Anda di halaman 1dari 16

Tugas Makalah

“KOMUNIKASI TERAUPETIK DAN HAMBATAN DALAM


KOMUNIKASI”

Dosen pengampu: Ns.lora marlita,

Disusun Oleh:

Amelisa Putri

DIII-KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS ABDURRAB
TA :2018/2019
A. Devinisi komunikasi

Suasana yang menggambarkan komunikasi yang terapeutik adalah apabila dalam


berkomunikasi dengan klien, perawat mendapatkan gambaran yang jelas tentangkondisi klien
yang sedang di rawat, mengenai tanda dan gejala yang ditampilkan serta keluhan yang di
rasakan.Menurut As homby ( 1974) yang dikutip oleh abdul nasir dalam buku komunikasi dalam
keperawatan (2001)

Komunikasi mencakup ekspresi wajah , sikap dan gerak- gerik suara , kata-kata tertulis dan
lain-lain menurut Drs. Onong uchjana effendi, MA di kutip oleh ernawati dalami dalam buku
komunikasi keperawatan

hal ini mengambarkan bahwa dalam menjalani proses komunikasi terapeutik, seorang perawat
melalukan kegiatan dari mulai pengkajian, menentukan masalah keperawatan, menentukan
rencana tindakan, melalukan tindakan keperawatan sesuai dengan yang telah di rencanakan
sampai pada evaluasi yang semuanya itu bisa di capai dengan maksimal apabila terjadi proses
komunikasi yang efektif dan intensif.

B. Jenis komunikasi

Menurut potter dan perry (1993) swansburg (1990) szilagyi ( 1984) dan tappen ( 1995 )o

Ada 2 jenis komunikasi yaitu :

1. Komunikasi verbal

Memlalui bahasa , seseorang aka mengomunikasikan dan menginterpretasikan kat secara verbal
sehingga bahasa dapat di devinisikan sebagi sebuah seperangkat kata yang telah di susun secara
berstruktur sehingga menjadi himpunan kalimat yang mengandung arti . selain itu, melalui
bahasa seseorang juga dapat mengungkapkan sebuah perasaan, ide, kesan, dan respons
emosional denga tujuan agar tercipta hubungan yang baik dan tercipta ikatan-ikatan dalam
kehidupan manusin, serta mempelajari sekeliling kita dalam memahami lingkungan melalui
proses intraksi.

Sampai pada tahap di interprestasikan dalam sebuah kata, komunakis verbal membutuhkan
ketarampilan komunitif dalam mengelola sebuah stimulus agar stimulus tersebut mampu di
presepsikan dan di tampilakan dalam bentuka dalam sebuah perasaan, ide, keinginan untuk
menguraikan sebuah stimulus, ataupun sampai pada tahap mengingat kembali yang di
interprestasikan dalam arti yang sesungguhnya. Kata- kata adalah alat atau symbol yang di pakai
untuk mengekspresikan ide atau perasaan , membangkitkan respons emosional, menguraikan
objek, observasi dan ingantan. Kata-kata juga sering di gunakan untuk menyampaikan arti yang
tersembunyi dan menguji minat seseorang.Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka
yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespons secara langsung, untuk itu perlu adanya
pengenalan bahasa. Komunikasi verbal yang efektif harus seusi dengan hal – hal berikut :

. Jelas dan ringkas : komunikasi yan efektif harus sederhana pendek dan langsung makin
sedikit kata-kata yang di gunakan makin kecil kemungkinan terjadinya kerancuan.

. Perbendaharaan kata : komuniaki tidak akan berhasi jika pengirim pesan tidak mampu
menerjemahkan kata dan ucapan.

· Arti denotatif dan konotatif : adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarya yang
dimiliki oleh sebuah leeksem.

· Selaan dan kesempatan berbicara : selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal
tertentu serta memberi waktu kepada pendengar unrtuk mendengarkan dan memahami arti kata.

· Waktu dan relevansi : perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi

· Humor :menurut dugan ( 1989 ) mengatakan bahwa tertawa membantu mengurangi


ketegangan dan rasa sakit yang di sebabkan oleh stress, serta meningkatkan keberhasilan perawat
dalam memberiakan dukungan emosional terhadap klien.

2. Komunikasi nonverbal

Komunikasi nonverbal merupakn penyampaian kode nonverbal yaitu sesuatu peroses


pemindahan atau penyampaian pesan tanpa mengguanakan kata- kata. Menurut cangara , H ,
(2006 ) mendevebisikan bahwa penyampaian kode nonverbal biasa di sebut juga bahasa isyarat
atau bahasa diam ( silent language ). Apabila terjadi pertentangan antara apa yang di ucapkan
dan apa yang di perbuat, seseorang akan cenderung mempercayai hal-hal yang bersifat kode
nonverbal dari pada kodeverbal.

Komunikasi nonverbal dapat di amati pada hal- hal berikut :

1. Metakomuniaksi : suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang
berbicara .

2. Penampilan personal :menurut lalliascosi,(1990) dalam poter dan perry (1993 ) kesan
pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama. Delapan puluh empat persen dari kesan
terhadap seseorang berdasarkan penampilannya.

3. Paranguage : intonasi atau nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap
arti pesan yang dikirimkan karna emosi seseorang dapat secara langsung memepengaruhi nada
suaranya.

4. Gerakan mata
5. Kinesics : merupaka gerakan tubuh yang menggambarkan sikap emosi, konsep diri, dan
keadaan diri.

6. Sentuhan

C. Teknik komunikasi terapeutik

Dalam menanggapi pesan yang disampaikan klien, perawat dapat menggunakan berbagai teknik
komunikasi terapeutik sebagai berikut (Stuart dan Sundeen, 1987, hl. 124)

1. Mendengarkan : Merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat


mengetahui perasaan klien. Beri Kesempatan lebih banyak pada kien untuk bicara. Perawat harus
menjadi pendengar yang aktif.

2. Pertanyaan Terbuka (broad opening) : Memberi kesempatan untuk memilih. Serta


mendorong klien untuk menyeleksi topik yang akan dibicarakan.

3. Mengulang (restarting) : Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan atau diekspresikan


klien dengan menggunakan kata-kata sendiri. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan
memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien.

4. Refleksi : Mengulang kembali apa yang dibicarakan pasien.

a. Refleksi Isi : Memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang diekspresikan klien dengan
pengertian perawat.

b.Refleksi Perasaan : Memberi respon pada perasaan klien terhadap isi pembicaraan, agar klien
mengetahui dan menerima perasaannya.

Gunanya Untuk :

Mengetahui dan menerima ide dan perasaan

Mengoreksi

Memberi keterangan lebih jelas

Ruginya Untuk :

Ø Mengulang terlalu sering dan sama

Ø Dapat menimbulkan marah , iritasi, dan frustasi.

5. Klarifikasi/Validasi ; Berupaya menyampaikan ide atau pikiran klien yang tidak jelas dan
meminta klien menjelaskan kembali. Hal ini biasa dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak
mendengar, atau klien malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap
atau mengemukakannya berpindah-pindah.
6. Memfokuskan (focusing) ; Komunikasi yang dilakukan untuk membatasi area diskusi
sehingga menjadi lebih spesifik dan dimengerti. Membantu klien bicara pada topik yang telah
dipilih dan yang penting. Dan menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih spesifik,
lebih jelas dan berfokus pada realitas.

7. Membagi Persepsi/Sharing Persepsi ; Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat
rasakan dan pikirkan. Dengan cara ini perawat dapat meminta umpan balik dan memberi
informasi.

8.Identifikasi Tema : Menyatakan isu atau masalah yang terjadi berulang kali.Gunanya untuk
meningkatkan pengertian dan mengeksplorasi masalah yang penting.

9.Diam : Tidak ada komunikasi verbal, memberikan kesempatan klien untuk mengutarakan
pikirannya.

10. Informasi : Memberi informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan.

11. Saran : Memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah. Tepat dipakai pada fase kerja dan
tidak tepat pada fase awal hubungan.

12.Humor : Pengeluaran energi melalui lelucon.

D. Tujuan komunikasi terapeutik

Pelaksanaan komunikasi terapeutik bertujuan membantu pasien memperjelas dan mengurangi


beban pikiran dan perasaan, untuk dasar tindakan guna mengubah situasi yang ada apabila pasien
percaya pada hal-hal yang di perlukan.Di samping itu juga untuk mengurangi keraguan serta
membantu dilakukannya tindakan yang efektif, mempererat interaksi kedua pihak, yakni antara
pasien dan perawat secara professional dan proporsional dalam rangka membantu penyelesaian
masalah pasien.

Komunikasi terapeutik juga terjadi dengan tujuan untuk menolong pasien yang dilakukan oleh
kelompok professional melalui pendekatan pribadi berdasarkan perasan dan emosi, berdasarkan
rasa saling percaya di antara kedua pihak yang terlibat dalam komunikasi.

