Anda di halaman 1dari 37

BAB I KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan sekelompok penyakit kompleks dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai penyebab dan dapat mengenai setiap lokasi di sepanjang saluran nafas (WHO, 1986). Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450). Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418). ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract). Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

B. Etiologi Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya lebih kecil. Dalam Harrisons Principle of Internal Medicine disebutkan bahwa penyakit infeksi saluran nafas akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral, sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah hampir 50% diakibatkan oleh bakteri di mana Streptococcus Pneumonia adalah yang bertanggung jawab untuk kurang lebih 70-90%, sedangkan Stafilococcus Aureus dan H. Influenza sekitar 10-20%. Saat ini telah diketahui bahwa infeksi saluran pernafasan akut ini melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut Menurut penelitian A.A. Anom Sukarna (2006) faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah sebagai berikut: Faktor host (diri) 1. Usia Balita Kejadian penyakit ISPA erat kaitannya dengan umur, risiko untuk terkena ISPA pada anak yang lebih muda umurnya lebih besar dibandingkan dengan anak yang lebih tua umurnya . Dari hasil uji statistik menunjukkan ada pengaruh umur terhadap kejadian ISPA pada anak Balita. Dengan demikian umur merupakan determinan dari kejadian ISPA pada anak Balita di wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II, dengan risiko untuk mendapatkan ISPA pada anak Balita yang berumur <3 tahun sebesar 2,56 kali lebih besar dari pada anak Balita yang berumur 3 tahun. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian Kartasamita (1993), Nindya dan Sulistyorini (2005) dan juga oleh Rahayu dkk., (2005).

2. Jenis kelamin Balita Penyakit ISPA dapat terjadi pada setiap orang deng an tidak memandang suku, ras, agama, umur, jenis kelamin dan status sosial. Namun insiden ISPA pada anak Balita berdasarkan jenis kelamin disebutkan bahwa

insiden ISPA pada laki -laki lebih tinggi dari pada perempuan. Dari hasil uji statistik menunujukkan tidak ada pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian ISPA pada anak Balita. Hal sama juga ditunjukkan pada penelitian sebelumnya oleh Budiningsih (1991), Kartasamita (1993), Nindya dan Sulistyorini (2005) dan juga oleh Rahayu dkk., (2005). Jadi dengan demik ian jenis kelamin Balita bukan merupakan determinan dari kejadian ISPA pada anak Balita di wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II.

3. Pendidikan Ibu Anak Balita Tingkat pendidikan ibu yang rendah diduga sebagai salah satu faktor risiko yang dapat meningka tkan angka kematian akibat penyakit ISPA (pneumonia) pada anak Balita. Dengan semakin tingginya pendidikan seorang ibu diharapkan akan lebih mudah menerima pesan kesehatan dan cara pencegahan penyakit. Uji statistik menunjukkan tidak ada pengaruh pendidikan terhadap kejadian ISPA pada anak Balita. Jadi dengan demikian pendidikan ibu Balita bukan merupakan determinan dari kejadian ISPA pada anakBalita di wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II.

4. Pengetahuan Ibu Balita Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Uji statistik menunjukkan tidak ada pengaruh pengetahuan ibu terhadap kejadian ISPA pada anak Balita. Hasil penelitian yang sama juga ditunjukkan pada penelitian sebelumnya oleh Budiningsih (1991), Kartasamita (1993), Nindya dan Sulistyorini (2005) dan juga oleh Rahayu dkk., (2005). Dengan demikian pengetahuan ibu tentang ISPA tidak merupakan determinan dari kejadian ISPA pada anak Balita di wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II.

5. Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan merupakan salah satu wujud dari sumber daya, merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang

berhubungan dengan kesehatan. Uji statistik yamg telah dilakukan menunjukkan ada pengaruh pendapatan keluarga terhadap kejadian ISPA pada anak Balita. Jadi dengan demikian pendapatan keluarga merupakan determinan dari kejadian ISPA pada anak Balita di wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II. Adapun besarnya risiko untuk terjadinya ISPA pada anak Balita yang mempunyai pendapatan kurang sebesar 0,245 kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga anak Balita yang

berpendapatan tinggi. Sedangkan pada keluarga dengan pendapatan sedang mempunyai risiko sebesar 1,391 kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga yang berpendapatan tinggi. Hal sama juga telah ditunjukkan oleh peneliti sebelumnya antara lain Budiningsih (1991), Kartasamita (1993), Nindya dan Sulistyorini (2005) dan juga oleh Rahayu dkk., (2005).

6. Status gizi Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang lainnya (Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan

keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.

7. Status imunisasi Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan peningkatan penderita ISPA walaupun tidak bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003).

8. Pemberian suplemen vitamin A Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan sel epitel yang mengalami diferensiasi.

