Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN PPOK

OLEH:
PUTU MAYA OKTAVIANTI
NIM. P07120321007

PROGRAM PROFESI NERS/ KELAS A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN PPOK

A. Pengertian PPOK

PPOK adalah nama yang diberikan untuk gangguan ketika dua penyakit
paru terjadi pada waktu bersamaan yaitu bronkitis kronis dan emfisema. Asma
kronis yang dikombinasikan dengan emfisema atau bronkitis juga dapat
menyebabkan PPOK (Hurst, 2016). PPOK adalah penyakit yang dicirikan oleh
keterbatasan aliran udara yang tidak dapat pulih sepenuhnya. Keterbatasan aliran
udara biasanya bersifat progresif dan di kaitkan dengan respon inflamasi paru
yang abnormal terhadap partikel atau gas berbahaya, yang menyebabkan
penyempitan jalan nafas, hipersekresi mucus, dan perubahan pada system
pembuluh darah paru (Suddarth, 2015).
Dapat disimpulkan, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah
sekelompok penyakit yang menyerang paru-paru yang bersifat progresif, adanya
respon imflamasi yang berlangsung lama ditandai adanya sesak nafas pada saat
melakukan suatu aktivitas.

B. Etiologi PPOK
Menurut Ikawati (2016), etiologi penyakit paru obstruktif kronis terdapat
faktor paparan lingkungan. Beberapa faktor paparan lingkungan yaitu :
1. Merokok
Merokok yang merupakan penyebab utama dari PPOK, dengan risiko 30
kali lebih besar pada perokok dibandingkan dengan bukan merokok dan
merupakan penyebab dari 85-95% kasus PPOK. Kurang lebih 15-20% akan
mengalami PPOK. Namun demikian, tidak semua penderita PPOK adalah
perokok. Sekitar 10% orang yang tidak merokok mungkin menderita PPOK.
2. Pekerjaan
Para pekerja tambang emas atau batu bara dan pekerja yang terpapar
debu katun dan debu gandum mempunyai risiko yang lebih besar daripada yang
bekerja ditempat selain yang sudah disebutkan diatas.
3. Polusi Udara
Pasien PPOK yang mempunyai disfungsi paru akan semakin memburuk
gejalanya dengan adanya polusi udara. Polusi ini bisa berasal dari luar rumah
seperti asam pabrik, asap kendaraan bermotor maupun polusi yang berasal dari
dalam rumah misalkan asap dapur.
4. Infeksi
Kolonisasi pada saluran pernapasan secara kronis merupakan suatu
pemicu imflamasi atau peradangan neutrofilik pada saluran nafas, terlepas dari
paparan rokok. Adanya kolonisasi bakteri menyebabkan peningkatan kejadian
imflamasi yang dapat diukur dari peningkatan jumlah sputum, peningkatan
frekuensi eksaserbasi, dan percepatan penurunan fungsi paru, yang semua ini
meningkatkan risiko kejadian PPOK.

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala PPOK sangat bervariasi dari tanpa gejala dan dengan
gejala dari ringan sampai berat, yaitu batuk kronis, berdahak, sesak napas bila
beraktifitas, sesak tidak hilang dengan pelega napas, memburuk pada malam/dini
hari, dan sesak napas episodic (Tana et al., 2016). Untuk dapat menghindari
kekambuhan PPOK, maka pemahaman tentang penyakit dan cara mencegah
kekambuhan PPOK menjadi dasar yang sangat penting bagi seseorang khususnya
penderita PPOK. Kekambuhan dapat terukur dengan meliputi skala sesak
berdasarkan skala MMRC (Modified Medical Research Counci).
Untuk mengeluarkan dahak dan memperlancar jalan pernapasan pada
penderita PPOK dapat dilakukan dengan cara batuk efektif. Gejala PPOK jarang
muncul pada usia muda umumnya setelah usia 50 tahun ke atas, paling tinggi pada
laki-laki usia 55-74 tahun. Hal ini dikarenakan keluhan muncul bila terpapar asap
rokok yang terus menerus dan berlangsung lama (Salawati, 2016). Tanda dan
gejala penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah sebagai berikut :
1. PPOK dicirikan oleh batuk kronis, produksi sputum, dan dyspnea saat
menggerakkan tenaga kerap memburuk seiring waktu.
2. Penurunan berat badan sering terjadi.
3. Gejala yang spesifik dengan penyakit. Lihat manifestasi klinis pada asma,
bronkiektasis, bronkitis, dan Emfisema

D. Patofisiologi PPOK
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen komponen
asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain
itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. Perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu
sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam
jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai
tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen.
Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari
ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan
adanya peradangan. Komponen-komponen asap rokok juga merangsang
terjadinya peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara
progresif merusak strukturstruktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas
saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara
kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat
pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian apabila
tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran
udara kolaps (LeMone et al., 2016).
E. Pathway
Asthma, bronchitis kronis, emfisema

PPOK Rokok, polusi


Obstruksi

Perubahan anatomis inflamasi


Ventilasi terganggu parenkim paru
Sputum meningkat
Dispnea/sesak Pembesaran alveoli
batuk
Hiperatropi kelenjar
Pola Napas Tidak mukosa Bersihan Jalan
Efektif
Nafas Tidak
Efektif
Penyempitan saluran
udara secara periodik
Infeksi

Ekspansi paru
menurun Leukosit
Suplay O2 tidak adekuat meningkat
keseluruhan tubuh
Kompensasi tubuh untuk Imun
memenuhi kebutuhan menurun
hipoksia oksigen dengan
meningkatkan frekuensi
pernafasan
Kuman pathogen
sesak & endogen
Kontraksi otot difagosit makrofag
Gangguan pernafasan
Pertukaran Gas
anoreksia
Cepat lelah,
kelemahan

Gangguan Pola
Tidur Intoleransi
Aktivitas

(Rahayu, 2016)
F. Klasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik
adalah sebagai berikut:

1 Bronkitis Kronik.
Bronkitis Kronis merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi
mukus takeobronkial yang berlebihan, sehingga cukup untuk menimbulkan batuk
dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun dan paling sedikit 2 tahun
secara berturut-turut. Iritan inhalasi menyebabkan proses inflamasi kronik dengan
vasodilatasi, kongesti dan edema mukosa bronkial. Sel goblet meningkat dalam
hal ukuran dan jumlah serta kelenjar mukosa membesar. Mukus yang tebal dan
banyak dihasilkan dalam jumlah yang bertambah banyak. Perubahan pada sel
skuamosa bronkial mengganggu kemampuan untuk membersihkan mukus.
Penyempitan jalan nafas dan kelebihan sekresi mengobstruksi jalan nafas. Karena
fungsi silier terganggu, mekanisme pertahanan normal tidak mampu
membersihkan (mukus dan semua patogen yang diinhalasi. Infeksi berulang
umum pada bronkitis kronik (LeMone et al., 2016).
2 Emfisema Paru
Emfisema adalah gangguan yang berupa dinding alveolus mengalami
kerusakan. Kerusakan tersebut menyebabkan ruang udara terdistensi secara
permanen. Aliran uadara terhambat sebagai hasil dari perubahan tersebut, bukan
produksi mucus seperti yang terjadi pada bronchitis kronis. Seperti pada bronchitis
kronik, merokok sangat berimplikasi sebagai factor penyebab pada sebagian besar
kasus emfisema (LeMone et al., 2016).
3 Asma Bronkial
Asma Bronkial adalah suatu gangguan pada saluran Bronkial yang
mempunyai ciri bronkospasme periodik terutama pada percabangan
trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti faktor
biokemikal, endokrin, infeksi, dan psikologi (Somantri, 2012).

