Anda di halaman 1dari 26

FARMAKOLOGI

HIPERTENSI
 Definisi
1. Penyakit kardiovaskular yang diakibatkan karena peningkatan tekanan darah arteri dalam jangka waktu yang lama.
Akibatnya, tekanan darah di jantung mengalami peningkatan, dimana tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg serta
tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg ketika dalam keadaan istirahat.
2. Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah dengan kekuatan yang tinggi terhadap dinding arteri sewaktu jantung
berkontraksi (berdetak).
3. Tekanan darah diastolik adalah tekanan darah dengan kekuatan yang rendah terhadap pembuluh darah arteri
sewaktu jantung berelaksasi (beristirahat).
 Jenis hipertensi
1. Hipertensi primer (tidak diketahui penyebabnya).
 Faktor genetik (seperti mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stres, reaktifitas
pembuluh darah terhadap vasokontriktor, dan resistensi insulin)
 Faktor lingkungan (seperti pola makan, kebiasaan merokok, dan obesitas).
2. Hipertensi sekunder (dapat diketahui penyebabnya)
 Penyakit ginjal kronis
 Hipertensi renovaskular (tekanan darah tinggi akibat penyempitan arteri yang membawa darah ke
ginjal)
 Sleep apnea (gangguan tidur)
Kualitas tidur yang kurang baik akan memicu stress psikologis dan fisik yang berpengaruh terhadap organ
ginjal pada bagian adrenal korteks yang menghasilkan hormon kortisol, sehingga memicu kelenjar pituari
mensekresikan Adreno Corticotropin Hormone (ACTH). Dimana, ACTH ini berperan membantu
menghasilkan aldesteron yang menyebabkan peningkatan penyerapan ion natrium dan air pada ginjal,
akibatnya terjadi hiperterofi atrium dan ventrikel kiri jantung kemudian meningkatkan kerja jantung akibatnya
terjadilah peningkatan tekanan darah.
 Sindrom cushing (kumpulan gejala klinis akibat kelebihan kadar hormon kortisol dalam tubuh)
 Induksi oleh obat dan alcohol
 Pheochromocytoma (tumor langka pada kelenjar adrenal)
 Penyakit hipotiroid (kekurangan hormon tiroid) dan hipertiroid (kelebihan hormon tiroid)
Hormon tiroid meningkatkan metabolisme tubuh total dan konsumsi oksigen yang secara tidak langsung
meningkatkan beban kerja jantung. Selain itu, hormon tiroid juga menyebabkan efek inotropik, kronotropik,
dan dromotropik yang mirip dengan efek stimulasi adrenergic (meningkatkan kekuatan dan frekuensi denyut
jantung.
 Penyakit hiperparatiroid (kelebihan hormon paratiroid)
 Penyempitan aorta

 Klasifikasi hipertensi menurut ESH


Kategori Tekanan Darah Sitolik Tekanan Darah Diastolik (mmHg)
(mmHg)
Optimal < 120 <80
Normal 120-129 80-84
Normal Tinggi 130-139 85-89
Derajat 1 hipertensi 140-19 90-99
Derajat 2 hipertensi 160-179 100-109
Derajat 3 hipertensi >180 >110
Hipertensi sistolik >140 <90
terisolasi
 Patofisiologi hipertensi
Dalam tubuh manusia, mekanisme pengaturan tekanan darah dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Mekanisme pengaturan tekanan darah jangka pendek diatur oleh refleks kardiovaskular melalui:
 Sistem saraf pusat (yang berasal dari atrium dan arteri pulmonalis otot polos)
 Refleks kemoreseptor (yang menyebabkan vasokontriksi dan vasodilatasi pembuluh darah)
 Respon iskemia (keadaan dimana terjadinya kekurangan suplai darah ke jaringan atau organ tubuh) yang terjadi
pada beberapa detik sampai beberapa menit.

2. Mekanisme pengaturan tekanan darah jangka menengah dan panjang diatur melalui jumlah cairan tubuh yang
melibatkan organ ginjal dengan cara mempertahankan keseimbangan darah secara langsung atau tidak langsung.
 Mekanisme secara langsung, mengatur volume darah rata-rata 5 liter/menit.
 Mekanisme tidak langsung, mengatur perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga interstisial yang
dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopressin (hormon antidiuretik yang dihasilkan oleh otak di kelenjar
hipotalamus dan disimpan di kelenjar pituitary yang berguna untuk membantu ginjal dalam mengatur kadar air
di dalam tubuh).

Dari 2 mekanisme yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah, mekanisme umum yang sering terjadi
yaitu mekanisme pengaturan tekanan darah jangka menengah dan jangka panjang dengan melibatkan
angiotensinogen, yang bisa dilihat pada Gambar.

 Mekanisme ini diawali dengan munculnya faktor resiko seperti : umur, riwayat keluarga, sindrom metabolik
(diabetes mellitus, dislipidemia, obesitas), mikroalbuminuria, merokok, dan stres yang menyebabkan
peningkatan resistensi vaskular.
 Sehingga terjadi kerusakan pada ginjal terutama bagian korteks, akibatnya terjadi penurunan aliran darah ke
ginjal, yang menyebabkan ginjal merangsang pengeluaran enzim renin yang disimpan di sel
juxtaglomerular ginjal untuk mengubah Angiotensinogen (substrat renin) menjadi Angiotensin I
(dekapeptida yang tidak aktif).
 Kemudian Angiotensin I ini akan diubah oleh enzim Angiotensin Converting Enzym (dipeptidil
karboksipeptidase yang membagi histidil-leusin dari Angiotensin I inaktif) menjadi Angiotensin II.
 Angiotensin II inilah yang menyebabkan:
- Terjadinya vasokontriksi arteriolar, sehingga meningkatkan resistensi perifer, akibatnya terjadi
peningkatan tekanan darah.
- Memicu peningkatan reabsorpsi air sehingga urin yang diekskresikan sangat sedikit dan menjadi pekat.
Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari
bagian intraseluler, akibatnya terjadi peningkatan volume dan tekanan darah.
- Memicu pelepasan aldosteron dan peningkatan reabsorpsi natrium melalui stimulasi korteks adrenal.
Aldosteron akan mengurangi eksresi NaCl dengan mengabsorpsinya dari tubulus ginjal, akibatnya
konsentrasi terjadi peningkatan NaCl, sehinga perlu diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume
cairan ekstraseluler yang pada akhirnya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

 Faktor resiko hipertensi


1. Diabetes mellitus
Terjadi karena perubahan kadar gula darah, dimana kadar gula darahnya tinggi, sehingga
menempel pada dinding pembuluh darah. Kemudian terjadi proses oksidasi, dimana gula darah akan
bereaksi dengan protein dari pembuluh darah yang membentuk AGEs (zat yang dibentuk dari kelebihan gula
dan protein yang saling berikatan). Pembentukan AGEs ini akan menarik lemak yang jenuh atau kolesterol
yang kemudian menempel pada dinding pembuluh darah, akibatnya merusak dinding pembuluh darah
bagian dalam dan terjadi reaksi inflamasi yang membentuk plak (bersatunya sel darah merah, dan sel
pembekuan darah). Dimana, plak tersebut membuat dinding pembuluh darah menjadi keras, kaku, dan
akhirnya timbul penyumbatan yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah.

2. Dyslipidemia
Terjadi karena peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma, yang menyebabkan
peningkatan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kenaikan kadar trigliserida, dan penurunan kadar HDL.
Akibatnya terjadi penebalan dinding pembuluh darah dan akhirnya meningkatkan tekanan darah.

3. Obesitas
Obesitas terjadi akibat jumlah kalori yang masuk lewat makanan dan minuman lebih besar dari pada
jumlah kalori yang dikeluarkan untuk tumbuh kembang. Akibatnya massa tubuh semakin besar, sehingga
volume darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh semakin meningkat.
Akibatnya dinding arteri mendapatkan tekanan yang lebih besar, sehinggga jantung akan bekerja lebih kuat
dan terjadi peningkatan tekanan darah.
Selain itu, obesitas juga dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme pengaktifan system RAAS
dan peningkatan aktivitas simpatis, sehingga berhubungan dengan leptin. Dimana, leptin yang disekresikan
oleh sel adipose berikatan dengan reseptor pada hipotalamus, sehingga meningkatkan penyerapan ion
natrium dan air pada ginjal, serta mengubah substansi vasoaktif seperti NO, akibatnya terjadi hiperterofi
atrium dan ventrikel kiri jantung, meningkatkan kerja jantung, dan terjadilah peningkatan tekanan darah.

4. Microalbuminuria
Terjadi kerusakan organ ginjal, sehingga menyebabkan kerusakan endotel di glomerulus dan
pembuluh darah sistemik. Dimana, hal tersebut nantinya akan menyebabkan aterosklesrosis dan terjadi
peningkatan tekanan darah.

5. Merokok
Terjadi karena nikotin merangsang sistem saraf simpatik, sehingga melepaskan hormon stres
norephinephrine dan segera mengikat reseptor hormon alfa-1. Kemudian hormon ini mengalir dalam
pembuluh darah ke seluruh tubuh, sehingga jantung akan berdenyut lebih cepat (takikardia) dan pembuluh
darah akan mengalami vasokonstriksi. Selanjutnya akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan
menghalangi aliran darah secara normal, sehingga tekanan darah akan meningkat.
6. Stress
Teradi karena stress akan memicu pelepasan hormon adrenalin, kemudian akan meningkatkan tekanan
darah melalui kontraksi arteri (vasokontriksi) dan peningkatan denyut jantung. Apabila stres berlanjut, tekanan
darah akan tetap tinggi sehingga orang tersebut akan mengalami hipertensi.

 Diagnosis hipertensi
1. Keluhan pasien
Untuk mengetahui gejala yang muncul seperti: sakit kepala, berkeringat, takikardia, dan hipotensi apabila
mengalami phaeochromocytoma; serta muncul gejala seperti peningkatan berat badan, poliuria, edema,
ketidakteraturan menstruasi, dan timbul jerawat apabila mengalami sindrom cushing.
2. Pemeriksaan funduskopi
Untuk mengetahui penyempitan arteriolar, pendarahan pada retina, dan edema.
3. Pemeriksaan cardiopulmonary
Untuk mengetahui irama denyut jantung, hipertrofi ventrikel kiri, penyakit jantung koroner, dan gagal jantung.
4. Pemeriksaan perifer vascular
Untuk mengetahui bunyi pada aorta atau abdomen, kondisi vena yang mengalami pembengkakan, dan ada tidaknya
denyut perifer.

 Target terapi hipertensi


Indeks Biokimia Jenis Kelamin Parameter
Lingkar pinggang Pria Lebih kecil dari 35 inci.
Wanita Lebih kecil dari 31 inci.

Kolesterol HDL Pria Lebih besar dari 50 mg/dL.


Wanita Lebih besar dari 40 mg/dL.

Trigliserida Pria dan wanita Lebih kecil dari atau sama dengan 150 mg/dL.
Glukosa darah puasa Pria dan wanita Lebih kecil dari atau sama dengan 100 mg/dL.
Tekanan darah Pria dan wanita Lebih kecil dari atau sama dengan 130/85 mmHg.

 Goal tekanan darah


Kriteria ESH/ESC 2013 2014 Hypertension guideline
Tanpa komplikasi <140/90 mmHg ≥ 60 tahun
<150/90 mmHg
< 60 tahun atau ≥ 18 tahun
<140/90 mmHg
Pasien dengan diabetes atau CKD <140/85 mmHg ≥ 18 tahun
<140/90 mmHg
Lansia (≥ 80 tahun) 140/90 mmHg -
sampai 150/90
mmHg

 Pengobatan hipertensi
1. Terapi nonfarmakologi
a. Mengurangi asupan natrium
Mengurangi asupan natrium kurang lebih sebanyak 2,4 gram merupakan salah satu upaya untuk
menurunkan tekanan darah, karena apabila penderita hipertensi mengurangi konsumsi natrium, maka
konsentrasi natrium pada cairan di luar sel akan menurun, sehingga tidak akan menyebabkan penumpukan
cairan di ruangan ekstrasel, akibatnya jantung tidak harus bekerja keras untuk memompa darah ke seluruh
tubuh, dan tidak menyebabkan peningkatan tekanan darah.
b. Menurunkan bobot badan pada individu yang mengalami obesitas
Penurunan bobot badan dilakukan dengan cara menerapkan pola makan DASH (Dietary Approach to
Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium seperti : buah, sayur, dan produksi susu rendah lemak.
c. Mengurangi konsumsi alcohol
Mengurangi konsumsi alkohol dapat menurunkan tekanan darah, karena dengan mengurangi konsumsi
alkohol, maka tidak akan muncul efek seperti peningkatan keasaman darah, sehingga darah tidak akan
menjadi lebih kental dan jantung tidak bekerja lebih keras untuk memompa darah, akibatnya tidak terjadi
peningkatan tekanan darah.
d. Melakukan aktifitas fisik secara teratur
Melakukan aktivitas fisik secara teratur dapat menurunkan tekanan darah, karena dapat menyebabkan
relaksasi pembuluh darah, sehingga dapat mengurangi tahanan perifer, akibatnya aktifitas jantung untuk
memompa darah keseluruh tubuh akan berkurang sehingga terjadi penurunan denyut jantung, curah jantung,
dan terjadi penurunan tekanan darah.

2. Terapi farmakologi

Golongan Obat Nama Obat Mekanisme Kerja Efek Samping


ACE Inhibitor Kaptopril Menghambat ACE yang memperantarai Batuk kering,
pembentukan Angiotensin I menjadi hiperkalemia,
Angiotensin II sebagai vasokontriktor, insufisiensi ginjal,
sehingga terjadi penurunan sistem saraf angioedema
simpatis, penurunan resistensi vaskular
perifer, penurunan aldosteron, penurunan
retensi air dan Na+, peningkatan otot polos
vaskular, serta peningkatan bradikinin,
sehingga terjadi penurunan tekanan darah.

Angiotensin II Losartan Menghambat aktivitas Angiotensin II, Hiperkalemia,


Antagonis sehingga terjadi penurunan sistem saraf defisiensi fungsi
simpatis, peningkatan otot polos vaskular, ginjal, angioedema,
peningkatan bradikinin, penurunan hipotensi.
aldosteron, penurunan retensi air dan Na+,
sehingga terjadi penurunan tekanan darah.

Penghambat Propanolol  Menurunkan frekuensi denyut jantung, Hipoglikemia,


adrenoreseptor beta sehingga dapat menurunkan curah hiperkalemia, dan
(antagonis β2) jantung, dan akhirnya dapat menurunkan hiperlipidemia
tekanan darah.
 Menghambat renin, sehingga
menurunkan pembentukan Angiotensin
II, yang mengakibatkan penurunan
aldosteron, penurunan retensi air dan Na+,
penurunan volume darah, penurunan
curah jantung, dan penurunan tekanan
darah.

Penghambat Prazosin Menurunkan resistensi vaskular perifer dan Pusing, palpitasi,


adrenoreseptor alfa menurunkan tekanan darah arteri dengan cara ortostatik, dan
(antagonis α-1) menyebabkan relaksasi otot polos arteri dan hipotensi
vena.
Penghambat kanal Amlodipin Menghambat saluran Ca2+ dalam sel, sehingga Hiperplasia gingival
Ca2+ terjadi penurunan jumlah Ca2+ diluar sel, yang dan takikardia refleks.
menyebabkan vasodilatasi dan kontraksi otot
jantung.

Diuretik Thiazid Menurunkan tekanan darah dengan cara Hipokalemia dan


(hidroklorotiazid) meningkatkan asupan Na+ dan ekskresi air, ketidakseimbangan
sehingga menurunkan volume darah, elektrolit lainnya.
menurunkan curah jantung, dan menurunkan
resistensi perifer. Efek negatif pada
glukosadan lipid.

Loop diuretik Menghambat transport bersamaan antara Na+/ Hipokalemia dan


(furosemid) K+/ Cl-, sehingga menyebabkan retensi air, ketidakseimbangan
Na+, dan Cl-. elektrolit lainnya.

Diuretik hemat Amilorid dan triamteren (menghambat Hiperkalemia dan


kalium (amilorid, pengangkut epitel Na+ pada tubulus distal dan ginekomastia
triamteren, tubulus koligens).
spironolakton, dan
eplerenon) Spironolakton dan eplerenon (menurunkan
volume darah, meningkatkan sekresi urin
serta mengatasi kekurangan K+ dan Na+ akibat
diuretik lain, serta menurunkan remodelling
jantung yang terjadi pada gagal jantung).
Vasodilator Isosorbid dinitrat, Menyebabkan relaksasi otot polos vaskular Edema, hipertrikosis
minoxidil, sehingga dapat menurunkan resistensi dan (minoxidil),
hidralazin tekanan darah. takikardia, sindrom
seperti lupus
(hidralazin).

 Obat kaptopril
1. Memiliki struktur kimia 1-[(2S)-3-mercapto-2-methylpropionyl]-L-proline

2. Memiliki bentuk kristal putih yang memiliki sedikit bau belerang, larut dalam air (sekitar 160 mg / mL), metanol,
etanol, dan sedikit larut dalam kloroform serta etil asetat.
3. Kekuatan sediaannya 12,5 mg, 25 mg, 50 mg, dan 100 mg yang diberikan secara oral.
4. Bahan aktif: selulosa mikrokristalin, pati jagung, laktosa, dan asam stearat.
5. Farmakokinetik
Absorpsi
 Diberikan secara oral yaitu melalui mulut, masuk ke lambung dan di dalam lambung obat tersebut dihancurkan
kedalam bentuk partikel-partikel kecil untuk di absorbsi di usus halus.
 Rata-rata minimal obat yang di absorbsi adalah 75% dan berkurang menjadi 30-40% dengan adanya makanan,
serta 25-30% captopril akan berikatan dengan protein.
 Durasi pada dosis tunggal selama 6-12 jam dengan onset 1 jam.
 Waktu paruh dipengaruhi oleh fungsi ginjal dan jantung yaitu kurang dari 3 jam.
 Bioavailabilitasnya kurang lebih 65%, serta konsentrasi puncak dalam plasma adalah 45-60 menit setelah di
berikan secara oral.

Distribusi
Melewati plasenta dan dalam jumlah yang kecil masuk kedalam air susu, sehingga distribusi obat ini tidak melewati
blood brain barrier.
Metabolisme
Terjadi di hati sekitar 50% dan diekskresikan melalui urin (95%) dalam waktu 24 jam.
Eksresi
Terjadi di ginjal, dimana lebih dari 95% dosis yang di absorbsi dikeluarkan dalam urin.

