Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

1.KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK


2.PRINSIP DASAR DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK
3.HELPING RELATIONSHIP

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK I

IMANUEL RATO NONO 2120003


OLIVIA FILOMENA SIWI 2120002
ESTILIA DUA HALE 2120003

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
GEMA INSAN AKADEMIK
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiraat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “KONSEP
KOMUNIKASI TERAPEUTIK,PRINSIP DASAR DALAM KOMUNIKASI
TERPEUTI,HEALPING RELATIONSHIP”. Penyusunan makalah ini untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah KD II. Kami berharap dapat menambah wawasan dan pengetahuan
khususunya dalam materi ini.

Kami menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, karena itu kami
sangan mengharapkan kritikan dan sasaaran dari pada pembaca untuk melengkapi segalaa
kekurangan dan kesalahaan dari makalah ini.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
selama proses penyusunan makalah ini.
BAB I
Pendahuluan

Latar Belakang

a.Komunikasi mempunyai banyak sekali makna dan sangat bergantung pada konteks
pada saat komunikasi dilakukan. Bagi beberapa orang, komunikasi merupakan pertukaran
informasi diantara dua orang atau lebih, atau dengan kata lain; pertukaran ide atau
pemikiran. Metodenya antara lain:
berbicara dan mendengarkan atau menulis dan membaca, melukis, menari, bercerita dan
lain sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa segala bentuk upaya penyampaian pikiran
kepada orang lain, tidak hanya secara lisan (verbal) atau tulisan tetapi juga gerakan tubuh
atau gesture (non-verbal), adalah komunikasi.
Komunikasi merupakan suatu proses karena melalui komunikasi seseorang menyampaikan
dan mendapatkan respon. Komunikasi dalam hal ini mempunyai dua tujuan, yaitu:
mempengaruhi orang lain dan untuk mendapatkan informasi. Akan tetapi, komunikasi dapat
digambarkan sebagai komunikasi yang memiliki kegunaan atau berguna (berbagi informasi,
pemikiran, perasaan) dan komunikasi yang tidak memiliki kegunaan atau tidak berguna
(menghambat/blok penyampaian informasi atau perasaan). Keterampilan berkomunikasi
merupakan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang untuk membangun suatu hubungan,
baik itu hubungan yang kompleks maupun hubungan yang sederhana melalui sapaan atau
hanya sekedar senyuman. Pesan verbal dan non verbal yang dimiliki oleh seseorang
menggambarkan secara utuh dirinya, perasaannya dan apa yang ia sukai dan tidak sukai.
Melalui komunikasi seorang individu dapat bertahan hidup, membangun hubungan dan
merasakan kebahagiaan.
Keterampilan berkomunikasi merupakan critical skill yang harus dimiliki oleh perawat,
karena komunikasi merupakan proses yang dinamis yang digunakan untuk mengumpulkan
data pengkajian, memberikan pendidikan atau informasi kesehatan-mempengaruhi klien
untuk mengaplikasikannya dalam hidup, menunjukan caring, memberikan rasa nyaman,
menumbuhkan rasa percaya diri dan menghargai nilai-nilai klien. Sehingga dapat juga
disimpulkan bahwa dalam keperawatan, komunikasi merupakan bagian integral dari asuhan
keperawatan. Seorang perawat yang berkomunikasi secara efektif akan lebih mampu dalam
mengumpulkan data, melakukan tindakan keperawatan (intervensi), mengevaluasi
pelaksanaan dari intervensi yang telah dilakukan, melakukan perubahan untuk
meningkatkan kesehatan dan mencegah terjadinya masalah- masalah legal yang berkaitan
dengan proses keperawatan.

Proses komunikasi dibangun berdasarkan hubungan saling percaya dengan klien dan
keluarganya. Komunikasi efektif merupakan hal yang esensial dalam menciptakan
hubungan antara perawat dan klien. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995)
menegaskan bahwa seorang perawat yang beragama, tidak dapat bersikap masa bodoh, tidak
peduli terhadap pasien, seseorang (perawat) yang tidak care dengan orang lain (pasien)
adalah berdosa. Seorang perawat yang tidak menjalankan profesinya secara profesional
akan merugikan orang lain (pasien), unit kerjanya dan juga dirinya sendiri. Komunikasi
seorang perawat dengan pasien pada umumnya menggunakan komunikasi yang berjenjang
yakni komunikasi intrapersonal, interpersonal dan komunal/kelompok. Demikian pula
ditegaskan dalam Poter dan Perry (1993) bahwa komunikasi dalam prosesnya terjadi dalam
tiga tahapan yakni komunikasi intrapersonal (terjadi dalam diri individu sendiri),
interpersonal (interaksi antara dua orang atau kelompok kecil) dan publik (interaksi dalam
kelompok besar).

b. Komunikasi merupakan proses yang sangat penting dan berarti dalam hubungan antar
manusia. Pada profesi keperawatan, komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan
metode utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan (Purba, 2012). Komunikasi
merupakan suatu hal yang tidak bisa lepas dari kehidupan sehari-hari, tak terkecuali tenaga
kesehatan dengan pasien. Perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara
terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah
terjadinya masalah ilegal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan
dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Hamid, 1986),
Komunikasi dalam bidang keperawatan merupakan proses untuk menciptakan hubungan
antara tenaga kesehatan dan pasien untuk mengenal kebutuhan pasien dan menentukan
rencana tindakan serta kerjasama dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu
komunikasi terapeutik memegang peranan penting memecahkan masalah yang dihadapi. Pada
dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi proposional yang mengarah pada
tujuan yaitu penyembuhan pasien. Pada komunikasi terapeutik terdapat dua komonen penting
yaitu proses komunikasinya dan efek komunikasinya.
Sebelum melakukan komunikasi terapeutik, terlebih dahulu harus memahami prinsip yang
menjadi dasar sebuah komunikasi terapeutik. Maka dari itu sebagian besar keseluruhan
makalah ini membahas mengenai komunikasi terapeutik dengan prinsip dasar yang terdapat
di dalamnya.
C. Manusia adalah makluk sosial, yang artinya tidak bisa hidup sendiri dan membutuhkan
serta selalu berhubungan dengan orang lain dalam menjalani hidupnya. Bentuk hubungan
antar manusia tersebut bermacam-macam, salah satunya adalah hubungan membantu. Setiap
individu pernah memberikan bantuan atau menerima bantuan, meskipun dengan cara dan
maksud tertentu pemberian/penerimaan bantuan tersebut dilakukan.
Meski Brammer (1998) membedakan proses membantu ada dua, yaitu bantuan yang
profesional dan yang bukan profesional, tapi dalam makalah ini, hanya akan di bahas
hubungan membantu dalam bentuk profesional, yang dilakukan oleh setidak-tidaknya
seorang tenaga profesional yang membantu pihak lain, dan pekerjaan tersebut dalam konteks
profesi yang ditekuninya. Tenaga profesional yang dimaksud seperti perawat, psikolog,
dokter, konselor, dan lain-lain. Meski pada dasarnya, profesional atau tidaknya hubungan
membantu tersebut sangat tergantung pada konteks permasalahan yang diselesaikan dan cara
penanganannya.
Dari sekian banyak hubungan membantu yang ada dan dilakukan oleh banyak orang,
konseling merupakan salah satu bentuk hubungan membantu yang dilakukan oleh
profesional, seperti yang telah dijelaskan di awal. Maka, melalui makalah ini, penulis akan
menguraikan terlebih dahulu pengertian hubungan membantu dan langkah-langkah hubungan
membantu. Dari pemahaman tentang hubungan membantu ini, semoga kita dapat menarik
benang merah kaitannya dengan konseling sebagai hubungan yang membantu.