G. Derajat PPOK
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) tahun 2017, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat, yaitu:
1 Derajat 0 (berisiko)
Gejala klinis: memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi
sputum, dan dispnea, terdapat paparan terhadap faktor resiko, spirometri: normal.
2 Derajat I (PPOK ringan)
Gejala klinis: dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi
sputum, sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1, spirometri:
FEV1/FVC< 70%, FEV1 ≥ 80%. Spirometri merupakan tes fungsi paru yang
mengukur persentase dan derajat beratmya obstruksi aliran udara. Spirometri
mengukur volume udara ketika ekspirasi dari inspirasi maksimal (force vital
capacity, FVC) dan volume udara ketika ekspirasi selama satu detik pertama
(forced expiratory volume in one second, FEV1) (A.Wisman et al., 2015).
3 Derajat II (PPOK sedang)
Gejala klinis: dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi
sputum, sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas). Spirometri:
FEV1 < 70%; 50%<FEV1<80%.
4 Derajat III (PPOK berat)
Gejala klinis: sesak napas derajat sesak 3 dan 4, eksaserbasi lebih sering
terjadi, spirometri : FEV1<70%; 30% <FEV1 <50%.
5 DerajatI V (PPOK sangat berat)
Gejala klinis: pasien derajat III dengan gagal napas kronik, disertai
komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan, spirometri: FEV1/FVC
<70%; FEV1<30%.
Skala sesak berdasarkan GOLD tahun2017:

a. 0=Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat.


b. 1 = Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga 1 tingkat.
c. 2 = Berjalan lebih lambat karena merasa sesak.
d. 3 = Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa menit.
e. 4 = Sesak bila mandi atau berpakaian (Saftarina et al., 2017).

H. Pemeriksaan Penunjang
1 Pengukuran Fungsi Paru
a. Kapasitas inspirasi menurun.
b. Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkhial, dan asma.
c. FEV1 selalu menurun = derajat obstruksi progresif penyakit paru
obstruktif kronis.
d. FVC awal normal menurun pada bronkhitis dan asma.
e. TLC normal sampai meningkat sedang (predominan pada emfisema).
2 Analisa Gas Darah
PaO2 menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada asma. Nilai pH
normal, asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder

3 Pemeriksaan Laboratorium
a. Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Ht) meningkat pada polisitemia
sekunder.
b. Jumlah darah merah meningkat.
c. Pulse oksimetri SaO2 okseigenasi menurun.
d. Elektrolit menurun karena pemakaian obat deuritik.
4 Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan gram kuman/kuktur adanya infeksi campuran. Kuman
pathogen yang bias ditemukan adalah Strepcoccus pneumonia, Hemaphylus
influenza, dan Moraxella catarrhalis.
5 Pemeriksaan Radiologi Thoraks foto (AP dan Lateral)
Menunjukkan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung, dan
bendungan area paru. Pada emfisema paru didapatkan diafragma dengan letak
yang rendah dan mendatar ruang udara retrosternal > (foto lateral), jantung
tampak bergantung memanjang dan menyempit.
6 Pemeriksaan Bronkhogram
Menunjukkan dilatasi bronkhus kolap bronkhiale pada ekspirasi kuat.
7 EKG
Tekanan darah biasanya normal. Batas jantung tidak mengalami
pergeseran. Vena jugularis mungkin mengalami distensi selama ekspirasi.
Kelainan EKG yang paling awal terjadi adalah rotasi clock wise jantung. Bila
sudah terdapat kor pulmonal, terdapat deviasi aksis ke kanan dan Ppulmonal pada
hantaean II, III, dan aVF. Voltase QRS (Wahid & Suprapto (2013).
I. Penatalaksanaan Medis
1. Non Farmakologi
a. Berhenti Merokok
Menurut PDPI (2011) Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok
adalah 5A
1) Ask (Tanyakan). Mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan.
2) Advise (Nasihati). Dorongan kuat pada semua perokok untuk berhenti
merokok.
3) Assess (Nilai). Keinginan untuk usaha berhenti merokok (misal: dalam 30
hari ke depan).
4) Assist (Bimbing). Bantu pasien dengan rencana berhenti merokok,
menyediakan konseling praktis, merekomendasikan penggunaan
farmakoterapi.
5) Arrange (Atur). Buat jadwal kontak lebih lanjut.
b. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi keletihan dan
memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke
dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan
optimal yang disertai: simptom pernapasan berat, beberapa kali masuk ruang
gawat darurat, kualitas hidup yang menurun. Program rehabilitasi terdiri dari 3
komponen yaitu: latihan fisik, psikososial dan latihan pernapasan
c. Terapi oksigen
Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot
maupun organ-organ lainnya
d. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkorelasi dengan
derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah
2. Farmakologis
a. Bronkodilator
Bronkodilator adalah pengobatan yang berguna untuk meningkatkan FEV1
atau mengubah variable spirometri dengan cara mempengaruhi tonus otot polos
pada jalan napas. Bronkodilator dapat diberikan dengan metered-dose inhaler
(MDI), dry powder inhaler (DPI), dengan nebulizer, atau secara oral (LeMone et
al., 2016).. Macam-macam bronkodilator:
b. β2 Agonist (short-acting dan long-acting)
Prinsip kerja dari β2 agonis adalah relaksasi otot polos jalan napas dengan
menstimulasi reseptor β2 dengan meningkatkan C-AMP dan menghasilkan
antagonisme fungsional terhadap bronkokontriksi.
Angios β2 adalah obat simtimimetik yang bekerja pada adrenoreseptor β2
pada otot polos saluran napas dan menyebabkan bronkodilasi. Obat ini juga
membantu pembersihan mukus dan memperbaiki kekuatan (endurance) otot
pernapasan (Black & Hawks, 2014).
c. Antikolinergik
Obat yang termasuk pada golongan ini adalah ipratropium, oxitroprium
dan tiopropium bromide. Efek utamanya adalah memblokade efek asetilkolin pada
reseptor muskarinik.
d. Methylxanthine
Contoh obat yang tergolong methylxanthine adalah teofilin. Obat ini
dilaporkan berperan dalam perubahan otot-otot inspirasi. Namun obat ini tidak
direkomendasikan jika onat lain tersedia.
e. Kortikosteroid
Inhalasi yang diberikan secara regular dapat memperbaiki gejala, fungsi
paru, kualitas hidup serta mengurangi frekuensi eksaserbasi pada pasien dengan
FEV1<60% prediksi.
f. Phosphodiesterase-4 inhibitor
Mekanisme dari obat ini adalah untuk mengurangi inflamasi dengan
menghambat pemecahan intraselular C-AMP. Tetapi, penggunaan obat ini
memiliki efek samping seperti mual, menurunnya nafsu makan, sakit perut, diare,
gangguan tidur dan sakit kepala (Soeroto & Suryadinata, 2014).
J. Komplikasi
1. Hipoksemia
Hipoksemia adalah kondisi turunya konsentrasi oksigen dalam darah
arteri. Beberapa kondisi dapat menyebabkan hipoksemia. Hipoksemia dapat
terjadi jika terdapat penurunan oksigen di udara (hipoksia) atau hipoventilasi
terjadi karena daya regang paru menurun atau atelektasis
2. Asidosus Respiratori
Timbul Akibat dari penoingkatan PaCO2 (hiperkapnea). Tanda yang
muncul antara lain nyeri kepala, fatigue, latergi, dizziness, dan takipnea. Asidosis
respiratorik dapat terjadi akibat depresi pusat pernapasan misalnya (akibat obat,
anestesi, penyakit neurologi) kelainan atau penyakit yang mempengaruhi otot
atau dinding dada, penurunan area pertukaran gas, atau ketidakseimbangan
ventilasi perfusi, dan obstruksi jalan napas
3. Infeksi Respiratori
Infeksi Pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mucus
dan rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa. Terbatasnya aliran
udara akan menyebabkan peningkatan kerja napas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal Jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru, harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat). Komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi dengan emfisema berat juga dapat
mengalami masalah ini.
5. Kardiak disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratori.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma bronkial.
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali tidak
berspons terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernapasan
dan disertai vena leher sering kali terlihat pada klien dengan asma (Warsi et al.,
2013).
K. Pengkajian Keperawatan
1. Idenditas
Sebelumnya jenis kelamin PPOK lebih sering terjadi pada laki-laki, tetapi
karena peningkatan penggunaan tembakau di kalangan perempuan di negara maju
dan risiko yang lebih tinggi dari paparan polusi udara di dalam ruangan (misalnya
bahan bakar yang digunakan untuk memasak dan pemanas) pada negara-negara
miskin, penyakit ini sekarang mempengaruhi laki-laki dan perempuan hampir
sama (Ismail et al., 2017). Kebanyakan penderita PPOK terjadi pada individu di
atas usia 40 tahun. Hal ini bisa dihubungkan bahwa penurunan fungsi respirasi
pada umur 30-40 tahun
2. Keluhan utama
Keluhan yang sering dikeluhkan oleh orang dengan penyakit
paru obstruktif kronik (PPOK) adalah Sesak napas yang bertambah
berat bila aktivitas, kadangkadang disertai mengi, batuk kering atau
dengan dahak yang produktif, rasa berat di dada (PDPI, 2011).
3. Riwayat kesehatan sekarang
Menurut Oemiati (2013) Bahwa Perokok aktif dapat mengalami
hipersekresi mucus dan obstruksi jalan napas kronik. Perokok pasif juga
menyumbang terhadap symptom saluran napas dan dengan peningkatan kerusakan
paru-paru akibat menghisap partikel dan gas-gas berbahaya. Kebiasaan memasak
dengan bahan biomass dengan ventilasi dapur yang jelek misalnya terpajan asap
bahan bakar kayu dan asap bahan bakar minyak diperkirakan memberi kontribusi
sampai 35% dapat memicu terjadinya PPOK. Produsi mukus berlebihan sehingga
cukup menimbulkan batuk dengan ekspetorasi selama beberapa hari ± 3 bulan
dalam setahun dan paling sedikit dalam dua tahun berturut-turut dapat memicu
terjadinya PPOK (Somantri, 2012).
4. Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan, riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja (PDPI,
2011). Dan memiliki riwayat penyakit sebelumnya termasuk asama bronchial,
alergi, sinusitis, polip nasal, infeksi saluran nafas saat masa kanak-kanak dan
penyakit respirasi lainya. Riwayat eksaserbasi atau pernah dirawat di rumah sakit
untuk penyakit respirasi (Soeroto & Suryadinata, 2014).
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga (PDPI, 2011). Riwayat keluarga
PPOK atau penyakit respirasi lainya. (Soeroto & Suryadinata, 2014). Riwayat
alergi pada keluarga
6. Pola Fungsi Kesehatan Pola fungsi kesehatan yang dapat dikaji pada pasien
dengan PPOK menurut Wahid & Suprapto (2013) adalah sebagai berikut:
a. Pola Nutrisi dan Metabolik. Gejala: Mual dan muntah, nafsu makan
buruk/anoreksia, ketidakmampuan untuk makan, penurunan atau peningkatan
berat badan. Tanda: Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat.
b. Aktivitas/Istirahat. Gejala: Keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan
sehari-hari, ketidakmampuan untuk tidur, dispnea pada saat aktivitas atau
istirahat. Tanda: Keletihan, gelisah, insomnia, kelemahan umum/kehilangan
massa otot.
c. Sirkulasi. Gejala: pembengkakan pada ekstremitas bawah. Tanda:
Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardi berat,
distensi vena leher, edema dependent, bunyi jantung redup, warna
kulit/membran mukosa normal/cyanosis, pucat, dapat menunjukkan anemia.
d. Integritas Ego. Gejala: peningkatan faktor resiko, dan perubahan pola hidup.
Tanda: Ansietas, ketakutan, peka rangsangan.
e. Hygiene. Gejala: Penurunan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
hygiene. Tanda: Kebersihan buruk, bau badan.
f. Pernapasan. Gejala: Batuk menetap dengan atau tanpa produksi sputum
selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun, episode
batuk hilang timbul. Tanda: pernapasan bisa cepat, penggunaan otot bantu
pernapasan, bentuk dada barel chest atau normo chest, gerakan diafragma
minimal, bunyi nafas ronchi, perkusi hypersonan pada area paru, warna pucat
dengan sianosis bibir dan kuku, abu-abu keseluruhan.
g. Keamanan. Gejala: riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan,
adanya / berulangnya infeksi.
h. Seksualitas. Gejala: Penurunan libido
i. Interaksi Sosial. Gejala: hubungan ketergantungan, kegagalan dukungan
terhadap pasangan/orang terdekat, ketidakmampuan membaik karena
penyakit lama. Tanda: ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena
disstres pernapasan, keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian hubungan dengan
anggota keluarga lain.
7. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Fisik yang dapat dilakukan pada pasien dengan PPOK menurut
Wahid & Suprapto (2013) adalah sebagai berikut:
a. Pernafasan (B1: Breathing).
1) Inspeksi. Terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan
serta penggunaan otot bantu nafas. Bentuk dada barrel chest (akibat udara
yang tertangkap) atau bisa juga normo chest, penipisan massa otot, dan
pernapasan dengan bibir dirapatkan. Pernapasan abnormal tidak fektif dan
penggunaan otototot bantu nafas (sternocleidomastoideus). Pada tahap
lanjut, dispnea terjadi saat aktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan
sehari- hari seperti makan dan mandi. Pengkajian batuk produktif dengan
sputum purulen disertai demam mengindikasikan adanya tanda pertama
infeksi pernafasan.
2) Palpasi. Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya
menurun.
3) Perkusi.Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hiper sonor
sedangkan diafrgama menurun.
4) Auskultasi. Sering didapatkan adanya bunyi nafas ronchi dan wheezing
sesuai tingkat beratnya obstruktif pada bronkiolus. Pada pengkajian lain,
didapatkan kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar
karbondioksida yang tinggi (hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut
penyakit. Pada waktunya, bahkan gerakan ringan sekalipun seperti
membungkuk untuk mengikat tali sepatu, mengakibatkan dispnea dan
keletihan (dispnea eksersorial). Paru yang mengalami emfisematosa tidak
berkontraksi saat ekspirasi dan bronkiolus tidak dikosongkan secara efektif
dari sekresi yang dihasilkannya. Pasien rentan terhadap reaksi inflamasi
dan infeksi akibat pengumpulan sekresi ini. Setelah infeksi terjadi, pasien
mengalami mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi.
b. Kardiovaskuler (B2:Blood). Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara
umum. Denyut nadi takikardi. Tekanan darah biasanya normal. Batas jantung
tidak mengalami pergeseran. Vena jugularis mungkin mengalami distensi
selama ekspirasi. Kepala dan wajah jarang dilihat adanya sianosis.
c. Persyarafan (B3: Brain). Kesadaran biasanya compos mentis apabila tidak
ada komplikasi penyakit yang serius.
d. Perkemihan (B4: Bladder). Produksi urin biasanya dalam batas normal dan
tidak ada keluhan pada sistem perkemihan. Namun perawat perlu memonitor
adanya oliguria yang merupakan salah satu tanda awal dari syok.
e. Pencernaan (B5: Bowel). Pasien biasanya mual, nyeri lambung dan
menyebabkan pasien tidak nafsu makan. Kadang disertai penurunan berat
badan.
f. Tulang, otot dan integument (B6: Bone). Kerena penggunaan otot bantu nafas
yang lama pasien terlihat keletihan, sering didapatkan intoleransi aktivitas
dan gangguan pemenuhan ADL (Activity Day Living).
g. Psikososial. Pasien biasanya cemas dengan keadaan sakitnya
L. Diagnosis Keperawatan

Data Fokus Proses Terjadinya Masalah Keperawatan


Data Mayor Asthma, bronchitis kronis, Bersihan Jalan Nafas
Subyektif emfisema Tidak Efektif
- 
Obyektif PPOK
 Batuk tidak efektif 
 Tidak mampu batuk Rokok, polusi
 Sputum berlebih 
 Mengi, wheezing dan/atau inflamasi
ronki kering 
 Mekonium di jalan napas Sputum meningkat
(pada neonatus) 
Batuk
Data Minor

Subyektif
Bersihan Jalan Nafas
 Dispnea
Tidak Efektif
 Sulit sulit bicara
 Ortopnea
Obyektif
 Gelisah
 Sianosis
 Bunyi napas menurun
 Frekuensi napas berubah
 Pola napas berubah
Data Mayor Asthma, bronchitis kronis, Pola Nafas Tidak
Subyektif emfisema Efektif
 Dispnea 
Obyektif PPOK
 Penggunaan otot bantu 
pernapasan Perubahan anatomis
 Fase ekspirasi memanjang parenkim paru
 Pola napas abnormal (mis. 
Takipnea, bradipnea, Pembesaran alveoli
hiperventilasi, kussmaul, 
cheyne-stokes) Hiperatropi kelenjar
mukosa
Data Minor

Subyektif
Penyempitan saluran udara
 Ortopnea
Obyektif secara periodik
 Pernapasan pursed-lip 
 Pernapasan cuping hidung Obstruksi
 Diameter thoraks anterior- 
posterior meningkat Ventilasi terganggu
 Ventilasi semenit menurun 
 Kapasitas vital menurun Dispnea/sesak
 Tekanan ekspirasi menurun 
 Tekanan inspirasi menurun Pola Napas Tidak Efektif
 Ekskusi dada berubah
Data Mayor Asthma, bronchitis kronis, Gangguan Pertukaran
Subyektif emfisema Gas
 Dispnea 
Obyektif PPOK
 PCO2 meningkat/menurun 
 PO2 menurun Perubahan anatomis
 Takikardi parenkim paru
 pH arteri meningkat/menurun 
 Bunyi napas bertambah Pembesaran alveoli

Data Minor Hiperatropi kelenjar
Subyektif mukosa
 Pusing

 Penglihatan kabur
Penyempitan saluran udara
Obyektif
secara periodik
 Sianosis

 Diaforesis
Ekspansi paru menurun
 Gelisah

 Napas cuping hidung
Suplay O2 tidak adekuat
 Pola napas abnormal
keseluruhan tubuh
(cepar/lambat, regular/iregular,

dalam/dangkal)
Hipoksia
 Warna kulit abnormal (mis.
pucat, kebiruan) 
 Kesadaran menurun Sesak

Gangguan Pertukaran
Gas
Data Mayor Asthma, bronchitis kronis, Defisit Nutrisi
Subjektif emfisema
- 
Objektif PPOK
 Berat badan menurun minimal 
10% di bawah rentang ideal Rokok, polusi

Data Minor inflamasi
Subjektif 
 Cepat kenyang setelah makan Infeksi
 Kram/nyeri abdomen 
 Nafsu makan menurun Leukosit meningkat
Objektif

 Bising usus hiperaktif
Imun menurun
 Otot mengunyah lemah

 Otot menelan lemah
Kuman pathogen &
 Membran mukosa pucat
endogen difagosit
 Sariawan
makrofag
 Serum albumin turun

 Rambut rontok berlebihan
Anoreksia
 Diare

Defisit Nutrisi

Data Mayor Asthma, bronchitis kronis, Gangguan Pola Tidur


Subjektif emfisema
 Mengeluh sulit tidur 
 Mengeluh sering terjaga PPOK
 Mengeluh tidak puas tidur 
 Mengeluh pola tidur berubah Perubahan anatomis
 Mengeluh istirahat tidak cukup parenkim paru
Objektif 
- Pembesaran alveoli

Data Minor Hiperatropi kelenjar
Subjektif mukosa
 Mengeluh kemampuan

beraktivitas menurun
Penyempitan saluran udara
Objektif
secara periodik
-

Ekspansi paru menurun
Suplay O2 tidak adekuat
keseluruhan tubuh

Hipoksia

Sesak

Gangguan Pola Tidur
Data Mayor Asthma, bronchitis kronis, Intoleransi Aktivitas
Subjektif emfisema
 Mengeluh Lelah 
Objektif PPOK
 Frekuensi jantung mrningkat 
>20% dari kondisi istirahat Perubahan anatomis
parenkim paru
Data Minor 
Subjektif Pembesaran alveoli
 Dipsnea saat/setelah aktivitas 
 Merasa tidak nyaman setelah Hiperatropi kelenjar
beraktivitas, mukosa
 Merasa lemah

Objektif
Penyempitan saluran udara
 Tekanan darah meningkat
secara periodik
>20% dari kondisi istirahat

 Gambaran EKG menunjukkan
Ekspansi paru menurun
aritmia saat/setelah

beraktivitas
Kompensasi tubuh untuk
 Gambaran EKG menunjukkan
memenuhi kebutuhan
iskemia
oksigen dengan
 Sianosis.
meningkatkan frekuensi
pernafasan

Kontraksi otot pernafasan

Cepat lelah, kelemahan

Intoleransi Aktivitas

1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang


tertahan dibuktikan dengan batuk tidak efektif, tidak mampu batuk,
sputum berlebih, mengi, wheezing dan/atau ronki kering, mekonium di
jalan napas (pada neonatus)
2 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
dibuktikan dengan dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan, fase
ekspirasi memanjang, pola napas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes)
3 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi dibuktikan dengan dispnea, PCO2 meningkat/menurun,
PO2 menurun, takikardi, pH arteri meningkat/menurun dan bunyi napas
bertambah
4 Defisit nutrisi berhubungan dengan berhubungan dengan ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrient dibuktikan dengan berat badan menurun minimal
10% di bawah rentang ideal, cepat kenyang setelah makan, kram/nyeri
abdomen, nafsu makan menurun, bising usus hiperaktif, diare
5 Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
dibuktikan dengan mengeluh sulit tidur, mengeluh sering terjaga,
mengeluh tidak puas tidur, mengeluh pola tidur berubah, mengeluh
istirahat tidak cukup
6 Intoleransi aktivitas berhubungan denganberhubungan dengan kelemahan
dibuktikan dengan mengeluh lelah, frekuensi jantung mrningkat >20%
dari kondisi istirahat, dipsnea saat/setelah aktivitas, merasa tidak nyaman
setelah beraktivitas, merasa lemah, tekanan darah meningkat >20% dari
kondisi istirahat, gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah
beraktivitas, gambaran EKG menunjukkan iskemia, sianosis
M. Rencana Keperawatan
Diagnosis Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
Bersihan jalan napas Setelah dilakukan intervensi Intervesi Utama
tidak efektif (D.0001) keperawatan selama ….. x ….. Latihan Batuk Efektif (I.01006)
maka diharapkan Bersihan Observasi
berhubungan dengan
Jalan Napas (L.01001) □ Identifikasi kemampuan
sekresi yang tertahan Meningkat dengan kriteria batuk
dibuktikan dengan batuk hasil: □ Monitor adanya retensi
□ Batuk efektif meningkat sputum
tidak efektif, tidak
(5) □ Monitor tandan dan gejala
mampu batuk, sputum □ Produksi sputum infeksi saluran napas
berlebih, mengi, menurum (5) □ Monitor input dan output
□ Mengi menurun (5) cairan (mis. Jumlah dan
wheezing dan/atau ronki
□ Wheezing menurun (5) karakteristik)
kering, mekonium di □ Ronchi menurun (5) Terapeutik
jalan napas (pada □ Meconium (pada □ Atur posisi semi fowler atau
neonatus) neonatus) menurun (5) fowler
□ Dipsnea menurun (5) □ Pasang perlak dan bengkok
□ Ortopnea menurun (5) di pangkuan pasien
□ Sulit bicara menurun (5) □ Buang secret pada tempat
□ Sianosis menurun (5) sputum
□ Gelisah menurun (5) Edukasi
□ Frekuensi napas □ Jelaskan tujuan dan prosedur
membaik (5) batuk efektif
□ Pola napas membaik (5) □ Anjurkan Tarik napas dalam
melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir
dibulatkan selama 8 detik
□ Anjurkan mengulangi Tarik
napas dalam hingga 3 kali
□ Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah Tarik napas
dalam yang ketiga
Kolaborasi
□ Kolaborasi pemberian
bronkodilator, mukolitik,
ekspektoran, jika perlu

Manajemen Jalan Napas


(I.01011)
Observasi
□ Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman, usaha
napas)
□ Monitor bunyi napas
tambahan (mis. gurgling,
mengi, wheezing, ronchi
kering)
□ Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
Terapeutik
□ Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw-thrust jika
curiga trauma servical)
□ Posisikan semi-fowler atau
fowler
□ Berikan minum hangat
□ Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
□ Lakukan penghisapan lendiri
kurang dari 15 detik
□ Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
□ Keluarkan sumbatan benda
pada dengan forsep McGill
□ Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
□ Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
□ Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi
□ Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

Intervensi Pendukung
Pemantauan Respirasi
(I.01014)
Observasi
□ Monitor frekuensi, irama,
kedalam dan upaya napas
□ Monitor kemampuan batuk
efektif
□ Monitor adanya produksi
sputum
□ Monitor adanya sumbatan
jalan napas
□ Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
□ Monitor pola napas
□ Monitor saturasi oksigen
□ Monitor AGD
□ Monitor x-ray thoraks
Terapeutik
□ Atur internal pemantau
respirasi sesuai kondisi
pasien
□ Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
□ Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan.
Pola Napas Tidak Setelah dilakukan intervensi Intervensi Utama
Efektif (D.0005) keperawatan selama ….. x ….. Manajemen Jalan Napas
berhubungan dengan maka Pola Napas (L.01004) (I.01011)
hambatan upaya nafas Membaik dengan kriteria Observasi
dibuktikan dengan hasil: □ Monitor pola napas
dispnea, penggunaan otot □ Ventilasi semenit (frekuensi, kedalaman, usaha
bantu pernapasan, fase meningkat (5) napas)
ekspirasi memanjang, □ Kapasitas vital □ Monitor bunyi napas
pola napas abnormal meningkat (5) tambahan (mis. gurgling,
(mis. Takipnea, □ Diameter thoraks mengi, wheezing, ronchi
bradipnea, hiperventilasi, anterior-posteiior kering)
kussmaul, cheyne- meningkat (5) □ Monitor sputum (jumlah,
stokes) □ Tekanan ekspirasi warna, aroma)
meningkat (5) Terapeutik
□ Tekanan inspirasi □ Pertahankan kepatenan jalan
meningkat (5) napas dengan head-tilt dan
□ Dispnea menurun (5) chin-lift (jaw-thrust jika
□ Penggunaan otot bantu curiga trauma servical)
napas menurun (5) □ Posisikan semi-fowler atau
□ Pemanjangan fase fowler
ekspirasi menurun (5) □ Berikan minum hangat
□ Ortopnea menurun (5) □ Lakukan fisioterapi dada,
□ Pernapasan pursed-tip jika perlu
menurun (5) □ Lakukan penghisapan lendiri
□ Pernapasan cuping kurang dari 15 detik
hidung menurun (5) □ Lakukan hiperoksigenasi
□ Frekuensi napas sebelum penghisapan
membaik (5) endotrakeal
□ Kedalaman napas □ Keluarkan sumbatan benda
membaik (5) pada dengan forsep McGill
□ Ekskursi dada membaik □ Berikan oksigen, jika perlu
(5) Edukasi
□ Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
□ Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi
□ Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

Pemantauan Respirasi
(I.01014)
Observasi
□ Monitor frekuensi, irama,
kedalam dan upaya napas
□ Monitor kemampuan batuk
efektif
□ Monitor adanya produksi
sputum
□ Monitor adanya sumbatan
jalan napas
□ Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
□ Monitor pola napas
□ Monitor saturasi oksigen
□ Monitor AGD
□ Monitor x-ray thoraks
Terapeutik
□ Atur internal pemantau
respirasi sesuai kondisi
pasien
□ Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
□ Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan.

Intervensi Pendukung
Dukungan Ventilasi (I.01002)
Observasi
□ Identifikasi adanya
kelelahan otot bantu napas
□ Identifikasi efek perubahan
posisi terhadap status
pernapasan
□ Monitor status respirasi dan
oksigenasi (mis. frekuensi
dan kedalaman napas,
penggunaan otot bantu
napas, bunyi napas
tambahan, saturasi oksigen)
Terapeutik
□ Pertahankan kepatenan jalan
napas
□ Berikan posisi semi fowler
atau fowler
□ Fasilitasi mengubah posisi
senyaman mungkin
□ Berikan oksigenasi sesuai
kebutuhan (mis. nasal kanul,
masker wajah, masker
rebreathing, atau non
rebreathing)
□ Gunakan bag-valve mask,
jika perlu
Edukasi
□ Ajarkan melakukan Teknik
relaksasi napas dalam
□ Ajarkan mengubah posisi
secara mandiri
□ Ajarkan Teknik batuh efektif
Kolaborasi
□ Kolaborasi pemberian
bronchodilator, jika perlu
Gangguan Pertukaran Setelah dilakukan intervensi Intervensi Utama
Gas (D.0003) keperawatan selama ….. x ….. Pemantauan Respirasi
maka Pertukaran Gas (I.01014)
berhubungan dengan
(L.01003) Meningkat dengan Observasi
ketidakseimbangan kriteria hasil: □ Monitor frekuensi, irama,
ventilasi-perfusi □ Tingkat kesadaran kedalam dan upaya napas
meningkat (5) □ Monitor kemampuan batuk
dibuktikan dengan
□ Dispnea menurun (5) efektif
dispnea, PCO2 □ Bunyi nafas tambahan □ Monitor adanya produksi
meningkat/menurun, menurun (5) sputum
□ Pusing menurun (5) □ Monitor adanya sumbatan
PO2 menurun, takikardi,
□ Penglihatan kabur jalan napas
pH arteri menurun (5) □ Palpasi kesimetrisan ekspansi
meningkat/menurun dan □ Diaphoresis menurun (5) paru
bunyi napas bertambah □ Gelisah menurun (5) □ Monitor pola napas
□ Napas cuping hidung □ Monitor saturasi oksigen
menurun (5) □ Monitor AGD
□ PCO2 membaik (5) □ Monitor x-ray thoraks
□ PO2 membaik (5) Terapeutik
□ Takikardia membaik (5) □ Atur internal pemantau
□ pH arteri membaik (5) respirasi sesuai kondisi
□ Sianosis membaik (5) pasien
□ Pola napas membaik (5) □ Dokumentasikan hasil
□ Warna kulit membaik (5) pemantauan
Edukasi
□ Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan.

Terapi Oksigen (I.01026)


Observasi
□ Monitor kecepatan aliran
oksigen
□ Monitor alat terapi oksigen
□ Monitor aliran oksigen secara
periodic dan pastikan fraksi
yang diberikan cukup
□ Monitor efektifitas terapi
oksigen (mis. Oksimetri,
AGD), jika perlu
□ Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
□ Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan
atelectasis
□ Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
□ Monitor integritas mukos
hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik
□ Bersihkan secret pada mulut
hidung dan trakea, jika perlu
□ Pertahankan kepatenan jalan
napas
□ Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
□ Berikan oksigen tambahan,
jika perlu
□ Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
□ Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi
□ Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
dirumah
Kolaborasi
□ Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
□ Kolaborasi penggunaan dosis
oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur
Intervensi Pendukung :
Dukungan Ventilasi (I.01002)
Observasi
□ Identifikasi adanya
kelelahan otot bantu napas
□ Identifikasi efek perubahan
posisi terhadap status
pernapasan
□ Monitor status respirasi dan
oksigenasi (mis. frekuensi
dan kedalaman napas,
penggunaan otot bantu
napas, bunyi napas
tambahan, saturasi oksigen)
Terapeutik
□ Pertahankan kepatenan jalan
napas
□ Berikan posisi semi fowler
atau fowler
□ Fasilitasi mengubah posisi
senyaman mungkin
□ Berikan oksigenasi sesuai
kebutuhan (mis. nasal kanul,
masker wajah, masker
rebreathing, atau non
rebreathing)
□ Gunakan bag-valve mask,
jika perlu
Edukasi
□ Ajarkan melakukan Teknik
relaksasi napas dalam
□ Ajarkan mengubah posisi
secara mandiri
□ Ajarkan Teknik batuh efektif
Kolaborasi
□ Kolaborasi pemberian
bronchodilator, jika perlu

Fisioterapi Dada (I.01004)


Observasi
□ Identifikasi indikasi
dilakukan fisioterapi dada
(mis. hipersekresi sputum,
sputum kental dan tertahan,
tirah baring lama)
□ Identifikasi kontraindikasi
fisioterapi dada (mis.
eksaserbasi PPOK akut,
pneumonia tanpa produksi
sputum berlebih, kanker
paru – paru)
□ Monitor status pernapasan
(mis. kecepatan irama, suara
napas, dan kedalaman napas)
□ Periksa segmen paru yang
mengandung sekresi
berlebihan
□ Monitor jumlah dan karakter
sputum
□ Monitor toleransi selama dan
setelah prosedur
Terapeutik
□ Posisikan pasien sesuai
dengan area paru yang
mengalami penumpukan
sputum
□ Gunakan bantal untuk
membantu pengaturan posisi
□ Lakukan perkusi dengan
posisi telapak tangan
ditangkupkan selama 3-5
menit
□ Lakukan vibrasi dengan
posisi telapak tangan rata
bersamaan ekspirasi melalui
mulut
□ Lakukan fisoterapi dada
setidaknya dua jam setelah
makan
□ Hindari perkusi pada tulang
belakang, ginjal, payudara
wanita, insisi, dan tulang
rusuk yang patah
□ Lakukan penghisapan lendir
untuk mengeluarkan sekret,
jika perlu
Edukasi
□ Jelaskan tujuan dan prosedur
fisioterapi dada
□ Anjurkan batuk segera
setelah prosedur selesai
□ Ajarkan inspirasi perlahan
dan dalam melalui hidung
selama prosedur fisioterapi
Defisit Nutrisi (D. 0019) Setelah dilakukan intervensi Intervensi Utama
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 Manajemen Nutrisi (I. 03119)
ketidakmampuan jam, maka diharapkan Status Observasi
mengabsorbsi nutrient Nutrisi (L. 03030) Membaik, □ Identifikasi status nutrisi
dibuktikan dengan berat dengan kriteria hasil: □ Identifikasi alergi dan
badan menurun minimal □ Porsi makan yang intoleransi makanan
10% di bawah rentang dihabiskan meningkat (5) □ Identifikasi makanan yang
ideal, cepat kenyang □ Kekuatan otot disukai
setelah makan, mengunyah meningkat □ Identifikasi kebutuhan kalori
kram/nyeri abdomen, (5) dan jenis nutrient
nafsu makan menurun, □ Kekuatan otot menelan □ Identifikasi perlunya
bising usus hiperaktif, meningkat (5) penggunaan selang
diare □ Nyeri abdomen menurun nasogastric
(5) □ Monitor asupan makanan
□ Sariawan menurun (5) □ Monitor berat badan
□ Diare menurun (5) □ Monitor hasil pemeriksaan
□ Berat badan membaik (5) laboratorium
□ Indeks Massa Tubuh Terapeutik
(IMT) membaik (5) □ Lakukan oral hygiene
□ Frekuensi makan sebelum makan, jika perl
membaik (5) □ Fasilitasi menentukan
□ Nafsu makan membaik pedoman diet (mis. piramida
(5) makanan)
□ Bising usus membaik (5) □ Sajikan makanan secara
□ Membran mukosa menarik dan suhu yang
membaik (5) sesuai
□ Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
□ Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
□ Berikan suplemen makanan,
jika perlu
□ Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogastrik
jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
□ Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
□ Ajarkan diet yang di
programkan
Kolaborasi
□ Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. pereda nyeri,
antiemetic), jika perlu
□ Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

Promosi Berat Badan ( I.


03136)
Observasi
□ Identifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang
□ Monitor adanya mual dan
muntah
□ Monitor jumlah kalori yang
dikonsumsi sehari – hari
□ Monitor berat badan
□ Monitor albumin, limfosit,
dan elektrolit serum
Terapeutik
□ Berikan perawatan mulut
sebelum pemberian makan,
jika perlu
□ Sediakan makanan yang
tepat sesuai kondisi pasien
(mis.makanan dengan tekstur
halus, makanan yang
diblender, makanan cair
yang diberikan melalui NGT
atau gastrostomy, total
perenteral nution sesuai
indikasi)
□ Hidangkan makanan secara
menarik
□ Berikan suplemen, jika perlu
□ Berikan pujian pada
pasien/keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
Edukasi
□ Jelaskan jenis makanan yang
bergizi tinggi namun tetap
terjangkau
□ Jelaskan peningkatan asupan
kalori yang dibutuhkan

Intervensi Pendukung
Pemantauan Nutrisi (I. 03123)
Observasi
□ Identifikasi faktor yang
mempengaruhi asupan gizi
(mis.pengetahuan,
ketersediaan makanan,
gangguan menelan)
□ Identifikasi perubahan berat
badan
□ Identifikasi kelainan pada
kulit (mis.memar yang
berlebihan)
□ Identifikasi kelainan pada
rambut (mis.kering)
□ Identifikasi pola makan
(mis.kesukaan/ketidaksukaan
makanan)
□ Identifikasi kelainan pada
kuku
□ Identifikasi kemampuan
menelan
□ Identifikasi kelainan rongga
mulut
□ Identifikasi kelainan
eliminasi (mi.diare,
darag,lendir, dan eliminasi
yang tidak teratur)
□ Monitor mual dan muntah
□ Monitor asupan oral
□ Monitor warna konjungtiva
□ Monitor hasil laboratorium
(mis.koleterol, alumni
serum, hemogoblin,
hematokrit, dan eletrolit
darah)
Terapeutik
□ Timbang berat badan
□ Ukur atropometrik
komposisi tubuh
□ Hitung perubahan berat
badan
□ Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
□ Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
□ Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
□ Informasikan hasil
pemantauan jiak perlu
Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan intervensi Intervensi Utama
(D. 0055) berhubungan keperawatan selama 3 x 24 Dukungan Tidur (I.05174)
jam maka Pola Tidur (L. Observasi
dengan hambatan
05045) Membaik dengan  Identifikasi pola aktivitas dan
lingkungan dibuktikan kriteria hasil: tidur
dengan mengeluh sulit  Keluhan sulit tidur  Identifikasi faktor penganggu
menurun (5) tidur (fisik dan atau
tidur, mengeluh sering
 Keluhan sering terjaga psikologis)
terjaga, mengeluh tidak menurun (5)  Identifikasi
puas tidur, mengeluh  Keluhan tidak puas tidur makanan/minuman yang
menurun (5) menganggu tidur (mis.kopi,
pola tidur berubah,
 Keluhan pola tidur alkohol, makan mendekati
mengeluh istirahat tidak berubah menurun (5) waktu tidur, minum banyak
cukup  Keluhan istirahat tidak air sebelum tidur)
cukup menurun (5)  Identifikasi obat tidur yang
 Kemampuan beraktivitas dikonsumsi
meningkat (5) Terapeutik
 Modifikasi lingkungan (mis.
Pencahayaan, kebisingan,
suhu, matras, dan tempat
tidur)
 Batasi waktu tidur siang, jika
perlu
 Fasilitasi menghilangkan
stress sebelum tidur
 Tetapkan jadwal tidur rutin
 Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan
(mis. Pijat, pengaturan posisi,
terapi akupresur)
 Sesuaikan jadwal pemberian
obat dan atau tindakan untuk
menunjang siklus tidur-
terjaga
Edukasi
 Jelaskan pentingnya tidur
cukup selama sakit
 Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
 Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
menganggu waktu tidru
 Anjurkan penggunaan obat
tidur yang tidak mengandung
supresor terhadap tidur RE,
 Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur (mis.
Psikologis, gaya hidup, sering
berubah shift kerja)
 Ajarkan relaksasi otot
autogenic atau cara
nonfarmakologi lainnya

Edukasi Aktivitas/Istirahat (I.


12362)
Observasi
 Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima
informasi
Terapeutik
 Sediakan materi dan media
pengaturan aktivitas dan
istirahat
 Jadwalkan pemberian
pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
 Berikan kesempatan kepada
pasien dan keluarga untuk
bertanya
Edukasi
 Jelaskan pentingnya
melakukan aktivitas
fisik/olahraga secara rutin
 Anjurkan terlibat dalam
aktivitas kelompok, aktivitas
bermain atau aktivitas lainnya
 Anjurkan Menyusun jadwal
aktivitas dan istirahat
 Anjurkan mengidentifikasi
kebutuhan istirahat (mis.
Kelelahan, sesak napas saat
aktivitas)
 Anjurkan cara
mengidentifikasi target dan
jenis aktivitas sesuai
kemampuan
Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama
(D.0056) berhubungan keperawatan selama …x… Manajemen Energi (I.05178)
dengan kelemahan diharapkan Toleransi Observasi
dibuktikan dengan Aktivitas (L.05047)  Identifikasi gangguan fungsi
mengeluh lelah, frekuensi Meningakat, dengan kriteria tubuh yeng mengakibatkan
jantung mrningkat >20% hasil: kelelahan
dari kondisi istirahat,
 Frekuensi nadi meningkat  Monitor kelelahan fisik dan
dipsnea saat/setelah
(5) emosional
aktivitas, merasa tidak
nyaman setelah  Saturasi oksigen  Monitor pola dan jam tidur
beraktivitas, merasa lemah, meningat (5)  Monitor lokasi dan
tekanan darah meningkat  Kemudahan dalam ketidaknyamanan selama
>20% dari kondisi istirahat, melakukan aktivitas melakukan aktivitas
gambaran EKG sehari-hari meningkat (5) Terapeutik
menunjukkan aritmia  Kecepatan berjalan  Sediakan lingkungan
saat/setelah beraktivitas, meningkat (5) nyaman dan rendah stimulus
gambaran EKG  Jarak berjalan meningkat (mis. Cahaya, suara,
menunjukkan iskemia,
(5) kunjungan)
sianosis
 Kekuatan tubuh bagian  Lakukan latihan rentang
atas meningkat (5) gerak pasif dan/atau aktif
 Kekuatan tubuh bagian  Berikan aktifitas distraksi
bawah meningkat (5) yang menenangkan
 Toleransi dalam menaiki  Fasilitasi duduk di sisi
tangga meningkat (5) tempat tidur, jika tidak dapat
 Keluhan lelah menurun berpindah atau berjalan
(5) Edukasi
 Dipsnea saat aktivitas  Anjurkan tirah baring
menurun (5)  Anjurkan melakukan
 Dipsnea setelah aktivitas aktivitas secara bertahap
menurun (5)  Anjurkan menghubungi
 Perasaan lemah menurun perawat jika tanda dan
(5) gejala kelelahan tidak
 Aritmia saat aktivitas berkurang
menurun (5)  Ajarkan strategi koping
 Aritmia setelah aktivitas untuk mengurngi kelelahan
menurun (5) Kolaborasi
 Sianosis menurun (5)  Kolaborasi dengan ahli gizi
 Warna kulit membaik (5) tentang cara meningkatkan
 Tekanan darah membaik asupan makanan
(5)
 Frekuensi napas Terapi Aktivitas (I.05186)
membaik (5) Observasi
 EKG iskemia membaik  Identifikasi defisit tingkat
(5) aktivitas.
 Identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam
aktivitas tertentu.
 Identifikasi sumber daya
untuk aktivitas yang
diinginkan.
 Identifikasi strategi
meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas.
 Identifikasi makna aktivitas
rutin (mis. bekerja) dan
waktu luang.
 Monitor respon emosional,
fisik, social, dan spiritual
terhadap aktivitas.
Terapeutik
 Fasilitasa focus pada
kemampuan, bukan deficit
yang dialami.
 Sepakati komitmen untuk
meningkatkan frekuaensi
dan rentang aktivitas.
 Fasilitasi memilih aktivitas
dan tetapkan tujuan aktivitas
yang konsisten sesuai
kemampuan fisik,
psikologis, dan social.
 Koordinasikan pemilihan
aktivitas sesuai usia.
 Fasilitasi makna aktivitas
yang dipilih.
 Fasilitasi transportasi untuk
menghadiri aktivitas, jika
sesusai.
 Fasilitasi pasien dan
keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan
untuk mengakomodasi
aktivitas yang dipilih.
 Fasilitasi aktivitas fisik rutin
(mis. ambulasi mobilisasi,
dan perawatan diri), sesuai
kebuthan.
 Fasilitasi aktifitas pengganti
saat mengalami keterbatasan
waktu, energi atau gerak.
 Fasilitasi aktivitas motoric
kasar untuk pasien yang
hiperaktif.
 Tingkatkan aktifitas fisik
untuk memelihara berat
badan, jika sesuai.
 Fasilitasi aktifitas motoric
untuk merelaksasi otot.
 Fasilitasi aktifitas dengan
komponen memori implisit
dan emosional (mis.
kegiatan keaagamaan
khusus) untuk pasien
dimensia, jika sesuai.
 Libatkan dalam permainan
kelompok yang tidak
kompetitif, terstuktur dan
aktif.
 Tingkatkan keterlibatan
dalam aktivitas rekreasi dan
diversifikasi untuk
menghilangkan kecemasan
(mis. vocal group, bola voli,
tenis meja, dll).
 Libatkan kleuarga dalam
aktivitas, jika perlu.
 Fasilitas mengembangkan
motivasi dan penguatan diri.
 Fasilitasi pasien dan
keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk
mencapau tujuan.
 Jadwalkan aktivitas dalam
rutinitas sehari-hari.
 Berikan penguatan positif
atas partisipasi dalam
aktifitas.
Edukasi
 Jelaskan metode aktivitas
fisik sehari-hari, jika perlu.
 Ajarkan cara melakukan
aktifitas yang dipilih.
 Anjurkan melakukan
aktifitas fisik, sosioal,
spiritual, dan kognitif dalam
menjaga fungsi dan
kesehatan.
 Anjurkan terlibat dalam
aktivitas kelompok tau
terapi, jika sesuai.
 Ajurkan keluarga untuk
meberi penguatan positif
atas partisipasi dalam
aktivitas.
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan terapis
okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program
aktivitas, jika sesuai.
 Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika perlu.
N. Implementasi
Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi
keperawatan yang telah ditetapkan dengan waktu 3 x 24 jam atau sesuai dengan
kebutuhan. Implementasi yang dilakukan meliputi :
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Intervensi Utama
Latihan Batuk Efektif
Manajemen Jalan Napas
Intevensi Pendukung
Pemantauan Respirasi
Pola Napas Tidak Efektif Intervensi Utama
Manajemen Jalan Napas
Pemantauan Respirasi
Intevensi Pendukung
Dukungan Ventilasi
Gangguan Pertukaran Gas Intervensi Utama
Pemantauan Respirasi
Terapi Oksigen
Intevensi Pendukung
Dukungan Ventilasi
Fisioterapi Dada
Defisit Nutrisi Intervensi Utama
Manajemen Nutrisi
Promosi Berat Badan
Intevensi Pendukung
Pemantauan Nutrisi
Gangguan Pola Tidur Intervensi Utama
Dukungan Tidur
Edukasi Aktivitas/Istirahat
Intolerasi Aktivitas Intervensi Utama
Manajemen Energi
Terapi Aktivitas

O. Evaluasi
Evaluasi keperawatan pada pasien PPOK maka diharapkan :
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Bersihan Jalan Napas Meningkat
Pola Napas Tidak Efektif Pola Napas Membaik
Gangguan Pertukaran Gas Pertukaran Gas Meningkat
Defisit Nutrisi Status Nutrisi Membaik
Gangguan Pola Tidur Pola Tidur Membaik
Intolerasi Aktivitas Toleransi Aktivitas Meningakat
P. Referensi

Black, J.M. & Hawks, J.H., 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen
Klinis untuk Hasil yang Diharapkan, Edisi 8-Buku 3. Indonesia: Elsevier.

Global initiative for chronic Obstruktif Lung Disease (GOLD). (2017). Inc.
Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention.
http://www.goldcopd.com.

Hurst, M., 2016. Belajar Mudah Keperawatan Medikal-Bedah, Vol.1.Jakarta: Egc.

Ikawati, Z. 2016.Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem Pernapasan.


Yogyakarta: Bursa Ilmu.

Ismail, L., Sahrudin & Ibrahim, K., 2017. Analisis Faktor REsiko Kejadian
Penyakit

Paru Obstruktif Kronik (PPOk) Di Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-Lepo Kota


Kendari Tahun 2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat,
Vol.2, No.6.

LeMone, P., Burke, K.M. & Bauldoff, G., 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal
bedah, Ed. 5, Vol. 4. Jakarta: EGC.

Oemiati, R., 2013. Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruktif Kronik


(PPOK). Media Litbangkes , Vol. 23 No. 2.

PDPI, 2011. PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) Diagnosis dan


Penatalaksanaan. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

Rahayu, I. S.2016. Asuhan Keperawatan Pada Tn. U Dengan Gangguan Sistem


Pernapasan: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Di Ruang Kenanga
RSUD Ciamis. Naskah Publikasi, 1-47.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
LEMBAR PENGESAHAN

Denpasar, 01 November 2021


Nama Pembimbing/CI Nama Mahasiswa

Ns. I A Putu Dewi Pradnyani, S. Kep Putu Maya Oktavianti


NIP. 197502181996032003 NIM. P07120321007

Nama Pembimbing/CT

(………………………………………….)
NIP.

Anda mungkin juga menyukai