9. Pemberian air susu ibu (ASI) ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis. Komunike Konferensi Internasional tentang Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) di Canberra Australia tahun 1997 saat itu menyatakan bahwa ISPA merupakan pandemi yang dilupakan/the forgotten pandemic. Sebagai kelompok penyakit, ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di sarana pelayanan kesehatan. Sebanyak 40% 60 % kunjungan berobat di Puskesmas dan 15% 30 % kunjungan berobat dibagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA. Prevalensi nasional kejadian ISPA adalah sebesar 25,5 %, angka kejadian ISPA di Propinsi Lampung Tahun 2007 adalah 24,5 %, sedangkan angka kejadian ISPA di Kabupaten Lampung Timur adalah 39,13 %,. Puskesmas Sukaraja Nuban mempunyai masalah dengan penyakit ISPA. Penyakit ISPA merupakan penyakit nomor 1 dari 10 besar penyakit terbanyak selama 3 tahun berturut-turut. Salah satu faktor risiko yang meningkatkan insidens (morbiditas) maupun kematian (mortalitas) akibat ISPA, antara lain balita tidak memperoleh ASI secara ekslusif. Cakupan ASI Ekslusifnya adalah 40,3% masih jauh dibawah target kabupaten yaitu 60,5%. Berdasarkan hasil penelitian KoeKoeh Hardjito (2011) didapatkan gambaran bahwa bayi yang diberi ASI eksklusif lebih jarang terkena sakit

dibandingkan bayi yang tidak diberi ASI eksklusif sampai usia 6 bulan. Menurut penelitian Horta et al (2007) menunjukkan bahwa semakin lama anakmendapatkan ASI, maka semakin kuat sistem imun tubuhnya. Peningkatan sistem imunitas pada bayi dapat dilihat dari frekuensi bayi yang mengalami sakit. Bayi yang sering mengalami sakit dapat diketahui pada saat bayi lahir sampai 6 bulan apakah diberikan ASI atau tidak. Hal ini dikarenakan ASI mengandung berbagai jenis antibodi yang melindungi si kecil dari serangan kuman penyebab infeksi. Antibodi tersebut mulai dari Immunoglobulin A (IgA), IgG, IgM, IgD dan IgE (Bernado.L.Horta (2007) dalam Lely, 2007) Kondisi dunia IPTEK semakin berkembang, produk susu formula yang di promosikan dalam media eletronik semakin banyak dari berbagai keunggulan dari masing-masing produk susu formula tersebut sehingga dikalangan masyarakat susu formula sering dianggap sebagai minuman bermutu tinggi. Namun tetap saja ASI adalah makanan yang terbaik karena ASI melindungi bayi untuk melawan segala kemungkinan serangan penyakit karena komposisi zat gizi dari ASI yang sesuai dengan kebutuhan tubuh bayi. sehingga tidak diragukan lagi bayi yang diberi ASI Eksklusif memiliki banyak manfaat. Manfaat utama yang dapat diperoleh dari ASI yaitu mendapatkan nutrisi terlengkap dan terbaik, meringankan

pencernaan bayi, meningkatkan kekebalan tubuh,dan ASI menghindarkan bayi dari penyakit. Menurut Farah (2010) saat bayi masih berusia dibawah usia 6 bulan maka tubuhnya rentan terkena berbagai penyakit. Atas dasar inilah maka bayi lahir sampai usia 6 bulan wajib untuk diberikan ASI secara eksklusif agar tidak mudah terserang penyakit karena melihat manfaatnya yang sangat baik bagi bayi, ibu, keluarga, masyarakat dan negara. Banyak faktor yang mempengaruhi sistem imunitas pada bayi usia 0-6 bulan termasuk pemberian ASI eksklusif.

ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (William and Phelan, 1994).

Faktor lingkungan a. Ventilasi Rumah Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar dan pengeluaran udara kotor secara alamiah atau mekanis (Harijanto,1997; Keman, 2004; Prasasti dkk., 200 5). Ventilasi disamping berfungsi sebagai lubang pertukaran udara juga dapat berfungsi sebagai lubang masuknya cahaya alam atau matahari ke dalam ruangan. Kurangnya udara segar yang masuk ke dalam ruangan dan kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan pening katan risiko kejadian ISPA. Adanya pemasangan ventilasi rumah merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA (Mukono, 1997). Dari hasil uji statistik Regresi Logistik Ganda menunjukkan bahwa terdapat pengaruh ventilasi terhadap kejadian ISPA pada anak Balita. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (Nindya dan Sulistyorini, 2005; Yusuf dan Sulistyorini, 2005). Dengan demikian ventilasi merupakan determinan dari kejadian ISPA pada anak Balita di wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II, adapun besarnya risiko untuk terjadinya ISPA pada anak Balita yang menempati rumah dengan ventilasi yang tidak memenuhi syarat sebesar 2,789 kali lebih besar dari pada anak Balita yang menempati rumah dengan ventilasi yang memenuhi syarat.

b. Kepadatan hunian (crowded) Standar luas ruang tidur menurut Kepmenkes RI nomor 829 tahun 1999 adalah minimal 8 m 2, tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun (Kepmenkes RI No.829/1999) . Kepadatan hunian yang berlebihan memudahkan penularan penyakit infeksi pernapasan, tuberkolosis,

meningitis, dan parasit usus dari satu orang ke yang lain (Depkes, 1990; Keman, 2005). Dari hasil uji statistik menunjukkan tidak ada pengaruh kepadatan hunian terhadap kejadian ISPA pada Balita. Jadi dengan demikian kepadatan hunian bukan merupakan determinan dari kejadian ISPA pada anak Balita di wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II. Hal ini ternyata berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nindya dan Sulistyorini (2005) ataupun penelitian oleh Yusuf dan Sulistyorini (2005).

c. Status sosioekonomi Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status keseluruhan tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status sosioekonomi (Darmawan,1995).

