Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA


MEDIS PPOK DIRUANG UGD RSU NEGARA

OLEH :

Putu Yuli Purnama Dewi (21089142073)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PRODI PROFESI NERS
2021
1. KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Pengertian PPOK
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD) adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran pernapasan yang
disebabkan oleh emfisema dan bronkitis kronis. Menurut American College of Chest
Physicians/American Society (2015) PPOK didefinisikan sebagai kelompok penyakit
paru yang ditandai dengan perlambatan aliran udara yang bersifat menetap. PPOK adalah
penyakit yang membentuk satu kesatuan dengan diagnosa medisnya adalah Bronkhitis,
Emifisema paru-paru dan Asma bronchial (Paramitha, 2020).
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif yang
bersifat non reversibel atau reversibel parsial (World Health Organization, 2014).
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah suatu penyakit yang timbul akibat
dari adanya respone inflamasi kronis yang tinggi pada saluran nafas dan paru yang
biasanya bersifat progresif dan persisten. (Hidayati, 2021)
B. Epidemiologi
Pada studi populasi di Inggris selama 40 tahun, didapati bahwa hipersekresi
mukus merupakan suatu gejala yang paling sering terjadi pada PPOK, penelitian ini
menunjukkan bahwa batuk kronis, sebagai mekanisme pertahanan akan hipersekresi
mukus di dapati sebanyak 15-53% pada pria paruh umur, dengan prevalensi yang lebih
rendah pada wanita sebanyak 8-22%.Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan
bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai
penyebab penyakit tersering peringkatnya meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai
penyebab kematian tersering peringkatnya juga meningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Di
Eropa, tingkat kejadian PPOK tertinggi terdapat pada negara-negara Eropa Barat seperti
Inggris dan Prancis, dan yang paling rendah pada negara-negara Eropa Selatan seperti
Italia. Negara Asia Timur seperti Jepang dan China memiliki kejadian terendah PPOK,
dengan jarak antara angka kejadian terendah dan tertinggi mencapai empat kali lipat.,
Menurut World Health Organization (WHO,2015), penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas
(paru-paru) yang tidak sepenuhnya reversibel.3 Laporan WHO Penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan
keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang biasanya progresif dan berhubungan
dengan respons inflamasi kronis pada saluran napas dan paru-paru terhadap partikel atau
gas yang beracun. (Cahyani et al., 2021)
C. Etiologi PPOK
Merokok merupakan resiko utama terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK). Sejumlah zat iritan yang ada didalam rokok menstimulasi produksi mukus
berlebih, batuk, merusak fungsi silia, menyebabkan inflamasi, serta kerusakan bronkiolus
dan dinding alveolus. Faktor resiko lain termasuk polusi udara, perokok pasif, riwayat
infeksi saluran nafas saat anak-anak, dan keturunan. Paparan terhadap beberapa polusi
industri tempat kerja juga dapat meningkatkan resiko terjadinya Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) (Paramitha, 2020).

C. Patofisiologi PPOK

Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi.


Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel
goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang
dihasilkan. Sebagai akibat bronkiolus dapat menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli
yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis,
mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam
menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan
terhadap infeksi pernafasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat
perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan nafas. Pada waktunya mungkin terjadi
perubahan paru yang irreversible, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan
bronkiektasis (Paramitha, 2020).
D. Pathway PPOK

Asap rokok,polusi udara,


riwayat infeksi saluran pernafasan

gangguan pembersihan paru

peradangan bronkus

kelenjar mensekresi lendir dan


sel goblet meningkat

produksi sekret berlebihan

batuk tidak efektif

sekret tidak bisa keluar

terjadi akumulasi

secret berlebihan

obstruksi jalan nafas


Bersihan jalan
nafas tidak efektif
batuk, sesak nafas

pertukaran gas O2 dan CO2


nafas pendek
tidak adekuat

suplay oksigen
Gangguan mual,muntah dalam jaringan kurang
pertukaran gas

anoreksia kelemahan

Pola nafas tidak


efektif Intoleransi
intake tidak adekuat
aktivitas

Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh
E. Manifestasi Klinis
Menurut (Kemenkes RI, 2016) ada beberapa tanda dan gejala yang dialami penderita
PPOK yaitu:
1. Sesak napas

2. Batuk-batuk kronis (batuk 2 minggu)

3. Sputum yang produktif (batuk berdahak) Pada PPOK eksaserbasi akut terdapat gejala
yang bertambah parah seperti:
4. Bertambahnya sesak napas

5. Kadang-kadang disertai mengi

6. Bertambahnya batuk disertai meningkatnya sputum (dahak)

7. Sputum menjadi lebih purulen dan berubah warna

8. Gejala non-spesifik: lesu, lemas, susah tidur, mudah lelah, depresi.

F. Pemeriksaan Fisik

a) Objektif

1) Batuk produktif/non produktif

2) Respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing) pada kedua fase
respirasi semakin menonjol.

3) Dapat disertai batuk dengan sputum kental yang sulit di keluarkan

4) Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.

5) Sianosis, takikardi, gelisah, dan pulsus paradoksus.

6) Fase ekspirasi memanjang diseratai wheezing (di apeks dan hilus)

7) Penurunan berat badan secara bermakna.

b) Subjektif Klien merasa sukar bernapas, sesak dan anoreksia

c) Psikososial

1) Cemas, takut, dan mudah tersinggung.

2) Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnnya

G. Pemeriksaan penunjang

Berikut pemeriksaan penunjang pada pasien PPOK menurut (Nurmayanti et al., 2019)
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis

Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan
bronkus yang menebal.
b. Corak paru yang bertambah

Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

- Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan


bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink
puffer.
- Corakan paru yang bertambah.

2. Pemeriksaan faal paru

Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang


bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1,
KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal
expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau
normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini
perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema
kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
3. Analisis gas darah

Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul


sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis.
Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga
menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia
menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu
penyebab payah jantung kanan.
4. Pemeriksaan EKG

Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada
hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan
V6 rasio R/S kurang dari1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.

6. Laboratorium darah lengkap

H. Diagnosis

1) Batuk sudah berlangsung sejak lama dan berulang. dapat dengan produksi sputum
pada awalnya sedikit dam berwarna putih kemudian menjadi banyak dan kuning
keruh
2) Adanya riwayat merokok atau dalam lingkungan perokok, riwayat paparan zat
iritan dalam jumlah yang cukup banyak dan bermakna
3) Riwayat penyakit emfisema pada keluarga, terdapat faktor predisposisi pada masa
kecil, misalnya berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran pernafasan
berulang, lingkungan dengan asap rokok dan polusi udara
4) Sesak nafas yang semakin memberat terutama saat melakukan aktivitas berat
( terengah-engah), sesak nafas berlangsung lama, hingga sesak yang tidak pernah
hilang sama sekali dengan atau tanya bunyi mengi

I. Penatalaksanaan

Menurut (Saftarina et al., 2017) berikut penatalaksanaan medis dan non medis
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK):
1. Penatalaksanaan non-medis

Edukasi kepada pasien dan keluarganya tentang penyakit yang ia derita seperti
penyebab penyakit, faktor pemberat dari penyakit, gejala, dan terapi obat-obatan
sehingga pasien dapat mengontrol dari penyakitnya tersebut serta mencegah agar
tidak terjadinya komplikasi dari PPOK.
2. Terapi medis

Terapi medis pada pasien ppok ialah pemberian salbutamol tablet 4mg 3x1,
dexametason tablet 0,5mg 3x1, acetylcysteine tablet 200mg 3x1. Penatalaksanaan
PPOK pada dasarnya dibedakan atas tatalaksana kronik dan tatalaksana eksaserbasi,
yang dimana masing-masing sesuai dengan klasifikasi (derajat) beratnya. Secara
umum, pemberian obatan-obatan pada PPOK ialah:
a. Bronkodilator

Dianjurkan penggunaan dalam bentuk inhalasi kecuali pada eksaserbasi


digunakan oral atau sistemik. Seperti salbutamol, aminofilin, teofilin,
terbutalin.
b. Anti inflamasi

Pilihan utama bentuk metilprednisolon atau prednison. Untuk penggunaan


jangka panjang pada PPOK stabil hanya bila uji steroid positif. Pada
eksaserbasi dapat digunakan dalam bentuk oral atau sistemik.
c. Mukolitik

Tidak diberikan secara rutin. Hanya digunakan sebagai pengobatan


simtomatik bila tedapat dahak yang lengket dan kental. Contohnya ialah
glyceryl guaiacolate, acetylcysteine.
d. Antitusif

Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu.


