Anda di halaman 1dari 9

PRINSIP KOMUNIKASI TERAPEUTIK DAN APLIKASINYA DALAM BKI

(Oleh: Ucu Kurniawati & Melati Indah Al-Fajriyati)

BKI-B PASCASARJANA

A. Komunikasi Terapeutik dan Prinsipnya

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mampu menjadi terapi untuk konseli. Hal
ini sebagai upaya untuk membina hubungan antara konselor dengan konseli agar mampu
beradaptasi dengan segala kondisi konseli seperti stress dan gangguan psikologis lainnya
sehingga dapat melegakan serta membuat konseli merasa nyaman, yang pada akhirnya
mempercepat proses terselesainya permasalahan yang dihadapi konseli.

Komunikasi terapi dilakukan oleh konselor sebagai helper dan klien sebagai pasien.
Adapun persyaratan dasar agar komunikasi terapi berjalan efektif, persyaratan ini bertujuan
untuk menciptakan hubungan yang baik antara konselor dan klien. Menurut Stuart dan Sundeen
dalam Damaiyanti (2008, hlm. 12) ada dua persyaratan dasar agar komunikasi terapi berjalan
dengan efektif. Persyaratan yang dimaksud adalah: a) Semua komunikasi harus ditujukan untuk
menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan. b) Komunikasi yang menciptakan
perqasaan saling pengertian harus terlebih dahulu dilakukan sebelum memberikan sarana
informasi, dan masukan.

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling


memberikan pengertian antar konselor dengan konseli. Tujuan hubungan terapeutik diarahkan
pada pertumbuhan pasien meliputi: realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan
terhadap diri. Sehingga komunikasi terapeutik itu sendiri merupakan salah satu bentuk dari
berbagai macam komunikasi yang dilakukan secara terencana dan dilakukan untuk membantu
proses penyembuhan konseli.

Menurut Indrawati (2003), tujuan komunikasi terapeutik adalah membantu pasien


memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran, membantu mengambil tindakan yang
efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri.
Sedangkan menurut Stuart & Laraia (2005), tujuan komunikasi terapeutik adalah kesadaran diri,
penerimaan diri, dan meningkatnya kehormatan diri, identitas pribadi yang jelas dan
meningkatnya integritas pribadi, kemampuan untuk membentuk suatu keintiman, saling
ketergantungan, hubungan interpersonal, dengan kapasitas memberi dan menerima cinta,
mendorong fungsi dan meningkatkan kemampuan terhadap kebutuhan yang memuaskan dan
mencapai tujuan pribadi yang realistik.

B. Prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik


Menurut Suryani (2005), terdapat beberapa prinsip yang harus dipahami dalam
membangun dan mempertahankan komunikasi terapeutik, yaitu: Hubungan perawat dengan klien
adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan. hubungan ini didasarkan pada prinsip
humanity of nurse and clients. Kualitas hubungan perawat-klien ditentukan oleh bagaimana
perawat mendefenisikan dirinya sebagai manusia. Hubungan perawat dengan klien tidak hanya
sekedar hubungan seorang penolong dengan kliennya tapi lebih dari itu, yaitu hubungan antar
manusia yang bermartabat.

Perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai karakter yang
berbeda-beda. Karena itu perawat perlu memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat
perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap individu.

Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya harus dicapai


terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif pemecahan masalah.
hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik.

a. 12 Prinsip Komunikasi

Prinsip komunikasi pada dasarnya merupakan penjabaran lebih jauh mengenai definisi
atau hakikat komunikasi. Prinsip tersebut dijadikan dasar dalam berkomunikasi, baik secara lisan
maupun tertulis. Menurut Ahmad Sultra Rustan dan Nurhakki Hakki dalam buku Pengantar Ilmu
Komunikasi (2017), prinsip komunikasi adalah dasar atau asas pikiran untuk membahas
komunikasi. Tiap pakar komunikasi punya istilah berbeda untuk menggambarkan prinsip
komunikasi. Contohnya William B. Gudykunst dan Young Kim mengistilahkannya sebagai
asumsi komunikasi. Sementara, beberapa pakar komunikasi di Indonesia, seperti Hafied Cangara
memberinya istilah dimensi komunikasi. Sedangkan Deddy Mulyana menyebutnya sebagai
prinsip komunikasi. Berikut 12 prinsip komunikasi menurut Deddy Mulyana:

1. Komunikasi adalah proses simbolik. Dikutip dari buku Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar
(2010) karya Deddy Mulyana, komunikasi merupakan proses penyampaian dan
pertukaran simbol, lambang, tanda, atau gambar dari komunikator kepada komunikan.
Karena simbol atau lambang digunakan untuk menunjukkan suatu hal berdasarkan
kesepakatan sekelompok orang.
2. Setiap perilaku mempunyai potensi komunikasi. Artinya setiap bentuk komunikasi
nonverbal, yakni perilaku manusia, bisa dimaknai sebagai stimulus bagi orang lain.
Perilaku manusia, seperti gerak-gerik tubuh dan raut wajah bisa ditafsirkan oleh orang
lain, walaupun sebenarnya orang tersebut sedang tidak ingin berkomunikasi.
3. Komunikasi punya dimensi isi dan dimensi hubungan. Prinsip komunikasi ini
menjelaskan bahwa tiap pesan komunikasi punya dimensi isi dan hubungan. Dimensi isi
dilihat dari isi pesannya. Sedangkan dimensi hubungan terlihat dari cara seseorang
mengatakan pesannya.
4. Komunikasi berlangsung dalam berbagai tingkat kesengajaan. Artinya komunikasi bisa
terjalin dari peristiwa yang tidak disengaja sama sekali, hingga bentuk komunikasi yang
sudah direncanakan dan disadari. Kesengajaan bukan syarat terjadinya komunikasi,
meskipun seseorang tidak berniat menyampaikan pesan. Namun, perilaku orang tersebut
bisa ditafsirkan orang lain.
5. Komunikasi terjadi dalam konteks ruang dan waktu. Pesan yang dikirim komunikator,
baik secara verbal maupun nonverbal, disesuaikan dengan konteks tempat, ruang, dan
waktu. Tempat berarti di mana proses terjadinya komunikasi. Fisik dan ruang mencakup
iklim, suhu, intensitas cahaya, dan lainnya. Sedangkan waktu menunjukkan kapan pesan
komunikasi dikirimkan.
6. Komunikasi melibatkan prediksi peserta komunikasi. Artinya komunikasi memerlukan
tata krama yang disesuaikan dengan lawan bicaranya. Sehingga sikap yang akan
dilakukan harus diprediksi terlebih dahulu. Adanya prediksi membuat orang lebih
nyaman dan tenang dalam berkomunikasi.
7. Komunikasi bersifat sistemik. Sistem internal dan eksternal memengaruhi cara seseorang
berkomunikasi. Sistem internal adalah segala hal yang dibawa dalam berkomunikasi.
Sementara, sistem eksternal merupakan situasi lingkungan. Kedua sistem ini mencakup
faktor latar belakang budaya, nilai, adat, pengalaman, pendidikan, dan lingkungan
keluarga.
8. Semakin mirip latar belakang sosial-budaya, semakin efektif komunikasi. Prinsip
komunikasi ini menjelaskan bahwa kesamaan latar belakang, seperti suku dan
pendidikan, akan membuat orang lebih mudah berkomunikasi. Karena kedua belah pihak
punya makna yang sama terhadap simbol yang saling dipertukarkan.
9. Komunikasi bersifat nonsekuensial. Artinya komunikasi melibatkan respon sebagai bukti
bahwa pesan telah dikirimkan, diterima, serta dimengerti. Sehingga proses komunikasi
bersifat nonsekuensial atau dalam artian tidak berlangsung satu arah.
10. Komunikasi bersifat prosesual, dinamis, dan transaksional. Komunikasi adalah proses
berkelanjutan, yang mana tiap peserta komunikasi saling bergantung dan memengaruhi
satu sama lain. Hal ini terlihat dari proses penyampaian dan penerimaan pesan.
11. Komunikasi bersifat irreversible. Tiap orang yang berkomunikasi tidak bisa mengontrol
dampak yang timbul akibat pesan yang dikirimkan. Pesan yang telah disampaikan, tidak
bisa dikendalikan atau dihilangkan pengaruhnya oleh komunikator.
12. Komunikasi bukan panasea untuk menyelesaikan berbagai masalah. Prinsip komunikasi
ini menjelaskan bahwa komunikasi bukan satu-satunya solusi pemecahan masalah.
Karena komunikasi hanya salah satu faktor pendukung dalam penyelesaian masalah.

b. Prinsip Komunikasi Terapeutik

Menurut Suryani (2000), ada empat prinsip dasar komunikasi terapeutik di antaranya
adalah sebagai berikut:
1. Hubungan Perawat dengan Pasien

Hubungan antara perawat dengan pasien atau psikolog dengan klien merupakan
hubungan terapeutik yang mana sama-sama saling menguntungkan. Dalam istilahnya adalah
‘win-win solution’, yang mana mencari solusi dengan sama-sama menguntungkan. Prinsip ini
lebih dikenal dengan sebutan ‘humanity of nurse and clients’ yang diartikan adalah hubungan
kemanusiaan antara seorang perawat dengan kliennya atau pasiennya.

2. Menghargai Pasien

Dalam prinsip ini, seorang perawat atau psikolog alias terapis adalah seseorang yang
dapat memahami apa yang dimiliki oleh seorang pasiennya. Entah itu dari kelebihannya, maupun
kekurangannya. Karena setiap manusia diciptakan selalu memiliki keunikan masing-masing yang
mana harus dihargai.

3. Menjaga Harga Diri

Prinsip komunikasi terapeutik yang ketiga ini sama halnya dengan prinsip sebelumnya
yang mana menghargai dan memahami apa yang dimiliki oleh setiap individu. Sehingga seorang
perawat harus dapat menjaga harga diri seseorang yang menjadi pasiennya. Selain menjaga harga
diri pasiennya, juga perlu adanya menjaga harga dirinya sendiri. Dengan menjaga harga dirinya
sendiri, maka dia tidak akan dianggap rendah oleh pasiennya.

4. Saling Percaya

Dengan saling menjaga dan menghargai apa yang dimiliki setiap individu, maka akan
timbul rasa saling percaya antara perawat dengan pasien. Namun sebenarnya, rasa saling percaya
ini harus dilakukan sejak awal alias untuk mengawali proses komunikasi.

c. Prinsip Umum Komunikasi Terapeutik


1. Realisasi Diri

Seorang psikolog atau perawat saat menghadapi pasiennya harus melakukan realisasi diri.
Artinya, seorang perawat haruslah melihat dirinya alias bercermin terlebih dahulu apa yang ia
miliki dan apa yang tidak ia miliki.

2. Penerimaan

Saling menerima dari apa yang sedang dialami adalah kunci dalam komunikasi
terapeutik. Dalam hal ini sama halnya dengan saling percaya antara pasien dengan perawat.
Dengan adanya saling menerima, maka komunikasi terapeutik dapat berjalan.

3. Penghormatan
Kehormatan pada seorang individu adalah hal yang sangat penting, sehingga dengan
demikian seorang individu wajar saja kalau seorang individu ingin mempertahankan
kehormatannya dengan berbagai cara.

4. Perubahan

Komunikasi terapeutik dilakukan dengan tujuan bahwa adanya perubahan dalam diri
individu setelah melakukan proses komunikasi. Tentunya perubahan tersebut diharapkan
merupakan perubahan yang lebih baik.

5. Hubungan Manusia

Hubungan antar individu adalah hal yang penting dalam komunikasi terapeutik. Dengan
adanya hubungan antar individu yang baik, maka proses komunikasi terapeutik ini bisa berjalan
dengan baik dan benar.

6. Keterbukaan

Dengan menggunakan komunikasi terapeutik, maka seorang pasien dapat belajar dan
memahami bagaimana menerima dan diterima oleh individu lain. Komunikasi terapeutik ini jenis
komunikasi yang terbuka alias harus adanya keterbukaan antara pasien dengan perawat.
Komunikasi terbuka ini bisa didasari dengan kejujuran dan penerimaan secara tulus.

7. Kebutuhan Individu

Kebutuhan individu juga diperlukan dalam komunikasi terapeutik yang mana


memperhatikan apa yang diinginkan dan yang sedang dibutuhkan seorang pasien. Jika seorang
pasien ingin sembuh, maka perawat harus bisa mencari kesembuhannya.

8. Kemampuan Individu

Setiap manusia tentunya memiliki kemampuan masing-masing yang mana merupakan


suatu kelebihan dari individu. Nah, di sini tugas perawat harus memahami kemampuan apa yang
dimiliki oleh pasiennya.

9. Tujuan Realistis

Setiap individu tentunya memiliki tujuan hidup masing-masing, yang mana setiap
individu memiliki tujuan hidup yang berbeda-beda dan bervariasi. Di sini, tugas seorang perawat
untuk menangani pasiennya dalam gangguan kejiwaannya adalah memperhatikan tujuan pasien.

