Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KEBUTUHAN DASAR NUTRISI PADA PASIEN NN. M

CKD Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronis


(PGK)
DI RUANG PENYAKIT DALAM NURI
RSUD dr. M. ASHARI PEMALANG
LP MINGGU KE 2

Oleh :

Nama : Era Marshanda


NIM : 200106047

PRAKTIK KLINIK DASAR I


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulilahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga penyusunan makalah ini dapat
terselesaikan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas praktikum klinik dasar
di Rumah Sakit RSUD dr. M. Ashari Pemalang dengan judul “Laporan
Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anestesiologi Pada Nn. M dengan Diagnosa
Medis Anemia, CKD”.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan pembaca pada
umumnya. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Pemalang, Januari 2020

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronis (PGK)

merupakan suatu keadaan menurunnya fungsi ginjal yang telah berlangsung lama

(kronis) yaitu lebih dari 3 bulan. Keadaan ini terkait dengan berbagai faktor risiko

yang kemudian mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara progresif, dan

biasanya berakhir dengan gagal ginjal. 1 Definisi CKD berdasarkan The Kidney

Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney

Foundation (NKF) adalah kerusakan ginjal secara struktural atau fungsional yang

berlangsung dalam waktu lebih dari 3 bulan, atau penurunan Laju Filtrasi

Glomerulus (LFG) kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 dalam waktu 3 bulan atau

lebih dengan atau tanpa kerusakan struktur ginjal.

Chronic Kidney Disease dipengaruhi oleh banyak faktor risiko dengan

patofisiologi yang masih belum dimengerti secara sempurna. Penderita CKD

memiliki risiko tinggi untuk mengalami penyakit komplikasi, salah satunya adalah

penyakit kardiovaskular yang seringkali menyebabkan kematian. Insiden dan

prevalensi CKD didapatkan semakin meningkat saat ini dan menjadi masalah

kesehatan global.

Angka peningkatan kasus dialisis di negara barat meningkat 6-8% per

tahun menunjukkan CKD telah menjadi masalah kesehatan yang perlu


diperhatikan. Peningkatan yang progresif di Amerika Serikat adalah

meningkatnya penderita CKD yang membutuhkan terapi pengganti ginjal dalam

dua dekade terakhir. Jumlah penderita CKD di Indonesia sendiri pun makin

meningkat. Data IRR pada tahun 2014 mencatat penderita baru CKD sebanyak

17.193 dan khususnya untuk daerah Bali sebanyak 1.258 pasien.

Chronic Kidney Disease disebabkan oleh berbagai etiologi yang

mendasari, yang mengakibatkan kerusakan massa ginjal yang ireversibel dan

hilangnya nefron sehingga mengarah ke penurunan progresifitas LFG. Ginjal

memiliki kemampuan untuk mempertahankan LFG ketika menghadapi cidera

sehingga meskipun kerusakan 5 nefron terjadi secara progresif, LFG

dipertahankan dengan hiperfiltrasi dan hipertropi nefron sehat yang tersisa sebagai

kompensasi. Kandungan toksin dalam plasma seperti urea dan kreatinin mulai

menunjukkan peningkatan yang signifikan hanya setelah LFG total menurun

hingga 50%, yaitu ketika ginjal sudah tidak mampu mengkompensasi lagi.

Fungsi ekskresi dan sekresi ginjal pada CKD menurun dan menyebakan

berbagai gejala secara sistemik. Pasien dengan penyakit gagal ginjal kronik

stadium I - III umumnya bersifat asimtomatik, sedangkan manifestasi klinis

biasanya muncul pada stadium IV - V. Manifestasi klinis CKD dapat sesuai

dengan penyakit yang mendasari, adanya sindrom uremia, maupun gejala dari

komplikasi yang ditimbulkan.

Diagnosis dini CKD sangat penting dilakukan karena prognosisnya akan

jauh lebih baik dan intervensi dapat segera dilakukan untuk memperlambat

penurunan fungsi. Penanganan CKD memerlukan kerjasama tim medis, pasien,


serta keluarga dan lingkungan karena melibatkan modiikasi gaya hidup. Edukasi

terhadap pasien dan keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang

memungkinkan akan sangat membantu memperbaiki hasil pengobatan sehingga

meskipun CKD merupakan penyakit yang ireversibel, akan tetapi dengan

penangan yang baik akan dapat mengurangi gejala yang muncul dan memperbaiki

kualitas hidup penderitanya.1 Deteksi CKD pada pasien dengan risiko tinggi

sangat penting karena CKD stadium 1- 3 umumnya asimtomatis sehingga dapat

memberikan intervensi sebelum penderita mengalami gagal ginjal atau mencapai

stadium yang lebih lanjut dan terjadi komplikasi akibat CKD.


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah

suatu proses patofisiologis yang didasari oleh etiologi yang beragam, yang

mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara progresif, dan pada umumnya

berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang

ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel yang mencapai pada

derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal tetap, yaitu dapat berupa dialisis

atau transplantasi ginjal. Kerusakan ginjal mengacu pada berbagai macam

kelainan yang ditemukan selama pemeriksaan, yang bisa saja bersifat non-spesifik

terhadap penyakit penyebabnya tetapi dapat mengarah pada penurunan fungsi

ginjal. Fungsi ekskresi, endokrin, dan metabolik menurun secara bersamaan pada

hampir semua kasus CKD. Kriteria CKD menurut KDIGO 2012 adalah kerusakan

ginjal ≥ 3 bulan, baik berupa kelainan struktural atau fungional yang dapat

dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium (proteinuria; Albumin-Creatinine-

Ratio > 30 mg/g; total protein-creatinine-ratio > 200 mg/g), abnormalitas sedimen

urin, gangguan elektrolit atau yang lain oleh karena gangguan pada tubulus,

kelainan pada pemeriksaan histologi, kelainan struktural yang terdeteksi melalui

pemeriksaan radiologi, atau riwayat transplantasi ginjal serta penurunan Laju

Filtrasi Glomerulus (LFG < 60 ml/menit/1,73 m2 ) dalam waktu lebih dari 3

bulan, dengan atau tanpa kelainan struktural ginjal.


2.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi

Patofisiologi anemia terjadi karena kerusakan ginjal, sehingga

produksi hormon erythropoetin (EPO) terganggu. EPO berfungsi untuk

merangsang sumsum tulang memproduksi sejumlah sel darah merah yang

dibutuhkan untuk membawa oksigen menuju organ vital. Karena EPO

kurang dari kebutuhan, akibatnya sumsum tulang memproduksi sedikit sel

darah merah. Penyebab lain anemia adalah kehilangan darah melalui

proses hemodialysis dan kadar zat besi serta asam folat rendah yang

diperoleh dari nutrisi. (National Kidney Foundation, 2007).

Untuk mengukur anemia digunakan hemoglobin level, yaitu

jumlah gram hemoglobin yang terdapat dalam 100 mL (sekitar 1/10th

perempat bagian) dari keseluruhan darah. Normalnya nilai Hb adalah 12

sampai 17 gr/dL (National Kidney and Urologic Disease Information

Clearinghouse, 2008). Masalah yang diakibatkan oleh anemia

berhubungan dengan ketidaknormalan fisiologis berupa penurunan

pasokan oksigen dan pendistribusiannya, peningkatan curah jantung,

penurunan kemampuan kognitif dan gangguan respon imunitas, kelelahan,

serta disfungsi seksual. Menurut (Singh, Kimmel, Germain, 2004 ;

Burrows & Hudson, 2006, dalam Szromba, 2009, Breiterman & White ,

2007 dalam Szromba, 2009), penurunan kemampuan kognitif akibat


anemia dapat berdampak terhadap kualitas hidup dan penurunan

kemampuan bertahan pasien. Dari penelitian ditemukan beberapa

prediktor positif yang berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien PGK

yaitu durasi dialisis, pendidikan, pendapatan keluarga, tingkat Hb dan

albumin. Pasien PGK dengan anemia dan mendapatkan terapi perbaikan

hingga mencapai kadar Hb 11-12 gr/dL memiliki peningkatan kemampuan

kualitas hidup dari kemampuan fisiologis dan psikologis (Sathvik,

Parthasanthi, Gurudev, 2008 ; Brunelli & Berns,2009). Faktor lain yang

berhubungan dengan kualitas hidup pada pasien PGK yang

menjalani hemodialisis adalah akses vaskuler, hipertensi, adekuasi nutrisi,

serta kontrol Phospat dan Calcium. Akses vaskuler merupakan jalan untuk

memudahkan mengeluarkan darah yang diperlukan dari pembuluhnya,

sejenis alat berupa saluran atau kanul/kateter yang dimasukkan kedalam

lumen pembuluh darah ataupun berupa pembuluh vena yang

disambungkan

(anastomosis) dengan arteri yang disebut Brescia Cimino (Anonim, 2004).