Penggunaan secara rutin merupakan kontraindikasi. Contohnya seperti
dekstrometorfan.
e. Antibiotik

Tidak dianjurkan penggunaan jangka panjang untuk pencegahan


eksaserbasi. Pilihan antibiotik pada eksaserbasi disesuaikan dengan pola
kuman setempat. Contoh antibiotik yang sering digunakan ialah penicillin.
J. Komplikasi
Menurut (Rafidah et al., 2014) Komplikasi yang terjadi akibat PPOK:
1) Hipoksemia
Hipoksemia di definisikan sebagai penurunan nilai pa02 <55Mmhg, dengan
nilai saturasi oksigen <85% pada awalnya klien akan mengalami perubahan
mood penurunan konsentrasi dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut akan
timbul sianosis.
2) Asidosis Respiratory
Timbul akibat peningkatan nilai paCO2 (Hipercapnea). Tanda yang muncul
antara lain nyeri kepala, fatigue, letargi, dizznes, takipnea.
3) Infeksi Respiratory
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mucus dan
rangsangan otot polos bronchial serta edema mukosa
4) Gagal Jantung
Teutama kor pulmunal (Gagal jantung kanan akibat penyakit paru). Harus di
obserfasi terutama pada klien dispnea berat. Komplikasi ini seringkali
berhubungan dengan bronchitis kronis tetapi klien dengan emfisema berat
juga dapat mengalami ini.
5) Kardia Disritmia
Timbul karena hipoksemia penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratori
6) Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayr yang berhubungan asma bronchial. Penyakit ini
sangat berat, potensian mengancam kehidupan, dan seringkali tidak berespon
terhadap terapi yang biasa diberikan

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Data Umum

Identitas pasien meliputi : Nama, umur , jeniss kelamin, agama, alamat, tempat
tanggal lahir, suku, diagnosa medis, No RM, tanggal MRS, golongan darah. Identitas
penanggung jawab meliputi : Nama, hubungan dengan pasien, umur, pendidikan,
pekerjaan, alamat dan No Hp.
a) Riwayat Kesehatan Saat Ini

1) Keluhan Utama (Keluhan yang dirasakan pasien).

2) Alasan MRS (Kejadian yang menyebabkan pasien masuk RS).

3) Riwayat Penyakit (Tanya kepada pasien apakah memiliki riwayat penyakit


sebelumnya).
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
1. Riwayat penyakit yang pernah dialami

2. Riwayat perawatan

3. Riwayat operasi

4. Riwayat pengobatan

5. Kecelakaan yang pernah dialami

6. Riwayat alergi

c) Pola fungsi kesehatan (Riwayat bio-psiko-sosial-spiritual)

1. Pola persepsi dan pengetahuan

Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi


pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
2. Pola nutrisi dan metabolisme

Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit,


Keluarga mengatakan saat masuk RS px hanya mampu menghabiskan ⅓
porsi makanan, Saat pengkajian keluarga mengatakan px sedikit minum,
sehingga diperlukan terapi cairan intravena.
3. Pola eliminasi

Mengkaji pola BAK dan BAB pasien.