B.RUMUSAN MASALAH
1.Setiap penyusunan sebuah makalah tentu bukan tanpa sebaba, melainkan hendak
menyampaikan sebuah persalaahan atau pun memuat sebauh ilmu. Berdasarkan latar
belakang tersebut, melalau beberapa pertanyaan di bawah ini, penulis akan menyampaikan
rumusan masalah dari makalah ini :
Apa yang dimaksud dengan komunikasi terapeutik?
Apa saja yang menjadi prinsip dasar komunikasi terapeutik?
Bagimana prinsip dasar komunikasi terapeutik menurut para ahli?

3. Apakah pengertian helping relationship (membantu) itu?


Apa saja karakteristik dari helping relationship?
Apa saja ciri-ciri helping relationship?
Bagaimana pelaksanaan konseling sebagai helping relationship?
BAB II
Pembahasan

A. Pengertian

Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, dalam hal ini
komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi
keperawatan harus mampu memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan pasien.
Oleh karenanya seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
aplikatif komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi.
mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau keterampilan perawat
untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan
belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain.
komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam
hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka
memperbaiki pengalaman emosional klien. Sedangkan S.Sundeen (1990) menyatakan
bahwa hubungan terapeutik adalah hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar
perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang
terapeutik.

Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi klien dan dilakukan oleh perawat (helper)
untuk membantu klien mencapai kembali kondisi yang adaptif dan positif.

1. . Fungsi
Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi yang dilakukan oleh perawat adalah
komunikasi yang berjenjang. Masing-masing jenjang komunikasi tersebut memiliki fungsi
sebagai berikut:
2. Komunikasi Intrapersonal
Digunakan untuk berpikir, belajar, merenung, meningkatkan motivasi, introspeksi diri.

3. Komunikasi Interpersonal
Digunakan untuk meningkatkan hubungan interpersonal, menggali data atau masalah,
menawarkan gagasan, memberi dan menerima informasi.
4. Komunikasi Publik
Mempengaruhi orang banyak, menyampaikan informasi, menyampaikan perintah atau
larangan umum (publik).

5. Tujuan
Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih
positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi:
6. Tujuan
Tujuan merupakan suatu keinginan yang akan dicapai. Dapat di artikan juga dengan maksud
penulisan. Makalah ini memiliki tujuan penulisan sebagai berukut:
Memahami pengertian komunikasi terapeutik.
Memahami prinsip dasar komunikasi terapeutik.
Mengetahui prinsip dadar komunikasi terapeutik menurut beberapa ahli.
7. Tujuan
Untuk mengetahui pengertian dari helping relationship.

1. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan diri.

Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang
menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya mengalami perubahan dalam
dirinya, ia tidak mampu menerima keberadaan dirinya, mengalami gangguan gambaran
diri, penurunan harga diri, merasa tidak berarti dan pada akhirnya merasa putus asa dan
depresi.

2. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling


bergantung dengan orang lain.

Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain.
Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat
meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon, 2000).
Rogers (1974) dalam Abraham dan Shanley (1997) mengemukakan bahwa hubungan
mendalam yang digunakan dalam proses interaksi antara perawat dan klien merupakan area
untuk mengekspresikan kebutuhan, memecahkan masalah dan meningkatkan kemampuan
koping.

3. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai


tujuan yang realistis.
Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya. Taylor, Lilis dan La Mone (1997) mengemukakan bahwa individu yang
merasa kenyataan dirinya mendekati ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi sedangkan
individu yang merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal dirinya akan merasa rendah diri.

4. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.

Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya
diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat
dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas.

5.Sikap Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik

Egan (1998) dalam Kozier,et.al (2004), telah menggambarkan lima cara yang spesifik untuk
menunjukkan kehadiran secara fisik ketika melaksanakan komunikasi terapeutik, yang ia
definisikan sebagai sikap atas kehadiran atau keberadaan terhadap orang lain atau ketika
sedang berada dengan orang lain. Berikut adalah tindakan atau sikap yang dilakukan ketika
menunjukkan kehadiran secara fisik :

1. Berhadapan dengan lawan bicara


Dengan posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (“saya siap untuk anda”).

2. Sikap tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka (tidak bersilangan)


Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk mendukung
terciptanya komunikasi.

3. Menunduk/memposisikan tubuh kearah/lebih dekat dengan lawan bicara


Hal ini menunjukkan bahwa perawat bersiap untuk merespon dalam komunikasi (berbicara-
mendengar).

4. Pertahankan kontak mata, sejajar, dan natural


Dengan posisi mata sejajar perawat menunjukkan kesediaannya untuk mempertahankan
komunikasi.
5. Bersikap tenang
Akan lebih terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan menggunakan gerakan/bahasa
tubuh yang natural.
6. Unsur-unsur Komunikasi Terapeutik
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa komunikasi mempunyai lima komponen,
demikian pula dalam komunikasi terapeutik. Proses terjadinya sebuah komunikasi
terapeutik antara perawat dan klien dimulai dari penyampaian pesan oleh komunikator
kepada komunikan baik secara verbal maupun non verbal, dengan menggunakan media atau
tidak. Pesan yang diterima oleh komunikan kemudian akan diproses oleh komunikan,
proses ini disebut dengan decoding. Setelah komunikan memahami pesan yang diterimanya,
ia pun melakukan proses encoding (transformasi informasi menjadi sebuah bentuk pesan
yang dapat disampaikan kepada orang lain) dalam dirinya untuk menyampaikan umpan
balik (feedback) terhadap pesan yang diterimanya. Demikian proses ini akan terus berulang
sampai pada akhirnya tujuan dari komunikasi yang dilakukan tercapai oleh keduanya.

7. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu terbentuknya hubungan
yang konstruktif diantara perawat-klien. Tidak seperti komunikasi sosial, komunikasi
terapeutik mempunyai tujuan untuk membantu klien mencapai suatu tujuan dalam asuhan
keperawatan. Oleh karenanya sangat penting bagi perawat untuk memahami prinsip dasar
komunikasi terapeutik berikut ini;

Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik Menurut Suryani

1. Hubungan perawat dan klien saling menguntungkan


2. Perawat harus menghargai keunikan klien
3. Perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien.
4. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust)

1. Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan,
didasarkan pada prinsip ‘humanity of nurses and clients’. Hubungan ini tidak hanya sekedar
hubungan seorang penolong (helper/perawat) dengan kliennya, tetapi hubungan antara
manusia yang bermartabat (Dult-Battey,2004).
2. Perawat harus menghargai keunikan klien, menghargai perbedaan karakter,
memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga,
budaya, dan keunikan setiap individu.
3. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun
penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri
klien.
4. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus
dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif
pemecahan masalah (Stuart,1998). Hubungan saling percaya antara perawat dan klien
adalah kunci dari komunikasi terapeutik.

1) PRINSIP KOMUNIKASI TERAPEUTIK MENURUT PURWANTO

1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi


2. Tingkah laku professional
3. Membuka diri
4. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari
5. Kerahasiaan klien harus dijaga
6. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman
7. Implementasi intervensi berdasarkan teori

8. Memelihara interaksi yang tidak menilai


9. Beri petunjuk klien untuk menginterprestasikan kembali pengalamannya secara
rasional
10. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan
subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.

2) PRINSIP KOMUNIKASI TERAPEUTIK MENURUT DE VITO

1. Keterbukaan
2. Empati
3. Sifat mendukung sikap positif
4. Kesetaraan
3) TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK
a. Mendengar(Listening)
Tujuan: memberi rasa aman klien dalam mengungkapkan perasaannya dan menjaga
kesetabilan emosi/psikologis klien.

b. Pertanyaan Terbuka(Broad Opening)


TeKnik ini memberi kesempatan klien utuk mengungkapkan perasaan sesuai kehendak
tanpa dibatasi.

c. Mengulang(Restarting)
Untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan
klien.

d. Klarifikasi
Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien berhenti karena malu
mengemukakan informasi.

e. Refleksi
Reaksi perawat-klien selama berlangsungnya komunikasi. Refleksi ini ada dua macam,
yaitu:

1. Refleksi isi: memvalidasi apa yang didengar.

2. Refleksi perasaan: memebri respon pada perasaan klien

f. Memfokuskan
Membantu klien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting serta menjaga
pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih spesifik, lebih jelas, dan berfokus pada realitas.
g. Membagi Persepsi
Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan.

h. Identifikasi Tema
Mengidentifikasi latar belakang masalah yang dialami klien yang muncul selama
percakapan.

i. Diam(Silence)
Tujuannya untuk memberi kesempatan klien untuk berpikir dan memotivasi klien untuk
bicara.

j. Informing
Tujuannya untuk memberi informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan bagi klien.

k. Saran
Memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah.

8. Hubungan Perawat dan Klien/Helping Relationship


Salah satu karakteristik dasar dari komunikasi yaitu ketika seseorang melakukan
komunikasi terhadap orang lain maka akan tercipta suatu hubungan diantara keduanya,
selain itu komunikasi bersifat resiprokal dan berkelanjutan. Hal inilah yang pada akhirnya
membentuk suatu hubungan ‘helping relationship’. Helping relationship adalah hubungan
yang terjadi diantara dua (atau lebih) individu maupun kelompok yang saling memberikan
dan menerima bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang
kehidupan. Pada konteks keperawatan hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara
perawat dan klien. Ketika hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat sebagai
penolong (helper) membantu klien sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, untuk
mencapai tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar manusia klien.

1. Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina
hubungan saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang
terbuka dan mempunyai respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati
pada lawan bicara yang terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang
sebenarnya dengan kata-kata atau sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam
Suryani,2005).). Sangat penting bagi perawat untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi
dengan klien, karena apabila hal tersebut tidak dilakukan maka klien akan menarik diri,
merasa dibohongi, membenci perawat atau bisa juga berpura-pura patuh terhadap perawat.

2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif


Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang
mudah dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi
nonverbal perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena
ketidaksesuaian akan menimbulkan kebingungan bagi klien.

3. Bersikap positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi
nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya maupun dalam
membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap
hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan
ketulusan dalam hubungan yang terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau
ikatan tertentu diantara perawat dan klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat
membuat klien merasa aman dan diterima dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya
(Burnard,P dan Morrison P,1991 dalam Suryani,2005).

4. Empati bukan simpati


Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini
perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang
dirasakan dan dipikirkan klien (Brammer,1993 dalam Suryani,2005). Dengan bersikap
empati perawat dapat memberikan alternative pemecahan masalah karena perawat tidak
hanya merasakan permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam perasaaan
tersebut dan turut berupaya mencari penyelesaian masalah secara objektif.

5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien


Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien
(Taylor, Lilis dan Le Mone, 1993), oleh karenaya perawat harus mampu untuk melihat
permasalahan yang sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk mampu
melakukan hal ini perawat harus memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan
dengan aktif dan penuh perhatian. Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti
mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata dan perasaan) tanpa melakukan seleksi.
Pendengar (perawat) tidak sekedar mendengarkan dan menyampaikan respon yang di
inginkan oleh pembicara (klien), tetapi berfokus pada kebutuhan pembicara. Mendengarkan
dengan penuh perhatian menunjukkan sikap caring sehingga memotivasi klien untuk
berbicara atau menyampaikan perasaannya.

6. Menerima klien apa adanya


Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya.
Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan
interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang
diyakini atau diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien,
apabila hal ini terjadi maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.
7. Sensitif terhadap perasaan klien
Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat menciptakan
hubungan terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitive terhadap
perasaan klien perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yang
menyinggung privasi ataupun perasaan klien.

8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada
saat ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.