d. Kebiasaan merokok Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok (Koch et al, 2003)

e. Pencemaran Udara di Rumah Pencemaran udara dalam rumah biasanya berasal dari asap dapur, asap rokok, dan asap obat nyamuk bakar. Ketiga bahan pencemar udara tersebut bila berada dalam rumah dapat menjadi faktor risiko terhadap kejadian ISPA pada anak Balita (Harijanto, 1997; Prasasti dkk., 2005). Dari hasil uji statistik menunjukkan tidak ada pengaruh pencemaran udara dalam rumah terhadap kejadian ISPA pada anak Balita. Dengan demikian

pencemaran udara dalam rumah bukan merupakan determinan dari kejadian ISPA pada anak Balita di wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II.

f. Kebershan Rumah Kebersihan rumah adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan penghuninya khususnya pada anak Balita (Keman, 2005). Uji statistik Regresi Logistik Ganda menunjukkan ada pengaruh kebersihan rumah terhadap kejadian ISPA pada anak Balita. Jadi dengan demikian kebersihan rumah merupakan faktor risiko untuk terjadinya ISPA pada anak Balita di wilayah kerja Puskesmas Blahbatuh II. Adapun besarnya risiko untuk terjadinya ISPA pada anak Balita yang menempati rumah yang tidak bersih adalah sebesar 10,264 kali lebih besar dari pada anak Balita yang menempati rumah yang bersih. Hasil penelitian ini seirama denganhasil penelitian yang dilakukan oleh Budiningsih (1991) dan Kartasamita (1993).

C. Patofisiologi Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan. Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan 19 aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk. Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme

mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak. Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempattempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah. Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri . Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan 20 limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas. Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu: 1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi apa-apa.

10

2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah. 3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam dan batuk. 4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.

D. Gambaran Klinik Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451). Tanda dan gejala yang muncul ialah: 1. Demam, Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC. 2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski. 3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum. 4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut mengalami sakit. 5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat infeksi virus. 6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya lymphadenitis mesenteric. 7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.

11

8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan. 9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419)

E. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan adalah : 1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman, 2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia, dan 3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan

F. Komplikasi Adapun komplikasinya adalah 1. Meningitis 2. OMA 3. Mastoiditis 4. Kematian

G. Penatalaksanaan 1. Perawatan : a. Istirahat di tempat sampai demam hilang, istirahat bersuara. b. Diet makanan lunak c. Kompres air hangat Dalam penelitian Nurlaili Susanti (2012) Selain kompres dingin, dikenal pemakaian kompres hangat dalam tatalaksana demam. Kompres hangat adalah melapisi permukaan kulit dengan handuk yang telah dibasahi air hangat dengan temperatur maksimal 43oC. Lokasi

12

kulit tempat mengompres biasanya di wajah, leher, dan tangan. Kompres hangat pada kulit dapat menghambat shivering dan dampak metabolik yang ditimbulkannya. Selain itu, kompres hangat juga menginduksi vasodilatasi perifer, sehingga meningkatkan pengeluaran panas tubuh. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian terapi demam kombinasi antara antipiretik dan kompres hangat lebih efektif dibandingkan antipiretik saja, selain itu juga mengurangi rasa tidak nyaman akibat gejala demam yang dirasakan. Pemakaian antipiretik dan kompres hangat memiliki proses yang tidak berlawanan dalam menurunkan temperatur tubuh. Oleh karena itu, pemakaian kombinasi keduanya dianjurkan pada tatalaksana demam. Dalam artikel Aneka Obat Tradisional Untuk Anak Anak, parutan bawang merah yang dibalurkan pada badan anak dapat menurunkan demam d. Pemberian air minum Pemberian air minum hangat dapat mengencerkan dahak. Selain itu dalam Artikel Aneka Obat Untuk Anak-Anak, Perasan jeruk nipis yang dicampurkan dengan madu serta air hangat dapat mengencerkan dahak. e. Pantau tanda-tanda vital

2. Pengobatan a. Antibiotik b. Kortikosteroid

Bila ada gejala sumbatan saluran napas: a. Oksigen ( O2 ) sesuai kebutuhan b. Tracheostomi bila sumbatan berada pada stadium 3.

F. Pencegahan Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah ISPA adalah: 1. Mengusahakan Agar Anak Mempunyai Gizi Yang Baik

13

a. Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi. b. Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya. c. Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu mengandung cukup protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. d. Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein misalnya dapat di peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi atau jagung, lemak dari kelapa atau minyak sedangkan vitamin dan mineral dari sayuran,dan buah-buahan. e. Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui apakah beratnya sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah ada penyakit yang menghambat pertumbuhan.Dinkes DKI (2005) 2. Mengusahakan Kekebalan Anak Dengan Imunisasi Agar anak memperoleh kekebalan dalam tubuhnya anak perlu

mendapatkan imunisasi yaitu DPT (Depkes RI, 2002). Imunisasi DPT salah satunya dimaksudkan untuk mencegah penyakit Pertusis yang salah satu gejalanya adalah infeksi saluran nafas. 3. Menjaga Kebersihan Perorangan Dan Lingkungan Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA, sebaliknya perilaku yang tidak mencerminkan hidup sehat akan menimbulkan berbagai penyakit. Perilaku ini dapat dilakukan melalui upaya memperhatikan rumah sehat, desa sehat dan lingkungan sehat. 4. Pengobatan Segera Apabila anak sudah positif terserang ISPA, sebaiknya orang tua tidak memberikan makanan yang dapat merangsang rasa sakit pada

tenggorokan, misalnya minuman dingin, makanan yang mengandung vetsin atau rasa gurih, bahan pewarna, pengawet dan makanan yang terlalu manis. Anak yang terserang ISPA, harus segera dibawa ke dokter .