2.3 Macam-Macam Gangguan yang Mungkin Terjadi

Masalah yang diakibatkan oleh anemia berhubungan dengan

ketidaknormalan fisiologis berupa penurunan pasokan oksigen dan

pendistribusiannya, peningkatan curah jantung, penurunan kemampuan

kognitif dan gangguan respon imunitas, kelelahan, serta disfungsi seksual.

Menurut (Singh, Kimmel, Germain, 2004 ; Burrows & Hudson, 2006,

dalam Szromba, 2009, Breiterman & White , 2007 dalam Szromba, 2009),

penurunan kemampuan kognitif akibat anemia dapat berdampak terhadap

kualitas hidup dan penurunan kemampuan bertahan pasien.

LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
A. Definisi
Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal
yang progresif dan irreversible dari berbagai penyebab dimana terjadi ketika
tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh atau melakukan fungsi
regulernya (Suharyanto dan Majid, 2017). CKD atau gagal ginjal kronis
(GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan
fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana
kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan
keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer,
2017). Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal tetap, berupa dialisis atau transplantasi
ginjal (Setiati, 2014).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah
penyakit ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total
seperti sediakala. CKD adalah penyakit ginjal tahap akhir yang dapat
disebabkan oleh berbagai hal.

B. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration Glomerulus) atau glomerulus filtration rate (GFR) dimana nilai
normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft – Gault
sebagai berikut :
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
3a Penurunan sedang fungsi ginjal 45-59
3b Penurunan sedang fungsi ginjal 30-44
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber: (The Renal Association, 2013)
Nilai GFR menunjukkan seberapa besar fungsi ginjal yang dimiliki oleh
pasien sekaligus sebagai dasar penentuan terapi oleh dokter. Semakin parah
CKD yang dialami, maka nilai GFRnya akan semakin kecil (National Kidney
Foundation, 2010). Penurunan fungsi ginjal ditandai dengan peningkatan
kadar ureum dan kreatinin serum. Penurunan GFR dapat dihitung dengan
mempergunakan rumus Cockcroft-Gault (Suwitra, 2009). Penggunaan rumus
ini dibedakan berdasarkan jenis kelamin (Willems et al., 2013).
( 140−usia ) x berat badan
♀= x 0,85
kreatinin serum

( 140−usia ) x berat badan


♂=
kreatinin serum

Selain itu fungsi ginjal juga dapat dilihat melalui pengukuran Cystatin C.
Cystatin C merupakan protein berat molekul rendah (13kD) yang disintesis
oleh semua sel berinti dan ditemukan diberbagai cairan tubuh manusia.
Kadarnya dalam darah dapat menggambarkan GFR sehingga Cystatin C
merupakan penanda endogen yang ideal (Yaswir & Maiyesi, 2012).

C. Etiologi
Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah
tinggi, yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney
Foundation, 2015).
Menurut teori, hipertensi pada pasien gagal ginjal dapat terjadi karena
adanya penyempitan pembuluh darah yang disebabkan oleh penumpukan
lemak di dalam pembuluh darah akibat dari tingginya kadar natrium dan
cairan yang tidak seimbang, jika hal tersebut terjadi pada pembuluh darah
ginjal maka ginjal akan mengalami kerusakan yang berakibat pada gagal
ginjal, selain itu ginjal memproduksi enzim renin angiotensin yang diubah
menjadi angiotensin II yang menyebabkan pembuluh darah mengkerut dan
mengeras (Asriani et al, 2012). Diabetes Melitus terjadi dengan adanya
gangguan pada pankreas kemudian meningkatkan kadar glukosa, lalu terjadi
gangguan metabolisme karbohidrat sehingga karbohidrat tidak dapat menjadi
sumber energi secara sempurna, maka lemak dan protein yang menjadi
sumber energinya. Sel-sel tubuh juga tidak dapat menyimpan gula dalam
bentuk glikogen (Senthilkumar et al., 2017). Ureum merupakan produk akhir
dari metabolisme asam amino, dalam katabolisme protein dipecah menjadi
asam amino dan deaminasi amonia, amonia dalam proses ini disintesis
menjadi urea. Reaksi kimia sebagian besar terjadi di hati dan sedikit terjadi di
ginjal. Kadar normal ureum adalah 10-40 mg/dL dan ureum dieksresikan rata-
rata 30 gram sehari (Bhagaskara, Liana, & Santoso, 2015). Pemeriksaan
ureum ini dapat dijadikan sebagai skrining awal Penyakit Ginjal Kronik
(PGK). Namun diperlukan waktu 5-10 tahun untuk menjadi masalah
kerusakan ginjal (Loho, Rambert, & Wowor, 2016).