E. Prinsip dasar komunikasi terapeutik

o Komunikasi Berorientasi pada Proses Percepatan Kesembuhan

Saat perawat berkomunikasi dengan klien, maka semua percakapan berorientasi bagaimana
percakapan ini bisa mendukung perawat untuk mendapatkan masukan yang berharga dalam
menentukan sikap dan tindakan. Klien yang merasa di ajak mendiskusikan masalah kesehatan
yang dihadapinya, akan merasa terayomi dan merasa mendapat perhatian yang penuh dari
perawat sehingga bisa menurunkan kecemasannya akibat penyakit yang diderita.
o Komunikasi Terstruktur dan Direncanakan

Perawat yang akan melakukan komunikasi dengan klien sudah merencanakan cara-cara yang
akan dilakukan atau hal-hal yang akan dikomunikasikan kepada klien. Perawat harus
mempersiapkan materi yang akan disampaikan. Untuk itu dibutuhkan strategi pelaksanaan
komunikasi yang baik.Strategi pelaksanaan komunikasi ini merupakan pendamping saat
berkomunikasi dengan klien. Dengan strategi ini menuntun dan memberi petunjuk, serta
mengerahkan perkataan apa saja yang akan disampaikan kepada klien. Apa yang akan
disampaikan sebelumnya sudah terekam pada ruang penyimpanan di otak. Hal ini untuk
menghindari bias saat berkomunikasi.

o Komunikasi Terjadi dalam Konteks Topik, Ruang dan Waktu

Saat berkomunikasi perawat harus memiliki topik yang dibutuhkan klien sesuai dengan keluhan
yang dirasakan atau masalah klien.Perlu diperhatikan bahwa klien itu unik karena
perbedaannya.Oleh karena itu, perawat harus mampu beradaptasi dengan keunikannya.
Menghadapi klien satu dengan lainnya tentunya tidak sama, baik topik maupun cara
berhubungan atau berkomunikasi sehingga perawat harus memperhatikan dari sisi dimensi isi
dan hubungan.

o Kominukasi Memperhatikan Kerangka Pengalaman Klien

Tingkat retensi atas pengetahuan yang diterima peserta komunikasi diberikan gambaran seberapa
jauh pesan yang disampaikan diterima dan dipahami oleh peserta komunikasi.Harapan
pengalama kedua belah pihak memiliki kemiripan yaitu agar tujuan penyampaian peserta
tersampaikan dengan baik. Oleh karena itu, seorang akan menyampaikan pesan perlu melihat
hal-hal berikut ini.

· Latar belakang budaya

· Bahasa

· Agama

· Tingkat pendidikan

· Kemampuan koknitif

· Termaksud di dalamnya kondisi psikologis dari lawan bicara

Dalam proses komunikasi, perawat harus melihat kondisi emosional dari klien/perawat sehingga
dalam berkomunikasi perawat mampu menempatkan diri dalam berinteraksi. Menempatkan diri
pada emosi klien tersebut dalam komunikasi disebut empati.Perawat harus tanggap dan
merespon dengan pertanyaan terbuka.
o Komunikasi Memerlukan Keterlibatan Maksimal dari Klien dan Keluarga

Dalam diri setiap orang mengandung sisi internal yang dipengaruhi dengan latar belakang
budaya, nilai, adat, pengalaman dan pendidikan.Sisi internal seperti lingkungan keluarga dan
lingkungan sekitar dimana dia bersosialisasi memengaruhi bagaimana dia melakukan
komunikasi.Dalam proses komunikasi antara perawat dan klien/keluarga akan terjadi proses
transformasi, ada diskusi yang saling mengisi dan menerima, untuk itu perawat harus
memperhatikan latar belakang yang dimiliki klien/keluarga tersebutagar pesan yang disampaikan
mampu memberikan efek terapeutik bagi klien/keluarga.

Dalam proses diskusi tersebut harus ada keputusan yang di sepakati, baik menolak maupun
menerima, yang dituangkan dengan pembuatan informed konsen. Perawat harus mengarahkan
pesan tersebut pada kondisi pesan yang bersifat coercion yaitu pesan yang bersifat instruksi yang
mengikat, namun tetap harus memperhatikan kapasitas dan kemampuan dari klien/keluarga.
Harapan dari instruksi yang mengikat tersebut agar klien mengikuti pesan tersebut, dalam upaya
mempercepat proses pertumbuhan. Untuk itu perawat harus menampilkan kesungguhan dari
perawat dimana pesan verbal sesuai dengan pesan non verbal atau pesan yang disampaikan
sesuai dengan kebutuhan klien.

Tahap –tahap komunikasi terapeutik

1. Tahap Pra-Interaksi :tahap pra interaksi dimana perawat menggali lebih dahulu
kemampuan yang di miliki sebelum kontak atau berhubungan dengan klien. Terdapat 2 unsur
yang perlu di persiapkan dan di pelajari pada tahap pra interaksi yaitu

a. Unsure diri sendiri. Hal – hal yang di pelajari dari diri sendiri adalah sebagai berikut
adalah :

o Pengetahuan yang di miliki yang terkait dengan penyakit dan masalah klien. : Pengetahuan
yang di miliki perawat akan kondisi klien di pakai sebagai bekal dalam berinteraksi sehingga
ketika perawat belum menguasai penyakit dan keluhan klien , maka perawat perlu belajar dahulu
atau diskusi dengan teman sejawat, atasan, maupun dengan yang lainnya sehingga ketika perawat
hadir secara fisik di hadapan klien, perawat sudah siap berinteraksi.

o Kecemasan dan kekalutan diri.:Kecemasan yang dialami oleh perawat mengakibatkan


perawat tidak mampu mendengarkan keluhan yang di utarakan klien dengan baik. Perawat harus
mampu membedakan masalah pribadi dan menjalankan profesi. Selain itu , perawat perlu
mendefinisikan harapan yang di tentukan sesuai dengan keadaan klien

o Analisis kekuatan diri : Perawat perlu menganalisis kelemahannya dan menggunakan


kekuatannya untuk berinteraksi dengan klien, analisis kekuatan diri dalam konteks komunikasi
dengan orang lain terutama pada aspekkekuatan mental karena diri mudah perpengaruh ataupun
mudah emosional akan mempengaruhi proses komunikasi
o Waktu pertemuan baik saat pertemuan maupun lama pertemuan :Sebelum bertemu dengan
klien, perawat perlu menentukan kapan waktu yang tepat untuk melakukan pertemuan atau
komunikasi dengan klien perwat harus mampu menentukan waktu yang tepat saat pertemuan,
perawat harus tahu kebiasaan dan jadwal istrahat klien. Lama pertemuan juga peru di
pertimbangkan agar klien tidak jeuh dalam diskusi.

o Perilaku klien dalam menghadapi penyakitnya :Perilaku yang destruktif pada klien saat
menghadapi penyakitnya akan menyulitkan perawat dalam berkomunikasi sikap yang cenderung
defensive dan menarik diri menjadikan klien menutup diri sehingga perawat kekurangan
informasi dan kesulitan dalam rangka menjalankan tindakan keparawatan karena klien tidak
kooperatif.Harapan dari teknik komunikasi adalah mencoba menghadirkan atau menunjukan
pada klien tindakan yang telah di lakukan dengan harapan prilaku klien yang destructive
tersebut, klien menjadi lebih sadar akan perilakunya dan berubah menjadi perilaku yang assertive

o Adat istiadat :Kebiasaan yang di bawah klien ke rumah sakit saat menjalani perawatan
terkadang membawa pengaruh dalam hubungan perawat-klien.

o Tingkat penegetahuan : Penguasaan tentang penyakit yang di derita akan membantu dalam
penerimaan diri, dengan adanya penerimaan diri ini klien menjadi lebih keopertif dan acceptiv
serta berperilkau yang konstruktif dalampelaksaan tindakan keperawaan

Tahap Perkenalan

Pada tahap perkenalan ini perawat memulai kegiatan yang pertama kali dengan klien.Kegiatan
yang di lakukan adalah memperkenalkan diri pada klien dan keluarga klien.Bahwa saat ini yang
menjadi perawat adalah dirinya. Dalam hal ini berarti perawat sudah siap sedia untuk
memberikan pelawanan keperawatan pada klien (suryani,2006)

Tugas perawat pada tahap perkenalan adalah

1. Membina hubungan rasa saling percaya dengan menunjukan penerimaan dan komunikasi
terbuka

2. Memodifikasi dengan lingkungan yang kondusif dengan peka terhadap respon klien dan
menunjukan penerimaan, serta membantu klien mengexpresikan perasaan dan pikirannya

2. Tahap Orientasi

Pada tahap orientasi ini perawat menggali dengan adanya keluhan-keluhan yang dirasakan oleh
klien dan di validasi dengan tanda dan gejala yang lain untuk memprkuat perumusan diagnosis
keperawatan.

Tugas perawat pada tahap orientasi ini meliputi hal hal sebagai berikut :
1. Membuat kontrak dengan klien :Dalam merumuskan sebuah kontrak harus ada kesepakatan
bersama antara perawat-klien karena kontrak yang di putuskan harus mendapat persetujuan dari
kedua belah pihak sehingga dalam ruang lingkup interaksi telah terjadi kesepakatan bersama
antara klien-perawat perihal topic yang akan di diskusikan termasuk juga tempat diskusi , waktu
pelaksaan, dan juga lama pelaksanaan.

2. Explorasi pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah keperawatan klien. : Penting
sekali menggali pikiran dan perasaan klien saat di tempat pelayanan kesehatan terutama
mengenai tingkat kecemasan akibat masalah yang mengganggu dalam pikirannya seiring adanya
penyakit yang di derita.

3. Menetapkan tujuan yang akan dicapai. : Dengan adanya tujuan yang akan di capai
memberikan kejelasan arah dalam berinteraksi, komunikasi menjadi lebih fleksibel, kreditble,
akuntable dan variatif

3. Tahap Kerja

Tahap kerja merupakan tahap untuk mengimplementasikan rencana keperawatan yang telah di
buat pada tahap orientasi.Menurut Murray, B dan Judith, P (abdul nasir dkk) pada tahap kerja ini
perawat di harapkan mampu menyimpulkan percakapanya dengan klien. Teknik menyimpulkan
ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal hal yang penting dalam percakapan
dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama terhadap proses kesembuhan
penyakitnya sendiri

4. Tahap Terminasi

Tahap ini merupakan tahap dimana perawat mengakhiri pertemuan dalam menjalankan tindakan
keperwatan serta mengakhiri interaksinya dengan klien. Kegiatan yang di lakuakan pada tahap
terminasi adalah sebagai beriut:

1. Evaluasi subjectif :Merupakan kegiatan yang di lakukan dengan mengevaluasi suasana hati
setelah terjadi interaksi dengan klien.

2. Evaluasi objectif :Merupakan kegiatan yang di lakukan untuk mengevaluasi respons objectif
terhadap hasil yang di harapkan dari keluhan yang di rasakan, apakah ada kemajuan atau
sebaliknya.

3. Tindak lanjut : Merupakan kegiatan yang di lakukan dengan menyampaikan pesan kepada
klien mengenai lanjutan kegiatan yang telah di lakukan

G. Penyimpangan komunikasi

Komunikasi merupakan cara yang sangat efektif mengubah perilaku klien. Sedemikian
pentingnya bahkan dengan komunikasi yang baik mampu menurunkan tingkat kecemasan klien
dan mampu menutupi kelemahan perawat dalam hal pengetahuan dan keahlian yang dimiliki
perawat.

Klien dalam tatanan pelayanan keperawatan belum pernah menanyakan berapa nilai akademik
yang anda peroleh dipendidikan ataupun apakah saudara bisa melakukan tindakan keperawatan
ini. Yang dirasakan dan dilihat klien adalah bagaimana saudara menyampaiakan pesan itu
kepada klien,karena dari hal itulah klien akan mengasumsikan bahwa saudara mempunyai
kognitif dan keahlian yang memadai.

Namun dalam hal komunikasi antara perawat dan klien terkadang ada komunikasi yang
menyimpang, dimana komunikasi yang dilakukan perawat terhadap klien terputus (tidak
tersampaikannya maksud dan tujuan perawat). Pesan yang telah dirancang sedemikian rupa
dengan harapan mampu mengubah perilaku klien, namun pada kenyataannnya belum sesuai
dengan yang diharapkan. Kendala itu merupakan proses penyimpangan komunikasi yang bisa
saja terjadi antara perawat dan klien.Penyimpangan komunikasi ini akan menghambat tujuan dari
komunikasi.

1. Penyimpangan komunikasi pada diri klien :

Penyimpangan komunikasi yang dilakukan klien merupakan bentuk dari upaya untuk menutupi
diri dan sikap menghindar untuk tetap tidak menyadari atau mengakui bahwa dalam dirinya ada
perasaan yang mengganggu dan mengusik yang berakibat meningkatnya kecemasan pada
dirinya. Penyimpangan tersebut merupakan bentuk resistensi dari diri klien kepada perawat.
Menurut nurhasanaN(2010) resisten merupakan upaya klien untuk tetap tidak menyadari atau
mengakui penyebab kecemasan dalam dirinya dalam rangka melawan atau menyangkal
perasaan. Perilaku tersebut membuat perawat gagal dalam mendapatkan masukan yang berharga
maupun data yang valid dalam membangun intervensi keperawatan, demikian juga klien tidak
mendapatkan pelayanan keperawatan yang baik karena tidak didukung dengan data masalah
yang valid. Dengan demikian, menyimpangan komunikasi tersebut pada akhirnya sangat
merugikan klien karena menjadikan hari rawat menjadi lebih panjang. Penyimpangan
komunikasi dalam bentuk resistensik yang dilakukan oleh klien diakibatkan klien belum siap
untuk mengutarakan masalahnya dan mencoba untuk menekan masalah kealam tidak sadar. Hal
ini dilakukan sebagai bentuk dari protes akan ketidaksiapan klien kepada perawat karena klien
belum percaya kepada perawat sehingga tidak ada keinginan untuk mengungkapkan masalahnya
yang sebenarnya. Sebagai bentuk dari protes klien kepada perawat, maka penyimpangan
komunikasi yang dilakukan klien antara lain sebagai berikut.

a. Menonjolkan gejala yang dialami, seolah-olah penyakitnya bertambah parah.

b. Pesimis terhadap kesembuhan.

c. Kemunduran dari integritas pribadi.


d. Menampakkan perilaku tidak wajar.

e. Komunikasi menjadi lebih dangkal.

f. Selalu berperilaku destruktif.

g. Bertahan dengan menolak untuk berubah.

h. Selalu mengkritik petugas/perawat.

Penyimpangan komunikasi yang lain pada diri klien adalah menghubungkan kejadian atau
pengalaman masa lalu kedalam bentuk dan isi pikiran sehingga menimbulkan mindset dalam
berfikir.klien mencoba untuk mentranskripsikan atau mengopy cetak ulang atas perbuatan yang
telah dialami dengan mengansumsikan bahwa pelakuyang memberikan pengalaman tersebut ada
kemiripan dengan perawat saat ini yang dianggap bahwa perawat saat ini juga mempunyai
kecendrungan yang sama dalam berbuat dan bertindak.

Pelanggaran batas : Batasan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada klien
adalah batasan yang didasarkan atas pemenuhan kebutuhan dasar yang belum terpenuhi akibat
penyakitnya. Dengan demikian pemberian asuhan keperawatan kepada klien juga berdasarkan
atas upaya pemenuhan kebutuhan dasarnya dan tidak menyimpang dari situ. Pelanggaran batas
yang dilakukan perawat adalah apabila perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
menyimpang dari pemenuhan kebutuhan dasara manusia dan klien diajak berkomunikasi
mengenai hal ini diluar keperawtan, dimana hal itu tidak ada hubungan dengan keluhan yang
dirasakan klien saaat ini.

Pemberian Hadiah : Pemberian hadiah dalam bentuk barang tertentu atau hadiah nyata yang
mempunyai tendensi tertentu yaitu mengharapkan dengan pemberian hadiah tersebut, perlakuan
perawat pada diri klien akanmelebihi dari konsep pelayanan keperawatan yang semestinya.
Situasi yang sering dimanfaatkan klien saat memberikan hadiah pada perawat dengan tendensi
tertentu adalah apabila pertama kali klien masuk ruangan. Dengan pemberian hadiah tersebut
harapannya klien dapat memanipulasi perawat dengan cara mengatur hubungan dan mengatur
batasan-batasan dalam berhubungan ( ernawati dalami 2009). Mengatur hubungan dimaksud
adalah bagaimana emosi perawat bisa masuk didalam emosi klien dengan harapan justru
perawatnya yang nantinya bisa dikedalikan oleh klien.
A. Hambatan Dalam Proses Komunikasi Terapeutik
Resistens

Resistens merupakan upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab cemas atau
kegelisahan yang dialami. Ini juga merupakan keengganan alamiah atau penghindaran secara
verbal yang dipelajari. Klien yang resisten biasanya menunjukkan ambivalensi antara
menghargai tetapi juga menghindari pengalaman yang menimbulkan cemas padahal hal ini
merupakan bagian normal dalam proses terapeutik. Resisten ini sering akibat dari
ketidaksesuaian klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku
resisten biasanya diperlihatkan oleh klien pada fase kerja, karena pada fase ini sangat banyak
berisi proses penyelesaiaan masalah (Stuart danSundeen dalam Intan. 2005).

