Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH 

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA


KLIEN KOMPLAIN
 
 

 
 

 
  
 
Disusun oleh :
NADYA FITRIA SARI
(2114201028)
 
Kelas: Keperawatan III A
 
Nama Dosen:Ns. Amelia Susanti,M.Kep.,Sp.Kep.J
 
Mata Kuliah: Komunikasi Dalam Keperawatan 2
 
 
  
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG

2022/2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komunikasi merupakan suatu proses karena melalui komunikasi seseorang
menyampaikan dan mendapatkan respon. Komunikasi dalam hal ini mempunyai
dua tujuan, yaitu: mempengaruhi orang lain dan untuk mendapatkan informasi.
Akan tetapi, komunikasi dapat digambarkan sebagai komunikasi yang memiliki
kegunaan atau berguna (berbagi informasi, pemikiran, perasaan) dan komunikasi
yang tidak memiliki kegunaan atau tidak berguna (menghambat/blok
penyampaian informasi atau perasaan).
Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik,
dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat
melakukan intervensi keperawatan harus mampu memberikan khasiat therapi
bagi proses penyembuhan pasien. Oleh karenanya seorang perawat harus
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik agar
kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi. Stuart G.W (1998) menyatakan
bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat
dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar
bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien. Sedangkan
S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan terapeutik adalah hubungan
kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan
pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik.
1.2 Tujuan

- Membantu mengatasi masalah klien untuk mengurangi beban perasaan dan


pikiran.

- Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk klien/pasien. - Memperbaiki


pengalaman emosional pasien.
- Mencapai tingkat kesembuhan yang diharapkan.

1.3 Manfaat
- Mendorong dan menganjurkan kerjasama antara perawat dengan pasien melalui
hubungan perawat-klien. - Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan dan
mengkaji masalah dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Komunikasi


Komunikasi mempunyai banyak sekali makna dan sangat bergantung pada
konteks pada saat komunikasi dilakukan. Bagi beberapa orang, komunikasi
merupakan pertukaran informasi diantara dua orang atau lebih, atau dengan kata
lain; pertukaran ide atau pemikiran. Metodenya antara lain: berbicara dan
mendengarkan atau menulis dan membaca, melukis, menari, bercerita dan lain
sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa segala bentuk upaya penyampaian
pikiran kepada orang lain, tidak hanya secara lisan (verbal) atau tulisan tetapi
juga gerakan tubuh atau gesture (non-verbal), adalah komunikasi.
Komunikasi merupakan suatu proses karena melalui komunikasi seseorang
menyampaikan dan mendapatkan respon. Komunikasi dalam hal ini mempunyai
dua tujuan, yaitu: mempengaruhi orang lain dan untuk mendapatkan informasi.
Akan tetapi, komunikasi dapat digambarkan sebagai komunikasi yang memiliki
kegunaan atau berguna (berbagi informasi, pemikiran, perasaan) dan komunikasi
yang tidak memiliki kegunaan atau tidak berguna (menghambat/blok
penyampaian informasi atau perasaan). Keterampilan berkomunikasi merupakan
keterampilan yang dimiliki oleh seseorang untuk membangun suatu hubungan,
baik itu hubungan yang kompleks maupun hubungan yang sederhana melalui
sapaan atau hanya sekedar senyuman. Pesan verbal dan non verbal yang dimiliki
oleh seseorang menggambarkan secara utuh dirinya, perasaannya dan apa yang ia
sukai dan tidak sukai. Melalui komunikasi seorang individu dapat bertahan hidup.
membangun hubungan dan merasakan kebahagiaan.
Secara etimologis, komunikasi berasal dari bahasa latin communis yang
berarti "sama", communicatio atau communicare yang berarti "membuat sama"
(Mulyana, 2001: 41). Sama di sini maksudnya adalah sama dalam makna.
Artinya, komunikasi akan berlangsung apabila terdapat kesamaan makna antara
komunikator (penyampai pesan) dan komunikan (penerima pesan). Makna dapat
disampaikan dalam bentuk bahasa lisan (verbal) maupun isyarat lain selain
bahasa lisan (non verbal).Makna lain dari komunikasi berasal dari kata latin
lainnya yakni communico yang berarti membagi. Membagi di sini adalah
membagi gagasan, ide atau pikiran antara seseorang dan orang lain (Saefullah,
2007: 2).Sedangkan secara pragmatis, komunikasi dapat diartikan sebagai proses
penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu
atau mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan,
maupun melalui media. Dengan demikian, komunikasi dapat diartikan sebagai
proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui media
yang menimbulkan efek tertentu.
Effendy OU (2002) dalam Suryani (2005) menyatakan lima komponen
dalam komunikasi yaitu; komunikator, komunikan, pesan, media dan efek.
Komunikator (pengirim pesan) menyampaikan pesan baik secara langsung atau
melalui media kepada komunikan (penerima pesan) sehingga timbul efek atau
akibat terhadap pesan yang telah diterima. Dalam prosesnya komunikasi tidak
berhenti sampai efek, melainkan ada yang disebut feedback atau umpan balik,
yakni tanggapan dari komunikan yang dikirim balik kepada komunikator untuk
menunjukkan apakah pesan awal dari komunikator dipahami atau tidak oleh
komunikan. Dalam hal ini secara tidak langsung komunikan juga bertindak
sebagai komunikator. Jika pesan dari komunikator dapat dipahami oleh
komunikan, maka dapat dikatakan komunikasi tersebut berjalan efektif.
Komunikasi efektif dapat dipengaruhi oleh kerangka acuan (frame of
reference) dan pengalaman lapangan (field of experience) yang pernah diperoleh
komunikator dan komunikan. Jika bidang pengalaman komunikator dan
komunikan sama, maka komunikasi akan berlangsung lancar (nyambung), begitu
pun sebaliknya. Selain itu, ada atau tidaknya gangguan (noise) baik gangguan
teknis maupun non-teknis dalam penyampaian pesan turut andil terhadap
kelancaran komunikasi.
Keterampilan berkomunikasi merupakan critical skill yang harus dimiliki
oleh perawat, karena komunikasi merupakan proses yang dinamis yang
digunakan untuk mengumpulkan data pengkajian, memberikan pendidikan atau
informasi kesehatan- mempengaruhi klien untuk mengaplikasikannya dalam
hidup. menunjukan caring. memberikan rasa nyaman, menumbuhkan rasa
percaya diri dan menghargai nilai-nilai klien. Sehingga dapat juga disimpulkan
bahwa dalam keperawatan, komunikasi merupakan bagian integral dari asuhan
keperawatan. Seorang perawat yang berkomunikasi secara efektif akan lebih
mampu dalam mengumpulkan data, melakukan tindakan keperawatan
(intervensi), mengevaluasi pelaksanaan dari intervensi yang telah dilakukan,
melakukan perubahan untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah terjadinya
masalah-masalah legal yang berkaitan dengan proses keperawatan.
Proses komunikasi dibangun berdasarkan hubungan saling percaya dengan
klien dan keluarganya. Komunikasi efektif merupakan hal yang esensial dalam
menciptakan hubungan antara perawat dan klien. Addalati (1983), Bucaille
(1979) dan Amsyari (1995) menegaskan bahwa seorang perawat yang beragama,
tidak dapat bersikap masa bodoh, tidak peduli terhadap pasien, seseorang
(perawat) yang tidak care dengan orang lain (pasien) adalah berdosa. Seorang
perawat yang tidak menjalankan profesinya secara profesional akan merugikan
orang lain (pasien), unit kerjanya dan juga dirinya sendiri. Komunikasi seorang
perawat dengan pasien pada umumnya menggunakan komunikasi yang
berjenjang yakni komunikasi intrapersonal, interpersonal dan komunal/kelompok.
Demikian pula ditegaskan dalam Poter dan Perry (1993) bahwa komunikasi
dalam prosesnya terjadi dalam tiga tahapan yakni komunikasi intrapersonal
(terjadi dalam diri individu sendiri), interpersonal (interaksi antara dua orang atau
kelompok kecil) dan publik (interaksi dalam kelompok besar).
2.2 Komunikasi Terapeutik
A. Pengertian
Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik,
dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat
melakukan intervensi keperawatan harus mampu memberikan khasiat terapi bagi
proses penyembuhan pasien. Oleh karenanya seorang perawat harus
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik agar
kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi. Northouse (1998) mendefinisikan
komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau keterampilan perawat untuk
membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan
belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Stuart G.W (1998)
menyatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal
antara perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh
pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional
klien. Sedangkan S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan terapeutik
adalah hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan,
pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik.
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi klien dan
dilakukan oleh perawat (helper) untuk membantu klien mencapai kembali kondisi
yang adaptif dan positif.
B. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik
Tidak seperti komunikasi sosial, komunikasi terapeutik mempunyai tujuan
untuk membantu klien mencapai suatu tujuan dalam asuhan keperawatan. Oleh
karenanya sangat
penting bagi perawat untuk memahami prinsip dasar komunikasi terapeutik
berikut ini;
1. Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling
menguntungkan, didasarkan pada prinsip 'humanity of nurses and clients'.
Hubungan ini tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong (helper/perawat)
dengan kliennya, tetapi hubungan antara manusia yang bermartabat (Dult-Battey,
2004).
2. Perawat harus menghargai keunikan klien, menghargai perbedaan
karakter, memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar
belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap individu.
3. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri
pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga
harga dirinya dan harga diri klien.
4. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya
(trust) harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan
memberikan alternatif pemecahan masalah (Stuart, 1998). Hubungan saling
percaya antara perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik.
3.3 Sikap Perawat Dalam Komunikasi
Perawat hadir secara utuh (fisik dan psikologis) pada waktu berkomunikasi
dengan klien. Perawat tidak cukup mengetahui teknik komunikasi dan isi
komunikasi, tetapi yang sangat penting adalah sikap dan penampilan komunikasi.
Kehadiran fisik, menurut Evans (1975, dikutip dalam Kozier dan E.B, 1993
372)mengidentifikasi 4 sikap dan cara untuk menghadirkan diri secara fisik,
yaitu:
1. Berhadapan arti dari posisi ini yaitu "saya siap untuk anda"
2. Mempertahankan kontak mata berarti mengahargai klien dan menyatakan
keinginan untuk tetap berkomunikasi.
3. Membungkuk ke arah klien: posisi ini menunjukkan keinginan atau
mendengar sesuatu.
4. Tetap rileks dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi
dalam merespon klien.