9. Faktor-faktor yang berhubungan dalam proses komunikasi

* Sumber pesan
Meliputi hal-hal berikut.
Bahasa yang digunakan

Faktor tekhnis adalah cara kita memperoleh informasi dari berbagai sumber. Contohnya
adalah internet dan birokrasi.
Ketersediaan dan keterjangkauan sumber adalah memanfaatkan fasilitas yang ada.
Contohnya surat kabar, televisi, internet, dan buku.

* Komunikator.
Komunikator atau orang yang menyampaikan pesan harus berusaha merumuskan isi pesan
yang akan disampaikan. Sikap dari komunikator harus empati, jelas. Kejelasan kalimat dan
kemudahan bahasa akan sangat mempengaruhi penerimaan pesan oleh komunikan. Hal-hal
yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut.

a. Penampilan dan sikap

b. Penguasaan masalah

c. Penguasaan bahasa

d. Kesempatan adalah adanya waktu dan tempat serta suasana psikologis yang
memungkinkan terlaksananya komunikasi secara dinamis.
e. Saluran. Yang dimaksud adalah alat indera sebagai komunikator dalam mendapatkan dan
menyampaikan pesan. Misalnya dengan pasien tuna rungu, kita menggunakan bahasa
isyarat.

* Pesan

Meliputi hal-hal berikut.

a. Teknik penyampaian pesan yang digunakan yaitu faktor bahasa dan faktor tekhnis
b. Bentuk pesan disampaikan dapat bersifat informatif, persuasif dan koersif (memaksa
dengan menggunakan sanksi-sanksi, misal: perintah, instruksi)

c. Pesan sesuai kebutuhan

d. Jelas

e. Simple adalah isi pesan tidak terlalu banyak dan berbelit-belit.

* Media

Media adalah sarana atau saluran dari komunikasi. Bisa berupa media cetak, audio, visual
dan audio-visual. Gangguan atau kerusakan pada media akan mempengaruhi penerimaan
pesan dari komunikan.

* Umpan balik

Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari
pesan yang disampaikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Umpan balik
langsung disampaikan komunikan secara verbal, yaitu dengan kalimat yang diucapkan
langsung dan nonverbal melalui ekspresi wajah atau gerakan tubuh. Umpan balik secara
tidak langsung dapat berupa perubahan perilaku setelah proses komunikasi berlangsung,
bisa dalam waktu yang relative singkat atau bahkan memerlukan waktu cukup lama.

* Komunikan

Komunikan adalah penerima pesan. Seorang penerima pesan harus tanggap atau peka dgn
pesan yg diterimanya dan harus dapat menafsirkan pesan yang diterimanya. Satu hal penting
yang harus diperhatikan adalah persepsi komunikan terhadap pesan harus sama dengan
persepsi komunikator yang menyampaikan pesan.

* Efek

Efek adalah hasil akhir apakah komunikasio itu berhasil atau tidak, tersampainya pesan atau
tidak.

9. Tahapan Komunikasi Terapeutik

Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang


terstruktur dan memiliki tahapan-tahapan. Stuart G.W, 1998 menjelaskan bahwa dalam
prosesnya komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat tahapan yaitu tahap persiapan atau
tahap pra-interaksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi.

1. Tahap Persiapan/Pra-interaksi
Dalam tahapan ini perawat menggali perasaan dan menilik dirinya dengan cara
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini juga perawat mencari
informasi tentang klien sebagai lawan bicaranya. Setelah hal ini dilakukan perawat
merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahapan ini dilakukan oleh
perawat dengan tujuan mengurangi rasa cemas atau kecemasan yang mungkin dirasakan
oleh perawat sebelum melakukan komunikasi terapeutik dengan klien.

Kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi interaksinya dengan orang
lain (Ellis, Gates dan Kenworthy, 2000 dalam Suryani, 2005). Hal ini disebabkan oleh
adanya kesalahan dalam menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh lawan bicara. Pada
saat perawat merasa cemas, dia tidak akan mampu mendengarkan apa yang dikatakan oleh
klien dengan baik (Brammer, 1993 dalam Suryani, 2005) sehingga tidak mampu melakukan
active listening (mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian).

Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:

1. Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan mengidentifikasi kecemasan.


2. Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri.
3. Mengumpulkan data tentang klien.
4. Merencanakan pertemuan pertama dengan klien.

2. Tahap Perkenalan/Orientasi

Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien dilakukan. Tujuan dalam
tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat sesuai dengan
keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang telah lalu (Stuart.G.W, 1998).

Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:

1. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan komunikasi terbuka.


2. Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan, dan topik pembicaraan) bersama-sama
dengan klien dan menjelaskan atau mengklarifikasi kembali kontrak yang telah disepakati
bersama.

3. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien yang umumnya
dilakukan dengan menggunakan teknik komunikasi pertanyaan terbuka.

4. Merumuskan tujuan interaksi dengan klien.


Sangat penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena tahapan
ini merupakan dasar bagi hubungan terapeutik antara perawat dan klien.

3. Tahap Kerja
Tahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik
(Stuart,G.W,1998). Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi
terapeutik karena didalamnya perawat dituntut untuk membantu dan mendukung klien
untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa respons ataupun
pesan komunikasi verbal dan non verbal yang disampaikan oleh klien. Dalam tahap ini pula
perawat mendengarkan secara aktif dan dengan penuh perhatian sehingga mampu
membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang sedang dihadapi oleh klien, mencari
penyelesaian masalah dan mengevaluasinya.

Dibagian akhir tahap ini, perawat diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan
klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-
hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat dan klien memiliki pikiran dan ide
yang sama (Murray,B. & Judith,P,1997 dalam Suryani,2005). Dengan dilakukannya
penarikan kesimpulan oleh perawat maka klien dapat merasakan bahwa keseluruhan pesan
atau perasaan yang telah disampaikannya diterima dengan baik dan benar-benar dipahami
oleh perawat.

4. Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien. Tahap terminasi dibagi dua
yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart,G.W,1998). Terminasi sementara
adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan klien, setelah hal ini dilakukan perawat dan
klien masih akan bertemu kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu
yang telah disepakati bersama. Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh perawat setelah
menyelesaikan seluruh proses keperawatan.

Tugas perawat dalam tahap ini adalah:

1. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan (evaluasi


objektif). Brammer dan McDonald (1996) menyatakan bahwa meminta klien untuk
menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan merupakan sesuatu yang sangat berguna
pada tahap ini.
2. Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan klien setelah
berinteraksi dengan perawat.
3. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak lanjut yang
disepakati harus relevan dengan interaksi yang baru saja dilakukan atau dengan interaksi
yang akan dilakukan selanjutnya. Tindak lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada
pertemuan berikutnya.
.

2. Pengertian Komunikasi Terapeutik


Komunikasi berasal dari bahasa latin “communis” yang berarti bersama. Sedangkan menurut
kamus, definisi komunikasi dapat meliputi ungkapan-ungkapan seperti berbagai informasi
atau pengetahuan, memberi gagasan atau bertukar pikiran, informasi, atau yang sejenisnya
dengan tulisan atau ucapan.
Komunikasi merupakan proses belajar seumur hidup bagi perawat. Perawat terus
berhubungan dengan klien dan keluarganya sejak kelahiran sampai kematian. Oleh karna itu,
dibutuhkan pembentukan komunikasi terapeutik. Perawat berkomunikasi dengan orang lain
yang mengalami tekanan, yaitu: klien, keluarga, dan teman sejawat ( Potter dan Perry, 2010 ).
Komter (komunikasi terapeutik) merupakan komunikasi yang direncanakan secar sadar,
tujuan dan kegiatannya difokuskan untuk menyembuhkan klien. Komter merupakan media
untuk saling memberi dan menerima antar perawat dengan klien. Komter berlangsung secara
verbal dan non verbal. Dalam komter ada tujuan spesifik, batas waktu, berfokus pada klien
dalam memenuhi kebutuhan klien, ditetapkan bersama, timbal balik, berorientasi pada masa
sekarang, saling berbagi perasaan (Wahyu Purwaningsih dan Ina Karlina, 2010:11-12)
Komunikasi Terapeurik ialah pengalaman interaktif bersama antara perawat dan pasien dalam
komunikasi yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh pasien
(Mahmud Machfoedz, 2009:104)
Stuart G.W (1998) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan
interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh
pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien.
Sedangkan S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan terapeutik adalah hubungan
kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam
membina hubungan intim yang terapeutik.
B. PRINSIP DASAR KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi untuk personal dengan titik tolak saling
memberikan pengertian antar petugas kesehatan dengan pasien. Menurut Purwanto, (1999)
komunikasi terapeutik merupakan bentuk keterampilan dasar untuk melakukan wawancara
dan penyuluhan dalam artian wawancara digunakan pada saat petugas kesehatan melakukan
pengkajian memberi penyuluhan kesehatan dan perencaan perawatan. Jadi dapat disimpulkan
bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk terapi.
Seorang perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui
komunikasi (Nurhasanah, 2010).
Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat-klien yang terapeutik tidak mungkin
dicapai tanpa komunikasi. Hubungan terapeutik sebagai pengalaman belajar baik bagi klien
maupun bagi perawat yang diidentifikasi dalam empat tindakan yang harus diambil antara
perawat-klien, yaitu : tindakan diawali perawat, respon reaksi dari klien, interaksi dimana
perawat dan klien mengkaji kebutuhan klien dan tujuan, transaksi dimana hubungan timbal
balik pada akhirnya dibangun untuk mencapai tujuan hubungan (Mundakir, 2006).
Pendapat Mundakir:2006 Untuk mengetahui apakah komunikasi yang dilakukan tersebut
bersifat terapeutik atau tidak, maka dapat dilihat apakah komunikasi tersebut sesuai dengan
prinsip-prinsip berikut ini:
Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami dirinya sendiri serta nilai
yang dianut.
Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling
menghargai.
Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.
Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk
mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan
dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan
mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi.
Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya.
Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan
tindakan yang terapeutik.
Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain
tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik,
mental, sosial, spiritual, dan gaya hidup.
Disarankan mengekspresikan perasaan dianggap mengganggu.
Perawt harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa rasa
takut.
Altruisme mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin keputusan berdasarkan prinsip
kesejahteraan manusia.
Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap dirinya atas tindakan
yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain tentang apa yang dikomunikasikan
(Mundakir, 2006). (Abdul Nasir, 2011) Prinsip dasar komunikasi terapeutik antara lain:
1) Komunikasi berorientasi pada proses percepatan kesembuhan. Setiap pesan
komunikasi mempunyai tujuan tertentu atau makna tertentu dimana perawat harus dapat
memprediksikan bagaimana cara berkomunikasi. Saat perawat berkomunikasi dengan pasien,
maka semua percakapan berorientasi bagaimana percakapan ini bisa mendukung perawat
mendapatkan masukan yang berharga dalam menentukan sikap dan tindakan. Komunikasi
yang terjadi antara perawat dan pasien merupakan komunikasi yang mengarah pada
penemuan masalah keperawatan melalui pengkajian sampai evaluasi dari hasil tindakan yang
telah dilakukan oleh perawat.
2) Komunikasi terstruktur dan direncanakan. Perawat yang akan melakukan komunikasi
dengan pasien sudah merencanakan cara-cara yang akan dilakukan atau hal-hal yang akan
dikomunikasikan kepada pasien. Perawat harus mempersiapkan materi yang akan
disampaikan dengan matang. Untuk itu dibutuhkan strategi pelaksanaan komunikasi yang
baik. Strategi ini menuntun dan memberi petunjuk, serta mengarahkan perkataanapa saja
yang akan disampaikan kepada pasien.
3) Komunikasi terjadi dalam konteks topik, ruang dan waktu. Saat berkomunikasi dengan
pasien perawat harus memiliki topik yang dibutuhkan oleh pasien sesuai dengan keluhan
yang dirasakan atau masalah pasien. Oleh karena itu, perawat harus mampu beradaptasi
dengan keunikan pasien, karena pasien yang satu dengan pasien yang lain tidak sama, baik
topik maupun cara berhubungan atau berkomunikasi sehingga perawat harus memperhatikan
dari sisi dimensi isi dan hubungan. Perawat harus memprediksi dan menentukan isi pesan apa
yang akan disampaikan. Isi pesan yang disampaikan harus dapat memberikan efek terapeutik
bagi pasien. Perawat harus membuat kontrak pertemuan dengan pasien terutama kapan dan
dimana pertemuan tersebut dilaksanakan sehingga diharapkan komunikasi yang berlangsung
sesuai dengan waktu yang ditentukan dan materi/topik yang akan dibicarakan atau
disampaikan sesuai dengan tempat yang telah disepakati.
4) Komunikasi memperhatikan kerangka pengalaman pasien. Dalam proses komunikasi
perawat harus memperhatikan kondisi emosional dari pasien sehingga dalam berkomunikasi
perawat mampu menempatkan diri dalam berinteraksi.
5) Komunikasi memerlukan keterlibatan maksimal dari pasien dan keluarga. Untuk
mempercepat proses penyembuhan pasien dan keluarga harus mengikuti pesan yang
disampaikan perawat. Untuk itu perawat harus menampilkan kesungguhan dari perawat
dimana pesan verbal sesuai dengan pesan nonverbal atau pesan yang disampaikan sesuai
kebutuhan pasien.
Prinsip Komunikasi Terapeutik Menurut Beberapa Ahli
Dalam prinsip komunikasi terapeutik terdapat banyak pandangan yang di sampaikan oleh
beberapa ahli, diantaranya :
Suryani (2005)
Prinsip-prinsip yang terkandung pada komunikasi terapeutik antara lain:
a. Kejujuran (trustworthy).
Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan komunikasi yang bernilai
terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina hubungan saling percaya. Klien hanya
akan terbuka dan jujur pula dalam memberikan informasi yang benar hanya bila yakin bahwa
perawat dapat dipercaya.
b. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif.
Dalam berkomunikasi hendaknya perawat menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti
oleh klien. Komunikasi nonverbal harus mendukung komunikasi verbal yang disampaikan.
Ketidaksesuaian dapat menyebabkan klien menjadi bingung.
c. Bersikap positif.
Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat, penuh perhatian dan
penghargaan terhadap klien. Roger menyatakan inti dari hubungan terapeutik adalah
kehangatan, ketulusan, pemahaman yang empati dan sikap positif.
d. Empati bukan simpati.
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat
akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan
dipikirkan oleh klien. Dengan empati seorang perawat dapat memberikan alternatif
pemecahan masalah bagi klien, karena meskipun dia turut merasakan permasalahan yang
dirasakan kliennya, tetapi tidak larut dalam masalah tersebut sehingga perawat dapat
memikirkan masalah yang dihadapi klien secara objektif. Sikap simpati membuat perawat
tidak mampu melihat permasalahan secara objektif karena dia terlibat secara emosional dan
terlarut didalamnya.
e. Mampu melihat permasalahan klien dari kacamata klien.
Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus berorientasi pada klien, (Taylor, dkk ,
1997) dalam Suryani 2005. Untuk itu agar dapat membantu memecahkan masalah klien
perawat harus memandang permasalahan tersebut dari sudut pandang klien. Untuk itu
perawat harus menggunakan terkhnik active listening dan kesabaran dalam mendengarkan
ungkapan klien. Jika perawat menyimpulkan secara tergesa-gesa dengan tidak menyimak
secara keseluruhan ungkapan klien akibatnya dapat fatal, karena dapat saja diagnosa yang
dirumuskan perawat tidak sesuai dengan masalah klien dan akibatnya tindakan yang
diberikan dapat tidak membantu bahkan merusak klien.
f. Menerima klien apa adanya
Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang akan merasa nyaman dan aman dalam
menjalin hubungan intim terapeutik. Memberikan penilaian atau mengkritik klien
berdasarkan nilai-nilai yang diyakini perawat menunjukkan bahwa perawat tidak menerima
klien apa adanya.
g. Sensitif terhadap perasaan kli
C. PENGERTIAN HELPING RELATIONSHIP

Terry dan Capuzzi mengartikan bahwa hubungan membantu merupakan beberapa


individu bekerjasama untuk memecahkan apa yang menjadi perhatiannya atau masalahnya
dan atau membantu perkembangan dan pertumbuhan salah seorang dari keduanya. (Capuzzi
dan EF, 1991)
George dan Christiani (1982) mengemukakan bahwa pemberian bantuan professional
merupakan proses dinamis dan unik yang dilakukan individu untuk membantu orang lain
dengan menggunakan sumber-sumber dalam agar tumbuh kedalam arahan yang positif dan
dapat mengaktualisasikan potensi-potensinya untuk sebuah kehidupan yang bermakna.
Rogers (1961) mengemukakan bahwa maksud hubungan tersebut adalah untuk peningkatan
pertumbuhan, kematangan, fungsi, cara penanganan kehidupannya dengan memanfaatkan
sumber-sumber internal pada pihak yang diberikan bantuan.

KARAKTERISTIK HELPING RELATIONSHIP


George dan christiani mengemukakan enam karakteristuk dinamika dan keunikan hubungan
konseling dibandingkan dengan hubungan membantu yang lainnya. Keenam karakteristik itu
adalah:
a. Afeksi
Hubungan konseling dengan klien pada dasarnya lebih sebagai hubungan afektif daripada
sebagai hubungan kognitif. Hubungan afeksi akan tercermin sepanjang proses konseling,
termasuk dalam melakukan eksplorasi terhadap persepsi dan perasaan-perasaan subjektif
klien. Hubungan yang penuh afeksi ini dapat mengurangi rasa kecemasan dan ketakutan pada
klien, dan diharapkan hubungan konselor dank lien lebih produktif.
b. Intensitas
Hubungan konseling dilakukan secara intensitas. Hubungan konselor dank lien yang intens
ini diharapkan dapat saling terbuka terhadap persepsinya masing-masing. Tanpa adanya
hubungan yang intens hubungan konseling tidak akan mencapai pada tingkatan yang
diharapkan. Konselor biasanya mengupayakan agar hubungannya dengan klien dapat
berlangsung secara mendalam sejalan dengan perjalanan hubungan konseling.
c. Pertumbuhan dan Perubahan
Hubungan konsleing bersifat dinamis. Hubungan konseling terus berkembang sebagaimana
perubahan san pertumbuhan yang terjadi pada konselor dank klien. Hubungan tersebut
dikatakan dinamis jika dari waktu kewaktu terus terjadi peningkatan hubungan konselor
klien,pengalaman bagi klien, dan tanggungjawabnya. Dengan demikian pada klien terjadi
pengalaman belajar untuk memahami dirinya sekaligus bertanggungjawab untuk
mengembangkan dirinya.
d. Privasi
Pada prinsipnya dalam hubungan konseling perlu adanya keterbukaan klien. Keterbukaan
klien tersebut bersifat konfidensial, konselor harus menjaga kerahasiaan seluruh informasi
tentang klien dan tidak dibenarkan mengemukakan secara transparan kepada siapapun tanpa
seizing klien. Perlindungan atau jaminan hubungan ini adalah unik dan akan meningkatkan
kemauan klien membuka diri.
e. Dorongan
Konselor dalam hubungan konseling memberikan dorongan (supportive) kepada klien untuk
meningkatkan kemampuan dirinya dan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Dalam
hubungan konseling, konselor juga perlu memberikan dorongan atas keinginannya untuk
perubahan perilaku dan memperbaiki keadaannya sendiri sekaligus memberi motivasi untuk
berani mengambil resiko dari kepurtusannya.
f. KejujuranHubungan konseling didasarkan atas saling kejujuran dan keterbukaan, serta
adanya komunikasi terarah antara konselor dengan kliennya. Dalam hubungan ini tidak ada
sandiwara dengan jalan menutupi kelemahannya, atau menyatakan yang bukan sejatinya.
Klien maupun konselor harus membangun hubungannya secara jujur dan terbuka. Kejujuran
menjadi prasayarat bagi keberhasilan konseling
2.3 CIRI-CIRI HELPING RELATIONSHIP
1. Hubungan helping adalah penuh makna, dan bermanfaat.
2. Afeksi sangat mencolok dalam hubungan helping.
3. Keutuhan pribadi tampil atau terjadi dalam hubungan helping.
4. Hubungan helping terbentuk melalui kesepakatan bersama individu-individu yang
terlibat.
5. Saling-Hubungan yang terjalin karena individu yang hendak dibantu membutuhkan
informasi, pelajaran, advis, bantuan, pemahaman dan perawatan dari orang lain.
6. Hubungan helping dilangsungkan melalui komunikasi dan interaksi.
7. Struktur hubungan helping jelas atau gamblang.
8. Upaya-upaya yang bersifat kerjasama menandai hubungan helping.
9. Orang-orang dalam helping dapat dengan mudah ditemui atau didekati dan terjamin
ajeg sebagai pribadi.
10. Perubahan merupakan tujuan hubungan helping.