Beberapa bentuk resistensi (Stuart dan Sundeen , 1995)

a. Supresi dan represi informasi yang terkait

b. Intensifikasi gejala

c. Devaluasi diri serta pandangan dan keputusasaan tentang masa depan

d. Dorongan untuk sehat, yang terjadi secara tiba-tiba tetapi hanya kesembuhan yang bersifat
sementara

e. Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika klien mengatakan ia tidak mempunyai
pikiran apapun atau tidak mampu memikirkan masalahnya, saat ia tidak memenuhi janji untuk
pertemuan atau tiba terlambat untuk suatu sesi, lupa, diam, atau mengantuk

f. Pembicaraan yang bersifat permukaan/ dangkal

g. Penghayatan intelektual dimana klien memverbalisasi pemahaman dirinya dengan


menggunakan istilah yang tepat namun tetap berprilaku maladaptive, atau menggunakan
mekanisme pertahanan intelektualisasi tanpa diikuti penghayatan

h. Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika klien telah mempunyai penghayatan tetap
menolak memikul tanggung jawab untuk berubahdengan alas an bahwa normalitas adalah hal
yang tidak penting

i. Reaksi transference (respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sakit terhadap
perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dengan kehidupan yang dulu)

j. Perilaku amuk atau tidak rasional

Transference
Transference merupakan respon tak sadar berupa perasaan atau perilaku terhadap perawat
yang sebetulnya berawal dari berhubungan dengan orang-orang tertentu yang bermakna baginya
pada waktu dia masih kecil (Stuart dan Sundeen , 1995)

Reaksi transference membahayakan untuk proses terapeutik hanya bila hal ini diabaikan dan
tidak ditelaah oleh perawat. Ada dua jenis utama reaksi transference yaitu reksi bermusuhan dan
tergantung.

Coutertransference

Coutertrasference merupakan kebutuhan terapeutik yang di buat oleh perawat dan bukan
oleh klien. Hal ini dapat mempengaruhi hubungan perawat-klien.

Beberapa bentuk countransference ( Stuart dan Sundeen dalamIntan, 2005):

a. Ketidakmampuan berempati terhadap klien dalam masalah tertentu.

b. Menekan perasaan selama atau sesudah sesi.

c. Kecerobohan dalam mengimplementasikan kontrak dengan datang terlambat, atau melampaui


waktu yang telah ditentukan.

d. Mengantuk selama sesi.

e. Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidak inginan klien untuk berubah.

f. Dorongan terhadap ketergantungan, pujian atau efeksi klien.

g. Berdebat dengan klien atau kecendrungan untuk memaksa klien sebelum ia siap.

h. Mencoba untuk menolong klien dalam segala hal tidak berhubungan dengan tujuan
keperawatan yang telah diidentifikasi.

i. Keterlibatan dengan klien dalam tingkat personal dan sosial.

j. Melamunkan atau memikirkan klien.

k. Fantasi seksual atau agresi yang diarahkan kepada klien.

l. Perasaan cemas, gelisah atau persaan bersalah terhadap kien

m. Kecendrungan untuk memusatkan secara berulang hanya pada satu aspek atau cara
memandang pada informasi yang di berikan klien. Kebutuhan untuk mempertahankan intervensi
keperawatan dengan klien.

Pelanggaran batas.
Perawat perlu membatasi hubungannya dengan klien. Batas hubungan perawat-klien
adalah bahwa hubungan yang di bina adalah hubungan terapeutik,dalam hubungan ini perawat
berperan sebagai penolong dan klien berperan sebagai yang di tolong. Baik perawat maupun
klien harus menyadari batas tersebut (Suryani, 2006).

Pelanggaran batas terjadi jika perawat melampaui batas hubungan yang terapeutik dan
membina hubungan sosial, ekonomi, atau personal dengan klien.

Beberapa batas hubungan perawat dank lien (stuart dansundeen, dalam Intan, 2005)

a. Batas peran

Masalah batas peran ini memerlukan wawasan dan pengetahuan yang luas dari perawat serta
penentuan secara tegas mengenai batas-batas terapeutik perawat dan klien.

b. Batas waktu

Penetapan waktu perlu dilakukan dimana perawat mengadakan hubungan terapeutiknya


dengan klien. Waktu pengobatan atau hubungan terapeutik yang tidak wajar dan tidak
mempunyai tujuan terapeutik harus dievaluasi kembali untuk mencegah terjadinya pelanggaran
batas.

c. Batas tempat dan ruang

Misalnya wawancara dimana? Kapan dan berapa lama?

