien menjadi putus asa dan

kehilangan gairah hidup. Untuk teknik komunikasi yang dipakai untuk

menghadapi klien dengan sikap defensif ataupun menarik diri adalah

dengan menggunakan teknik komunikasi “Presenting Reality” yaitu

menghadirkan kondisi realita yang telah dilakukan klien. Harapan dari

teknik komunikasi presenting reality adalah mencoba menghadirkan

atau menunjukkan pada klien tindakan yang telah dilakukan dengan

harapan perilaku klien yang destruktif tersebut.

2. Tahap Perkenalan

Pada tahap perkenalan ini, perawat memulai kegiatan pertama kali

dimana perawat bertemu pertama kali dengan klien. Dengan

memperkenalkan dirinya, perawat telah bersikap terbuka pada klien

dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya.

Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan suatu

hubungan terapeutik. Pada tahap perkenalan ini tidak ada pembatasan

diri antara perawat-klien dalam konteks komunikasi terapeutik.


26

3. Tahap Orientasi

Pada tahap orientasi ini, perawat menggali keluhan-keluhan yang

dirasakan oleh klien dan divalidasi dengan tanda dan gejala yang lain

untuk memperkuat perumusan diagnosis keperawatan. Tujuan pada

tahap ini untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah

dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi tindakan

yang lalu.

4. Tahap kerja

Tahap kerja merupakan tahap untuk mengimplementasikan

rencana keperawatan yang telah dibuat pada tahap orientasi. Perawat

menolong klien untuk mengatasi cemas, meningkatkan kemandirian

dan tanggung jawab terhadap diri dan mengembangkan mekanisme

koping konstruktif. Apabila tindakan keperawatan yang dilakukan

perawat tidak mendapat persetujuan klien, maka tindakan tersebut

tidak dapat dilakukan, harus ada persamaan persepsi, persamaan ide

dan pikiran antara klien dan perawat dalam melaksanakan tindakan

keperawatan untuk mencapai tujuan akhir dari pelayanan keperawatan

yaitu mempercepat proses kesembuhan, sehingga sangat diperlukan

adanya kemandirian sikap dari klien dalam mengambil keputusan.

5. Tahap Terminasi

Tahap ini merupakan tahap dimana perawat mengakhiri pertemuan

dalam menjalankan tindakan keperawatan serta mengakhiri


27

interaksinya dengan klien. Tahap terminasi merupakan kegiatan yang

tepat untuk mengubah perasaan dan memori serta untuk mengevaluasi

kemajuan klien dan tujuan yang telah dicapai. Dalam hubungan

perawat dan klien terdapat dua terminasi yaitu terminasi sementara dan

terminasi akhir. Terminasi sementara dilakukan bila perawat

mengakhiri tindakan keperawatan, masa tugas berakhir atau operan

dengan teman sejawat dalam rangka untuk peralihan tugas. Sedangkan

terminasi akhir dilakukan bila klien akan meninggalkan Rumah Sakit

karena sudah sembuh atau pindah ke Rumah Sakit lain dengan

memberikan Discharge Planning yaitu memberikan pesan-pesan

pokok yang perlu dilakukan oleh klien untuk ditindaklanjuti di rumah

atau di tempat yang lain.

Kegiatan yang dilakukan pada tahap terminasi, antara lain :

a. Evaluasi subjektif, merupakan kegiatan yang dilakukan dengan

mengevaluasi suasana hati setelah terjadi interaksi dengan klien.

Evaluasi ini sangat penting dilakukan agar perawat tahu kondisi

psikologis klien dalam rangka menghindarkan klien dari sikap

defensive maupun menarik diri. Contoh evaluasi subjektif antara

lain, “Bagaimana perasaan ibu setelah pertemuan ini?”

b. Evaluasi objektif, merupakan kegiatan yang dilakukan untuk

mengevaluasi respons objektif terhadap hasil yang diharapkan dari

keluhan yang dirasakan, apakah ada kemajuan atau sebaliknya.