10. Lingkungan Sekitar

Sebagai seorang perawat, kita juga perlu memperhatikan lingkungan sekitar pasien.
Karena bisa saja gangguan kejiwaan seorang pasien disebabkan oleh lingkungan sekitarnya
seperti keluarga, kerabat, atau teman.
d. Prinsip Komunikasi Terapeutik (Menurut Carl Rogers)
1. Mengenal dirinya sendiri
2. Ditandai dengan sikap menerima, percaya dan menghargai
3. Harus paham, menghayati nilai yang dianut pasien
4. Harus sadar pentingnya kebutuhan pasien
5. Harus menciptakan suasana agar pasien berkembang tanpa rasa takut
6. Menciptakan suasana agar pasien punya motivasi mengubah diri
7. Harus menguasai perasaannya sendiri
8. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan konsisten
9. Harus paham akan arti empati
10. Harus jujur dan berkomunikasi secara terbuka
11. Harus dapat berperan sebagai role model
12. Mampu mengekspresikan perasaan
13. Altruisme (panggilan jiwa) untuk mendapatkan kepuasan dengan menolong orang
lain
14. Berpegang pada etika
15. Tanggung jawab

C. Teknik Komunikasi Terapeutik

Menurut Uripni dkk (2002), teknik yang dilakukan dalam pelaksanaan komunikasi
terapeutik, adalah sebagai berikut:

1. Mendengar dengan penuh perhatian. Hal ini perawat harus mendengarkan masalah yang
disampaikan oleh klien untuk mengetahui perasaan, pikiran dan persepsi klien itu sendiri.
Sikap yang dibutuhkan untuk menjadi pendengar yang baik adalah menatap matanya saat
berbicara, tidak menyilangkan kaki dan tangan, hindari gerakan yang tidak perlu dan
condongkan tubuh kearah lawan bicara.
2. Menunjukkan penerimaan. Mendukung dan menerima dengan tingkah laku yang
menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Menerima bukan berarti menyetujui.
Menerima berarti mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau
ketidaksetujuan.
3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan. Tujuan perawat bertanya adalah untuk
mendapatkan informasi yang spesifik mengenai masalah yang telah disampaikan oleh
klien. Oleh sebab itu, sebaiknya pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan masalah
yang sedang dihadapi oleh klien.
4. Mengulang ucapan klien dengan kata-kata sendiri. Melalui pengulangan kembali kata-
kata klien, seorang perawat memberikan umpan balik bahwa perawat mengerti pesan
klien dan berharap komunikasi dilanjutkan.
5. Mengklarifikasi. Klarifikasi terjadi pada saat perawat menjelaskan dalam kata-kata
mengenai ide atau pikiran yang tidak jelas dikatakan oleh klien. Tujuan dari teknik ini
untuk menyamakan pengertian.
6. Memfokuskan. Tujuan dari memfokuskan untuk membatasi pembicaraan sehingga
pembicaraan menjadi lebih spesifik dan dimengerti. Hal yang perlu diperhatikan adalah
tidak memutuskan pembicaraan ketika klien menyampaikan masalah yang sedang
dihadapi.

D. Tahapan Komunikasi Terapeutik

Menurut Stuart dan Sundeen (1995), tahapan-tahapan dalam pelaksanaan komunikasi


terapeutik, adalah sebagai berikut:

1. Fase Prainteraksi

Prainteraksi dimulai sebelum kontrak pertama dengan klien. Tahap ini merupakan tahap
persiapan perawat sebelum bertemu dan berkomunikasi dengan pasien. Perawat perlu
mengevaluasi diri tentang kemampuan yang dimiliki. Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri,
dengan analisa diri perawat akan dapat memaksimalkan dirinya agar bernilai terapeutik ketika
bertemu dan berkomunikasi dengan pasien, jika dirasa dirinya belum siap untuk bertemu dengan
pasien makan perawat perlu belajar kembali dan berdiskusi dengan teman kelompok yang lebih
berkompeten. Perawat mengumpulkan data tentang klien, mengeksplorasi perasaan, fantasi dan
ketakutan diri dan membuat rencana pertemuan dengan klien.

2. Fase Orientasi

Fase ini dimulai ketika perawat bertemu dengan klien untuk pertama kalinya. Hal utama
yang perlu dikaji adalah alasan klien minta pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya
hubungan perawat klien. Dalam memulai hubungan tugas pertama adalah membina rasa percaya,
penerimaan dan pengertian komunikasi yang terbuka dan perumusan kontrak dengan klien.
Untuk dapat membina hubungan saling percaya dengan pasien, perawat harus bersikap terbuka,
jujur, ikhlas, menerima pasien, menghargai pasien dan mampu menepati janji kepada pasien.
Selain itu perawat harus merumuskan suatu kontrak bersama dengan pasien. Kontrak yang harus
dirumuskan dan disetujui bersama adalah tempat, waktu dan topik pertemuan.