Pelaksanaan Helping Relationship


Kemampuan melaksanakan hubungan konseling sebaiknya tidak hanya dimiliki oleh seorang
konselor saja, namun semua pengajar termasuk di dalamnya guru mata pelajaran dan wali
kelas seharusnya menguasai kemampuan melaksanakan hubungan konseling ini. Ketrampilan
pelaksanaan hubungan konseling diperlukan bagi guru mata pelajaran untuk mengatasi
masalah kesulitan belajar. Pemecahan masalah kesulitan belajar akan berjalan efektif jika
guru mata pelajaran yang bersangkutanlah yang menyelesaikannya. Hal ini dimaksudkan agar
guru mata pelajaran dapat bekerja secara terarah, efektif, dan efisien. Setiap mata pelajaran
tentunya memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Mulai dari bahan ajar, metode, tingkat
kesukaran, kompetensi yang harus dicapai serta hal-hal mendasar lainnya yang berhubungan
dengan kurikulum sebuah mata pelajaran. Hal ini tentu disikapi secara berbeda-beda oleh
subyek didik. Dalam kondisi inilah tercipta sebuah interaksi antara individu yang satu dengan
individu lainnya. Dan ketika interaksi itu tercipta maka di sanalah seharusnya tercipta
hubungan yang saling menguntungkan. Simbiosis mutualisma.
Simbiosis mutualisma yang dimaksud dalam konteks ini adalah hubungan yang
terjalin secara menguntungkan bagi subyek didik dan menguntungkan pula bagi pendidiknya.
Ketika pendidik dengan penuh semangat menyampaikan uraian materi pelajaran, akan sangat
diuntungkan jika subyek didik yang dihadapi memberikan tanggapan dengan sebaik-baiknya.
Bila tolak ukurnya adalah tingkat ketuntasan, maka tanggapan terbaik siswa atas materi
pelajaran yang diterimanya adalah menunjukan angka prosentase 100%. Tetapi,
bagaimanakah jika kenyataan di lapangan menunjukan hal yang sebaliknya?
Secara umum, bimbingan konseling bertujuan untuk memberi bantuan
kepada individu untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi dan mengptimalkan
kemampuan yang dimiliki oleh seorang individu. Hubungan konseling tidak hanya dilakukan
oleh seorang konselor dan guru saja, namun masih ada beberapa bidang atau profesi yang
melakukan hubungan konseling, bidang tersebut adalah sebagai berikut: dunia kedokteran
atau kesehatan, perusahaan dan industri, serta bidang pendidikan. Pada umumnya, bidang
pendidikan selalu berintikan pada kegiatan bimbingan. Bimbingan dilaksanakan agar anak
didik menjadi kreatif, produktif, dan mandiri. Dengan kata lain, pendidikan berupaya untuk
mengembangkan individu anak. Hal-hal yang termasuk ke dalam perkembangan individu
anak meliputi segala aspek dalam diri anak, yakni: intelektual, moral, sosial, kognitif, dan
emosional. Dan kegiatan bimbingan dan konseling adalah suatu upaya untuk membantu
perkembangan aspek-aspek tersebut menjadi optimal, harmonis, dan sewajarnya. Selanjutnya
diharapkan tercipta sebuah relasi, yakni relasi pendidikan antara pendidik dan subyek didik.
Relasi pendidikan antara pendidik dan subyek didik merupakan hubungan yang membantu
karena selalu diupayakan agar ada motivasi pendidik untuk mengembangkan potensi anak
didik dan membantu subyek didik memecahkan masalahnya.
Masalah yang dihadapi anak didik, hubungannya dengan mata pelajaran
atau bidang studi adalah meliputi hal-hal sebagai berikut: tidak menyukai mata pelajaran
tertentu, tidak menyukai guru tertentu, sulit memahami materi yang diajarkan, kurangnya
konsentrasi pada waktu belajar, lingkungan kelas yang kurang mendukung, anggota
kelompok yang tidak kooperatif dan sebagainya. Tentu saja hal ini tidak dapat dibiarkan
begitu saja. Harus dicari sebuah upaya untuk menanggulanginya. Dengan melaksanakan
bimbingan konseling inilah upaya-upaya memecahkan masalah yang dihadapi siswa dapat
dilakukan.
Arthur J. Jones (1970) mengatakan bahwa bimbingan dapat diartikan
sebagai “ the help given by one person to another in making choices and adjustment and in
solving problems”. Pemberian bantuan kepada seseorang dalam memecahkan masalah-
masalahnya. Sebuah pernyataan yang sangat sederhana tetapi sarat dengan makna. Ada dua
unsur yang terlibat secara langsung dalam proses bimbingan tersebut, yaitu pembimbing
(pendidik) dan terbimbing (subyek didik).
Sebagai langkah awal dalam kegiatan helping relationship adalah
memahami klien. Klien adalah semua individu yang diberi bantuan secara profesional oleh
seorang konselor (pembimbing) baik atas permintaan dirinya sendiri ataupun pihak lain.
Hubungannya dengan yang sering kita temukan di lapangan adalah klien yang kita hadapi
klien yang diberi bantuan bukan atas dasar permintaannya sendiri, melaikan atas permintaan
orang lain terutama kita sebagai pengajar mata pelajaran yang bersangkutan.
Oleh sebab itu, kita sebagai guru mata pelajaran, harus memiliki
keterampilan tertentu agar proses konseling berjalan secara kondusif, produktif, kreatif dan
menunjukan hasil yang baik. Dengan kata lain proses konseling berjalan dengan sukses.
Menurut Shertzer and Stone (1987) mengemukakan bahwa keberhasilan dan kegagalan
proses konseling ditentukan oleh tiga hal, yakni: kepribadian klien, harapan klien, dan
pengalaman/pendidikan klien.
Kepribadian klien sangat berperan penting untuk menentukan
keberhasilan proses konseling. Aspek-aspek kepribadian klien seperti: sikap, emosi,
intelektual, dan motivasi perlu mendapatkan perhatian dengan sebaik-baiknya. Seorang klien
yang cemas ketika sedang berhadapan dengan konselor akan terlihat dari prilakunya. Seorang
konselor yang baik tentu harus berusaha menentramkan kecemasan kliennya dengan berbagai
cara. Dalam istilah konseling dikenal dengan sebutan teknik attending yaitu keterampilan
menghampiri, menyapa, dan membuat klien betah dan mau berbicara dengan konselor.
Ataupun bisa dengan cara mengungkapkan perasaan-perasaan cemas kliennya semaksimal
mungkin dengan cara menggali atau mengeksplorasi, sehingga keluar dengan leluasa bahkan
mungkin sampai klien tersebut mengeluarkan air mata, sehingga klien dapat mencurahkan
semua permasalahan yang dihadapinya kepada konselor.
Harapan klien. Dapat diartikan sebagai adanya kebutuhan yang ingin
terpenuhi melalui proses konseling. Pada umumnya, harapan klien terhadap proses konseling
adalah untuk memperoleh informasi, menurunkan kecemasan, memperoleh jawaban dan
mencari solusi dari persoalan yang sedang dialami serta mendapatkan petunjuk dan arahan
bgaimana dirinya menjadi lebih baik dan lebih berkembang. Sebagai konselor yang baik,
tentu kita harus pandai dan terampil mengarahkan dan memupuk harapan terbimbing (subyek
didik) ke arah yang lebih realistis. Bahwa dengan melakukan bimbingan diharapkan dapat
menjadi jalan merubah dirinya ke arah yang lebih baik.
Pengalaman dan pendidikan klien. Pengalaman dan pendidikan klien
merupakan faktor yang turut menentukan keberhasilan proses konseling. Dengan pengalaman
dan pendidikan tersebut, klien akan lebih mudah menggali dirinya sehingga persoalannya
makin jelas dan upaya pemecahannya makin terarah. Pengalaman klien dalam kegiatan
konseling bisa digali melalui kegiatan berkomunikasi, seperti wawancara dan berdiskusi
sehingga klien secara terbuka mau menceritakan semua permasalahan yang dihadapinya.
Dengan demikian konselor akan dapat terbantu dalam merumuskan dan
menentukan langkah selanjutnya yang diperlukan oleh klien untuk menunjang keberhasilan
proses konseling. Dari ketiga hal yang telah diuraikan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa
tahap-tahap konseling dapat dilakukan seperti di bawah ini:
· Tahap awal. Meliputi kegiatan attending (keterampilan menghampiri, menyapa, dan
membuat klien betah dan mau berbicara dengan konselor), empati primer dan advance
( berempati terhadap masalah yang dihadapi klien), refleksi perasaan ( upaya untuk
menangkap perasaan, pikiran, dan pengalaman klien kemudian merefleksikannya kembali
pada klien), eksplorasi perasaan, pengalaman dan ide, menangkap ide-ide/pesan-pesan utama,
bertanya terbuka, mendefinisikan masalah bersama klien, dorongan minimal (minimal
encouragement).
· Tahap pertengahan. Teknik yang dibutuhkan pada tahap ini adalah: memimpin
(leading), memfokuskan (focusing), mendorong (supporting), menginformasikan (informing),
memberi nasehat (advising), menyimpulkan sementara (summarizing), dan bertanya terbuka
(open question).
· Tahap ahir. Tahap ini disebut tahap konseling (action). Teknik yang dapat digunakan
pada tahap ini adalah: menyimpulkan, memimpin, merencanakan, mengevaluasi dan
mengakhiri proses konseling.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Komunikasi terapeutik merupakan tanggung jawab moral seorang perawat. Komunikasi