28

Untuk evaluasi ini, perawat cukup berpedoman pada Nursing

Outcome Classification dari tujuan yang ingin dicapai, agar tidak

terjadi bias dan tepat sasaran. Evaluasi objektif ini dilakukan untuk

mengukur pencapaian hasil tindakan keperawatan yang telah

dilakukan dalam menentukan keberhasilan suatu tindakan

keperawatan. Contoh, “Bagaimana nyeri yang dirasakan ibu

kemarin, apakah ada perubahan?”

c. Tindak lanjut, merupakan kegiatan yang dilakukan dengan

menyampaikan pesan kepada klien mengenai lanjutan dari

kegiatan yang telah dilakukan. Pesan yang disampaikan itu

relevan, singkat, padat dan jelas agar tidak terjadi

miscommunication (Stuart G.W., 1998; Suryani, 2006; Nurjannah,

I, 2001; dalam Muhith, 2018).

2.1.8 Faktor-Faktor Penghambat Komunikasi Terapeutik

Faktor-faktor yang menghambat komunikasi terapeutik, antara lain

adanya perbedaan persepsi, kurangnya pengetahuan, terlalu cepat

menyimpulkan, adanya pandangan stereotype, kurangnya minat, sulit

mengekspresikan diri, adanya tipe kepribadian tertentu (Anjaswarni,

2016).
29

2.1.9 Cara Mengukur Komunikasi Terapeutik

Pengukuran komunikasi terapeutik mengacu pada penelitian Anita

(2013), yaitu dengan hasil ukur dikatakan komunikasi terapeutik baik jika

skor >75%, cukup baik jika skor 45%-74% dan kurang baik jika skor <

45%. Kuesioner dalam komunikasi terapeutik mencakup karakteristik

komunikasi terapeutik seperti keikhlasan dan empati, kehangatan.

Menurut Giyanto (2010) kemampuan afektif komunikasi terapeutik

diukur dengan indikator :

a. Menunjukkan perhatian, meliputi :

1) Memandang pasien

2) Kontak mata

3) Sikap terbuka

4) Rileks

5) Mengangguk

6) Mencondongkan tubuh ke arah pasien

b. Menunjukkan penerimaan, meliputi :

1) Mendengarkan

2) Memberikan umpan balik

3) Komunikasi non-verbal dan verbal sesuai

4) Tidak mendebat atau mengekspresikan keraguan (Metri Widya

Pangestika, 2016)
30

2.2 Konsep Dasar Pemberian Injeksi

2.2.1 Konsep Pemberian Injeksi

Memberikan injeksi merupakan prosedur invasif yang harus dilakukan

dengan menggunakan teknik steril. Setelah jarum menembus kulit, muncul

risiko infeksi. Perawat memberi obat secara parenteral melalui rute SC,

IM, IC, dan IV. Setiap tipe injeksi membutuhkan keterampilan yang

tertentu untuk menjamin obat mencapai lokasi yang tepat. Efek obat yang

diberikan secara parenteral dapat berkembang dengan cepat, bergantung

pada kecepatan absorpsi obat. Perawat mengobservasi respon klien dengan

ketat. Injeksi dan pungsi vena merupakan tindakan medis yang paling

sering dilakukan oleh dokter atau perawat selama prakteknya, sehingga

keterampilan injeksi (Intramuskuler, Intravena, Intrakutan dan Subkutan)

serta Pungsi Vena adalah keterampilan dengan tingkat kompetensi 4

(mahasiswa harus dapat melakukannya secara mandiri)

2.2.2 Pemberian Injeksi Sub Cutan (SC)

Injeksi subcutan adalah menyuntikkan obat ke jaringan ikat

longgar dibawah kulit. Karena jaringan subkutan tidak memiliki banyak

pembuluh darah seperti otot maka penyerapan obat lebih lama dari pada

penyuntikan Intra Muskuler (IM). Jaringan subkutan mengandung reseptor

nyeri, jadi hanya obat dalam dosis kecil yang larut dalam air, yang tidak

mengiritasi yang dapat diberikan melalui rute ini.