14

BAB II KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian 1. Aktivitas/istirahat Gejala : Kelemahan, kelelelahan Insomnia

Tanda ; Letargi Penurunan toleransi terhadap aktivitas

2. Sirkulasi Gejala : Riwayat adanya/GJK kronis Tanda :Takikardia,Penampilan kemerahan atau pucat 3. Integritas Ego Gejala : Banyakya stressor, masalah finansial 4. Makanan/Cairan Gejala : Kehilangan nafsu makan,mual/muntah

Tanda : Distensi abdomen Hiperaktif bunyi usus Kulit kering dengan turgor buruk Penampilan kakeksia(malnutrisi)

5. Neurosensori Gejala :Sakit kepala daerah frontal (influnza) Tanda :Perubahan mental (bingung, samnolen ) 6. Nyeri/kenyamanan Gejala : Sakit kepala

15

Nyeri

dada(pleuritik),

meningkat

oleh

batuk,

nyeri

dada

subternal(influenza)mialgia,artralgia, nyeri tenggorokan 7. Pernafasan Gejala : Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret. Tanda : Adanya sputum atau sekret Perkusi : pekak di atas area yang konsolidasi Bunyi nafas :menurun atau tidak ada di atas area yang terlibat , atau nafas yang bronkhial Warna :pucat atau sianosis bibir/kuku

8. Keamanan Gejala : Demam (mis :38,5-39,76oC) Tanda : Berkeringat Menggigil berulang, gementar, kemerahan mungkin ada pada kasus rubeola atau varisela 9. Penyuluhan/Pembelajaran Tanda : Bantuan dengan perawatan diri: tugas pemeliharaan rumah Oksigen mungkin diperlukan, bila ada kondisi pencetus

16

B. Penyimpangan KDM
Invasi kuman dalam tubuh

Inflamasi

Proses infeksi saluran pernapasan

Perubahan status kesehatan anak

Reaksi antigen antibodi Stimulus kemoreseptor hipotalamus

Pengeluaran zat vasoaktif

Hiperemis

Stres dan hubungan keluarga / hereditas

Udema mukosa

Peningkatan produksi sekret

Ansietas

Bersihan Jalan nafas tidak efektif Respon termoregulasi

Hipertermi

Nyeri

sesak

Peningkatan Evaporasi

Gangguan pertukaran Gas

Kehilangan cairan tubuh

Kekurangan Volume Cairan

17

C. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan pembersihan jalan napas 2. Ansietas 3. Hipertermi 4. Ketakutan 5. Kekurangan Volume Cairan 6. Gangguan Pertukaran Gas 7. Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh 8. Nyeri 9. Gangguan Persepsi/ Sensori 10. Risiko Kerusakan Integritas Kulit

D. Intervensi keperawatan 1. Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas a. Batasan Karakteristik Subyektif Dispnea Obyektif Suara napas tambahan (misalnya, rale, crakle, ronki, dan mengi) Perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan Batuk tidak ada atau tidak efektif Sianosis Kaesulitan untuk berbicara Penurunan suara napas Ortopnea Gelisah Sputum berlebihan Mata terbelalak

b. Faktor yang berhubungan Lingkungan: merokol, menghirup asap rokok, dan perokok pasif.

18

Obstruksi Jalan Napas: Spasme jalan napas, retensi sekret, mukus berlebih, adanya jalan napas buatan, terdapat benda asing di jalan napas, sekret di bronki, dan eksudat di alveoli. Fisiologis: Disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkial, PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik), infeksi, asma, jalan napas alergik [trauma].

c. Saran Penggunaan Gunakan tabel batasan karakteristikpada Tabel, untuk membedakan secara hati-hati di antara diagnosis ini dan diagnosis pernapasan alternatif. Jika batukdan refleks muntah tidak efektif atau tidak ada sekunder akibat anastesi pembersihan gunakan Risiko agar aspirasi berfokus bukan pada

Ketidakefektifan

jalannapas

pencegahan aspirasi bukan mengajarkan batuk efektif.

Tabel Diagnosis Gangguan pertukaran gas Ada Gas darah yang tidak normal Penampilan usaha napas pasien: napas cuping hidung, penggunaan otot aksesorius, pernapasan bibir mencucu. Gas darah abnormal Tidak Ada Batuk tidak efektif Batuk

Ketidakefektifan pada napas

Takikardia, gelisah Batuk tidak efektif Obstruksi atau aspirasi

Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Batuk, batuk tidak efektif

Gas darah abnormal

19

Perubahan dalam frekuensi atau kedalaman pernapasan Biasanya disebabkan peningkatan atau membandelnya sekret atau obstruksi (mis., aspirasi)

d. Alternatif Diagnosis yang Disarankan Aspirasi, Risiko Pola napas, ketidakefektifan Pertukaran gas, gangguan

e. Hasil NOC Pencegahan Aspirasi: Tindakan personal untuk mencegahmasuknya cairan dan partikel pada ke dalam paru. Suatu pernapasan: Kepatenan Jalan Napas: Jalan napas

trakeobronkial terbuka dan bersih untuk pertukaran gas. Status Pernapasan Ventilasi: pergerakan udara masuk dan keluar paru.

f. Tujuan/ Kriteria Evaluasi Contoh Menggunakan Bahasa NOC Menunjukkan pembersihan jalan napas yang efektif, yang dibuktikan oleh Pencegahan Aspirasi; Status Pernapasa: Kepatenan Jalan Napas; dan Status Pernapasan: Ventilasi tidak terganggu.