Batas ini biasanya berhubungan dengan perawatan yang dilakukan . Pemanfaatan terapeutik
diluar kebiasaan misalnya dimobil atau dirumah klien, harus dengan tindakan terapeutik yang
rasional dan mempunyai tujuan yang jelas. Perawat tidak di perbolehkan t dalam melakukan
tindakan dikamar klien kadang perlu menghormati batas-batas tertentu misanya pintu terbuka
atau ada pegawai yang lain.

d. Batas uang

Batas ini berhubungan dengan penghargaan klien dengan perawat berupa uang. Disini juga
perluadanya perhatian mengenai tawar-menawar terhadap klien miskin tentang biaya pengobatan
untuk mencegah timbulnya pelanggaran batas.

e. Batas pemberian hadiah dan pelayanan

Masalah ini controversial dalam keperawatan, namun yang pasti hal ini melanggar batas.

f. Batas pakaian
Batas ini berhubungan dengan kebutuhan perawat dalam berpakaian secara tepat dalam
hubungan terapeutik perawat dank lien. Dimana perawat tidak diperbolehkan memakai pakaian
yang tidak sopan.

g. Batas bahasa ;

Perawat perlu memperhatikan nada bicara dan pilihan kata ketika komunikasi dengan klien.
Tidak terlalu akrab, mengarah sikap seksul dan memberikan pendapat dengan nada menggurui
merupakan pelanggaran batas.

h. Batas pengungkapan diri secara personal;

Mengungkapkan diri secara personal dari perawat yang tidak berhubungan dengan tujuan
terapeutik dapat mengarah kepada pelanggaran batas.

i. Batas kontak fisik;

Semua kontak fisik dengan klien harus dievaluasi untuk melihat apakah melanggar batas atau
tidak. Beberapa jenis kontak fisik/ seksual terhadap kien yang tidak pernah tercangkup dalam
hubungan terpeutik antara perawat dengan klien.

Untuk mencegah terjadinya pelanggaran batas dalam berhubungan dengan klien, perawat
sejak awal interkasi perlu menjelaskan atau membuat kesepakatan bersama klien tentang
hubungan yang mereka jalin. Kemudian selama berinteraksi perawat harus berhati-hatidalam
berbicara agar tidak banyak terlibat dalam komunikasi sosial. Dengan selalu berfokus pada
tujuan interaksi, perawat bisa terhindar daripelanggaran terhadap batas-batas dalam berhubungan
dengan klien.selalu mengingatkan kontrak dan tujuan interaksi setiap kali bertemu dengan klien
juga dapat menghindari pelanggaran batas ini.(Suryani 2006).

Contoh pelagggaran batas yaitu:

- Klien mengajak makan perawat siang atau maka malam di luar.

- Klien memperkenalkan perawat pada keluarganya.

- Perawat menerimah pemberian hadiah dari bisis klien.

- Perawat menghadiri acara-acara sosial.

- Klien member perawat hadiah.

- Perawat secara rutin memeluk dan memegang klien.

- Perawat menjalankan bisnis atau memesan pelayanan dari klien.


- Perawat secara teratur memberi informasi personal kepada klien.

- Hubungan professional berubah menjadi hubungan sosial.

- Perawat menghadiri undangan klien.

Cara mengatasi hambatan komunikasi

Untuk mengatasi hambatan teurapeutik, perawat harus siap mengungkapkan perasaan


emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat -pasien. Awalnya , perawat harus
mempunyai pengetahuan tentang hambatan teurapeutik dan mengenali prilaku yang
menunjukkan adanya hambatan tersebut. Kemudian perawat dapat mengklarifikasi dan
mengungkapkan perasaan serta isi agar lebih berfokus secara objektif pada apa yang sedang
terjadi.

Latar belakang prilaku dikaji, baik pasien (untuk reaksi resistens dan transferensa) atau perawat
(untuk reaksi kontertransferens dan pelanggaran batasan) bertanggung jawab terhadap hambatan
teurapeutik dan dampak negatifnya pada proses teurapeutik. Terakhir, tujuan hubungan,
kebutuhan, dan masalah pasien ditinjau kembali. Hal ini dapat membantu perawat untuk
membina kembali kerja sama teurapeutik yang sesuai dengan proses hubungan perawat-pasien.

Anda mungkin juga menyukai