Perawat juga bertugas untuk menggali perasaan dan pikiran pasien serta dapat
mengidentifikasi masalah pasien. Pada tahap ini perawat melakukan kegiatan sebagai berikut:
memberi salam dan senyum pada klien, melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif),
memperkenalkan nama perawat, menanyakan nama kesukaan klien, menjelaskan kegiatan yang
akan dilakukan, menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan, menjelaskan
kerahasiaan. Tujuan akhir pada fase ini ialah terbina hubungan saling percaya.

3. Fase Kerja
Pada tahap kerja dalam komunikasi terapeutik, kegiatan yang dilakukan adalah memberi
kesempatan pada klien untuk bertanya, menanyakan keluhan utama, memulai kegiatan dengan
cara yang baik, melakukan kegiatan sesuai rencana. Perawat memenuhi kebutuhan dan
mengembangkan pola-pola adaptif klien. Interaksi yang memuaskan akan menciptakan
situasi/suasana yang meningkatkan integritas klien dengan meminimalisasi ketakutan,
ketidakpercayaan, kecemasan dan tekanan pada klien.

4. Fase Terminasi

Pada tahap terminasi dalam komunikasi terapeutik kegiatan yang dilakukan oleh perawat
adalah menyimpulkan hasil wawancara, tindak lanjut dengan klien, melakukan kontrak (waktu,
tempat dan topik), mengakhiri wawancara dengan cara yang baik. Tahap terminasi dibagi
menjadi 2, yaitu:

a. Terminasi Sementara. Terminasi sementara merupakan akhir dari pertemuan perawat


dengan pasien, akan tetapi masih ada pertemuan lainnya yang akan dilakukan pada waktu
yang telah disepakati bersama.
b. Terminasi Akhir. Pada terminasi akhir perawat telah menyelesaikan proses keperawatan
secara menyeluruh.

Kesimpulan

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dirancang dan direncanakan untuk tujuan
terapi, dalam rangka membina hubungan antara konselor dengan konseli agar dapat beradaptasi
dengan stress, mengatasi gangguan psikologis, sehingga dapat melegakan serta membuat konslei
merasa nyaman, yang pada akhirnya mempercepat proses kesembuhan konseli.

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling


memberikan pengertian antar konselor dengan konseli. Tujuan hubungan terapeutik diarahkan
pada pertumbuhan pasien meliputi: realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan
terhadap diri. Sehingga komunikasi terapeutik itu sendiri merupakan salah satu bentuk dari
berbagai macam komunikasi yang dilakukan secara terencana dan dilakukan untuk membantu
proses penyembuhan konseli. Komunikasi terapeutik berfungsi untuk mencapai kesembuhan
pasien melalui perubahan dalam diri pasien.

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan


dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan konseli dan membina hubungan yang terapeutik
antara konselor dan konseli. Komunikasi terapeutik juga dapat dipersepsikan sebagai proses
interaksi antara konseli dan konselor yang membantu konslei mengatasi stress sementara untuk
hidup harmonis dengan orang lain, menyesuaikan dengan sesuatu yang tidak dapat diubah dan
mengatasi hambatan psikologis yang menghalangi realisasi diri. Setelah itu, komunikasi
terapeutik, sangat penting diterapkan pada saat berinteraksi dengan konselie, karena tanpa
komunikasi, konselor tidak mungkin mengetahui perkembangan yang terjadi dengan konselinya.
Daftar Pustaka

Arwani. 2002. Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.

Indrawati. 2003. Komunikasi untuk Perawat. Jakarta: EGC.

Priyanto, A. 2009. Komunikasi dan Konseling Aplikasi dalam Sarana Pelayanan Kesehatan
Untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika.

Purwanto, Heri. 1994. Komunikasi untuk Perawat. Jakarta: EGC.

Stuart dan Sundeen. 1995. Buku Keperawatan. Jakarta: EGC.

Stuart dan Laraia. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Suryani. 2005. Komunikasi Terapeutik: Teori dan Praktik. Jakarta: EGC.

Uripni, C.L., dkk. 2002. Komunikasi Kebidanan. Jakarta: EGC.

Yubiliana, Gilang. 2017. Komunikasi Terapeutik: Penatalaksanaan Komunikasi Efektif &


Terapeutik Pasien & Dokter Gigi. Bandung: UNPAD Press.

https://www.kajianpustaka.com/2020/06/komunikasi-terapeutik-pengertian-fungsi-karakteristik-
prinsip-dan-teknik.html.

12 Prinsip Komunikasi Terapeutik, oleh: Vanya Kurnia Mulia Putri. Kompas.com - 04/12/2021,
13:26 WIB. kompas.com/skola/read/2021/12/04/132603969/12-prinsip-komunikasi.

Anda mungkin juga menyukai