20

Menunjukkan Status Pernapasan: Kepatenan Jalan Napas, yang dibuktikan oleh indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan): Kemudahan bernapas Frekuensi dan irama pernapasan Pergerakan sputum keluar dari jalan napas. Pergerakan sumbatan keluar dari jalan napas.

Contoh Lain: Pasien akan : - Batuk efektif - Mengeluarkan sekret secara efektif - Mempunyai jalan napas yang paten - Pada pemeriksaan auskultasi, memiliki suara napas yang jernih. - Mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal - Mempunyai fungsi paru dalam batas normal - Mampu mendeskripsikan rencana untuk perawatan di rumah.

g. Intervensi NIC Manajemen jalan napas: Memfasilitasi kepatenan jalan napas. Pengisapan Jalan Napas: Mengeluarkan sekret dari jalan napas dengan memasukkan sebuah kateter pengisap ke dalam jalan napas oral dan/atau trakea. Kewaspadaan Aspirasi: Mencegah atau meminimalkan faktor risiko pada pasien yang berisiko mengalami aspirasi. Manajemen Asma: Mengidentifikasi, menangani, dan mencegah reaksi inflamasi/ konstriksi di dalam jalan napas. Peningkatan batuk: Meningkatkan inhalasi dalam pada pasien yang memiliki riwayat keturunan mengalami tekanan intratoraksik dan

21

kompresi parenkim paru yang mendasari untuk pengerahan tenaga dalam menghembuskan udara. Pengaturan Posisi: Mengubah posisi pasien atau bagian tubuh pasien secara sengaja untuk memfasilitasi kesejahteraan fisiologis dan psikologis. Pemantauan Pernapasan: Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk memastikan kepatenan jalan napas dan pertukaran gas yang adekuat. Bantuan Ventilasi: Meningkatkan pola napas spontan yang optimal, yang memaksimalkan pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam paru. h. Aktivitas Keperawatan Pengkajian Kaji dan dokumentasikan hal-hal berikut ini. Keefektifan pemberian oksigen dan terapi lain Keefektifan obat resep Kecenderungan pada gas darah arteri, jika tersedia Frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan Faktor yang berhubungan, seperti nyeri, batuk tidak efektif, mukus kental dan keletihan. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui penurunan atau ketiadaan ventilasi danadanya suara napas tambahan. Pengisapan Jalan Napas (NIC) Tentukan kebutuhan pengisapan oral atau trakea Pantau status oksigen pasien (tingkat SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik (tingkat MAP [mean arterial pressure] dan irama jantung) segera sebelum, selama, dan setelah pengisapan. Penyuluhan Untuk Pasien/Keluarga

22

Jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung (misalnya, oksigen, mesin pengisapan, spirometer, inhaler, dan intermittent positive pressure breathing [IPPB])

Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang larangan merokok di dalam ruang perawatan; beripenyuluhan tentang pentingnya berhenti merokok.

Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam untuk memudahkan pengeluaran sekret.

Ajarkan pasien untuk membebat/ mengganjal luka insisi pada saat batuk

Ajarkan pasien dan keluarga makna perubahan pada sputum, seperti warna, karakter, jumlah dan bau.

Pengisapan JalanNapas (NIC):Instruksikankepada pasien dan/atau keluarga tentang cara pengisapan jalan napas, jika perlu.

Aktivitas Kolaboratif Rundingkan dengan ahli terapi pernapasan, jika perlu Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi atau peralatan pendukung. Berikan udara/ oksigen yang telah dihumidifikasi (dilembabkan) sesuai dengan kebijakan institusi. Lakukan atau bantu dalamterapi aeroso,nebulizer ultrasonik, dan perawatan paru lainnya sesuai dengan kebijakan dan protokol institusi Beritahu dokter tentang hasil gas darah yang abnormal.

Aktivitas Lain Anjurkan aktivitas fisik untuk memfasilitasi pengeluaran sekret Anjurkan penggunaan spirometer insentif Jika pasien tidak mampu ambulasi, pindahkan pasien dari satu sisi tempat tidur ke sisi tempat tidur yang lain sekurangnya setiap dua jam sekali

23

Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur, untuk menurunkan kecemasan, dan meningkatkan kontrol diri

Berikan pasien dukungan emosio (misalnya, meyakinkan pasien bahwa batuk tidak akan menyebabkan robekan atau kerusakan jahitan)

Atur posisi pasien yang memungkinkan untuk pengembangan maksimal rongga dada (misalnya, bagian kepala tempat tidur ditinggikan 45 kecuali ada kontraindikasi.

Pengisapan nasofaring atau orofaring untuk mengeluarkan sekret Lakukan pengisapan endotrakea, atau nasotrakea, jika perlu. (Hiperoksigenasi dengan Ambu bag sebelum dan setelah pengisapan slang endotrakea atau trakeostomi.

Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk mengencerkan sekret Singkirkan atau tangani faktor penyebab, seperti nyeri, keletihan dan sekret yang kental.

2. Ansietas a. Batasan Karakteristik Perilaku Penurunan produksivitas Mengekspresikan kekhawatiran akibat perubahan dalam peristiwa hidup Gerakan yang tidak relevan (misalnya, mengeret kaki, gerakan lengan) Gelisah Memandang sekilas Insomnia Kontak mata buruk Resah Menyelidik dan tidak waspada Afektif Gelisah Kesedihan yang mendalam

24

Distres Ketakutan Perasaan yang tidak adekuat Fokus pada diri sendiri Peningkatan kekhawatiran Iritabilitas Gugup Gembira berlebihan Nyeri dan peningkatan ketidakberdayaan yang persisten Marah Menyesal Perasaan takut Ketidakpastian Khawatir

Fisiologis Wajah tegang Insomnia (non-NANDA) Peningkatan keringat Peningkatan ketegangan Terguncang Gemetar atau tremor di tangan Suara bergetar Parasimpatis Nyeri abdomen Penurunan tekanan darah Penurunan nadi Diare Pingsan Keletihan Mual

25

Gangguan tidur Kesemutan pada ekstremitas Sering berkemih Berkemih tidak lampias Urgensi berkemih Simpatis Anoreksia Eksitasi kardiovaskuler Diare Mulut kering Wajah kemerahan Jantung berdebar-debar Peningkatan tekanan darah Peningkatan nadi Peningkatan refleks Peningkatan pernapasan Dilatasi pupil Kesulitan bernapas Vasokontriksi superfisial Kedutan otot Kelemahan Kognitif Keterbatasan kemampuan untuk menyelesaikan masalah Keterbatasan kemampuan untuk belajar Mengekspresikan kekhawatiran akibat perubahan dalam peristiwa hidup (non-NANDA) Takut terhadap konsekuensi yang tidak spesifik Fokus pada diri sendiri (non-NANDA) Mudah lupa Gangguan perhatian Tenggelam dalam dunia sendiri

26

Melamun Kecenderungan untuk menyalahkan orang lain

b. Faktor yang Berhubungan Terpajan toksin Hubungan keluarga/ hereditas Transmisi dan penularan interpersonal Krisis situasi dan maturasi Stres Penyalahgunaan zat Ancaman kematian Ancaman atau perubahan pada status peran, fungsi peran, lingkungan, status kesehatan, status ekonomi, atau pola interaksi Ancaman terhadap konsep diri Konflik yang tidak disadari tentang nilai dan tujuan hidup yang esensial Kebutuhan yang tidak terpenuhi

c. Saran Penggunaan Ansietas Manifestasi Fisiologis Ketakutan

Stimulasi sistem saraf Hanya respon simpati; parasimpatis dengan penurunan aktivitas

peningkatan aktivitas gastrointestinal gastrointestinal

Jenis Ancaman

Biasanya (misalnya citra spesifik

psikologis Seringkali terhadap (misalnya, tidak keamanan);

fisik terhadap spesifik,

diri);

dapat diidentifikasi

Perasaan

Tidak jelas, perasaan Perasaan

ketakutan,

27

tidak menentu

kekhawatiran

Sumber perasaan

Tidak diketahui oleh Diketahui individu; tidak sadar individu

oleh

Tingkat Ansietas mempengaruhi aktivitas keperawatan sehingga perlu disebutkan dalam pernyataan diagnosis: Ansietas ringan: terjadi dalam kehidupan sehari-hari;

meningkatkan kewaspadaan dan lapang persepsi; memotivasi untuk belajar dan pertumbuhan Ansietas sedang: Penyempitan lapang persepsi; berfokus pada perhatian segera, dengan tidak memerhatikan komunikasi

dandetailyang lain. Ansietas Berat: Fokus sangat sempit, hanya pada detail yang spesifik, semua perilaku ditujukan untuk memperoleh peredaan Panik: Individu kehilangan kontrol dan merasakan peningkatan aktivitas fisik, distorsi persepsi dan hubungan, serta kehilangan cara berpikir yang rasional.

d. Alternatif Diagnosis yang Disarankan Konflik pengambilan keputusan Ansietas kematian Ketakutan Koping, ketidakefektifan

e. Hasil NOC Tingkat Ansietas: Keparahan manifestasi kekhawatiran, ketegangan, atau perasaan tidak tenang yang muncul dari sumber yang tidak dapat diidentifikasi

28

Pengenalan-Diri Terhadap Ansietas: Tindakan personal untuk menghilangkan atau mengurangi perasaan khawatir, tegang, atau perasaan tidak tenang akibat sumber yang tidak dapat diidentifikasi Konsentrasi : Kemampuan untuk fokus pada stimulus tertentu Koping: Tindakan personal untuk mengatasi stresor yang membebani sumber-sumber individu.

f. Tujuan/ Kriteria Evaluasi Ansietas berkurang, dibuktikan oleh bukti Tingkat Ansietas hanya ringan sampai sedang, dan selalu menunjukkan Pengendalian-Diri terhadap Ansietas, Konsentrasi, dan Koping. Menunjukkan Pengendalian-Diri Terhadap Ansietas, yang

dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering atau selalu) Merencanakan strategi koping untuk situasi penuh tekanan Mempertahankan performa peran Memantau distrosi persepsi sensori Memantau manifestasi perilaku ansietas Menggunakan teknik relaksasi untuk meredakan ansietas Contoh lain: Pasien akan Meneruskan aktivitas yang dibutuhkan meskipun mengalami kecemasan Menunjukkan kemampuan untuk berfokus pada pengetahuan dan keterampilan yang baru Mengidentifikasi gejala yang merupakan indikator ansietas pasien sendiri Memiliki tanda-tanda vital dalam batas normal.

g. Intervensi NIC

29

Bimbingan

antisipasi:

Mempersiapkan

pasien

menghadapi

kemungkinan krisis perkembangan dan/atau situasional) Penurunan Ansietas: Meminimalkan kekhawatiran, ketakutan, prasangka, atau perasaan tidak tenang yang berhubungan dengan sumber bahaya yang diantisipasi dan tidak jelas. Teknik Menenangkan Diri: Meredakan kecemasan pada pasien yang mengalami distres akut Peningkatan Koping: Membantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsi stresor, perubahan atau ancaman yang menghambat pemenuhan tuntutan dan peran hidup. Dukungan Emosi: Memberikan penenangan, penerimaan, dan bantuan/ dukungan selama masa stres.

h. Aktivitas Keperawatan Pengkajian Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien, termasuk reaksi fisik Kaji untuk faktor budaya (misalnya, konflik nilai) yang menjadi penyebab ansietas Gali bersama pasien tentang teknik yang berhasil dan tidak berhasil menurunkan ansietas di masa lalu. Reduksi Ansietas (NIC): Menentukan kemampuan pengambilan keputusan pasien. Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga Buat rencana penyuluhan dengan tujuan yang realistis, termasuk kebutuhan untuk pengulangan, dukungan, dan pujian terhadap tugas-tugas yang telah dipelajari. Berikan informasi mengenai sumber komunitas yang tersedia, seperti teman, tetangga, kelompok swabantu, tempat ibadah, lembaga sukarelawan dan pusat rekreasi. Informasikan tentang gejala ansietas.

30

Ajarkan anggota keluarga bagaimana membedakan antara serangan panik dan gejala penyakit fisik

Penurunan Ansietas (NIC): Sediakan informasi faktual menyangkut diagnosis, terapi, dan prognosis. Instruksikan pasien tentang penggunaan teknik relaksasi Jelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yang biasanya dialami selama prosedur.

Aktivitas Kolaboratif Penurunan Ansietas (NIC): Berikan obat untuk menurunkan ansietas, jika perlu. Aktivitas Lain Pada saat ansietas berat, dampingi pasien, bicara dengan tenang, dan berikan ketenangan serta rasa nyaman. Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal pikiran dan perasaan untuk mengeksternalisasikan ansietas Bantu pasien untuk memfokuskan pada situasi saat ini, sebagai cara untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi ansietas. Sediakan pengalihan melalui televisi, radio, permainan, serta terapi okupasi untuk menurunkan ansietas dan memperluas fokus. Coba teknik, seperti imajinasi bimbing dan relaksasi progresif Berikan penguatan posistif ketika pasien mampu meneruskan aktivitas seharihari dan aktivitas lainnya meskipun mengalami ansietas. Yakinkan kembali pasien melalui sentuhan, dan sikap empatik secara verbal dan nonverbal secara bergantian. Dorong pasien untuk mengekspresikan kemarahan dan iritasi, serta izinkan pasien untuk menangis. Kurangi rangsangan yang berlebihan dengan menyediakan lingkungan yang tenang, kontakyang terbatas dengan orang lain

31

jika dibutuhkan, serta pembatasan penggunaan kafein dan stimulan lain. Sarankan terapi alternatif untuk mengurangi ansietas yang dapat diterima oleh pasien. Singkirkan sumber-sumber ansietas jika memungkinkan Penurunan Ansietas (NIC): Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan Nyatakan dengan jelas tentang harapan terhadap perilaku pasien Dampingi pasien [misalnya, selama prosedur]untuk

meningkatkan keamanan dan mengurangi rasa takut. Berikan pijatan punggung/pijatan leher, jika perlu Jaga peralatan perawatan jauh dari pandangan. Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang

mencetuskan ansietas 3. Hipertermi a. Batasan Karakteristik Objektif Kulit merah Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal [Frekuensi napas meningkat] Kejang atau konvulsi [Kulit] teraba hangat Takikardia Takipnea

b. Faktor yang Berhubungan Dehidrasi Penyakit atau trauma Ketidakmampuan atau penurunan kemampuan untuk berkeringat Pakaian yang tidak tepat

32

Peningkatan laju metabolisme Obat atau anastesia Terpajan pada lingkungan yang panas [jangka panjang] Aktivitas yang berlebihan

c. Saran Penggunaan Aktivitas keperawatan,seperti melepaskan pakaian atau melakukan mandi spons dingin, efektif untuk Hipertermia ringan.

Namun,hipertermia berat adalah kondisi yang mengancam jiwa dan membutuhkan intervensi medis serta keperawatan. Pertimbangan juga bahwa suhu yang meningkat mungkin bukan satu masalah, tetapi hanya gejala proses penyakit/ infeksi, dan ini diatasi dengan obat, seperti asetaminofen atau aspirin. Pada umumnya, hipertermia tidak memerlukan tindakan keperawatan mandiri.

d. Alternatif Diagnosis yang Disarankan Suhu tubuh, risiko ketidakseimbangan Hipertermia, risiko (non-NANDA) Termoregulasi, Ketidakefektifan

e. Hasil NOC Termoregulasi: Keseimbangan antara produksi panas, peningkatan panas, dan kehilangan panas. Termoregulasi: Neonatus: Keseimbangan antara produksi panas, peningkatan panas, dan kehilangan panas selama 28 hari pertama kehidupan. Tanda- tanda Vital: Nilai suhu, denyut nadi, frekuensi pernapasan, dan tekanan darah dalam rentang normal.

f. Tujuan/ Kriteria Evaluasi

33

Pasien akan menunjukkan Termoregulasi yang dibuktikan oleh indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5 gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan): Peningkatan suhu kulit Hipertermia Dehidrasi Mengantuk

Pasien akan menunjukkan Termoregulasi yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat sedang ringan, atau tidak ada gangguan): Berkeringat saat panas Denyut nadi radialis Frekuensi pernapasan

Contoh Lain Pasien dan keluarga akan: Menunjukkan metode yang tepat untuk mengukur suhu Menjelaskan tndakan untuk mencegah atau meminimalkan peningkatan suhu tubuh Melaporkan tanda dan gejala dini Hipertermia

Bayi akan: Tidak mengalami gawat napas, gelisah atau letargi Menggunakan sikap tubuh yang dapat mengurangi panas.

g. Intervensi NIC Terapi demam: Penatalaksanaan pasien yang mengalami

hiperpireksia akibat faktor selain lingkungan Kewaspadaan Hipertermia Maligna: Pencegahan atau penurunan respons hipermetabolik terhadap obat-obat farmakologis yang

digunakan selama pembedahan

34

Perawatan Bayi Baru Lahir: Penatalaksanaan neonatus selama transisi dari ke kehidupan di luar rahim dan periode stabilisasi selanjutnya. Regulasi Suhu: Mencapai atau mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal. Pemantauan Tanda Vital: Mengumpulkan dan menganalisis data kardiovaskular; pernapasan, dan suhu tubuh untuk menentukan serta mencegah komplikasi. h. Aktivitas Keperawatan Pengkajian Pantau aktivitas kejang Pantau hidrasi (misalnya turgor kulit, kelembapan membran mukosa). Pantau tekanan darah, denyut nadi, dan frekuensi pernapasan. Kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan suhu lingkungan Regulasi Suhu (NIC): Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai dengan kebutuhan Pasang alat pantau suhu inti tubuh kontinu, jika perlu Pantau warna kulit dan suhu Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga Ajarkan pasien/ keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara dini hipertermia (misalnya, sengatan panas, dan keletihan akibat panas) Regulasi Suhu (NIC): Ajarkan indikasi keletihan akibat panas dan tindakan kedaruratan yang diperlukan, jika perlu. Aktivitas Kolaboratif Regulasi suhu (NIC): Berikan obat antipiretik, jika perlu

35

Gunakan matras dingin dan mandi air hangat untuk mengatasi gangguan suhu tubuh, jika perlu. Aktivitas Lain Lepaskan pakaian yang berlebihna dan tutupi pasien dengan selimut saja Gunakan waslap dingin (alat kantong es yang dibalut dengan kain) di aksila, kening,tengkuk, dan lipat paha. Anjurkan asupan cairan oral, sedikitnya 2 liter sehari, dengan tambahan cairan selama aktivitas yang berlebihan atau ativitas sedang dalam cuaca panas. Gunakan kipas yang berputar di ruangan pasien Gunakan selimut pendingin.

36

DAFTAR PUSTAKA

Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh Dr. yohanes gunawan. Jakarta: EGC. Whalley & wong. (1991). Nursing Care of Infant and Children Volume II book 1. USA: CV. Mosby-Year book. Inc DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992. WHO. Acute Respiratory Infections (Update September 2009). [serial online]. 2009. [cited 18 Februari 2012]. Available from: www.who.int/vaccine_research/diseases/ari/en/print.html Susilo, Wawan. 2012. ISPA. [cited 18 Februari 2013). Available from: http://id.scribd.com/doc/111347924/Ispa Wilkinson, Judith M. 2008. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9, Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC. Hardjito, Koekoeh. 2011. Hubungan Pemberian ASI Ekslusif Dengan Frekuensi Kejadian Sakit Pada Bayi Usia 6-12 Bulan di Desa Jugo Kecamatan Mojo Kabupaten Kediri. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. Volume II No 4, Oktober 2011: 255-261. Anom Sukarnawa, A.A. 2007. Determinan Sanitasi Rumah dan Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Kejadian ISPA pada Anak Balita Serta Manajemen Penanggulangannya di Puskesmas. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol 3, No 1, Juli 2006: 49-58. Susanti, Nurlaili. 2012. Efektivitas Kompres Dingin dan Hangat Dalam Penatalaksanaan Demam. Jurnal Sainstis. Volume 1, Nomor 1, April September 2012 ISSN: 2089-0699 Artikel Aneka Obat Tradisional Untuk Anak Anak. 2006. [cited 18 Februari 2013). Available from: http: //eprints .uad .ac.id /1416/1/ ANEKA_ ARTIKEL _ TTG_ANAK-ANAK.pdf

37

Anda mungkin juga menyukai