4. Pola aktifitas dan latihan

Biasanya di dapatkan pasien terganggu aktifitasnya akibat adanya


kelemahan fisik, tetapi px mampu untuk duduk, berpindah, berdiri dan
berjalan.
5. Pola istirahat

Mengkaji pola istirahat pasien, biasanya pasien tidak dapat tidur


dengan nyenyak, pikiran kacau, terus gelisah.
6. Pola kognitf dan perseptual (sensoris)

Apakah ada kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan


interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan
perannya selama sakit.
7. Pola persepsi dan konsep diri

Mengkaji pola persepsi dan konsep diri, biasanya pola emosional


pasien sedikit terganggu karena pikiran kacau dan sulit tidur.
8. Peran dan tanggung jawab

Mengkaji apakah keluarga ikut berperan aktif dalam menjaga


kesehatan fisik pasien atau tidak.
9. Pola reproduksi dan sexual

Mengkaji perilaku dan pola seksual pada pasien

10. Pola penanggulangan stress


Stres timbul akibat pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya, pasien merasakan pikirannya kacau. Apakah keluarga pasien
cukup perhatian selama pasien dirawat di rumah sakit.atau tidak.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan

Apakah timbul distres dalam spiritual pada pasien, sehingga pasien


akan menjadi cemas dan takut, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu,
dimana pasien dan keluarga percaya bahwa masalah pasien murni masalah
medis dan menyerahkan seluruh pengobatan pada petugas kesehatan.
d) Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum
Kaji kesadaran pasien apakah composmentis, apatis, somnolen,
sopor, sopor koma, koma. Selain itu kaji wajah, kebersihan secara umum,
tanda-tanda vital pasien.
2. Pemeriksaan per-sistem

a. Sistem respiratori (mengetahui pernapasan pasien, ada tidaknya


suara napas tambahan).
b. Sistem kardiovaskuler (mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya
distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung).
c. Sistem hematologi (mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit
yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan
splenomegali).
d. Sistem urogenital (ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan
keluhan sakit pinggang).
e. Sistem muskuloskeletal (mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam
pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau
tidak)
f. Sistem kekebalan tubuh (mengetahui ada tidaknya pembesaran
kelenjar getah bening).
B. Diagnosa keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d mucus berlebih

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus, bronkokontriksi
dan iritan jalan napas.
3. Gangguan Perukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi
4. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidak mampuan untuk
mengabsorbsi nutrien
5. Intoleransi Aktivitas b.d suplai oksigen menurun
C. Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa NOC NIC Rasional


Keperawatan

1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Monitor 1. Untuk


bersihan jalan asuhan keperawatan status mengetah
nafas b.d mucus keperawatan selama… oksigenasi ui adaya
berlebih x24jam diharapkan 2. berikan suara
jalan nafas kembali terapi nafas nafas
normal dengan kriteria jika di tambahan
hasil: perlukan dan
 Mendemonstrasika (nebulizer) kefeektifa
n batuk efektif dan 3. posisikan n jalan
suara nafas yang pasirn untuk nafas
bersih, tidak ada memaksimal memenuh
sianosis dan kan ventilasi O2
dyspneu (mampu 4. ajarkan 2. Untuk
mengeluarkan tehnik batuk memenuh
sputum, bernafas efektif ii
dengan mudah, 5. kolaborasika kebutuha
tidak ada pursed n dengan n oksigen
lips) dokter dalam pasien
 Menunjukkan jalan pemberian 3. untuk
nafas yang paten terapi membuat
(klien tidak merasa selanjutnya pasien
tercekik, irama merasa
nafas, frekuensi nyaman
pernafasan dalam 4. untuk
rentang normal, melencar
tidak ada suara kan
nafas abnormal) pernafasa
 Mampu n
mengidentifikasika 5. Untuk
n dan mencegah memperc
faktor yang epat
penyebab. proses
 Saturasi O2 dalam penyemb
batas normal uhan
.
2 Pola napas tidak  Respiratory status : 1. Kaji kualitas, 1. Untuk
efektif Ventilation frekuensi dan mengetahui
berhubungan  Respiratory status : kedalaman frekuensi
dengan napas Airway patency pernafasan, dan
pendek, mucus,  Vital sign Status laporkan kedalaman
bronkokontriksi Setelah dilakukan setiap nafas
dan iritan jalan tindakan keperawatan perubahan 2. Untuk
napas selama ....X24 Jam yang terjadi membuat
pasien menunjukkan 2. Baringkan lebih
keefektifan pola nafas, pasien dalam nyaman
dibuktikan dengan posisi yang dan
kriteria hasil: nyaman, mengurang
 Mendemonstrasikan dalam posisi i sesak
batuk efektif dan duduk, 3. memberika
suara nafas yang dengan n alat bantu
bersih, tidak ada kepala nafas
sianosis dan dyspneu tempat tidur dalam
(mampu ditinggikan pemenuhan
mengeluarkan 60 – 90 oksigenasi
sputum, mampu derajat 4. untuk
bernafas dg mudah, 3. Berikan memaksim
tidakada pursed lips) oksigenasi alkan
 Menunjukkan jalan 4. Bantu dan pernafasan
nafas yang paten ajarkan 5. Untuk
(klien tidak merasa pasien untuk mempercep
tercekik, irama nafas, nafas dalam at proses
frekuensi pernafasan yang efektif penyembuh
dalam rentang 5. Kolaborasika an
normal, tidak ada n dengan
suara nafas abnormal) dokter
 Tanda Tanda vital mengenai
dala terapi
 selanjutnya
 m rentang normal
(tekanan darah, nadi,
pernafasan)
3 Gangguan  Respiratory Status : 1. Monitor 1. Untuk
Perukaran gas Gas exchange tanda- megetahu
b.d  Keseimbangan asam tanda vital i keadaan
ketidakseimba Basa, Elektrolit 2. monitor umum
ngan perfusi  Respiratory Status : suara nafas pasien
ventilasi ventilation seperti 2. untuk
 Vital Sign Status dengkur mengetah
Setelah dilakukan 3. Posisikan ui adanya
tindakan keperawatan pasien suara
selama ….X24 Jam untuk nafas
Gangguan pertukaran memaksima tambahan
pasien teratasi dengan lkan 3. untuk
kriteria hasi: ventilasi membant
 Mendemonstrasik 4. Lakukan u dalam
an peningkatan fisioterapi memaksi
ventilasi dan dada jika malkan
oksigenasi yang perlu ventilasi
adekuat 5. Kolaborasi 4. untuk
 Memelihara kan dengan membesih
kebersihan paru dokter kan
paru dan bebas mengenai saluran
dari tanda tanda terapi pernafasa
distress selanjutnya n karena
pernafasan adanya
 Mendemonstrasik dahak dan
an batuk efektif 5. memperc
dan suara nafas epat
yang bersih, tidak proses
ada sianosis dan penyemb
dyspneu (mampu uhan
mengeluarkan dengan
sputum, mampu terapi
bernafas dengan
mudah, tidak ada
pursed lips)
 Tanda tanda vital
dalam rentang
normal

4 Ketidakseimba NOC 1. kaji adanya 1. untuk


ngan Nutrisi  Nutritional status: alergi mengetah
kurang dari Setelah dilakukan asuhan makanan ui apakah
kebutuhan keperawatan selama ...X 2. kaji pasien
tubuh b.d 24 Jam diharapkan nutrisi kemampuan alergi
ketidak pasien terpenuhi dengan pasien untuk terhadap
mampuan kriteria hasil: mendapatkan makanan
untuk  pasien tidak nutrisi yang 2. untuk
mengabsorbsi mengalami mual di butuhkan mmenuhi
nutrien  mampu 3. berikan nutrisi
mengidentifikasi informasi pasien
kebutuhan nutrisi tentang 3. untuk
 tidak ada tanda- kebutuhan meningka
tanda malnutrisi nutrisi tkan
4. anjurkan pengetahu
pasien untuk an pasien
meningkatka tentang
n protein dan kebutuha
vitamin c n nutrisi
5. kolaborasika 4. protein
n dengan ahli dan Vit C
gizi untuk dapat
menentukan membuat
jumlah kalori tubuh
dan nutrisi semakin
yang terpenuhi
dibutuhkan nutrisinya
5. ahli gizi
dapat
mengetah
ui
dengan
tepat
kebutuha
n dan
dapat
menggant
i jenis
makanan
sehingga
nutrisi
terpenuhi
5 Intoleransi Setelah dilakukan asuhan 1. observasi 1. untuk
Aktivitas b.d keperawatan selama ...X tanda- tanda mengetah
suplai oksigen 24 Jam diharapkan vital ui
menurun pasien bertoleransi 2. tingkatkan keadaan
terhadap aktivitas dengan istirahat umum
kriteria hasil: (ditempat pasien
 Berpartisipasi dalam tidur) 2. untuk
aktivitas fisik tanpa 3. anjurkan menyiapk
disertai peningkatan periode an energy
tekanan darah, nadi untuk digunaka
dan RR istirahat dan n untuk
 Mampu melakukan aktivitas penyemb
aktivitas sehari hari secara uhan
(ADLs) secara bergantian 3. agar
mandiri 4. kolaborasi pasien
 Keseimbangan dengan tim mengetah
aktivitas dan istirahat medis dalam ui cara
pemberian membagi
latihan gerak waktu
fisik istirahat
dan
beraktivit
as
4. agar tetap
terjaga
komunita
s latihan
gerak
pasien

D. Implementasi

Implementasi adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan keperawatan


yang telah ditetapkan. Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana setelah dilakukan
validasi. Selain itu diperlukan keterampilan interpersonal, intelektual serta teknikal yang
dilakukan dengan cermat dan efesien dan tepat dengan memperhatikan kenyamanan dan
keamanan fisik dan psikologis. Setelah implementasi kemudian dilakukan dokumentasi
dan bagaimana respon klien.
E. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Kegiatan ini adalah untuk
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan
tujuan yang diharapkan. Adapun 3 alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan
tercapai yaitu:
1. Berhasil: perilaku klien menunjukkan sudah sesuai dengan apa yang diharapkan
pada intervensi dan implementasi dan dalam waktu yang ditentukan.
2. Tercapai sebagaian: klien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang
diharapkan pada intervensi dan implementasi.
3. Belum tercapai: klien tidak mampu sama sekali dalam menunjukkan perilaku yang
diharapkan pada intervensi dan implementasi yang ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyani, R. P., Pujiarto, P., & Putri, N. W. (2021). Asuhan Keperawatan Pasien PPOK
Menggunakan Posisi Condong ke Depan dan Latihan Pursed Lip Breathing untuk
Meningkatkan Saturasi Oksigen. Madago Nursing Journal, 1(2), 37–43.
https://doi.org/10.33860/mnj.v1i2.277

Hidayati, W. W. N. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU


OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI.
26, 1–9. http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/1315/1/P17A_NASPUB 19-20_WARIH NUR
HIDAYATI_P17051.pdf

Rafidah, S., Al-Kathiri, F., & MUHAMMAD YOGI. (2014). Konsep dasar penyakit ppok.
English Language Teaching, 39(1), 1–24.
http://dx.doi.org/10.1016/j.biochi.2015.03.025%0Ahttp://dx.doi.org/10.1038/
nature10402%0Ahttp://dx.doi.org/10.1038/nature21059%0Ahttp://journal.stainkudus.ac.id/
index.php/equilibrium/article/view/1268/1127%0Ahttp://dx.doi.org/10.1038/
nrmicro2577%0Ahttp://

Kent, B. D., Mitchell, P. D., McNicholas, W. T. (2011). Hypoxemia in Patients with COPD.
Cause,
Effects, and Diseases Progression. International Journal of COPD, 6, 199-208s

Nurmayanti, N., Waluyo, A., Jumaiyah, W., & Azzam, R. (2019). Pengaruh Fisioterapi Dada,
Batuk Efektif dan Nebulizer terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen dalam Darah pada
Pasien PPOK. Jurnal Keperawatan Silampari, 3(1), 362–371.
https://doi.org/10.31539/jks.v3i1.836

Paramitha, P. (2020). Respon Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (Ppok) Dengan Gangguan
Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Terhadap Penerapan Fisioterapi Dada Di Rumah Sakit
Khusus Paru “Respira.” 8–25. https://eprints.poltekkesjogja.ac.id/id/eprint/2512

World Health Organization. (2014). Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD). Global Strategy for The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. Geneva: WHO Press.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Kenali Penyakit Paru Obstruktif Konik
(PPOK). Diakses dari http://p2ptm.kemkes.go.id/artikel-sehat/kenali-penyakit-
paruobstruktif-kronik-ppok

Anda mungkin juga menyukai