terapeutik bukanlah hanya salah satu upaya yang dilakukan oleh perawat untuk mendukung
proses keperawatan yang diberikan kepada klien. Untuk dapat melakukannya dengan baik
dan efektif diperlukan latihan dan pengasahan keterampilan berkomunikasi sehingga efek
terapeutik yang menjadi tujuan dalam komunikasi terapeutik dapat tercapai.
Ketika seorang perawat berusaha untuk mengaplikasikan pengetahuan yang ia miliki untuk
melakukan komunikasi terapeutik, ia pada akhirnya akan menyadari bahwa komunikasi
terapeutik yang ia lakukan tidak hanya memberikan khasiat terapeutik bagi pasiennya tetapi
juga bagi dirinya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Hilton. A.P.(2004).Fundamental Nursing Skills. USA: Whurr Publisher Ltd


Kozier,et.al.(2004). Fundamentals of nursing ; concepts, process and practice Seventh
edition. United States: Pearson Prentice Hall
Potter, P.A & Perry, A.G.(1993). Fundamental of Nursing Concepts, Process and Practice.
Third edition. St.Louis: Mosby Year Book
Sears.M.(2004). Using Therapeutic Communication to Connect with Patients.
http://www.NonviolentCommunication.com
Stuart, G.W & Sundeen S.J.(1995). Pocket guide to Psychiatric Nursing. Third edition.
St.Louis: Mosby Year Book
Stuart, G.W & Sundeen S.J.(1995). Principles and Practise of Psychiatric Nursing. St.
Louis: Mosby Year Book
Suryani.(2005). Komunikasi Terapeutik; Teori dan Praktik. Jakarta: EGC
Taylor, Lilis & LeMone.(1993). Fundamental of Nursing; the art and science of nursing care.
Third edition. Philadelphia: Lippincot-Raven Publication Gunarsa, Singgih, D. 2004.
Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia
Latipun. 2006. Psikologi Konseling Edisi ke-3. Malang: UMM Press
AT, Andi Mappiare. 2006. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada
Sugiharto & Mulawarman. 2007. Buku Ajar Psikologi Konseling. Semarang: Unnes
Press

Anda mungkin juga menyukai