6. Farmakodinamik
 Menghambat ACE untuk mengubah angiostensin I yang belum aktif menjadi angiostensin II yang bersifat aktif.
 Karena pembentukan angiostensin II terhambat, maka :
a. Terjadi vasodilatasi, penurunan sekresi aldosterone (karena meningkatkan serum potassium level)
sehingga ginjal mensekresi natrium dan cairan, mensekresi kalium, akhirnya mengurangi beban jantung,
baik after-load maupun preload.
b. Mengurangi resistensi arteri perifer dan meningkatkan cardiac output.
c. Meningkatkan aliran darah di ginjal tetapi tidak memberikan efek pada filtrasi di glomerulus.
d. Meningkatkan pengeluaran bradikinin (vasodilator kuat) sehingga menstimulus pelepasan prostaglandin
dan nitric oxide. Peningkatan bradikinin dapat meningkatkan efek penurunan tekanan darah, tetapi juga
dapat memberikan efek samping berupa batuk kering.
e. Penurunan tekanan darah biasanya 60-90 menit setelah obat ini di berikan secara oral.

7. Dosis yang harus diberikan


 Untuk orang dewasa, dosis awalnya adalah 12,5 mg dua kali sehari. Bila setelah 2 minggu penurunan tekanan
darah masih belum memuaskan, maka dosis dapat ditingkatkan menjadi 25 mg tiga kali sehari.
 Maksimum dosis captopril untuk hipertensi tidak boleh lebih dari 450 mg.
 Captopril diberikan 3 kali sehari dan pada saat perut kosong yaitu setengah jam sebelum makan atau 2
jam setelah makan.

8. Kontraindikasi pada pasien yang hipersensitif terhadap obat kaptopril misalnya pasien yang mengalami
angioedema.
9. Interaksi obat dan makanan
 Kombinasi inhibitor RAS
a. Dapat menyebabkan peningkatan resiko hipotensi, hiperkalema, dan perubahan fungsi ginjal.
b. Pantau tekanan darah, fungsi ginjal, dan elektrolit.
c. Jangan menggunakan aliskiren bersama Capoten pada pasien dengan diabetes dan pada pasien dengan
gangguan ginjal (GFR <60 ml/menit).
 COX 2 inhibitor
a. Dapat menurunkan fungsi ginjal, termasuk kemungkinan gagal ginjal akut.
b. Dapat mengurangi efek yang ditimbulkan oleh kaptopril.
c. Pantau fungsi ginjal secara berkala.
 Diuretik HCT
a. Tingkat keparahan interaksi moderat
b. Jenis interaksi farmakodinamik
c. Dapat menurunkan efek loop diuretic
d. Pantau volume cairan dan berat badan pasien
 Metformin dan glimepirid
a. Tingkat keparahan interaksi moderat
b. Jenis interaksi farmakokinetik
c. Dapat meningkatkan efek metformin dalam menurunkan kadar gula darah (hipoglikemia)
d. Pantau hipoglikemia dan perlu dilakukan penyesuaian dosis.
 Meloxicam
a. Tingkat keparahan interaksi moderat
b. Jenis interaksi farmakokinetik
c. Dapat menurunkan tekanan darah (hipotensi), mengurangi efek kaptopril.
d. Pantau tekanan darah, parameter hemodinamik, dan fungsi ginjal.
 Allopurinol
a. Tingkat keparahan interaksi mayor
b. Jenis interaksi belum diketahui
c. Dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas parah
d. Pantau jumlah sel darah putih, menghentikan obat jika terjadi dyspnea, penyempitan tenggorokan dll.
 Metilprednisolon dan diklofenak
a. Tingkat keparahan interaksi moderat
b. Jenis interaksi farmakokinetik
c. Dapat menginduksi natrium dan retensi cairan.
d. Pantau tekanan darah, kadar elektrolit, dan berat badan secara teratur.
 Aspirin
a. Tingkat keparahan interaksi moderat
b. Jenis interaksi farmakokinetik
c. Dapat mengurangi efek hipotensi dan vasodilator.
d. Pantau tekanan darah dan fungsi ginjal.

 Metode pengukuran tekanan darah


Untuk melakukan pengukuran tekanan darah dapat dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan metode
langsung (invasive) dan metode tidak langsung (non invasive). Metode langsung (invasive) merupakan metode
yang dapat digunakan dalam menentukan akurasi alat tekanan darah tidak langsung. Alat yang biasa digunakan
pada metode langsung yaitu radiometri dan kateter.
1. Radiometri
 Merupakan alat tekanan darah yang melibatkan pemancaran radio dalam tubuh hewan pengerat.
 Keuntungannya dapat mengukur tekanan darah secara terus menerus pada hewan uji yang bergerak bebas.
 Kekurangannya timbul kesakitan yang terkait dengan pembedahan implantasi awal dari pemancaran
radio, peningkatan stres pada hewan terutama tikus, serta memerlukan biaya yang tinggi untuk pengaturan
peralatan awal dan pemancar karena harus dilakukan perawatan yang rutin.
2. Kateter
 Merupakan alat tekanan darah yang dilakukan dengan cara dimasukkan ke dalam arteri.
 Keuntungan dapat memberikan hasil yang sangat tepat.
 Kekurangannya dapat menyebabkan bahaya yang timbul saat pemasangan kateter, seperti: terjadi
inflamasi pada area penusukan, tertekuknya kateter sehingga menimbulkan pembekuan darah, serta
tromboflebitis (peradangan dan pembekuan dalam pembuluh darah)
Metode Tidak Langsung (non-invasive)
1. Dilakukan menggunakan metode Tail Cuff (CODATM), dengan cara memasukkan tikus terlebih dahulu
kedalam restainer (kandang individual) dengan ukuran yang tepat untuk satu tikus, namun ekor tikus
dibiarkan menjuntai keluar
2. Setelah itu ekor tikus dijepit dengan alat pressure kit yang dihubungkan dengan pressure meter
3. Lalu cuff akan digelembungkan sampai mencapai tekanan darah diatas tekanan darah sistolik, sehingga nadi
menghilang.
4. Kemudian cuff akan dikurangi secara perlahan hingga mencapai tekanan darah dibawah tekanan darah
sistolik, sehingga nadi akan muncul dan dapat dilihat pada komputer yang terhubung dengan alat CODATM

 Hasil pengukuran tekanan darah sistolik


Kelompok Rata-rata ± SD Tekanan Darah Sistolik (mmHg)
T0 T7 T14 T21 T28
Normal 102,8 ± 2,683 104,6 ± 1,949αβγδπ 105,8 ± 2,588αβγ δπ 108,0 ± 1,871αβγδπ 108,8 ± 2,049αβγδπ
Induksi 103,2 ± 2,168 144,0 ± 2,121* 176,0 ± 3,000* 193,4 ± 2,302*βγδπ 213,2 ± 2.280*βγδπ
Pembanding 104,0 ± 2,550 144,2 ± 1.924* 176,2 ± 3,114* 151,2 ± 0,837*α 132,4 ± 1,817*α
Uji 1 103,0 ± 1,581 143,2 ± 2,864* 175,4 ± 1,140* 151,4 ± 1,140*α 133,8 ± 1,304*αδπ
Uji 2 104.2 ± 2,588 143,4 ± 2,702* 176,0 ± 2,121* 149,6 ± 2,302*α 131,0 ± 2,345*αγ
Uji 3 103,0 ± 1,581 143,0 ± 2,345* 176,8 ± 1,643* 149,0 ± 2,236*α 130,0 ± 2,550*αγ

*) Ada perbedaan yang bermakna dengan kelompok normal.


α) Ada perbedaan yang bermakna dengan kelompok induksi.
β) Ada perbedaan yang bermakna dengan kelompok pembanding.
γ) Ada perbedaan yang bermakna dengan kelompok uji 1.
δ) Ada perbedaan yang bermakna dengan kelompok uji 2.
π) Ada perbedaan yang bermakna dengan kelompok uji 3.

a. Kelompok normal
 Berbeda bermakna dengan semua kelompok
 Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Safitri, R & Candra, A bahwa penurunan tekanan
darah tidak sebanding dengan kelompok normal dikarenakan berbagai faktor, salah satunya yaitu
bobot badan yang akan menyebabkan peningkatan aktivitas fisik, sehingga akan menurunkan
mediator inflamasi, menimbulkan stress oksidatif, dan pada akhirnya akan mempengaruhi
tekanan darah.
 Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasimun, P dkk bahwa dengan pemberian induksi
makanan tinggi lemak dan minuman fruktosa 25% dapat meningkatkan bobot badan lebih dari
20%, akibatnya kelompok yang diberi induksi tersebut akan mengalami obesitas. Dimana, keadaan
obesitas ini akan meningkatkan resiko terjadinya sindrom metabolik terutama penyakit hipertensi.

b. Kelompok induksi
 Berbeda bermakna dengan semua kelompok
 Pemberian induksi makanan tinggi lemak dan minuman fruktosa 25% selama 28 hari, dapat
meningkatkan tekanan darah sistolik sebesar 51,59%, dimana rentang peningkatannya itu dari
103,2 - 213,2 mmHg.
 Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasimun, P dkk bahwa dengan pemberian induksi
makanan tinggi lemak dan minuman fruktosa 25% selama 21 hari dapat meningkatkan tekanan
darah sistolik sebesar 64,7%.
c. Kelompok pembanding
 Tidak berbeda bermakna dengan kelompok uji.
 Pemberian kaptopril 2,5 mg/kg BB dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 24,86%,
dimana rentang peningkatannya itu dari 151,2-132,4 mmHg.
 Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Harwoko dkk bahwa pada kelompok yang diberi obat
kaptopril 2,5 mg/kgBB tidak memiliki perbedaan yang bermakna (p>0,05) dengan kelompok
yang diberi CFCA (Chloroform Fraction of Centella asiatica leaf) dosis 10, 15, dan 20 mg/kgBB
serta kelompok yang diberi EECA (Ethanolic Extract of Centella asiatica) dosis 400 mg/kgBB.
 Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hussaana, A dkk bahwa pada kelompok yang diberi
obat kaptopril tidak memiliki perbedaan yang bermakna (p=0,066) dengan kelompok yang
diberi ramuan jamu (mengandung Centella asiatica) selama 4 minggu.

d. Kelompok ekstrak daun pegagan 50, 100, dan 200


 Kelompok ekstrak pegagan 50 mg/kgBB memiliki perbedaan yang bermakna dengan kelompok
ekstrak pegagan 100 dan 200 mg/kgBB.
 Persentase penurunan ekstrak daun pegagan 50 mg/kgBB sebesar 23,72%, dengan rentang 151,4-133,8
mmHg.
 Persentase penurunan ekstrak daun pegagan 100 mg/kgBB sebesar 25,57%, dengan rentang 149,6-
131,0 mmHg.
 Persentase penurunan ekstrak daun pegagan 200 mg/kgBB sebesar 26,36%, dengan rentang 149,0-
130,0 mmHg.

 Hasil pengukuran tekanan darah diastolik


Kelompok Rata-rata ± SD Tekanan Darah Diastolik (mmHg)
T0 T7 T14 T21 T28
Normal 70,4 ± 1,517 72,4 ± 2,191αβγ δπ 75,4 ± 2.191αβγ δπ 75,6 ± 2,608αβγδπ 77,0 ± 1,871αβγδπ
Induksi 70,0 ± 3,536 105,4 ± 2,074* 122,4 ± 3.362* 129,6 ± 1,817*αβγδπ 173,6 ± 2,702αβγδπ
Pembanding 69,6 ± 2,074 106,4 ± 2,702* 123,4 ± 3,782* 108,8 ± 3,768*α 86,4 ± 2,702*α
Uji 1 70,0 ± 1,581 105,8 ± 2,775* 122,4 ± 2,302* 107,8 ± 2,588*α 85,2 ± 1,643*α
Uji 2 70,2 ± 1,643 106,2 ± 2,775* 123,6 ± 2,074* 106,8 ± 1,924*α 84,2 ± 2,387*α
Uji 3 70,2 ± 1,304 105,4 ± 1,817* 122,0 ± 2,000* 105,8 ± 1,924*α 83,8 ± 2,387*α

*) Ada perbedaan yang bermakna dengan kelompok normal.


α) Ada perbedaan yang bermakna dengan kelompok induksi.
β) Ada perbedaan yang bermakna dengan kelompok pembanding.
γ) Ada perbedaan yang bermakna dengan kelompok uji 1.
δ) Ada perbedaan yang bermakna dengan kelompok uji 2.
π) Ada perbedaan yang bermakna dengan kelompok uji 3.

a. Kelompok normal
 Berbeda bermakna dengan semua kelompok
 Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Safitri, R & Candra, A bahwa penurunan tekanan
darah tidak sebanding dengan kelompok normal dikarenakan berbagai faktor, salah satunya yaitu
bobot badan yang akan menyebabkan peningkatan aktivitas fisik, sehingga akan menurunkan
mediator inflamasi, menimbulkan stress oksidatif, dan pada akhirnya akan mempengaruhi tekanan
darah.
 Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasimun, P dkk bahwa dengan pemberian induksi
makanan tinggi lemak dan minuman fruktosa 25% dapat meningkatkan bobot badan lebih dari
20%, akibatnya kelompok yang diberi induksi tersebut akan mengalami obesitas. Dimana, keadaan
obesitas ini akan meningkatkan resiko terjadinya sindrom metabolik terutama penyakit hipertensi.
b. Kelompok induksi
 Berbeda bermakna dengan semua kelompok
 Pemberian induksi makanan tinggi lemak dan minuman fruktosa 25% selama 28 hari, dapat
meningkatkan tekanan darah diastolik sebesar 59,68%, dimana rentang peningkatannya itu dari
70,0 – 173,6 mmHg.
 Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasimun, P dkk bahwa dengan pemberian induksi
makanan tinggi lemak dan minuman fruktosa 25% selama 21 hari dapat meningkatkan tekanan
darah diastolik sebesar 41,6%.

c. Kelompok pembanding
 Tidak berbeda bermakna dengan kelompok uji
 Pemberian kaptopril 2,5 mg/kg BB dapat menurunkan tekanan darah diastolik sebesar 29,986%,
dimana renang peningkatannya itu dari 108,8-86,4 mmHg.
 Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hussaana, A dkk bahwa pada kelompok yang diberi
obat kaptopril tidak memiliki perbedaan yang bermakna (p=0,066) dengan kelompok yang diberi
ramuan jamu (mengandung Centella asiatica) selama 4 minggu.

d. Kelompok ekstrak daun pegagan 50, 100, dan 200


 Kelompok ekstrak pegagan 50 mg/kgBB tidak memiliki perbedaan yang bermakna dengan
kelompok ekstrak pegagan 100 dan 200 mg/kgBB.
 Persentase penurunan ekstrak daun pegagan 50 mg/kgBB sebesar 30,39%, dengan rentang 107,8-85,2
mmHg.
 Persentase penurunan ekstrak daun pegagan 100 mg/kgBB sebesar 31,07%, dengan rentang 106,8-84,2
mmHg.
 Persentase penurunan ekstrak daun pegagan 200 mg/kgBB sebesar 32,79%, dengan rentang 105,8-83,8
mmHg.

KEKAKUAN ARTERI
 Hipertensi dan kekakuan arteri
1. Hipertensi dan kekakuan arteri akan meningkat seiring bertambahnya usia, sehingga penyakit ini sangat
berhubungan dengan peningkatan morbiditas serta mortalitas yang diakibatkan karena penyakit kardiovaskular.
2. Kekakuan arteri dapat timbul pada penderita hipertensi karena pada umumnya obat hipertensi yang tersedia saat
ini hanya dapat menurunkan tekanan darah, namun belum tentu dapat memperbaiki elastisitas pembuluh
darah. Akibatnya penderita hipertensi mengalami tekanan darah yang terkontrol, sedangkan untuk elastisitas
pembuluh darahnya belum tentu terkontrol.
3. Oleh karena itu penderita hipertensi tersebut masih mengalami komplikasi pada organ lain, seperti : otak
(mengakibatkan stroke), mata (mengakibatkan retinopati hipertensif), jantung (mengakibatkan infark miokard,
jantung koroner, dan gagal jantung kongesif), serta ginjal (mengakibatkan gagal ginjal kronis.
 Patofisiologi kekakuan arteri
1. Pada kondisi fisiologis yang sehat, gelombang nadi berjalan menyusuri aorta dan sebagian direfleksikan
kembali ke jantung, sedangkan gelombang yang tersisa akan ditransmisikan ke sistem peredaran darah
kecil, sehingga akan meningkatkan aliran darah pulsatil yang rendah dalam jaringan.
2. Ketika aorta mengalami kekakuan, gelombang tekanan nadi bergerak menuju aorta dengan kecepatan yang
meningkat dan jumlah yang lebih besar dari gelombang yang ditransmisikan ke sistem peredaran darah
kecil.
3. Peningkatan gelombang yang ditransmisikan ini akan menghasilkan aliran darah pulsatil yang lebih besar pada
jaringan, sehingga menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil, terjadinya hipertensi dan iskemia
miokardial, serta dapat menyebabkan kerusakan pada organ jantung, otak, dan ginjal.
 Metode denyut jantung dan kekakuan pembuluh darah
1. Menggunakan alat pulse wave velocity dan elektrokardiogram.
2. Keuntungannya tingkat akurasi yang tinggi, pengukuran dilakukan tanpa melakukan pemberian obat anestesi, dan
membutuhkan waktu yang relatif singkat.
3. Alat ini menggunakan 2 sensor ultasonik, yaitu : sensor elektrokardiogram (EKG) dan photoplethysmography
(PPG).
4. Sensor elektrokardiogram memiliki kemampuan untuk mengukur potensi yang berbeda antara kaki depan kiri
dan kanan dengan kaki belakang kanan akibat kontraksi otot-otot jantung. Hal ini dilakukan dengan cara
menandai waktu ketika ventrikel berkontraksi untuk memompa darah keluar dari jantung yang ditempatkan di kaki
depan kiri dan kanan, serta kaki belakang kanan hewan uji.
5. Sedangkan sensor PPG memiliki kemampuan untuk mengukur perubahan volume darah yang ditempatkan di
dasar ekor. Sinyal kaki dari sensor PPG digunakan sebagai waktu acuan kedua untuk menandai waktu masuknya
darah yang dipompa dari jantung.
6. Kemudian sensor EKG dan PPG analog ini akan menghasilkan nilai PWV dengan cara dihitung menggunakan
rumus berikut:
𝐿
𝑃𝑊𝑉 =
𝑃𝐴𝑇 − 𝑃𝐸𝑃

L = panjang arteri yang diukur dari titik posisi jantung ke posisi sensor PPG dipangkal ekor
PEP = 15 ms
PAT = jumlah dari nilai PEP dengan PTT

7. Hasil pengukuran PWV rata-rata untuk tikus normal adalah sekitar 300-500 cm/s. Sedangkan hasil pengukuran
PWV rata-rata untuk tikus normal berusia 1 – 3 bulan yaitu sebesar 480 cm/s.

 Pengukuran denyut jantung


1. Denyut jantung merupakan parameter yang sangat penting dalam menentukan resiko penyakit kardiovaskular.
Karena, denyut jantung ini menandakan kondisi fisiologi dan keadaan aktivitas sistem saraf otonom yang dapat
dilihat dari berapa kali denyut jantung per menit.

Kelompok Normal
4000
3000
2000
1000
0
24.398 24.598 24.798 24.998 25.198
-1000
-2000
-3000

EKG1 EKG2 EKG3 PPG


2. Hasil pengukuran
Kelompok Rata-rata ± SD Denyut Jantung (denyut/menit)
T0 T7 T14 T21 T28
Normal 371,7 ± 2.517 371,0 ± 1,000αβγ δπ 371,7 ± 1,528αβγδπ 370,3 ± 2,082αβγ δπ 370,7 ± 2,517αβγ δπ
Induksi 370,3 ± 2,082 442,3 ± 4,528* 525,7 ± 1,528* 593,0 ± 2,000*βγδπ 655,7 ± 2,082*βγδπ
Pembanding 372,0 ± 2,000 441,3 ± 1,528* 526,7 ± 1,528* 493,3 ± 1,528*α 449,7 ± 2,082*α
Uji 1 370,7 ± 2,517 442,3 ± 2,517* 526,0 ± 2,000* 493,0 ± 1,732*α 449,3 ± 1,155*α
Uji 2 370,7 ± 2,517 442,0 ± 2,646* 526,7 ± 1,528* 493,0 ± 1,000*α 448,3 ± 0,577*α
Uji 3 371,0 ± 2,646 442,0 ± 3,000* 526,3 ± 1,528* 492,0 ± 1,000*α 447,0 ± 1,000*α

*) Ada perbedaan yang bermakna dengan kelompok normal.


α) Ada perbedaan yang bermakna dengan kelompok induksi.
β) Ada perbedaan yang bermakna dengan kelompok pembanding.
γ) Ada perbedaan yang bermakna dengan kelompok uji 1.
δ) Ada perbedaan yang bermakna dengan kelompok uji 2.
π) Ada perbedaan yang bermakna dengan kelompok uji 3.

a. Kelompok normal
Denyut jantung memiliki perbedaan yang bermakna dengan kelompok normal, tetapi denyut jantung yang
dihasilkan telah sesuai dengan rentang denyut jantung tikus normal yang berkisar antara 250-450 denyut/menit.
b. Kelompok induksi
 Berbeda bermakna dengan semua kelompok.
 Pemberian induksi makanan tinggi lemak dan minuman fruktosa 25% selama 28 hari, dapat meningkatkan
denyut jantung sebesar 43,52%, dimana rentang peningkatannya itu dari 370,3-655,7 denyut/menit.
 Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh de Castro, U. G. M dkk bahwa makanan tinggi lemak 40%
dapat meningkatkan denyut jantung tikus muda setelah dilakukan pemberian selama 6-10 minggu,
dan pada 13 minggu. Sedangkan minuman fruktosa 60% dapat meningkatkan denyut jantung tikus tua
setelah dilakukan pemberian selama 6 minggu dan 13 minggu.
c. Kelompok pembanding
 Tidak berbeda bermakna dengan kelompok uji
 Pemberian kaptopril 2,5 mg/kg BB dapat menurunkan denyut jantung sebesar 14,84%, dimana rentang
peningkatannya itu dari 493,3-449,7.
d. Kelompok ekstrak daun pegagan 50, 100, dan 200
 Kelompok ekstrak pegagan 50 mg/kgBB tidak memiliki perbedaan yang bermakna dengan kelompok
ekstrak pegagan 100 dan 200 mg/kgBB.
 Persentase penurunan ekstrak daun pegagan 50 mg/kgBB sebesar 14,58%, dengan rentang 493,3-449,7.
 Persentase penurunan ekstrak daun pegagan 100 mg/kgBB sebesar 14,93%, dengan rentang 493,0-449,3.
 Persentase penurunan ekstrak daun pegagan 200 mg/kgBB sebesar 14,86%, dengan rentang 492,0-447,0.
 Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Harwoko dkk bahwa kelompok yang diberi kaptopril 2,5
mg/kgBB dan kelompok yang diberi CFCA (Chloroform Fraction of Centella asiatica) dosis tinggi, dapat
menurunkan denyut jantung sebesar 12-19%.

 Pengukuran kekakuan pembuluh darah


1. Metode non-invasif yang berguna untuk mengukur elastisitas pembuluh darah. Elastisitas pembuluh darah ini
merupakan salah satu parameter untuk menilai risiko penyakit kardiovaskular, karena apabila pembuluh
darahnya tidak elastis, maka akan menimbulkan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular.
2. Hal ini berarti bahwa pulse wave velocity (PWV) dapat dijadikan sebagai salah satu penentu risiko terjadinya penyakit
kardiovaskular.
3. Hasil pengukuran
Kelompok Rata-rata ± SD Pulse Wave Velocity (cm/s)
T0 T7 T14 T21 T28
Normal 346.0 ± 4.301 348.2 ± 3.421αβγ δπ 351.8 ± 1.483αβγ δπ 353.8 ± 1.304αβγ δπ 356.2 ± 1.304αβγ δπ
Induksi 347.6 ± 3.362 442.8 ± 2.950* 553.0 ± 1.871* 641.8 ± 2.588*βγδπ 656.0 ± 2.345*βγ δπ
Pembanding 344.4 ± 3.362 444.6 ± 4.930* 553.0 ± 2.345* 544.2 ± 3.962*α δπ 526.0 ± 3.873*αγ δπ
Uji 1 347.4 ± 2.074 445.2 ± 4.087* 552.0 ± 1.225* 541.8 ± 2.387*α 522.0 ± 1.581*αβδπ
Uji 2 346.8 ± 1.789 444.8 ± 3.114* 552.0 ± 1.581* 539.6 ± 2.702*αβ 518.4 ± 2.074*αβγ
Uji 3 346.0 ± 3.391 432.0 ± 3.421* 553.4 ± 2.074* 539.8 ± 1.924*αβ 518.0 ± 2.236*αβγ

*) Ada perbedaan yang bermakna dengan kelompok normal.


α) Ada perbedaan yang bermakna dengan kelompok induksi.
β) Ada perbedaan yang bermakna dengan kelompok pembanding.
γ) Ada perbedaan yang bermakna dengan kelompok uji 1.
δ) Ada perbedaan yang bermakna dengan kelompok uji 2.
π) Ada perbedaan yang bermakna dengan kelompok uji 3.

a. Kelompok normal
Kekakuan pembuluh darah memiliki perbedaan yang bermakna dengan kelompok normal.
b. Kelompok induksi
 Berbeda bermakna dengan semua kelompok.
 Pemberian induksi makanan tinggi lemak dan minuman fruktosa 25% selama 28 hari, dapat meningkatkan
kekakuan pembuluh darah sebesar 47,01%, dimana rentang peningkatannya itu dari 347,6 – 656,0 cm/s.
 Sesuai sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasimun, P dkk bahwa dengan pemberian induksi
makanan tinggi lemak dan minuman fruktosa 25% selama 21 hari dapat meningkatkan kekakuan arteri
yang ditandai dengan peningkatan nilai kecepatan gelombang denyut jantung.
c. Kelompok pembanding
 Berbeda bermakna dengan kelompok uji
 Pemberian kaptopril 2,5 mg/kg BB dapat menurunkan kekakuan pembuluh darah sebesar 4,88%,
dimana rentang peningkatannya itu dari 544,2-526,0.
d. Kelompok ekstrak daun pegagan 50, 100, dan 200
 Kelompok ekstrak pegagan 50 mg/kgBB memiliki perbedaan yang bermakna dengan kelompok ekstrak
pegagan 100 dan 200 mg/kgBB.
 Persentase penurunan ekstrak daun pegagan 50 mg/kgBB sebesar 5,43%, dengan rentang 541,8-522,0.
 Persentase penurunan ekstrak daun pegagan 100 mg/kgBB sebesar 6,09%, dengan rentang 539,6-518,4.
 Persentase penurunan ekstrak daun pegagan 200 mg/kgBB sebesar 6,40%, dengan rentang 539,8-518,0.
 Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Intharachatorn, T & Srisawat bahwa Centella asiatica
mengandung flavonoid (quersetin) yang berperan dalam menurunkan tekanan darah sistolik dan
diastolik.

MAKANAN TINGGI LEMAK 40% DAN MINUMAN FRUKTOSA 25%


 Dapat menyebabkan peningkatan bobot badan, sehingga akan terjadi peningkatan produksi angiotensinogen di
jaringan lemak, yang pada akhirnya akan menstimulasi sistem Renin Angiotensin Aldosteron (mediator disfungsi
vaskuler dan stress oksidatif) serta jaringan kardial.
 Stimulasi yang ditimbulkan oleh Renin Angiotensin Aldosteron akan berdampak terhadap penurunan ekspresi
protein eNOS (berfungsi sebagai vasodilator kuat) yang akan menghasilkan Nitric Oxide.
 Sehingga apabila produksi eNOS ini mengalami penurunan, maka akan terjadi vasokontriksi pembuluh darah, dan
pada akhirnya menimbulkan peningkatan tekanan darah.
 Efek lain makanan tinggi lemak
1. Menimbulkan peningkatan penyempitan pembuluh darah karena memicu terjadinya peningkatan kadar
kolesterol dalam darah, terutama kadar kolesterol LDL (low density lipoprotein).
2. Kadar kolesterol LDL ini akan menempel dan mengendap pada dinding pembuluh darah, sehingga akan
terbentuk plaque, yang pada akhirnya plaque tersebut akan menyumbat pembuluh darah, dan memaksa jantung
memompa lebih kuat, akibatnya berpengaruh terhadap tekanan darah dan elastisitas pembuluh darah.
 Efek lain minuman fruktosa 25%
1. Hiperurisemia
Timbul karena metabolisme fruktosa membutuhkan ATP yang sangat banyak, akibatnya terjadi
pembentukan asam urat yang berlebihan, yang kemudian akan menyebabkan kerusakan endotel pembuluh
darah, dan akhirnya terjadi peningkatan tekanan darah.
2. Peningkatan vasokontriksi
 Pemberian minuman fruktosa dapat menimbulkan pembentukan senyawa aldehid (hasil metabolisme
fruktosa) yang akan berikatan dengan membran protein golongan sulfihidril, sehingga menimbulkan
gangguan pada kanal Ca+ yang terdapat dalam membran sel otot polos pembuluh darah.
 Gangguan pada kanal Ca+ ini akan menyebabkan peningkatan kadar kalsium bebas dalam sitosol otot polos
vaskuler sehingga akan muncul efek seperti: hiperaktivitas vaskuler, vasokontriksi (penyempitan pembuluh
darah), menonaktifkan vasodilator, peningkatan resistensi perifer, yang pada akhirnya akan
menimbulkan peningkatan tekanan darah.
3. Peningkatan reabsorpsi natrium dan air diusus halus
Pemberian minuman fruktosa dapat menyebabkan terjadinya peningkatan volume cairan (reabsorpsi natrium dan
air), yang pada akhirnya akan meningkatkan curah jantung.

NIRIT OKSIDA
 Senyawa kimia yang berperan penting untuk transportasi sinyal listrik dalam sel.
 Disintesis dalam endotel pembuluh darah, yang diproduksi dengan cara memetabolisme L-arginin yang dikatalis
oleh enzim eNOS (endotel nitrit oksida sintetase). Kemudian NO yang terbentuk akan menstimulasi guanylyl cyclase
untuk membentuk 3ʹ, 5ʹ-cyclic guanosine monophosphate (cGMP).
 Dimana efek yang ditimbulkan dari pembentukan 3ʹ, 5ʹ-cyclic guanosine monophosphate yaitu vasodilatasi sel-sel
otot polos pembuluh darah, mencegah pelekatan dan agregasi trombosit, penggunaan efek anti-inflamasi,
antiproliferatif, dan antimigratory pada leukosit, sel endotel, dan sel otot polos vaskular, sehingga memberikan
perlindungan dari penyakit aterosklerosis.
BAHAN ALAM
TANAMAN PEGAGAN
 Tumbuh di daerah tropis dan subtropics.
 Memiliki 3 varietas yang umum, yaitu : Centella asiatica (pennywort asiatik), Hydrocotyle bonariensis (pennywort
rawa berdaun besar), dan Hydrocotyle sibthorpioides (pennywort rawa berumput).
 Bagian tanaman pegagan
1. Akar (radix)
 Berwarna putih yang disertai rimpang pendek dan stolon yang merambat dengan panjang 10-80 cm
yang tumbuh di setiap ruas.
 Berfungsi untuk menyerap air dan unsur hara untuk diteruskan ke batang dan daun sehingga terjadi
metabolism.
 Anatomi akar
Jaringan utamanya xylem (menyerap air) dan floem (menyerp unsur hara).
 Struktur akar

 Apex radicalis (Ujung akar)


 Corpus radicalis (Tubuh/batang akar)
 Radix lateralis (Cabang akar)
 Ramus radicis (Keseluruhan cabang akar)
 Pilus radicalis (rambut akar)
Merupakan sel epidermis dari Fibrillum (Fibrillum=Radix lateralis tingkat akhir)
 Calyptra (tudung akar)
 Coleorrhiza (Pembalut /pembungkus akar)
 Collum radicalis (pangkal akar)
 Ciri-ciri
 Bersifat geotrofi positif (menuju ke pusat bumi/dalam tanah) atau hidrotrofi (menuju ke sumber air)
dan fototrofi negative (menjauhi cahaya).
 Tidak memiliki nodus dan internodus.
 Aktif melakukan pertumbuhan tapi tak secepat daun dan batang.
 Bentuk runcing mempermudah menembus tanah
 Sistem perakaran
 Akar tunggang
a. Pertumbuhan akar pokok jauh lebih cepat dari pertumbuhan cabang.
b. Tumbuhan berbiji keping dua (Dicotyledoneae).
c. Bentuk umum
- Fusiformis/Peniformis (Ujung tombak) ; wortel (Daucus carota), lobak (Raphanus sativus)
- Napiformis (Gasing) ; bengkuang (Phasarhyzus poyformis)
- Filiformis (Benang) : kratok (Phaseolus lunatus)
 Akar serabut
a. Pertumbuhan akar pokok sama cepat dari pertumbuhan cabang batang akar sukar dibedakan dari
cabangnya.
b. Tumbuhan berbiji tunggal (monokotil)
c. Bentuk umum
- Akar yang menyusunnya kecil berbentuk benang ; padi (Oryza sativa)
- Akarnya kaku keras dan cukup besar seperti tambang ; kelapa (Cocos nucifera)
- Akarnya besar, hampir sebesar lengan dan tidak banyak memperlihatkan percabangan ; pandan
(Pandanus tectorius)

2. Batang
 Memiliki tekstur yang lunak dan beruas. Pada tiap ruas batang, tumbuh akar dan daun disertai
tangkai daun dengan panjang sekitar 5-15 cm.
 Berfungsi untuk memperkokoh berdirinya tumbuhan, jalur transportasi air dan unsur hara tumbuhan,
perkembangbiakan secara vegetative (aseksual) stek
 Ciri-ciri:
 Geotrofi negative dan fototrofi positif atau heliotrofi positif (menuju matahari).
 Terdapat buku-buku (nodus) sebagai tempat melekat daun. Jarak antara dua nodus disebut ruas
(internodus).
 Batang dapat beradaptasi dengan bermetamorfosis membentuk rhizome (rimpang) atau tuber (umbi)
 Umumnya berbentuk panjang, bulat seperti silinder.
 Pertambahan panjang pada ujungnya, ditandai dengan percabangan
 Morfologi : jenis batang, bentuk dan permukaan batang, arah tumbuh batang, percabangan pada batang
 Jenis batang
 Batang basah (herbaceous)
Stukturnya lunak dan banyak mengandung air, ada yang massif, ada yang berongga.
 Batang rumput (calmus)
Batang yang tidak keras, memiliki ruas yang jelas dan berukuran pendek.
 Batang mending (calamus)
Strukturnya sama dengan batang rumput, tidak keras, kebanyakan berongga, bedanya ruas pada calamus
berukuran panjang, biasanya hanya satu ruas saja.
 Batang berkayu (lignosus)
Batang yang disusun oleh jaringan lignin sehingga bersifat keras dan kuat, memiliki dikotil.
 Percabangan pada batang
 Monopodial : Batang utama jelas terlihat.
Contoh : Cemara ( Casuarina equisetifolia )
 Simpodial : Batang utama sulit dibedakan dengan cabang utama.
Contoh : Ki sabun
 Dichotomus : Pertumbuhan batang/cabang selalu bercagak.
Contoh : Singkong

3. Daun (folium)
 Berwarna hijau dengan permukaan dan punggung daun yang licin. Memiliki bentuk sekop atau seperti
bentuk ginjal (membulat), dengan tepi daun yang melengkung ke atas dan bergerigi dengan panjang sekitar
2-6 cm dan lebar sekitar 1,5-5 cm.
 Jumlah daun pegagan tiap tanaman berbeda-beda, pada tanaman induk jumlah daunnya berkisar 5-8.
Sedangkan pada tanaman anakan, jumlah daunnya berkisar 2–5.
 Struktur daun lengkap
 Vagina (pelepah/upih daun)
 Petiolus (tangkai daun)
 Lamina (lembaran daun)
 Sifat-sifat daun
 Bangun/ bentuk (bangun helaian) (Circumscriptio)
Bulat/bundar, perisai, jorong, memanang, lanset.
 Ujung (apex)
Runcing, meruncing, tumpul, membulat, romping/rata, terbelah, berduri,
 Pangkal (basis)
Runcing, meruncing, tumpul, membulat, rompang/rata, berlekuk
 Susunan tulang (nervatio atau venatio)
Menyirip, menari, melengkung, sejajar,
 Tepi (margo)
Rata/licin, bertoreh
 Daging (intervenium)
Tipis seperti selaput, (membranaceus), seperti kertas (papyraceus), tipis lunak (herbaceous), seperti
perkamen (perkamentus), seperti kulit (coriaceus), berdaging (carbosus).
 Keadaan permukaan daun
Licin, mengkilat, suram, berselaput lilin, gundul, kasar, berkerut, berbingkul, berbulu, bersisik.

4. Bunga (flos)
 Merupakan batang atau cabang pendek yang berdaun dan telah mengalami perubahan bentuk
 Berfungsi sebagai organ reproduktif tumbuhan yang sangat penting, sebagai alat persarian dan alat
perkawinan bagi tanaman tersebut.
 Berbentuk payung yang terletak di kepala bunga (umbel), masing-masing kepala bunga (umbel) terdiri
dari 3-4 bunga berwarna merah muda dan putih.
 Bagian bunga lengkap yaitu
 Kelopak (calyx) untuk pelindung bunga sebelum mekar, alat penarik serangga, membantu penyebaran
biji.
 Mahkota/tajuk bunga (corolla) untuk menarik serangga dan binatang kecil lainnya untuk membantu
melakukan persarian.
 Benang sari (stamen) untuk menghasilkan serbuk sari.
 Putik (pistillum) terdiri dari kepala putik, tangkai putik, dan bakal buah

5. Buah (fruktus)
 Berdinding tebal, berbentuk bulat dan panjang, serta memiliki kulit keras yang tumbuh di sepanjang musim.
 Berfungsi untuk memungkinkan berlangsungnya pembentukan dengan jalan penyebaran biji-bijinya.
 Jenis buah: buah seati, buah semu.
 Bagian buah (pericarpium/dinding buah) terdiri dari:
 Exokarpium (kulit luar)
 Mesokarpium (kulit tengah)
 Sarkokarpium (daging buah)
 Endokarpium (kulit dalam)
 Septum
 Plasenta
 Hilum

 Klasifikasi tanaman pegagan


1. Kingdom : Plantae
2. Divisi : Magnoliophyta
3. Kelas : Magnoliopsida (Dicots)
4. Anak kelas : Rosidae
5. Bangsa : Apiales
6. Familia : Apiaceae
7. Genus : Centella
8. Spesies : Centella asiatica (L.) Urb.
9. Sinonim : Hydrocotyle asiatica L.
 Khasiat tanaman pegagan
1. Antihipertensi;
2. Antitumor;
3. Antiprotozoa;
4. Immunomodulasi;
5. Meningkatkan daya ingat, kecerdasan, dan konsentrasi;
6. Menurunkan gejala depresi, mencegah varises, dan memperlancar air seni;
7. Mengatasi gangguan pencernaan dan membersihkan darah;
8. Mengatasi wasir dan konstipasi;
9. Menyembuhkan flu dan sinusitis;
10. Membantu penyembuhan penyakit TBC.

 Komponen fitokimia tanaman pegagan


1. Alkaloid
a. Struktur

b. Ciri-cirinya
 Salah satu golongan Metabolit sekunder, yang mengandung atom N ( heterosiklik) yang
diturunkan dari asam amino Phe, Tyr, Trp, Lys, dan Orn
 Bersifat basa karena memiliki pasangan elektron bebas dari N
c. Fungsinya sebagai pertahanan tubuh, antihipertensi, antibakteri (sanguinarin), stimulant (kafein), narkotik
(kokain, morfin), antimalarial (kinin), batuk (kodein)
d. Identifikasi alkaloid
 Sampel sebanyak 0,5 gram ditambahkan dengan 1 ml asam klorida 2N dan 9 ml air suling.
 Kemudian dipanaskan selama 2 menit, lalu didinginkan, setelah itu disaring dan diambil
filtratnya. Filtrat yang diambil tersebut, dilakukan untuk percobaan berikut:
1. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah 2 tetes pereaksi Mayer, kemudian akan membentuk endapan
berwarna putih atau kuning.
2. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah 2 tetes pereaksi Wagner, kemudian akan membentuk
endapan berwarna coklat sampai hitam.
e. Reaksi alkaloid
 Positif palsu
Senyawa yang apabila bereaksi dengan pereaksi alkaloid memberikan reaksi yang positif (terbentuk
endapan) karena mengandung gugus N baik dari asam amino, amina, asam nukleat.
 Negative palsu
Senyawa yang apabila bereaksi dengan pereaksi alkaloid memberikan reaksi yang negative karena
tertutup warna latar belakang, jumlah sampel terlalu sedikit, atau sbg alkaloid quartener (pasangan
electron bebas sudah terikat).

2. Flavonoid
a. Struktur
b. Cirinya mempunyai 2 cincin benzene yang dipisahkan oleh unit propane C6-C3-C6.
c. Contoh : quersetin dan kaempferol
d. Fungsi :
 Mengaktivasi produksi nitrit oksida oleh superoksida.
 Mereduksi stres oksidatif.
 Menurunkan tekanan darah dengan cara :
- Menghambat Angiotensin Converting Enzym (ACE) sehingga tidak dapat membentuk Angiotensin
II
- Menghambat kontriksi pembuluh darah yang diinduksi oleh penurunan endothelin-1 dan ion kalsium
(vasodilator).
e. Identifikasi flavonoid
 Sampel sebanyak 0,5 gram ditambahkan dengan 10 mL air panas, lalu dididihkan selama 10 menit
dan disaring dalam keadaan panas.
 Kemudian filtrat yang diperoleh ditambahkan 0,1 gram serbuk magnesium, 1 ml asam klorida
pekat 2N, lalu didiamkan 1 menit. Setelah itu ditambahkan 2 ml amil alkohol.
Apabila positif mengandung flavonoid, maka akan terbentuk warna jingga, kuning, atau merah
pada lapisan amil alkohol.

3. Triterpenoid
a. Struktur

b. Cirinya
 Tersusun oleh kerangka karbon.
 Terdiri dari 2 unit atau lebih isoprene yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan.
 Larut dalam lemak dan terdapat dalam sitoplasma sel tumbuhan.
c. Golongan senyawa triterpenoid
 Dua isoprene (c10), golongan monoterpene
 Tiga isoprene (c15), golongan seskuiterpen
 Empat isoprene (c20), golongan diterpen
 Enam isoprene (c30), golongan triterpenoid dan sterol
 Delapan isoprene (c40), pigmen karoten
d. Contoh : asiatikosida, asam asiatik, madekasida, dan madekasosida
e. Fungsi :
 Memperlancar peredaran darah menuju otak.
 Memberikan efek yang menenangkan
 Menguatkan sel-sel kulit
 Merangsang sel darah dan sistem imun
 Antibiotik alami
f. Identifikasi triterpenoid
 Simplisia kering dan ekstrak daun pegagan sebanyak 0,5 gram dimaserasi dengan 20 mL eter
selama ± 2 jam, lalu disaring.
 Kemudian, sebanyak 5 ml filtrat ditambahkan pereaksi Liebermann-Buchard.
 Apabila positif mengandung triterpenoid, maka akan terbentuk warna merah-ungu, sedangkan
apabila mengandung steroid, akan terbentuk warna hijau-biru.

4. Glikosida
a. Struktur

b. Cirinya
 Terdiri dari senyawa gula dan bukan gula
 Keduanya dihubungkan oleh jembatan oksigen (O-glikosida, dioscin), jembatan nitrogen (N-glikosida,
adenosine), jembatan sulfur (S-glikosida, sinigrin), dan jembatan karbon (C-glikosida, barbaloin).
c. Contoh : brahmosida dan brahminosida
d. Fungsi :
 Sebagai diuretik dan sedative
 Mengeluarkan nitrit oksida, sehingga aorta dan vena mengalami relaksasi yang menyebabkan aliran
darah menjadi lancar.
SIMPLISIA
 Merupakan bahan alam yang telah dikeringkanyang digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami
pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari 60°C.
 Sumber simplisia
1. Nabati
Tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat (isi sel secara spontan keluar atau dikeluarkan, atau zat tertentu
dipisahkan dari tanaman dan belum berupa zat murni.
2. Hewani
Hewan utuh, bagian hewan, zat-zat berguna dari hewan dan belum zat murni.
3. Pelican
Pelican yang belum diolah atau diolah dengan cara sengat sederhana, belum berupa zat murni.

 Penyiapan simplisia
1. Sortasi Basah
Bertujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, dan rumput liar,
serta pengotor lainnya yang harus dibuang seperti akar, batang, dan daun yang telah rusak.
2. Pencucian
Bertujuan untuk menghilangkan tanah, bagian tanaman yang sudah rusak, mikroorganisme, dan pengotor
lainnya yang terdapat pada bahan simplisia tanpa menghilangkan zat aktif dari simplisia tersebut. Proses ini
dilakukan dengan air bersih yang mengalir seperti air dari mata air, air sumur, dan air PAM.
3. Pengeringan
Bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang
lebih lama. Proses ini dilakukan dengan cara mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik.
Pengurangan kadar air dilakukan karena air yang tersisa pada kadar tertentu dapat berguna sebagai media
pertumbuhan mikroorganisme, sedangkan penghentian reaksi enzimatik berguna untuk menghentikan
penguraian senyawa aktif pada tanaman. Pengeringan daun pegagan (Centella asiatica) dilakukan dengan
menggunakan suatu alat pengering (oven) pada suhu 40˚C.
4. Sortasi Kering
Bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan
pengotor-pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering.
5. Penyimpanan
Simplisia kering harus disimpan dalam suatu wadah yang bersih dan sesuai dengan sifat dari kandungan
senyawa aktifnya, sehingga tidak menyebabkan perubahan kimia dan penurunan kualitas mutu dari senyawa
aktif pada simplisia.

 Karakterisasi simplisia
1. Kadar sari larut air
a. Tujuannya untuk memberikan gambaran awal jumlah senyawa yang dapat tersari dengan pelarut air dari
suatu simplisia.
b. Prosedur
 Serbuk sebanyak 5 gram, dimaserasi selama 24 jam dengan menggunakan air jenuh kloroform 100 ml
dalam labu bersumbat, dan dikocok berkali-kali pada 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18
jam.
 Setelah itu, sebanyak 20 ml filtrat disaring dan diuapkan sampai kering dalam cawan porselen, hasil
penguapan dipanaskan pada suhu 105˚C hingga bobot tetap.
 Kemudian dihitung kadar sari larut air terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara dengan rumus
sebagai berikut:
bobot sari larut air (g)
% Kadar sari larut air = x 100%
bobot simplisia (g)

2. Kadar sari larut etanol


a. Tujuannya untuk memberikan gambaran awal jumlah senyawa yang dapat tersari dengan pelarut etanol dari
suatu simplisia.
b. Prosedur
 Serbuk sebanyak 5 gram, dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml etanol 96%, dikocok berkali-kali
pada 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam.
 Setelah itu, sebanyak 20 ml filtrat disaring dan diuapkan sampai kering dalam cawan porselen, hasil
penguapan dipanaskan pada suhu 105˚C hingga bobot tetap.
 Kemudian dihitung kadar sari larut etanol 96% terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara dengan
rumus sebagai berikut:
bobot sari larut etanol (g)
% Kadar sari larut etanol = x 100%
bobot simplisia (g)

3. Susut pengeringan
a. Tujuannya untuk memberikan batasan maksimal atau rentang banyaknya senyawa yang hilang karena
proses pemanasan
b. Prosedur
 Serbuk sebanyak 2 g dimasukan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah
dipanaskan pada suhu 105⁰C selama 30 menit dan telah ditara.
 Sebelum ditimbang, simplisia diratakan dalam botol timbang terlebih dahulu, dengan cara
menggoyangkan botol hingga membentuk lapisan setebal ± 5 mm sampai 10 mm.
 Kemudian dimasukan ke dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu 105⁰C selama 30
menit, dikeluarkan, lalu masukan ke desikator kemudian ditimbang.
 Hitung susut pengeringan simplisia dengan rumus seperti berikut :
(W1−W0)− (W2−W0)
Susut pengeringan = x 100%
W1−W0

Dimana :
W1 = Berat krus + simplisia (g)
W0 = Berat krus kosong (g)
W2 = Berat krus + simplisia hasil pengeringan (g)

4. Kadar air
a. Tujuannya untuk memberikan batasan minimal besarnya kandungan air dalam bahan simplisia agar tidak
mudah ditumbuhi jamur dan kapang, serta tidak akan terjadi penurunan aktivitas biologi simplisia atau
ekstrak selama masa penyimpanan
b. Prosedur
 Labu destilasi yang sudah dibersihkan dan dikeringkan, dimasukkan sejumlah 200 mL toluen dan 2 mL
air.
 Kemudian labu dipanaskan selama 2 jam hingga larutan mendidih.
 Setelah itu, labu destilasi tersebut didinginkan selama 30 menit dan baca volume air yang terdapat pada
labu destilasi. Hasil yang diperoleh disebut volume destilasi pertama.
 Kemudian ditimbang secara seksama 25 gram serbuk simplisia, lalu dimasukkan kedalam labu destilasi
dan dipanaskan selama 15 menit.
 Setelah larutan mulai mendidih, pemanasan mulai diatur, sehingga yang mula-mula berkecepatan dua
tetes tiap detik, hingga empat tetes tiap detik.
 Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Kemudian didestilasi
kembali selama 5 menit, lalu didinginkan sampai suhu kamar, biarkan lapisan air dan toluene memisah
sempurna, dan volume yang terbaca disebut volume destilasi kedua.
 Setelah itu, hitung % kadar air dengan menggunakan rumus berikut:
n1−n
% Kadar air = x 100%
W

Dimana :
n1 = volume destilasi kedua atau volume total air dalam mL.
n = volume destilasi pertama atau volume air setelah penyulingan dalam mL.
w = bobot sampel dalam gram.

5. Kadar abu total


a. Tujuannya untuk memberikan gambaran kandungan mineral baik senyawa organik maupun anorganik yang
berasal dari proses awal sampai terbentuknya simplisia
b. Prosedur
 Serbuk sebanyak ± 2-3 gram simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukan ke dalam
krus platina yang telah dipijarkan dan diratakan. Kemudian sampel dipijarkan perlahan sampai arang
habis, lalu dinginkan, setelah itu ditimbang.
 Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, maka tambahkan air panas, lalu saring dengan kertas
abu. Kemudian sisa abu dan kertas saring dipijarkan dalam krus yang sama.
 Setelah itu, filtrat dimasukkan ke dalam krus, lalu diuapkan, kemudian dipijarkan sampai bobot tetap,
dan ditimbang.
 Hitung kadar abu tetap terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara dengan rumus sebagai berikut:
W2−W0
% Kadar abu total = x 100%
W1−W0

Dimana :
W2 = bobot krus + simplisia setelah di abukan (g).
W0 = bobot krus kosong (g).
W1 = berat krus + simplisia awal (g).

6. Kadar abu tidak larut asam


a. Tujuannya untuk mengetahui jumlah abu yang diperoleh dari faktor eksternal seperti pengotor dari pasir
atau tanah silikat
b. Prosedur
 Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total, dididihkan dengan 25 mL asam sulfat encer P
selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, kemudian saring melalui krus kaca
masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot tetap, timbang.
 Lalu hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara
dengan rumus sebagai berikut :
W2−W0
% Kadar abu tidak larut asam = x 100%
W1−W0
Dimana :
W2 = bobot krus + simplisia setelah di abukan (g).
W0 = bobot krus kosong (g).
W1 = berat krus + simplisia awal (g).

7. Hasil karakterisasi simplisia


Karakterisasi simplisia Hasil Pengujian (%) FHI, 2008 (%)
Kadar Sari Larut Air 33,65% ≥ 28,3 %
Kadar Sari Larut Etanol 5,63% ≥ 2,1 %
Susut Pengeringan 7,39% ≤ 11%
Kadar Air Simplisia 6,42% ≤ 10 %
Kadar Air Ekstrak 7,22%
Kadar Abu Total 12,50% ≤ 18,05 %
Kadar Abu Tidak Larut Asam 1,41% ≤ 4,09 %

METODE EKSTRAKSI
 Maserasi
1. Prinsipnya adalah pengikatan zat aktif berdasarkan kelarutannya dalam suatu pelarut.
2. Kelebihan dan kekurangan
Kelebihan Kekurangan
Menghasilkan randemen ekstrak pegagan yang lebih tinggi, Membutuhkan waktu yang relatif lama.
yaitu 15,85 mg/gram.
Dapat digunakan untuk tanaman yang tidak tahan Membutuhkan pelarut yang sangat banyak.
pemanasan.
Peralatan dan prosedur yang dilakukan sederhana.
Dapat dilakukan pada suhu rendah sehingga senyawa
bioaktif tidak mudah rusak/ terurai.

3. Prosedur
 Simplisia kering daun pegagan (Centella asiatica) yang sudah menjadi serbuk, dilakukan ekstraksi
menggunakan metode maserasi, dengan cara melarutkan serbuk simplisia dengan pelarut etanol 70%
dalam gelas kimia (1:10) selama 3x24 jam, lalu sampel disimpan di ruangan yang terkena sedikit
cahaya.
 Kemudian hasilnya dilakukan pemekatan menggunakan rotary evaporator pada suhu 40˚C sampai
diperoleh ekstrak kental.
 Lalu dari ekstrak kental tersebut dihitung rendemen ekstraknya dengan menggunakan rumus berikut:
Bobot ekstrak kental
% Rendemen ekstrak = x 100%
Bobot simplisia

4. Pelarut yang dipilih yaitu etanol 70%, karena merupakan pelarut universal yang paling banyak menyari
metabolit sekunder dari herba pegagan, salah satunya adalah senyawa asiatikosid, dimana senyawa tersebut
dapat berperan dalam memperlancar peredaran darah.
5. Kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator dengan cara memisahkan ekstrak dan cairan penyari
(etanol 70%) dengan cara pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari labu, dan suhu yang digunakan
dapat diatur sesuai titik didih pelarut.
6. Hasilnya diperoleh esktrak kental daun pegagan berwarna hijau kehitaman dan bau khas daun pegagan
sebanyak 50,94 gram dengan randemen ekstrak sebesar 16,98%.
7. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Salamah & Nurushoimah bahwa randemen ekstrak yang
didapat dari 100 gram simplisa daun pegagan yang dimaserasi dengan 70 ml etanol 70% selama 5 hari
sebesar 13,20%.

 Fluida superkritis
Kelebihan Kekurangan
Dapat dilakukan pada suhu rendah, sehingga Meghasilkan randemen ekstrak pegagan yang lebih
senyawa bioaktif tidak mudah rusak/ terurai. kecil dibanding metode maserasi, yaitu sebesar 9,23
mg/gram.
Memberikan waktu yang lebih efisien. Menggunakan tekanan yang besar, sehingga
membutuhkan biaya kompresi.
Membutuhkan energi yang lebih sedikit. Membutuhkan peralatan ekstraksi yang tahan terhadap
tekanan tinggi.
Memiliki kemurnian dan kelarutan yang tinggi.
 Sonikasi
Kelebihan Kekurangan
Dapat dilakukan pada suhu rendah (40˚C), Menghasilkan randemen ekstrak yang lebih kecil
sehingga senyawa bioaktif tidak mudah rusak/ dibanding metode maserasi dan metode fluida
terurai. superkritis, yaitu sebesar 7,54 mg/gram.
Memberikan waktu yang lebih efisien. Membutuhkan energi yang lebih banyak.
Pelarut lebih cepat masuk ke dalam sel simplisia Dapat membentuk radikal karena bekerja pada suhu
daun pegagan karena menggunakan gelombang kritis.
ultrasonik.
Gelombang ultrasonik tidak beracun, aman dan
ramah lingkungan.
Membutuhkan biaya yang lebih rendah.

8. Sokletasi
Kelebihan Kekurangan
Menggunakan pelarut yang lebih Menghasilkan randemen ekstrak pegagan yang lebih kecil
sedikit. dibanding metode maserasi, metode fluida superkritis, dan metode
sonikasi, yaitu sebesar 3,86 mg/gram.
Memberikan waktu yang lebih efisien. Pelarut tidak langsung masuk kedalam sel simplisia daun pegagan.
Dilakukan pada suhu tinggi, sehingga dapat merusak/
menguraikan senyawa bioaktif daun pegagan.

Anda mungkin juga menyukai