Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)

OLEH :

NI KADEK YUNIARI

223213431

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

WIRA MEDIKA BALI

2023
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi PPOK

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan suatu kelainan dengan


ciri-ciri adanya keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible.
Pada klien PPOK paru-paru klien tidak dapat mengembang sepenuhnya
dikarenakan adanya sumbatan dikarenakan sekret yang menumpuk pada paru-
paru. (Lyndon Saputra, 2010).
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan
aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau
reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau
gas yang berbahaya (GOLD, 2009). Selain itu Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK) merupakan satu kelompok penyakit paru yang mengakibatkan
obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan napas di dalam paru, yang
termasuk dalam kelompok ini adalah : bronchitis, emfisema paru, asma
terutama yang menahun, bronkiektasis. Arita Murwani (2011).
2. Etiolgi

Faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi


Kronis menurut Brashers (2007) adalah :
a) Merokok merupakan > 90% resiko untuk PPOK dan sekitar 15% perokok
menderita PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan mengalami
penurunan fungsi paru secara cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan
telah dikaitkan dengan penurunan fungsi paru dan peningkatan resiko
penyakit paru obstruksi pada anak.
b) Terdapat peningkatan resiko PPOK bagi saudara tingkat pertama perokok.
Pada kurang dari 1% penderita PPOK, terdapat defek gen alfa satu
antitripsin yang diturunkan yang menyebabkan awitan awal emfisema.
c) Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak – kanak
berhubungan dengan rendahnya tingkat fungsi paru maksimal
yang bisa dicapai dan peningkatan resiko terkena PPOK saat
dewasa. Infeksi saluran nafas kronis seperti adenovirus dan
klamidia mungkin berperan dalam terjadinya PPOK.
d) Polusi udara dan kehidupan perkotaan berhubungan dengan
peningkatan resiko morbiditas PPOK.
3. Patofiologi

Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu


pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran
karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri
dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah
proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah
peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah,
sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi.
Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan
pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan
aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk
melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan
untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi
paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik
pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood,
2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-
komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil
mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami
kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-
perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu
sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus
kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas.
Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme
penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan
yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama
ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya
peradangan (GOLD, 2009).

Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya


peradangan kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara
progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat
hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka
ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi
karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru
secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi
recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran
udara kolaps (GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan
berupa eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas
pada PPOK predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok
menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic
Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease,
sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kamangar, 2010). Selama
eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya
ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan
dengan adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan
hipersekresi mukus.Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi
hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).
4. Pathway

Faktorpre
disposisi

Rokok Polusi udara


Hipersensitivit
asdisaluran
nafas

Destrruksise Hipertrofi Peningkatan Infiltrasi Edema


rat- kelenjarbr jumlahsel sel- mukosa
seratelastin onkus selradan bronkus Reaksi
dankolagenp anitgen
antibod
Hilangnya y
elastisitas Batukpro Pembentukanmu
paru duktif kusmeningkat
Pelepas
anmedia
Ventilasib
erkurang torkimia
Bronkiolusrusakdanmelebar

BRONKITISKRONIK

ASTHMA
EMFISEMA PPOK

hipoksemia Dispnea Gelisah Lemah BB menurun Anoreksia

Sesaknafas Bersihan Intoleransi


jalan napas aktivitas
tidak efektif Pemenuhan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
Gangguan tubuh
pertukaran
gas
5. Gejala Klinis

Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK


adalah malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi
awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya
yang makin menjadi di saat pagi hari. Nafas pendek sedang yang
berkembang menjadi nafas pendek akut. Batuk dan produksi dahak
(pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk
persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak.
Reeves (2001).
Biasanya pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan
kehilangan berat badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya
pasien tersebut tidak akan mampu secara maksimal melaksanakan
tugas-tugas rumah tangga atau yang menyangkut tanggung jawab
pekerjaannya. Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik
banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari.
Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan
berat badan yang cukup drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu
makan karena produksi dahak yang makin melimpah, penurunan
daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan (isolasi sosial)
penurunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukupnya
oksigenasi sel dalam sistem (GI) gastrointestinal. Pasien dengan
PPOK lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak
mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan.
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Oemti, 2013), pemeriksaan pada Penyakit Paru
Obstruktif Kronik antara lain :
a. Pemeriksaan Fungsi Paru
1) Kapasitas inspirasi menurun
2) Volume residu : meningkat pada emfisema, bronkhitis, dan
asma
3) FEV1 selalu menurun : derajat obstruksi progresif penyakit
paru obstruktif kronik
4) FVC awal normal: menurun pada bronkhitis dan asma
b. Analisa Gas Darah
Pa02 menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada asma.
Nilai pH normal, asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder.
c. Pemeriksaan Laboratorium
1) Hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht) meningkat pada
polisetimia sekunder
2) Jumlah darah merah meningkat
3) Eosinofil dan total IgE serum meningkat
4) Pulse oksimetri: Sa02 oksigenasi menurun
5) Elektrolit menurun karena pemakaian obat diuretic
6) Pemeriksaan Sputum
d. Pemeriksaan gram kuman atau kultur adanva infeksi campuran.
Kuman patogen yang biasa ditemukan adalah streptococcus
pneumoniae hemophylus influenza, dan moraxella catarrhalis.
e. Pemeriksaan Radiologi Thoraks Foto
Menunjukkan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung, dan
bendungan arca paru. Pada emfisema paru didapatkan diafragma
dengan letak yang rendah dan mendatar.
f. Pemeriksaan Bronkogram
Menunjukkan dilatasi bronkus kolap bronkhiale
pada saat ekspirasi
7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi


Kronis menurut Mansjoer (2002) adalah :
Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi,
polusi udara. Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi.
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenzae dan S.
Pneumonia, maka digunakan ampisillin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau
eritromisin 4 x 0,5 g/hari.
b. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika
kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenzae dan B. Catarhalis
yang memproduksi beta laktamase.
c. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau
doksisilin pada pasien yang mengalami eksasebrasi akut terbukti
mempercepat penyembuhan dam membantu mempercepat kenaikan
peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode
eksasebrasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda
pneumonia, maka dianjurkan antibiotic yang lebih kuat.

d. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena


hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
e. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
f. Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan
adrenergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau
ipratorium bromide 250 mikrogram diberikan tiap 6 jam dengan
nebulizer atau aminofilin 0,25- 0,5 g iv secara perlahan.
Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
a) Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang,
ampisillin 4 x0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian
eksasebrasi akut.
b) Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi
saluran nafas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini
dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
1) Fisioterapi.
2) Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
3) Mukolitik dan ekspektoran.
4) Terapi jangka penjang bagi pasien yang mengalami gagal

nafas tipe II dengan PaO2<7,3kPa (55 mmHg).


5) Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja,
merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan
sosialisasi agar terhindar dari depresi. Rehabilitasi pada pasien
dengan penyakit paru obstruksi kronis adalah fisioterapi,
rehabilitasi psikis dan rehabilitasi pekerjaan.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Meliputi nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, pendidikan, suku
bangsa, pekerjaan, alamat, status, ruang rawat, nomor rekam medis,
diagnose medis.
2) Identitas Penanggung Jawab
Berupa nama, tanggal lahir, jenis kelamin, status, pendidikan,
pekerjaan, alamat, hubungan dengan pasien.
b. Status Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama biasanya dialami oleh penderita asma yaitu batuk.
peningkatan sputum, dispnea (bisa berhari-hari atau berbulan-bulan,
wheezing, dan nyeri dada)
2) Status Kesehatan Masa Lalu
Terdapat data yang menyertakan adanya faktor predisposisi pada
penyakit ini, diantaranva vaitu riwavat alergi dan penvakit saluran
natas bawah. Secara umum perawat perlu menanyakan mengenai
tentang riwavat merokok seperti:
a) Usia mulai merokok secara rutin
b) Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari
c) Usia menghentika kebiasaan merokok
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji untuk mengetahui apakah ada anggota keluarga yang
menderita batuk, TBC, kanker paru dan asma.
c. Pola Kebutuhan Dasar
1) Pola pernafasan
2) Pola makan dan minum
3) Pola eliminasi
4) Pola aktivitas dan Latihan
5) Pola berpakaian
6) Pola rasa aman dan nyaman
7) Pola kebersihan diri
8) Pola rasa aman
9) Pola komunikasi/hubungan dengan orang lain
10) Pola beribadah
11) Pola produktivitas
12) Pola rekreasi
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
2) Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
3) Pemeriksaan Fisik Head To Toe
4) Data Penunjang
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b/d Sekresi Yang
Tertahan (SDKI 2016, D.0001)
b. Gangguan Pertukaran Gas b/d Perubahan Membran Alveolus
(SDKI 2016, D.0003)
c. Intoleransi Aktivitas b/d Kelemahan (SDKI 2016, D.0056)
d. Defisit Nutrisi b/d Ketidakmampuan Menelan Makanan
(SDKI 2016, D.0019)
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Rencana Rasional


Keperawata Kriteria Keperawatan
n Hasil
1 Bersihan Setelah dilakukan Manajemen Jalan 1) Untuk
jalan nafas asuhan Nafas mengetahui dan
tidak efektif keperawatan ( I.01011) memantau pola
b/d sekresi selama …x24 jam nafas pasien
yang tertahan diharapkan Observasi 2) Untuk
masalah bersihan 1. Monitor pola mengetahui ada
jalan nafas pasien nafas (mis. atau tidaknya
dapat teratasi frekuensi, bunyi nafas
dengan kriteria kedalaman, tambahan
hasil : (L.01001) usaha nafas) 3) Untuk
1. Produksi 2. Monitor mempertahankan
sputum bunyi nafas kepatenan jalan
menurun tambahan nafas
2. Dispnea (mis. 4) Untuk membersih
menurun gurgling, kan jalan nafas
3. Frekuensi wheezing, 5) Inhalasi
nafas ronchi) sederhana mampu
membaik melebarkan jalan
Terapeutik nafas
3. Posisikan 6) Untuk
semi fowler mempertahankan
atau fowler kepatenan jalan n
4. Lakukan afas
penghisapan
lendir kurang
dari 15 detik

Edukasi
5. Ajarkan
teknik batuk
efektif

Kolaborasi
6. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator
, ekspektoran,
mukolitik, jik
a perlu

2 Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan 1) Untuk megetahui


pertukaran asuhan Respirasi (I.01014) upaya nafas
gas b/d keperawatan pasien
perubahan selama …x24 jam Observasi 2) Untuk
membrane diharapakan 1. Monitor mengetahui dan
alveolus masalah frekuensi, memonitor pola
gangguan irama, nafas pasien
pertukaran gas kedalaman, 3) Memantau
pasien dapat dan upaya respirasi pasien
teratasi dengan nafas secara berkala
kriteria hasil : 2. Monitor pola 4) Agar pasien
(L.01003) nafas (mis. mengetahui
1. Dispnea bradipnea, tindakan yang
menurun takipnea, dilakukan
2. Bunyi kussmaul) 5) Agar pasien
nafas mengetahui hasil
tambahan Terapeutik dari pemantauan
menurun 3. Atur interval respirasi yang dil
3. Nafas pemantauan akukan
cuping respirsi
hidung sesuai
menurun kondisi
4. Pola nafas pasien
membaik
Edukasi
4. Jelaskan
tujuan dan
prosedur
pemantauan
5. Informasikan
hasil
pemantauan,
jika perlu
3 Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen Energi 1. Untuk mengetahui
aktivitas b/d asuhan (I.05178) gangguan fungsi tubuh
kelemahan keperawatan pasien
selama …x24 jam Observasi
diharapkan 1. Identifikasi 2. Untuk memonitor
masalah gangguan keadaan fisik dan
intoleransi fungsi tubuh emosional pasien
aktivitas pasien yang
dapat teratasi menyebabkan 3. Untuk mengetahui
dengan kriteria kelelahan kemampuan gerak pasien
hasil : (L.05047) 2. Monitor
1. Saturasi kelelahan 4. Agar pasien merasa
oksigen fisik dan nyaman
meningkat emosional
2. Keluhan Terapeutik 5. Untuk
Lelah 3. Lakukan mempertahankan dan
menurun rentang gerak meningkatkan asupan
3. Frekuensi pasif/aktif makanan
nafas Edukasi
membaik 4. Anjurkan
tirah baring
Kolaborasi
5. Kolaborasi
dengan ahli
gizi tentang
cara
meningkatka
n asupan
makanan
4 Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen 1. Untuk memonitor
b/d asuhan Gangguan Makan asupan dan keluarnya
ketidakmamp keperawatan (I.03111) makanan dan cairan serta
uan menelan selama …x 24 kebutuhan kalori
makanan jam diharapkan Observasi
masalah deficit 1. Monitor 2. Untuk mengetahui
nutrisi pasien asupan dan berat badan pasien
dapat teratasi keluarnya
dengan kriteria makanan dan 3. Untuk penguatan
hasil : (L.03030) cairan serta positif terhadap
1. Kekuatan kebutuhan keberhasilan target dan
otot kalori perubahan perilaku
menelan Terapeutik
meningkat 2. Timbang 4. Untuk menjaga berat
2. Berat berat badan badan yang terkontrol
badab secara rutin
membaik 3. Berikan 5. Untuk
3. Frekuensi penguatan mempertahankan berat
makan positif badan dan kebutuhan
membaik terhadap kalor
keberhasilan
target dan
perubahan
perilaku
Edukasi
4. Anjurkan
pengaturan
diet yang
tepat
Kolaborasi
5. Kolaborasi
dengan ahli
gizi tentang
berat badan,
kebutuhan
kalori dan
pilihan
manakan
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana

keperawatan oleh perawat dan klien dan merupakan tahap ke empat

dari proses keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun

rencana keperawatan (Dermawan,2012)

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan.

Pengukuran efektivitas program dapat dilakukan dengan cara

mengevaluasi kesuksesan dalam pelaksanaan program. Evaluasi asuhan

keperawatan didokumentasikan dalam SOAP (subjektif, objektif,

analisis, dan planning).


DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis


NANDA NIC NOC. Yogyakarta : Media Action.

Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta : FIP.


IKIP.
Asih, Niluh Gede Yasmin. 2003. Keperawatan Medikal Bedah Klien dengan
Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.
Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan
Manajemen Edisi 2. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.
Doenges, Marilynn E. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC Buku
Kedokteran.
Hidayat, Azis Alimul. 2008. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Kasanah. 2011. Analisis Keakuratan Kode Diagnosis Penyakit Paru Obstruksi Kronis
Eksasebrasi Akut B Berdasarkan ICD 10 Pada Dokumen Rekam

Anda mungkin juga menyukai