Sedangkan kehadiran psikologis dapat dibagi dalam dua dimensi yaitu


dimensi respon dandimensi tindakan (Truax, Carkhfoff dan Benerson, dikutip
dalam Stuart dan Sundeen, 1987: 126)
1.Dimensi Respon

Dimensi respon sangat penting pada awal hubungan klien untuk membina
hubungan saling percaya dan komunikasi terbuka. Respon ini terus dipertahankan
sampai pada akhir hubungan. Dimensi respon terdiri dari:
a) Keikhlasan
Perawat menyatakan keikhlasan melalui keterbukaan, kejujuran, ketulusan dan
berperanaktif dalam hubungan dengan klien
b) Menghargai Rasa menghargai dapat diwujudkan dengan duduk diam bersama
klien yang menangis.minta maaf atas hal yang tidak disukai klien.

c) Empati Perawat memandang dalam pandangan klien, merasakan melalui


perasaan klien dan kemudian mengidentifikasi masalah klien, serta membantu
klien mengatasi masalah tersebut

d) Konkrit
Perawat menggunakan terminology yang spesifik, bukan abstrak. Fungsinya yaitu,
mempertahankan respon perawat terhadap perasaan klien, memberikan penjelasan
yang akurat dan mendorong klien memikirkan masalah yang spesifik.
2.Dimensi Tindakan

Dimensi tindakan terdiri dari konfrontasi, kesegeraan, keterbukaan, emosional


katarsis, danbermain peran (Stuart da Sundeen, 1987: 131)

a) Konfrontasi
Konfrontasi adalah perasaan perawat tentang perilaku klien yang tidak sesuai.
Konfrontasi berguna untuk meningkatkan kesadaran klien akan kesesuaian.
perasaan, sikap, kepercayaan, dan perilaku. Konfrontasi sangat diperlukan klien
yang telah mempunyai kesadaran tetapi belum merubah perilakunya.
Kesegeraan Perawat sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu
dengan segera.
c) Keterbukaan perawat
Perawat membuka diri tentang pengalaman yang sama dengan pengalaman klien.
Tukar pengalaman ini memberi keuntungan pada klien untuk mendukung
kerjasama dan memberikan sokongan.
d) "Emosional Catharsis" Emosional katarsis tejadi jika klien diminta untuk bicara
tentang hal yang menganggu dirinya. Perawat harus megkaji kesiapan klien untuk
mendiskusikan masalahnya. Jika klien mengalami kesukaran dalam
mengekspresikan perasaannya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan
perasaannya jika berada pada situasi klien. Jika klien menyadari bahwa ia
mengekspresikan perasaan dalam suasana menerima dan aman maka klien akan
memperluas kesadaran dan penerimaan pada dirinya.
e) Bermain Peran
Bermain peran adalah melakukan peran pada situasi tertentu ini berguna untuk
meningkatkan kesadaran dalam berhubungan dan kemampuan melihat situasi dari
pandangan orang lain. Bermain peran menjembatani antara pikiran dan perilaku
serta klien merasa bebas mempraktekan perilaku baru pada lingkungan yang
nyaman.
2.4 Definisi Keluhan atau Komplain
Berdasarkan kamus bahasa Indonesia "keluhan" berasal dari kata keluh
yang berarti "terlahirnya perasaan susah". Keluhan (complain) adalah sebuah kata
yang sering berkonotasi negatif bagi kedua pihak, baik bagi perusahaan maupun
bagi konsumen. Complain pada umumnya dipersepsikan sebagai kesalahan,
masalah, stres, frustasi. kemarahan, konflik, hukuman, tuntutan, ganti rugi, dan
sejenisnya. (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional).
Menurut Rusadi (2004), keluhan merupakan ungkapan dari ketidakpuasan
yang dirasakan oleh konsumen. Keluhan pelanggan adalah hal yang tidak dapat
diabaikan karena dengan mngebaikan hal tersebut akan membuat konsumen
meraa tidak diperhatiakn dan pada akhirnya perusahaan akan ditinggalkan oleh
pelanggan.
Keluhan atau komplain pelayanan adalah ekspresi perasaan keidakpuasan
atas standar pelayanan, tindakan atau tidak adanya tindakan pemberi pelayanan
yang berpengaruh terhadap pelanggan. Prosesnya berawal dari konsumen
merasakan ketidakpuasan setelah menerima pelayanan atau melakukan transaksi.
 Penyebab Terjadinya Komplain
Pada dasarnya pelanggan yang mengeluh karena merasa tidak puas ada
beberapa penyebabnya. Menurut Soeharto A. Majid (2009:149) banyak hal yang
dapat menimbulkan terjadi keluhan dari klien, seperti:
a) Pelayanan yang diharapkan dari kita tidak seperti yang mereka harapkan
b) Mereka diacuhkan, misalnya dibiarkan menunggu tanpa penjelasan
c) Seseorang berlaku tidak sopan atau tidak ada yang mau mendengarkan
d) Tidak ada yang mau bertanggung jawab terhadap suatu kesalahan
e) Adanya kegagalan dalam komunikasi, dll.
 Sistem Manajemen Komplai
Manajemen penanganan komplain yang efektif membutuhkan prosedure
yang jelas dan terstruktur dengan baik agar dapat menyelesaikan masalah serta
didukung oleh sumber daya dan infrastruktur yang memadai agar dapat kinerja
kerja yang memuaskan. Karakteristik penilaian manajemen komplain yang efektif
menurut Tjiptono dan Anastasia (2003) adalah sebagai berikut :
a) Komitmen

Pihak manajemen dan semua anggota memiliki komitmen yang tinggi


untuk
mendengarkan dan menyelesaikan masalah komplain dalam rangka peningkatan
produk dan jasa.
b) Vesible