D. Patofisiologi

Faktor pencetus terjadinya gagal ginjal kronik yaitu dimulai dari zat
toksik, vaskular infeksi dan juga obstruksi saluran kemih yang dapat
menyebabkan arterio sclerosis, kemudian suplay darah dalam ginjal menurun
yang mengakibatkan GFR (Glomerular Filtration Rate) menurun, saat GFR
menurun memicu adanya retensi natrium dalam tubuh, ketika sudah terjadi
retensi natrium dalam tubuh maka cairan juga akan menumpuk dan
berpengaruh pada beban jantung sehingga jantung harus bekerja lebih keras
lagi dan jika cardiac output menurun maka aliran darah dalam ginjal akan
menurun, maka akan terjadi retensi Na dan cairan yang akan menyebabkan ke
lebihan volume cairan (Amin & Hardhi, 2015). Apabila kelebihan volume
cairan pada tubuh tidak segera diatasi maka akan berdampak pada beberapa
masalah lain yaitu, adanya edema perifer karena terjadi perubahan tekanan
hidrostatik atau osmotic kapiler dan juga dapat menyebabkan hipertensi,
hipertensi dapat terjadi akibat dari peningkatan aktifitas renin angiotensin,
peningkatan resistensi vaskular, kelebihan volume cairan dan penurunan
prostaglandin. (Pricilla,2016).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah, sehingga
terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala
uremia membaik setelah dialisis (Brunner & Suddarth, 2013).
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju
filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-
jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus
(akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurun
dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah
(BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang
paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan
oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga
oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC),
dan medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat
terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan
untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam
(H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat
ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi amonia (NH3‾) dan
mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) penurunan ekskresi fosfat dan
asam organic lain juga terjadi.
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari
saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun
dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat,
maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus
ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan
kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan
sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal
tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi
parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan penyakit
tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-
dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium,
fosfat dan keseimbangan parathormon.
E. Pathway
F. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddarth (2013) setiap sistem tubuh pada gagal
ginjal kronis dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan
menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala
bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia pasien dan kondisi
yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis adalah sebagai
berikut :
1. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema
periorbital, Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
2. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis,
kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
3. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan kusmaul
4. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual, muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
5. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan
tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
6. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
7. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler
G. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan
mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer
(2017) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme,
dan masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
a. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
b. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
c. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
d. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit
dan asam basa.
2. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
3. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal
ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
4. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
5. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal
6. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
7. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
8. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
9. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
10. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
11. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau
perlu untuk mengetahui etiologinya.
12. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
a. Laju endap darah
b. Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak
ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh
pus / nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor,
warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.
c. Ureum dan Kreatinin
Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10
mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
d. Hiponatremia
e. Hiperkalemia
f. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
g. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
h. Gula darah tinggi
i. Hipertrigliserida
j. Asidosis metabolik
I. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk
mempertahankan fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama
mungkin serta mencegah atau mengobati komplikasi (Smeltzer, 2017). Terapi
konservatif tidak dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat progres
dari penyakit ini karena yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal
baik dengan dialisis atau transplantasi ginjal.
Ketika terapi konservatif yang berupa diet, pembatasan minum, obat-
obatan dan lain-lain tidak bisa memperbaiki keadaan pasien maka terapi
pengganti ginjal dapat dilakukan. Terapi pengganti ginjal tersebut berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal dan transplantasi ginjal (Rahardjo et al,
2009).
1. Hemodialisis
Hemodialisis adalah suatu cara dengan mengalirkan darah ke dalam
dialyzer (tabung ginjal buatan) yang teridiri dari 2 komparten yang
terpisah yaitu komparetemen darah dan komparetemen dialisat yang
dipisahkan membran semipermeabel untuk membuang sisa-sisa
metabolisme (Rahardjo et al, 2009). Sisa-sisa metabolisme atau racun
tertentu dari peredaran darah manusia itu dapat berupa air, natrium,
kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain. Hemodialisis
dilakukan 3 kali dalam seminggu selama 3-4 jam terapi (Brunner dan
Suddarth, 2013).

2. Dialisis peritoneal
Dialisis peritoneal merupakan terapi alternatif dialisis untuk
penderita GGK dengan 3-4 kali pertukaran cairan per hari (Prodjosudjadi
dan Suhardjono, 2014). Pertukaran cairan terakhir dilakukan pada jam
tidur sehingga cairan peritoneal dibiarkan semalaman (Price, Sylvia A &
M. Wilson, 2015). Terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien
Dialisis Peritoneal (DP). Indikasi medik yaitu pasien anak-anak dan orang
tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita
penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan
AV shunting, pasien dengan stroke pasien dengan residual urin masih
cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-
mortality.
3. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan cara pengobatan yang lebih disukai
untuk pasien gagal ginjal stadium akhir. Namun kebutuhan transplantasi
ginjal jauh melebihi jumlah ketersediaan ginjal yang ada dan biasanya
ginjal yang cocok dengan pasien adalah yang memiliki kaitan keluarga
dengan pasien. Sehingga hal ini membatasi transplantasi ginjal sebagai
pengobatan yang dipilih oleh pasien (Price, Sylvia A & M. Wilson, 2015).
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan
dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10
ml/mnt. Dialisis juga diiperlukan bila :
1. Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
2. Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
3. Overload cairan (edema paru)
4. Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
5. Efusi perikardial
6. Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.
Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG nya,
yaitu:
J. Pengkajian Fokus Keperawatan
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal
seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD
dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai
peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja
dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak
menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/ zat logam
dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih,
dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan
terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun
waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi
dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan
darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran
pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan
nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum,
bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat
otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung,
terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.

K. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai
berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan
retensi cairan dan natrium.
2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia mual muntah.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan sekunder.
5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
kapiler paru.
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury.
(Nanda, 2015)

L. Rencana Asuhan Keperawatan


N Diagnosa Keperawatan Tujuan & KH Kode NIC
O
1. Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 4130 Fluid Managemen
b.d penurunan haluaran urin selama 3x24 jam volume cairan 1. Kaji status
dan retensi cairan dan seimbang. masukan da
natrium. Kriteria Hasil: 2. Batasi masu
NOC : Fluid Balance 3. Identifikasi
- Terbebas dari edema, efusi, 4. Jelaskan pa
anasarka cairan
- Bunyi nafas bersih,tidak 5. Kolaborasi
adanya dipsnea
- Memilihara tekanan vena 2100 Hemodialysis t
sentral, tekanan kapiler paru, 1. Ambil sam
output jantung dan vital sign (misalnya B
normal. phospor) seb
thdp terapi.
2. Rekam tan
pernapasan,
respon terha
3. Sesuaikan t
yang tepat d
4. Bekerja se
menyesuaik
keterbatasan
cairan dan e
2 Gangguan nutrisi kurang Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1100 Nutritional Ma
dari kebutuhan tubuh b.d selama 3x24 jam nutrisi seimbang dan 1. Monitor adan

anoreksia mual muntah. adekuat. 2. Monitor adan

Kriteria Hasil: status nutrisi

NOC : Nutritional Status 3. Monitor albu

- Nafsu makan meningkat hematocrit le

- Tidak terjadi penurunan BB untuk perenc

- Masukan nutrisi adekuat 4. Monitor inta

- Menghabiskan porsi makan 5. Berikan mak

- Hasil lab normal (albumin, 6. Berikan pera

kalium) 7. Kolaborasi d
terapi

3 Perubahan pola napas Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3350 Respiratory Mo


berhubungan dengan selama 1x24 jam pola nafas adekuat. 1. Monitor
hiperventilasi paru Kriteria Hasil: respirasi
NOC : Respiratory Status 2. Catat
- Peningkatan ventilasi dan penggun
oksigenasi yang adekuat supraclav
- Bebas dari tanda tanda distress 3. Monitor
pernafasan hiperven
- Suara nafas yang bersih, tidak 4. Auskulta
ada sianosis dan dyspneu 3320 adanya v
(mampu mengeluarkan Oxygen Therap
sputum, mampu bernafas 1. Auskultasi b
dengan mudah, tidak ada 2. Ajarkan pas
pursed lips) 3. Atur posisi s
- Tanda tanda vital dalam 4. Batasi untuk
rentang normal 5. Kolaborasi p
4 Gangguan perfusi jaringan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 4066 Circulatory Ca
berhubungan dengan selama 3x24 jam perfusi jaringan 1. Lakukan pen
penurunan suplai O2 dan adekuat. periper. (cek
nutrisi ke jaringan sekunder. Kriteria Hasil: ekstremitas).
NOC: Circulation Status 2. Kaji nyeri
- Membran mukosa merah muda 3. Inspeksi kuli
- Conjunctiva tidak anemis 4. Atur posisi p
- Akral hangat memperbaiki
- TTV dalam batas normal. 5. Monitor statu
- Tidak ada edema 6. Evaluasi nad
7. Berikan thera
5. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3320 Oxygen therap
berhubungan dengan selama 3x24 jam, klien gangguan 1. Observas
perubahan membrane pertukaran gas teratasi hipovent
kapiler paru Kriteria Hasil: 2. Pertahan
- Tekanan oksigen di darah 3. Anjurkan
arteri (PaO2) tambaha
- Tekanan karbondioksida di 4. Konsults
darah arteri (PaCO2) penggun
- PH arterial
- Saturasi oksigen
- Keseimbangan perfusi
ventilasi
6. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1400 Pain Managem
dengan agen injury selama 3x24 jam, nyeri teratasi 1. Tentukan
Kriteria Hasil: 2. Kontrol
Pain Control menyeba
- Kenali awitan nyeri 3. Pilih dan
- Jelaskan faktor penyebab nyeri farmakol
- Gunakan obat analgesik dan 4. Observas
non analgesik ketidakn
- Laporkan nyeri yang
terkontrol
DAFTAR PUSTAKA
Bhagaskara, Liana, P., & Santoso, B. 2015. Hubungan Kadar Lipid dengan Kadar
Ureum & Kreatinin Pasien Penyakit Ginjal Kronik di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang. Kedokteran Dan Kesehatan, 2(2), 223–
230
Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:
Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa.
Jakarta: EGC
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. 2015. Nursing
Interventions Classification (NIC). Jakarta: mocomedia
Herdinan, Heather T. 2015. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan
Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC

Johnson, M. Etal. 2014. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby


Elsevier

Le Mone, Priscilla. 2016. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC
Loho, I. K. A., Rambert, G. I., & Wowor, M. F. (2016). Gambaran Kadar Ureum
Serum pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium 5 Non Dialisis. Jurnal
E-Biomedik, 4, 2–7
Moorhead, Sue. 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC). Jakarta:
mocomedia
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. 2010. Chronic Kidney Disease: A Practical
Guide to Understanding and Management. USA : Oxford University Press

National Kidney Foundation. 2010. Keeping Your Heart Healthy What You
Should Know About Lipids. Diakses dari:
https://www.kidney.org/sites/default/files/docs/11-50
2106_fba_patbro_hearthealthy_3_1_1.pdf pada tanggal 14 Oktober 2019

National Kidney Foundation. 2015. About Chronic Kidney Disease. Diakses dari:
https://www.kidney.org/kidneydisease/aboutckd pada tanggal 14 Oktober
2019
Prodjosudjadi W, Suhardjono, Suwitra K, et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Interna Publishing
Rahardjo et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, 2009
Siti Setiati, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta : Internal
Publishing; 2014
Senthilkumar, G. P., Anithalekshmi, M. S., Yasir, M., Parameswaran, S.,
Packirisamy, R. muthu, & Bobby, Z. 2017. Role of omentin 1 and IL-6 in
type 2 diabetes mellitus patients with diabetic nephropathy. Diabetes &
Metabolic Syndrome: Clinical Research & Reviews, 8–11

Smeltzer, S. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan


Suddarth. Volume 2 Edisi 12. Jakarta : EGC
Suharyanto dan Abdul, Madjid. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan

Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media

Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al.,
3rd ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing
2006:1035-1040

The Renal Association. 2013. CKD Stages. Diakses dari:


http://www.renal.org/information-resources/the-uk-eckd-guide/ckd-stages
pada tanggal 14 Oktober 2019

Yasir, R., Maiyesi, A. 2012. Pemeriksaan laboratorium cystatin c untuk uji fungsi
ginjal. Jurnal Kesehatan Andalas. 1(1): 10-5

Anda mungkin juga menyukai