31

Daerah yang paling baik untuk penyuntikan adalah lengan atas

belakang, abdomen dari bawah iga sampai batas Krista iliaka dan bagian

paha atas depan. Tujuan agar obat yang diberikan dapat diserap cepat oleh

tubuh

A. Prosedur Pemberian Injeksi Sub Cutan (SC)

1. Persiapan Alat/Bahan

a. Spuit (ukurn beragam sesuai dengan volume obat yang

diberikan)

b. Jarum (ukuran beragam sesuai dengan tipe jaringan dan ukuran

pasien)

c. Kasa dan / kapas alcohol

d. Sarung tangan bersih

e. Ampul atau via obat, formulir atau kartu obat

2. Persiapan Pasien

a. Telaah pesanan dokter untuk memastikan nama obat, dosis dan

rute pemberian.

b. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan.

c. Jelaskan prosedur pada pasien.

d. Jaga privasi pasien dengan menutup pintu ruangan atau

menarik koden.

3. Langkah-langkah
32

a. Siapkan medikasi dari ampul atau vial, periksa label obat

dengan order 2 kali saat mempersiapkan.

b. Periksa pita identitas pasien dan tanyakan nama pasien. Kaji

terhadap alergi.

c. Jelaskan tujuan dan prosedur pada pasien, kemudian lanjutkan

dengan cara yang tenang.

d. Kenakan sarung tangan.

e. Buka gaun hanya pada bagian yang membutuhkan pajanan.

f. Pilih tempat penyuntikan yang tepat, palpasi tempat tersebut

terhadap edema, massa, atau nyeri tekan. Hindari area yang

terdapat jaringan parut, memar, lecet, atau infeksi.

g. Bantu pasien untuk mengambil posisi yang nyaman bergantung

pada tempat suntikan yang dipilih.

h. Minta pasien untuk merelaksasikan lengan, abdomen atau

tungkainya, tergantung tempat yang dipilih/tempat dimana

suntikan akan diberikan.

i. Relokasi tempat dengan penanda anatomis.

j. Bersihkan tempat suntikan yang dipilih dengan antiseptic di

tengah tempat suntikkan dan putar ke arah luar dengan arah

melingkar sekitar 5 cm

k. Pegang kapas diantara jari ketiga dan keempat dari tangan anda

yang tidak dominan.


33

l. Lepaskan tutup spuit dengan menariknya secara cap lurus.

m. Pegang spuit diantara ibu jari dan telunjuk dari tangan anda

yang dominan bayangkan seperti memegang pulpen.

n. Gunakan tangan yang tidak memegang spuit untuk

mengangkat/meregangkan kulit.

o. Secara hati-hati dan mantap tusuk/suntikan jarum dengan 45-

50 derajat.

1) Untuk pasien ukuran sedang, dengan tangan nondominan

Anda regangkan kedua belah sisi kulit tempat suntikan

dengan kuat atau cubit kulit yang akan menjadikan tempat

suntikan.

2) Untuk pasien obesitas, cubit kulit pada tempat suntikan

jarum dibawah lipatan kulit.

p. Lepaskan kulit (bila dicubit).

q. Raih ujung bawah barrel spuit dengan tangan non dominan dan

pindahkan tangan dominan ke plunger.

r. Lakukan aspirasi dengan cara menarik plunger, jika terdapat

darah dalam spuit maka segera cabut spuit untuk dibuang dan

diganti dengan spuit dan obat yang baru. Bila tidak terdapat

darah, suntikkan obat secara perlahan dengan kecepatan 1

ml/10 detik.
34

s. Tunggu 10 detik, kemudian tarik spuit/jarum dengan mantap

sambil meletakkan kapas alkohol pada tempat penyuntikan lalu

tekan perlahan, jangan memijat lokasi penyuntikan.

t. Bantu klien pada posisi yang nyaman

u. Buang spuit tanpa harus menutup jarum dengan kapnya (guna

mencegah cidera pada perawat) pada tempat pembuangan

secara benar.

v. Melepas sarung tangan dan merapikan pasien, membereskan

alat-alat.

w. Mencuci tangan

x. Catat pemberian obat pada lembar obat atau catatan perawat.

y. Kembali untuk mengevaluasi respons pasien terhadap obat

dalam 15 sampai 30 menit.

z. Tetap bersama pasien dan amati reaksi alergi.

2.2.3 Pemberian Injeksi Intra Muskuler (IM)

Rute intramuskuler memberikan absorbsi obat lebih cepat karena

daerah ini memiliki pembuluh darah yang banyak. Namun, penyuntikan

IM dikaitkan dengan berbagai resiko. Oleh karena itu, sebelum

penyuntikan IM harus dipastikan bahwa injeksi yang dilakukan sangat

penting. Gunakan jarum yang panjang dan gauge yang besar untuk

melewati jaringan subkutan dan penetrasi jaringan otot yang dalam.


35

A. Tujuan

1. Pemberian obat dengan intramuscular bertujuan agar absorpsi obat

lebih cepat disbanding dengan pemberian secara subcutan karena lebih

banyaknya suplai darah di otot tubuh.

2. Untuk memasukkan dalam jumlah yang lebih besar disbanding obat

yang diberikan melalui subcutan.

3. Pemberian dengan cara ini dapat pula mencegah atau mengurangi

iritasi obat.

B. Prosedur Pemberian injeksi Intra Muskuler (IM)

1. Persiapan Alat/Bahan

a. Sarung tangan 1 pasang

b. Spuit dengan ukuran sesuai kebutuhan

c. Jarum steril 1 (21-23 G dan panjang 1-1,5 inci untuk dewasa; 25-

27 G dan panjang 1 inci untuk anak-anak)

d. Bak spuit 1

e. Kapas alcohol dalam kom/alcohol swap (secukupnya)

f. Perlak dan pengalas

g. Obat sesuai program terapi

h. Bengkok 1

i. Buku injeksi daftar obat


36

2. Persiapan Pasien

a. Telaah pesanan dokter untuk memastikan nama obat, dosis dan

rute pemberian.

b. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan.

c. Jelaskan prosedur pada pasien.

d. Jaga privasi pasien dengan menutup pintu ruangan atau menarik

koden..

3. Langkah-langkah

a. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan steril.

b. Kumpulkan peralatan dan periksa urutan medikasi terhadap rute,

dosis, dan waktu pemberian.

c. Siapkan medikasi dari ampul atau vial seperti yang diuraikan pada

keterampilan sebelumnya.

d. Periksa pita identifikasi pasien dan tanyakan nama pasien. Kaji

terhadap alergi.

e. Jelaskan prosedur pada pasien dan lanjutkan dengan cara yang

tenang.

f. Pilih tempat penyuntikan yang tepat, palpasi tempat tersebut

terhadap edema, massa, atau nyeri tekan. Hindari area yang

terdapat jaringan parut, memar, lecet, atau infeksi.

g. Bantu pasien untuk mengambil posisi yang nyaman tergantung

pada tempat penyuntikan yang dipilih.


37

1. Muskulus Deltoideus : klien duduk/berbaring mendatar dengan

lengan fleksi/rileks diatas abdomen. lokasi penyuntikan 3 jari

dibawah acromion.

2. Muskulus Vastus Lateralis : klien berbaring terlentang dengan

lutut sedikit fleksi. lokasi penyuntikan 1/3 bagian tengah antara

trokanter mayor sampai dengan kondila femur lateral.

3. Muskulus Ventrogluteal : klien berbaring mirin, tengkurap atau

terlentang dengan lutut dan pinggul pada sisi yang akan

disuntik dalam keadaan fleksi. letakkan telapak tangan pada

trokanter mayor kea rah kepala, jari tengah diletakkan pada

SIAS lalu rentangkan menjauh membentuk huruf V dan injeksi

ditengah area ini (bila klien miring ke kanan).

4. Muskulus Dorsogluteal : klien tengkurap dengan lutut di putar

kea rah dalam atau miring dengan lutut bagian atas dan pinggul

fleksi dan diletakkan di depan tungkai bawah. Lokasi

penyuntikan ditentukan dengan cara:

a) Membagi area gluteal menjadi 4 kuadran, injeksi dilakukan

pada kuadran luar atas.

b) Menarik garis bayangan dari SIPS ke trokanter mayor,

injeksi pada area lateral superior

c) Menarik garis dari SIAS ke coccyges, tempat penyuntikkan

pada 1/3 bagian dari SIAS


38

d) Membebaskan area yang akan di suntik dari pakaian/kain

penutup.

e) Bersihkan tempat suntikan yang dipilih dengan swab di

tengah tempat suntikan dan putar ke arah luar dengan arah

melingkar sekitar 5 cm (2 inci).

f) Pegang kapas diantara jari ketiga dan keempat dari tangan

non-dominan.

g) Lepaskan tutup spuit dengan menariknya secara lurus.

h) Pegang spuit diantara ibu jari dan jari telunjuk dari tangan

Anda yang dominan

i) Bayangkan seperti memegang pulpen, telapak tangan

kebawah.

j) Lakukan injeksi, posisikan tangan nondominan pada tanda

anatomic yang tepat dan regangkan kulit.

k) Secara hati-hati dan mantap tusuk/suntikkan jarum secara

tgak lurus dengan sudut 900.

l) Raih ujung bawah barrel spuit dengan tangan non dominan

dan pindahkan tangan dominan ke plunger.

m) Lakukan aspirasi dengan cara menarik plunger, jika

terdapat darah dalam spuit maka segera cabut spuit untuk

dibuang dan diganti dengan spuit dan obat yang baru. bila
39

tidak terdapat darah, suntikkan obat secara perlahan ke

dalam jaringan.

n) Cabut spuit/jarum dengan cepat sambil meletakkan kapas

alkohol pada tempat penyuntikan lalu usap pada area

injeksi dan lakukan massage. bila tempat penusukan

mengeluarkan darah, tekan tempat penusukan dengan kassa

steril kering sampai perdarahan berhenti.

o) Buang spuit tanpa harus menutup jarum dengan kap nya

(guna mencegah cidera pada perawat) pada tempat

pembuangan secara benar.

p) Melepas sarung tangan dan cuci tangan

q) Catat pemberian obat pada lembar obat(injeksi) atau

catatan perawat.

r) Kembali untuk mengevaluasi respon pasien terhadap obat

15 sampai 30 menit.

2.2.4 Pemberian Injeksi Intra Cutan (IC)

Pemberian injeksi secara intra cutan (IC) adalah memberikan obat

melalui suntikan ke dalam jaringan kulit, yang dilakukan pada lengan

bawah bagian dalam atau di tempat lain yang di anggap perlu.


40

A. Tujuan

1. Melaksanakan uji coba obat tertentu, yang dilakukan dengan cara

memasukkan obat ke dalam jaringan kulit yang dilakukan untuk

tes alergi dan skin test terhadap obat yang akan diberikan.

2. Memberikan obat tertentu yang pemberiannya hanya dapat di

lakukan dengan cara di suntik intrakutan, pada umumnya di

berikan pada pasien yang akan diberikan obat antibiotic.

3. Membantu menentukan diagnose penyakit tertentu.

B. Prosedur

1. Persiapan Alat

a. Spuit dan jarum steril (spuit 1 cc, jarum nomor 25, 26, 27)

b. Obat yang diperlukan (vial atau ampul)

c. Bak spuit steril

d. Kapas alkohol (kapas air hangat untuk vaksinasi)

e. Kassa steril untuk membuka ampul (bila perlu)

f. Gergaji ampul (bila perlu)

g. 2 bengkok (satu berisi cairan desinfektan)

h. Pengalas (bila perlu)

i. Sarung tangan steril

j. Daftar /formulir pengobatan


41

2. Persiapan Pasien

a. Telaah pesanan dokter untuk memastikan nama obat, dosis dan

rute pemberian.

b. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan.

c. Jelaskan prosedur pada pasien.

d. Jaga privasi pasien dengan menutup pintu ruangan atau

menarik korden.

3. Langkah-langkah

a. Siapkan obat, masukkan obat dari vial atau ampul dengan cara

yang benar

b. Identifikasi klien (mengecek nama)

c. Beritahu klien/keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan

serta tujuannya

d. Bantu klien untuk posisi yang nyaman dan rileks (lengan

bawah bagian dalam, dada bagian atas, punggung dibawah

scapula)

e. Membebaskan area yang akan disuntik dari pakaian

f. Pilih area penyuntikan yang tepat (bebas dari edema, massa,

nyeri tekan, jaringan parut, kemerahan/inflamasi, gatal)

g. Memakai sarung tangan

h. Membersihkan tempat penyuntikan dengan mengusap kapas

alcohol atau kapas lembab dari tengah keluar secara melingkar


42

sekitar 5 cm, menggunakan tangan yang tidak untuk

menginjeksi

i. Siapkan spuit, lepaskan kap penutup secara tegak lurus sambil

menunggu antiseptic kering dan keluarkan udara dari spuit

j. Pegang spuit dengan salah satu tangan yang dominan antara

ibu jari dan jari telunjuk dengan telapak tangan menghadap ke

bawah

k. Pegang erat lengan klien dengan tangan kiri, tegangkan area

penyuntikan

l. Secara hati-hati tusuk/suntikan jarum dengan lubang

menghadap keatas, sudut 5 sampai 15o sampai terasa ada

tahanan

m. Tusukkan spuit melalui epidermis sampai sekitar 3 mm

dibawah permukaan kulit. Anda akan melihat ujung spuit

melalui kulit

n. Raih pangkal jarum dengan ibu jari tangan kiri sebagai fiksasi,

lalu dorong cairan obat.

o. Tarik spuit/jarum, sambil memberikan kapas alcohol diatas

lokasi injeksi

p. Tekan secara perlahan tanpa melakukan massage


43

q. Buang spuit tanpa harus menutup jarum dengan kap nya(guna

mencegah cidera pada perawat) pada tempat pembuangan

secara benar

r. Melepas sarung tangan dan merapihkan pasien

s. Membereskan alat-alat, mencuci tangan

t. Catat pemberian obat yang telah dilaksanakan (dosis, waktu,

cara) pada lembar obat atau catatan perawat

u. Evaluasi respon klien terhadap obat (15 s.d 30 menit)

2.2.5 Pemberian Injeksi Intra Vena (IV)

Injeksi intravena adalah pemberian obat dengan cara memasukkan

obat ke dalam pembuluh darah vena dengan menggunakan spuit.

A. Adapun tempat injeksi adalah :

1. Pada lengan (vena basalika dan vena sefalika)

2. Pada tungkai (vena saphenous)

3. Pada leher (vena jugularis)

4. Pada kepala (vena frontalis atau vena temporalis)

B. Tujuan:

1. Untuk memperoleh reaksi obat yang cepat diabsorbsi daripada

dengan injeksi parenteral lain

2. Untuk menghindari terjadinya kerusakan jaringan

3. Untuk memasukkan obat dalam jumlah yang lebih besar


44

C. Prosedur

1. Persiapan Peralatan

a. Spuit dan jarum suntik

b. Obat yang diperlukan (vial atau ampul)

c. Bak spuit steril

d. Kapas alcohol

e. Kassa steril untuk membuka ampul (bila perlu)

f. Karet pembendung atau tourniquet

g. Gergaji ampul (bila perlu)

h. 2 bengkok (satu berisi cairan desinfektan)

i. Pengalas (bila perlu)

j. Sarung tangan steril

k. Daftar/formulir pengobatan

2. Persiapan Pasien

a. Telaah pesanan dokter untuk memastikan nama obat, dosis dan

rute pemberian

b. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan

c. Jelaskan prosedur pada pasien

d. Jaga privasi pasien dengan menutup pintu ruangan atau menarik

korden
45

3. Langkah-langkah

a. Siapkan obat, masukkan obat dari vial atau ampul dengan cara yang

benar

b. Bantu klien untuk posisi yang nyaman dan rileks/berbaring dengan

tangan dalam keadaan lurus

c. Membebaskan area yang akan disuntik dari pakaian

d. Pilih area penyuntikan yang tepat (bebas dari edema, massa, nyeri

tekan, jaringan parut, kemerahan/inflamasi, gatal)

e. Tentukan dan cari vena yang akan di tusuk (vena basalika dan

sefalika)

Gambar 2.1 Injeksi Intra Vena

f. Memakai sarung tangan

g. Membersihkan tempat penyuntikan dengan mengusap kapas alcohol

dari arah atas ke bawah menggunakan tangan yang tidak untuk

menginjeksi
46

h. Lakukan pembendungan di bagian atas area penyuntikan dan anjurkan

klien mengepalkan tangan

i. Siapkan spuit, lepaskan kap penutup secara tegak lurus sambil

menunggu antiseptik kering dan keluarkan udara dari spuit

j. Pegang spuit dengan salah satu tangan yang dominan antara ibu jari

telunjuk dengan telapak tangan menghadap ke bawah

k. Regangkan kulit dengan tangan non dominan untuk menahan vena,

kemudian secara pelan tusukkan jarum dengan lubang menghadap ke

atas kedalam vena dengan posisi jarum sejajar dengan vena

l. Pegang pangkal jarum dengan tangan non dominan sebagai fiksasi

m. Lakukan aspirasi dengan cara menarik plunger, bila terhisap darah

lepaskan tourniquet kepalan tangan klien kemudian dorong obat pelan-

pelan kedalam vena

n. Setelah obat masuk semua, segera cabut spuit, bekas tusukan ditekan

dengan kapas alcohol

o. Buang spuit tanpa harus menutup jarum dengan kapnya (guna

mencegah cidera pada perawat) pada tempat pembuangan secara benar

p. Melepaskan sarung tangan dan merapihkan pasien

q. Membereskan alat-alat

r. Mencuci tangan

s. Catat pemberian obat yang telah dilaksanakan (dosis, waktu, cara)

pada lembar obat atau catatan perawat


47

t. Evaluasi respon klien terhadap obat (15 s.d 30 menit) (Siti Lestari,

2016).
48

2.3 Kerangka Teori

Tahap-tahap komunikasi terapeutik


:
1. Tahap Pra Interaksi
2. Tahap Perkenalan
3. Tahap Orientasi
4. Tahap Kerja
5. Tahap Terminasi (Muhith,
2018)

Pemberian Injeksi
Jenis komunikasi terapeutik :
1. Komunikasi Verbal
2. Komunikasi Non Verbal
(Muhith, 2018)
Macam-macam Injeksi :
Faktor yang mempengaruhi 1. Injeksi Sub Cutan (SC)
komunikasi terapeutik : 2. Injeksi Intra Muskuler (IM)
1. Spesifikasi tujuan 3. Injeksi Intra Cutan (IC)
komunikasi 4. Injeksi Intra Vena (IV)
2. Lingkungan nyaman (Lestari, 2016)
3.Lestari(Siti
Siti Privasi Lestari,(terpeliharanya
2016)
privasi kedua belah pihak)
4. Lestari,
(Siti Percaya2016)
diri
5. Berfokus kepada klien
6. Stimulus yang optimal
(Siti
7. Lestari, 2016)
Mempertahankan jarak
personal
(Anjaswarni, 2016)

Gambar 2.2 Kerangka teori penelitian Gambaran komunikasi terapeutik


perawat dalam pemberian injeksi pada pasien rawat inap di RSU.
Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto
49

2.4 Kerangka Konsep

Perawat

Pemberian Injeksi IV

Faktor yang mempengaruhi Komunikasi


komunikasi terapeutik : Terapeutik

1. Spesifikasi tujuan
komunikasi Tahap-tahap Komunikasi Terapeutik :
2. Lingkungan nyaman
1. Tahap Pra Interaksi
3. Privasi (terpeliharanya
2. Tahap Perkenalan
privasi kedua belah
3. Tahap Orientasi
pihak)
4. Tahap Kerja
4. Percaya diri
5. Tahap Terminasi
5. Berfokus kepada klien
(Muhith, 2018)
6. Stimulus yang optimal
7. Mempertahankan jarak
personal (Anjaswarni,
2016)

Baik, jika skor > Cukup baik, jika Kurang baik,


75% skor 45% - 74% jika < 45%

Keterangan
: Diteliti
------------------------- :Tidak Diteliti

Gambar 2.3 Kerangka konsep penelitian Gambaran komunikasi terapeutik


dalam pemberian injeksi pada pasien rawat inap di RSU. Dr.
Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto

Anda mungkin juga menyukai