Manajemen dapat memberikan informasi yang jelas dan akurat kepada


pelanggan tentang prosedure penyampaian komplain dan pihk-pihak yang dapat
dihubungi.
c) Acessible
Menjamin bahwa pelanggan dapat menyampaikan komplain secara bebas,
mudah, dan murah.
d) Kesederhanaan

Prosedure komplain sederhana dan mudah dipahami pelanggan


e) Kecepatan

Komplain ditangani secepat mungkin. Rentang waktu penyelesaian yang


realistis dan diinformasikan kepada pelanggan. Setiap perkembangan atau
kemajuan daam penanganan komplain yang sedang diselesaikan,
dikomunikasikan kepada pelanggan yang bersangkutan.
f) Fairness

Setiap komplain mendapatkan perlakuan yang sama, adil, tanpa membeda-


bedakan.
g) Confidential

Menghargai dan menjaga keinginan dan privasi pelanggan.

h) Records

Data mengenai komplain disusun sedemikian rupa sehingga memudahkan


setiap upaya perbaikan yang berkesinambungan.
i) Sumber daya

Mengalokasikan sumber daya dan infrastruktur yang memadai untuk


pengembangan dan penyempurnaan sisitem penanganan komplain termasuk
pelatihan tenaga kerja. 10. Remedy
Pemecahan dan penyelesaian yang tepat (seperti permohonan maaf, hadiah,
ganti rugi) untuk setiap komplain ditetapkan dan diimplementasikan secara
konsekuen. Menurut Edvardsson dari Universitas Karlstad, Swedia (dikutip ari
Kawan Lama
News, 2008) Cara menangani keluhan dari pelanggan adalah sebagai
berikut:
1. Jangan membuat bertambah rumit dengan segala macam formulir,
2. Jangan pernah mengirim surat tanpa berkomunikasi verbal terlebih dahulu;
3. Segera mencari tahu apa yang diinginkan pelanggan yang komplain;
4. Untuk komplain yang tidak terlalu serius, minta maaf akan jauh lebih baik
dari pada mengirim berlembar-lembar surat permohonan maaf
5. Berikan tanggapan pribadi dan spesifik
6. Ketikan menghadapi pelanggan yang menyampaiakan keluhan, ikutilah
prinsip empati
7. Jika memang komplain itu tidak ditujukan kepada anda, dan anda harus
membua
referensi kepada siapa pelanggan harus melapor, jelaskan secara rinci
alasannya
8. Perjelas alternatif apa yang ada untuk menyelesaikan persoalan pelanggan
yang komplain
9. Jangan lupa beritahu pelanggan langkah perbaikan apa yang telah dibuat
sehubungan dengan penyampaian komplain itu.
10. Banyak keluhan menjai kabar baik. Itu tandanya pemberi komplain percaya
pada pihak anda.

BAB III

PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Konsep komunikasi terapeutik sangat perlu dilakukan karena sangat


membantu sekali dalam penyembuhan pasien, terutama pada dewasa awal yang
sering mengalami berbagai masalah dalam kehidupannya, Agar seseorang
berguna dalam kehidupannya, maka dari itu merawat diri sendiri lebih baik.
dibandingkan menyusahkan orang lain.
Peran perawat juga sangat penting dalam komunikasi karena perawat
sebagai pemberi asuhan jadi yang banyak berperan dalam komunikasi terpeutik
terdapat pada bagianperawat juga.
4.2 Saran

1. Mahasiswa mampu menerapkan teraupetik dalam pembelajaran serta praktik


keperawatan

2. mahasiswa dapat mendeskripsikan apa yang di maksud dengan teraupetik

3. pemahaman mahasiswa sangat di perlukan dalam teraupetik.

DAFTAR PUSTAKA

Damalyanti, S.kep, Ns., Mukhrifah.2008. Komunikasi Terapeutik dalam


Keperawatan. PT
Reflika Aditama: Bandung

Mahmud mahfudz, peran komunikasi terapeutik,edisi pertama2009, Ganbika,


Yogyakarta Ns. NunungNurhasanah, S. kep, ilmu komunikasi dalam konteks
keperawatan, cetakan pertama 2010, Cv. Trans info media, Jakarta Timur Poatricia
A. Poter, anne G. Perry, fundamental of nursing, edisi 7 buku 1, salemba medika,
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai