UROLITHIASIS
Pengertian
Urolithiasis adalah istilah adanya batu di saluran kemih. Batu terbentuk karena adanya
supersaturasi zat-zat yang terdapat dalam urine, seperti calcium, oxalat, fosfat, asam urat, dan
lain-lain karena suatu keadaan tertentu. Batu dapat ditemukan di setiap tempat saluran kemih,
mulai dari ginjal hingga kandung kemih.
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat
maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat; sedangkan sisanya
berasal dari batu asam urat, batu magnesium amonium fosfat, batu xanthyn, batu sistein, batu
silikat, dan batu jenis lainnya.
Etiologi
Penyebab terjadinya batu saluran kemih dapat dijelaskan melalui beberapa teori (Purnomo, 2009)
:
a.
Teori nukleasi
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang
sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau bulibuli. Adanya kelainan bawaan seperti pelvikalises (stenosis uretro-pelvis), obstruksi infravesika
kronis seperti hiperplasia prostat benigna, striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan
keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang
terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable(tetap
terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya
presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu
(nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga
menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum
cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran
kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu
sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Meskipun proses
pembentukan batu hampir sama, tetapi suasana di dalam saluran kemih yang memungkinkan
jenis batu itu tidak sama (misal: batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam, sedangkan
batu magnesium amoium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa).
Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine, konsentrasi
solut dalam urine, laju aliran urine di dalam kemih, atau adanya korpus alineum di dalam saluran
kemih yang bertindak sebagai inti batu.
b.
Diduga terjadinya batu saluran kemih akibat tidak ada atau berkurangnya faktor inhibitor
(penghambat) pembentukan batu seperti: magnesium, sitrat, peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat
(mencegah pengikatan kalsium dengan oksalat/fosfat yang 80% ditemukan sebagai komposisi
batu), dan beberapa protein atau senyawa organik lain yang mampu menghambat pertumbuhan
kristal, menghambat agregasi kristal, maupun menghambat retensi kristal (asam
mukopolisakarida, glikosaminoglikan, protein Tamm Horsfall atau uromukoid, nefrokalsin, dan
osteopontin).
Selain kedua teori tersebut ada faktor internal dan eksternal berpengaruh pada terbentuknya batu
saluran kemih, yakni sebagai berikut:
1)
Faktor internal :
Stasis urine
Infeksi; Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan
menjadi inti pembentukan Batu Saluran Kencing (BSK). Infeksi bakteri akan memecah ureum
dan membentuk amonium yang akan mengubah pH urine menjadi alkali.
Hiperkalsiuria (kadar kalsium di dalam urine > 250-300mg/24jam) yang dapat disebabkan
oleh :
Gangguan kemampuan reabsorbsi melalui tubulus ginjal dan absorbsi kalsium melalui
usus.
Faktor Eksternal :
Umur (penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun)
Jenis kelamin (jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibanding pasien perempuan)
Keadaan Sosial Ekonomi
Penyakit batu saluran kemih lebih sering diderita oleh masyarakat industrialis dibanding
nonindrustrialis.
Diet
Meningkatnya kualitas makanan suatu masyarakat (peningkatan konsumsi asam lemak, protein
hewani, gula, garam, dan minuman instan (teh, kopi, bersoda), serta penurunan makanan
berserat, protein nabati, dan karbohidrat) akan meningkatkan insiden batu saluran kemih.
Jenis pekerjaan
Jenis pekerjaan yang dengan aktivitas fisik minimal (banyak duduk) dan paparan suhu yang
tinggi akan meningkatkan insisden batu saluran kemih.
Air Minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi kemungkinan
terbentuknya batu, sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urine
meningkat.
Iklim
Individu yang menetap di daerah yang beriklim panas dengan paparan sinar ultraviolet tinggi
akam cenderung mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D (memicu
peningkatan eksresi kalsium dan oksalat), sehingga insiden batu saluran kemih akan meningkat.
Riwayat keluarga
Riwayat batu saluran kemih pada keluarga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya batu
saluran kemih pada seseorang.
Manifestasi Klinis
a.
Ginjal
Menimbulkan 2 macam jenis nyeri :nyeri kolik dan nonkolik. Nyeri kolik (hilang timbul)
disebabkan oleh karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter yang
meningkat untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu
menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal
syaraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri nonkolik disebabkan oleh peregangan kapsule
ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.
Pelvis renalis
Batu saluran kemih sebesar lebih dari 1 cm pada pelvis renalis akan menyebabkan nyeri berat
pada punggung bagian bawah tepat di iga ke-2.
Ureter bagian atas dan tengah
Akan menyebabkan rasa nyeri pinggang hebat yang menjalar ke perut bagian bawah. Rasa nyeri
itu akan bertambah hebat apabila batu bergerak turun dan menyebabkan obstruksi.
Ureter bagian distal (bawah)
Akan menyebabkan rasa nyeri di sekitar testis pada pria atau labia mayora pada wanita. Dan
nyeri sering dirasakan pula saat kencing atau menjadi sering kencing.
Bladder (kandung kemih)
Akan menyebabkaan gejala iritasi dan bila bersamaan dengan infeksi akan menyebabkan
hematuria. Jika batu mengobstruksi bladder neck, maka akan terjadi retensi urin.
b.
c.
Infeksi; batu yang terdapat di saluran kemih menjadi tempat bersarangnya kuman yang
tidak dapat dijangkau oleh obat-obatan. Batu jenis struvite adalah yang paling sering
berhubungan dengan infeksi, umumnya disebabkan oleh Proteus, Pseudomonas, Providencia,
Klebsiella, Staphyllococcus dan Mycoplasma. Batu jenis lain adalah batu kalsium fosfat.
d.
Demam; bila kuman sudah menyabar ke tempat lain. Tanda demam yang diikuti dengan
hipotensi, palpitasi, vasodilatasi pembuluh darah dikulit merupakan tanda terjadinya urosepsis
(kedaruratan).
e.
Adanya massa di daerah punggung; obstruksi urine di saluran kemih bagian atas yang
akut ditandai dengan rasa sakit di punggung bagian bawah, dan pada obstruksi yang berlangsung
lama kadang-kadang dapat ditemukan massa pada saat palpasi akibat adanya hidronefrosis.
f.
Pemeriksaan Diagnostik
a.
Pemeriksaan sedimen urine (adanya leukositoria, hematuria, kristal, kultur kuman
pemecah urea) dan faal ginjal.
b.
Kadar elektrolit darah dan urine (kalsium, oksalat, fosfat, maupun asam urat).
c.
Foto polos abdomen : mendeteksi adanya batu opak seperti kalsium oksalat dan kalsium
fosfat yang paling sering dijumpai.
d.
BNO/KUB : Bladder Nier Oversich/Kidney Ureter Bladder, untuk melihat anatomi dan
bayangan batu pada saluran kemih.
e.
IVP (Intravenous Pyelography) : Untuk melhat fungsi fisiologis ginjal dan melihat
secara simultan apakah adanya obstruksi pada saluran kemih. Pemeriksaan ini ditujukan untuk
medeteksi batu semi-opak (MAP) atau non-opak (urat/sistin).
f.
RPG (Retrograde Pyelography ) : Dilakukan bila jenis batu radilusen yang tak dapat
dilihat dengan BNO/IVP, RPG suatu tindakan dimasukkannya kateter ureter dengan tanpa guide
wire sepanjang 3-4 cm ke dalam ureter, lalu dimasukkan sejumlah kontras dan difoto dengan alat
fluroskopi.
g.
USG, CT scan, MRI : Dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan
IVP, yaitu pada keadaan seperti alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan
pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi batu di ginjal atau di buli-buli
(echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan ginjal.
Treatment
1.
Observasi Konservatif
Kebanyakan batu ureter yang kecil dapat melewati saluran kemih tanpa perlu adanya intervensi.
Tergantung jenis batu, bentuk dan lokasi. Batu ureter 4-5 mm, 40-50 % dapat keluar secara
spontan, namun jika lebih dai 6 mm maka hanya 5% yang keluar secara spontan. Namun ini
tidaklah menunjukkan bahwa batu 1-2 cm tidak dapat keluar secara spontan dan batu 1-2mm
dapat keluar secara spontan.
2.
Agen Disolusi
Yaitu larutan atau bahan untuk memecahkan batu, agen disolusi ini keefektifannya tergantung
dengan luas permukaan batu, jenis batu, volume cairan irigasi dan cara keluarnya.
Agen alkalinisasi oral : sodium aatau potassium bikarbonat dan potasium sitrat.
Agen alternatif lainnya adalah orange juice.
Agen alkalinisasi intravena : 1/6 molar sodium laktat
Agen alkalinisasi intra renal : Sodium bikarbonat, tromerthamine E yang dimasukkan melalui
nefrostomi.
3.
Mengurangi Obstruksi
Pemasangan DJ Stent untuk menghindari perforasi dinding ureter akibat batu yang lewat
Percutaneous nefrostomi untuk mengeluarkan urine melalui alat yang yang dimasukkan ke
dalam pelvis renalis
4.
ESWL (Extracorporeal Shockwafe Lithotripsy) : Pemecah batu dengan gelombang kejut dari luar
tubuh.
ESWL digunakan jika batu ureter tidak dapat keluar secara spontan dengan terapi konservatif.
Keberhasilan cara ini tergantung dari ukuran, lokasi batu dan metode yang digunakan, dan
modalitas imaging yang digunakan. Batu ginjal dengan ukuran total <2,0-2,5 cm memberikan
hasil yang baik dengna ESWL. Sebagian besar srep[ihan batu dapat dikeluarkan dalam waktu
kurang lebih 2 minggu. Komplikasi ESWL jarang ditemukan dan biasanya berhubungan dengan
sepsis dan terdapatnya sisa-sisa batu di dalam saluran kemih.
5.
Terapi Bedah
Dalam melakukan penanganan batu saluran kemih, biasanya terlebih dahulu dilakukan usaha
untuk mengeluarkan batu secara spontan tanpa pembedahan. Namun jika sampai waktu tertentu
batu tetap tidak dapat dikeluarkan, biasanya karena terlalu besar dan menimbulkan rasa sakit
akibat obstruksi urine , maka akan dilakukan tindakan pembedahan
Nefrolitotomi
Prosedur ini hanya dilakukan pada kasus-kasus yang sulit. Pengambilan batu dilakukan langsung
dari ginjal atau pyelum ginjal penderita, setelah sebelumnya dokter membuat irisan (10-20 cm)
di daerah pinggang atau perut penderita (tergantung lokasi batu). Perawatan pasca operasi
biasanya lebih lama karena cedera yang diakibatkan cukup berat.
Nefrektomi parsial
Kadangkala batu pada saluran kemih dapat mengakibatkan kerusakan fungsi ginjal. Jika
kerusakan fungsi ginjal sudah sangat parah, biasanya dilakukan operasi radikal dengan
mengangkat bagian organ ginjal yang rusak. Pengangkatan seluruh ginjal biasa dikenal dengan
istilah nefrektomi. Namun seringkali ada bagian ginjal yang masih baik sehingga pengangkatan
seluruh ginjal menimbulkan risiko ketidakmampuan ginjal lainnya untuk bekerja dengan baik.
Nefrektomi parsial atau pengangkatan sebagian tertentu dari ginjal, walaupun jarang dilakukan,
lebih cocok bagi penderita kerusakan fungsi ginjal pada bagian tertentu akibat adanya batu yang
kronik. Karena dengan teknik ini, yang diangkat hanya bagian yang mengandung batu dan
mengalami kerusakan.
Pyelolitotomi
Pembedahan untuk mengambil batu yang berada di pelvis renalis.
Urethrolitotomi
Pembedahan untuk mengambil batu yang berada di ureter.
Cystolitotomi
Pembedahan untuk mengambil batu yang berada di bladder.
Pencegahan
Umumnya, 50% pasien tanpa tindakan profilaksis akan mengalami rekurensi batu saluran kemih
dalam 5 tahun. Karena itu diperlukan edukasi dan tindakan-tindakan preventif disertai dengan
motivasi kepada penderita untuk mencegah timbulnya kembali batu saluran kemih. Tindakan
pencegahan itu antara lain:
Minum Banyak Air
Konsumsi air 7 sampai 12 gelas dalam satu hari dapat meningkatkan produksi urin sampai 2 kali
per hari. Konsumsi air ini juga dapat mencegah pembentukan kristal urin yang dapat
menyebabkan batu. Dianjurkan untuk mengkonsumsi air setiap kali makan, pada saat bangun
tidur, sebelum tidur dan di malam hari, jika ingin buang air kecil.
Pengkajian
Data-data yang mungkin dapat ditemukan pada pasien :
Riwayat keluarga ada yang menderita urolhitiasis, riwayat pasien pernah mengalami
urolhitiasis.
Lingkungan tempat tinggal dimana sumber air minum keluarga mengandung tinggi mineral.
Intake makanan yang mengandung tinggi kalsium dan oksalat.
Keluhan nyeri kolik dan nonkolik tergantung dengan besar, lokasi batu.
Keluhan pernah terjadi infeksi saluran kemih (LUTS) : penurunan out put urine, distensi
bladder, urgency, rasa panas atau terbakar saat miksi.
Terdapat kristaluria, hematuria.
Demam, jika terdapat urosepsis maka dapat ditemukan pula hipotensi, vasodilatasi pembuluh
darah di kulit, palpitasi.
Pada pengkajian fisik dapat ditemukan nyeri ketok pada CVA, teraba massa pada abdomen
jika telah terjadi hidronefrosis.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan :
Urinalisa : urine berwarna kuning, coklat atau merah, secara mikroskopis terdapat sel darah
merah, sel darah putih, kristal, mineral, bakteri, PH urine dapat asam (untuk jenis batu cystine
atau asam urat) dan basa (batu jenis magnesium, amonium fosfat atau kalsium fosfat).
Urine 24 jam : ditemukan peningkatan kreatinin, asam urat, kalsium, fosfor, oksalat, atau
cystin.
Urine kultur : Mungkin ditemukan adanya kuman penyebab infeksi saluran kemih
Biokimia darah : Peningkatan magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein dan elektrolit.
Ureum, creatinin serum dan urin : Terjadi peningkatan akibat terjadi iskemik pada ginjal
karena batu.
Natrium klorida dan bikarbonat serum : Peningkatan klorida dan penurunan bikarbonat
diduga akibat telah terjadinya asidosis tubulus renal.
Leukosit : Meningkat, menandakan adanya infeksi
Sel darah merah : Biasanya normal
Hb/Ht : Abnormal jika pasien telah mengalami dehidrasi atau polycitemia atau anemia
(perdarahan, gagal ginjal /disfungsi ginjal).
Hormon Parathyroid : Dapat meningkat jika telah terjadi kegagalan ginjal.
BNO : Memperlihatkan adanya batu atau perubahan anatomi pada ginjal dan ureter.
IVP : Memperlihatkan abnormalnya struktur anatomis ginjal (distensi ureter) dan bayangan
batu.
Cystoscopy dan ureteroscopy : Secara visual dapat memperlihatkan batu dan obstrksi pada
bladder, ureter dan ginjal.
CT Scan dan MRI : Dapat mengindentifikasi batu, massa pada ginjal. Ureter dan distensi
bladder.
Ultrasound Ginjal : Melihat perubahan obstruksi, lokasi batu.
No
Dx
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN
RENCANA TINDAKAN
Kriteria hasil :
q Urine out put > 30 ml/ jam
Ditandai dengan :
q Edema (-)
Ureum :
Creatinin :
CCT :
Na :
Cl :
..
Medikasi
Makanan
Tgl
No
Dx
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN
RENCANA TINDAKAN
Nyeri b.d :
Nyeri berkurang/terkontrol
Mandiri :
DS :
q Keluhan nyeri
pada .........................
q ..........................
..........................
DO :
q TD :.......Nadi: ..... RR:.......
q Wajah meringis
q Psn gelisah, tidak dapat
Kriteria Evaluasi :
q Pasien melaporkan bahwa
spasme otot berkurang
q Pasien terlihat relaks, dapat
istirahat/tidur cukup.
q ..........................
..........................
beristirah/tidur cukup
q Otot tegang
Kolaborasi
q ...........................
...........................
Tgl
No
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dx
Perubahan eliminasi urin b.d
q Stimulasi bladder oleh batu
DS :
q Urgensi
q Frekunsi
q ..........................
q .........................
q ..........................
..........................
DO :
q Retensi urin
q Oliguria
q Hematuria
q USG :
q BNO-IVP:
q Urinalisa:............
...........................
...........................
..........................
q ...........................
...........................
Post Operasi
Tgl
No
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dx
DS :
q ..........................
q .........................
q ..........................
..........................
DO :
q Muntah (+)
q Produksi urine :
...........................
q Intake cairan :
...........................
q Balance cairan :
..........................
q ..........................
...........................
...........................
..........................
q ...........................
...........................
Tgl
No
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dx
Gangguan rasa nyaman nyeri b.d
q Insisi pembedahan
DS :
DO :
Tgl
No
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dx
Resiko terjadinya infeksi berhubungan
q Insisi operasi
q Tidak adekuatnya daya tahan primer
Ditandai dengan :
DS :
DO :
Tgl
No
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dx
DS :
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Linda Jual. (1998). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan (terjemahan). PT
EGC. Jakarta.
Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I (terjemahan).
PT EGC. Jakarta.
Purnomo, Basuki B. (2009). Dasar-Dasar Urologi. Edisi II. Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya.
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta