Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CHRONIC


OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASES (COPD)

Oleh:
1. MAY DILLA FIRDAYANTI (14.401.17.059)
2. TAUFIQUR RAHMAN (14.401.17.082)

PROGRAM STUDI IPLOMA III KEPERAWATAN


AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
2018
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
COPD merupakan gangguan yang diderita oleh banyak orang, diperkirakan 11,4
juta penduduk AS (usia 18 tahun ke atas) menderita penyakit COPD. Hampir 24 juta
terbukti mengalami penurunan fungsi paru. Pada 2003 di Amerika, penyakit COPD
menyebabkan kematian 122.283 orang. Perawatan klien dengan penyakit COPD
diperkirakan menghabiskan 20,9 miliar dolar per tahun hanya untuk pembiayaan
perawatan, beban penyakit COPD lebih luas bila dilihat dari perspektif global, yang
dipikirkan akan menempati urutan ke-5 pada tahun 2020 pada beban penyakit di seluruh
dunia.
Terdapat banyak kerancuan dalam menggunakan klinik istilah bronkitis kronis,
mfsema da asmha sehingga istilah penyakit paru okstruksi kronis sekarang lebih sering
digunakan daripada meneyebutkan penyakit spesifiknya. Seringkali seirirng dengn waktu
pasien memriksakan penyakitnya, perubahan patologis telah terjadi dan gejalan gejala
yang timbul seringkali cukup berat. (Manurung, 2016, hal. 10)
Insidensi COPD telah meningkat dalam tahun – tahun terakhir ini statistik terbaru
menunjukkan bahwa terdapat 17 juta jiwa orang Amerika yang menderita asthma,
emfisema,dan bronchitis kronis, baik angka prevalensi maupun angka kematian COPD
telah berperan dalam tercapainya proporsi epidemic menurun American Lung
Associstion pada tahun 1984, COPD merupakan penyebab kematian ke-6 setelah
penyakit jantung, neoplasma, stroke, kecelakaan dan pneumonia-influenza. (Manurung,
2016, hal. 10)
Merokok adalah faktor resiko lingkungan yang utama untuk COPD. Resiko
COPD meningkat sesuai dengan intensitas merokok, yang secara khas dihitung sebagai
bungkus – tahun. (merokok 1 bungkus per hari selama 1 tahun sepadan dengan 1
bungkus – tahun). (Saputra, 2013, hal. 41)

1
B. Batasan Masalah
Apa saja yang mengenai tentang definisi, etiologi, petofisiologi, patwhay, tanda
dan gejala, klasifikasi, komplikasi beserta dengan diagnosa keperawatan dan intervensi
dari COPD

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep penyakit COPD?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada penyakit COPD?

D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan
tentang penyakit COPD.
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa mampu memahami konsep medis COPD, dan
b. Agar mahasiswa mampu memahami konsep asuhan keperawatan pada penyakit
COPD

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
COPD (Cronic Obstrucsi Pulmonary Disease) disebut juga dengan PPOK
(Penyakit Paru Obstrustif Kronis) atau PPOM (Penyakit Paru Obstruksi Menahun).
(Manurung, 2016, hal. 9)
COPD adalah suatu penyakit yang menimbulkan obstruksi saluran pernafasan,
termasuk kedalamnya ialah asthma, bronchitis kronis, dan emfisema pulmonum.
COPD adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit
paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan retensi terhadap
aliran udara sebagai gambaran petofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan istilah COPD yaitu bronchitis kronis,
empisema paru – paru dan asma. (Manurung, 2016, hal. 9)
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) adalah suatu kondisi penyakit yang
dicirikan oleh sumbatan udara pernafasan yang terjadi secara kronis, jadi, tes fungsi
paru sangat penting untuk menegakkan diagnosisnya (Saputra, 2013, hal. 41).
COPD (Cronic Obstrucsi Pulmonary Disease) disebut juga dengan PPOK
(Penyakit Paru Obstrustif Kronis) adalah suatu penyakit yang menimbulkan
obstruksi saluran pernapasan. Suatu penyakit paru – paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan retensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya.
2. Etiologi
a. Merokok dengan tembakau merupakan penyebab utama kelainan ini
b. Polusi udara yang biasa terdapat didaerah industri (Manurung, 2016, hal. 12)
c. Edema jalan nafas dan bronkospasme memberi andildalam timbulnya obstruksi
d. Dilatasi bronkus (bronkiektasis), menyebabkan gangguan pada susunan dan
fungsi dinding bronkus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
e. Rangsangan, seperti asap yang berasal dari asap yang berasal dari pabrik,
kendaraan bermotor, rokok dan lain – lain. (Soematri, 2012, hal. 58)
3. Tanda dan gejala
a. Gejala awal COPD batuk produktif saat terbangun

5
b. Gejala berikutnya kelemahan fisik mengalami gagal pernafasan, nafas pendek,
sering sianosis.
c. Pada COPD sering terjadi keadaan peingkatan gejala respirasi, seperti sesak,
batuk, dan produksi dahak, yang disebut sebagai eksaserbasi. Eksaserbasi sering
dicetuskan oleh infeksi jalan napas karena bakterri dan/ atau virus.
d. Gejala umum mencakup batuk dan produksi dahak, individu dengan batuk
kronis produktif selama 3 bulan setiap tahun yang 2 tahun sebelumnya
menderita bronkitis kronis.
e. Sesak, terutama yang disertai aktivitas, merupakan gejala umum dan
kemungkinan menimbulkan gejala – gejala kecacatan pada penderita COPD.
f. Hipoksemia dan kakeksia mengakibatkan retensi cairan, sakit kepala pada pagi
hari, gangguan tidur, eritrositosis dan sianosis. (Saputra, 2013, hal. 43-45)
4. Patofisiologi
a. COPD dikarakteristikkan oleh penghambat progresif lambat dari saluran udara.
Terjadi suatu kondisi dimana saluran udara menjadi meradang dan kantung
udara di paru – paru rusak .
b. COPD dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetik
dengan lingkungan. Merokok, polusi udara, dan paparan ditempat kerja
(terhadap batu bara, kapas dan padi – padian) merupakan faktor resiko penting
yang menunjang terjadinya penyakit ini. Prosesnya bisa terjadi dalam rentang
kurang lebih 20 – 30 tahun. COPD juga ditemukan terjadi pada individu yang
tidak mempunyai enzim yang normal untuk mencegah penghancuran jaringan
paru oleh enzim tertentu.
c. COPD merupakan kelainan dengan berlangsung lama atau lambat yang
membutuhkan waktu bertahun – tahun untuk menunjukkan awal gejala
klinisnya seperti kerusakan fungsi paru. Meskipun aspek – aspek fungsi paru
tertentu seperti kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi paksa (FEV) menurun
sejalan dengan peningkatan usia, COPD dapat memperburuk perubahan
fisiologi yang berkaitan dengan penuaan dan mengakibatkan obstruksi jalan
nafas misalnya pada bronkhitis serta kehilangan daya pengembangan
(elastisitas) paru misalnya pada emfisema. Oleh karena itu, terdapat perubahan
tambahan dalam rasio ventilasi – perfusi pada klien lansia dengan penyakit
COPD. (Muttaqin, 2008, hal. 156)

20
5. Patwhay

Rokok Polusi Udara Faktor


predisposisi

Destruksi serat – Hipertropi Peningkata Edema


Infiltrasi sel – Hipersensitivitas di
serat elastis dan kelenjar n jumlah mukosa
sel radang saluran nafas
kolagen di paru bronkus sel bronkhus

Reaksi antigen
Hilangnya
antibody
elastisitas paru
Batuk Pembentukan
produktif mucus meningkat
Pelepasan mediator
Ventilasi – mediator kimia
berkurang
Bronkiolus rusak dan melebar

BRONKHITIS KRONIK

EMFISEMA COPD ASTHMA

hipoksemia dispnea gelisah lemah Berat badan anoreksia


menurun

Sesak nafas Pola


nafas
Intoleransi
tidak
terhadap Pemenuhan nutrisi
Kerusakan efektif
aktivitas kurang dari
pertukaran gas
kebutuhan tubuh

(Manurung, 2016, hal. 11)

6
6. Klasifikasi
a. Bronkhitis Kronis
Gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mukus yang berlebihan
dalam bronkhus dan dimanifestasikan dalam bentuk batuk kronis serta
membentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, minimal 2 tahun berturut –
turut.
b. Emfisema
Perubahan pada anatomi parenkim paru ditandai dengan pelebaran dinding
alveolus, duktus alveolar, dan destruksi alveolar.
c. Asma Bronkhial
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggapan reaksi yang meningkat dari
trakea dan bronkhus terhadap berbagai macam rangsangan dengan anifestasi
berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh penyempitan menyeluruh dari
saluran pernafasan. (Muttaqin, 2008, hal. 156)
7. Komplikasi
a. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penirunan nilai PO < 55 mmHg dengan nilai
saturasi O2 < 85%, pada awalnya pasien akan mengalami perubahan mood,
penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa.pada tahap lanjut timbul sianosis.
b. Asidosis respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PCO2 (hiperkapsia) tanda yang muncul
antara lain nyeri kepala, fatigue, letargi, diginesdizziness, dan takipnea.
c. Infeksi saluran pernafasan
Disebabkan karena peningkatan produksi mokus, peningkatan rangsang otot
polos bronkial, dan edema mukosa. Terhabatnya aliran udara akan
meningkatkan kerja napas dan menimbulkan dispneu
d. Gagal jantung
Terutama corpupulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru paru.
e. Kardiak Disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.
f. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma bronkial.
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali tidak

7
berespons terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu
pernafasan dan distensi vena leher sering kali terlihat pada klien dengan asma.
(Soematri, 2012, hal. 50)
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas `
Usia 65 – 75 tahun merupakan usia yang paling sering terkena penyakit COPD.
Penyakit ini sering ditemakan kepada laki – laki daripada wanita. (Soematri,
2012, hal. 63)
b. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan Utama
Pasien mengalami batuk, sesak napas, dan produksi sputum berlebih.
(Muttaqin, 2010, hal. 144-145)
2) Alasan Masuk Rumah Sakit
Klien mengeluh sulit bernapas, batuk, suara napas abnormal. (Soematri,
2012, hal. 65)
3) Riwayat penyakit sekarang
Pasien COPD mengalami gangguan pernapasan, pasien COPD mengalami
sesak napas ketika terkena polusi udara, ataupun setelah melakukan
kegiatan/aktivitas yang berat. (Muttaqin, 2010, hal. 146)
c. Riwayat kesehatan terdahulu
1) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Pasien COPD mengalami gangguan pernapasan, pasien COPD mengalami
sesak napas ketika terkena polusi udara, ataupun setelah melakukan
kegiatan/aktivitas yang berat. (Muttaqin, 2010, hal. 146)
2) Riwayat penyakit keluarga
COPD seringkali didapatkan penyakit turunan, seperti adanya riwayat sesak
napas, batuk lama, batuk darah dari generasi dahulu, tetapi beberapa klien
lainnya tidak ditemukan pada anggota keluarga. (Muttaqin, 2010, hal. 148)
3) Riwayat pengobatan
a. Penanganan diluar rumah sakit
1. Berhenti merokok
2. Pengobatan non-farmakologi (vaksinasi influenza dan vaksinasi
pneumokokus

20
2. Bronkodilator
3. Kortikosteroid
4. Oksigen
b. Penanganan eksaserbasi (Rumah sakit)
1. Antibiotika
2. Bronkodilator (Albuterol Q1-2H)
3. Glukokortikoid
4. Oksigen
5. Alat bantu ventilasi. (Saputra, 2013, hal. 46-53)
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
a. Kesadaran
Pasien mengalami sianosis, pucat, kelelahan, sesak napas, batuk,
produksi sputum berlebih. (Muttaqin, 2010, hal. 149)
Tanda-tanda vital
1. Nadi : Frekuensi nadi 70-90X / menit
2. Pernafasan : Frekuensi 12-18X / menit (Muttaqin, 2010, hal. 53-61)
2) Body System
a. Sistem pernafasan
Pemeriksaan pasien COPD dimulai dari inspeksi berupa bentuk dada
(barrel chest), perkusi ditemukan suara hipersonor, terdapat suara
mengi (ronkhi sibilant). (Muttaqin, 2010, hal. 156)
b. Sistem kardiovaskuler
Biasanya tekanan darah pasien COPD menurun, penurunan curah
jantung dengan adaanya brakikardia, kadang terjadi anemia dan nyeri
dada. (Saputra, 2013, hal. 46)
c. Sistem persarafan
Pasien COPD perlu diwaspadai kesadaran, pemeriksaan GCS, anggota
badan lemah, dan menurunnya toleransi terhadap aktivitas. (Soematri,
2012, hal. 65)
d. Sistem perkemihan
Produksi urine menurun. (Wahid, 2013, hal. 141)
e. Sistem pencernaan
Nafsu makan turun, kesulitan makan. (Harwina, 2010, hal. 65)

11
f. Sistem integument
Turgor kulit menurun, pucat, sianosis. (Harwina, 2010, hal. 65-66)
g. Sistem muskuloskeletal
Terjadi edema dependen pada stadium akhir dan tremor pada saat
melakukan aktivitas. (Soematri, 2012, hal. 63)
h. Sistem endokrin
Ketika mengonsumsi obat – obatan anti inflamasi akan mengalami
pembesaran hati. (PPNI, 2016)
i. Sistem reproduksi
Penurunan libido dan impoten. (Wahid, 2013, hal. 90)
j. Sistem imun
Turgor kulit menurun dan kulit kering. (Harwina, 2010, hal. 65-66)
k. Sisem Pengindraan
Tidak terjadi permasalahan pada sistem pengindraan, tetapi bisa terjadi
jika terdapat penyakit penyerta.
e. Pemeriksaan penunjang
1. Chest X – Ray : dapat menunjukkan hiperinflation paru. Flattened
diafragma, peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda
vaskular/bullae (emfisema), peningkatan suara bronkovaskular (bronkitis),
normal ditemukan saat periode remisi (asma).
2. Pemeriksaan Fungsi Paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea,
menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau
restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi, dan mengevaluasi efek dari
terapi, misalnya bronkodilator.
3. Total Lung Capacity (TLC) : meningkat pada bronkitis berat dan biasanya
pada asma, namun menurun pada emfisema.
4. Kapasitas Inspirasi : menurun pada emfisema.
5. FEV1/FVC : rasio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan
kapasitas vital (FVC) menurun pada bronkitis dan asma.
6. Arterial Blood Gasses (ABGs) : menunjukkan proses penyakit kronis,
sering kali PaO2 menurun pada PaCO2, normal atau meningkat (bronkitis
kronis dan emfisema), tetapi sering kali menurun pada asma, pH normal
atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi
(emfisema sedang atau asma)

20
7. Darah Lengkap : terjadi peningkatan hemoglobin (emfisema berat) dan
eosinofil (asma)
8. Kimia Darah : alpha 1 – antitripsin mungkin kurang dari emfisema primer
9. Sputum Kultur : untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi
patogen, sedangkan pemeriksaan sitologi digunakan untuk menentukan
penyakit keganasan atau alergi.
10. Electrokardiogram (ECG) : deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asma
berat), atrial disritmia (bronkitis), gelombang P pada leads II, III, dan AVF
panjang, tinggi (pada bronkitis dan emfisema), dan aksis QRS vertikal
(emfisema)
11. Exercise ECG, Stress Test : membantu dalam mengkaji tingkat disfungsi
pernafasan, mengevaluasi keefektifan obat bronkodilator, dan
merencanakan/evaluasi program. (Soematri, 2012, hal. 64)
f. Penatalaksanaan
1. Antibiotika
Trimetoprim – sulfametoksazol dengan dosis 160 mg dan 800 mg,
doksisiklin dengan dosis 100 mg dan amoksisilin dengan dosis 250 mg obat
untuk penderita COPD ringan sampai sedang, antibiotika
spektrum luas sebaiknya dipertimbangkan untuk penderita COPD dengan
penyekit dasar yang berat dan/ atau eksaserbasi lebih berat.
2. Bronkodilator
Obat – obatan bronkodilator simpatomimetik memberi efek samping
takikardi, penggunaan parenteral pada orang tua harus hati- hati, berbahaya
pada penyakit hipertensi, kardiovaskuler, dan serebrovaskular. Pada dewasa
di coba dengan 0,3 ml larutan epineprin 1 : 1000 secara subcutan.
Pemberian Aminophilin secara intravena dengan dosis awal 5 – 6
mg/KgBB dewasa, disuntikkan perlahan dalam 5 – 10 menit, untuk dosis
penunjang dapat di berikan sebanyak 0,9 mg/KgBB/jam secara intravena.
Efek samping tekanan darah menurun bila tidak dilakukan secara perlahan.

12
3. Kortikostiroid
Pengobatan kortikostiroid sistemik jangka lama tidak dianjurkan pada
penderita COPD karena resiko yang banyak, termasuk osteoporosis, berat
badan bertambah, katarak, dan diabitus militus. Meskipun banyak penelitian
telah membuktikan bahwa inhalasi steroid tidak mengurangi kecepatan
penurunan FEV1 pada COPD, pengobatan steroid secara inhalasi mungkin
mengurangi frekuensi eksaserbasi pada penderita dengan COPD berat.
4. Glukokortiroid
Steroid sistemik memberikan perbaikan gejala secara cepat dan mengurangi
kekambuhan dan eksaserbasi berikutnya sampai sekitar 6 bulan. Dosis
pemberian tidak ada pegangan, tetapi 30 – 40 mg prednison per hari (atau
setara IV) merupakan standart, dengan lama pemberian 10 – 14 hari.
Hiperglikemia merupakan komplikasi yang paling sering dilaporkan dan
sebaiknya diawasi.
5. Pemberian Oksigen
Suplementasi O2 sebaiknya diberikan untuk mempertahankan Sao2 > 90%.
Cara pemberian termasuk secara nasal kanul 1 – 2 L/menit atau masker
Venturi 24%. Pemberian O2 sangat tinggi dapat memperburuk hiperkarbia,
terutama karena meningkatnya ketidakimbangan ventilasi – perfusi.
Namun, menyediakan O2 yang cukup untuk mendapatkan saturasi sampai
90% merupakan tujuan utama.
6. Alat Bantu Ventilasi
Diagnosis gagal napas akut dibuat berdasarkan pada penurunan Pao2
sebesar 10 – 15 mmHg dari batas dasar atau suatu peningkatan pada Pao2
yang berkaitan dengan pH < 7,30. Sejumlah penelitian menduga bahwa
ventilasi masker yang tidak invasif [noninvasive positive pressure
ventilation(NPPV)] dapat memperbaiki hasilnya pada eksaserbasi COPD
akut dengan gagal napas (Paco2>45 mmHg). (Saputra, 2013, hal. 48-53)

13
2. Diagnosa keperawatan (PPNI, 2016)
Menurut PPNI (2016) diagnosa keperawatan COPD yang muncul antara lain :
1. Gangguan Pertukaran Gas
Definisi :Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eleminasi
karbondioksida pada membran alveolar – kapiler.
Penyebab : a). Ketidak seimbangan ventilasi – perfusi
b). Perubahan membran alveolus – kapiler
Gejala dan tanda mayor :
Subyektif
a. Dispnea
Objektif
a. PCO2 meningkat/menurun
b. PO2 menurun
c. Takikardia
d. pH arteri meningkat/menurun
e. Bunyi napas tambahan
Gejala dan Tanda Mayor
Subyektif
a. Pusing
b. Penglihatan Kabur
Objektif
a. Sianosis
b. Diaforesis
c. Gelisah
d. Napas cuping hidung
e. Pola napas abnormal (cepat/lambat, regular/ireguler, dalam/dangkal)
f. Warna kulit abnormal (mis. Pucat, kebiruan)
g. Kesadaran menurun
Kondisi Klinis Terkait
a. Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)
b. Gagal jantung kongestif
c. Asma
d. Pneumonia
e. Tuberculosis paru

16
f. Penyakit membran hialin
g. Asfiksia
h. Persistent pulmonary hypertension of newborn (PPHN)
i. Prematuritas
j. Infeksi saluran nafas. (PPNI, 2016, hal. 22)
2. Pola nafas tidak efektif
Definisi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
Penyebab
a. Depresi pusat pernafasan
b. Hambatan upaya nafas (misalnya nyeri saat bernafas, kelemahan otot
pernafasan)
c. Deformitas dinding dada
d. Deformitas tulang dada
e. Gangguan neuromuskular
f. Gangguan neurologis (misalnya elektroensefalogram (EEG) positif, cedera
kepala, gangguan kejang)
g. Imaturitas neuorologis
h. Penurunan energi
i. Obesistas
j. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
k. Sindrom hypoventilasi
l. Kerusakan inervesi diafragma (keusakan saraf C5 keatas)
m. Cedera pada medula spinalis
n. Efek agen farmakologis
o. Kecemasan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
a. Dispnea
Objektif
a. Penggunaan otot bantu pernafasan
b. Fase ekspirasi memanjang
c. Pola nafas abnormal (misalnya takipnea, bradipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne – stokes)

20
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
a. Ortopnea
Objektif
a. Pernafasan pursed – lip
b. Pernafasan cuping hidung
c. Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
d. Ventilasi semenit menurun
e. Kapasitas vital menurun
f. Tekanan ekspirasi menurun
g. Tekanan inspirasi menurun
h. Ekskursi dada berubah
Kondisi Klinis Terkait
a. Depresi sistem saraf pusat
b. Cedera kepala
c. Trauma thoraks
Subjektif
a. Dispnea saat/setelah aktivitas
b. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
c. Merasa lemah
Objektif
a. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
b. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas
c. Gambaran EKG menunjukkan iskemia
d. Sianosis
Kondisi Klinis Terkait
a. Anemia
b. Gagal jantung kongestif
c. Penyakit jantung koroner
d. Penyakit katup jantung
e. Aritmia
d. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
f. Gangguan metabolik
g. Gangguan muskuloskeletal. (PPNI, 2016, hal. 128)
3. Defisit Nutrisi
Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
Penyebab
a. Ketidakmampuan menelan makanan
b. Ketidakmampuan mencerna makanan
c. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
d. Peningkatan kebutuhan metabolisme
e. Faktor ekonomi (misalnya finansialtidak mencukupi)
f. Faktor psikologis (misalnya stress, keengganan untuk makan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
a. Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
a. Cepat kenyang setelah makan
b. Kram/nyeri abdomen
c. Nafsu makan menurun
Objektif
a. Bising usus hiperaktif
b. Otot pengunyah lemah
c. Otot menelan lemah
d. Membran mukosa pucat
e. Sariawan
f. Serum albumin turun
g. Rambut rontok berlebihan
h. Diare

17
Kondisi Klinis Terkait
a. Stroke
b. Parkinson
c. Mobius syndrome
d. Cerebral palsy
e. Cleft lip
f. Cleft palate
g. Amytropic lateral sclerosis
h. Kerusakan neuomuskular
i. Luka bakar
j. Kanker
k. Infeksi
l. AIDS
m. Penyakit crohn’s
n. Enterokolitis
o. Fibrous kistik. (PPNI, 2016, hal. 56)
2. Intervensi
a. PERTUKARAN GAS, GANGGUAN
Tujuan
a. Gangguan pertukaran gas akan berkurang, yang dibuktikan oleh tidak
terganggunya respon alergi: sistemik, keseimbangan elektrolit dan asam
basa, respon ventilasi mekanis : orang dewasa, status pernafasan :
pertukaran gas, status pernafasan : ventilasi, perfusi jaringan paru, dan
tanda tanda vital.
b. Status pernafasan : pertukaran gas tidak akan terganggu yang dibuktikan
oleh indikator gangguan sebagai berikut: (sebutkan 1-5: gangguan ekstrim,
berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan ):
Status kognitif
PaO2, PaCO2, pH arteri, dan saturasi O2
Tidal akhir CO2
c. Status pernafasan: pertukaran gas tidak akan terganggu yang dibuktikan
oleh indikator gangguan sebagai berikut ( sebutkan 1-5: gangguan ekstrim,
berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan ):
Dispnea saat istirahat

18
Dispnea saat aktivitas berat
Gelisah, sianosis, dan somnolen
d. Status pernafasan: ventilasi tidak akan terganggu yang dibuktikan oleh
indikator gangguan sebagai berikut ( sebutkan 1-5: gangguan ekstrim, berat,
sedang, ringan, atau tidak ada gangguan ):
Frekuensi pernafasan
Irama pernafasaan
Kedalaman inspirasi
Eskpulsi udara
Dispnea saat istirahat
Bunyi nafas auskultasi
(Wilkinson, 2015, hal. 326)
Kriteria Hasil
a. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
b. Memiliki ekspansi paru yang simetris
c. Menjelaskan rencana perawatan dirumah
d. Tidak menggunakan pernafasan bibir mencucu
e. Tidak mengalami nafas dangkal atau ortopnea
f. Tidak menggunakan otot aksesoris untuk bernafas
Aktivitas Keperwatan
Aktivitas keperawatan untuk diagnosis ini berfokus pada pertukaran gas pada
membran kapiler – alveolar. Akan tetapi, usaha untuk memfasilitasi ventilasi
dapat memperbaiki pengntaran oksigen. Intervensi lain berfokus pada faktor
yang berhubungan (meredakan ansietas dan menangani nyeri).
Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga
a. Jelaskan penggunaan alat bantu yang diperlukan (oksigen,
pengisap,spirometer, dan IPPB)
b. Ajarkan kepada pasien teknik bernapas dan relaksasi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga alasan pemberian oksigen dan tindakan
lainnya
d. Beritahukan kepada pasien dan keluarga bahwa merokok itu dilarang dan
tidak sehat bagi tubuh

20
e. Manajemen Jalan Nafaa (NIC):
Ajarkan tenteng batuk efektif
Ajarkan kepada pasien bagaimana cara menggunakan inhaler yang
dianjurkan, sesuai dengan kebutuhan.
Aktivitas Kolaboratif
a. Konsultasikan dengan dokter tentang pentingnya pemeriksaan gas darah
arteri (GDA) dan penggunaan alat bantu yang dianjurkan sesuai dengan
adanya perubahan kondisi pasien
b. Laporkan perubahan pada data pengkajian terkait (mis, sensorius pasien,
suara napas, pola napas, analisis gas darah arteri, sputum, efek obat).
c. Berikan obat yang diresepkan (mis, natrium bikarbonat) untuk
mempertahankan keseimbangan asam – basa
d. Persiapkan pasien untuk ventilasi mekanis, bila perlu
e. Manajemen Jalan Napas (NIC):
Berikan udara yang dilembapkan atau oksigen, jika perlu
Berikan bronkodilator, jika perlu
Berikan terapi aeorosol, jika perlu
Berikan terapi nebulasi ultrasonik, jika perlu
f. Pengaturan Hemodinamik (NIC):
Berikan obat anti aritmia, jika perlu
Aktivitas Lain
a. Jelaskan kepada pasien sebelum melakukan pelaksanaan prosedur, untuk
menurunkan ansietas dan meningkatkan rasa kendali
b. Berikan penanganan kepada pasien selama masa gangguan atau kecemasan
c. Lakukan higiene oral secara teratur
d. Lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi oksigen (mis, pengendalian
demam dan nyeri, mengurangi ansietas)
e. Apabila oksigen diprogramkan bagi pasien yang memiliki masalah
pernapasan kronis, pantau aliran oksigen dan pernapasan secara hati hati
karena addanya resiko depresi pernapsan akibat oksigen
f. Buat rencana keperawatan untuk pasien yang menggunakan ventilator, yang
meliputi sebagai berikut :
Menyakinkan keadekuatan peberian oksigen dengan melaporkan
ketidaknormalan gas darah arteri, menggunakan Ambu bag yang

21
dilekatkan pada sumber oksigen di sisi tempat tidur, dan lakukan
hiperoksigenasi sebelum melakukan penghisapan
Menyakinkan keefektifan pola pernapasan dengan mengkaji sinkronisasi
dan kemungkinan kebutuhan sedasi
Mempertahankan kepatenan jalan napas dengan melakukan pengisapan dan
mempertahankanselang endotrakea atau penggantian selang endotrakea di
tempat tidur
Memantau komplikasi (mis, pneumotoraks, aerasi, unilateral)
Memastikan ketepatan penempatan selang ET
g. Manajemen Jalan Napas (NIC):
Atur posisi untuk memasimalkan potensial ventilasi
Atur posisi untuk mengurangi dispnea
Pasang jalan napas melalui mulut atau nasofaring sesuai dengan kebutuhan
Bersihkan sekret dengan menganjurkan batuk atau melalui penghisapan
Dukung untuk bernapas pelan, dalam, berbalik dan batuk
Bantu dengan spirometer insentif, jika perlu
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
h. Pengaturan Himodinamik (NIC):
Tinggilkan bagian kepala tempat tidur, jika perlu
Atur posisi pasien ke posisi Trendelenbrug, jika perlu. (Wilkinson, 2016,
hal. 186-188)

20
b. POLA NAFAS, KETIDAKEFEKTIFAN
Tujuan
a. Menunjukkan pola nafas efektif, yang dibuktikan oleh status pernafasan:
status ventilasi dan pernafasan yang tidak terganggu: kepatenan jalan nafas,
dan tidak ada penyimpangan tanda vital dari rentang normal.
b. Menunjukkan status pernafasan: ventilasi tidak terganggu, yang dibuktikan
oleh indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5 : gangguan ekstrim,
barat, sedang, ringan, tidak ada gangguan) :
Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernafas
Ekspansi dada simetris
c. Menunjukkan tidak adanya gangguan status pernafasan: ventilasi, yang
dibuktikan oleh indikator berikut (sebutkan 1-5 : gangguan ekstrim, barat,
sedang, ringan, tidak ada gangguan).
Pengguanaan otot aksesorius
Suara nafas tambahan
Pendek nafas
(Wilkinson, 2015, hal. 99)
Kriteria hasil
a. Menunjukkan pernafasan optimal pada saat terpasang ventilator mekanis.
b. Mempunyai kecepatan dan irama pernafasan da;am batas normal.
c. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal untuk pasien
d. Meminta bantuan pernapasan saat dibutuhkan
e. Mampu menjelaskan rencana untuk perawatan dirumah
f. Mengidentifikasi faktor (mis., alergi) yang memicu ketidakefektifan pola
napas, dan tindakan yang dapat dilakukan untuk menghindarinya.
Aktivitas Keperawatan
Pada umumnya, tindakan keperawatan untuk dianosis ini berfokus pada
pengkajian penyebab ketidakefektifan Pernapasan, pemantauan status
pernapasan, penyuluhan mengenai penatalaksanaan mandiri terhadap energi,
membimbing pasien untuk memperlambat pernapasan dan mengendalikan
respons dirinya, membantu pasien menjalani pengobatan pernapasan, dan
menenangkan pasien selama periode dispnea dan sesak napas.

23
Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga
a. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk
memperbaiki pola pernapasan : uraian teknik Diskusikan perencanaan
untuk perawatan dirumah, meliputi pengobatan, peralatan pendukung, tanda
dan gejala komplikasi yang dapat dilaporkan, sumber – sumber komunitas.
b. Diskusikan cara menghindari alergen, sebagai contoh :
Memeriksa rumah untuk adanya jamur didinding rumah
Tidak menggunakan karpet dilantai
Menggunakan filter elektronik pada alat perapian dan AC
c. Ajarkan batuk efektif
d. Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa tidak boleh merokok di
dalam ruangan
e. Intruksikan kepada pasien dan keluarga bahwa mereka harus memberi tahu
perawat pada saat terjadi keefektifan pola pernapasan.
Aktivitas Kolaboratif
a. Kolaborasikan dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan fungsi
ventilator mekanis
b. Laporkan perubahan sensori, bunyi napas, pola pernapasan, nilai GDA,
sputum, dan sebagainya, jika perlu atau sesuai protokol
c. Berikan obat (mis., bronkodilator) sesuai dengan program atau protokol
d. Berikan terapi nebulizer ultrasonik dan udara atau oksigen yang
dilembapkan sesuai program atau protokol institusi
e. Berikan obat nyeri untuk mengoptimalkan pola pernapasan, uraikan jadwal
Aktivitas Lain
a. Hubungan dan dokumentasikan sesuai data hasil pengkajian (mis., sensori,
suara napas, pola pernapasan, nilai GDA, sputum, dan efek obat pada
pasien)
b. Bantu pasien untuk menggunakan spirometer insentif, jika perlu
c. Terangkan pasien selama periodegawat napas
d. Anjurkan berlatih napas dalam melalui abdomen selama periode gawat
napas
e. Untuk membantu memperlambat frekuensi pernapasan, bimbiing pasien
menggunakan teknik pernapasan bibir mencucu dan pernapasan terkontrol

20
f. Lakukan penghisapan sesuai dengan kebutuhan untuk membersihkan sekret
g. Perintahkan pasien untuk mengubah posisi, batuk dan napas dalam
h. Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur, untuk menurunkan
ansietas dan meningkatkan perasaan kendali
i. Berikan oksigen dengan aliran rendah menggunakan kanula nasal, masker
atau sungkup. Uraikan untuk mengoptimalkan pernapasan, uraikan posisi
j. Sinkronisasikan antara pola pernapasan klien dan kecepatan ventilasi.
(Wilkinson, 2016, hal. 61-63)

c. INTOLERANSI AKTIVITAS
Tujuan
a. Menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi
aktivitas, ketahanan, penghematan energi, kebugaran fisik, energi
psikomotorik, dan perawatan diri : aktivitas kehidupan sehari-hari.
b. Menunjukkan toleransi aktivitas, yang dibuktikan oleh indiaktor sebagai
berikut (sebutkan 1-5 : gangguan ekstrim, barat, sedang, ringan, tidak ada
gangguan):
Saturasi oksigen saat beraktivitas
Frekuensi pernafasan saat beraktivitas
Kemampuan saat berbicara saat beraktivitas fisik
c. Mendemontrasikan penghematan energi, yang dibuktikan oleh indikator
sebagai berikut berikut (sebutkan 1-5 : tidak pernah, jarang, kadang-kadang,
sering, atau selalu ditampilkan ):
Menyadari keterbatasatan energi
Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat
Mengatur jadwal aktivitas untuk menghemat energi.
(Wilkinson, 2015, hal. 26)

24
Kriteria hasil
a. Mengidentivikasi aktivitas atau atau situasi yang menimbulkan kecemasan
yang dapat mengakibatkan intoleran aktivitas
b. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan
denyut jantung, frekuensi pernafasan,dan tekanan serta memantau pola
dalam batas normal
c. Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat aktivitas (uraikan tingkat yang
diharapkan oleh pasien dalam daftar saran penggunaan)
d. Menyampaikan secara verbal tentang pemahaman kebutuhan oksigen, obat,
dan peralatan yang bisa meningkatkan toleransi terhadap aktivitas.
e. Menunjukkan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) dengan beberapa
bantuan (misalnya eliminasi dengan bantuan ambulasi untuk kekamar
mandi)
f. Menunjukkan managemen pemeliharaan rumah dengan beberapa bantuan
(misalnya, membutuhkan bantuan untuk kebersihan setiap minggu)
Aktivitas keperawatan
a. Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah tempat tidur, berdiri,
ambulasi, dan melakukan AKS dan AKSI
b. Kaji respons emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
c. Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
d. Managemen energi :
Tentukan penyebab keletihan (misalnya perawatan, nyeri, dan pengobatan)
Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas (misalnya takikardia,
distritmia lain, dspnea, diaferosis, pucat, tekanan hemodinamik, dan
frekuensi pernfasan)
Prantau respons oksigen pasien ( misalnya denyut nadi, irama jantung, dan
frekuensi pernafasan) terhadap aktivitas perawatan diri atau aktivitas
keperawatan
Pantau asupan nutrisi klien untuk memastikan sumber energi yang adekuat
Pantau dan dokumentasikan pola tidur klien dan lamanya waktu tidur dalam
per/jam

Penyuluhan untuk pasien/keluarga


a. Penggunaan tekhnik nafas terkontrol selama aktivitas, jika perlu

25
b. Mengenali tanda dan gejala intoleran aktivitas, termasuk kondisi yang perlu
dilaporkan kepada dokter
c. Pentingnya nutrisi baik
d. Penggunaan peralatan, seperti oksigen, selama aktivitas
e. Penggunaan tekhnik relaksasi ( misalnya distraksi, visualisasi) selama
aktivitas
f. Dampak intoleran aktivitas terhadap tanggung jawab peran dalam keluarga
dan tempat kerja
g. Tindakan untuk menghambat energi, sebagai contoh : menyimpan alat atau
benda yang sering digunakan ditempat yang mudah dijangkau
h. Managemen energi :
Ajarkan kepala pasien dan orang terdekat tentang teknik perawatan diri
yang akan meminimalkan konsumsi oksigen ( msalnya pemantauan mandiri
dan teknik langkah untuk melakukan AKS)
Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu untuk
mencegah kelelahan
Aktivitas Kolaboratif
a. Berikan obat nyeri sebelum melakukan aktivitas, apabila nyeri merupakan
salah satu faktor penyebab
b. Kolaborasikan dengan ahli terapi orkupsi, fisik (misalnya merencanakan
latihan ketahanan), atau rekreasi untuk merencanakan dan memantau
program aktivitas, jika perlu
c. Untuk pasien yang mengalami sakit jiwa, rujuk ke layanan kesehatan jiwa
dirumah
d. Rujuk pasien ke ahli gizi untuk perencanaan diet guna untuk meningkatkan
asupan makanan yang kaya energi
e. Rujuk pasien ke pusat rehabilitasi jantung jika keletihan behubungan
dengan penyakit jantung
.

20
Aktivitas Lain
a. Hindari menjadwalkan pelaksanaan aktivitas perawatan selama periode
istirahat
b. Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, bersandar, duduk,
berdiri, dan ambulasi, sesuai toleransi
c. Pantau tanda tanda vital sebelum, selama, dan setelah aktivitas: hentikan
aktivitas jika tanda tanda vital tidak akan rentang normal bagi pasien atau
jika ada tanda tanda bahwa aktivitas tidak dapat ditoleransi (misalnya nyeri
dada, pucat, vertigo, dispnea)
d. Rencanakan aktivitas bersama klien dan keluarga yang bisa meningkatkan
kemandirian dan ketahanan klien
Sebagai berikut:
Anjurkan priode untuk istirahat dan aktivitas secara bergantian
Buat tujuan yang , realistis dan dapat dicapai oleh pasien yang dapat
meningkatkan kemandirian dan harga diri
e. Managemen Energi
Bantu pasie untuk mengidentifikasikan pilihan aktivitas
Rencanakan aktivitas pada periode saat pasien memiliki energi paling
banyak
Bantu dengan aktivitas fisik teratur (misalnya ambulasi, berpindah,
mengubah posisi,dan perawatan personal), jika perlu
Batasi rangsangan lingkungan (seperti cahaya dan kebisingan) untuk
memfasilitasi relaksasi
Bantu pasien untuk melakukan pemantauan mandiri dengan membuat dan
menggunakan dokumentasi tertulis yang mencatat asupan kalori dan energi,
jika perlu. (Wilkinson, 2016, hal. 16-18)

26
d. NUTRISI, KETIDAKSEEIMBANGAN: KURANG DARI KEBUTUHAN
TUUBUH
Tujuan
a. Memperlihatkn status gizi: asupan makanan dan cairan, yang dibuktikan
oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak adeluat, sedikit adekuat,
cukup adekuat, adekuat, sangat adekuat):
Makanan oral, pemberian makanan lewat selang, atau nutrisi parenteral
total
Asupan cairan oral atau IV
(Wilkinson, 2015, hal. 506)
Kriteria Hasil
a. Mempertahankan berat badan dalam Kg atau bertambahnya dalam Kg pada
(sebutkan tanggalnya)
b. Menjelaskan komponen diet bergizi adekuat
c. Mengungkapkan tekad untuk mematuhi diet
d. Menoleransi diet yang dianjurkan
e. Mempertahankan masa tubuh dan berat badan dalam waktu batas normal
f. Memiliki nilai laboratorium (mis., transferin, albumin, dan elektrolit) dalam
waktu batas normal
g. Melaporkan tingkat energi yang adekuat
Intervensi (NIC)
Aktivitas Keperawatan
Aktivitas umum untuk semua ketidakseimbangan nutrisi
Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga
a. Ajarkan metode untuk perencanaan makan
b. Ajarkan pasien/kaluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal
Manajemen Nutrisi (NIC):
Berikan informasi yang tepat kepada pasien tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana cara memenuhinya
Aktivitas Kolaboratif
a. Diskusikan dengan ahli gizi tentang menentukan kebutuhan protein pasien
yang mengalami ketidakadekuatan asupan protein atau kehilangan protein
(mis., pasien anoreksia, penyakit glomerular atau dialisis peritoneal)

27
b. Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makanan
pelengkap, pemberian makanan melalui selang, atau nutrisi parenteral total
agar asupan kalori yang adekuat dapat dipertahankan
c. Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi
d. Rujuk ke program gizi di komunitas yang tepat, jika pasien tidak dapat
membeli atau menyiapkan makanan yang adekuat
e. Manajemen Nutrisi (NIC): Tentukan, dengan melakukan kolaborasi
bersama ahli gizi, jika diperlukan, jumlah kalori dan jenis zat gizi yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi [khususnya untuk pasien
dengan kebutuhan energi tinggi, seperti pasien pasca bedah dan luka bakar,
trauma, demam dan luka]
Aktivitas Lain
a. Buat perencanaan makan dengan pasien yang masuk dalam jadwal makan,
lingkungan makan, kesukaan dan ketidaksukaan pasien, serta suhu makanan
b. Usulkan anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari
rumah
c. Bantu pasien menulis tujuan mingguan yang realistis untuk latihan fisik dan
asupan makanan
d. Anjurkan pasien untuk menampilkan tujuan makan dan latihan fisik
dilokasi yang terlibat jelas dan kaji ulang setiap hari
e. Tawarkan makanan porsi besar di siang hari ketika nafsu makan tinggi
f. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan (mis., pindahkan
barang – barang, dan cairan yang tidak sedap di pandang)
g. Hindari prosedur invasif sebelum makan
h. Suapi pasien, jika perlu
i. Manajemen Nutrisi (NIC):
Berikan pasien minuman dan makanan yang bergizi, tinggi protein, tinggi
kalori yang siap dikonsumsi,
Ajarkan pasien dengan cara membuat catatan harian makanan, jika perlu.
(Wilkinson, 2016, hal. 284-285)

28
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta:
Salemba Medika.
Muttaqin, A. (2010). Pengkajian Keperawatan . Jakarta Selatan: Salemba Medika.
Nixson Manurung, S. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Respiratory. Jakarta: CV. Trans
Info Media.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim Pokja SDKI DPP PPNI.
Saputra, D. L. (2013). buku saku Harrison Pulmonologi. tangerang selatan: Karisma Publising Group .
soematri, i. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:
Salemba Medika .hal. 8-9.
Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

29
30

Anda mungkin juga menyukai